BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketombe 2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
1. Aktifitas Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea merupakan tipe kelenjar holokrin yang terdapat pada dermis yang mensekresikan sebum menuju folikel rambut, aktivitas kelenjar ini berhubungan dengan peningkatan kejadian ketombe pada usia remaja dan dewasa muda dan menurun pada umur lebih dari 50 tahun.Ketombe dapat muncul pada kulit kepala yang kaya akan sebum. Trigliserida dan ester yang merupakan komponen dari sebum yang akan dipecah mikroflora menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas.Asam lemak bebas akan memulai respon iritan, termasuk hiperproliferasi dari kulit kepala.Pemecahan dari sebum menjadi bahan iritatif menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyebab primer dari ketombe.Ketombe dapat ditemukan pada kulit kepala yang terdiri dari banyak sebum atau tidak hal ini juga menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyebab primer ketombe.
2. Metabolisme Mikroflora
Pada kulit manusia terdapat flora normal seperti yang ditemukan pada organ tubuh lain.Salah satu flora normal pada kulit adalah Malassezia sp. yang amat berperan pada kelainan yang terjadi pada kulit
kepala salah satunya ketombe.Malassezia sp. menimbukan kelainan apabia jumlahnya berlebih.Ketika jumlahnya normal, Malassezia sp. hanya menjadijamur komensal.Malssezia banyak ditemukan pada daerah dengan suhu yang panas dan lembab.
Terdapat dua klasifikasi Malassezia sp , yaitu lipid dependent dan non-lipid dependent. Lipid dependent diantaranya adalah,
M.Globosa, M.Restritica, M.Furfur, M.Obtusa, M.Slooffiae,
M.Syympodialis, M.japonica, M.Nana, M.Dermatis, M.Sympodialis.
Sedangkan non-lipid dependent terdiri dari zoopholix species, dan M.Pachydermatis.
Peningkatan sebum dan metabolisme mikroflora berhubungan erat, dimana mikroflora malassezia sp. hidup di daerah yang kaya akan sebum.Malassezia sp. mensekresi enzim hidrolitik termasuk lipase menuju ekstraseluler millieu, dimana enzim lipase akan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak tersaturasi spesifik dan asam lemak tidak tersaturasi serta gliserol. Asam lemak tersaturasi tersebut digunakan Malassezia sp. untuk berproliferasi sedangkan asam lemak tidak tersaturasi yang akan mengiritasi dengan merusak pertahanan kulit kepala dengan merusak barrier pertahanan kulit sehingga menyebabkan deskuamasi pada kulit kepala.
3. Kerentanan Individu
Salah satu faktor dalam perkembangan ketombe ialah kerentanan individu.Namun, belum diketahui pasti bagaimana kerentanan individu dapat mempengaruhi ketombe.Diduga hal ini disebabkan karena perbedaan dari fungsi barrier stratum korneum, perbedaan respon imun dari protein dan polisakarida yang berasal dari Malassezia sp. dari setiap individu (Thomas and dawson, 2007).
2.1.3 Patofisiologi ketombe
Terdapat beberapa urutan patofisiologi terjadinya ketombe : 1. Ekosistem Malassezia dan interaksi Malassezia pada epidermis 2. Inisiasi dan perkembangan dari proses infamasi
Gambar 2.1.Patofisiologi ketombe [sumber : Schwartz,2013]
1. Infiltrasi Malassezia sp. pada stratum korneum epidermis
Gambar 2.2.Peran Malassezia dalam terjadinya dandruff. [sumber: Schwartz, 2013]
2. Inisiasi dan perkembangan proses inflamasi
Pada tahap ini , akan timbul gejala berupa eritema, gatal, panas, rasa terbakar, teranggunya kualitas dari rambut.Pada proses ini, gejala yang timbul tergantung dari tingkatan keparahan dari dermatitis seboroik.Dimana ketombe merupakan tingkatan dermatitis seboroik yang paling rendah, dimana biasanya tidak sampai ditemukan tanda-tanda inflamasi seperti pada dermatitis seboroik atau biasanya tanda inflamasi yang didapati hanya berupa eritema.
Gambar.2.3.Grafik Temuan pada kulit kepala ketombe,dermatitis seboroik,dan normal.
[sumber : Schwartz, 2013]
3. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis
Setelah Malassezia sp.memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya pada kulit kepala .Ketika Malassezia sp. berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibatnya, keratinosit yang terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya gambaran sisik pada kulit kepala atau dengan bentul bergelung seperti debu disebut ketombe.
4. Kerusakan barrier epidermis secara fungsional dan struktural
kepala terasa lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat terjadi pada kulit kepala yang kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini juga terjadi perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk ceramides menjadi struktur lemak yang tidak terstruktur.
