• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Putusan MK RI NO. 46 2010 Terhadap Hubungan Antara Anak Dengan Ayah Biologisnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Putusan MK RI NO. 46 2010 Terhadap Hubungan Antara Anak Dengan Ayah Biologisnya"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Berlakunya Hukum Adat masih menyisakan berbagai tantangan, hal ini dikarenakan nilai-nilai yang dimiliki dari hukum adat masih terlalu berbeda dengan hukum formal di Indonesia.Hal pertama yang menjadi tantangan adalah dimana cakupan hukum adat hanya berlaku pada kondisi sosial geografis, terbatas pada kesukuan dan tidak seluruhnya mencakup nusantara disebabkan latar belakang banyaknya etnis dan suku di Indonesia.Kedua hukum adat belumlah masuk pada lingkaran hukum positif dari segi kodifikasi formil, bentuk-bentuknya terbagi kepada elastisitas kondisional, yang dapat dituntut terjadinya perubahan dan penambahan maupun asimilasi dari budaya maupun nilai-nilai lain.

Dengan pertimbangan tersebut, ruang gerak dari hukum adat masih sempit dan kondisional, dan juga dalam pemberlakuan hukum ini ditemukan beberapa sudut pandang undang-undang, supaya tidak bertentangan dan bertolak belakang dari hukum positif.Pada Kesempatan ini akan dilampirkan berberapa pembahasan yang berkaitan dengan sudut pandang dipakainya hukum adat sebagai solusi hukum di Indonesia, yang menyangkut dengan kedudukan anak luar nikah dengan sederhana dan juga mengupas beberapa sudut pandang sehingga dapat diambil kesimpulan bahwasanya secara nasional Hukum Adat bersifatLegal konstituante.1

(2)

Pada 20 Desember 1993Machica menikah siri dengan Moerdiono. Buah dari pernikahan itu lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama M Iqbal Ramadhan. Ternyata pernikahan yang tak diakui negara hanya bertahan sebentar saja.Keduanya memutuskan bercerai pada 1998.Setelah itu, Machica hanya sendirian membesarkan dan menafkahi anaknya dan di tahun 2000 Machica menikah secara sah dan di catat dengan Khalid Mahmud pria asal Pakistan.

Segala cara dilakukan Machica supaya anak hasil dari perkawinannya dengan Moerdiono diakui oleh keluarga Moerdiono, dari cara baik-baik sampai di siarkan di televisi,yang akhirnya di bulan Juli 2008 keluarga besar Moerdiono melalui jumpa pers menegaskan kalau Iqbal bukanlah darah daging Moerdiono. Demi memperjuangkan hak Iqbal sebagai seorang anak, Machica melayangkan judicial review ke MK. Machica menguji pasal 2 ayat 2 dan pasal 43 ayat 1 dalam UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal itu mengatur anak yang dilahirkan di luar pernikahan yang hanya memiliki hubungan dengan perdata dengan ibu dan keluarga ibu.

(3)

memberi nafkah sang anak. Dengan dikabulkannya uji materi pasal ini, tidak ada lagi anak yang ditolak masuk lembaga pendidikan maupun lembaga formal lainnya akibat tidak memiliki keterangan siapa ayahnya.Secara resmi, MK sudah menetapkan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan masih punya hubungan dengan ayah secara perdata. Kemudian, status anak tersebut tetap sah secara hukum.

Machica Mochtar merasa lega dengan dikabulkannya uji materi tersebut. Menurut Machica, putusan MK ini adalah kebaikan untuk anak-anak yang lahir di luar perkawinan dan bisa melanjutkan masa depannya, sama dengan anak-anak yang lain. Menurut Machica, apa yang dia lakukan adalah demi anaknya. Selama ini anak hasil pernikahan siri nya dengan mantan Mensesneg era orde baru, Moerdiono tidak memiliki kepastian status. Namun saat putusan ini diketuk, Moerdiono telah tutup usia pada 7 Oktober 2011 karena sakit.

