• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2 753013003 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T2 753013003 BAB III"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Pintar Togaten Salatiga. Rumah Pintar

berdiri dari pergumulan pribadi ibu Ana yang menjadi pendiri yayasan Anak

Berkebutuhan Khusus. Berdasarkan pengalaman pribadinya, ibu Ana mengakui

bahwa perawatan anak yang tergolong dalam anak berkebutuhan khusus (ABK)

sangat sulit. Dibutuhkan kesabaran dan pengetahuan yang tepat supaya anak ABK

bisa bertumbuh dan berkembang. Pengalaman mendidik dan merawat anaknya

sendiri yang tergolong sebagai ABK menjadikan ibu Ana menjadi pemerhati

ABK. Dia memahami bahwa masih banyak anak yang terlahir menjadi ABK.

Kekuatiran orangtua lain dirasakan oleh ibu yang saat ini menempuh pendidikan

Magister Psikologi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Dengan tujuan

untuk membantu meringankan beban orangtua dan mendidik anak berkebutuhan

khusus, Rumah Pintar Togaten Salatiga didirikan pada tahun 2012. Walaupun

sekolah ini terbilang masih sangat muda, kemajuannya cukup diacungkan jempol.

Sekolah ini menjadi pilihan bagi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus

sebagai tempat pendidikan anak mereka, hal ini tentu menjadi ungkapan tentang

(2)

3.1.Deskripsi dan Analisa Kondisi Objektif Permasalahan Anak Autis di

Rumah Pintar Togaten Salatiga

3.1.1 Hasil Penelitian

Sesuai dengan ide pendirian rumah Pintar ini, sekolah yang telah

mendapatkan izin dari pemerintah kota Salatiga melalui Walikota dengan surat

Nomor : 503.16/011/2012, maka tempat ini menjadi sarana pendidikan dalam

rangka mencerdaskan anak-anak berkebutuhan khusus yang didalamnya juga

termasuk anak autis. Terdapat 12 orang anak autis dari kategori umur 4 sampai 16

tahun. Sekolah ini terbilang cukup memadai dengan gedung sekolah yang

permanen dan arsitektur yang indah ditambah dengan peralatan pendukung yang

cukup. Bersih dan nyaman itulah kesan yang terlihat dan terasa ketika memasuki

lokasi Rumah Pintar ini yang berprinsip Semua anak pintar dan baik.

Gambar 1:Rumah Pintar Togaten Salatiga

Suasana sukacita dan indahnya permainan masa anak-anak tergambar jelas

ketika memasuki tempat khusus untuk belajar dan terapi anak autis. Tidak terlihat

situasi yang menggambarkan bahwa murid-murid disana adalah anak-anak autis

(3)

diperhatikan dan diamati secara seksama, ada sesuatu yang menjadi keprihatinan

dalam gerak tubuh mereka. Mereka bermain tanpa keteraturan dan pola yang jelas.

Mereka bergerak kesana kemari, kadang duduk dan kemudian berdiri dan lari lagi,

seakan mereka digiring oleh suatu kekuatan yang tidak bisa mereka lawan.

Menurut pengakuan para orangtua terhadap angket yang disebarkan, pada

pernyataan :Tidak adanya pola yang jelas ketika anak autis sedang bermain dan mereka bergerak tanpa tujuan”, jawaban responden beragam. Responden yang

setuju kalau anak mereka sering sekali bermain tanpa keteraturan dan pola yang

jelas berjumlah 55%, sedangkan yang setuju sekali ada 5%. Hal ini berarti ada

60% yang menyetujui pernyataan ini. Satu hal yang pasti adalah anak mereka ini

banyak bergerak dan tidak suka diam. Menurut para responden ada rasa kasihan

melihat anak letih bermain tanpa mereka sadari dan tanpa arti. Bertolak belakang

dengan hal itu, ada 40% responden yang tidak setuju atas pernyataan ini. Mengapa

mereka memilih jawaban ini, menurut peneliti para responden yang tidak setuju

ini kurang memperhatikan gerak-gerik anak yang jika bermain cenderung pada

permainan yang tidak berpola. Ditambah lagi kenyataan bahwa ada anak yang

tidak aktif dan lebih banyak diam seperti melamun. Kemungkinan atas kedua hal

ini bisa menjadi alasan kenapa responden tidak setuju atas pernyataan diatas.

Peneliti sendiri tetap melihat bahwa anak autis banyak sekali bergerak tanpa pola

(4)

Gambar 2: Anak yang lebih suka diam

Gambaran yang terlihat dalam permainan anak-anak itu semakin

menambah rasa penasaran yang tinggi untuk mengamati mereka lebih dalam dan

teliti lagi. Satupersatu gerak-gerik anak-anak itu diamati, apa yang selalu mereka

lakukan. Peneliti mengamati saat mereka bernyanyi bersama, saat guru

mengatakan agar mereka bertepuk tangan, tidak ada yang merespon perintah guru

tersebut, kebanyakan dari mereka diam, melamun dan malah ada anak melakukan

kegiatan diluar yang guru inginkan, seperti tertawa, ada yang menggerakkan

kakinya sendiri, dan ada yang seolah tidak perduli dengan apa yang terjadi.

Kasus lain misalnya melihat anak yang bermain bola, disaat bola lepas dan

menggelinding ketempat lain, guru akan mengatakan agar bola segera diambil

kembali. Tetapi yang terjadi adalah anak diam saja dan tidak merespon. Saat

perintah diulang lagi anak akan pergi tapi bukan ke tempat bola berada tapi ke

sudut yang berbeda dan melakukan hal yang berbeda. Maka tidak jarang guru

harus berulang kali memberikan perintah pada anak didik mereka agar murid

dapat memahaminya. Di ruangan yang lain ada anak dengan seorang guru lagi

(5)

kalimat dan contoh yang di praktikkan langsung. Berulang-ulang itu dilakukan

tapi perintah si ibu guru tidak bisa dilaksanakan. Ketika dikatakan huruf ‘i’

dengan jari telunjuk, si anak malah membentuk jarinya dengan bulat. Beginilah

keadaan mereka, tidak ada keselarasan antara pikiran dan perilaku. Para

responden dalam menjawab pernyataan di dalam angket mengenai pernyataan

“Tidak ditemukan adanya keselarasan Antara pikiran dengan apa yang dilakukan

anak autis juga mengatakan hal yang serupa, bahwa sering sekali terlihat

ketidakcocokan antara apa yang mereka pikirkan dengan yang mereka lakukan.

Anak yang dilatihuntuk mengatakan saya dengan meletakkan tangan ke dada

sendiri sering terbalik ketika mempraktikkannya. Dikatakan saya namun

tangannya menunjuk kepada guru yang mengajarnya. (ada dalam rekaman video)

Dalam mencapai hasil dari satu permainan, peneliti melihat bahwa anak

autis membutuhkan perjuangan yang berat sekali. Dalam bermain melewati

lingkaran-lingkaran kecil melompat-lompat dengan satu kaki sambil menghitung

jumlah lingkaran misalnya bukanlah hal yang mudah bagi mereka. Mereka sering

harus terjatuh atau menolak melakukannya karena sepertinya itu hal yang sangat

rumit yang mereka bisa lakukan. Guru harus berkali-kali membangunkan si anak

yang jatuh atau memotivasi agar terus berjuang melakukannya. Kadang-kadang

mereka bisa melewati dengan baik dan diberi apresiasi tepuk tangan oleh guru.

Tapi jika diulang kembali maka si anak akan jatuh atau tertatih tatih walau hanya

untuk melewati dua lingkaran saja. Dipermainan yang berbeda anak dilatih untuk

bisa berjalan diatas papan titian yang tingginya ½ meter dari tanah. Kejadian

(6)

Guru harus terus memegang si anak agar tidak terjatuh. Bahkan di dalam

pegangan guru saja anak tidak bisa melewati papan titian itu dengan sempurna.

Sejalan dengan jawaban orang tua terhadap pernyataan di dalam angket

:Kurangnya koordinasi tubuh pada anak autis ketika bermain dan gerak lainnya”,

terbukti bagi sebagian anak autis sangat kurang koordinasi tubuh ketika mereka

bermain. Terbukti ada 80% responden memilih jawaban setuju dan 20% tidak

setuju. Kedua jawaban ini berbicara jujur sesuai dengan fakta yang dilihat. Sesuai

dengan observasi peneliti kebanyakan anak belum mempunyai koordinasi yang

bagus. Mereka sering terjatuh ketika melakukan lompatan dan kurang tepat ketika

melempar bola. Ketidaksetujuan responden ini dapat diterima karena dalam

observasi peneliti juga melihat adanya anak yang koordinasinya tubuhnya sudah

bagus, dia dapat naik tangga perosotan dan melakukan perosotan dengan

sempurna seorang diri.

Gambar 3: Anak yang berusaha melewati lingkaran-lingkaran kecildan guru yang sedang mengajar murid berbicara

Terkadang memang muncul rasa iba melihat keadaan dan permasalahan

anak autis di Rumah Pintar Togaten Salatiga. Rasa iba datang jika kita

(7)

seusia dengan mereka. Seorang guru terlihat serius sekali melatih anak untuk

melempar bola ke kotak besar. Diucapkan dan dicontohkan oleh guru namun si

anak tetap tidak dapat mengerti dan melakukan apa yang diperintahkepadanya.

