• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Hukum Eksekusi Hak Tanggungan atas Tanah dalam Rangka Menjamin Kepastian Hukum kepada Kreditur, (Studi Kasus pada PT Bank SUMUT KCP Sosa Kabupaten Padang Lawas)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN MENJAMIN

KEPASTIAN HUKUM KEPADA KREDITUR

A. Hak Tanggungan Atas Tanah Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2006

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan. Yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Hak Tanggungan adalah Hak penguasaan atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran debitor kepadanya. lunas hutang.

Beranjak dari definisi di atas, dapat ditarik unsur pokok dari hak tanggungan, sebagai berikut:

(2)

3) Hak tanggungan dapat dibebankan atas tananya (hak katas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.

4) Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.

5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.11

Tanggungan Atas Tanah berserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah maka ketentuan dalam Buku Kedua Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata tentang Hipotik atas tanah dan dalam Staatsblad Tahun 1908 nomor 542 tentang ketentuan Creditverband dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tersebut, disebutkan bahwa: Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertendu terhadap kreditur-kreditur lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di ketahui ciri-ciri hak tangungan sebagai hak kebendaan, sebagai berikut :

1. Hak tanggungan merupakan hak jaminan kebendaan

Hak tanggungan merupakan salah satu lembaga hak jaminan kebendaan, yang lahirnya dari perjanjian. Dalam hak tanggungan terdapat benda tertentu, yaitu hak-hak atas tanah yang dijanjikan secara khusus sebagai

11

(3)

jaminan pelunasan utang tertentu, sehingga hak tanggungan merupakan hak jaminan khusus pula.12

Hak jaminan memberikan suatu kedudukan yang lebih baik kepada kreditur yang memperjanjikannya. Lebih baik di sini diukur dari kreditur-kreditur yang tidak memperjanjikan hak jaminan khusus, yaitu kreditur konkuren, yang pada asasnya berkedudukan sama tinggi, sehingga mereka harus bersaing satu sama lain untuk mendaptkan pelunasan atas hasil eksekusi harta debitur. Di samping itu, hak jaminan kebendaan juga memberikan kemudahan kepada kreditur yang bersangkutan untuk mengambil pelunasan, karena kepada kreditur diberikan hak parate eksekusi.13

2. Hak jaminan kebendaan dimaksud adalah jaminan kebendaan atas tanah, baik berikut maupun tidak berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan dan merupakan satu kesatuan dengan tanah, yang berada di atas maupun di bawah permukaan tanah sepanjang benda-benda lain tersebut mempunyai kaitan dengan dan merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan.

Pada dasarnya hak atas tanah sebagaimana dimaksud daa\lam Undang-undang pokok agrarian menjadi objek hak tanggungan, apabila ha katas tanahnya dibebankan dengan hak tanggungan tidak serta merta meliputi benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dijadikan jaminan. Pembebanan benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan

12

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002, hal 278

13

(4)

dengan tanah yang bersangkutan sebagai jaminan dapat dilakukan bila secara tegas diperjanjikan pula oleh para pihak.14

Syarat penting bahwa benda-benda lain itu harus merupakan satu kesatuan dengan tanah dan secara khusus diperjanjikan masuk dalam penjaminan. Hal ini berarti, bahwa Undang-undang Hak Tanggungan tidak menganut asas asasi, terbawa oleh tanahnya ke dalam penjaminan. Hal ini merupakan konsekuensi dari dianutnya prinsip hukum adat dalam Undang-undang Pokok Agraria, walaupun yang namanya hukum adat tidak harus sama dengan hukum adat lain.15

Benda-benda lain yang emrupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan yang ikut dijadikan jaminan itu tidak harus dimiliki oleh pemegang hak atas tanahnya (debitur), melainkan dapat juga meliputi milik pihak lain (pihak ketiga).

Dengan demikian dalam pembebasan hak tanggungan atas tanah tersebut dapat dengan mengikutsertakan atau tidak mengikutsertakan benda-benda lain yang merupakan atau kesatuan (permanen atau tetap) dengan tanah yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pemisahan horizontal menurut hukum adat. Artinya, setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak tanaman dan hasil kerja, yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah, yang dijadikan sebagai jaminan utang.16

3. Pembebanan hak tanggungan dimaksud sebagai jaminan perlunasan utang tertentu

14

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdata an, Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2008, hal 334

15

J. Satrio, Op.Cit, hal 279

16

(5)

Perjanjian jaminan (hak tanggungan) merupakan ikutan atau tambahan dari perjanjian utang piutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang, yang merupakan perjanjian perjanjian pokok atau pendahuluannya. Dengan kata lain, perjanjian jaminan (hak tanggungan) merupakan perjanjian accessoir dari suatu perihatan sebelumnya, yaitu perjanjian lainnya yang menimbulkannya hubungan hukumutang piutang. Hak tanggungan dimungkinkan dapat menjamin lebih dari satu utang, baik berdasarkan satu eprjanjian utang piutang (termasuk secara sindikasi) atau dengan beberapa perjanjian utang piutang.17 Apabila perikatan pokoknya beralih, maka perikatan jaminannya turut berpindah, apabila perikatan pokoknya hapus, maka perikatannya juga hapus. Perikatan jaminan baru lahir atau mempunyai daya kerja, kalau perikatan pokoknya sudah lahir.18

4. Hak tanggungan memberikan kedudukan istimewa, yang diutamakan atau hak mendahulu kepada pemegang hak tanggungan dalam mengambil pelunasan utang tertentu yang bersangkutan.