(4)

Hasilnya 99.999 tes DNA cocok, tinggal 0.001 persen. Untuk melengkapi bukti atau fakta hukum, Machica bersedia melakukan sumpah di depan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang akan memutus status anaknya. Nah, melakukan sumpah untuk melengkapi bukti yang sudah ada ini dalam istilah hukum disebut dengan sumpah supletoir.

Dalam sebuah persidangan di pengadilan ada beragam cara untuk melakukan pembuktian sebelum perkara diputus hakim. Pertama, ada keterangan saksi yang betul-betul mengetahui kejadian; kedua keterangan saksi ahli yang mengerti sebuah duduk perkara; ketiga, alat bukti; dan keempat pengakuan para pihak.

Poin yang keempat ini terjadi sumpah.Dalam persidangan, sumpah jarang sekali dilakukan.Hakim umumnya mendasarkan fakta dan bukti persidangan dari keterangan saksi dan alat bukti.Sumpah biasanya jadi jalan terakhir. Makna sumpah secara hukum adalah pernyataan yang diucapkan dengan resmi dan dengan bersaksi kepada Tuhan oleh salah satu pihak yang berperkara bahwa apa yang dikatakan itu benar.

(5)

membedah kedudukan anak lahir di luar nikah pasca putusan MK sebagaimana telahdisebut sebelumnya dan ada beberapa hal yang patut menjadi catatan :

1. Persoalan status anak yang lahir di luar perkawinan dari kasus itubermuara pada masalah pernikahan yang tidak tercatat.

2. Pengembangan analisis selanjutnya adalah seputar anak yang lahir di luarperkawinan, dan anak yang sah dalam perspektif bahasa, Undang-undangdan perspektif kasus posisi dari kasus ini.

3. Menyangkutkewenangan Pengadilan Agama. Bagaimana aspek yuridis dari pernikahan yang tidak tercatat, di sini akan menjurus pada persoalan yuridis materiil dan yuridis formil2.

Bagaimana pengertian anak yang lahir di luar perkawinan sebelum dan sesudah putusan MK, di sini akan tampak pergeseran makna. Perkawinan di Indonesia, ada perkawinan yang tercatat dan yang tidak tercatat. Pencatatan perkawinan di Indonesia senantiasa menjadi topik menarik karena ragam pendapat senantiasa muncul, baik sebelum terbentuk UU Perkawinan maupun sesudahnya.Berdasarkan kitab-kitab yang dijadikan pedoman oleh Departemen Agama dalam menyelesaikan perkara dalam lingkungan Peradilan Agama, tidak terdapat ulama yang menetapkan bahwa salah satu syarat perkawinan adalah pencatatan, baik sebagai syarat sah maupun sebagai syarat pelengkap. Akan tetapi, dalam undang-undang perkawinan yang diberlakukan, pasal yang mengatur

(6)

pencatatan perkawinan itu ada, sebagai bagian dari pengawasan perkawinan yang diamanatkan oleh Undang-undang.3

Dalam konteks pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin syar'i, kawin modin, dan kerap pula disebut kawin kiyai.Sedangkan Hukum adat perkawinan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan,cara-cara pelamaran,upacara perkawinan dan putusnya perkawinan diIndonesia. Aturan-aturan hukum adat perkawinan diberbagai daerah diIndonesia berbeda-beda,dikarenakan sifat kemasyarakatan,adat istiadat,agama dan kepercayaan masyarakat yang berbeda-beda.

Perkawinan tidak tercatat ialah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan syari'at sesuai dengan maksud Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tetapi tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 2 jo pasal 10ayat 3 PP Nomor 9 Tahun 1975. 4Pada umumnya yang dimaksud perkawinan tidak tercatat adalahperkawinan yang tidak dicatat oleh Pegawai Pencatatan Nikah (PPN).Perkawinan yang tidak berada di bawah pengawasan PPN, dianggap sah secara agama tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum karena menurut hukum positif Indonesia tidak memiliki bukti-bukti perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan tidak tercatat termasuk salah satu perbuatan hukum yang tidak dikehendaki oleh undang-undang karena terdapat kecenderungan kuat dari segi

3Jaih Mubarok,Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung, Pustaka Bani Quraisy,

hlm 69

(7)

sejarah hukum perkawinan, bahwaperkawinan tidak tercatat termasuk perkawinan ilegal.

