BAB III
HASIL PENELITIAN MENGENAI
PENGAMPUNAN DALAM MENYIKAPI
PERSELINGKUHAN SUAMI
Bab III ini membahas mengenai data yang ditemui di lapangan. Data yang diperoleh adalah informasi mengenai kondisi keluarga, faktor penyebab
perselingkuhan, dampak perselingkuhan dan alasan serta tahapan pengampunan yang dilalui oleh isteri dalam menyikapi perselingkuhan suami.
Bab sebelumnya telah menggambarkan bahwa hubungan pernikahan itu
sangat dinamis dan komitmen dalam hubungan pernikahan sering diuji oleh berbagai persoalan yang seolah-olah tidak pernah selesai. Dari berbagai persoalan yang ada,
kasus perselingkuhan sering menjadi momok yang menakutkan dan mengancam keharmonisan dan keutuhan keluarga. Bahkan, persoalan perselingkuhan sering
mengarah kepada putusnya hubungan atau perceraian. Oleh karenanya, Whitaker dalam Augsburger menyebut pernikahan sebagai persoalan terbesar yang ada dalam kehidupan.1
Ada banyak orang yang dengan mudah dapat menerima kembali pasangan yang berselingkuh dan hubungan pernikahan dapat dipertahankan, akan tetapi
hubungan yang dijalani tidak dapat berjalan seperti sedia kala. Fife dkk. menegaskan bahwa hubungan dapat bertahan tanpa adanya pengampunan, tetapi tidak akan
1
benar kembali sehat.2 Oleh sebab itu, bagi pasangan yang berhubungan dengan
persoalan perselingkuhan, rekonsiliasi hubungan paska peristiwa perselingkuhan masih mungkin terjadi jika mereka bersedia bekerja dalam proses pengampunan.
Penulis telah melakukan wawancara kepada 25 orang perempuan (istri) di Jemaat Sikakap Gereja Kristen Protestan di Mentawai (GKPM) terkait persoalan pernikahan, perselingkuhan, dan pengampunan. Dari 25 responden, hanya 2 orang
yang tidak ingin mempertahankan pernikahan jika suatu hari menemukan suami memiliki hubungan dengan yang lain. Ada 21 responden menyatakan akan menerima
kembali suami jika terlebih dahulu melewati proses penggembalaan dari gereja. Ada 2 responden yang telah mengalami pengkhianatan dari suami dan mengaku telah
mengampuni suaminya berulang kali karena pengkhianatan yang telah dilakukan berulang kali. Kedua orang responden ini menjadi narasumber dalam penelitian ini. Penelitian tesis ini dilakukan di tempat yang berbeda (rumah narasumber).
3.1. KASUS I
3.1.1. Narasumber dan Kondisi Keluarga3
Narasumber pertama bernama ibu Anna (nama disamarkan). Dia seorang istri dan ibu dari 3 orang anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Ibu Anna berusia 46 tahun.
Dia pernah mengecap pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi swasta di Padang, namun harus berhenti karena alasan keuangan. Ibu Anna lulus tes CPNS Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 2001 untuk formasi SMA. Saat ini dia bekerja sebagai
2
Fife, Weeks, dan Stellberg-Filbert, “Facilitating ……” ,345. 3
staff di Kantor Kecamatan Sikakap. Ibu Anna juga merupakan seorang penatua di
GKPM Jemaat Sikakap. Dia telah melayani selama 6 tahun. Sebelum lulus pada tes CPNS tahun 2002, ibu Anna telah melakukan beberapa pekerjaan yang berbeda,
yakni: sebagai staff di Kantor Desa, Operator boat penyebrangan, Kuli bangunan, dan Pembuat kue.
Ibu Anna adalah anak ke 5 dari 9 orang bersaudara. Dia terlahir dari keluarga
lintas-budaya, ayahnya berasal dari suku Batak, dan ibu berasal dari suku Mentawai. Orangtuanya sangat keras dalam mendidik anak-anak, dan tidak jarang kekerasan
fisik juga dilakukan kepada anak-anak jika anak-anak tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang sudah ditentukan. Selain itu, orangtuanya juga sering terlibat
perkelahian dan terkadang ayahnya melakukan kekerasan fisik terhadap ibunya. Hal ini sering membuat ibu Anna beserta saudaranya merasa ketakutan. Namun, untuk urusan makanan atau kebutuhan sehari-hari, keluarga tidak pernah merasa
kekurangan.
