• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Medan Tuntungan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) di Kecamatan Medan Tuntungan Chapter III V"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan sawah Kecamatan Medan

Tuntungan dengan ketinggian tempat 25 m di atas permukaan laut, dimulai dari

bulan Maret 2017 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi dari varietas

Ciherang, lahan sawah di Kecamatan Medan Tuntungan, cup air mineral sebagai

wadah media semai, pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, KCl,

dolomit, pestisida dan fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan

sejumlah bahan-bahan di Laboratorium.

Alat yang digunakan adalah cangkul digunakan untuk mengolah tanah dan

membersihkan lahan penelitian, tali plastik digunakan sebagai pembatas setiap

plot percobaan, meteran untuk mengukur luas lahan, timbangan analitik untuk

menimbang bahan pendukung penelitian, spidol/pensil sebagai alat tulis, kamera

sebagai alat dokumentasi, dan sejumlah alat-alat di Laboratorium.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang

diulang sebanyak tiga kali yang diuji seperti berikut :

Faktor I : Jumlah Bibit (B)

B1 : 1 bibit per rumpun

B2 : 2 bibit per rumpun

(2)

Faktor II : Populasi Tanaman Berdasarkan Sistem Tanam Jajar Legowo yang

Dimodifikasi (L) (Lampiran 3).

L0 : Sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak

L1 : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 60 rumpun per petak

L2 : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 114 rumpun per petak

L3 : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak

L4 : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak

Sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan sebagai berikut :

B1L0 B1L1 B1L2 B1L3 B1L4

B2L0 B2L1 B2L2 B2L3 B2L4

B3L0 B3L1 B3L2 B3L3 B3L4

Jumlah Ulangan : 3

Total Perlakuan : 15 x 3 = 45 perlakuan

Model linier Rancangan Acak Lengkap Faktorial :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ) ij+ ∑ijk

Yijk : Hasil pengamatan untuk faktor jumlah bibit taraf ke-i, faktor modifikasi

sistem tanam legowo taraf ke-j pada ulangan ke-k

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh jumlah bibit pada taraf ke-i

βj : Pengaruh populasi tanaman pada taraf ke-j

(αβ) ij : Interaksi antara jumlah bibit pada taraf ke-i dan populasi tanaman

legowo pada taraf ke-j

∑ijk : Galat percobaan untuk faktor jumlah bibit taraf ke-i dan pengaruh

(3)

Selanjutnya data di analisis dengan Analisis Varian pada setiap parameter

yang di ukur dan di uji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan menggunakan

Uji Jarak Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5 % dan 1 %.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan

Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna kemudian dibuat petakan

ukuran 2 m x 1,5 m sebanyak 45 petakan. Saluran air masuk dan air keluar diatur

sedemikian rupa sehingga sistem pengairan berjalan baik dan lancar dengan

sumber pengairan berasal dari irigasi dan hujan. Pemupukan dilakukan sebanyak

satu kali dan diberikan sesuai dengan target produksi yang akan dicapai yaitu

10 ton/ha. Pupuk diaplikasikan pada saat pengolahan lahan dengan dosis

10,333 Kg urea/lahan, 4,969 Kg SP-36/lahan, 11,949 Kg KCl/lahan, dan

11,663 Kg dolomit/lahan (Lampiran 4). Kemudian keempat pupuk tersebut

diaplikasikan ke tanah, dan tanah diolah kembali sehinga pupuk dapat tercampur

merata di dalam tanah.

Persemaian

Sebelum melakukan persemaian, benih direndam terlebih dahulu. Benih

yang mengapung dibuang dan benih yang tenggelam direndam selama 48 jam.

Setelah itu, benih ditiriskan selama satu malam hingga berkecambah. Benih padi

lalu disemai di dalam cup air mineral yang telah berisi media tanam yang sesuai

selama 2 minggu. Setelah 2 minggu benih siap di pindahkan ke lubang tanam

(4)

Penanaman

Penanaman di lahan dilakukan ketika umur bibit 2 minggu setelah semai.

Jumlah bibit yang ditanam per lubang dilakukan sesuai perlakuan, yaitu 1 bibit

per lubang tanam, 2 bibit per lubang tanam, dan 3 bibit per lubang tanam.

Pemeliharaan

Pengendalian hama penyakit dilakukan terhadap tanaman yang terserang

hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida dan fungisida sesuai gejala

serangan yang ditemukan di lapangan. Penyiangan dilakukan secara manual

dengan membersihkan gulma pada setiap petakan.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan ketika tanaman telah menunjukkan kriteria matang

panen dengan ciri-ciri daun bagian atas mengering, gabah matang penuh, keras

dan berwarna kuning dan dilakukan dengan cara memotong batang dibawah malai

dengan menggunakan sabit.

Parameter Penelitian

A. Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah

Pengamatan pertumbuhan tanaman padi sawah dilakukan saat tanaman

memasuki masa vegetatif awal hingga masa vegetatif akhir dengan interval waktu

satu kali dalam dua minggu. Pengamatan yang dilakukan meliputi :

1. Tinggi tanaman per sampel (cm)

(5)

B. Produksi Tanaman Padi Sawah

Pengamatan produksi tanaman padi sawah dilakukan pada saat panen.

