• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T2 752013004 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konflik 1999 T2 752013004 BAB IV"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

61 BAB IV

ANALISA PANDANGAN MASYARAKAT NEGERI RUMAHTIGA TENTANG KEBERSAMAAN DALAM FALSAFAH SAGU SALEMPENG

PATAH DUA PASCA KONFLIK 1999

A. Pendahuluan

Falsafah sagu salempeng patah dua sudah lama hidup dan menjadi

bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Maluku. Sama halnya

dengan masyarakat Maluku pada umumnya, masyarakat Negeri Rumahtiga juga

telah menjadikan falsafat sagu salempeng patah dua sebagai pola hidup mereka

dalam membina hubungan yang baik sebagai wujud hidup orang bersaudara.

Sebagai sebuah falsafah hidup, sagu salempeng patah dua telah berhasil

menciptakan sebuah pola hidup yang rukun dan saling mempedulikan antara

satu dengan yang lainnya, bukan hanya kepada yang seiman ataupun satu suku

tertentu melainkan kepada yang berbeda iman maupun suku. Sagu salempeng

patah dua adalah simbol hidup berbagi yang telah menjadi identitas masyarakat

Maluku. Falsafah sagu salempeng patah dua dapat mempersatukan kehidupan

orang Maluku. Hal ini telah banyak diuraikan penulis dalam bab III sesuai

dengan hasil wawancara yang diakukan terhadap beberapa narasumber yang

tinggal di Negeri Rumahtiga.

Negeri Rumahtiga adalah salah satu daerah yang hancur akibat konflik

kemanusiaan pada tahun 1999 yang terjadi di Maluku. Fenomena yang terjadi ini

(2)

62

salempeng patah dua yang dulunya dapat mempersatukan kehidupan masyarakat

Negeri Rumahtiga, baik itu antara orang Muslim dan orang Kristen, jika

diperhadapakan dengan kenyataan sekarang, dalam hal ini pasca konflik 1999.

Penulisan berikut ini adalah analisis terhadap pemahaman masyarakat

Negeri Rumahtiga tentang kebersamaan dalam falsafah sagu salempeng patah

dua pasca konflik 1999, dengan tujuan untuk melihat bagaimana cara pandang

masyarakat Negeri Rumahtiga tentang kebersamaan dalam falsafah sagu

salempeng patah dua pasca konflik 1999 sesuai dengan data yang diperoleh

pada bab III di atas, selanjutnya akan dilihat bagaimana eksistensi falsafah ini

dalam kehidupan bermasyarakat Negeri Rumahtiga apakah falsafah ini masih

tetap dipertahankan? Ataukah perwujudan falsafah ini mulai ditinggalkan?

B. Analisa Pandangan Masyarakat Negeri Rumahtiga Tentang Kebersamaan Dalam Falsafah Sagu Salempeng Patah Dua Pasca Konfik 1999.

Falsafah sagu salempeng patah dua merupakan identitas orang Maluku

yang telah ada sejak masa lampau. Hal ini diakui oleh sejumlah narasumber

yang berasal Negeri Rumahtiga. Negeri Rumahtiga merupakan salah satu daerah

yang terkena konflik sejak tahun 1999. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

penulis jelaskan pada bab III, maka pada bagian ini, akan dilakukan proses

identifikasi berdasarkan pandangan Emile Durkheim tentang solidaritas sosial

(3)

63

Rumahtiga tentang kebersamaan dalam falsafah sagu salempeng patah dua

pasca konflik 1999 yang terjadi di Maluku.

Masyarakat adalah makhluk individu sekaligus juga makhluk sosial.

Demikian bahwa dalam dirinya mengandung hakekat, yang oleh Durkheim

disebut sebagai homo duplex.1 Meskipun demikian, hakekat sosialis masyarakat

lebih menguasai seluruh keberadaannya, sehingga deminya manusia rela

mengorbankan kedirian dan kepentingan jasmaniah sendiri. Masyarakat Negeri

Rumahtiga yang hidup di tengah masyarakat yang plural dalam suku, bahasa,

agama dan lain-lain, tetap memiliki ciri khas yang umumnya terjadi pada

masyarakat Maluku yaitu hidup dalam falsafah sagu salempeng patah dua.