Ibu Anna aktif di gereja sebagai penatua dan juga sebagai anggota dalam persekutuan ibu-ibu di GKPM Jemaat Sikakap. Selain itu, dia juga aktif dalam
kelompok PKK yang dibentuk oleh pemerintahan kecamatan. Hubungan dengan masyarakat setempat sangat baik. Kehidupan spritualnya juga berjalan dengan cukup
baik. Dia sangat yakin bahwa setiap tugas yang diemban saat ini adalah atas ketetapan dan kehendak Tuhan. Dia selalu berusaha untuk melakukan pekerjaannya sebaik mungkin.
kekurangan. Mereka memiliki 2 rumah pribadi yang cukup besar dan anak sulungnya
merupakan lulusan akademi kebidanan swasta di Padang dan saat ini telah menjadi PNS di Kab. Kep. Mentawai. Anak ke duanya sedang kuliah di salah satu Universitas
Kristen di Yogyakarta. Anak ke tiga masih duduk dibangku SD kelas 5 dan anak bungsu duduk di bangku TK. Ibu Anna dan suaminya telah menggadaikan SK ke Bank, namun untuk kebutuhan sehari-hari mereka masih bisa mengatasinya dengan
Tunjangan Daerah yang mereka terima setiap bulan.
Ibu Anna menikah dengan suaminya pada tahun 1990. Suaminya berasal dari
suku Mentawai dan bekerja sebagai PNS di Kota Kabupaten Kepulauan Mentawai, Tuapejat. Pernikahan ibu Anna dan suaminya tidak mendapat restu dari kedua belah
pihak keluarga besarnya. Oleh sebab itu mereka menikah tanpa restu dari orangtua (kawin lari). Hingga saat ini, keluarga dari suaminya tidak terlalu memperdulikan ibu Anna dan anak-anaknya, tetapi sebaliknya keluarga ibu Anna sangat memperhatikan
mereka. Saat ini usia pernikahan ibu Anna bersama suaminya sudah mencapai usia pernikahan perak 25 tahun. Perbedaan lokasi tempat bekerja membuat ibu Anna bersama suaminya harus hidup terpisah. Ini sudah terjadi selama 10an tahun. Namun,
kehidupan ibu Anna sekarang sudah berjalan seperti yang diinginkannya; keluarga yang utuh dan saling menopang satu sama lain.
3.1.2. Pemasalahan dalam Keluarga Ibu Anna dan Faktor-Faktor Penyebab
Perselingkuhan
dan kebutuhan sehari-hari. Mereka saling mendukung untuk setiap pekerjaan yang
mereka lakukan. Tempat tinggal sering berpindah-pindah sampai akhirnya mereka memiliki rumah sendiri. Dalam usia 25 tahun pernikahan mereka, yang sering
menjadi pergumulan dalam kehidupan pernikahan adalah kehadiran pihak ketiga. Hal ini sering sekali membuat ibu Anna merasa terluka dan kecewa. Ibu Anna merasa suaminya adalah tipe pribadi yang tertutup karena ibu Anna berulang kali
mempertanyakan tentang perilaku suaminya yang menyimpang ini, namun jawaban
suaminya selalu saja sama “itu kesalahanku”. Sifat yang tertutup dari suaminya
membuat ibu Anna tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu harus memperbaiki apa dalam hubungan mereka.
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara bersama ibu Anna, dapat diketahui bahwa perbedaan tempat tinggal karena perbedaan lokasi tempat bekerja dapat menyebabkan hubungan komunikasi tidak berjalan dengan baik. Selain itu,
sebagai pribadi yang menikah, kebutuhan seksual juga menjadi tantangan bagi mereka yang tinggal di pulau yang berbeda. Sifat introvert dari suami dapat menyebabkan persoalan perselingkuhan terjadi; ketidakpuasan dalam hal seksual jika
tidak dapat diungkapkan dengan baik kepada istri, maka akan membuat istri tidak mengerti dengan keinginan suaminya. Jika hal ini tidak dapat diatasi maka akan
berujung pada pencarian kepuasan di luar pernikahan.