Meskipun demikian, dalam Pasal 5 ayat (1) KHI terdapat informasi implisit bahwa pencatatan perkawinan bukan sebagai syarat sah perkawinan; tetapi sebagai alat untuk menciptakan ketertiban perkawinan.Oleh karena itu, dalam Pasal 7 ayat (3) KHI diatur mengenai itsbat nikah bagi perkawinan tidak tercatat.Dengan kata lain, perkawinan tidak tercatat adalah sah; tetapi kurang sempurna.Ketidak sempurnaan itu dapat dilihat dari ketentuan Pasal 7 ayat (3) KHI.

Dalam penjelasan umum Pasal 7 KHI bahwa pasal ini diberlakukan setelah berlakunya undang-undang peradilan agama. Aqad pada perkawinan tidak tercatat biasanya dilakukan di kalangan terbatas, di mukaKiai atau tokoh agama, tanpa kehadiran petugas KUA, dan tentu saja tidak memiliki surat nikah yang resmi. Dalam Pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perkawinan tidak tercatat secara agama adalah sah manakala memenuhi syarat dan rukun perkawinan.Meskipun demikian, karena pernikahan tersebut tidak tercatat maka dalam hukum positif dianggap tidak sah karena tidak diakui negara (dasarnyaPasal 1 ayat 2 UU Perkawinan).5Suatu perkawinan yang tidak tercatat akan menghilangkan hak istri untuk menuntut secara hukum. Dengan kata lain, wanita tidak mendapat perlindungan hukum. Perkawinan yang demikian bertentangan

(8)

dengan aspek kesetaraan jender.Karena itu menurut M. Quraish Shihab, perkawinan yang tidak tercatat merupakan salah satu bentuk pelecehan terhadap perempuan karena dapat menghilangkan hak-hak kaum perempuan.6

Perkawinan apa pun selain yang tercatat secara resmi di negara hukumnya tidak sah.7 Permasalahannya jika perkawinan harus tercatat maka kaum pria merasa keberatan terutama pria yang sudah memiliki istri, karena untuk poligami prosedurnya dianggap terlalu memberatkan.Sebaliknya bagi kaum wanita perkawinan tidak tercatat bukan saja merugikan yaitu tidak memiliki hak menuntut harta gono gini, juga akan kehilangan hak-haknya untuk menuntut kewajiban suami. Kondisi ini dianggap dilematis, di satu pihak keharusan pencatatan perkawinan memberatkan kaum pria, di lain pihak perkawinan tidak tercatat merugikan kaum wanita dan anak.

Anak yang lahir di luar perkawinan, adalah anak yang lahir dari perkawinan yang dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya.Pengertian ini menunjukkan adanya perkawinan, dan jika dilakukan menurut agama Islam, maka perkawinan yang demikian ”sah” dalam perspektif fikih Islam sepanjang memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Dengan demikian anak tersebut sah dalam kacamata agama, yaitu sah secara materiil, namun karena tidak tercatat baik di Kantor Urusan Agama (KUA) maupun di Kantor Catatan Sipil (anak hasil nikahsirri, seperti halnya Machica Mochtar dengan Moerdiono), maka tidak sah secara formil.

6M. Quraish Shihab,Perempuan, Jakarta , Lentera Hati, 2006, hlm. 216

(9)

Untuk istilah “anak yang lahir di luar perkawinan”, maka istilah ini yang tepat untuk kasus Machica, mengingat anak yang lahir itu sebagai hasil perkawinan dengan memenuhi syarat dan rukun secara agama, namun tidak tercatat.Jadi bukanlah sebagaimana berkembangnya persepsi yang salah yang menganggap kasus anak dari Machica dengan Moerdiono sebagai anak hasil zina.Kasus tersebut merupakan anak yang dilahirkan “di luar perkawinan” karena perkawinannya hanya memenuhi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, dan tidak memenuhi Pasal 2 ayat (2) UUPerkawinan.