Guru terus mengperintahkan untuk melempar bola bahkan guru ikut membantu

melakukannya. Namun anak itu sangat sulit dan lambat sekali untuk mengerti.

Keadaan anak autis dalam hal ini memberikan persoalan baru bahwa anak autis

sangat lambat untuk melakukan apa yang diperintah padanya. Walaupun

berulang-ulang dicontohkan oleh guru tapi selalu sulit sekali bagi anak tersebut

melakukannya. Hal ini juga menjadi pengakuan responden dalam jawaban mereka

atas keadaan ini. Di dalam pernyataan : Adanya kelambatan anak autis untuk melaksanakan perintah yang diperintah kepadanya, 10% responden mengatakan sangat setuju dan 80% responden setuju kalau anak autis memang lamban di

dalam menangkap dan melakukan perintah yang diberikan padanya. Sisa yang lain

yaitu 10% mengatakan tidak setuju atas pernyataan diatas. Ketidaksetujuan ini

menurut peneliti diakibatkanterjadinya peningkatan keselarasan antara pikiran dan

perilaku anak. Jawaban ini juga menandai adanya kemajuan terhadap anak autis

melalui Rumah Pintar.

Berkomunikasi dan berkata-kata merupakan salah satu kondisi

permasalahan objektif anak autis di rumah pintar Togaten Salatiga.

Berkomunikasi berarti percakapan yang dilakukan dengan dua arah memakai

kata-kata atau alat lainnya. Sulit sekali memahami apa yang mereka maksudkan

dan sulit sekali mengatakan sesuatu pada mereka. Mereka dilatih untuk memakai

(8)

mampu untuk mengatakannya. Pada proses komunikasi mereka tidak bisa

memakai kata-kata tersebut menjadi alat berkomunikasi. Mereka sulit berkata-kata

dan berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal.

Anak autis mempunyai cara untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan

mereka. Misalnya mereka sering marah dan menyakiti diri sendiri jika ada

sesuatu yang hendak dikatakannya pada orang lain termasuk pada orangtua dan

guru. Semua anak autis memakai cara yang seperti ini? Tidak ada kesamaan

sehingga ini tidak bisa dikategorikan sebagai alat komunikasi anak autis secara

umum. Dalam pengamatan peneliti ada seorang anak yang marah sambil

memukul-mukul kepalanya sendiri dan kadang membenturkannya ke dinding.

Sepertinya dia tidak merasakan sakit apapun ketika dia menyakiti dirinya. Sulit

mendiamkannya karena sepanjang permintaannya tidak dipenuhi maka dia akan

terus marah dan memukul dirinya. Ternyata memang anak autis itu tidak bisa

lepas dari benda yang disukainya sampai dia sendiri yang melepaskannya

(rekaman video).

Berinteraksi dengan orang lain merupakan persoalan lain dari kondisi

objektif permasalahan anak autis. Anak autis sulit sekali untuk bermain bersama

dengan teman lainnya. Guru memberi perintah untuk bernyanyi bersama sambil

bergandengan tangan dengan teman yang lain. Ini juga dibantu oleh beberapa guru

sebagai rantai untuk menyatukan mereka. Apa yang terjadi, tidak ada murid yang

bernyanyi selain guru dan tangan yang tadinya saling sentuh kini bubar semuanya.

Dari jawaban angket terhadap pernyataan :Anak autis sangat sulit untuk bermain

(9)

walaupun masih lebih banyak yang mendukung. Responden yang sangat setuju itu

ada 5%, yang setuju ada 60%, yang tidak setuju itu ada 30% dan yang sangat tidak

setuju ada 5%. Ditemukan empat jawaban yang masing-masing perlu alasan yang

jelas. Ada yang tidak setuju dan yang tidak setuju sama sekali juga ada. Kalau

menurut peneliti ini merupakan kemajuan yang ditemukan di rumah pintar. Pada

umumnya anak autis itu sulit sekali berinteraksi dengan orang lain, jika anak

sudah dapat bermain bersama dengan teman lainnya ini merupakan kemajuan.

Tapi secara umum menurut peneliti anak autis itu sangat sulit sekali bermain

bersama dengan teman lainnya.

Gambar 4: Guru mengalami kesulitan di dalam menyatukan anak untuk bermain

3.1.2. Pembahasan dan Analisa

Berdasarkan hasil penelitian diatas ada beberapa kondisi objektif

permasalahan anak autis di Rumah Pintar Togaten Salatiga yang diinterpretasi dan

(10)

Anak autis seperti orang tuli dan buta karena mereka cenderung

mengabaikan suaradan orang yang ada disekitarnya. Mereka lebih asyik dengan

dirinya sendiri dari pada peduli dengan keadaan yang ada di sekitar mereka. Hal

ini tidak mengherankan terjadi pada anak autis sebab memang salah satu

pengenalan tentang anak autis adalah mencintai dirinya sendiri. Senang dengan

dirinya sendiri dan tidak perduli dengan sekitarnya. Keadaan ini sesuai dengan

apa yang disebutkan oleh Lorna wing yang mengatakan bahwa salah satu

hambatan anak autis adalah sikap menyendiri dan menarik diri (Aloofness and Withdrawal).1 Banyak dari mereka yang berperilaku seolah-olah orang lain tidak

ada disekitarnya. Tentu kalau dianalisa dengan positif hal ini termasuk hambatan

dan sekaligus potensi.Disebut hambatan karena akan sulit sekali memberikan

pemahaman dan pengertian ketika diberikan terapi untuk mereka. Disebut potensi

ketika dihubungkan dengan kemampuan yang sudah terlatih pada anak autis. Jika

anak memiliki kecerdasan menari misalnya maka dengan keadaannya itu ia tidak

akan pernah merasa gugup atau takut karena baginya orang lain itu tidak ada.

Pengenalan anak autis terhadap bentuk dan warna suara juga terbilang

sangat buruk sekali. Ketika marah misalnya mereka tidak tahu harus memakai

warna suara yang lumrah dipakai manusia pada umumnya. Anak autis tidak

memahami bahwa pembicaraan itu merupakan komunikasi untuk mengatakan

sesuatu,tidak heran bagi mereka percakapan itu berlalu begitu saja. Guru harus

sering mengulang perintah seperlunya agar anak autis mengerti kalau itu adalah

1

(11)

perintah yang harus dilakukan. Memang benar bahwa anak autis sangatsulit dalam

berkomunikasi. Yatim Faisal mengatakan bahwa mereka tidak mampu

menganalisa dan memahami sistem komunikasi manusia pada umumnya.2

Kemampuan komunikasi antar pribadi itu memberi pengaruh langsung terhadap

kualitas hidup seseorang tidak terkecuali anak autis. Kesulitan komunikasi ini

juga yang menyebabkan kemampuan yang lainnya berkurang. Melalui pernyataan

di dalam angket mengenai Anak autis sulit sekali untuk berkomunikasi dengan

jelas menggunakan tangan atau gerak tubuh lainnya, Responden 10% memberi jawaban sangat setuju dan 65 % mengatakan setuju. Hal ini berarti ada 75% yang

setuju terhadap buruknya komunikasi pada anak autis. Sisanya ada 25% yang

tidak setuju pada pernyataan ini. Hal ini kemungkinan besar berasal dari guru

yang sudah memahami bagaimana berkomunikasi dengan anak autis. Tapi kondisi

itu tidak dapat dijadikan acuan untuk alat berkomunikasi anak autis pada

umumnya. Keselarasan pikiran dan perilaku anak autis menjadi penentu

bagaimana komunikasi itu dapat dimengerti.

Bunyi yang sering dikeluarkan anak autis itu berbentuk dalam nyanyian

atau hal-hal yang terekam oleh ingatan mereka sendiri. Anak autis mengalami

kesulitan dalam memilih kata-kata untuk mereka ucapkan atau untuk menjawab

lawan bicaranya. Walaupun ada kata-kata yang sudah dilatih dan sudah diketahui,

namun mereka tidak mengerti dalam menggunakan kata-kata tersebut di dalam

komunikasi. Keadaan ini mengakibatkan sebagian anak sering hanya diam belaka.

2

(12)

Keadaan ini juga yang menjadi alasan mengapa anak autis disebut sulit untuk

berkomunikasi. Kesulitan ini disebabkan mereka tidak mampu merangkai

kata-kata yang tepat untuk mengutarakan apa yang ada di dalam pikiran mereka. Hal

ini selaras dengan apa yang disebut oleh Wilson tentang komunikasi. Komunikasi

itu lebih daripada kemampuan untuk berbicara atau merangkai kata-kata dalam

urutan yang tepat tapi harus juga mengetahui tentang bahasa, manusia dan

dimensi yang bukan manusia.3

Kenyataan juga mengatakan bahwa bagi anak autis semua benda itu sama

saja. Tidak ada penamaan terhadap benda sesuai fungsinya. Bagi mereka benda itu

dinamakan sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu sulit sekali bagi

mereka untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya karena sepertinya mereka

mempunyai dimensi sendiri diluar dimensi manusia yang sesungguhnya.