Bertalian dengan eksekusi hak tanggungan, pemegang hak tanggungan mempunyai “hak mendahulu’ atau “hak didahulukan” dalam mengambil

pelunasan atas hasil eksekusi hak tanggungan sebagaimana dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT.19 Ini berarti terdapat dua kata yang bertalian dengan kedudukan pemegang hak tanggungan, yaitu “kedudukan yang

diutamakan” dan “hak mendahulu atau hak didahulukan”. Kata “hak

17

Ibid, hal 335

18

J. Satrio, Op.Cit, hal 336

19

(6)

mendahulu” kalau dihubungkan dengan peristiwa “eksekusi hak

tanggungan” tentunya berarti “didahulukan” dalam mengambil pelunasan

atas hasil eksekusi dari benda atau benda-benda yang dijaminkan dengan hak tanggungan. Sedangkan kedudukan kreditor pemegang hak tanggungan sebut sebagai “kreditor yang diutamakan”, sedangkan pelaksanaan haknya

disebut “mendahulu atau didahulukan”.20

Pada tanggal 9 April 1996 lahir Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sehingga dengan berlakunya Undang-Undang tersebut maka ketentuan mengenai hipotik dan creditverband dinyatakan tidak berlaku lagi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 29 UUHT. Dengan begitu dapat dipahami bahwa lembaga hak jaminan atas tanah yang berlaku saat ini adalah Hak Tanggungan yang menggantikan lembaga hipotik dan creditverband yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan Bangsa Indonesia. Lembaga Hak Tanggungan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang biasa dikenal dengan “Undang-Undang Hak Tanggungan” untuk selanjutnya disebut UUHT.

Setiap Warga Negara Indonesia dapat memiliki hak-hak atas tanah tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, UUPA menetapkan beberapa hak atas tanah yang dapat digunakan sebagai jaminan hutang dengan pembebanan Hak Tanggungan. Ketentuan mengenai Hak Tanggungan diatur sendiri dengan Undang- Undang sebagaimana terdapat dalam Pasal 51 UUPA. Sebagai tindak lanjut dari Pasal 51 UUPA maka pada tanggal 9 April 1996

20

(7)

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Berserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disingkat UUHT). UUHT merupakan suatu jawaban dari adanya unifikasi dalam lembaga jaminan yang ada di Indonesia, karena undang-undang ini telah disesuaikan dengan perkembangan keadaan dan mengatur berbagai hal baru yang berkenaan dengan lembaga Hak Tanggungan.

Keberadaan Undang-Undang Hak Tanggungan ini merupakan undang- undang yang penting bagi sistem hukum perdata khususnya hukum jaminan, yaitu dalam rangka memberikan kepastian dalam bidang pengikatan jaminan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai agunan kredit. Yang mana pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan hukum yang berlaku dan mengambil pelunasan tersebut meskipun obyek Hak Tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain, kreditor pemegang Hak Tanggungan masih tetap berhak untuk menjual melalui pelelangan umum apabila debitor cidera janji. Dalam pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan perjanjian tertulis yang dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 10 ayat 2 UUHT

(8)

yang telah dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan. Oleh karena itu, hak atas

tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat

dijaminkan dengan Hak Tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga

tidaklah mungkin untuk membebankan Hak Tanggungan pada suatu hak atas

tanah yang baru akan ada di kemudian hari.

Asas, ini juga merupakan asas yang sebelumnya sudah dikenal di dalam

hipotek. Menurut Pasal 1175 KUH Perdata, hipotek hanya dapat dibebankan atas

benda-benda yang sudah ada. Hipotek atas benda -benda baru akan ada di

kemudian hari adalah batal. (lbid., hlm. 26.) Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Sebagaimana diketahui Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan horizontal. Sehubungan dengan itu, maka dalam kaitannya dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan horizontal. Dalam rangka asas pemisahan horizontal, bendabenda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.

(9)

Tanggungan dapat dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, sekalipun benda-benda tersebut belum ada, tetapi baru akan ada di kemudian hari. Lebih jauh Remy Sjandeini mengatakan bahwa dalam pengertian "yang baru akan ada" ialah benda-benda yang pada saat Hak Tanggungan dibebankan belum ada sebagai bagian dari tanah (hak atas tanah) yang dibebani Hak Tanggungan tersebut. Misalnya karena benda-benda tersebut baru ditanam (untuk tanaman) atau baru dibangun (untuk bangunan dan hasil karya) kemudian setelah Hak Tanggungan itu dibebankan atas tanah (hak atas tanah) tersebut.21

Menurut Pasal 13 ayat (1) UUHT, terhadap pembebanan hak tanggungan

wajib didaftarkan pada kantor pertanahan. Selain itu di dalam Pasal 13 ayat (5) jo ayat

(4) UUHT juga dinyatakan bahwa hak tanggungan tersebut lahir pada hari tanggal

buku tanah hak tanggungan, yaitu tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara

lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Dengan demikian, hak

tanggungan itu lahir dan baru mengikat setelah dilakukan pendaftaran, karena jika

tidak dilakukan pendaftaran itu pembebanan hak tanggungan tersebut tidak diketahui

oleh umum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.