Pengamatan yang dilakukan meliputi :

1. Jumlah malai per sampel (malai)

2. Bobot gabah bruto per plot (gram)

3. Bobot gabah netto per plot (gram)

4. Bobot gabah hampa per plot (gram)

5. Bobot gabah 1000 butir per plot (gram)

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Parameter Pertumbuhan

Hasil analisis sidik ragam yang terdapat pada Lampiran 12 sampai

Lampiran 17 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit dan populasi tanaman tidak

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, namun berpengaruh nyata terhadap

jumlah anakan. Interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman hanya

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur pengamatan 6 MST.

Tinggi Tanaman per Sampel (cm)

Hasil uji beda rataan pengaruh interaksi jumlah bibit dan populasi tanaman

terhadap tinggi tanaman (cm) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Interaksi Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman Terhadap Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Pengamatan 2 MST, 4 MST, 6 MST

Perlakuan Pengamatan

(7)

Hasil uji beda rataan pada taraf 5% yang tersaji pada Tabel 1

menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit dan populasi tanaman tidak berpengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman. Namun, interaksi antara kedua perlakuan tersebut

berpengaruh nyata pada akhir masa pertumbuhan vegetatif tanaman, yaitu 6 MST.

Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah

bibit, populasi tanaman, maupun interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman.

Pada 6 MST rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan

B2L3 (2 bibit dengan sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per

petak) yaitu sebesar 95,90 cm yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B3L0,

tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan, rataan tinggi tanaman

terendah terdapat pada perlakuan B3L4 (3 bibit dengan populasi 190 rumpun per

petak) yaitu sebesar 82,33 cm yang hanya berbeda nyata dengan perlakuan B2L3,

namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa perlakuan B2L3 merupakan kombinasi terbaik dalam meningkatkan tinggi

tanaman karena dapat memanfaatkan unsur hara paling optimal, sehingga

menghasilkan pertumbuhan paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Jumlah Anakan per Rumpun Sampel (batang)

Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap

jumlah anakan pada umur pengamatan 2 MST, 4 MST, 6 MST disajikan pada

(8)

Tabel 2. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Rata - Rata Jumlah Anakan (batang) per Rumpun Sampel Tanaman Padi Sawah

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) Umur

Pengamatan

Jumlah Bibit

Populasi Tanaman

Rataan

L0 L1 L2 L3 L4

2 MST

---batang---

B1 1.824,48 2.355,60 3.762,00 4.024,02 5.916,60 3.576,54cC

B2 2.322,72 3.607,80 5.387,64 6.565,02 7.554,40 5.087,52bB

B3 4.062,24 4.327,80 7.012,14 8.431,50 9.264,40 6.619,62aA

Rataan 2.736,48eE 3.430,40dD 5.387,26cC 6.340,18bB 7.578,47aA 5.094,56

4 MST

B1 7.360,8 7.740,6 12.141 14.650 13.564,1 11.091,3cC

B2 9.342,24 10.132,8 11.357,8 12.263 17.339,4 12.087,1bB

B3 9.391,68 11.422,8 14.165,6 17.710 22.824,7 15.103aA

Rataan 8.698,24dD 9.765,4dD 12.554,8cC 14.874,3bB 17.909,4aA 12.760,44

6 MST

B1 9.360,00 10.908,00 15.960,00 17.340,40 20.113,40 14.736,36

B2 10.905,60 11.316,00 13.155,60 12.196,80 19.750,50 13.464,90

B3 11.913,60 10.668,00 13.566,00 17.833,20 17.290,00 14.254,16

(9)

Dari uji beda rataan pada taraf 5% dan 1% yang tersaji pada Tabel 2 dapat

dilihat bahwa perlakuan jumlah bibit memberikan pengaruh nyata pada umur

pengamatan 2 - 4 MST, namun tidak berpengaruh nyata pada umur pengamatan 6

MST. Pada minggu pengamatan ke 2 dan 4, perlakuan 3 bibit per rumpun

menghasilkan rata-rata anakan tertinggi masing-masing sebesar 6.619,62 dan

15.103 batang yang berbeda nyata dengan perlakuan 1 bibit dan 2 bibit.

Sedangkan, rata-rata anakan terendah terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun

yaitu masing-masing sebesar 3.576,54 dan 11.091,3 batang pada umur

pengamatan 2 - 4 MST. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah

bibit yang digunakan maka akan semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan.

Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan padi per rumpun setelah

dianalisis dengan uji F pada taraf 5% dan 1% memperlihatkan bahwa populasi

tanaman memberikan pengaruh nyata pada semua umur pengamatan. Pada

minggu ke 2, rataan anakan tertinggi dihasilkan pada perlakuan L3 (sistem tanam

jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak), yaitu sebanyak

7.578,47 batang yang berbeda nyata dengan perlakuan L0, L1, L2, dan L4.