3.1.3. Dampak Perselingkuhan
sehari-hari seperti ke kantor, ke gereja dan pelayanan. Selain itu, kewajiban untuk
mengurus anak-anak pun menjadi terlupakan. Ibu Anna mengaku bahwa hubungan bersama suaminya sempat renggang, meskipun dia tidak menginginkan perceraian,
namun kehidupan di dalam rumah tidak dapat berjalan seperti sedia kala untuk beberapa waktu. Rasa kepercayaan terhadap pasangan juga hilang, tumbuh rasa curiga yang mendalam. Namun kecurigaannya semakin membuat batinnya tidak
nyaman. Hal ini sering membuat ibu Anna dan suaminya selalu bertengkar. Hubungan anak-anak bersama ayahnya juga semakin renggang. Anak-anak bahkan
sempat menginginkan orangtuanya berpisah.
Terkait dengan dampak psikis yang dialami ibu Anna, hal ini juga
membuatnya tidak dapat melakukan hubungan intim bersama suami untuk beberapa waktu lamanya. Namun, ketika ibu Anna memutuskan untuk mengampuni suaminya, tanpa terpaksa dia bersedia melakukan hubungan seksual bersama suaminya.
3.1.4. Pengampunan dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami
Untuk menyelamatkan pernikahannya, ibu Anna memutuskan untuk
mengampuni suaminya. Pengampunan yang diberikan ibu Anna kepada suaminya sudah dilakukan berulang kali. Ibu Anna menyadari bahwa tanpa pengampunan
hubungannya bersama suami dan anak-anak tidak dapat berjalan dengan baik. Sebelum ibu Anna dapat mengampuni suaminya, hubungan mereka berjalan canggung, layaknya seperti orang lain. Dengan bantuan beberapa pihak yang masih
pribadi, ibu Anna mengatakan bahwa persoalan ekonomi tidak menjadipertimbangan
bagi ibu Anna untuk mempertahankan pernikahan. Ada beberapa alasan yang membuatnya dapat memfasilitasi pengampunan kepada suaminya.
3.1.4.1.Alasan-alasan dalam memberikan pengampunan
Ada beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh ibu Anna terkait dengan
pengampunan yang dia berikan dala m menyikapi perselingkuhan suaminya; (1) Ibu Anna meyakini bahwa Tuhan tidak menginginkan adanya perceraian dalam
pernikahan “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia (Mat 19:6b).” Meskipun begitu, ibu Anna juga tahu bahwa Tuhan tidak menghendaki perzinahan. Untuk hal ini, ibu Anna meminta pertolongan Roh Kudus agar Tuhan mengampuni suaminya dan dia pun diberi kekuatan untuk dapat mengampuni suaminya. (2) Ibu Anna sangat mengasihi suaminya dan menerima
suaminya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Rasa sayangnya kepada suaminya tidak pernah hilang meskipun dia telah sering dikhianati. (3) Ibu Anna memiliki sejarah hubungan yang tidak direstui oleh orangtuanya. Oleh sebab itu, dia
telah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperjuangkan pernikahannya. Dia yakin pengampunan yang dia berikan dapat membuat hubungannya bersama suaminya
semakin erat dan hubungan anak-anak bersama ayahnya juga dapat diperbaiki. Bagi ibu Anna, keutuhan keluarga dapat menjadi kekuatan baginya dalam menjadi setiap pergumulan. (4). Ibu Anna mengungkapkan bahwa sebelum dia dapat mengampuni
perjuangkan; anak-anak terabaikan, pekerjaan terlupakan, pelayanan ditinggalkan.
Hingga akhirnya ibu Anna menyadari bahwa dia harus lepas dari luka batin yang menekannya dan memutuskan untuk mengampuni agar dia maumpu bangkit
melanjutkan hidup dan masa depannya.
