BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditi sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditi ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah.
Bawang merah juga makanan padat nutrisi yang berarti rendah kalori dan tinggi nutrisi serta bermanfaat sebagai vitamin, mineral dan antioksidan (Balitbang Pertanian, 2006). Masyarakat Indonesia dengan beragam kuliner nusantara sangat banyak menggunakan racikan bumbu tradisional yang tidak
lepas dari penggunaan bawang merah sebagai penyedap rasa alami.
Bawang merah (Allium ascolonicum L.) merupakan salah satu komoditas
pertanian jenis hortikultura yang sangat vital selain cabaiyang banyak dikembangkan di Indonesia dan memiliki peranan penting bagi perekonomian di Indonesia.Bawang merah merupakan komoditas pertanian yang sudah banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia.
Permintaan akan bawang merah dari tahun ketahun makin meningkat.
Menurut (Deptan 2005), kebutuhan bawang merah untuk industri berkisar sebesar
40 ton/tahun,untuk kebutuhan benih diperkirakan berkisar 80.000 ton dan untuk
berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan bawang merah pada
tahun 2014 di dalam negeri diperkirakan sebesar 752, 329 ton sedangkan
produksi didalam negeri sendiri pada tahun 2014 yaitu sebesar 1.227, 839 ton,
jauh lebih besar dari jumlah yang dikonsumsi.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia.
Halini dikarenakan perubahan harga bawang merah dapat mempengaruhi inflasi.
Datainflasi bulanan dari BPS menunjukkan selama tahun 2011-2013 inflasi
tertinggiterjadi pada bulan Juli 2013 dengan nilai inflasi sebesar 3.29 persen.
Salah satupenyebab inflasi yang tinggi ini adalah adanya kenaikan harga bawang
merah.
Harga bawang merah pada bulan Juli 2013 naik sebesar 67.04 persen dari
bulanJuni 2013. Bawang merah menyumbang 0,48 persen terhadap inflasi bulan
Juli2013 (BPS 2013). Sementara pada tahun 2016 data inflasi bulanan dari BPS
mencatat kenaikan harga bawang merah dan beberapa jenis cabai-cabaian
memberi dampak terhadap inflasi Maret 2016 yang berada pada angka 0,19%.
Hal ini disebabkan pertama bawang merah mengalami kenaikan harga sebesar
31,99% dengan andil 0,16%. Kenaikan ini terjadi karena curah hujan yang tinggi
sehingga mengakibatkan gagal panen, terjadi kenaikan IHK di 74 kota dan nilai
IHK tertinggi ada di daerah tegal 86% dan Kudus 71%.
Kedua, kenaikan harga cabai merah yakni 20,37% menyumbang inflasi
sebesar 0,13% dan cabe rawit yakni 31,52% menyumbang inflasi sebesar 0,05%,
serta bawang putih dengan kenaikan harga 8,46% dan menyumbang inflasi
sebesar 0,02%. Hal ini juga di sebabkan karna intensitas curah hujan yang tinggi,
Nilai kontribusi bawang merah terhadap inflasi ini merupakanyang tertinggi
diantara kelompok bahan makanan lainnya. Hal tersebut yangmenyebabkan
bawang merah masuk dalam kelompok produk pertanian pentingpengendali
inflasi bersama dengan cabai dan bawang putih (Kementan, 2015).Sebagai salah
satu komoditas pertanian yang dapat menyebabkan inflasi, agribisnisbawang
merah di Indonesia tidak terlepas dari campur tangan pemerintah baik padaaspek
produksi maupun pada aspek perdagangan.
Di sisi lain, permintaan bawang merah di Indonesia terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Bawang merah mempunyai tingkat partisipasi konsumsi yang tinggi. Menurut data dari BPS tahun 2015, konsumsi per kapita bawang merah di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 2.49
kg/tahun,dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 252.164.800 jiwa pada tahun
2014, maka total jumlah konsumsi bawang merah oleh masyarakat di Indonesia
sebesar 627.890 ton.
Kebutuhan atau konsumsi bawang merah di Sumatera Utara terus berfluktuasi dan produksi bawang merah masih belum mampu memenuhi konsumsi bawang merah di Sumatera Utara.