Sedangkan rataan jumlah anakan terendah dihasilkan pada perlakuan L0 (sistem

tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), yaitu sebanyak

2.736,48 batang yang berbeda nyata dengan semua perlakuan.

Pada minggu ke 4 dan ke 6, rataan jumlah anakan tertinggi dihasilkan pada

perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak),

yaitu masing-masing sebesar 17.909,4 dan 19.051,30 batang yang tidak berbeda

nyata dengan perlakuan L3 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154

(10)

y = 0,1351x2 + 25,649x + 9121,6

Sedangkan, rataan jumlah anakan padi paling sedikit terdapat pada perlakuan L0

(sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), yaitu

masing-masing sebesar 8.698,24 dan 10.726,40 batang yang berbeda nyata dengan

perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak populasi

tanaman maka akan semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan.

Untuk lebih jelasnya, Gambar 2 memperlihatkan grafik hubungan jumlah

bibit terhadap jumlah anakan tanaman (batang) pada umur pengamatan 4 MST

dan hubungan antara populasi tanaman terhadap jumlah anakan tanaman (batang)

pada umur pengamatan 6 MST.

(a) (b)

Gambar 2. Grafik Hubungan Jumlah Anakan Tanaman (batang) per Rumpun Sampel dengan Jumlah Bibit Pada Umur Pengamatan 4 MST (a) dan Populasi Tanaman Pada Umur Pengamatan 6 MST (b)

Gambar 2 (a) menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear positif antara

jumlah bibit dan jumlah anakan tanaman, dimana jumlah anakan akan terus

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan.

Gambar 2 (b) menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuadratik postif

antara populasi tanaman dengan jumlah anakan yang dihasilkan, dimana jumlah

(11)

akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum terdapat pada

populasi tanaman sebesar 94.925 rumpun per petak dengan jumlah anakan yang

dihasilkan sebesar 2.443.887,1 batang.

Parameter Produksi

Hasil analisis sidik ragam parameter produksi tanaman padi, dapat dilihat

pada Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 29 menunjukkan bahwa jumlah bibit

dan populasi tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per sampel

(malai), bobot gabah bruto per plot (plot), bobot gabah netto per plot (g), dan

bobot jerami kering per plot (g), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot

1000 butir gabah (g). Interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman tidak

berpengaruh nyata pada semua parameter.

Jumlah Malai per Sampel (malai)

Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap

jumlah malai per sampel (malai) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Jumlah Malai per Sampel (malai)

berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Hasil uji rataan pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 3

memperlihatkan bahwa jumlah bibit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

(12)

y = -0.0313x2 + 18.242x + 1732.1

malai, dimana rataan jumlah malai tertinggi terdapat pada perlakuan L4 (sistem

tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 4.109

malai yang berbeda nyata terhadap perlakuan L0, L1, L2, dan L3. Sedangkan,

hasil terendah terdapat pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan

populasi 48 rumpun per petak) sebesar 2.469 malai yang tidak berbeda nyata

dengan perlakuan L1, L2, L3 dan L4. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin

banyak populasi tanaman maka akan semakin banyak jumlah malai yang

dihasilkan.

Untuk lebih jelasnya, Gambar 3. memperlihatkan grafik hubungan

terhadap jumlah malai per sampel (malai) dengan populasi tanaman.

Gambar 4. Grafik Hubungan Jumlah Malai per Sampel (malai) dengan Populasi Tanaman

Gambar 4 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara jumlah malai

yang dihasilkan dengan populasi tanaman, dimana jumlah malai akan meningkat

terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun

setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman

tersebut adalah 291,50 rumpun per petak dengan jumlah malai yang dihasilkan

(13)

Bobot Gabah Bruto per Plot (g)

Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap

bobot gabah bruto per plot (g) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar)

Hasil pengamatan dengan menggunakan uji statistik pada taraf 5%

pada Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit menghasilkan pengaruh

yang berbeda nyata terhadap bobot gabah bruto pada keseluruhan perlakuan. Hasil

tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 bibit yaitu sebesar 2.566 gram dan jika

dikonversikan ke hektar mencapai 8,5 ton/ha. Sedangkan bobot gabah bruto

terendah diperoleh pada perlakuan 3 bibit yaitu sebesar 1.945 gram dengan hasil

per hektarnya mencapai 6,4 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak

jumlah bibit yang digunakan maka akan semakin rendah bobot bruto yang

dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa

faktor jumlah bibit, tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bruto.

Hasil pengamatan dengan menggunakan uji statistik pada taraf 5% dan

1% yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor populasi tanaman

menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot gabah bruto pada

(14)

y = -310,2x + 2784,3

yaitu sebesar 2.636 gram atau setara dengan 8,7 ton/ha. Sedangkan bobot gabah

bruto yang terendah terdapat pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo

dengan populasi 190 rumpun per petak) sebesar 1.547gram per plot atau setara

dengan 5,1 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman

maka akan semakin rendah bobot bruto yang dihasilkan.