2.1.4 Gambaran klinis
Gejala klinis dari deskuamasi yang ditemukan pada pasien yeng mengalami ketombe dan dermatitis seboroik pada umumnya didapati rasa gatal ( 66%), iritasi (25%), dan rasa kering pada kulit kepala (59%). Gejala klasik pada ketombe adalah skuama kecil berwarna putih atau abu-abu yang tidak melekat erat pada kulit kepala , sementara skuama yang didapati pada dermatitis seboroik berwarna kuning dan berminyak.Skuama pada ketombe dan dermatitis seboroik dapat terlokalisir membentuk bercak pada permukaan dari kulit kepala atau dapat terssebar secara difus.(Grimalt, 2007)
A
A
Gambar 2.4.Tingkatan derajat skuamasi pada spektrum ketombe-dermatitis seboroik, (a) kerombe derajat ringan, (b) ketombe derajat sedang, (c) ketombe derajat berat atau dermatitis seboroik.[sumber : Grimalt 2007]
2.1.5 Diagnosis diferensial
Diagnosis ketombe melalui keadaan klinis tidak begitu sulit namun ada beberapa peyakit pada kulit kepala dalam berbagai derajat yang hampir menyerupai ketombe . Seperti yang tertera pada tabel berikut,
Tabel 2.1.Perbandingan Karakteristik Kelainan pada kulit kepala [Sumber : Elewski 2005]
2.2. Jilbab
2.2.1 Definisi Jilbab
Secara terminologi jilbab dimaknai sebagai kerudung lebar yang digunakan wanita muslimah untuk menutupi kepala dan leher hingga dada .
2.2.2 Jilbab di Indonesia
Di kalangan perempuan Indonesia, penggunaan jilbab telah menjadi fenomena yang baru dalam kaitannya dengan cara berpakaian perempuan muslim.Keadaan ini berbeda jika dilihat dari perkembangan dan keberadaan perempuan muslim pada periode sebelumnya.Seperti yang terjadi pada era-80 an, dimana penggunaan jilbab hanya sebatas simbol keagamaan dari sebagian kelompok perkumpulan saja. Jilbab hanya dikenakan pada acara – acara kebesaran Islam, dan perbincangan tentang jilbab tidak didukung oleh negara. Penggunaan jilbab dikritik sebagai pengaruh dari budaya Arab yang masuk ke Indonesia, bukan budaya islam yang berkembang di Indonesia. Negara melarang siswi dan pekerja wanita pada kantor pemerintahan menggunakan jilbab.Namun,sejalan dengan perubahan sosial yang ada, keberadaan (penggunaan) jilbab di awal tahun 2000 menjadi hal yang umum dan bukan lagi menjadi milik kelompok sosial tertentu. Pemakaian jilbab sudah lebih bebas dan perbincangan mengenai jilbab sudah menyatu dengan kebudayaan dan juga era globalisasi sehingga menghasilkan trend modern yaitu jilbab dengan berbagai kreasi dan variasi (Budiastuti, 2012).
2.3 Pemakaian jilbab dan Kejadian Ketombe
Hubungan Ketombe dan pemakaian jilbab mengacu pada pertumbuhan Malassezia sp., yang tumbuh secara baik pada media lembab dan lingkungan
Pengeluaran panas dari tubuh dapat terjadi melalui mekanisme : 1. Radiasi
Radiasi adalah pengeluaran energi panas dari permukaan suatu benda hangat dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau gelombang panas .Tubuh manusia memancarkan dan menyerap energi radiasi. Sehingga ketika panas dalam tubuh lebih besar daripada panas lingkungan, energi panas dapat dikeluarkan melalui radiasi.
2. Konduksi
Konduksi adalah pemindahan panas antara benda yang berbeda suhunya yang berkontak langsung satu sama lain, dimana panas mengalir menuruni gradien suhu dari benda yang lebih hangat ke benda yang lebih dingin melalui pemindahan dari molekul ke molekul yang menimbulkan gerakan vibrasi. Gerakan vibrasi inilah yang akan menimbulkan panas.
3. Konveksi
Kehilangan panas akibat konveksi merujuk kepada pemindahan energi panas oleh arus udara. Sewaktu tubuh kehilangan panas melalui konduksi ke udara sekitar yang lebih dingin, udara yang berkontak langsung dengan kulit menjadi lebih hangat.
4. Evaporasi
Pengeluaran panas akibat Evaporasi terjadi saat panas lingkungan melebihi panas dari tubuh.Sehingga tubuh akan berkeringat sebagai kompensasi pengeluaran panas melalui metode Evaporasi (Penguapan).(Sheerwood 2007)
Pengeluaran panas dari dalam tubuh dipengaruhi oleh penggunaan baju yang menutupi permukaan tubuh.
konduksi dan konveksi menurun.Panas yang keluar akan disebarkan pada serat pakaian daripada di konduksikan ke lingkungan. Dengan demikian ketika seseorang menggunakan lapisan pakaian lebih dari satu, lebih banyak udara yang akan disimpan di dalam serat pakaian sehingga pengeluaran panas lebih sedikit terjadi.
Ketika baju dalam keadaan lembab, pertahanan akan panas tubuh dari dalam tubuh melalui pakaian akan berkurang tetapi panas dari lingkungan yang masuk ke dalam tubuh akan meningkat (Vashti, 2014). Karena air memiliki konduktivitas tinggi, sehingga ketika keadaan lingkungan panas, panas lebih mudah di transfer ke seluruh tubuh (Zhu, 2012).
Efek warna dalam mengabsorbsi panas
Penggunaan jilbab berwarna gelap berhubungan dengan hubungan warna dalam mengabsorbsi panas. Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan merefleksikan energi panas yang di dapat.Warna hitam adalah warna yang mengabsorbsi panas paling besar karena warna hitam tidak merefleksikan cahaya sama sekali dari energi panas.
Ketika terdapat sebuah benda berwarna dan ada cahaya yang menyinari benda tersebut benda tersebut akan menampilkan warna sesuai warna benda tersebut.Warna hitam yang terlihat adalah bukti bahwa semua energi cahaya diabsorbsi seluruhnya oleh benda tersebut sehingga menimbulkan kesan warna hitam (Vashti,2014)
Efek penggunaan dalaman jilbab