Gerakan tubuh yang tidak biasa. Ada gerakan-gerakan anak autis yang

tidak biasa dilakukan oleh anak-anak normal seperti mengepak-ngepakkan tangan,

meloncat-loncat, dan menyeringai. Hal ini bukan sebagai hasil latihan atau

kemampuan tersendiri tetapi sebagai gerakan yang secara otomatis muncul dari

dalam diri mereka. Kecenderungan ini berbeda dalam diri masing-masing anak

autis. Ada yang banyak duduk tapi sering mengepakkan tangannya sebagai

sebuah kebiasaan. Ada juga yang tidak bisa diam, selalu berlari dan

melompat-lompat dan melompat-lompatan itu juga berbeda satu sama lainnya. Beberapa anak

autis memiliki rutinitas mereka sendiri, menggaruk-garuk kepalanya, mencium

kepala teman yang duduk dekat dengannya, atau selalu memainkan benda yang

3

(13)

dipegangnya. Jika kebiasaan ini diganggu atau terganggu oleh sesuatu hal maka

mereka tidak lagi nyaman dengan keadaan mereka sendiri. Mereka akan marah,

bingung, kehilangan kendali, akibatnya tetap pada pola mengeluarkan tingkah

yang kacau atau bahkan menyakiti diri sendiri. Keadaan mereka ini termasuk

dalam perilaku sosial anak autis dalam kehidupan mereka.

Sangat tepat dengan apa yang disebut oleh Yuwono. Yuwono

menyebutkan bahwa perilaku sosial anak autis sering sekali tidak sinkron dengan

nilai-nilai sosial di lingkungannya.4 Ekspresi sosial mereka terbatas pada ekspresi

emosi-emosi yang ekstrim. Emosi yang ekstrim seperti menjerit, menangis, atau

tertawa sedalam-dalamnya. Hal-hal seperti ini ditemukan di Rumah Pintar

Togaten dan di rumah sebagaimana menurut pengakuan para orangtua dan

guru.Pemahaman anak-anak autis terhadap kata-kata sangat terbatas dan secara

umum tidak matang. Mereka sering berperilaku dalam cara yang kurang dapat

diterima secara sosial. Anak-anak autis tidak malu untuk berteriak ditempat umum

atau berteriak dengan keras di sepanjang jalan. Ini menjadi kesulitan tersendiri

bagi para orangtua dan guru. Hal yang sama ditemukan oleh peneliti dengan apa

yang disebut para ahli bahwa anak autis tidak suka dengan perubahan rutinitas

mereka. Mereka lebih suka pada rutinitas yang sama. Kita bisa pahami dalam diri

anak autis yang marah akibat benda yang dipegangnya hilang dari

pengawasannya. Carr & Durrand menyebutkan bahwa anak autis suka sekali

memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya sendiri, seperti self

4

(14)

stimulating, hand flapping dan self inflicting injuries.5 Semua yang disebut oleh para ahli ini ditemukan pada anak autis yang ada di Rumah Pintar Togaten

Salatiga. (ada dalam rekaman video).

Pada umumnya anak-anak autis tidak menyadari bahaya yang sebenarnya

sedang dihadapi mereka. Mungkin karena mereka tidak memahami kemungkinan

konsekuensi atas apa yang sedang mereka hadapi. Kembali peran orang-orang

yang ada disekitar mereka sangat diperlukan. Kadang-kadang bahaya yang terjadi

bahkan tidak mereka sadari dapat merugikan diri mereka sendiri. Misalnya ketika

mereka jatuh saat berlari, hal itu tidak melahirkan kehati-hatian selanjutnya ketika

mereka berlari lagi. Ketidaksadaran mereka akan hal-hal ini kemungkinan besar

juga karena mereka tidak mengerti apa arti sakit. Terlihat ketika mereka menyakiti

diri sendiri, misalnya dengan memukul kepalanya dengan tangan atau

membenturkannya ke dinding. Tidak ada respon (rasa sakit) terhadap keadaan itu.

Ini persoalan lain yang dimiliki anak autis yaitu adanya persoalan indera yang

tidak peka tetapi di indera yang lain ada kepekaan yang tinggi. Lorna wing

menyebutkan bahwa salah satu hambatan anak autis itu ada di indera peraba,

perasa dan pembau (The sense of touch, taste and smell).6 Salah satu kenyataan

adalah sebagian anak tidak merasakan dingin dan sakit walaupun telah ada

kejadian yang menimpanya.

5

Carr & Durrand, (1985), hal. 57.

6

(15)

Pada umumnya mereka sangat kurang dalam koordinasi seperti berjalan

dan berlari atau sebaliknya. Oleh karena itu terapi yang diberikan tergantung

kepada keadaan anak autis sendiri. Setiap anak berbeda dan waktu setiap proses

juga berbeda tergantung respon masing-masing. Ada yang tidak perlu dilatih lagi

keseimbangannya, ada juga yang harus sangat telaten dilatih koordinasi tubuhnya.

Harus diakui sangat sulit sekali untuk memahami kondisi yang sebenarnya dari

anak autis secara khusus di lokasi penelitian Rumah Pintar Togaten Salatiga. Dari

12 orang anak autis masing-masing memiliki ciri tersendiri. Tidak semua dari

mereka secara jelas memperlihatkan keadaan mereka. Emosi merupakan respon

individu terhadap benda, orang, dan situasi. Respon ini dapat menyenangkan atau

positif tetapi dapat juga tidak menyenangkan atau negatif. Bentuk-bentuk respon

emosi pada dasarnya sama dengan apa yang ada pada manusia normal. Hanya

mungkin penyebab munculnya emosi itu yang membedakannya. Anak autis sulit

sekali mengendalikan respon emosionalnya terhadap sesuatu yang berubah dalam

diri dan lingkungannya. Hal ini yang membedakan dengan manusia normal yang

mempunyai kemampuan lebih untuk mengendalikan respon emosinya.

Secara fisiologis, sistem limbik yang terdapat di dalam susunan syaraf

manusia sering dikaitkan dengan emosi ini sehingga gangguan pada sistem limbik

dapat mengakibatkan kesulitan mengendalikan emosi, contoh, mengamuk, marah,

agresif, menangis, takut pada hal-hal tertentu, dan mendadak tertawa tanpa

stimulus yang jelas sebagai akibat dari adanya gangguan pada sistem limbik.

Selain itu anak menjadi hiperkinetis, agresif, menolak beraktivitas dengan alasan

(16)

adalah contoh reaksi emosi yang berwujud perilaku sebagai akibat gangguan

sistem limbik ini.Hal inilah yang terjadi pada anak autis. Gangguan pada sistem

limbik menjadi penyebab kurangnya kemampuan mereka mengendalikan respon

terhadap sesuatu yang terjadi pada diri mereka sehingga memunculkan reaksi

emosi yang berlebihan dan merugikan diri mereka sendiri (namun mereka tidak

melihat itu sebagai beban).

Beberapa stimulus yang mengundang respon bagi anak-anak autis dapat

berupa benda maupun peristiwa. Namun, adanya gangguan pemrosesan pada anak

autis dapat mengakibatkan reaksi emosional yang tidak tepat atau ekstrim

sehingga menyebabkan kebingungan dan ketakutan. Dalam penelitian diperoleh

beberapa stimulus yang menimbulkan respon emosi seperti benda-benda yang ada

di dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ditemukan bahwa respon terhadap

benda-benda lebih tinggi daripada respon terhadap orang-orang yang ada di dalam

kehidupannya. Respon anak autis terhadap benda-benda tampak pada

keinginannya untuk mengambil dan membawa benda tersebut kemanapun mereka

pergi. Apabila mereka dipisahkan dari benda-benda tersebut maka akan terjadi

penolakan dan amarah. Selain marah, anak-anak dengan autistik biasa

melampiaskan perasaannya dengan caramenyakiti diri sendiri seperti

membenturkan kepala atau menarik rambut sendiri.

Para ahli membagi kondisi aktual anak autis ini yang dilihat sebagai

(17)

Yuwono menyebutkan bahwa perilaku sosial anak autis yang muncul sering sekali

tidak sinkron dengan nilai-nilai sosial dilingkungannya. 7

Anak autis termasuk anak yang mengalami gangguan perkembangan

kompleks yang berdampak pada perkembangan sosial, komunikasi perilaku dan

emosi yang tidak berkembang secara optimal. Akibat gangguan perkembangan ini

anak menjadi kurang memperhatikan lingkungannya dan asyik dengan dunianya

sendiri.Gangguan tersebut bersumber pada gangguan otak bagian interaksi dan

komunikasi sehingga para penyandang autis mengalami kesulitan pada

komunikasi verbal dan nonverbal, interaksi social juga aktivitas bermain.

Kesulitan ini menyebabkan anak kesulitan melakukan interaksi dengan orang lain

dan dunia luar.

3.2. Deskripsi dan Analisa Implementasi Kegiatan Aktual di Rumah

Pintar Togaten Salatiga.