Pada dasarnya perkawinan di Indonesia harus dilaksanakan dengan prosedur sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan, itulah yang dimaksud dengan perkawinan yang sesungguhnya menurut UU Perkawinan.Jika perkawinan dilakukan hanya mengikuti pasal 2 ayat (1) saja, maka perkawinan itu disebut ”luar perkawinan”, oleh karena itu pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan itu tidak berdiri sendiri, sangat berkaitan dengan adanya perkawinan sebagaimana diatur oleh pasal 2 UU perkawinan. Disebut luar perkawinan, karena perkawinan itu dilakukan di luar prosedur pada pasal 2 ayat (2).Tidak bisa "luar perkawinan" itu diartikan sebagai perzinaan, karena perbuatan zina itu dilakukan sama sekali tanpa ada perkawinan, beda sekali antara luar perkawinan dengan tanpa perkawinan.8

Anak yang lahir tanpa perkawinan, adalah anak yang dilahirkan dari hubungan antara pria dengan wanita tanpa ada ikatan perkawinan.Inklusif anak yang lahir atas pertemuan ovum dengan sperma dari pasangan suami istri yang menikah secara sah keberadaan anak melalui Bayi Tabung, namun anak tersebut ketika dalam

(10)

masa kandungan dititipkan kepada rahim selain ibunya yang sah.Anak yang lahir demikian tidak sah secara materiil juga tidak sah secara formil.Pemahaman yang keliru terhadap putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 terutama terhadap kalimat “anak yang dilahirkan di luar perkawinan” membawa kepada perdebatan panjang. Frasa “di luar perkawinan” sangat berbeda maknanya dengan frasa “tanpa perkawinan”.

Anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau anak yang lahir dari perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan agama dan kepercayaannya tapi tidak tercatat pada KUA atau Kantor Catatan Sipil merupakan anak yang sah secara materiil tapi tidak sah secara formil.Sedangkan anak yang dilahirkan tanpa perkawinan orang tuanya atau anak yang dilahirkan dari hubungan antara lelaki dengan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan merupakan anak yang tidak sah secara materiil juga tidak sah secara formil (anak zina).“Jadi putusan MK ini tidak bisa dihubungkan dengan perzinahan atau akibat perzinahan, kasus yang melatar belakangi putusan ini hanya berkaitan dengan “pencatatan perkawinan”.

Anak sah dalam perspektif undang-undang pembahasan “anak sah” ditinjau dari undang-undang dapat dilihat dari beberapa ketentuan, antara lain : Pasal 28B ayat (1) Undang-undang Dasar Tahun 1945 berbunyi :

“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”.

(11)

spermatozoa baik berdasarkan perkembangan teknologi yang menyebabkan terjadinya pembuahan, yang keberadaannya harus dilakukan melalui perkawinan yang sah, hal ini dipertegas dengan Pasal 42 UU Perkawinan, yang berbunyi :

“anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.

Pasal ini tidak termasuk yang dilakukan uji materiil oleh MK, oleh karena itu keberadaannya masih eksis dan keberlakuannya masih harus dipedomani, jika menurut putusan MK memandang tidak tepat jika menetapkan bahwa anak yang lahir dari suatu kehamilan karena lembaga seksual di luar perkawinan, hanya memiliki hubungan dengan ibunya, itu sudah benar tetapi tidak dapat melepaskan diri dari Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 42 ayat (1) UU Perkawinan.

(12)

Putusan MK ini akhirnya menimbulkan Pro dan Kontra dari berbagai pihak antara lain9:

Mendukung :

Komnas Perempuan menyambut positif putusan MK karena sejalan dengan konstitusi dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (UU No 7 Tahun 1984).“Putusan ini meneguhkan pelaksanaan jaminan hak konstitusional bagi anak,” demikian bunyi pernyataan resmi Komisi yang diterima hukumonline dari Ketua MK Mahfud MD , berpendapat Dengan adanya putusan ini, para ayah harus bertanggung jawab atas anak yang lahir dari hubungan haram atau perzinahan sekalipun. Hal ini sesuai dengan UU Kewarganegaraan menyangkut HAM.

