• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Peran Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Anak Remaja Terhadap Pendidikan Seks di Keluarahan Sudirejo 1 Kecamatan Medan Kota Tahun 2017"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran

Teori peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai suatu status. Menurut David Bery peran adalah individu-individu menempati kedudukan tertentu maka mereka merasa bahwa setiap yang mereka tempati itu menimbulkan harapan-harapan tertentu dari orang disekitarnya.

Pengertian Peran diungkapkan oleh Soerjono Soekanto: “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan” (Soekanto, 2004) Terdapat dalam ilmu antropologi dan ilmu-ilmu sosial peranan adalah “tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan tertentu” (Koentjoroningrat, 1986).

Pendapat lain dikemukakan oleh Livinson yang dikutip oleh Soerjono Soekanto bahwa :

a. Peranan meliputi norma–norma yang diungkapkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur sosial masyarakat (Soekanto, 1990)

Broom dan Selynick peran dapat ditinjau dari 3 perspektif yaitu :

1. Perspektif prescribed role yaitu peran yang didasarkan pada harapan-harapa masyarakat atau peran yang ideal.

(2)

masyarakat tetapi harus dilakukan, karena menurut pertimbangan hal ini adalah baik.

3. Perspektif actual role yaitu peran yang didasarkan pada bagaimana peranan itu diwujud nyatakan atau diaktualisasikan.

Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu istilah yang menyangkut :

1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut. 2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.

3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku.

Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan sebagai berikut :

a. Aktor (actor, pelaku) yaitu orang yang sedang berperilaku menurut suatu peran tertentu.

b. Target (sasaran) atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai hubungan antara orangtua dan anak dalam berperilaku. Disini aktor (target) bisa berupa individu-individu ataukumpulan individu (kelompok). Hubungan antara kelompok dengan kelompok, misalnya terjadi antara orangtua (aktor) dan anak (target).

2.2 Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seks

WHO menulis bahwa keluarga sebagai Primary Sosial Agent dalam promosi kesehatan atau penelitian-penelitian keluarga/kesehatan

(3)

2000. Cara hidup (life style) yang sehat biasanya dikembangkan, dibudidayakan atau diubah dilingkungan keluarga. Perilaku hidup sehat orang tua sangat menentukan apakah seseorang akan berperilaku sehat dan dukungan keluarga sangat menentukan apakah seorang individu (anggota keluarga) mampu merubah cara hidupnya.

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh

seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008). Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

Dalam mengantarkan anak remajanya ke alam dewasa ada beberapa peran orangtua yang harus dijalankan orangtua antara lain:

a. Sebagai Pendidik

Orangtua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak remajanya sebagai bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orangtua kepada anaknya secara dini merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup yang mandiri, disiplin dan bertanggung jawab, orangtua perlu menanamkan kepada remaja arti penting pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka

dapatkan.

(4)

Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orangtua merupakan model/panutan dan menjadi tokoh teladan bagi remajanya. Pola tingkah lakunya, cara berekpresi, cara berbicara orangtua yang pertama dilihat mereka, yang kemudian akan dijadikan panutan dalam kehidupannya. Orangtua harus terus selalu memberikan contoh dan keteladanan bagi anak remajanya, baik perkataan, sikap maupun perbuatan.

c. Sebagai Pendamping

Orangtua wajib mendampingi remaja agar mereka tidak terjerumus dalam pergaulan yang membawanya kedalam kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian, pendamping hendaknya dilakukan dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap curiga dari orangtua justru akan menciptakan jarak antara anak dan orangtua serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan remaja.

d. Sebagai Konselor

Peran orangtua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit dalam mengambil keputusan. Sebagai konselor, orangtua dituntut untuk tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja bila sedang mengalami masalah dan membantu menyelesaikan masalah tersebut.

e. Sebagai Komunikator

(5)

masalah mereka. Salah satu cara yang ideal untuk membina hubungan dengan anak remajanya adalah menjadi sahabat atau teman.

f. Sebagai Teman/Sahabat

Dengan peran orangtua sebagai teman/sahabat remaja akan lebih terbuka dalam menyampaikan permasalahan yang dihadapinya. Sebagai orangtua

hendaknya mampu berperan seperti pohon yang kuat dan rindang, akarnya

menghujam keatas kedalam tanah sehingga bisa memberikan makanan pada dahan dan daun dan sang pohon dapat menghasilkan buah yang segar, tidak busuk dan berulat (BKKBN, 2012).