Tabel 1. Konsumsi Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun 2007 – 2011
Tahun
Jumlah Penduduk Konsumsi
(Kg/Kapita
Total Konsumsi Produksi
(Jiwa) /Tahun) (Ton) (Ton)
2007 12.834.371 2,97 38.118 11.005
2008 13.042.317 3,05 39.779 12.071
2009 13.103.596 2,93 38.818 12.655
2010 12.982.204 2,6 33.754 9.413
2011 13.215.401 3,18 41.670 12.449
Jumlah 65.066.084 14,73 192.139 57.593
Sumber: BPS Sumatera Utara,2011
Gambar 1. Perbandingan konsumsi dengan produksi bawang merah
Dari data pada Gambar 1 juga memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi bawang merah di Sumatera Utara lebih tinggi dari pada jumlah produksi bawang merah, artinya produksi bawang merah di Sumatera Utara masih belum mampu memenuhi konsumsi bawang merah di Sumatera Utara. Hal ini menjadi masalah dan ancaman bagi pemenuhan konsumsi bawang merah khuisusnya di Kota Medan.
ketersediaan bawang merah untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan seringkali kurang dari kebutuhan, belum lagi sering menipisnya pasokan bawang merah menambah masalah dan hal ini mendorong naiknya harga komoditas tersebut.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang termasuk dalam golongan sayur-sayuran dengan jumlah konsumsi tertinggi diantara golongan sayur-sayuran lainnya. Medan sebagai kota administratif mempunyai jumlah penduduk 2.135.156 jiwa dengan laju pertumbuahan
penduduk 0,60% sangat ketergantungan akan konsumsi pangan, salah satunya
yaitu bawang merah (BKP Medan 2014).Konsumsi bawang merah di Kota
Medan tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi Bawang Merah di Kota Medan
No Pemakaian Bawang
(Sumber : BKP Kota Medan, 2016)
Tahun 2011 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi sebanyak 17.611 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 1.611 ton atau 8,36% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan untuk bibit sebanyak 46 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.
Pada tahun 2013 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi sebanyak 7.464 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 683 ton atau 8,36% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan untuk bibit sebanyak 20 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.
Sedangkan pada tahun 2015 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi sebanyak 7.709 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 705 ton atau 8,36% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan untuk bibit sebanyak 20 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.Hal ini menunjukkan adanya kenaikan pada konsumsi bawang merah setiap tahunnya.
Tabel 3. Konsumsi Bawang Merah Per Kapita di Kota Medan
Tahun Konsumsi bawang merah Jumlah Penduduk Konsumsi Bawang merah per kapita
Ton/tahun Jiwa ton/tahun kg/hari gram/hari
2009 10.756 2.121.053 0,005 0,014 13,893
2011 17.611 2.117.224 0,008 0,023 22,789
2013 7.464 2.135.516 0,003 0,009 9,576
2015 7.709 2.497.183 0,003 0,008 8.337
Sumber: BKP Kota Medan, 2016
Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 konsumsi bawang merah sebanyak 10.756 ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita0,005 ton/kap/tahun atau 0,014 kg/kap/hari atau 13,893 gram/kap/hari.
Pada tahun 2011 konsumsi bawang merah sebesar 17.611 ton/kap/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,005 ton/tahun atau 0,023 kg/kap/hari dan 22,789 gram/kap/hari.
Selanjutnya pada tahun 2013 konsumsi bawang merah sebesar 7.464 ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,003 ton/kap/tahun atau 0,009 kg/kap/hari dan 9,576 gram/kap/hari. Sedangkan pada tahun 2015 konsumsi bawang merah sebesar 7.709 ton/kap/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,003 ton/kap/tahun atau 0,008 kg/kap/hari dan 8,337 gram/kap/hari.
Tingkat konsumsi konsumen terhadap bawang merah segar sebagai salah
satu bahan pangan yang strategis selain Beras dan Cabe Merah memberikan
kontribusi yang cukup tinggi terhadap ketersediaan pangan di Kota Medan.
Keragaman karekteristik yang melekat pada produk bawang merah segar
menimbulkan beragam preferensi dari konsumen sebagai pengambil keputusan
beli, motivasi dan gaya hidup menciptakan prilaku konsumen yang berbeda beda
dalam hal mengkonsumsi bawang merah segar.
Hal ini secara bersamaan menciptakan peluang bagi para produsen untuk
menyediakan produk bawang merah segar dengan berbagai pilihan produk
bawang merah segar seperti harga, kelembaban/kekeringan dan ukuran yang
bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta segmen pasar
yang dituju oleh pedagang.
Bawang merah segar yang tersedia di pasar berbagai macam ragam, baik dari ukuran umbi, harga, aroma, kelembaban/kekeringan dan sumber produksinya.