Sepekan setelah putusan MK dibacakan, komisioner Komnas HAM, Saharuddin Daming, membuat sebuah artikel yang memuji putusan Mahkamah Konstitusi sebagai ‘terobosan spektakuler’. Menurut Daming, ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan memerkosa rasa keadilan dan bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia yang dijamin Pasal 28B ayat (1) dan (2) serta Pasal 28D ayat (1) UU Perkawinan. Sedangkan Masyarakat berpendapat, secara Biologis, hubungan pertalian darah antara anak dan ayah tidak bisa di ingkari, sudah sepatutnya status perkawinan orang tuanya yang mungkin saja tidak sah, tapi tidak dengan serta merta mereduksi hak – hak si anak sebagai manusia, putusan MK ini kemarin kental dengan unsur sosial dan agama, tapi tentu koridornya tetap adalah untuk demi alasan

(13)

HAM, dan si anak juga punya Hak untuk mendapatkan tanggung jawab si Ayah Biologis, setidaknya secara materi. ”10

Menolak :

Sebaliknya, sebagian kalangan ulama Islam melayangkan kritik.Jika anak luar nikah diakui bisa membawa implikasi bahwa perkawinan orang tuanya dianggap sah. Petugas KUA kemungkinan akan menolak memberikan buku nikah orang tua anak luar kawin karena mereka tidak pernah nikah secara resmi. “Alangkah baiknya putusan itu dikaji ulang” kata Syamsuar Basyariah, Ketua ICMI Aceh Barat, seperti dikutip Antara. MUI (Majelis Ulama Indonesia ) menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pengujian UU Perkawianan sangat berlebihan, melampaui batas, dan bersifat “overdosis”, serta bertentangan dengan ajaran Islam dan Pasal 29 UUD 1945, Putusan MK No. 46/ PUU-VII/2010 itu mengenai anak di luar perkawinan. “Putusan MK itu telah melampaui pengakuan keperdataan atas anak dengan bapak hasil perkawinan tetapi tidak dicatatkan pada KUA (Kantor Urusan Agama) menjadi meluas mengenai hubungan keperdataan atas anak hasil hubungan zina dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya,” ujar ketua MUI KH Ma’ruf Amin.11

Dari kondisi pro dan kontra tersebut, maka diketahui :

a. menyetujui Putusan MK ini diakibatkan dan di hubungkan dengan alasan Hak Azasi Manusia, dimana si anak mempunyai Hak untuk mendapatkan status

(14)

hukum untuk kejelasan kehidupannya, dan dengan alasan Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, dimana si ayah biologis yang mungkin “memperkosa” harus menanggung jawabi si anak dan tidak lolos dari hukuman. Dan apabila terjadi kehamilan di luar pernikahan, si ayah tidak bisa lari dari tanggung jawab dan tidak mengakui anak itu sebagai anaknya karena pencitraan atau pun kehormatannya.

b. Menolak karena dengan adanya Putusan MK ini bisa membawa implikasi bahwa perkawinan orang tuanya dianggap sah.

Hubungan dengan Pasal 44 ayat (1) UU Perkawinan, menyatakan bahwa seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu adalah akibat dari perzinahan tersebut.

Untuk jangka waktu pengajuan pengingkaran, UU Perkawinan tidak menjelaskan secara tegas kapan seorang bapak dapat mengingkari anaknya, sedangkan KUHPerdata memberi waktu sebagai berikut :12

1. Satu bulan jika ia tinggal di tempat kelahiran si anak atau sekitarnya

2. Dua bulan setelah pulang kembalinya, jika ia berada dalam keadaan tidak hadir 3. Dua bulan setelah tipu muslihat diketahuinya, jika kelahiran anak tersebut

disembunyikan darinya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai anak di luar nikah.Penelaah ini nantinya dilakukan

(15)

melalui suatu penelitian dengan judul“AKIBAT HUKUM PUTUSAN MK R.I NO.