Grafik hubungan bobot gabah bruto per plot dengan jumlah bibit dan

populasi tanaman disajikan pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4. Grafik Hubungan Bobot Gabah Bruto per Plot dengan Jumlah Bibit (a) dan Populasi Tanaman (b)

Gambar 4 (a) menunjukkan bahwa jumlah bibit dan bobot gabah bruto

memiliki hubungan linear positif, dimana bobot gabah bruto akan terus meningkat

seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan.

Gambar 4 (b) memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi

tanaman dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan, dimana bobot bruto akan

meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan

menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi

tanaman tersebut sebanyak 292,03 rumpun per petak dengan bobot gabah bruto

(15)

Bobot Gabah Netto per Plot (g)

Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap

bobot gabah netto per plot (g) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah Netto per Plot (g)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah

berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar)

Berdasarkan rataan hasil analisis ragam pada taraf 5% yang terdapat

pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa faktor jumlah bibit memberikan pengaruh

yang berbeda nyata terhadap bobot gabah netto pada semua perlakuan. Rata-rata

gabah netto tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 bibit per rumpun sebesar 2.095

gram dan jika dikonversikan ke hektar mencapai 6,9 ton/ha. Sementara itu, bobot

terendah dihasilkan pada perlakuan 3 bibit per rumpun sebesar 1.556 gram per

plot dengan hasil per hektarnya mencapai 5,1 ton/ha. Hasil ini menunjukkan

bahwa semakin banyak jumlah bibit yang digunakan maka akan semakin rendah

bobot netto yang dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1%

menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot

gabah netto.

Rerata hasil analisis ragam pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada

Tabel 5 memperlihatkan bahwa faktor populasi tanaman menghasilkan pengaruh

(16)

y = -269.56x + 2275.6

rumpun per petak) sebesar 2.131,71 gram per plot atau setara dengan 7,10 ton/ha.

Sedangkan rata-rata gabah netto terendah dihasilkan pada perlakuan L4 (sistem

tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun/petak) yaitu sebesar

Gambar 5. Grafik Hubungan Bobot Gabah Netto per Plot dengan Jumlah Bibit (a) dan Populasi Tanaman (b)

Gambar 5 (a) menunjukkan bahwa jumlah bibit dan bobot gabah netto

memiliki hubungan linear positif, dimana bobot gabah netto akan terus meningkat

seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan.

Gambar 5 (b) memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi

tanaman dengan bobot gabah netto yang dihasilkan, dimana bobot netto akan

meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan

(17)

tanaman tersebut sebanyak 26,73 rumpun per petak dengan bobot gabah netto

yang dihasilkan sebanyak 2.183,77 gram.

Bobot Gabah Hampa per Plot (g)

Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap

bobot gabah hampa per plot (g) disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah Hampa per Plot (g)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah

berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar)

Rerata hasil analisis ragam pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada

Tabel 6 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap

bobot gabah hampa sedangkan faktor populasi tanaman menghasilkan pengaruh

nyata terhadap bobot gabah hampa. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L0

(sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak) yaitu sebesar

601,95 gram yang berbeda nyata dengan keseluruhan perlakuan. Sedangkan, hasil

terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi

190 rumpun per petak) yaitu sebesar 315,68 gram. Hasil ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot gabah hampa

yang dihasilkan.

Grafik hubungan bobot gabah hampa dengan populasi tanaman disajikan

pada Gambar 6.

(18)

y = 0.0116x2 - 4.4735x + 751.4

Gambar 6 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi

tanaman dengan bobot gabah hampa yang dihasilkan, dimana bobot gabah hampa

akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan

akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah

populasi tanaman tersebut sebanyak 192,82 rumpun per petak dengan bobot gabah

hampa yang dihasilkan sebanyak 320,10 gram.

Bobot Gabah 1000 Butir per Plot (g)

Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap

bobot gabah 1000 butir (g) disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah

(19)

jumlah bibit, populasi tanaman maupun interaksi keduanya. Akan tetapi secara

tabulasi tampak penggunaan 3 bibit per rumpun memberikan hasil yang lebih

tinggi, yaitu sebesar 46,01 butir lalu diikuti dengan penggunaan 2 bibit sebesar

45,59 gram dan 3 bibit per rumpun 43,25 gram. Bobot 1000 butir gabah tertinggi

juga diperoleh pada faktor populasi tanaman perlakuan L1 (sistem tanam jajar

legowo dengan populasi 60 rumpun per petak) yaitu sebesar 48,64 gram dan yang

terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi

190 rumpun per petak) yaitu sebesar 41,03 gram.