Sedangkan berakhirnya hak tanggungan tertuang dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1)

UUHT, yang menyatakan bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus karena beberapa

hal sebagai berikut :

1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.

Hapusnya hutang itu mengakibatkan hak tanggungan sebagai Hak Accessoir menjadi hapus. Hal ini terjadi karena adanya hak tanggungan tersebut adalah untuk menjamin pelunasan dari hutang debitor yang menjadi perjanjian

21

(10)

pokoknya. Dengan demikian, hapusnya hutang tersebut juga mengakibatkan hapusnya hak tanggungan.

2. Dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan apabila debitor atas persetujuan kreditor pemegang hak tanggungan menjual objek hak tanggungan untuk melunasi hutangnya, maka hasil penjualan tersebut akan diserahkan kepada kreditor yang bersangkutan dan sisanya dikembalikan kepada debitor. Untuk menghapuskan beban hak tanggungan, pemegang hak tanggungan memberikan pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut kepada pemberi hak tanggungan (debitor). Dan pernyataan tertulis tersebut dapat digunakan oleh kantor pertanahan dalam mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak tanah yang menjadi objek hak tanggungan yang bersangkutan, (sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 UUHT);

3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan suatu penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri.

(11)

atas tanah yang lainnya. Ketentuan hapusnya Hak Tanggungan diatur dalam pasal 18 UUHT.

Pembersihan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua pengadilan negeri hanya dapat dilaksanakan apabila objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan. Dan tidak terdapat kesepakatan diantara para pemegang hak tanggungan dan pemberi hak tanggungan tersebut mengenai pembersihan objek hak tanggungan dan beban yang melebihi harga pembeliannya, apabila pembeli tersebut membeli benda tersebut dari pelelangan umum.

Pembeli yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang (yang daerah kerjanya meliputi letak objek hak tanggungan yang bersangkutan) untuk menetapkan pembersihan tersebut dan sekaligus menetapkan ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang tersebut diantara para yang berpihutang (kreditor) dan para pihak berhutang (debitor) dengan peringkat mereka menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (Pasal 19 ayat (3) UUHT). Dan ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUHT tidak berlaku apabila :

a. Pembelian dilakukan secara sukarela (tanpa melalui lelang);

b. Dalam APHT yang bersangkutan secara tegas diperjanjikan oleh para pihak bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan (Pasal 11 ayat (2) huruf f UUHT).

c. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

(12)

berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari sebidang tanah tertentu yang dijaminkan.

Setiap pemberian hak tanggungan harus memperhatikan dengan cermat hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya hak atas tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan. Oleh karena itu, setiap hal yang menyebabkan hapusnya hak atas tanah tersebut demi hukum juga akan menghapuskan hak tanggungan yang dibebankan diatasnya, meskipun bidang tanah dimana hak atas tanahnya tersebut hapus tetapi masih tetap ada, dan selanjutnya telah diberikan pula hak atas tanah yang baru atau yang sama jenisnya. Dalam hal yang demikian, maka kecuali kepemilikan hak atas tanah telah berganti, maka perlu dibuatkan lagi perjanjian pemberian hak tanggungan yang baru, agar hak kreditor untuk memperoleh pelunasan mendahulu secara tidak pari passu dan tidak prorata dapat dipertahankan.

Hak atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria atau Peraturan Perundang-undangan lainnya yang mengatur pula tentang hal-hal yang mengakibatkan hapusnya hak atas tanah. Dalam hal Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang dijadikan objek hak tanggungan berakhir jangka waktu berlakunya dan diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu tersebut, hak tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan.

(13)

roya partial sudah nyata, bahwa utang, untuk mana diberikan jaminan,sudah tidak ada lagi atau paling tidak, ternyata bahwa kreditor sudah tidak memerlukan jaminan Hak Tanggungan itu lagi. Diwaktu yang sudah, penyelesaiannya dilakukan dengan prosedur yang tidak praktis. Kalau sertipikat hipotek hilang, jalan keluarnya dengan membuat akta consent roya didepan Notaris atau pihak kreditor, dengan membawa Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian dating menghadap kepada dan membuat pernyataan tertulis di hadapan Kepala Kantor. Dalam peristiwa ini yang mengherankan bahwa consent roya yang adalah pernyataan persetujuan untuk meroya, yang biasanya dipakai untuk mengganti surat roya yang hilang, dipakai untuk mengganti sertifikat hipotek yang hilang, padahal yang hilang di sini bukan surat royannya, tetapi sertifikat hipoteknya.