3.2.1 Hasil Penelitian

Gedung sekolah yang bersih dengan warna dasar ungu serta

bermacam-macam warna yang diletakkan disetiap bagian gedung itu menambah kesegaran

ketika memasuki Rumah Pintar Togaten Salatiga. Gedung sekolah ini dibagi

menjadi dua bagian besar,bagian depan merupakan bagian ruangan guru dan

kantor, tempat menerima tamu dan bagian administrasi. Dari ruangan ini ada pintu

yang menjadi akses utama ke ruang khusus untuk proses belajar dan terapi

7

(18)

anak. Memasuki daerah khusus untuk anak-anak Autis, alas kaki harus dilepas

karena kebersihan sangat dijaga. Bagian itu adalahbagian dimana guru dan

anak-anak autis melakukan terapi, pengajaran dan bermain. Bagian khusus anak-anak-anak-anak

juga terbagi lagi. Terdapat 2 ruangan kelas untuk belajar bersama, 6 ruangan

terapi dan terdapat satu ruang terbuka sebagai tempat anak-anak autis bermain.

Gambar 5: Tempat bermain anak-anak

Permainan yang tersedia adalah papan tempat berjalan belajar

keseimbangan, ayunan, mainan perosotan anak, kotak besar, keranjang bola

basket dan permainan lainnya yang bisa dibentuk dan dilepas seperti

lingkaran-lingkaran besar dan kecil. Dilokasi inilah dengan semua fasilitas yang ada seluruh

kegiatan aktual dilaksanakan.

Anak autis membutuhkan perhatian dari lingkungannya terlebih dari

orangtuadan guru. Hal ini sangat mereka butuhkan untuk perkembangan

kecerdasan mereka masing-masing. Orangtua dan guru sebagai responden dalam

menjawab pernyataan di dalam angket mengenai Anak autis membutuhkan perhatian dari orang tua, guru dan lingkungan, secara khusus untuk perkembangan

(19)

juga menyatakan bahwa lingkungan itu sangat mempengaruhi perkembangan anak

autis. Hal ini berarti bahwa para responden telah melihat hasil dari kenyataan

ketika banyak orang yang membantu anak autism maka perkembangannya juga

bertambah. Menjawab pernyataan “Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan anak autis”, 95% responden mengaku sangat setuju dan 5% setuju

yang berarti ada 100% yang setuju atas pernyataan bahwa lingkungan

mendukung perkembangan anak autis yang mendorong kemajuan anak autis

menjadi lebih cepat. Seorang ibu dalam pengakuannya ketika wawancara

mengatakan bahwa lingkungan itu sangat berpengaruh bagi anaknya. Ini kutipan

wawancara dengan ibu Nur :

“Sebelum masuk Rumah Pintar anak saya pernah ikut dalam sekolah pendidikan anak usia dini yang mana temannya kebanyakan dari anak normal pada umumnya. Disekolah itu anak saya yang autis tidak pernah mau menggerakkan tubuhnya ketika musik senam diputar disekolah itu. Namun setelah pindah ke Rumah Pintar Togaten, ada perubahan yang positif. Jika musik diputar anaknya

sudah mau menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik”.

Dari pengakuan ibu tersebut jelas sekali bahwa energi postif yang diberikan oleh

para guru berpengaruh pada anak-anak.

Di Rumah Pintar, ketika anak-anak mulai masuk ke lingkungan sekolah,

hal yang pertama mereka lakukan adalah menyapa mereka dengan memanggil

namanya, memeluknya dan bertanya tentang apa kabar mereka hari itu. Walaupun

tidak dijawab oleh anak-anak tersebut, para guru tetap melakukannya dengan

sabar dengan wajah yang hangat dan senyum yang bahagia. Itulah kegiatan aktual

(20)

itu memulai hari, ketika berlangsungnya proses terapi dan belajar maupun saat

pulang sekolah selalu disertai oleh senyum yang indah dan ramah.

Gambar 6: Guru memberi anak makan sambil bermain

Dengan senyuman inilah proses implementasi kegiatan aktual

dilaksanakan di sekolah anak berkebutuhan khusus ini. Berbagai macam bentuk

permainan menjadi sarana Rumah Pintar ini untuk mengembangkan kecerdasan

anak-anak didik mereka. Ada permainan bola, yang dilaksanakan dalam bentuk

menendang bola ataupun untuk melempar bola bagi yang terlihat senang melihat

bola. Ada juga permainan ayunan bagi yang senang mempergunakannya.

Biasanyamasing-masing anak begitu masuk arena permainan langsung menuju

tempat atau alat permainan yang mereka senangi. Ada juga permainan berjalan

diatas papan titian. Permainan ini dilakukan atas perintah dari terapis

masing-masing anak, sebab permainan ini membutuhkan pendampingan dan pengawasan

yang ketat dari para guru. Ada juga permainan melompat diatas

lingkaran-lingkaran yang dibentuk untuk dilompati. Permainan ini juga dilakukan atas

(21)

mengembangkan kecerdasan kinestetik anak autis. Melalui wawancara dan

angket, para orangtua dan guru mengakui bahwa sekolah Rumah Pintar Togaten

ini memiliki program untuk meningkatkan kecerdasan kinestetik anak autis

melalui permainan. Seluruh responden dalam pengisian angket (100%) setuju

dengan pernyataan Sekolah ABK Togaten mempunyai program mengoptimalkan kecerdasan anak autis melalui permainan. Penting sekali untuk melihat adalah jika dalam permainan anak berhasil melakukan perintah terapis maka anak akan

diapresiasi melalui tepuk tangan, ciuman atau pelukan dari terapis.

Bermain sebagai terapi bagi anak autis bukanlah isapan jempol yang

berlalu begitu saja tanpa hasil yang dapat diukur. Jelas sekali kemajuan dan

peningkatan kecerdasan anak-anak meningkat setelah mendapatkan terapi di

Rumah Pintar Togaten ini. Seorang ibu mengakui dalam wawancara setelah

beberapa lama mengikuti terapi di Rumah Pintar Togaten, anak saya sudah mulai

dapat mempergunakan jari tangannya untuk menulis dan melukis. Walaupun

menurut pengakuan ibu tersebut tulisan itu belum bisa terbaca dengan baik.

Pencapaian anak tersebut merupakan hasil dari terapi yang diterima. Dalam terapi

bermain melompat-lompatmelewati masing-masing lingkaran dengan satu kaki,

seorang anak sudah bisa melakukannya walaupun masih untuk 2 atau 3 lingkaran

tanpa terjatuh. Dalam jawaban angket mengenai Kecerdasan anak autis

meningkat setelah mendapat terapi”, 30% mengatakan sangat setuju, 65% mengatakan setuju bahwa kecerdasan anak mereka meningkat setelah

mendapatkan terapi di Rumah Pintar tersebut. Para responden yang menjawab

(22)

mendapatkan terapi. Peningkatan ini sangat berpengaruh pada kebiasaan anak di

rumah dalam perilaku kesehariannya. Jawaban setuju dalam pemahaman peneliti

masih dalam tahap mulai merasakan adanya manfaat terapi untuk anak mereka.

Kemungkinan besar belum begitu terlihat perbedaan yang ada pada perilaku anak

mereka sendiri. Tetapi mereka tetap mengharapkan agar terapi yang diberikan

rumah pintar dapat meningkatkan kecerdasan anak mereka. Ada 5% yang tidak

setuju (1 orang), pasti jawaban ini dipengaruhi karena keterlambatan peningkatan

kecerdasan pada anaknya. Ini tidak bisa diacuhkan begitu saja walaupun hanya

satu orang anak. Pernyataan ini harus menjadi acuan untuk Rumah Pintar dan para

guru untuk lebih memicu dan mengembangkan terapi untuk meningkatkan

kecerdasan masing-masing anak.

Sejalan dengan peningkatan kecerdasan ini para responden mengatakan

bahwa perlu sekali sekolah memperhatikan kecerdasan yang menonjol pada

masing-masing anak. Tentu ini merupakan pengkhususan terapi bagi kecerdasan

yang ada pada masing-masing anak yang kemungkinan berbeda. Untuk

pernyataan Diperlukan terapi khusus yang tertuju pada kemampuan atau karakteristik seorang anak”, 20% responden sangat setuju, 75% mengatakan

setuju dan 5% mengatakan tidak setuju. Pernyataan ini mencapai hasil yang

maksimal pada masing-masing anak dalam kemampuan kecerdasan mereka

masing-masing. Manfaat terapi sudah dirasakan oleh para responden yang terlihat

pada kemajuan anak meraka. Tentu kemajuan ini mendorong keinginan mereka

untuk menyentuh kecerdasan khusus pada anak mereka. Empat orang responden

(23)

kemajuan anak mereka. Lima belas responden menginginkan terapi ini tetapi tidak

terlalu yakin akan keberhasilannya atau mereka belum menemukan kecerdasan

anak mereka. Para responden ini walaupun pada dasarnya setuju tetapi perlu

diyakinkan bahwa kecerdasan khusus selalu ada pada setiap anak dan bisa

dikembangkan. Mungkin perkembangan atau peningkatannya bisa lambat dan

juga bisa cepat tergantung pada kemampuan masing-masing anak. Ada satu orang

responden yang tidak setuju, mungkin ini adalah orang yang sama dengan

keadaan diatas tadi, yang belum melihat kecerdasan khusus yang ada pada

anaknya.