3.1.4.2.Tahapan-tahapan dalam memberikan pengampunan
Setiap kali ibu Anna memutuskan untuk mengampuni suaminya, dia selalu bekerja dalam beberapa tahapan proses, yaitu: (1) Mengambil waktu untuk berdiam
diri; merasakan kemarahan dan kekecewaan yang sedang dialaminya, menyadari akan kerusakan hubungan antar suami-istri, ayah-ibu. Pada tahap ini, ibu Anna menyadari
bahwa dia sedang terluka atas pengkhianatan suaminya, dan hal ini menyebabkan hubungan di antara mereka menjadi renggang. Kepercayaan keluarga pun menjadi hilang kepada suaminya. (2) Mengingat janji setianya dan berpegang teguh pada
hukum pernikahan di dalam Kristen. Pada tahap ini, ibu Anna selalu mengingat janji setianya dan kesediaannya untuk berjuang mempertahankan pernikahannya. Selain itu, dia selalu mengingat masa-masa indah bersama suami dan kebaikan-kebaikan
yang telah dilakukan suaminya dalam kehidupan bersama mereka. (3) Mempertimbangkan segala hal yang mungkin akan terjadi jika perceraian terjadi;
psikologis anak. Pada tahap ini, ibu Anna tidak mau menjadi orang yang egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia mungkin dapat menerima perceraian jika suaminya juga menginginkannya. Tetapi suaminya tidak pernah menginginkan
istri yang mengasihi suaminya dan terbeban untuk merangkul suaminya. Ibu Anna
tidak ingin anak-anak menjadi pribadi yang hidup di dalam kepahitan dan dendam, karena hal ini dapat membuat hidup tidak sejahtera. (4) Berbicara dari hati ke hati
kepada suaminya. Ibu Anna menyadari bahwa pernikahan dapat dipertahankan jika kedua pasangan menginginkannya. Oleh sebab itu, dia juga selalu berusaha untuk berbicara langsung kepada suaminya. Dia mempertanyakan langsung apakah
suaminya masih ingin bersamanya dan menanyakan apa yang diinginkan darinya. Pada tahap ini juga dia mendapat pengharapan bahwa pernikahan masih bisa
dipertahankan ketika suaminya masih memiliki cinta dan harapan untuknya. (5) Mengadakan pertemuan keluarga. Tahap ini merupakan tahap terakhir bagi ibu Anna
dan suaminya untuk kembali memulai kehidupan pernikahannya. Dengan mengadakan pertemuan keluarga, ibu Anna menunjukkan kepada orang-orang bahwa dia tidak ingin menyembunyikan peristiwa yang sedang dia alami. Dia ingin setiap
orang yang hadir mengetahui bahwa dia sudah mengampuni suaminya, dan dia ingin agar keluarga dan yang lain juga menjadi saksi atas pengampunannya dan kesediaannya bersama suaminya untuk kembali bersama melanjutkan kehidupan
3.2. KASUS II
3.2.1. Narasumber dan Kondisi Keluarga4
Narasumber pada kasus ke 2 ini adalah ibu Helena (disamarkan). Dia adalah
seorang istri dan ibu dari 5 orang anak; 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Ibu Helena berusia 45 tahun. Pendidikan terakhirnya SMP dan saat ini bekerja sebagai pedagang dan ibu RT.
Ibu Helena adalah anak ke 3 dari 4 orang bersaudara sekandung. Dia terlahir dari keluarga bersuku asli minang. Orangtuanya pernah bercerai pada saat dia masih
berusia 1 bulan dalam kandungan ibunya. Perceraian terjadi karena perselingkuhan ayahnya. Tetapi pada saat ibu Helena dilahirkan, ayahnya kembali bersama ibunya
hinggga ibunya melahirkan anak ke 4. Tapi perselingkuhan kembali terjadi, dan akhirnya orangtua ibu Helena kembali bercerai untuk yang ke dua kali. Setelah peristiwa itu, masing-masing orangtuanya memiliki pasangan dan memiliki
anak-anak dari pernikahan mereka masing-masing. Ibu Helena menjalani kehidupan yang sangat membingungkan dan mengganggu psikologisnya. Secara batin dia tidak merasa tenang dengan keadaan keluarganya. Akhirnya dia bertekad pada dirinya
sendiri untuk tidak akan pernah bercerai jika dia menikah suatu hari nanti.
Ibu Helena menikah siri dengan suaminya pada tahun 1988 secara Islam,
karena ke dua belah pihak keluarga tidak mengijinkan pernikahan mereka karena perbedaan keyakinan. Namun, saat ini mereka tercatat sebagai anggota jemaat di GKPM Jemaat Sikakap. Suami ibu Helena berasal dari suku Nias dan saat ini bekerja
sebagai anggota DPRD di Kab. Kep. Mentawai. Namun, sebelum menjadi anggota
4
DPRD, suami ibu Helena merupakan pengusaha yang cukup berhasil di Sikakap,
sama seperti kakak iparnya yang juga pengusaha yang sudah lebih dulu datang ke Sikakap untuk membuka usahanya. Ibu Helena dan suaminya memulai usahanya
dengan usaha kecil yaitu menjual BBM eceran, kemudian akhirnya berkembang menjadi Usaha Dagang yang cukup besar. Hal ini kadang menyebabkan ibu Helena sering terpisah, karena suaminya harus mengurus bisnis di Padang, dan dia sendiri
bertanggungjawab untuk mengelola semua yang ada di Sikakap. Selain mengurus toko mereka, ibu Helena juga menjalankan julo-julo dan jualan pakaian secara cash dan kredit dengan sistem kutip door to door. Hasil yang didapat dari bisnisnya cukup besar dan dapat membantu biaya pembangunan rumah mereka dan kebutuhan
sehari-hari.