Menurut Pasal 22 UUHT setelah hak tanggungan dihapus, Kantor Pertanahan

mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada bukti tanah hak atas tanah dan

sertifikatnya. Adapun sertifikat hak tanggungan yang bersangkutan ditarik dan

bersama-sama buku hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh kantor

pertanahan. Jika sertifikat sebagaimana dimaksud diatas, karena sesuatu sebab tertentu

tidak dikembalikan kepada kantor pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah hak

tanggungan.

(14)

Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.22

Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.23 Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.24

Berdasarkan bunyi Pasal 4 UUHT, Hak-hak atas tanah yang dapat diletakkan hak Tanggungan diatasnya adalah:

(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah: a. Hak Milik;

b. Hak Guna Usaha;

22

Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 2 ayat (2)

23

Ibid, Pasal 3 ayat (1)

24

(15)

c. Hak Guna Bangunan.

(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga di-bebani Hak Tanggungan. (3) Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.

Sedangkan bunyi Pasal 5, menjelaskan bagaimana objek hak tanggungan yang dapat dibebani lebih dari satu kali pendaftarannya:

(1) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.

(16)

(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan Indiviudaliteit adalah bahwa yang dapat dimiliki sebagai kebendaan adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah (individualiteit bepaald). Di dalam ketentuan Pasal 5 UUHT Nomor 4 Tahun 1996 menentukan sebagai berikut:

(1) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang.

(2) Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan.

(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan

Dengan demikian dapat diketahui bahwa meskipun atas sebidang tanah tertentu yang telah ditentukan dapat diletakkan lebih dari satu Hak Tanggungan, namun masing-masing Hak Tanggungan tersebut adalah berdiri sendiri, terlepas dari yang lainnya. Eksekusi atau Hapusnya Hak Tanggungan yang tidak membawa pengaruh terhadap Hak Tanggungan lainnya yang dibebankan di atas hak atas tanah yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut.

Hapusnya Hak Tanggungan di atur dalam Pasal 18 UUHT Nomor 4 Tahun 1996, yang mengatur sebagai berikut:

(17)

a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;

c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;

d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

(2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.

(3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.

(4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibeban Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.

B. Subyek dan Obyek Hak Tanggungan

(18)

dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum.”

Dari uraian pasal tersebut di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa subyek hukum yang dapat memiliki hak atas tanah, yaitu: orang-orang secara individu; bersama-sama dengan orang lain; dan badan hukum. Untuk mengetahui kepatioan hak dari masing subyek hak atas tanah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:25

1. Orang-orang secara Individu.

Orang, manusia (individu) dapat disebut sebagai Natuurlijk Persoon yaitu subyek hukum secara alami, karena secara alamiah hanya manusia yang dapat menjadi subyek hukum dan melakukan suatu tindakan atau hubungan hukum. Hak atas tanah dapat diberikan kepada manusia secara individu, perorangan, masing-masing atas suatu hak atas tanah tertentu. Sehingga dalam tanda bukti atas tanah tersebut dapat disebutkan nama tiap-tiap individu yang memiliki hak tas tanah, misalnya Sertifikat Hak Milik Atas Tanah No 56 Atas Nama Tuan BUDI. Ini berarti negara telah memberi hak kepada tuan Budi (secara personal) untuk menguasai tanah tersebut, sebagai sebuah subyek hukum. Jadi, kepastian hukum bagi Tuan BUDI sebagai subyek hak atas tanah dapat dilihat dari adanya sertifikat –sebagai tanda bukti hak atas tanah- yang dimiliki oleh Tuan Budi secara personal.

25

Sonny Pungus, Kepastian Hukum Hak katas Tanah, melalui

(19)

Dalam Hukum Agraria (UUPA), khususnya yang berkaitan dengan hak atas tanah, tidak semua individu dapat memiliki hak atas tanah, dengan kata lain hanya orang-orang yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat mempunyai hak atas tanah. Misalnya, dalam Hak Milik, hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki hak milik atas tanah, sedangkan bagi warga negara asing hanya dapat memiliki hak pakai atas tanah.

2. Orang-orang secara bersama-sama dengan orang lain

Hak atas tanah juga dapat diberikan kepada orang-orang secara bersama-sama, artinya sekelompok orang secara bersama-sama dapat memiliki hak atas tanah. Dalam UUPA hal ini dikenal dengan tanah ulayat. Dalam ketentuan Pasal 3 UUPA disebuitkan bahwa masyarakat hukum adat diakui oleh negara sepanjang dalam kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dalam masyarakat kesatuan Negara Republik Indonesia.

(20)

Selain dapat diberikan kepada orang perorangan dan bersama-sama dengan orang lain, hak atas tanah juga dapat diberikan kepada badan hukum. Badan hukum dapat disebut juga Recht Persoon, yaitu subyek hukum yang memiliki hak karena hukum yang menentukan dia sebagai subyek hukum. Terhadap badan hukum tersebut dapat juga mempunyai hak atas tanah, dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya: Untuk badan hukum, hanya badan-badan hukum tertentu saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, yaitu Basan Hukum yang bergerak dibidang sosial, keagamaan dan koperasi pertanian. Sedangkan untuk Badan Hukum komersial lainnya tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah, tetapi dapat mempunyai Hak Guna Bangunan Hak Guna Usaha, dan sebagainya.