Gambar 7: Salah satu anak yang sudah pintar memainkan puzzle

Orangtua dan guru sangat mendukung bahwa melalui terapi maka

kecerdasan anak autis akan meningkat. Namun demikian harus disadari bahwa

walaupun terapi mampu memaksimalkan kemampuan anak autis, untuk menjadi

betul-betul normal kembali merupakan hal yang teramat berat. Melalui observasi,

peneliti melihat bahwa terapi itu sangat membantu namun prosesnya sangat

(24)

Dalam mendukung pencapaian hasil yang maksimal pada anak-anak autis

dibutuhkan kerjasama antara orangtua dengan terapis di rumah pintar ini. Sangat

menjanjikan sekali jika kerjasama orangtua dan terapis terjalin maka

kemungkinan peningkatan kecerdasan anak akan semakin besar. Pernyataan ini

didukung oleh para responden, yang mana 60% mereka sangat setuju dan 35%

mengatakan setuju bahwa kerjasama ini mendukung kemajuan bagi anak-anak,

sedangkan 5% tidak setuju. Pernyataan 60% yang sangat setuju (12 orang)

menurut peneliti telah mendukung program sekolah dengan mengulanginya di

rumah dan hasilnya telah terlihat. Sementara 7 orang (35%) yakin pada kerjasama

namun belum mendukung melalui melanjutkan terapi itu di rumah. Jumlah satu

orang (5%) responden yang menjawab tidak setuju barangkali berpikir bahwa

pendidikan itu semata-mata adalah tugas sekolah oleh sebab itumereka

menyekolahkan anak mereka di sekolah ABK Togaten. Prinsip yang perlu kita

kutip dari hasil ini adalah perluterlaksana pertemuan orangtua dengan pihak

sekolah. Pertemuan ini diadakan untuk berbagi informasi tentang keadaan anak,

peran sekolah dan orangtua agar hasil maksimal bisa diperoleh.

3.2.2 Pembahasan dan Analisa

Dari hasil penelitian diatas disimpulkan ada beberapa implementasi

kegiatan aktual di rumah pintar Togaten Salatiga yang diinterpretasi dan dianalisa

sebagai berikut :

Pelatihan intensif dengan menggunakan hadiah yang berfokus terhadap

(25)

bagus maka diberikan apresiasi. Di Rumah Pintar hal ini telah dilakukan

walaupun hadiah yang mereka berikan hanya tepuk tangan dan ciuman untuk

anak-anak yang bertingkah laku baik. Dalam pengamatan peneliti para guru

melakukan terapi ini dengan kesabaran tinggi. Mereka melakukan pengulangan

satu kata sampai anak mengerti dan mau mengulanginya kembali. Saat terapi ini

dilakukan kontak mata harus tetap diusahakan karena anak autis tidak suka

dengan kontak mata dan lebih sering menjauhkan pandangan mereka dari lawan

bicaranya. Hal ini menjadi hambatan tersendiri, akan tetapi dengan kesabaran dari

para guru, sedikit demi sedikit terlihat kemajuan pada beberapa anak dalam

menerima perintah dari gurunya. Sulit sekali mendorong mereka untuk mampu

berbicara atau berkomunikasi. Bahasa yang dilatih tidak otomatis menjadi bahasa

komunikasi mereka. Apa yang mereka ketahui jarang sekali dipakai sebagai alat

komunikasi mereka. Begitulah kompleksitas persoalan komunikasi anak-anak

autis. Pada tataran praktis, para guru di Rumah Pintar Togaten telah melakukan

hal yang benar sesuai dengan apa yang disebut oleh Ing Darta R Wijaya, dalam

makalah Kesimpulan Mengenai ABA.8 Terapi Applied Behavior Analysis (ABA) menggunakan teknik, yaitu seluruh tugas (target-target perilaku) dipecah ke dalam

tahap kecil. Belajar memerinci keterampilan ke dalam komponen kecil,

mengajarnya sampai terkuasai, memberi pengulangan, menyediakan prompt

(bantuan), menghilangkan ketergantungan dan pemberian pujian (reinforcement). Jika kita sadari ada yang disebut sebagai komunikasi antar pribadi dan dasar

interkasinya adalah tatapan mata atau kontak mata. Hal ini dipakai dalam

(26)

mengubah perilaku anak autis. Implementasi kegiatan aktual di rumah pintar jika

dihubungkan dengan beberapa terapi yang sudah ada menandakan adanya

keselarasan kegiatan aktual itu dengan teori terapi yang sudah ada.

Gambar 8: Guru melakukan kontak mata dengan murid

Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan

motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang

pensil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap

makanan ke dalam mulut, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi sangat penting

untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar. Di Rumah Pintar

anak dilatih untuk melepaskan sepatu, kaos kaki setibanya di sekolah,

meletakkannya ditempat yang sudah ditentukan, memakai kaos kaki dan sepatu

sepulang sekolah serta mengangkat tasnya sendiri. Hal ini terus dilatih sampai

mereka tahu bahwa itu harus mereka lakukan sendiri di sekolah maupun dirumah.

Terapi ini juga mereka lakukan dengan menggunakan bola-bola yang besar serta

yang kecil untuk dipermainkan sesuka hati anak autis tersebut. Hal ini dilakukan

agar otot halusnya berfungsi dengan baik. Handojo dalam bukunya “Autisma”

menyebutkan bahwa salah satu tujuan terapi adalah untuk melatih kemampuan

(27)

okupasi.9 Terapi ini berguna untuk kemandirian anak autis melakukan hal-hal

yang pribadi baginya.

Gambar 9: Anak bermain bola kecil

Banyak anak autis memerlukan bantuan untuk menciptakan kemampuan

supaya dapat mempertahankan percakapan, berhubungan dengan teman baru atau

bahkan mengenal tempat bermainnya. Seorang terapis dapat membantu untuk

menciptakan atau memfasilitasi terjadinya interaksi sosial. Ini dilakukan di

Rumah Pintar dengan upaya guru memperkenalkan teman-teman mereka. Guru

sering menyapa mereka dengan tatapan muka dan bersalaman serta ajakan

bergandengan tangan. Dalam berbagai artikel mengenai autisme, banyak

dijelaskan bahwa gangguan berbahasa dan berbicara pada autisme mempunyai

gradasi dari yang terparah, tidak bisa berbicara, hingga yang mampuberbicara

dengan baik. Hal ini juga tergantungdari perkembangan kognitif si penyandang.

Mulai dari intelegensia rendah hingga yang tinggi.10 Hovland berpendapat bahwa

9

Handojo. Y., (2006) :Autisma, Intermasa Delphie Bandi, Jakarta, hal. 205.

10

(28)

komunikasi antar pribadi sebagai suatu situasi interaksi, dimana individu

(komunikator) mengirim stimulus (perangsang) berupa simbol verbal untuk

mengubah perilaku individu-individu lain dalam situasi tatap muka.11

Implementasi kegiatan aktual yang dilakukan setiap saat ini memang

merupakan terapi agar anak bisa berkomunikasi dan tidak membuang muka ketika

berkomunikasi.

Dunia anak memang dunia bermain, dengan bermain ini anak lebih rileks

dalam menerima pelajaran. Bermain sambil belajar merupakan salah satu gaya

Rumah Pintar untuk mengajarkan komunikasi dan interaksi kepada anak autis.

Melalui berbagai macam permainan juga diharapkan agar kemampuan fisik

mereka menjadi semakin baik. Autis merupakan perkembangan perfasif yang

lambat. Banyak penderita autis yang memiliki penundaan perkembangan motorik

dan beberapa penderita yang lain memiliki massa otot yang rendah (lemah).

Terapi fisik dapat melatih kekuatan, koordinasi dan kemampuan dasar

berolahraga. Tidak jauh dari terapi bermain, terapi fisik juga dilakukan dengan

berbagai macam permainan yang ada. Melatih keseimbangan mereka dengan

berjalan di atas sehelai papan dengan bantuan guru. Ketepatan langkah dengan

melewati lingkaran-lingkaran kecil dengan satu kaki melompat-lompat. Ini sering

dilakukan ketika anak mulai jenuh dengan pelajaran lainnya.

Hal tersebut berarti bahwa bermain juga memegang peranan untuk

mengembangkan kemampuan intelektual, khususnya merangsang perkembangan

11

(29)

kognitif, membangun struktur kognitif, belajar memecahkan masalah, rasa

kompetisi dan percaya diri, menetralisir emosi negatif, menyelesaikan konflik,

menyalurkan agresivitas secara aman dan mengembangkan konsep diri secara

realistik. Secara fisik, bermain juga mematangkan kecakapan motorik kasar dan

halus, keterampilan jari jemari, serta koordinasi mata dan tangan. Kepekaan

pengindraan juga berkembang, menguasai keterampilan motorik dan menyalurkan

energi fisik. Pengembangan imajinasi dan kreativitas anak juga berkembang

melalui aktivitas bermain. Pendekatan multi disiplin dalam penggunaan terapi

bermain bagi anak autisme, yaitu dengan menggabungkan terapi bermain dengan

pendidikan khusus dan melatih keterampilan mengurus diri sendiri. Dengan

pemahaman dalam penelitian dan juga pendapat para ahli disimpulkan bahwa

kegiatan bermain berperan untuk mengembangkan kemampuan fisik, intelektual,

sosial danemosional. Bermain sangat membantu dalam mengembangkan

kemampuan anak autis. Dengan bermain kemampuan fisik anak autis diharapkan

dapat dicapai secara maksimal dan kecerdasan mereka bisa terbentuk lebih

maksimal.