Bobot Jerami Kering per Plot (g)

Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap

bobot jerami kering (g) disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Jerami

Rataan 8.121,33a 7.058,00b 7.195,33b 5.631,33c 4.890d 6.579,20

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah

berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari hasil uji beda rataan pada taraf 5 % yang terdapat pada Tabel 8

dapat dilihat bahwa jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jerami

kering sedangkan populasi tanaman menghasilkan pengaruh nyata terhadap bobot

jerami kering. Rataan bobot jerami kering tertinggi diperoleh pada perlakuan L0

(sistem tanam jajar legowo dengan populasi 48 rumpun per petak) yaitu sebesar

8.121,33 gram per plot yang berbeda nyata terhadap keseluruhan perlakuan dan

(20)

y = -0.0873x2 + 0.2556x + 7925.1

legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 4.890 gram per plot

yang juga berbeda nyata dengan keseluruhan perlakuan. Hasil ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot jerami

kering yang dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1%

menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot

jerami kering tanaman.

Untuk lebih jelasnya grafik hubungan bobot jerami kering per plot (g)

dengan populasi tanaman dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Hubungan Bobot Jerami Kering per Plot dengan Populasi Tanaman

Gambar 8 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi

tanaman dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan, dimana bobot jerami akan

meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan

menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi

tanaman tersebut sebanyak 1,46 rumpun per petak dengan bobot gabah bruto

(21)

Pembahasan

Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Pertumbuhan Padi Sawah (Oryza sativa L.)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa

interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman hanya

terjadi pada masa akhir pertumbuhan vegetatif tanaman, yaitu 6 MST. Hal ini

dapat terjadi karena pada masa awal pertumbuhan belum terjadi persaingan

antar tanaman karena masih cukupnya ruang untuk pertumbuhan. Sedangkan

pada fase pertumbuhan vegetatif 6 MST, sudah mulai timbul adanya persaingan

antar tanaman per lubang dan juga antar barisan tanaman. Tajuk dari

masing-masing tanaman saling bersentuhan dan saling tumpang tindih sehingga

terjadi kompetisi dalam memperebutkan sinar matahari. Kerapatan daun

berhubungan erat dengan populasi tanaman atau jarak tanam. Christanto dkk.

(2014) menyatakan

s

emakin rapat jarak tanam antar tanaman, semakin tinggi

kerapatan diantara daun dan semakin sedikit radiasi cahaya yang sampai ke

lapisan daun bagian bawah dan ke tanah.

Akan tetapi interaksi tersebut tidak cukup mengakibatkan perbedaan di

antara perlakuan karena pertumbuhan masing-masing komponen tersebut sangat

sedikit. Bahkan pengaruh perlakuan jumlah bibit per rumpun dan populasi

tanaman juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata diantara masing-masing

level perlakuan. Hal ini disebabkan karena masih terpenuhinya kebutuhan

tanaman akan unsur hara melalui pemberian pupuk yang berimbang, sehingga

pertumbuhan tanaman tidak cukup mengakibatkan perbedaan di antara

perlakuan. Satria (2016) menyatakan bahwa pemberian pupuk secara berimbang

(22)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan terbaik untuk tinggi

tanaman akibat interaksi kedua faktor tersebut terdapat pada perlakuan B2L3

(2 bibit dengan sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak)

yaitu sebesar 95,90 cm sedangkan rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada

perlakuan B3L4 (3 bibit dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar

82,33 cm. Hal ini menunjukkan bahwa B2L3 merupakan perlakuan dengan

jumlah bibit dan tingkat populasi puncak untuk mencapai tinggi tanaman

maksimum, karena dapat memanfaatkan unsur hara secara optimal sehingga

menghasilkan pertumbuhan paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Sedangkan, pada perlakuan B3L4 tingkat kerapatan populasi tanaman sudah

sangat tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga tingkat persaingan

dalam memperebutkan unsur hara dan ruang gerak antar tanaman per lubang dan

juga antar barisan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwani dkk.

(2013) yang menyatakan bahwa semakin rapat jarak tanam atau semakin banyak

populasi tanaman per satuan luas maka semakin besar persaingan antar rumpun

padi dalam penangkapan radiasi surya, penyerapan hara dan air. Akibatnya,

pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman rendah.

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah bibit

memberikan pengaruh nyata pada jumlah anakan pada minggu pengamatan ke 2

dan 4. Hasil tertinggi terdapat pada perlakuan 3 bibit per rumpun, sedangkan hasil

terendah terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun. Banyaknya batang padi

pada suatu hamparan tanam akan mempengaruhi jumlah anakan yang tumbuh.

Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak jumlah bibit per lubang tanam maka

(23)

bahwa jumlah bibit per lubang tanam akan mempengaruhi populasi yang ada dan

nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan anakan produktif serta hasil produksi

padi.