3.2.2. Pemasalahan dalam Keluarga Ibu Helena dan Faktor-Faktor Penyebab
Perselingkuhan
Ibu Helena bersama suami telah menjalani usia pernikahan selama 27 tahun. Kehidupan pernikahan tidak lepas dari berbagai persoalan. Salah satu permasalahan
yang sering digumuli dalam kehidupan pernikahan mereka adalah perbedaan pendapat dalam hal menjalankan usaha mereka. Terkadang suami tidak mendukung
ibu Helena dalam menjalankan usaha pribadinya. Karena suaminya menganggap usaha dagang mereka telah cukup untuk membiaya kehidupan mereka. Namun persoalan ini masih dapat diatasi. Ibu Anna memberikan pengertian kepada suaminya
adalah kehadiran pihak ke tiga dalam kehidupan rumah tangga mereka. Ibu Helena
meyakini bahwa suaminya telah mengkhianatinya berkali-kali, meskipun begitu suaminya tidak pernah mengakuinya.
Ibu Helena tidak mengerti mengapa suaminya mengkhianatinya. Dia pernah menanyakannya pada suaminya, tetapi suaminya selalu menyangkalnya. Tetapi, dari pengamatan penulis saat melakukan wawancara bersama ibu Helena, dapat diketahui
bahwa komunikasi antara ibu Helena dan suaminya tidak berjalan dengan baik, karena masing-masing disibukkan dengan urusan usaha atau bisnis yang mereka
jalankan. Selain itu, mereka sering terpisah karena urusan usaha dan bisnis mereka. Sehingga, hal-hal seperti ini menjadi tantangan bagi pasangan yang menikah. Ibu
Helena masih disibukkan dengan urusan anak-anak setelah dia menjalankan usahanya setiap hari. Namun, suami yang tinggal jauh dari istri dan anak-anaknya dapat mencari kepuasan dalam hal seksual di luar pernikahannya. Hal ini diketahui
berdasarkan informasi yang disampaikan kepada ibu Helena bahwa suaminya sering ditemui mengunjungi kafe-kafe dan club malam dan berduaan bersama perempuan lain.
3.2.3. Dampak Perselingkuhan
Ibu Helena mengakui bahwa isu perselingkuhan suaminya telah membuat keluarga mereka berantakan. Suaminya tidak pernah mengakui tentang perselingkuhannya, tetapi ibu Helena sudah merasa curiga kepada suaminya, karena
Suaminya memang tidak memiliki anak dari perempuan lain, tetapi pengkhianatan
yang dilakukan suaminya telah membuat batinnya terluka, kecewa dan kepercayaan kepada suaminya pun hilang. Ibu Helena menjadi semakin curiga terhadap suaminya.
Hal ini membuat ibu Helena menjalani hari-harinya dengan sangat tersiksa dan tidak sejahtera. Selain itu, anak-anak menjadi terabaikan dan tidak mendapat perhatian dari orangtuanya. Hubungan anak-anak dengan ayah mereka semakin renggang, ini
disebabkan karena anak-anak telah melihat sendiri kelakuan ayah mereka kepada ibunya. Anak-anak sendiri telah menjadi saksi dari perilaku kasar suaminya. Bahkan
dalam hal seksual ibu Helena merasa sangat tersiksa untuk waktu yang sangat lama. Dia tidak pernah menolak untuk berhubungan seksual dengan suaminya, meskipun
dia tahu sendiri bahwa suaminya telah mengkhianatinya. Namun saat ini, ibu Helena mengakui bahwa hubungan seksual diantaranya bersama suaminya sudah berjalan normal setelah relasi mereka dipulihkan.