Hal yang sangat penting menurut peneliti adalah sikap para pekerja sosial

(guru) dalam berbaur dan mendidik anak-anak autis tersebut. Selain kesabaran

yang memang luar biasa tinggi, juga mereka tetap ceria dan bahagia walaupun

menghadapi berbagai macam pola tingkah laku anak-anak tersebut. Keadaan

mereka ini juga menjadi sebuah terapi bagi anak-anak yang akan tetap merasa

(30)

bahagia. Setiap guru sepertinya diberikan tanggungjawab bagaimana

mengembangkan dan menjadikan anak-anak autis ini sehebat mungkin.

3.3. Deskripsi dan Analisa Peranan Kecerdasan Kinestetik Jasmani Melalui

Terapi Bermain terhadap pikiran dan perilaku anak autis.

3.3.1 Hasil Penelitian

Anak adalah anugerah Tuhan dan setiap anak pasti memiliki kekurangan

dan kelebihan masing-masing. Tidak berbeda dengan anak autis, mereka adalah

anak yang istimewa yang di balik kekurangan mereka, banyak kelebihan yang

bisa dikembangkan, itulah pengakuan Ibu Septi kepala sekolah Rumah Pintar

Togaten Salatiga. Dalam pengamatan peneliti secara langsung di lapangan terlihat

bahwa komunikasi dan interaksi merupakan kekurangan yang mendominasi dalam

diri anak autis. Namun seperti pengakuan Ibu Septi dibalik kekurangan mereka,

selalu saja ada kebiasaan atau kesenangan yang terlihat dari dalam diri setiap

anak. Ini adalah kecerdasan bawaan yang dapat ditemui pada anak-anak pada

umumnya. Menjawab pernyataan pada angket mengenai Anak autis memiliki kecerdasan atau kemampuan khusus seperti anak lainnya, 30% responden

menjawab sangat setuju, 55% setuju akan adanya kecerdasan khusus anak autis

dan ada 15% yang tidak setuju. Hal ini berarti bahwa sebagian besar (85%)

orangtua dan guru telah melihat potensi yang ada dalam diri setiap anak yang

terlihat di sekolah maupun dirumah ketika mereka bergerak atau bermain dan

melakukan sesuatu. Responden yang tidak setuju ada 15%, kemungkinan besar

(31)

pada anak yang lebih suka diam dari pada bergerak. Memang sangat sulit untuk

memperhatikan kemampuan anak jika dia kurang aktif dalam kesehariannya.

Peneliti yakin melalui hasil observasi bahwa setiap anak walaupun dia cenderung

banyak diam namun pasti memiliki kecerdasan yang lainnya. Ini harus

diperhatikan oleh Rumah Pintar atau juga para orangtua agar lebih kreatif

mengeluarkan kemampuan anak-anak masing-masing.

Apakah kelebihan atau potensi yang ada dalam diri anak-anak itu bisa

menjadi kelebihan tersendiri bagi mereka atau hanya sekedar kemampuan biasa

saja? Apakah kecerdasan anak dalam melukis bisa menjadikan dia sebagai

seorang pelukis yang terkenal dan lukisannya akan dibayar cukup mahal?

Mungkinkah bisa seorang anak autis yang senang sekali bernyanyi akan menjadi

penyanyi yang terkenal? Semua orangtua dan guru optimis bahwa anak autis

dengan kecerdasan yang ada pada mereka bisa menjadi kelebihan tersendiri bagi

anak autis. Untuk pernyataan “kecerdasan /kemampuan khusus itu bisa menjadi kelebihan tersendiri bagi anak autis“, para responden 40% menjawab sangat setuju dan 55% mengatakan setuju. Berarti ada 95% yang setuju kalau

kemampuan yang ada pada mereka bisa menjadi keahlian tersendiri. Jumlah tidak

setuju atas pernyataan ini ada 5%, apakah ini mengatakan bahwa responden sudah

kehilangan harapan atau kemajuan anaknya sendiri sangat lambat sekali. Jika kita

hubungkan dengan jawaban para orangtua ketika mereka diwawancarai semua itu

lebih kepada harapan anak mereka dimasa depan. Mereka mengharapkan bahwa

dengan kecerdasan masing-masing anak,hal itu bisa menjadi keahlian mereka

(32)

lain. Ibu Nunung mengatakan dalam wawancara “ Saya sangat mengharapkan bahwa anak saya ini akan menjadi penyanyi yang handal dan nantinya

kemampuan bernyanyinya itu bisa menjadi pekerjaan yang memberikan jaminan

hidupnya”. Harapan mereka ini bisa menjadi kenyataan dan bisa juga tidak. Melihat kenyataan zaman ini banyak sudah ABK yang berhasil dalam beberapa

profesi. Namun semua itu tidak mudah mereka peroleh, butuh motivasi,

perjuangan dan kerja keras.

Dalam kehidupan anak-anak di rumah pintar Togaten Salatiga ada

beberapa kecerdasan yang tertangkap oleh pengamatan peneliti. Sebut saja

misalnya Agra, seorang anak yang senang sekali memainkan pensil di kertas putih

walaupun yang dia lakukan belum memiliki arti yang jelas. Namun

kecenderungannya yang selalu senang melakukan kegiatan seperti itu,sepertinya

kecerdasan kinestetik melukis ada padanya. Harapan dan optimisme terhadap

mereka seakan tidak hanya harapan kosong tetapi bisa menjadi kenyataan yang

mengubah hidup mereka. Membandingkan 2 orang anak di Rumah Pintar ketika

mereka memainkan puzzle. Anak yang satu acuh tak acuh dengan permainannya.

Ketika dia memasukkan pasangan ke dalam puzzle walaupun tidak cocok maka

dia pikir itu sudah selesai. Guru harus mengulang-ulang mengatakan pada anak itu

bahwa bukan itu pasangannya. Kemudian dia mencoba lagi dan belum cocok,

coba lagi dan cocok. Kemudian dia akan berhenti meletakkan pasangan lainnya

sampai guru mengatakannya kembali. Duduk di sebelahnya, seorang anak

memainkan 3 buah puzzle yang berbeda yang pasangannya dicampuradukkan.

(33)

letakkan salah dan dia akan mencari sendiri pasangan yang cocok tanpa harus

diperintah oleh gurunya lagi. Dia cari hati-hati, dia coba dan jika belum tepat

maka akan dia cari kembali sampai menemukan pasangan yang tepat. Perbedaan

ini memberikan pemahaman peneliti terhadap anak autis. Ternyata anak-anak

autis kuat dalam dalam ingatan atas apa yang dia ketahui dan konsisten dengan

apa yang telah dilakukan. Orangtua mengakui dalam jawaban angket bahwa anak

autis memang kuat dalam ingatan yang sudah diketahuinya. Dalam menjawab

pernyataan “anak autis sangat kuat dalam kemampuan logika, ingatan dan

konsistensialisme“ 15% mengatakan sangat setuju, 60% setuju dan 25%

mengatakan tidak setuju.Kalau kita gabungkan ada 75% yang setuju akan

pernyataan ini. Dengan pernyataan ini jelas sekali kalau anak autis itu bukanlah

tidak mempunyai kemampuan hanya perlu di latih. Sedangkan 25% tidak setuju

bukan berarti pernyataan ini gagal. Banyak hal yang bisa kita pahamai kalau tidak

semua anak autis itu mempunyai kemampuan kognitif. Memang sebagian anak

autis itu mempunyai kemampuan kognitif dibawah sekali. Fakta yang lain lagi

yang sejalan dengan keterangan diatas adalah mereka disiplin dengan apa yang

telah diajarkan dan telah diketahuinya. Untuk pernyataan anak autis sangat

displin dengan apa yang diajarkan kepadanya65 % mengatakan setuju yang yang terbagi dalam 15% sangat setuju dan 50% setujuserta 35% mengatakan tidak

setuju. Kondisi ini mengatakan bahwa sangat sulit melihat dan memastikan perkembagan anak autis. Kesulitan ini tetap memberi peluang karena dari jawaban

responden masih lebih banyak yang optimis dengan kemampuan anak mereka.

(34)

membangunkan mimpi untuk melihat kenyataan bahwa nantinya akan ada anak

yang menggantikan Albert Einstein, seorang anak autis yang menjadi seorang

ahli. Persoalannya adalah bagaimana agar semua harapan ini bisa menjadi

kenyataan.

Salah satu hambatan bagi anak autis adalah ketidakselarasan pikiran dan

perilaku mereka. Diyakini bahwa keselarasan ini harus mereka miliki agar potensi

yang ada dalam diri mereka bisa mereka nyatakan melalui tangan dan tubuh

lainnya. Mewawancarai beberapa orangtua meyakinkan dan menumbuhkan

kepercayaan kalau keselarasan pikiran dan perilaku itu bisa dibentuk dalam diri

anak autis. Cara yang mereka lihat mampu melakukannya adalah terapi bermain

yang bisa meningkatkan kecerdasan kinestetik anak autis yang akan berpengaruh

pada keselarasan pikiran dan perilaku anak. Ibu Ana sebagai ketua Yayasan

Rumah Pintar ini dalam wawancara menyebutkan bahwa “bermain secara teratur

dapat menjadi pola bagi hidup anak yang kemudian akan meningkatkan

kecerdasannya”. Para orangtua setuju bahwa dengan kecerdasan kinestetik yang

dilatih dengan bermain akan menyelaraskan pikiran dan perilaku anak autis.