Falsafah sagu salempeng patah dua dipahami sangat dalam oleh orang

Maluku terkhususnya masyarakat Negeri Rumahtiga. Lahirnya pemahaman

tersebut didasarkan oleh berbagai peristiwa saling peduli, saling berbagi dan

lainnya sejak masa lalu yang dilakukan oleh generasi ke generasi. Secara

sederhana, sagu salempeng patah dua merupakan salah satu falsafah yang sudah

terikat dalam kehidupan masyarakat Negeri Rumahtiga. Aktualisasi nilai

falsafah sagu salempeng patah dua bagi keseharian masyarakat Negeri

Rumahtiga adalah merupakan warisan nenek moyang yang sudah diyakini sejak

dahulu secara turun temurun sangat membantu mereka untuk mengembangkan

kehidupan yang lebih baik dalam kebersamaan yang saling tolong menolong,

berbagi dan saling melayani. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa

1

(4)

64

falsafah sagu salempeng patah dua merupakan salah satu simbol solidaritas

sosial.2

Masyarakat Negeri Rumahtiga pada awalnya termasuk masyarakat

mekanik, di mana orang-orang yang tinggal disitu mempunyai banyak

kesamaan, baik itu dari segi pekerjaan, kepercayaan, suku maupun budaya dan

dalam masyarakat tersebut telah hidup falsafah sagu salempeng patah dua yang

menjadi pola hidup yang mengatur tatanan kehidupan sosial masyarakat Negeri

Rumahtiga. Hal tersebut berarti bahwa dalam falsafah sagu salempeng patah

dua yang dijadikan sebagai pola hidup masyarakat Negeri Rumahtiga

menunjukkan adanya kekuasaan masyarakat terhadap individu, karena sagu

salempeng patah dua itu tercipta dari kesadaran kolektif masyarakat Negeri

Rumahtiga.

Dalam melihat fenomena ini, Durkheim menggunanakan istilah

solidaritas mekanik untuk menganalisa masyarakat secara keseluruhannya.

Kesadaran kolektif bersama yang menyadarkan pada totalitas kepercayaan dan

sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama.

Solidaritas mekanis merupakan sesuatu yang bergantung pada individu-individu

yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola norma

yang sama pula. Oleh karena itu sifat individualitas tidak berkembang,

individual ini terus-menerus akan dilumpuhkan oleh tekanan yang besar untuk

suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap dan tingkah laku

mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

2

(5)

65

Mengacu pada pemahaman tersebut, maka pemikiran Durkheim bahwa

masyarakat yang hidup sebagai makhluk sosialis akan berinteraksi satu dengan

yang lain. Hal tersebut terjadi karena kesadaran kolektif yang telah mengikat

mereka. Akan tetapi bagi Durkheim, kebersamaan yang tercipta dalam

kehidupan masyarakat bukanlah sebuah kontrak sosial yang dibuat oleh mereka,

melainkan kesadaran kolektif mereka.3

Masyarakat Negeri Rumahtiga dulunya hidup secara homogen yang pada

dasarnya memiliki kesamaan dalam berbagai aspek seperti suku, agama, budaya

yang terbentuk oleh kesadaran koletif dimana falsafah sagu salempeng patah

dua dijadikan sebagai pola hidup bersama dalam membina kehidupan sosial.

Kesadaran kolektif inilah yang membuat masyarakat Negeri Rumahtiga hidup

berinteraksi tanpa mempedulikan lagi kepentingan pribadi secara individu,

melainkan lebih secara umum atau kolektif. Hal inilah yang mendasari

kehidupan masyarakat Negeri Rumahtiga yang mencerminkan solidaritas sosial

yang menurut Emile Durkheim lebih menunjuk pada suatu keadaan hubungan

antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada persamaan moral dan

kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional

bersama.