46/2010 TERHADAP HUBUNGAN ANTARA ANAK DENGANAYAH

BIOLOGISNYA”.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana hubungan hukum keperdataan antara anak yang lahir didalam

perkawinan yang sah dengan ayah biologisnya, dimana si ibu tidak menikah dengan ayah biologisnya melainkan?

2. Bagaimana hubungan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dengan ayah biologisnya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan hukum keperdataan antara anak yang lahir dalam

perkawinan yang sah dengan ayah biologisnya, dimana si ibu tidak menikah dengan ayah biologisnya melainkan pria lain.

2. Untuk mengetahui hubungan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dengan ayah biologisnya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis, yaitu : 1. Secara teoritis, penelitian dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum

(16)

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang baru yaitu Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Adat.

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan aturan yang menyangkut Kedudukan Anak Diluar Nikah Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang baru yaitu Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Adat.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di dalam lingkungan Univesitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul :“AKIBAT HUKUM PUTUSAN MK R. I NO.46/2010 TERHADAP HUBUNGAN ANTARA ANAK DENGAN AYAH BIOLOGISNYA”, belum pernah ada yang meneliti sebelumnya.

Dari hasil penelusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut Kedudukan Anak Luar Nikah yang pernah dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yaitu :

1. Nama : Ardiana Saragih

NIM : 027011093

Program Studi : Magister Kenotariatan

(17)

Warisan Orang Tuanya (study Kasus Putusan M. A. R. I No. 1545/K/Pdt/1986)

Perumusan Masalah : 1. Bagaimana kedudukan Anak Luar Kawin Terhadap Harta Warisan Orang tuanya ?

2. Bagaimana penerapan Hukum Terhadap Masalah-masalah sehubungan dengan kedudukan anak (keturunan) terhadap harta warisan yang ditinggalkan orang tuanya (ayahnya), bila anak (keturunan) tersebut lahir dari hasil hubungan perkawinan yang sah antara seorang laki – laki/ayah WNI-KA Cina dengan seorang perempuan/ibu WNI-Pribumi, dalam persidangan pengadilan.

2. Nama : Ayu Yulia Sari

NIM : 097011052

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : Analisis Yuridis Kedudukan Anak Luar Nikah Bedasarkan Kompilasi Hukum Islam dan KUHPerdata. Perumusan Masalah : 1. Bagaimana Kriteria Anak Diluar Nikah dalam

Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ?

(18)

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ?

3. Bagaimana Akibat Hukum Anak Luar Nikah Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ?

3. Nama : Denilah Shofa Nasution

NIM : 017011010

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin Yang Diakui Atas Harta Peninggalan Orang Tuanya (Kajian Pada Etnis Tionghoa Di Kota Tebing Tinggi)

Perumusan Masalah : 1. Bagaimanakah kedudukanhukum antara seorang Laki-laki dan seorang perempuan yang perkawinannya dilakukan secara adat tionghoa? 2. Bagaimanakah kedudukan anak luar kawin yang

diakui dalam hukum keluarga?

3. Bagaimanakah hak waris anak luar kawin yang diakui atas harta peninggalan orang tuanya?

(19)

tesis ini dapat dijamin keasliannya sepanjang mengesai judul dan permasalahan seperti yang diuraikan di atas.Hal ini juga menambah keyakinan bahwa peneliti ini akan dapat dipertanggungjawabjan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi, karena aktivitas penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.

Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata thea dalam bahasa yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut realitas. Dari kata dasar thea ini pula datang kata modern teater yang berarti pertunjukan atau tontonan.Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), dan juga simbolis.13

Teori adalah merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah.

Menurut Bintoro Tjokroamijoyo dan Mustofa Adidjoyo:

“Teori diartikan sebgai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan

(20)

sebagai kerangka berfikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul didalam bidang tersebut”.

Definisi anak dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah:

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Anak dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum.14Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda.15

Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan.

Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.