Sehingga konsumen bebas memilih berbagai jenis bawang merah yang mereka
sukai. Ada berberapa jenis bawang merah segar yang ditawarkan di pasaran baik berasal dari lokal maupun impor, diantaranya bawang merah Samosir, Berastagi dari Medan, bawang merah Solok dari sumatera Barat, bawang merah Bima Brebes dari Jawa Tengah. Selain bawang merah lokal, pasokan bawang merah segar di pasar- pasar tradisional juga diimpor dari luar negeri diantaranya dari negara India, Cina, Thailand dan Vietnam.
Aroma dari berbagai jenis bawang merah segar juga beragam, bawang
merah lokal mempunyai aroma wangi yang tajam dan pekat serta rasa yang gurih
bila ditambahkan pada masakan, sedangkan bawang merah impor aroma
wanginya tidak terlalu tajam dan rasanya kurang gurih. Namun sebagian besar
konsumen pada penelitian ini masih memperhatikan aroma, hargadan
kembaban/kekeringan sebagai salah satu preferensi mereka dalam memutuskan
Ukuran dan warna kulit bawang merah segar memiliki karekteristik yang
berbeda beda, misalkan ukuran dan warna kulit bawang merah lokal mempunyai
ukuran umbi yang tidak terlalu besar dan warna kulit merah-ungu tua disertai
dengan tingkat kelembaban/kekeringan yang baik,sedangkan ukuran dan warna
kulit bawang merah impor umumnya mempunyai ukuran umbi yang lebih besar
dari bawang lokal dan kulit berwarna merah ungu muda, dengan tingkat
kelembaban / kekeringan yang kurang baik.
Dari sisi harga bawang merah lokal cenderung lebih mahal dibandingkan
dengan bawang merah impor. Berdasarkan data dari Kemenperindag
menunjukkan bahwa rata-rata harga eceran bulanan bawang merah segar dalam negeri pada tahun (2013- 2014) berkisar antara Rp. 18.898 – Rp. 60.768/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp 28.479/kg. Sementara itu, harga bawang merah impor jauh lebih rendah dari harga bawang merah di dalam negeri. Harga bawang merah impor berkisar antara Rp 2.433 –Rp. 12.269/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp. 5.139/kg. Meskipun selisih harga bawang merah lokal lebih tinggi dari bawang merah impor hal ini selalu diikuti dengan permintaan bawang merah
lokal yang lebih tinggi dibandingkan permintaan bawang merah impor.
Keputusan membeli bawang merah segar ada pada diri konsumen. Proses
keputusan konsumen ini terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan terhadap nilai
kegunaanya, pencarian informasi harga barang tersebut, evaluasi alternatif,
pembelian dan kepuasan konsumen terhadap barang tersebut. Konsumen bawang
merah segar pada umumnya adalah ibu rumah tangga sebagai konsumen akhir.
Preferensi konsumen dalam menentukan pilihannya terhadap suatu produk
Amstrong (2008), sikap merupakan evaluasi, perasaan, dan kecendrungan
seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau
gagasan.
Kemampuan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya juga dipengaruhi
oleh karakteristik konsumen itu sendiri salah satunya adalah tingkat pendapatan.
Tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga ditentukan oleh pendapatannya,
tingkat pendapatan dapat menggambarkan pola tingkat konsumsi dan preferensi
konsumen dalam suatu waktu tertentu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi bawang merah segar merupakan volume bawang merah yang di konsumsi oleh konsumen dalam satuan per waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang yaitu : faktor ekonomi (tingkat pendapatan, kekayaan (warisan) yang dimiliki, harga, kebijakan fiskal, suku bunga). faktor demografis (komposisi penduduk,jumlah penduduk dalam suatu wilayah tertentu), dan faktor lainnya (kebiasaan, adat sosial budaya,dan gaya hidup).
Sehingga perlu dilihat tingkat konsumsi dan preferensi konsumen terhadap
bawang merah segar baik dari sisi harga, ukuran umbi, kelembaban/kekeringan
maupun aromanya yang menjadi pilihan akhir konsumen untuk memutuskan
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat konsumsi konsumen bawang merah segar di Kota Medan?
2. Bagaimanapreferensi konsumen bawang merah segar di Kota Medan? 3. Bagaimana model kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang
merah segar di Kota Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah :
1. Untuk menganalisis tingkat konsumsi konsumen bawang merah segar di Kota Medan.
2. Untuk menganalisis preferensi konsumen bawang merah segar di Kota Medan.
3. Untuk menganalisis kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang merah segar di Kota Medan.
1.4.Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan impor bawang merah sebagai produk subsitusi bawang merah lokal.