Seiring perkembangan Zaman, telah terjadi pembauran dalam masyarakat

Negeri Rumahtiga. Namun Solidaritas sosial dalam Masyarakat Negeri

Rumahtiga tetap ada dan dipraktekan di antara sesama mereka masyarakat

Negeri Rumahtiga, selain itu hal tersebut juga dipraktekan bagi setiap orang

3Ibid.,

(6)

66

yang berada di dalam Negeri Rumahtiga meskipun merupakan warga pendatang,

karena Solidaritas sosial yang dipraktekan bukan berdasarkan hubungan secara

kekeluargaan maupun kekerabatan atau hubungan satu darah dan satu keturunan

suku saja, melainkan kepada seluruh masyarakat. Oleh karena itu, solidaritas

sosial yang kuat tersebut telah menjadi identitas bagi kehidupan masyarakat

Negeri Rumahtiga.

Melalui aktualisasi falsafah sagu salempeng patah dua yang

memperlihatkan solidaritas sosial yang kuat dari masyarakat Negeri Rumahtiga

telah menunjukkan terjalinnya sebuah hubungan perasaan moral, keyakinan

bersama yang diperkuat dengan pengalaman emosional pula. Dengan demikian,

melakukan praktek falsafah sagu salempeng patah dua bagi masyarakat Negeri

Rumahtiga, berarti mereka telah ikut mempertahankan dan melestarikan

pengalaman berharga dari para nenek moyang secara turun temurun bagi

keberlangsungan hidup bersama kelompok masyarakat.

Di lain sisi, sadar maupun tidak, falsafah ini telah mengalami pergeseran

dalam kehidupan masyarakat Maluku khususnya dalam Negeri Rumahtiga yang

menyebabkan aktualisasi nilai dari falsafah ini hampir tidak diwujudkan lagi

dalam kehidupan sekarang. Proses pergeseran ini tidak terjadi dengan

sendirinya, ada beberapa faktor yang membuat sehingga pergeseran terhadap

aktualisasi nilai falsafah sagu salempeng pata dua ini terjadi, salah satu

diantaranya yaitu terjadinya pembauran etnik dalam kehidupan masyarakat

Negeri Rumahtiga. Tidak dapat dipungkiri bahwa proses pembauran etnik

(7)

67

dari falsafah sagu salempeng pata dua. Hal tersebut terlihat jelas bahwa jumlah

warga pendatang lebih banyak daripada warga asli, dari sini terlihat bahwa

masyarakat yang tinggal sekarang dalam Negeri Rumahtiga bukan saja warga

asli Negeri Rumahtiga yang dulunya hidup dan mempraktekan falsafah sagu

salempeng pata dua tetapi juga ada warga pendatang. Warga Rumahtiga yang

sekarang hidupnya sudah berbeda, perbedaannya nampak jelas ketika sudah

banyak warga Rumahtiga yang keluar untuk bersekolah di luar daerah, oleh

karena itu secara otomatis ketika dia keluar daerah maka dia akan berjumpa

dengan budaya lain dan menerima informasi atau pengetahuan yang dipandang

efektif untuk menambah wawasan sehingga telah mengubah pemahaman mereka

bahwa sagu salempeng pata dua bukanlah satu-satunya yang efektif dalam

menjalani hidup. Dari sinilah dapat mengubah mereka menjadi individualistik.

Selain itu, ada juga orang pendatang yang tinggal serta menjadi warga

Rumahtiga. Mereka berasal dari suku dan agama yang berbeda, maka secara

otomatis tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi pembauran budaya dan nilai.

Oleh karena itu, bisa saja pola hidup dan budaya yang dibawa oleh para

pendatang justru lebih mendominasi budaya asli Negeri Rumahtiga. Hal tersebut

juga dapat diperparah ketika isu sentimen agama menjadi perdebatan dalam

kehidupan sosial masyarakat Negeri Rumahtiga. Hal inilah yang dapat

menimbulkan konflik serta menjadi ancaman terhadap aktualisasi nilai dari

falsafah sagu salempeng patah dua.

Falsafah sagu salempeng patah dua adalah sebuah sistem saling berbagi,

(8)

68

Maluku khususnya Negeri Rumahtiga dalam memenuhi berbagai kebutuhan

hidup dan atau mencapai tujuan hidup tertentu. Pemaknaan sagu salempeng

patah dua merupakan penghayatan yang mendalam terhadap warisan turun

temurun nenek moyang. Penghayatan tersebut merupakan kesadaran kolektif

masyarakat bahwa falsafah sagu salempeng patah dua sangat bermakna bagi

kehidupan sosial masyarakat.