Menurut penelitian Williams, dkk (1996) dari hasil penelitian tentang peran orang tua dalam pendidik seks utama yang mengambil sample remaja Sekolah Menengah Pertama di Chicago, Baltimoe, Hartford dan Milwake menunjukkan Hasil penelitian bahwa peran orang tua dalam pendidikan seks antara lain:

1. Mengontrol informasi yang diterima anak dalam pendidikan seksual dari berbagai sumber yang kadang tidak tepat.

2. Menjadi model dalam melakukan aktivitas seksual yang sehat. 3. Memberikan informasi yang tepat bagi anak.

4. Mendampingi remaja saat menerima informasi dari media seperti televisi, internet dan media lain sehingga anak dapat mengetahui informasi seksual yang sehat.

Menurut penelitian Starkhshall (2007) tentang peran orang tua dalam pendidikan seks dengan obyek penelitian remaja pada Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di New York menunjukkan hasil bahwa peran orang tua dalam pendidikan seks antara lain :

(6)

2. Pendiidik utama dalam masalah sosial. 3. Menjelaskan nilai-nilai sosial dan agama.

4. Menjelaskan bagaimana seharusnya anak mensikapi perkembangan seksualitasnya.

2.3. Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami isteri yang isterinya berusia 15-49 tahun. Ini dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai (BPS, 2008). Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun dan masih haid atau pasangan suami istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid (BKKBN Kab. Klungkung, 2007).

2.4. Konsep Remaja

Remaja, dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, social dan fisik (Asrori, 2004).

Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak- kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi. Sehingga mempengaruhi terjadinya

perubahan- perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial (Kumalasari, 2013).

(7)

baru menjadi pusat perhatian ilmu-ilmu social dalam 100 tahun terakhir ini saja. (Sarwono, 2011).

Batasan umur usia remaja bervariasi antara beberapa ahli, organisasi, atau lembaga kesehatan. usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa anak ke masa dewasa, usia antara 10-24 tahun. Batasan umur remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10-19 tahun. Sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15-24 tahun. sementara itu batasan umur menurut BkkbN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10-21 tahun (BkkbN, 2006). Menurut The Health Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun).

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Terjadi pula peralihan proporsi tubuh dan ciri-ciri seks primer dan sekunder yang akan menyamai orang dewasa. Secara anatomi dan fisiologi, alat-alat reproduksi laki-laki dan perempuan akan mencapai kematangan baik secara fisik maupun fisiologisnya. Perkembangan pada remaja ini disebut sebagai masa pubertas atau lebih dikenal dengan nama masa puber. Masa pubertas ini berawal dari haid pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Tetapi, pada usia berapa persisnya masa puber ini dimulai sulit ditetapkan, oleh karena cepat lambatnya haid atau mimpi basah sangat tergntung pada kondisi tubuh masing-masing individu. (Sarwono, 2011).

(8)

Soetjiningsih (2010) mengatakan bahwa hubungan seksual yang pertama dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:

a. Waktu/saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami tentang apa yang akan dialaminya.

b. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.

c. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam.

d. Hubungan antar mereka makin romantic.

e. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja yang baik.

f. Kurangnya kontrol dari orangtua. Orangtua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik.

g. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaiknya yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan atau tuntunan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.

h. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat tempat sepi.

(9)

kemantapannya, misal mereka ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksnya.

j. Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan penggunaan obat terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat.

k. Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya yang boleh dan mana tidak boleh.

l. Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas seksual sebab sudah merasa matang secara fisik.

m. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya. n. Penerimaan aktifitas seksual pacarnya.

o. Sekedar menunjukkan kegagalan dan kemampuan fisiknya.

p. Terjadinya peningkatan rangsangan pada seksual akibat peningkatan kadar hormon reproduksi atau seksual.