Pada umur 6 MST jumlah anakan secara statistik sudah tidak menunjukan

pengaruh yang nyata lagi. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan

perkembangannya, penggunaan 1 bibit per rumpun menghasilkan anakan yang

sama banyak, bahkan melampaui jumlah anakan yang dihasilkan 2 atau 3 bibit per

rumpun. Hal ini dikarenakan, pada penggunaan 2 atau 3 bibit per rumpun sudah

mulai terjadi persaingan antar tanaman, sedangkan dengan 1 bibit per rumpun

persaingan ini dapat dikurangi, sehingga perkembangan anakan tetap berjalan

dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur Sauki dkk. (2014) yang menyatakan

bahwa tanaman padi dalam satu per rumpun padi yang tumbuh berasal dari dua

bibit atau lebih akan mengalami persaingan dalam menyerap hara dari dalam

tanah.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi tanaman memberikan pengaruh

nyata terhadap jumlah anakan dimana hasil tertinggi didominasi pada perlakuan

L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak), sedangkan

perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak)

menghasilkan jumlah anakan yang paling sedikit. Populasi tanaman secara tidak

langsung dipengaruhi oleh jarak tanam. Perlakuan L4 memiliki jarak tanam yang

lebih rapat, yaitu 10 cm x 10 cm sehingga memiliki jumlah populasi tanaman

yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki jarak tanam yang

lebih renggang. Semakin banyak populasi tanaman per satuan luas maka jumlah

(24)

dihasilkannya jumlah anakan yang lebih banyak pada perlakuan L4 dibandingkan

dengan perlakuan lainnya. Azwir (2008) menyimpulkan bahwa peningkatan

populasi tanaman melalui penerapan sistem tanam jajar legowo berpengaruh

positif terhadap peningkatan komponen pertumbuhan tanaman.

Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.)

Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor populasi tanaman

berpengaruh nyata terhadap jumlah malai. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan

L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) secara

konsisten menghasilkan jumlah malai yang paling banyak diikuti dengan sistem

tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun, 114 rumpun, 60 rumpun, dan 48

rumpun per petak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah populasi

maka jumlah malai yang terbentuk semakin banyak pula. Namun, peningkatan

jumlah malai belum tentu meningkatkan produktivitas (kg/ha), jika tidak disertai

dengan pengisian bulir yang optimal. Hal ini sesuai dengan literatur Susilo et. al

(2015) yang menyatakan bahwa pengaturan populasi tanaman yang tepat dengan

dosis pupuk yang tepat dapat dimanfaatkan oleh tanaman dengan baik dalam

membentuk dan menghasilkan malai.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa faktor jumlah bibit per rumpun

berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bruto per plot. Hasil tertinggi cenderung

terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun yaitu sebesar 2.566 gram per plot dan

yang terendah dihasilkan pada perlakuan 3 bibit per rumpun. Penggunaan 2 atau

3 bibit per rumpun memang tidak memerlukan penyulaman bila terjadi kematian

satu tanaman sehingga jumlah anakan dan malai yang dihasilkannya tinggi.

(25)

rendah. Banyaknya jumlah bibit per rumpun akan menimbulkan kompetisi antara

tanaman yang sangat kuat dalam memperoleh cahaya, ruang gerak, air, dan unsur

hara. Sedangkan, persaingan dalam menyerap hara tidak terjadi kalau satu rumpun

berasal dari satu bibit. Penggunaan 1 bibit per rumpun sangat membantu

pertumbuhan akar untuk berkembang dan mampu mendapatkan hara dari dalam

tanah dan juga air secara optimal. Sauki dkk. (2014) menambahkan bahwa

tanaman padi dalam satu per rumpun padi yang tumbuh berasal dari dua bibit atau

lebih akan mengalami persaingan dalam menyerap hara dari dalam tanah.

Faktor populasi tanaman juga berpengaruh nyata terhadap bobot gabah

bruto. Bobot tertinggi cenderung dihasilkan pada perlakuan L0 (sistem tanam

konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), sedangkan bobot bruto

terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi

190 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang lebar akan

memberi peluang terhadap tanaman mengekspresikan potensi pertumbuhannya

dan perkembangan. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwan dkk. (2013) yang

menyatakan bahwa pada sistem pertanaman rapat, termasuk sistem tanam jajar

legowo, persaingan perakaran tanaman dalam penyerapan air dan hara

berlangsung intensif sehingga produksi yang dihasilkan akan rendah.

Faktor jumlah bibit berpengaruh pada bobot gabah netto per plot. Dari

Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil tertinggi cenderung dihasilkan pada perlakuan 1

bibit per rumpun lalu diikuti oleh perlakuan 2 bibit dan 3 bibit per rumpun.

Tingginya bobot gabah netto pada penggunaan 1 bibit per rumpun disebabkan

rendahnya kompetisi antar tanaman padi dalam mendapatkan unsur hara dan

(26)

komponen hasil yang baik. Sebaliknya kompetisi antar tanaman padi pada

perlakuan 2 dan 3 bibit per rumpun sudah lebih tinggi, sehingga berpengaruh pada

penurunan produksi. Sauki dkk. (2014) menyimpulkan bahwa persaingan dalam

menyerap hara tidak terjadi kalau satu rumpun padi berasal dari satu bibit.

Sedangkan, bila satu rumpun tanaman padi berasal dari dua bibit atau lebih maka

akan terjadi persaingan dalam menyerap hara dari dalam tanah antar tanaman.