Dalam perjanjian pemberian hak jaminan atas tanah dengan hak tanggungan, ada dua pihak yaitu pihak yang memberikan hak tanggungan dan pihak yang menerima hak tanggungan tersebut. Yang dapat menjadi subjek hukum dalam pemasangan hak tanggungan adalah sebagai berikut:

1. Pemberi Hak Tanggungan

Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan.26 Dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk

26

(21)

melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud di atas harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan.27

2. Pemegang Hak Tanggungan

Selain pihak yang memberi hak tanggungan, maka sudah barang tentu ada pihak yang menerima hak tanggungan tersebut yang lazim disebut pemegang hak tanggungan. Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hokum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.28 Menurut Pasal 9 UUHT, pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dengan demikian yang dapat menjadi pemegang hak tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberi uang, baik orang perseorangan warga negara Indonesia maupun orang asing.29

Subjek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam kedua pasal itu ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hokum dalam pembebanan hak tanggungana dalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hokum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hokum terhadap objek hak tanggungan. Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hokum, yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. Biasanya dalam praktik pemberi hak

27

Sutan Remy Sjahdeini, 1996, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan- Ketentuan Pokok dan Masalah-Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya, hal.56

28

Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hal 185

29

(22)

tanggungan disebut dengan debitur, yaitu orang meminjamkan uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima hak tanggungan disebut dengan istilah kreditur, yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.30

Obyek hak atas tanah adalah mengenai obyek hak (tanah) tertentu yang dapat dipunyai hak oleh subyek hukum. Obyek hak atas tanah tersebut dapat berasal dari tanah negara maupun tanah-tanah yang telah dimiliki hak sebelumnya. Obyek hak atas tanah tersebut juga berkaitan berkaitan dengan jenis-jenis hak atas tanah yang ditentukan dalam UUPA yaitu dalam Pasal 16. Dalam Pasal tersebut dijelaskan macam-macam hak atas tanah antara lain: Hak Milik; Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak membuka Tanah, Hak memungut Hasil Hutan, Hak-hak atas tanah yang akan ditentukan kemudian, dan Hak hak atas tanah yang bersifat sementara.

Untuk menjamin kepastian hukum, maka obyek hak atas tanah yang dipunyai oleh suatu subyek hak harus dituliskan atau dicatatkan secara jelas dan rinci mengenai jenis hak, batas wilayah dan jangka waktu (bila ada). Obyek tersebut digambarkan dalam peta situasi dan diukur oleh pejabat yang berwenang dan hasilnya akan dicatatkan dalam sertifikat sebagai bukti hak atas tanah. Kesalahan dalam menentukan obyek hak atas tanah ini sering menjadi masalah krusial dalam masyarakat. Misalnya adanya tumpang tindih sertifikat terhadap tanah yang letaknya berbatasan.

Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, obyek hak tanggungan yang bersangkutan harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu:

1. dapat dinilai dengan uang;

30

(23)

2. termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum; 3. mempunyai sifat dapat dipindahtangankan; 4. memerlukan penunjukan oleh undang-undang.31

Adapun obyek dari hak tanggungan dalam Pasal 4 ayat (1) UUHT disebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UUHT, yang dimaksud dengan hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA. Hak guna bangunan meliputi hak guna bangunan di atas tanah negara, di atas tanah hak pengelolaan, maupun di atas tanah hak milik. Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum dari UUHT, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek tanggungan adalah:

1. Hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang hak tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas), dan

2. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya.32

31

Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Op.Cit, hal.58

32

(24)

Pada prinsipnya, objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang memenuhi dua persyaratan, yaitu wajib didaftarkan (untuk memenuhi syarat publisitas) dan dapat dipindahtangankan untuk memudahkan pelaksanaan pembayaran utang yang dijamin pelunasannya. Sesuai dengan amanat Pasal 51 UUPA, ha katas tanah yang ditunjuk sebagai objek hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, hak pakai atas tanah Negara tertentu yang memenuhi kedua syarat terebeut juga dapat dijadikan objek hak tanggungan.33

C. Hukum Jaminan Hak Atas Tanah pada umumnya

Salah satu bentuk jaminan kebendaan yang dibebankan atas hak atas tanah adalah hak tanggungan sebagai pengganti Hipotik dan Credietverband. Lahirnya hak tanggungan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tersebut merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam hukum tanah nasional yang tertulis. Lembaga perbankan cenderung lebih menerima jaminan kebendaan karena merupakan jaminan yang paling menguntungkan kreditor karena didalam perjanjian penjaminan ditentukan bahwa benda tertentu yang diikat perjanjian dan objek jaminan yang diutamakan adalah tanah sebab nilai tanah tidak pernah berkurang. Hak tanggungan merupakan salah satu jenis hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang hanya memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk memperoleh pelunasan piutangnya secara mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya.34

33

Andrian Sutedi, Op.Cit, hal 53

34

(25)

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten.35 pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak memberikan perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu yaitu meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut Salim HS, hukum jaminan itu adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.36 Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, sebagaimana yang dikutip oleh Salim HS, mengemukakan bahwa hokum jaminan adalah: “Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarenagi dengan adanya lembaga kredit dengan jumalh, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.”37