2.5. Pendidikan Seks

2.5.1. Konsep Pendidikan Seks

Istilah pendidikan seks (sex education) berasal dari masyarakat Barat. Negara Barat yang pertama kali memperkenalkan pendidikan ini dengan cara sistematis adalah Swedia, dimulai sekitar tahun 1926. Dan untuk Indonesia pembicaraan mengenai pendidikan seks ini secara resmi baru dimulai tahun1972, tepatnya tangal 9 September 1972, dengan penyampaian satu ceramah dengan tema: Masalah Pendidikan Seks, dengan Fakultas Kedokteran Universitas

Pajajaran sebagai pencetusnya (Marzuki, 2001). Gerakan untuk pendidikan seks, kadang-kadang juga dikenal sebagai pendidikan seksualitas, dimulai di Amerika Serikat pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. (Setiawati, 2010).

(10)

Indonesia, diputuskan tentang perlunya pendidikan seks bagi para remaja. (Irianto, 2014). Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa (Sarwono, 2011).

Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi, sehingga ruang lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih luas dan lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan seks (BKKBN, 2009).

Marry Calderone (2001) memberikan defenisi pendidikan seks sebagai berikut “pelajaran untuk menguatkan kehidupan keluarga, untuk menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri, untuk mengembangkan kemampuan hubungan manusiawi yang sehat, untuk membangun tanggung jawab seksual dan social; untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung jawab,

perkawinan yang bertanggung jawab, dan orang tua yang bertanggung jawab.” Sedangkan menurut Warnaen dalam Esti (2012) mengungkapkan bahwa pendidikan seks juga dapat diartikan sebagai semua cara pendidikan yang dapat membantu anak muda untuk menghadapai persoalan hidup yang berpusat pada naluri seks, yang kadang-kadang timbul dalam bentuk tertentu dan merupakan pengalaman manusia yang normal. Pendidikan seks bermaksud menerangkan semua hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuknya yang wajar; tidak terbatas pada anatomi, fisiologi, penyakit kelamin dan bahaya prostitusi, atau tingkah laku seksual yang menyimpang, dan yang lebih penting adalah membentuk sikap serta kematangan emosional terhadap seks. Pendidikan seks dimaksud sebagai penerangan tentang kehidupan yang wajar atau sehat selama masa kanak-kanak sampai dewasa.

Esti (2012) sendiri mengungkapkan pendidikan seks adalah pendidikan tentang tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks. Jadi, pendidikan seks mengutamakan pendidikan tingkah laku yang baik dan

(11)

pendidikannya, bukan seksnya, walaupun pada pendidikan seks memang tidak dapat dihindari pembahasan pengetahuan tentang seks dalam arti keilmuan (seksologi).

Pendidikan itu sendiri mempunyai makna pengalihan nilai-nilai. Apa yang dinilai baik oleh orang tua dialihkan melalui pendidikan agar dinilai baik pula oleh anak. Demikian pula dengan nilai-nilai yang buruk. Jadi pendidikan bukan sekedar pemindahan informasi (keterangan atau pengetahuan), akan tetapi ada unsur penilaian baik-buruk yang memihak (Irianto, 2014). Pendidikan seks tidak menyediakan informasi mengenai bagaimana berhubungan seks dan tidak terbatas pada informasi-informasi mengenai seksualitas ataupun kesehatan reproduksi, pendidikan seks juga termasuk pemindahan nilai-nilai yang berkaitan dengan seksualitas dari orang tua kepada anaknya agar anak memiliki pegangan dan tidak mudah terombang-ambing oleh infromasi-informasi yang menyesatkan dan pengaruh-pengaruh buruk dari lingkungan (Michail, 2006).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks adalah upaya pemberian informasi, nilai-nilai sosial dan moral agar terbentuk kepribadian yang mampu menghadapi pengaruh-pengaruh lingkungan dan menciptakan kehidupan yang bertanggung jawab.