14Ibid, hlm. 28

(21)

Sejak dahulu diakui bahwa soal keturunan termasuk status personal. Negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli) sedangkan negara-negaracivil lawberpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis). Umumnya yang dipakai ialah hukum personal dari sang ayah sebagai kepala keluarga (pater familias) pada masalah-masalah keturunan secara sah. Hal ini adalah demi kesatuan hukum dalam keluarga dan demi kepentingan kekeluargaan, demi stabilitas dan kehormatan dari seorang istri dan hak-hak maritalnya. Sistem kewarganegaraan dari ayah adalah yang terbanyak dipergunakan di negara-negara lain, seperti misalnya Jerman, Yunani, Italia, Swiss dan kelompok negara-negara sosialis.

Dalam sistem hukum Indonesia, Prof. Sudargo Gautama menyatakan kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan hukum dalam keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU Kewarganegaraan No. 62 tahun 1958.

Status anak sendiri dibagi dalam 2 bagian, yaitu:

a. Anak yang sah, yaitu anak yang lahir dalam perkawinan orang tua.

b. Anak tidak sah, dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu anak yan lahir dari hubungan incest, anak yang lahir dari perzinahan, dan anak yang lahir di luar nikah.

(22)

suatu keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Teori yang digunakan dalam melaukan penelitian ini adalah Teori Menentukan Asal Usul Anak, dan teori tentang Hubungan Diluar Nikah.

Bentuk – bentuk hubungan luar nikah antara lain16: a. Melakukan hubungan suami isteri

Setiap manusia normal yang tumbuh dewasa dalam dirinya pasti mempunyai rasa tertarik kepada lawan jenisnya untuk melakukan persetubuhan.Apabila hubungan itu dilakukan di luar perkawinan, maka hubungan tersebut seperti yang banyak didengar di masyarakat dilakukan dengan teman, dengan pacar, dengan perempuan bayaran maupun dengan yang tidak dikenal.Bentuk hubungannya dapat berupa perzinaan dan perkosaan.

b. Hidup bersama

Melakukan hubungan suami isteri yang diatas biasanya hanya bertahan sebentar, ketika mereka sudah selesai akan kembali kekehidupan masing – masing ataupunada yang melanjutkan hubungannya tanpa kesepakatan dan selama mereka mau.

Dalam kehidupan masyarakat, hidup bersama tanpa menikah kebanyakan dilakukan tuna wisma dan tuna karya, mereka umumnya menempati gubuk – gubuk liar maupun di bawah jembatan.Ada juga kaum selebritis, terpelajar atau dari kalangan berduit yang hidup “ kumpul kebo”, dan biasanya pelaku tidak ingin

(23)

diketahui identitasnya karena malu kalau diketahui orang lain.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dalam teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan.

Sumandhi Surya brata memberikan arti khusus yang dimaksud dengan konsep, yaitu berkaitan dengan definisi operasional “konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal – hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.”

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep- konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itudinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta – fakta tersebut.

(24)

menganalisis masalah yang ditelii, baik dipandang dari aspek yuridis maupun dipandang dari aspek sosiologis.

Dalam Kompilasi Hukum Islam kalimat yang mempunyai makna “anak zina” sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh Hasanayn adalah istilah “anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah”, sebagaiman yang terdapat pada pasal 100 Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan bahwa “anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”.

Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasinal sebagai berikut:

a. Yang dimaksud dengan Orang Tua adalah ayah dan/ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial.

b. Ayah Biologis adalah laki – laki yang berdasarkan pemeriksaan (test DNA) terbukti mempunyai hubungan darah dengan seorang anak.

c. Ayah Yuridis, yaitu ditandai dengan adanya ikatan hukum antara ayah dan anak. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat – akibat hukum tertentu, yaitu si anak berada di bawah kekuasaan si ayah, dimana tanda adanya ikatan hukum dapat dilihat dari akta kelahiran dan surat pernyataan.

d. Hubungan hukum keperdataan, maksudnya adalah hubungan yang terkait dengan nafkah dan waris – mewaris.