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh ternyata terjadi perubahan

pemahaman masyarakat Negeri Rumahtiga terhadap aktualisasi nilai falsafah

sagu salempeng patah dua. Hal ini dikarenakan juga oleh faktor modernisasi

yang membuat setiap warga Negeri Rumahtiga harus bekerja untuk memenuhi

kebutuhan hidup mereka, dengan kata lain masyarakat Negeri Rumahtiga sudah

ada dalam pembagian kerja, hal ini yang disebut oleh Durkheim sebagai

solidaritas sosial organik.4

Ini menunjukan bahwa adanya perubahan yang terjadi dalam masyarakat

Negeri Rumahtiga yaitu perubahan dari masyarakat yang dulunya homogen

(mekanik) menjadi masyarakat yang heterogen (organik) seperti pada data yang

dipaparkan oleh penulis pada bab III. Jika demikian maka dapat dipastikan

bahwa ketika mereka berada dalam pembagian kerja, maka mereka akan lebih

disibukkan dan berkonsentrasi dengan rutinitas pekerjaan masing-masing.

Individu mulai fokus untuk apa yang dia kerjakan bahkan alur atau cara

berpikirnya yang dibangun pun terarah berdasarkan situasi dimana individu

bekerja, bahkan ia hanya dipaksakan untuk fokus kepada satu pekerjaan, hal

4Ibid

(9)

69

tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kesadaran kolektif yang dianggap

kurang penting lagi untuk keteraturan sosial dan konsekuensi yang dapat

ditimbulkan adalah sikap individualistis yang semakin kuat dari individu secara

pribadi.

Namun dengan pembagian kerja tersebut individu akan memiliki

spesialisasi dan lebih otonom serta saling tergantung antara satu dengan yang

lainnya. Saling ketergantungan yang dimaksudkan oleh Durkheim adalah

ketergantungan secara fungsional, contohnya seorang PNS memerlukan hasil

panen dari petani untuk makan, begitupun seorang petani memerlukan guru

untuk mengajari anaknya di sekolah dan lewat sikap saling ketergantungan ini

maka solidaritas sosial tetap ada, inilah yang disebut Durkheim sebagai

solidaritas sosial organik.5

Dari penjelasan tersebut, bila melihat realita kehidupan masyarakat

Negeri Rumahtiga, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Negeri Rumahtiga

telah mengalami perubahan dari masyarakat mekanik menjadi masyarakat

organik di mana sudah terjadi pembagian kerja dan oleh karena itu orang saling

ketergantungan antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi pembagian kerja itu

telah membuat kesadaran kolektif masyarakat Negeri Rumahtiga mulai

berkurang, tetapi tidak sampai menghilangkan kesadaran kolektif itu sama

sekali, di mana sekarang mereka saling terikat atau peduli antara satu dengan

yang lainnya bukan lagi karena satu adat atau satu leluhur, tapi lebih daripada itu

keterikatan yang terjadi adalah karena secara sadar mereka saling membutuhkan

(10)

70

atau saling ketergantungan secara fungsional antara satu dengan yang lain

misalnya warga asli Rumahtiga bisa saja lebih bergantung kepada warga

pendatang yang bekerja sebagai tukang bangunan untuk membangun rumah

mereka ketimbang warga asli Rumahtiga, hal tersebut memebuat pola hidup

masyarakat berubah sehingga masyarakat Negeri Rumahtiga lebih cenderung ke

ciri masyarakat organik. Inilah yang membuat pemahaman terhadap aktualisasi

nilai sagu salempeng pata dua mulai bergeser.