2.5.2. Tujuan Pendidikan Seks

Tujuan pendidikan seks yang disampaikan oleh Voss (1980), yakni

pertama pendidikan seks harus memberikan informasi yang tepat dan mengurangi mitos dan konspsi yang keliru. Yang kedua pendidikan seks harus menunjukkan sikap tolernasi dan membantu partisipan agar menerima orang lain yang

(12)

Michail (2006) mengatakan tujuan mempelajari seksualitas manusia adalah agar siswa lebih mengetahui lebih banyak tentang seks, mendorong

semacam keterampilan atau kecakapan, sikap, kecendrungan, perilaku dan refleksi kritis terhadap pengalaman pribadi.

Menurut Lilik dalam Lestari (2015) ada beberapa tujuan pendidikan seksual pada remaja diantaranya:

1. Agar remaja mendapatkan pengetahuan yang benar, jelas dan akurat tentang kehidupan seksual seperti organ reproduksi beserta fungsi dan perawatannya, penyakit menular seksual (PMS), perilaku seksual sehat dan sebagainya.

2. Agar remaja bisa mengelola dorongan seksualnya dengan tepat.

3. Berperilaku sehat berkaitan dengan kehidupan seksualnya (dapat merawat dan menjaganya).

4. Dapat menjalankan hukum agama dengan benar berkaitan dengan kehidupan seksualnya.

5. Tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang menyalahgunakan kehidupan seksualnya.

6. Dapat menghindari perilaku seksual menyimpang seperti kebiasaan masturbasi/onani, sodomi, incest (hubungan seksual dengan anggota keluarga).

7. Terhindar dari perbuatan maksiat atau zina.

(13)

lingkungan atau dengan kata lain Pendidikan seks membentuk sikap remaja tentang seks itu sendiri. Sikap ini nantinya akan membentuk kecenderungan remaja dalam bertindak menghadapi pengaruh-pengaruh lingkungan.

2.6. Pendidikan Seks Ditinjau Dari Dua Segi

1. Pengetahuan secara biologis yang termasuk dalam pengetahuan alat-alat reproduksi perempuan dan laki-laki, proses reproduksi yaitu kehamilan dan kelahiran, serta pengetahuan dan pemahaman cara penularan PMS dan HIV/AIDS. Organ reproduksi wanita terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar dan dalam. bagian luar terdiri dari bibir luar (labia mayora) dan bibir dalam (labia minora ). bibir luar terdiri dari: klitoris, Uretra,Vagina (lubang kemaluan) bagian dalam terdiri dari: Liang senggama, Mulut rahim (serviks), Rahim (uterus), Saluran telur (tuba fallopi), Indung telur (ovarium). Organ reproduksi pria terdiri dari: testis, saluran vas deferens yang menghubungkan testis dengan kelenjar prostat, kelenjar prostat Uretra, kandung kencing (Bahiyatun, 2002).

PMS merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang cara penularan utamanya adalah melalui hubungan kelamin tetapi dapat juga ditularkan melalui tranfusi darah atau kontak langsung dengan cairan darah dan dari ibu ke anak selama kehamilan, pada persalinan atau sesudah bayi lahir. Penyakit menular seksual dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit. Penyakit menular seksual yang banyak ditemukan pada saat ini adalah :

(14)

sebelum waktunya (prematur). Pada laki-laki dapat menyebabkan rusaknya saluran mani yang berakibat pada kemandulan serta radang saluran kencing. Pada bayi menyebakan penyakit mata dan saluran pernafasan.

Herpes genetalis pada perempuan dapat menyebabkan kanker mulut rahim dalam beberapa tahun kemudiaan. Trikomoniasis Vaginalis pada perempuan dapat menyebabkan infeksi saluran tuba fallopi yang berakibat pada penyempitan

saluran telur. Kandidiasis Vaginalis menimbulkan keputihan yang disertai rasa gatal dan panas. Kutil kelamin pada perempuan dapt mengakibatkan kanker leher rahim atau kanker kulit sekitar kelamin, sedangkan pada laki-laki gejalanya tidak terlihat sehingga mereka sering kali tidak menyadarinya (Pinem, 2009).