(25)

laki – laki yang menyetubuhinya.

f. Kitab Undang – undang Hukum Perdata (KUHPerdata), adalah seperangkat peraturan yang mengatur tentang orang, kebendaan, perikatan, dan pembuktian dan daluwarsa.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inqury) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah – masalah yang dapat dipecahkan.”

Sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis.Bersifat deskriptif analitis maksudnya penelitian yang bertujuan untuk melukiskan keadaan obyek atau peristiwanya sekaligus menganalisis tentang kedudukan anak luar nikah berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang – undang Hukum Perdata.

(26)

sinkronisasi vertikal dan horizontal.

2. Sumber Data

Berdasarkan sifat penelitian diatas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Dalam penelitian ini bahkan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah menggunakan bahan hukum primer yang diperoleh dari Kompilasi Hukum Islam, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 1 Tahun 974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan khususnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46 Tahun 2010,bertujuan untuk melengkapi dan mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.

Bahan Hukum Sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip – prinsip dasar Ilmu Hukum dan pandangan – pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.Disamping buku teks, bahan hukum sekunder dapat berupa tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal – jurnal, yang berisi tentang perkembangan atau isu-isu yang aktual mengenai hukum bidang tertentu.Bahan hukum sekunder yaitu Rancangan Undang – Undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan lain-lainnya yang memberi penjelasan tentang bahan hukum primer.

(27)

bahan-bahan non-hukum yang berupa buku-buku mengenai kebudayaan, Perkawinan dalam Islam ataupun laporan-laporan penelitian hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research), yaitu untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang pemikiran tentang perjanjian kerjasama. Pemikiran dan gagasan serta di konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, literatur dari pakar yang relevan dengan objek penelitian dalam hal ini hubungan ayah biologis dan anak diluar nikah, yang termuat dalam bentuk dokumen dan putusan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

4. Alat Pengumpulan Data

(28)

Studi Dokumen, atau teks merupakan kajian yang menitikberatkan pada analisisi atau interpretasi bahan tertulis berdasarkan konteksnya. Bahan bisa berupa catatan yang terpublikasikan, buku teks, surat kabar, majalah, surat-surat, film, catatan harian, naskah, artikel dan sejenisnya. Untuk memperoleh kredibilitas yang tinggi, harus yakin bahwa naskah-naskah itu otentik.Penelitian jeis ini bisa juga untuk menggalipikiran seseorang yang tertuang di dalam buku atau naskah-naskah yang terpublikasikan.17

5. Analisis Data

Dalam analisia data dilakukan penyusunan data primer dan data sekunder secara sistematis. Selanjutnya data primer dan data sekunder yang tela disusun secara sistematis dianalisis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan berbagai sumber yng berhubungan dengan permasalaan yang dibahas dalam tesis ini sehingga diperoleh kesimpulan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa analisis data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.

17Suryabrata dan Samadi, Metodelogi Penelitian, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Referensi

Dokumen terkait

.ransfusi darah teah berangsung setiap hari& dan teah ban$ak men$eamatkan n$a+a orang di seuruh dunia" Mendonorkan darah baik untuk kesehatan si pendonor&

koloni yang tumbuh dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah. mikroba dalam suspensi tertentu

Kriteria unjuk kerja merupakan bentuk pernyataan yang menggambarkan kegiatan yang harus dikerjakan untuk memperagakan hasil kerja/karya pada setiap elemen

pada silabus, modul, lembar kerja siswa (LKS), rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), modul, dan soal evaluasi disisipkan aspek NEP ( New Ecological Paradigm

Kalori yang telah dikeluarkan oleh tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari digantikan oleh tubuh dengan cara makan secara teratur. Pada wanita menopause dianjurkan lebih

Murid akan dapat melakukan kemahiran bola sepak dalam permainan kecil dan sebagai aktiviti riadah.. NILAI Semangat pasukan -Kerjasama ABM Bola sepak Bola jaring

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pendidik PAUD dengan lulusan tidak sesuai profesi sebagai pendidik PAUD, dan pendidik PAUD yang lulusan SMA

[r]