Pengertian lain dari hukum jaminan diberikan oleh Rachmadi Usman yang menyatakan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur

35

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal 1

36

Salim HS, Op.Cit, hal 6

37

(26)

perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pihak pemberi utang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima utang.38

Dari pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hubungan antara pemberi jaminan dan peneriman jaminan guna menjamin suatu hutang atau fasilitas kredit tertentu dengan jaminan benda atau perorangan. Dalam rangka pembangunan ekonomi, Bidang hukum yang meminta perhatian serius dalam pembinaan hukumnya diantaranya lembaga jaminan. Hal ini disebabkan perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan adanya jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. Lembaga jaminan ini sangat diperlukan bagi perkembangan dunia investasi dan perdagangan di Indonesia. Kegiatan investasi dan perdagangan ini memerlukan dana yang sangat besar. Dana tersebut antara lain diperoleh melalui kredit perbankan. Pemberian fasilitas kredit oleh bank ini memerlukan adanya jaminan untuk menjamin pelunasan hutang debitor. Apabila sewaktu-waktu debitor wanprestasi bank dapat menjual benda jaminan untuk memperoleh pelunasan piutangnya.

Pasal 1131 KUHPerdata dikatakan bahwa segala kebendaan orang yang berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perorangan, namun sering orang tidak merasa puas dengan jaminan yang dirumuskan secara umum. Oleh karena itu, bank perlu meminta supaya benda

38

(27)

tertentu dapat dijadikan jaminan yang diikat secara yuridis. Dengan demikian, apabila debitor tidak menepati janjinya atau cidera janji (wanprestasi), maka bank dapat melaksanakan haknya dengan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari kreditor lainnya untuk mendapatkan pelunasan hutangnya.

Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran hutang yang paling disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit. Sebab tanah, pada umumnya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai tanda bukti hak, sulit digelapkan dan dapat dibebani Hak Tanggungan yang memberikan hak istimewa kepada kreditor.39

Didalam UUPA, hak jaminan atas tanah yang dinamakan Hak Tanggungan mendapat pengaturan dalam Pasal 25; Pasal 33; Pasal 39; Pasal 51 dan Pasal 57. Di dalam Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 39 UUPA ditetapkan mengenai hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan, yaitu tanah dengan status hak milik, hak guna usaha serta hak guna bangunan. Menurut Pasal 51 UUPA, Hak Tanggungan itu akan diatur dengan Undang-Undang dan dalam Pasal 57 UUPA dinyatakan bahwa selama Undang-Undang-Undang-Undang tersebut belum terbentuk maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai Hipotek dan Creditverband.

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, ketentuan-ketentuan mengenai hipotek atas tanah yang terdapat dalam Buku II KUHPerdata dan ketentuan-ketentuan mengenai Creditverband yang terdapat dalam Staatsblad 1937 Nomor 190 dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. Karena dipandang tidak sesuai lagi dengan sistem hukum keperdataan dalam

39

(28)

hukum jaminan dan kebutuhan kegiatan perkreditan, dan sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia.

Dengan terbitnya UUHT ini sangat berarti terutama didalam menciptakan unifikasi hukum tanah nasional, khususnya di bidang hak jaminan atas tanah. Dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT, disebutkan bahwa hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Hak Tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan yang kuat atas benda tidak bergerak berupa tanah yang dijadikan jaminan, karena memberikan kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan) bagi kreditor pemegang hak tanggungan dibandingkan dengan kreditor lainnya.40

Keberadaan jaminan kredit, bukan merupakan unsur yang utama bagi bank dalam memberikan kredit pada debitor, akan tetapi merupakan persyaratan guna memperkecil resiko dalam pengembalian kredit perbankan. Adanya jaminan ini merupakan langkah antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya resiko dalam pengembalian kredit.

Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, penjaminan hak atas tanah dilakukan dengan hak tanggungan. Hal ini dapat dilihat yaitu dalam Pasal 51 yang menentukan bahwa ”Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak

Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan undang-undang.” satu-satunya hak jaminan atas tanah hanyalah

40

(29)

hak tanggungan, Hipotek dan creadietverband tidak berlaku lagi. Akan tetapi, karena peraturan pelaksana yang mengatur hak tanggungan belum ada, khususnya mengenai eksekusi hak tanggungan, maka pelaksanaan eksekusi hak tanggungan masih mengacu pada ketentuan Hipoteek. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 26 UUHT bahwa “Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai Eksekusi Hypoteek yang apa pada mulai berlakunya undang-undang ini berlaku terhadap Eksekusi Hak Tanggungan”.

(30)

tanggungan, maka pelaksanaan eksekusi hak tanggungan masih mengacu pada ketentuan Hipoteek. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 26 UUHT bahwa “Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai Eksekusi Hypoteek yang apa pada mulai berlakunya undang-undang ini berlaku terhadap Eksekusi Hak Tanggungan”.

Hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu Berada Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada, sehingga hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek hak tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga. Asas yang disebut droit de suite memberikan kepastian kepada kreditor mengenai haknya untuk memperoleh pelunasan dari hasil penjualan atas tanah penguasaan fisikatau Hak Atas Tanah penguasaan yuridis, yang menjadi objek hak tanggungan bila debitor wanprestasi, sekalipun tanah atau hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan itu dijual oleh pemiliknya atau pemberi hak tanggungan kepada pihak ketiga.

(31)

Asas spesialitas diaplikasikan dengan cara pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan asas publisitas diterapkan pada saat pendaftaran pemberian hak tanggungan di Kantor Pertanahan. Pendaftaran tersebut merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan tersebut dan mengikatnya hak tanggungan terhadap pihak ketiga. 3. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya

Keistimewaan lain dari hak tanggungan yaitu bahwa hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitor wanprestasi tidak perlu ditempuh cara gugatan perdata biasa yang memakan waktu dan biaya. Bagi kreditor pemegang hak tanggungan disediakan cara-cara khusus, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Menurut Arie S. Hutagalung dengan ciri-ciri tersebut di atas, maka diharapkan sektor perbankan yang mempunyai pangsa kredit yang paling besar dapat terlindungi dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dan secara tidak langsung dapat menciptakan iklim yang kondusif dan lebih sehat dalam pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.41

D. Hak Kreditur Dalam Hal Terjadi Perubahan Status Hak Atas Tanah Yang Dibebani Hak Tanggungan

Hak tanggungan merupakan jaminan atas tanah yang memberi kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Berbicara

41

(32)

mengenai hak tanggungan berarti membicarakan mengenai pengkreditan yang modern, dimana hak tanggungan memberikan perlindungan dan kedudukan yang istimewa kepada kreditur tertentu. Maksud dari kreditur diutamakan dari kreditur lainnya yaitu apabila debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan dapat menjual barang agunan melalui pelelangan umum untuk pelunasan utang debitur. Kedudukan diutamakan tersebut tentu tidak mempengaruhi pelunasan utang debitur terhadap kreditur-kreditur lainnya, Keistimewaan inilah yang disukai oleh pihak bank sebagai kreditur karena dapat dengan mudah melakukan pengeksekusian terhadap obyek jaminan.

Adanya kewajiban untuk mendaftarkan Hak Tanggungan ditujukan untuk menjamin kepastian hukum untuk menjamin kepastian hukum kepada pemberi dan penerima hak tanggungan dan untuk memberikan perlindungan hukum manakala salah satu pihak mengadakan tindakan-tindakan yang merugikan pihak lainya. Sebagai contoh ketika pemberi hak tanggungan tidak dapat melunasi hutang yang dipinjamnya dari pemegang hak tanggungan, maka dengan adanya pendaftaran hak tanggungan, pemegang hak tanggungan mempunyai kekuatan hukum yang kuat untuk mendapatkan pembayaran atas piutangnya dengan cara mengeksekusi tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

(33)

pentingnya kepastian hukum bagi kreditur, debitur, dan pihak lain yang terkait dalam undang-undang hak tanggungan diatur secara rinci tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan dan hapusnya hak Tanggungan. Dalam hubungan pemberian kredit dengan Hak Tanggungan, pada umumnya pihak pemberi Hak Tanggungan (debitur) merupakan pihak yang lemah kedudukannya terutama pada waktu kreditur belum diberikan, terlebih lagi apabila pemberi Hak Tanggungan tersebut memang berasal dari golongan ekonomi lemah yang membutuhkan kreditur.

(34)

mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain (“droit de preference”) untuk mengambil pelunasan dari penjualan tersebut. Kemudian hak tanggungan juga tetap membebani obyek hak tanggungan ditangan siapapun benda itu berada, ini berarti bahwa kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (“droit de

suite”).42 Dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan kepada pihak lain tanpa seizing pihak kreditur maka kreditur dapat mengajukan action pauliana yaitu hak dari kreditur untuk membatalkan seluruh tindakan kreditur yang dianggap merugikan. Dengan demikian, dalam perjanjian tanggungan, pihak kreditur tetap diberikan hak-hak yang dapat menghindarkannya dari praktek-praktek nakal debitur atau kelalaian debitur.43

Pasal 1132 KUH Perdata telah mengisyaratkan bahwa setiap kreditur memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditur lainnya, kecuali jika ditentukan lain oleh undang-undang karena memiliki alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari para kreditur-kreditur lainnya. Dengan adanya kalimat dalam pasal 1132 KUHPerdata yang bunyinya kecuali apabila diantara para kreditur lainnya maka terdapat kreditur-kreditur tertentu yang oleh undang-undang diberikan kedudukan yang lebih tinggi daripada kreditor lainnya. Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis kreditur yaitu:

1. Kreditur Konkuren

42

Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi, dan Pelaksanaan. Djambatan, Jakarta. 1999, hal 402

43

(35)