Faktor populasi tanaman juga berpengaruh nyata terhadap bobot gabah

netto per plot. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil tertinggi diperoleh pada

perlakuan L1 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 60 rumpun per petak)

tidak berbeda nyata dengan perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan

populasi 48 rumpun per petak). Sedangkan, hasil terendah diperoleh pada

perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak).

Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan sistem tanam sangat menentukan

kuantitas dan kualitas rumpun padi. Sistem tanam jajar legowo dengan jarak

tanam yang tepat, akan dapat meningkatkan produksi padi dengan menjadikan

lebih banyak atau semua tanaman menjadi tanaman pinggir. Tanaman padi yang

berada di pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak, sehingga

menghasilkan gabah lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini sesuai

dengan literatur Azwir (2008) yang menyatakan bahwa keunggulan sistem tanam

legowo adalah meskipun populasi tanaman per satuan luas banyak tetapi karena

adanya ruang kosong antara setiap 2 atau 4 baris tanaman sehingga dapat memberi

sirkulasi udara, pemasukan cahaya dan juga aliran air dan penyebaran unsur hara

(27)

dihasilkan juga akan semakin lebih baik sesuai dengan urutan kerapatan legowo

yang dilakukan.

Produksi padi per hektar yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebesar

6,9 – 7,10 ton/ha. Hasil ini memang belum dapat mencapai target produksi yang

telah ditentukan yakni 10 ton/ha, karena adanya penyakit hawar daun yang

disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris oryzae pv. oryzae yang

menyerang tanaman padi pada saat tanaman berbunga. Penyakit ini ditandai

dengan munculnya bercak kuning hingga putih pada pelepah daun lalu menjalar

hingga menginfeksi bagian batang dan akar sehingga mengakibatkan daun

tanaman mengering. Hal ini menyebabkan proses pengisian gabah menjadi tidak

sempurna, sehingga gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa.

Serangan yang paling parah terjadi pada perlakuan dengan jumlah

populasi dan kerapatan tanaman yang paling tinggi, yaitu pada perlakuan L4

(sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 tanaman per petak), lalu disusul

dengan perlakuan L3 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 tanaman

per petak), dan L2 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 114 tanaman per

petak). Tingginya kerapatan tanaman pada perlakuan L4 menyebabkan

kelembaban mikro disekitar tanaman meningkat, sehingga perkembangbiakan

dan penularan penyakit dari satu tanaman ke tanaman yang lain akan terjadi

dengan semakin cepat. Kondisi ini pula yang menjadi salah satu penyebab

mengapa pada perlakuan L4 menghasilkan jumlah anakan dan jumlah malai yang

paling banyak tetapi sebaliknya, menghasilkan produksi bruto dan netto yang

paling sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur Wahyudi dkk. (2011) yang

(28)

stadium anakan, berbunga, dan pemasakan, yang ditandai dengan terbentuknya

garis basah pada helaian daun yang akan berubah menjadi kuning kemudian putih.

Jika infeksi terjadi pada stadia berbunga dapat menyebabkan proses pengisian

gabah menjadi tidak sempurna, sehingga gabah tidak terisi penuh atau bahkan

hampa.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh

nyata terhadap bobot gabah hampa, sedangkan faktor populasi tanam berpengaruh

nyata terhadap bobot gabah hampa per plot. Hasil tertinggi diperoleh pada

perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak).

Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya perlakuan L0 berpotensi untuk mencapai

produksi yang tinggi, hanya saja akibat pengisian bulir yang tidak maksimal

akibat serangan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi yang

dibudidayakan, produksi yang dihasilkan tidak dapat mencapai target yang

ditentukan. Hal ini sesuai dengan literatur Wahyudi dkk. (2011) yang

menyatakan serangan hawar daun bakteri pada saat tanaman berbunga, dapat

menyebabkan kerugian yang sangat besar dengan mengurangi hasil sampai

50-70% akibat pengisian gabah terhambat sehingga persentase gabah hampa

meningkat.

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi

oleh faktor jumlah bibit dan populasi tanaman. Hal ini diduga bentuk dan

ukuran biji ditentukan oleh faktor genetik sehingga berat 1000 butir yang

dihasilkan hampir sama. Tinggi rendahnya berat biji tergantung dari banyak

atau tidaknya bahan kering yang diakumulasikan ke gabah. Bahan kering

(29)

digunakan untuk pengisian biji. Hal ini sesuai dengan literatur Lestari (2012) yang

menyatakan bahwa bobot 1000 butir gabah lebih mencerminkan ukuran gabah

padi yang sangat tergantung kepada ukuran kulitnya (lemma dan pallea).

Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah bibit per rumpun tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap bobot jerami kering. Namun faktor populasi tanaman

memberikan pengaruh nyata terhadap bobot jerami kering. Hasil tertinggi

diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48

rumpun per petak), sedangkan hasil terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem

tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan

bahwa pada populasi rendah (jarak tanam lebar), akan menghasilkan keragaan

rumpun padi yang besar. Hasil ini sejalan dengan produksi netto dan bobot gabah

hampa yang dihasilkan, dimana hasil tertinggi juga diperoleh pada perlakuan L0.