Dari pernyataan di atas maka dapat dikatakan bahwa di dalam

masyarakat organik masih tetap hidup solidaritas suku atau solidaritas sosial

mekanik, hanya saja tingkat kesadaran kolektif mulai berkurang bahkan

cenderung hilang karena individu lebih otonom. Solidaritas organik tersebut

tidak membuat individu menjadi terpisah sama sekali dari ikatan sosial yang

didasarkan oleh kesepakatan bersama.6 Hal ini juga berarti falsafah sagu

salempeng patah dua memang mengalami pergeseran tetapi tidak ditinggalkan

sama sekali, terbukti dengan masih adanya acara-acara adat yang dilakukan di

dalam masyarakat yang organik itu, serta melibatkan individu-individu yang ada

di dalamnya. Acara-acara tersebut diantaranya ikat tali gandong7 dan makan

patita8. Hal tersebut dilakukan untuk tetap menjaga eksistensi falsafah sagu

salempeng patah dua

6

Emile Durkheim, The Division of Labor In Society,...,172.

7

Ikat tali gandong adalah dialeg Maluku yang menunjuk pada suatu ritual adat yang dilakukan untuk mempererat hubungan persaudaraan antara dua negeri atau lebih.

8

(11)

71

Selain beberapa faktor yang disebutkan oleh penulis, ada juga faktor

yang tidak dapat diabaikan terkait dengan bergesernya aktualisasi nilai dari

falsafah sagu salempeng patah dua. Faktor tersebut adalah konflik. Tidak dapat

dipungkiri bahwa konflik kemanusiaan yang terjadi tahun 1999 di Maluku

termasuk di Negeri Rumahtiga telah merusak tatanan hidup serta nilai-nilai

persaudaraan orang Maluku terkhususnya masyarakat Negeri Rumahtiga yang

telah terbina sangat baik sebelum terjadinya konflik. Konflik yang memakan

banyak korban jiwa maupun materiil ini telah menimbulkan trauma yang

mendalam bagi masyarakat Negeri Rumahtiga, sadar maupun tidak hal tersebut

telah membuat rusaknya nilai-nilai adat yang selama ini telah dipakai sebagai

pola hidup orang bersaudara dalam membina kehidupan sosial masyarakat

Negeri Rumahtiga. Hal ini terbukti dengan masih adanya rasa curiga serta takut

yang mendalam ketika seseorang berada di dalam wilayah yang bukan

merupakan wilayah mayoritasnya. Padahal sebelum terjadinya konflik, hal

semacam ini tidak pernah dirasakan. Orang dapat tinggal dan bergaul dengan

siapa dan dimana saja tanpa memandang suku maupun agama. Dari hal tersebut

terlihat jelas bahwa nilai aktualisasi dari falsafah sagu salempeng patah dua

telah bergeser.

Faktor lain yang mungkin tidak disadari oleh masyarakat Negeri

Rumahtiga tentang bergesernya falsafah sagu salempeng pata dua adalah

hadirnya NKRI, mengapa demikian? Secara tidak sadar, hadirnya NKRI

membuat setiap orang berhak tinggal dimana saja selama itu masih dalam

(12)

72

dulu, sebelum ada NKRI dan undang-undang, orang tidak bisa bebas datang dan

tinggal di suatu tempat tanpa izin dari tua-tua adat setempat, ini menujukkan

bagaimana kehadiran NKRI dengan hukum-hukum positifnya merusak tradisi

dan hukum-hukum adat disuatu tempat terkhususnya di Negari Rumahtiga.

Kalau melihat konteks pembauran yang terjadi di Negeri Rumahtiga,

ternyata telah terjadi perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat

modern yang disebabkan oleh adanya perpaduan tradisi antara masyarakat asli

dan pendatang serta tingkat pembagian kerja yang tinggi. Berdasarkan realita

tersebut, bila dilihat dari kacamata Durkheim, seharusnya terjadi suatu

perubahan dari masyarakat mekanik ke masyarakat organik, hal tesebut

disebabkan oleh pemikiran Durkheim bahwa masyarakat yang diperhadapkan

dengan pembagian kerja itu bisa saling menyatu karena adanya saling

ketergantungan satu dengan yang lainnya, dan dampak dari pembagian kerja

yang berbeda-beda itu adalah otonomi atau kebebasan.