Kecerdasan kinestetik jasmani tidak terlepas dari dunia bermain yang

menonjolkan kemampuan fisik seseorang. Bermain sangat identik dengan

kehidupan anak-anak. Dunia anak sepertinya hambar tanpa adanya permainan

dalam hidupnya. Bagi anak-anak autis bermain itu juga sesuatu yang

menyenangkan, namun bagi anak autis bermain itu membutuhkan pertolongan

(35)

orang lain, anak autis bisa bermain dan mengembangkan kemampuan kinestetik

jasmaninya sendiri.

Dalam pengakuan para orangtua dan guru banyak sekali pengaruh

permainan dalam menjadikan anak mereka lebih lugas dari sebelumnya dalam

melakukan sesuatu hal secara mandiri. Dalam wawancara dengan ibu Nur jelas

dikatakannya “ setelah mendapat terapi bermain anak saya mulai mampu

mengambil gelas sendiri untuk minum” Memang para orangtua menyadari bahwa proses yang harus dilalui oleh anak mereka sangatlah sulit dan membutuhkan

kerja keras baik oleh anak itu sendiri maupun dari pihak guru. Keberadaan anak

autis menjadikan proses bermain itu kadang menjadi sesuatu yang sulit sekali bagi

mereka. Kita berikan contoh, bagi anak normal misalnya bukanlah sesuatu yang

menyulitkan bagi kebanyakan mereka ketika berjalan diatas sehelai papan. Bagi

anak autis pada umumnya itu membutuhkan keberanian, fokus dan keseimbangan

yang terlatih. Begitu juga ketika mereka (anak autis) diperintah untuk melewati

lingkaran-lingkaran kecil dengan satu kaki merupakan perjuangan yang sangat

berat. Proses yang akan dilalui oleh anak ketika bermain selain secara otomatis

menguatkan dan melatih kelugasan tubuhnya namun akan membantu juga untuk

mensinkronkan pikiran dan perilaku mereka. Secara sederhana ketika anak autis

itu bermain tentu dengan pertolongan guru, hal pertama yang akan diterimanya

adalah perintah. Perintah melempar bola, menendang bola, berjalan diatas sehelai

papan, atau juga berjalan didalam lingkaran yang dibentuk. Perintah ini bila

dilakukan secara berulang-ulang akan masuk juga kedalam otak si anak sehingga

(36)

contoh bagaimana melakukannya. Keselarasan perintah yang diterima dengan apa

yang dilihat sebagai contohnya akan membentuk pola bagi anak sehingga ketika

perintah itu diulang lagi maka anak akan berpikir untuk melakukan seperti yang

dicontohkan. Dengan latihan yang sungguh akan terus membentuk keselarasan

pikiran dan perilakunya. Melatih anak autis itu sebaiknya tidak hanya dilakukan

oleh pihak sekolah tetapi juga termasuk di lingkungan rumah mereka, yang

sebaiknya juga menjadikan terapi bermain sebagai aktifitas mereka untuk

meningkatkan kecerdasan kinestetik anak yang akan menjadikan pemikiran yang

selaras bagi sianak.

Ada beberapa stimulus gerak untuk meningkatkan kecerdasan kinestetik

jasmani anak autis yang akan menyelaraskan pikiran dan perilaku mereka.

1. Aktivitas menggerakkan tali/pita secara bebas,memasukkan benang ke dalam

jarum, melempar dan menangkap bola, menendang dan menghentikan bola..

Hal ini tentu melatih koordinasi mata, tangan dan jari. Jika koordinasi ini

tidak tepat maka benang tidak akan bisa masuk ke dalam lubang guli-guli

tersebut. Menendang bola misalnya jika koordinasi otak, mata dan kaki tidak

sinkron maka kaki tidak akan mengenai bola ketika ditendang. Bagi anak

autis dalam pengamatan peneliti hal ini perlu latihan yang terus-menerus.

Latihan yang terus-menerus itu terbukti menjadikan anak autis mampu

(37)

Gambar 10: Anak memasukkan benang ke dalam bulatan kecil

2. Aktivitas stimulasi kecerdasan kinestetik gerak kelincahan untuk anak autis

antara lain adalah berlari bolak-balik memindahkan balok/abjad dan menari

mengikuti irama musik. Sebagai contoh misalnya anak diperintah untuk

berlari di dalam lingkaran yang dibentuk di arena bermain. Ketika si anak

berhasil berlari sampai ke ujung dia harus mengambil bagian dari puzzle yang

akan diletakkan di bagian yang tepat. Kemudian dia kembali berlari ke ujung

yang satu untuk melakukan hal yang sama. Kecepatan dan ketepatan menjadi

sumber keberhasilan melakukan kegiatan ini.

Gambar 11: Seorang guru mendampingi anak bermain berlari bolak-balik melewati lingkaran untuk memainkan bagian-bagian puzzle

3. Aktivitas stimulasi kecerdasan kinestetik koordinasi mata dan tangan

(keterampilan) antara lain adalah permainan puzzle, melukis, membuat bola

(38)

disebut diatas tiba di sekolah anak-anak akan diberikan pekerjaan untuk

melepaskan sepatu dan kaos kaki dan meletakkannya ditempat yang telah

disiapkan untuk masing-masing anak. Sepulang sekolah anak akan diperintah

untuk kembali memakai kaos kaki dan sepatu masing-masing yang diambil

dari tempat sepatu masing-masing. Memakai sepatu dan mengikat tali tentu

sangat membutuhkan keselarasan otak, mata dan tangan. Memang dalam

pengamatan peneliti banyak anak yang kesulitan dalam melakukannya. Bagi

anak-anak yang mengalami kesulitan akan menerima bantuan dari guru.

Sementara itu sebagian anak telah mampu melakukannya dengan cepat dan

tepat.

Gambar 12: Tempat sepatu setiap anak

4. Aktivitas stimulasi kecerdasan kinestetik berupa gerak keseimbangan antara

lain adalah berjalan pada papan titian, berjalan dengan membawa buku di atas

kepala dan menirukan gerakan pesawat terbang. Berjalan diatas sehelai papan

titian, merupakan hal yang sulit bagi anak autis. Menjaga keseimbangan

tubuh bagi sebagian anak merupakan sesuatu yang sangat sulit dilakukan.

Guru harus membantu anak berlatih bermain dengan berjalan diatas papan

(39)

Menjaga keseimbangan ini tentu membutuhkan koordinasi yang kuat antara

otak, kaki dan papan titian. Belum lagi melawan ketakutan walaupun papan

titian itu hanya setinggi ½ meter saja.

Gambar 13: Papan titian

3.3.2 Pembahasan dan Analisa.

Dengan hasil penelitian diatas ditemukan peran kecerdasan kinestetik

jasmani untuk menyelaraskan pikiran dan perilaku anak autis yang diinterpretasi

dan analisa sebagai berikut .

Mengembangkan kemampuan kinestetik merupakan suatu keharusan demi

pengembangan seluruh kecerdasan anak. Kecerdasan kinestetik adalah

kemampuan menyelaraskan pikiran dengan badan sehingga apa yang dikatakan

oleh pikiran akan tertuang dalam bentuk gerakan-gerakan badan yang indah,

kreatif, dan mempunyai makna. Penjelasan kecerdasan kinestetik jasmani

dikemukakan oleh Armstrong yang menyatakan bahwa kecerdasan kinestetik

(40)

mengekspresikan ide dan perasaan serta keterampilan menggunakan tangan untuk

menciptakan atau mengubah sesuatu.12

Mengubah sesuatu dan menjadikannya mempunyai makna merupakan hal

yang penting dalam kecerdasan kinestetik ini terutama bagi anak autis. Banyak

sekali gerakan anak autis yang tidak bermakna yang tentu bukan hasil dari

keselarasan pikirannya. Ketika gerakannya bermakna hal itu menjadikan gerakan

itu sebagai sebuah seni yang pantas untuk diapresiasikan. Ketika gerakan itu

menjadi seni maka gerakan itu menjadikan seseorang yang melakukannya menjadi

ahli didalam gerakan tersebut. Hal inilah yang harus dicapai untuk menjadikan

anak autis menjadi ahli didalam melakukan gerakan yang bermakna. Kecerdasan

kinestetik adalah keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan

ide dan perasaan, keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan

sesuatu,dan kemampuan fisik untuk mengatakan sesuatu. Hal senada dikatakan

oleh Gardner yang mengemukakan bahwa kecerdasan kinestetis jasmani adalah

kemampuan menggunakan seluruh tubuh dan komponennya untuk memecahkan

permasalahan, membuat sesuatu atau menggunakan beberapa macam produksi,

dan kordinasi anggota tubuh dan pikiran untuk menyempurnakan penampilan

fisik.13 Dengan sempurnanya penampilan fisik maka gerakan-gerekan bermakna

itu menjadi seni yang tinggi.

Kecerdasan kinestetik lebih menekankan pada kemampuan seseorang

dalam menangkap informasi dan mengolahnya sedemikian cepat, lalu

12

Amstrong. Thomas Ph.D., (2002) :Kinds Of Smart, Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence, Gramedia, Jakarta, hal. 33.