Hal ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang lebar akan menghasilkan

rumpun tanaman padi dengan keragaan yang besar. Selain itu, tingginya bobot

jerami kering yang dihasilkan pada perlakuan L0 disebabkan karena sangat

kecilnya serangan penyakit pada perlakuan tersebut. Hal ini disebabkan lebih

renggangnya jarak tanam pada perlakuan L0 dibandingkan dengan jarak tanam

pada perlakuan L4. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwani dkk. (2013) yang

menyatakan bahwa pada populasi rendah (jarak tanam lebar), keragaan rumpun

padi besar, sedangkan pada populasi tanaman yang tinggi (jarak tanam rapat)

maka semakin besar persaingan antar rumpun padi dalam penangkapan radiasi

surya, penyerapan hara dan air, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat,

semakin optimalnya lingkungan bawah kanopi bagi perkembangbiakan

(30)

Meskipun umur berbunga tidak dijadikan sebagai parameter penelitian,

namun berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, tanaman memasuki masa

generatif lebih cepat dua minggu dari perkiraan. Umumnya tanaman padi akan

memasuki masa generatif pada akhir minggu ke 8 atau pada awal minggu ke 9

pengamatan. Namun, pada penelitian ini masa vegetatif tanaman berakhir lebih

cepat 2 minggu dari umumnya, dimana pada minggu awal ke 7 tanaman sudah

mulai berbunga.

Hal ini disebabkan karena penggunaan media persemaian bibit dilakukan

di dalam aqua cup yang yang menyebabkan tidak terganggunya perakaran bibit

saat pemindahan tanaman ke lapangan sehingga bibit tidak mengalami stagnansi

pertumbuhan dan tingkat adaptasi bibit lebih cepat dibandingkan dengan

persemaian bibit secara konvensional. Kondisi ini dapat membantu mempercepat

umur berbunga dan masa panen tanaman padi. Hal ini sesuai dengan literatur

Harahap (2013) yang menyatakan bahwa bibit yang sudah mempunyai perakaran

yang kuat, memiliki daya adaptasi yang baik dan tidak mudah stres pada

(31)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

- Penggunaan 1 bibit per rumpun nyata meningkatkan produksi bobot gabah

bruto, gabah netto, bobot gabah hampa dan bobot jerami kering tanaman padi

sawah (Oryza sativa L.).

- Produksi tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) paling tinggi dihasilkan pada sistem tanam konvensional dengan populasi tanaman 48 rumpun per petak,

akibat serangan penyakit hawar daun bakteri pada saat stadia berbunga.

- Interaksi antara jumlah bibit per rumpun dan populasi tanaman terhadap

tinggi tanaman nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman tetapi tidak nyata

meningkatkan produksi tanaman padi sawah (Oryza sativa L.).

Saran

- Untuk mendapatkan produksi yang optimal, dianjurkan kepada masyarakat

tani untuk membudidayakan padi sawah dengan menggunakan 1 bibit per

rumpun yang dipadukan dengan sistem tanam konvensional dengan

populasi 48 per petak.

- Diperlukan penelitian lanjutan untuk menentukan jarak tanam yang tepat

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh Interaksi Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman Terhadap Tinggi Tanaman (cm)  pada Umur Pengamatan 2 MST, 4 MST, 6 MST
Tabel 2.    Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Rata - Rata Jumlah Anakan (batang) per Rumpun Sampel Tanaman Padi Sawah
Gambar 2. Grafik Hubungan Jumlah Anakan Tanaman (batang) per Rumpun Sampel dengan Jumlah Bibit Pada Umur Pengamatan 4 MST (a) dan Populasi Tanaman Pada Umur Pengamatan 6 MST (b)
Tabel 3. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Jumlah Malai per Sampel (malai)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil akhir dari penelitian lapangan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan MBS di SLTPN 11 kota Jambi sudah sesuai. Artinya penerapan MBS

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Program kerja kepala madrasah dalam kegiatan pendidika n difungsikan dengan baik dan benar, hanya saja dalam aspek

Media pembelajaran e  LKS ini mampu mencari solusi dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel metode eliminasi dimana mampu memeriksa jawaban yang diinput siswa pada

Kedua yaitu SMA N 1 Temanggung, pembinaan paling tinggi yaitu pada pembinaan perawatan gedung sekolah, pemeliharaan sarana prasarana yang ramah lingkungan, peningkatan pengelolaan

Pengolahan susu menjadi permen karamel dapat meningkatkan kualitas produk karamel susu namun pada penggunaan daun kelor dapat menurunkan presentase tingkat kesukaan

Emosi mempunyai peranan penting bagi kehidupan sehari-hari, adapun menurut Izzaty (2005:66) terdapat dua fungsi emosi pada anak usia dini, yaitu sebagai pendorong

Permen memiliki berbagai manfaat dan alasan untuk dapat dikonsumsi oleh kalangan masyarakat seperti dapat mengurangi kantuk, mengurangi sakit pada tenggorokan, sebagai cemilan