Seharusnya dengan adanya pendatang di Negeri Rumahtiga bisa

memunculkan solidaritas sosial organik, namun pada kenyataannya tidak seperti

yang dibayangkan karena dalam proses perubahan masyarakat Negeri

Rumahtiga dari masyarakat mekanik ke organik terjadi konflik yang disebabkan

oleh hadirnya NKRI yang masih ditunggangi oleh isu agama yang

mengakibatkan proses peralihan dari solidaritas mekanik ke organik tidak

bejalan dengan baik. Jadi, kehadiran republik ini harus kita sikapi dengan baik

secara bersama, apakah Republik ini telah hadir dengan wajah yang nasionalis

(13)

73

membawa persoalan dan kepentingan suatu golongan tertentu yang pada

akhirnya menciptakan konflik?

Bertolak dari pemahaman diatas, maka tulisan Soekarno dalam arsip

nasional RI tentang Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme dapat menjadi suatu

acuan untuk mewujudkan NKRI yang hadir dan berlaku adil di tengah-tengah

masyarakat tanpa ditunggangi oleh kepentingan suatu golongan atau kelompok

tertentu. Dalam tulisannya, Soekarno menjelaskan bahwa Islamiesme, Marxisme

dan Nasionalis bisa bersatu. Persatuan itu dapat terwujud apabila tiap kelompok

bisa meninggalkan kepentingan masing-masing, dengan begitu mereka dapat

membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Walaupun pikiran

masing-masing kelompok berbeda-beda, namun harus memiliki keyakinan

bahwa persatuan tersebut harus tercapai demi kepentingan bersama yaitu

kepentingan bangsa Indonesia. Ketiga paham ini juga harus saling bertukar

pikiran serta saling mengisi satu dengan yang lain agar tercipta rasa persatuan

yang nasionalis tanpa dilatarbelakangi oleh kepentingan-kepentigan kelompok

atau golongan tertentu.9

Dengan tegas dijelaskan pula bahwa Soekarno tidak mengaharapkan

yang Nasionalisme untuk berubah menjadi Islamisme dan Marxisme, atau

mengharapkan Islamisme dan Marxisme itu berbalik menjadi Nasionalisme

melainkan impiannya adalah menciptakan kerukunan antara ketiga golongan

tersebut.10 Sehingga rasa nasionalisme yang diharapkan adalah nasionalisme

9

Soekarno. Arsip Nasional RI, 22.

10Ibid.,

(14)

74

yang tulus dan baik tanpa memiliki niat atau tekad untuk

kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak adil, melainkan menjadi nasionalisme yang

benar-benar nasionalisme yang tidak dicampur adukan dengan

kepentingan-kepentingan dari golongan atau kelompok-kelompok tertentu.

Dari tulisan Soekarno inilah dapat tercermin bagaimana NKRI yang hadir

di tengah-tengah masyarakat itu harus benar-benar menjunjung persatuan

Indonesia, berlaku adil tanpa membedakan suku, agama dan ras tertentu, NKRI

yang hadir itu seharusnya tidak boleh ditunggangi oleh

kepentingan-kepentingan kelompok atau golongan tertentu, dengan begitu impian untuk

Referensi

Dokumen terkait

[r]

proporsi 5% dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan berat mutlak, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, dan efisiensi pakan yang optimal pada budidaya

pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tegal akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara elektronik sebagai berikut :..

Komnas Perempuan menerima laporan dari Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), dari hasil riset dengan University of Oxford dan berbagai pihak lain, berhasil

Penataan situasi sekolah melalui penataan fisik ruang-ruang dan sosio-psikologis terdapat upaya-upaya yang dilakukan agar terwujud tujuan dan maksud tertentu yang

memiliki NPWP dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun pajak terakhir ( SPT tahunan Tahun 2015 ) atau Peserta dapat mengganti persyaratan ini dengan

tahun anggaran 2016 dalam waktu 5 (lima) hari kalender setelah pengumuman pemenang, terhitung mulai tanggal 12 Agustus 2016 sampai dengan tanggal 16 Agustus 2016

Alat ini menggunakan regulator 5V sebagai input untuk melakukan proses switching yang berfungsi untuk mendeteksi tegangan listrik dari PLN yang mengalir pada sistem yang