Dalam lingkup kepailitan yang dapat digolongkan sebagai kreditur konkuren (unsecured creditor) adalah kreditur yang piutangnya tidak dijamin dengan hak kebendaan (security right in rem) dan sifat piutangnya tidak dijamin sebagai piutang yang diistimewakan oleh Undang-Undang.44Kreditur ini harus berbagi dengan para kreditur lainnya secara proporsional atau disebut juga pari passu, yaitu menurut perbandingan besarnya tagihan masing-masing dari hasil

penjualan harta kekayaan debitur yang tidak dibebani dengan hak jaminan. Pembayaran terhadap kreditur konkuren adalah ditentukan oleh kurator.45

2. Kreditur Preferen

Kreditur preferen termasuk dalam golongan secured creditors karena sematamata sifat piutangnya oleh undang-undang diistimewakan untuk didahulukan pembayarannya. Dengan kedudukan istimewa ini, kreditur preferen berada diurutan atas sebelum kreditur konkuren atau unsecured creditors lainnya. Utang debitur pada kreditur preferen memang tidak diikat dengan jaminan kebendaaan tapi undang-undang mendahulukan mereka dalam hal pembayaran.46

Hak kreditur yang didahulukan (preference) merupakan hak tagihan yang oleh undang-undang digolongkan dalam hak istimewa (privilege) dan tagihan disebut sebagai tagihan yang didahulukan atau tagihan preference, sedangkan krediturnya disebut kreditur preference. Hak tanggungan merupakan jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hak tanggungan juga

44

(36)

tetap membebani objek Hak tanggungan di tangan siapa pun benda itu berada ini berarti bahwa kreditur pemegang Hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda yang dijadikan objek jaminan Hak tanggungan, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (droit de suite). Jadi walaupun tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan dialihkan kepada pihak lain atau orang lain, Hak Tanggungan tetap melekat pada tanah tersebut, sepanjang belum dihapuskan oleh pemegang Hak Tanggungan.47

Meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; Sejak bertakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria sampai dengan saat ini, ketentuan-ketentuan yang lengkap mengenai Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk. Ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang-Undang

47

(37)

tentang Hak Tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia sedangkan perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Hak Pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga dimungkinkan untuk dibebani Hak Tanggunga.

Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka dibentuklah Undang-undang yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional. Hak tanggungan lahir dengan sebuah perjanjian. Dalam kenyataan, banyak pihak pemberi hak tanggungan yang ternyata lalai atau sengaja melalaikan kewajiban dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya melakukan penjualan terhadap barang jaminan. Sehingga perlu kiranya dikaji lebih jauh kedudukan kreditur penerima tanggungan dalam hal terjadinya wanprestasi dari pemberi tanggungan.

(38)

karena hak tanggungan tidak dapat dilepaskan dari perjanjian kredit, itulah sebabnya maka hak tanggungan dikatakan accessoir (mengikuti) perjanjian pokoknya.

Kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung resiko, maka dalam setiap pemberian kredit, bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa ada suatu perjanjian tertulis. Itu sebabnya diperlukan suatu jaminan kredit dengan disertai keyakinan akan kemampuan debitur melunasi utangnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 8 UU Perbankan No.7/1992 yang menyatakan dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan.

Dalam menjalankan suatu perjanjian khususnya dalam perjanjian kredit, para pihak (debitur, kreditur) selalu dibebani dua hal yaitu hak dan kewajiban Oleh Subekti (1979:29) mengatakan suatu perikatan yang dilahirkan oleh suatu perjanjian, mempunyai dua sudut: sudut kewajiban-kewajiban (obligations) yang dipikul oleh suatu pihak dan sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh oleh lain pihak, yaitu hak-hak menurut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu.Jadi hak tanggungan merupakan jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberi kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.

(39)

tanggungan mengatur perjanjian dan hubungan utang-piutang tertentu antara kreditur dan debitur, yang meliputi hak kreditur untuk menjual lelang harta kekayaan tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan (obyek hak tanggungan) dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut jika debitur cidera janji.

Kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain (“droit de preference”) untuk mengambil pelunasan dari penjualan tersebut. Kemudian hak tanggungan juga tetap membebani obyek hak tanggungan ditangan siapapun benda itu berada, ini berarti bahwa kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (“droit de suite”) (Boedi Harsono, 1999:402).

Referensi

Dokumen terkait

Tatakaedah kajian menggunakan Teknik Delphi yang temu bual bersama tujuh orang pakar bidang pendidikan vokasional telah dijalankan bagi memperoleh kesepakatan

<td

Sikap Tanggung jawab, peduli sesama, dan menghargai orang lain yang terdapat dalam kumpulan cerpen Guruku Superhero merupakan contoh dari nilai moral hubungan manusia

Pada umumnya mesin gerinda tangan digunakan untuk menggerinda atau memotong logam, tetapi dengan menggunakan batu atau mata yang sesuai kita juga dapat menggunakan mesin gerinda

Turunnya daya beli masyarakat terhadap buku, memicu para penjual buku untuk meningkatkan pelayanannya dengan menghadirkan website sebagai aplikasi penjualan secara online

Berdasarkan hasil evaluasi Administrasi, Teknis dan Biaya dengan ini Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Pada Biro-Biro

demikian ada kelompok pakar yang membahas proses faktor-faktor ekstern yang mendorong munculnya ruh kebangsaan Indonesia, ada kelompok pakar yang membahas kemenangan

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan pada agroindustri