13

(41)

dikonkritkan dalam wujud gerak, yakni dengan menggunakan badan, tangan dan

kaki. Proses kerja kecerdasan kinestetik harus distimulasi secara

berkesinambungan dengan aktivitas dan permainan yang menyenangkan sekaligus

menantang bagi anak. Komponen-komponen inti dari kecerdasan kinestetik adalah

kemampuan fisik yang spesifik seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan,

kekuatan, kelenturan dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsang.

Senada dengan pembahasan diatas, Musfiroh menyebutkan bahwa kecerdasan

gerak-kinestetik jasmani berkaitan dengan kemampuan menggunakan gerak

seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaannya serta keterampilan

menggunakan tangan untuk mencipta atau mengubah sesuatu.14 Gardner juga

mendukung pernyataan ini dengan menyebutkan bahwa kecerdasankinestetik ini

meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan,

keterampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dan keakuratan menerima

rangsang, sentuhan, dan tekstur. Menurut Einon bentuk kecerdasan kinestetik

memungkinkan terjadinya kecerdasan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan

dalamaktifitas seperti menari, olah raga dan drama.15 Kecerdasan kinestetik adalah

kemampuan untuk mengolah tubuh serta melakukan pekerjaan yang

membutuhkan keterampilan anggota tubuh tertentu. Tanpa keselarasan tidak

mungkin gerakan-gerakan itu terbentuk menjadi gerakan-gerakan yang bermakna.

14

Musfiroh.Tadkiroatun., (2008) : Cerdas Melalui Bermain, Cara Pengasuh Multiple Intellegences Pada Anak Usia Dini, Tiara Wacana, Yogyakarta, hal. 50.

15

(42)

Kecerdasan kinestetik jasmani menyelaraskan pikiran dan perilaku anak autis bisa

diuji dalam gerakan tangan dan tubuh mereka yang bermakna.

Stimulasi kecerdasan kinestetik merupakan salah satu bentuk stimulasi

yang sangat penting karena menentukan kecerdasan yang lain.Stimulasi ini

dilakukan dengan bermain seperti yang dikatakan oleh Catron dan Allen bahwa

kegiatan bermain mempengaruhi aspek perkembangan anak seperti kesadaran diri,

emosional, komunikasi, kognisi, dan ketrampilan motorik.16 Dalam bermain,

respon yang ditunjukkan oleh anak merupakan gerakan otot-otot tubuh sebagai

akibat dari adanya perintah dari sel saraf pusat (otak). Itulah yang kita

kecerdasan kinestetik anak autis itu harus dilatih karena sangat bermanfaat bagi

banyak kecerdasannya. Sebelum merespon perintah tentu kognitif si anak akan

dilatih terlebih dahulu. Bagi anak autis pelatihan ini bisa dilakukan berulang demi

keberhasilannya namun tergantung pada kepekaan kognitif si anak. Pelatihan ini

dilakukan dengan bermain karena dengan bermain inilah anak autis berusaha

melatih koordinasi kognitif, otot dan gerak. Bentuk permainan itu menurut Wiyani

ada seperti permainan fungsional yang merupakan dasar kecerdasan kinestetik

dengan melakukan gerakan otot berulang-ulang.17 Ada juga permainan konstruktif

yang melatih kemampuan motorik halus dengan kegiatan menggambar dan

melukis. Tidak jauh dari apa yang disebut oleh Solehuddin mengatakan bahwa

salah satu tujuan dari bermain adalah mengembangkan ketrampilan-ketrampilan

16

Catron. Carrol. E & Allen. Jan., (1999) :Early Childhood Curriculum : A Creative Play Model,

Merill Prentice Hall, New Jersey, hal. 76.

17

(43)

motorik anak.18 Sebab dalam bermain biasanya mendorong anak untuk bergerak,

seperti melompat, menari, berputar,dll. Dengan pemahaman tersebut bermain itu

merupakan stimulus meningkatkan kecerdasan kinestetik. Dalam hal ini

permainan yang fungsional dan konstruktif agar morik kasar dan halus semua

dapat befungsi dengan baik.

Tidak ada respon gerakan yang tidak melalui perintah dari otak,kecuali

gerak refleks atau gerakan spontan otot-otot tubuh seperti gerakan tangan yang

cepat karena tersundut rokok atau gerakan cepat dari otot-otot kaki karena paku

terinjak. Oleh sebab itu, jika stimulasi kinestetik yang kita berikan pada anak

autisbanyak melibatkan gerakan otot-otot tubuh, maka akan semakin banyak pula

sel-sel otak yang terstimulasi dan dengan demikian semua potensi kecerdasan

yang berada di seluruh lapisan otak itu akan ikut tumbuh dan berkembang. Begitu

banyak potensi perkembangan kecerdasan bagi anak kalau kecerdasan

kinestetiknya bisa berkembang dengan baik.

Pada hakikatnya, sel-sel otak sangat peka terhadap gerakan-gerakan

otot-otot tubuh. Gerakan tubuh sangat efektif untuk memperbaiki sel-sel otak yang

rusak. Sebagai contoh misalnya kalau ada kecelakaan yang mengakibatkan adanya

kerusakan pada sel-sel yang rusak. Setelah mendapat pengobatan medis

penyembuhan yang signifikan itu adalah melalui gerakan tubuh yang terlatih.

Begitu juga pada bagian tubuh yang rusak misalnya bisa dilatih dengan gerakan

tubuh yang teratur. Tidak ada obat sehebat apapun di dunia ini yang dapat

18

(44)

menyembuhkan sel-sel otak yang telah rusak yang mengakibatkan terjadinya

kelumpuhan pada sebagian anggota tubuh, dengan terapi gerakan, sel-sel otak

yang rusak tadi akan berangsur-angsur pulih dan anggota tubuh yang lumpuh

itupun akan sembuh dan bahkan akan kembali normal jika kerusakannya tidak

terlalu parah. Paradigma kecerdasan majemuk melihat kecenderungan bergerak

sebagai kecerdasan dan disebut kecerdasan kinestetik. Kecerdasan kinestetik ini

sangat menolong anak autis untuk hidup atau bergerak di dalam pola yang teratur.

Dalam kecerdasan kinestetik jasmani, komunikasi itu utamanya akan terlihat

melalui gerakan-gerakan tubuh atau otot. Seperti disebut diatas gerakan otot itu

disebabkan adanya perintah dari otak yang mana otak juga mendapat perintah dari

luar melalui bahasa lisan dan gerak.

3.4. Refleksi Teologis

Tidak dapat dipungkiri bahwa kesedihan orangtua yang anaknya sendiri

diketahui autis sangatlah wajar. Semua orangtua menginginkan anak yang

dilahirkannya menjadi anak yang normal, sehat, pintar dan berbakat. Anak yang

lahir seperti ini akan menjadikan orangtuanya bangga telah memiliki anak yang

luar biasa? Dengan kenyataan bahwa anak yang dikasihinya adalah autis, maka

akan ada kesedihan, bergumul dan penuh dengan pertanyaan. Bertanya pada diri

sendiri, bertanya pada keluarga dan bertanya pada Tuhan. Kenapa harus aku yang

diberikan beban seberat ini? Tidak sedikit juga keluarga berpikiran bahwa autis itu

berhubungan dengan kesalahan atau dosa masa lalu. Hal ini sangat menyiksa,

Gambar

Gambar 1:Rumah Pintar Togaten Salatiga
Gambar 2: Anak yang lebih suka diam
Gambar 3: Anak yang berusaha melewati lingkaran-lingkaran kecildan guru yang sedang mengajar murid berbicara
Gambar 4: Guru mengalami kesulitan di dalam menyatukan anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Responden diminta untuk menjawab 8 butir pernyataan dengan menggunakan teknik pengukuran skala likert yang terdiri dari (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju,

Untuk item pernyataan yang tergolong unfavorable yaitu jika subyek menjawab Sangat Setuju (SS) nilainya 1, jawaban Setuju (S) nilainya 2, jawaban Tidak Setuju (TS)

Berdasarkan tabel III.18 dapat dijelaskan bahwa pernyataan kuesioner motivasi kerja pada nomor 3 diketahui bahwa responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 15 orang

Dari instrumen pernyataan 2 sebanyak 5 responden menjawab sangat setuju (SS), dan 25 responden menjawab setuju (S).Dari jawaban responden tersebut dapat

Berdasarkan Pernyataan 1 Responden yang menjawab sangat setuju sebesar ( 39.0% ). Dan tidak ada Responden yang Menjawab sangat tidak setuju. Hal ini menunjukan Responden

Untuk favourable skor 1 jika responden sangat tidak setuju terhadap pernyataan, skor 2 jika responden tidak setuju dengan pernyataan, skor 3 jika responden ragu-ragu

Dari hasil perhitungan kuesioner pada 4 pernyataan Kinerja Keuangan, sebanyak 40 responden mayoritas menjawab setuju dan sangat setuju dengan hasil perhitungan sebesar 84,75%

tanggapan responden tentang pernyataan pada kuisioner item X5 adalah sebagai berikut: Responden yang menjawab sangat setuju dan setuju sebanyak 75.8%, netral sebanyak