2. Pengetahuan dengan pendekatan sosial/psikologis yang membahas soal seks yang mencakup bagaimana seks yang sehat sesuai dengan usia matang reproduksi, kemudian perkembangan diri yaitu bagaimana remaja bisa berfikir sehat untuk mendaya gunakan potensinya agar bisa lebih baik, selanjutnya mengenal perilaku seksual beresiko seperti HIV/AIDS serta penyakit menular lainnya yang ditularkan melalui hubungan seksual dan yang terahir yaitu hak-hak manusia untuk keselamatan reproduksinya misalnya hak untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi serta keputusan untuk melakukan hubungan seks kepada siapa dan kapan harus sesuai dengan usia matang reproduksi yaitu 20 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki (Annisar, 2015).

2.7 Materi Pendidikan Seks

Materi pendidikan seks sangat bervariasi dari satu tempat ke lain tempat, tetapi sebuah survei Margarett dalam Sarwono (2011) di Amerika Serikat menunjukkan pada umumnya materi pendidikan seks adalah sebagai berikut :

(15)

a. Perkosaan b. Masturbasi *) c. Homoseksualitas d. Disfungsi seksual*) e. Eksploitasi seksual *)

2. Kontrasepsi dan pengaturan kesuburan : a. Alat KB

b. Pengguguran

c. Alternatif-alternatif dari pengguguran 3. Nilai-nilai seksual :

a. Seks dan nilai-nilai moral b. Seks dan hukum

c. Seks dan media massa *) d. Seks dan nilai-nilai religi *)

4. Perkembanganremaja dan reproduksi manusia : a. Penyakit menular seksual

b. Kehamilan dan kelahiran

c. Perubahan-perubahan pada masa puber d. Anatomi dan fisiologi

e. Obat-obatan alkohol dan seks 5. Ketrampilan dan perkembangan sosial :

a. Berkencan

(16)

a. Kehamilan pada remaja b. Kepribadian danseksualitas c. Mitos-mitosyang dikenal umum d. Kesuburan

e. KeluargaBerencana

f. Menghindari hubungan seks g. Teknik-teknik hubungan seks **)

Catatan : *) Tidak diberikan dan tidak boleh diberikan pada 31-40% sekolah yang disurvei.

**) Tidak diberikan dan tidak boleh diberikan pada 74% sekolah yang disurvei.

2.8 Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Remaja

Supaya informasi tentang seks dapat dipahami dengan baik oleh remaja, orangtua harus bersikap jujur berdasarkan pengalaman mereka sendiri dalam perkawinan yang memuaskan dan membahagiakan, sehingga remaja mengetahui bagaimana perilaku dua orang yang berbeda itu terhadap satu sama lain: saling menunjukkan cinta, saling menghormati dan saling menghargai. Sebelum

orangtua memberikan pendidikan seks, mereka harus memperlengkapi diri dahulu dengan pengetahuan lain, yaitu tentang perkembangan psikoseksual pada masa remaja (Dianawati, 2006).

(17)

manfaatnya dan bisa menempatkan fakta-fakta biologis itu dalam keseluruhan apa yang merka lihat dan alami. Jadi, yang penting bagi kita sebagai orangtua mempunyai sikap yang tepat dalam hidup ini (Annisar, 2015).

Masa remaja merupakan masalah yang penting dalam hidup remaja, masa yang indah, masa dimana manusia mampu mencatat dan mengumpulkan

kebenaran-kebenaran fundamental tertentu untuk belajar mengenal dan memiliki nilai-nilai fundamental tertentu. Dalam masa ini perlu diletakkan dasar yang kuat untuk pembentukan watak. Tapi pembentukan watak bukanlah masalah

pengetahuan saja. Ini adalah masalah hidup, masalah penghayatan. Oleh karena itu remaja harus memperoleh pengalaman fundamental yang ia butuhkan. Jadi pada masa remaja ini tidak cukup hanya diberikan pengetahuan tentang faktafakta biologis, tetapi pembentukan watak dan pengetahuan seksual juga harus diberikan secara bersama-sama, sehingga mereka akan memperoleh kehidupan seksual yang baik dan sehat (Irianto, 2014).