3.2.4. Pengampunan dalam Menyikapi Perselingkuhan Suami
Perceraian orangtua telah mengakibatkan trauma yang mendalam bagi ibu
Helena dan saudaranya. Sehingga, dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan tetap mempertahankan dan memperjuangkan hubungan pernikahannya meskipun dia
akan mengalami pergumulan yang berat. Dia tidak ingin anak-anaknya mengalami trauma yang sama seperti yang dirasakannya. Perselingkuhan suaminya menyebabkan batin ibu Helena terguncang. Namun dia sadar bahwa berlarut-larut dengan rasa
harapan yang baru bahwa suaminya bisa berubah. Secara pribadi, ibu Helena
mengakui bahwa persoalan ekonomi merupakan salah satu pertimbangannya dalam mempertahankan pernikahannya, karena apa yang mereka miliki merupakan hasil
kerja kerasnya bersama suami.
3.2.4.1.Alasan-alasan dalam memberikan pengampunan
Ibu Helena bersedia mengampuni suaminya dengan beberapa pertimbangan berikut ini: (1) Ibu Helena mengalami peristiwa pahit pada masa kecilnya; dia
tertekan dengan perceraian kedua orangtuanya dan mengalami kebingungan dengan keluarga baru dari masing-masing orangtuanya. Ibu Helena khawatir kalau
perpisahannya bersama suaminya terjadi, itu akan menggangu psikologis anak-anaknya. Dia tak ingin trauma yang dialaminya dialami kembali oleh anak-anak-anaknya. Bagi ibu Helena, anak-anak adalah kekuatannya. Dia yakin dan percaya, suatu hari
nanti suaminya benar-benar akan menyadari kesalahannya. Jika tidak, anak-anak sendiri yang akan menyadarkannya. Oleh sebab itu Selama dia masih bersama anak-anaknya, maka dia yakin bahwa dia bisa melalui segala pergumulan yang ada. Hal ini
dapat dipahami sebagai kekhawatirannya akan dampak perceraian orangtua dimasa kecilnya. (2) Ibu Helena meyakini bahwa Tuhan itu Maha Pengampun. Dan di dalam
Alkitab tertulis bahwa manusia harus mengampuni sesamanya. Keyakinan ini yang mengingatkan ibu Helena untuk bersedia mengampuni suaminya. (3) Ibu Helena yakin bahwa dengan pengampunan, hubungannya bersama suami dapat diperbaiki.
Helena mampu memulai harinya kembali. Dengan mengampuni dia telah melepaskan
beban berat dalam batin dan pikirannya. Sehingga dia bisa berelasi seperti sedia kala, tidak hanya kepada suami, tetapi juga kepada masyarakat.
3.2.4.2.Tahapan-tahapan dalam memberikan pengampunan
Beberapa tahapan yang dilalui ibu Helena dalam proses pemberian pengampunan
kepada suaminya: (1) Mengingat trauma masa lalu-dampak terhadap psikologis anak. Dengan mengingat trauma masa lalunya, dia ingin menyelamatkan anak-anaknya.
Selain itu, pada tahap ini, ibu Helena juga menyadari bahwa perselingkuhan berdampak buruk pada hubungannya bersama suami, dan ayah bersama anak-anak.
(2) Mengingat firman Tuhan tentang pengampunan. Ibu Helena memahami bahwa pengampunan tidak hanya diberikan satu kali saja, tetapi berkali-kali seperti di dalam Alkitab “Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai
tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat: 18:22).” (3)
Berbicara langsung kepada suami. Beberapa kali ibu Helena mempertanyakan langsung tentang persoalan perselingkuhan itu kepada suaminya, namun suami selalu
mengingkari. Bahkan terkadang suami memarahi dan memukulnya agar ibu Helena tidak mempertanyakan lagi. Ibu Helena juga mencoba mempertanyakan alasan
suaminya berselingkuh, tetapi suami tetap saja tidak mengakui. (4) Melihat kesungguhan suami untuk tetap mempertahankan pernikahan. Beberapa kali ibu Helena mencoba untuk pergi dari rumah untuk menenangkan dirinya, tetapi suaminya
jalan”. Dan hal ini diakui oleh ibu Helena bahwa dia mengalami banyak hal yang
memperlihatkan bahwa Tuhan menginginkan mereka bersama. (5) Melepaskan luka batin. Pada tahap ini, ibu Helena merasakan proses pengampunan benar-benar
semakin nyata. Setelah dia menerima semua rasa kecewa yang dialaminya, dia memutuskan untuk melepaskannya dan mengingat hal-hal yang baik tentang suami dan keluarganya. Sehingga, ibu Helena berhasil mengampuni suaminya dan
menjalani hari-hari dengan penuh pengharapan untuk kebaikannya bersama suami dan anak-anaknya. Beberapa tahun terakhir ini, kehidupan ibu Helena dan suaminya