2.9 Keluarga Sebagai Sumber Pendidikan Seks

Keluarga merupakan unsur terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga adalah lingkungan pendidikan yang pertama dan yang utama. Dalam keluarga anak belajar untuk pertama sekali dan keluarga juga sebagai pembentuk karakter anak sebelum anak terjun untuk bermasyarakat.

Keluarga adalah satu-satunya lembaga sosial yang diberi tanggung jawab untuk mengubah suatu organisme biologis menjadi manusia (Goode, 1991). Keluargalah yang bertugas untuk mendidik dan memberikan pegangan hidup bagi anak. Berbagai macam jenis pendidikan yang harus diberikan oleh keluarga, termasuk pendidikan seks. Melalui pendidikan seks, remaja menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan memiliki kecakapan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan seksualitas.

Pendidikan seks harus dimulai dari keluarga, sekolah dan

(18)

Pertama, Keluarga adalah pendidik seks yang baik. Tidak ada orang tua yang tidak menginginkan kebaikan untuk anaknya. Remaja sendiri membutuhkan pendidik seks dari orang yang ia percayai sehingga banyak remaja yang

menganggap teman sebaya atau siapapun yang menjadi teman dekatnya sebagai orang yang paling dipercaya untuk menjadi pendidik seks. Namun hal ini dapat membawa remaja pada pengaruh-pengaruh dan informasi-informasi sesat. Apabila seorang remaja memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarga dan ada rasa kepercayaan antara remaja dan orang tuanya, Anak akan lebih nyaman untuk menjadikan orang tuanya sebagai pendidik seks (Esti, 2008).

Kedua, Masalah seks tidak baik dibicarakan di sembarang tempat. Masalah seks adalah masalah pribadi manusia dan menuntut rasa hormat. (Tukan, 1993). Di dalam keluarga terdapat waktu-waktu tenang dan ekslusif yang dapat diisi dengan pendidikan seks. Orang tua dan anak dapat berdiskusi dengan nyaman dan akrab sehingga kedua pihak dapat lebih terbuka. Anak akan lebih mampu

mengungkapkan pendapat dan perasaan begitu pula dengan orang tua.

Ketiga, pendidikan seks adalah pendidikan yang memerlukan pengulangan (Repetition) dan penguatan (Enforcement) dan dilakukan secara kontiniu.

Pengulangan dan pengulangan diberikan agar pengetahuan yang disampaikan dapat benar-benar menjadi pengetahuan remaja. Selain pengetahuan nilai dalam pendidikan seks juga perlu diulang dan diberi penguatan agar melekat pada remaja. Dalam keluarga, remaja dan orang tua bertemu secara intens, hal ini tidak didapatkan di sekolah. Dalam keluarga pendidikan seks dapat diberikan secara kontiniu dengan pengulangan dan penguatan yang dibutuhkan (Dianawati, 2006). 2.10 Landasan Teori

(19)

Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Segala sesuatu ide, cara-cara baru, ataupun obyek yang dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru adalah inovasi. Baru di sini tidaklah semata-mata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama kali digunakannya inovasi tersebut. Hal yang penting adalah kebaruan dalam persepsi, atau kebaruan subyektif hal yang dimaksud bagi seseorang, yang menetukan reaksinya terhadap inovasi tersebut. Dengan kata lain, jika sesuatu dipandang baru bagi seseorang, maka hal itu merupakan inovasi (Nasution, 2004).

Menurut Rogers 1995 dalam Sciffman dan Kanuk (2010), bahwa proses difusi inovasi terdapat empat elemen pokok, yaitu: suatu inovasi,

dikomunikasikan melalui saluran komunikasi tertentu, dalam jangka waktu dan terjadi diantara anggota-anggota suatu sistem sosial.

1. Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya.

2. Saluran komunikasi, adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. 3. Jangka waktu, yakni proses keputusan inovasi dari mulai seseorang

(20)

Pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam proses pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan seseorang relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama (Rogers, 1983).

Sistem sosial adalah sejumlah kegiatan atau sejumlah orang yang

mempunyai hubungan timbal balik relatif konstan. Hubungan sejumlah orang dan kegiatannya itu berlangsung terus menerus. Sistem sosial memengaruhi perilaku manusia, karena di dalam suatu sistem sosial tercakup pula nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan aturan perilaku anggota-anggota masyarakat. Dalam setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan membedakan dari lingkungannya (sistem sosial lainnya). Selain itu, di dalam sistem sosial ditemukan juga mekanisme-mekanisme yang dipergunakan atau berfungsi mempertahankan sistem sosial tersebut

(Widjajati, 2010).

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, (Rogers, 1983).

Dalam hal ini keluarga merupakan anggota sistem sosial dimana

(21)

Menurut teori peran, peran orangtua tidak hanya menentukan perilaku, tetapi juga keyakinan dan sikap. Orangtua memilih sikap selaras dengan harapan-harapan yang menentukan peran mereka. Sehingga perubahan peran akan membawa perubahan sikap. Meskipun terdapat kesimpangsiuran mengenai

konsep peranan namun peranan pada umumnya didefinisikan sebagai sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu (Hardi, 2009).

Dasar perilaku seseorang terbentuk sebagai hasil peranan antara warisan sifat-sifat, bakat-bakat orangtua dan lingkungan dimana ia berada dan

berkembang. Lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah lingkungan keluarga sendiri. Dari anggota keluarganya itu yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara-saudaranya, si anak memperoleh kemampuan dasar, baik intelektual maupun sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-anggota lain keluarganya. Sehingga dapat dikatakan, bahwa anak tidak pernah merasakan kasih sayang, juga tidak dapat menyatakan kasih sayangnya kepada orang lain. Sikap, pandangan dan pendapat orangtua atau keluarga langsung dijadikan model oleh si anak dan ini kemudian menjadi

sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri.

Peran pasangan usia subur (orang tua) disimpulkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh William, dkk (1996) dan Starkhshall (2007) tentang peran orang tua dalam pemberian pendidikan seks remaja.

(22)

2.11 Kerangka Konsep

Proses Adopsi Inovasi

Pendidikan Seks Remaja

Sistem Sosial Peran Pasangan Usia Subur

1. Mengontrol informasi yang diterima anak 2. Memberikan

informasi. 3. Menjelaskan

bagaimana cara mengatasi perkembangan seksualitasnya.

Saluran komunikasi Komunikasi Interpersonal

Perilaku Seks menyimpang pada

Referensi

Dokumen terkait

dilihatnya. f) Peserta didik mencatat poin penting dari film yang dilihat. Penilaian media film dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Aspek dalam penilaian yang dilakukan

Peningkatan tersebut diperoleh karena pada tindakan siklus II seluruh siswa dapat mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran menulis pantun dengan teknik Think Pair Share melalui kartu

Tidak berhenti dengan memulai dua usaha baru tersebut, pada tahun yang sama juga Para Group mengakuisisi Bank Tugu dan menggantinya namanya menjadi Bank Mega Syariah. Chairul

Tingkat Pencemaran Udara CO Akibat Lalu Lintas dengan Model Prediksi Polusi Udara Skala Mikro.. Jurnal Ilmiah

Hasil yang dicapai adalah sebuah aplikasi Sistem Informasi Geografis yang dapat memberikan kemudahan bagi pihak PHKA dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta memberikan

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:345), harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan

Lingkungan belajar meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah tempat di mana siswa belajar. Tempat yang nyaman akan memiliki pengaruh

Namun demikian, keseluruhan tingkat retensi budidaya ikan dan pilihan mata pencaharian yang terkait di antara masyarakat Adivasi ditemukan relatif tinggi untuk