• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

1

PT. CATERPILLAR INDONESIA TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH:

MUHAMAD TAUFIK ZULFIQOR NIM: 106101003341

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN MUSCULOSCELETAL DISORDERS PADA WELDER DI BAGIAN FABRIKASI

PT. CATERPILLAR INDONESIA TAHUN 2010

SKIRPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:

MUHAMAD TAUFIK ZULFIQOR NIM: 106101003341

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan pertolongan kepada para hambanya. Dan dengan memohon kepada Alloh SWT semoga memberikan tambahan rahmat dan Islam kepada orang yang termulya dari kesekian hambanya, yaitu makhluq-Nya yang paling mulia, Muhammad Saw.

Laporan ini merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang dilakukan di PT. Caterpillar Indonesia selama 1 bulan. Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan yang tidak dapat tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan skripsi ini, mudah-mudahan Alloh SWT selalu melimpahkan pertolongan dan ridla-Nya sehingga dapat menjadi manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi penulis secara khususnya.

Sebagai akhir kata, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur memberikan ucapan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:

1. Keluargaku tercinta, Bapak dan Mama yang selalu memberikan nasihat dan semangat agar selalu menjadi orang yang mengamalkan ilmunya. Serta Kakakku Yuli, yang telah berkenan meminjamkan laptopnya untuk menyelesaikan skripisi ini.

2. Guruku, KH. Drs. Misbahul Anam, At Tijanny yang merupakan sumber inspirasi dan telah banyak memberikan nasihat hingga saat ini.

3. Prof. Dr (Hc). dr. MK. Tadjudin, SP.And selaku Dekan, yang telah banyak memfasilitasi selama kegiatan menuntu ilmu.

4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah membuka jalan pengetahuan Kesehatan Masyarakat yang luas.

5. Bunda Iting Shofwati ST, M.KKK selaku pembimbing yang secara tulus dan penuh kesabaran menyalakan pelita di gelapnya dunia.

6. Bunda Minsarnawati, SKM, MKM yang telah memberikan coretan ilmu dan kasih sayang selama penyusun skripsi ini.

7. Bunda Catur Rosidati, SKM, MKM, selalu menyediakan waktunya untuk sharing selama penulisan skripsi ini.

(4)

9. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu administrasi.

10.Ibu Tari selaku General Manager PT. Caterpillar Indonesia yang secara terbuka menerima penulis untuk melakukan kegiatan penelitian skripsi.

11.Bapak Yogi Daryoto, ST yang telah banyak membantu penlitian dan memotivasi penulis untuk terus belajar.

12.Bapak Moch. Iswantara, Bapak Rudi dan Bapak Budi yang selalu membimbing di lapangan dan memberikan masukan-masukan bermanfaat serta motivasi dalam memaknai hidup ini.

13.Kawan-kawan di Istana Kertamukti; Kang Surma Adnan, Mas Fajar Iqbal, Mas Ahmad Dharif, Mas Purwanto, Aa Iwang, Bang Masda Hilmi, Kakak Rizwan dan Kakak Bagol.

14.Segenap Insan Pergerakan dan Sahabat-sahabat PMII Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas semangatmu dan selalu

„Yakin Usaha Sampai‟.

15.Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat 3G FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga keberkahan selalu menyertai langkah kita.

16.Khushushon ilaa Jam’iyyat el quusn, Blows Band Marawis and The Crazy Wheels of zero sixs (Aditya Pratama & Prayudi, Ahmad Fauzi, Defriyan, Dian Rawar, Dauly, Halsariki, Lutfi Fauji, Nouval, Ali Imron, Zaenal Arifin, Yunus, Musthafa Iban, Said Muchsin, Trimunggara).

Selalu bergerak dalam kreatifitas..! 17.Dan Łẳkh, makasih yaa,,,

Ucapan terimakasih ini tidak diberikan kepada penghambat kreatifitas dan kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan kemurnian dan ketulusan hati untuk berkarya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memperluas wisata ilmu, khusunya di dunia Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Jakarta, 20 Desember 2010

(5)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2010

Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculosceletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

viii + 114 Halaman, 22 Tabel, 10 Gambar, 2 Skema, 1 Grafik, Lampiran ABSTRAK

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Hasil studi pendahuluan diperoleh 80% pekerja (10 welder) merasakan keluhan MSDs, 40% pekerja mengeluh pada bagian pinggang, 20% pada lengan kanan, betis kanan dan leher bawah, 20% keluhan pada lengan kanan dan pinggang saja.

Penelitian ini dilakukan di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada Juni-Desember 2010. Sampel penelitian sebanyak 75 orang menggunakan desain cross sectional study. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dan Kruskall Wallis. Variabel yang diteliti adalah risiko pekerjaan, usia, masa kerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani.

Hasil penelitian didapatkan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang (77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7 orang (9,3%). Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko pekerjaan (pvalue = 0,000), masa kerja (p value = 0,002), kebiasaan merokok (p value = 0,044) dan kesegaran jasmani (p value = 0,000). Sedangkan yang tidak berhubungan adalah usia (p value = 0,116) dan indeks masa tubuh (p value = 0,941).

Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot tubuh, melakukan senam pagi setiap hari dan menggunakan back support untuk meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan rotasi pekerjaan untuk menghindari stress pada otot tubuh akibat pekerjaan yang menetap, melakukan pengawasan terhadap kegiatan senam pagi dan melakukan program quit smoking untuk mengendalikan kebiasaan merokok pekerja.

Daftar Bacaan : 48 (1987 - 2009)

(6)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

CONCENTRATION SAFETY AND HEALTH WORK Thesis, December 2010

Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341

Factors Associated to Welders of Musculosceletal Disorders Complaints in Fabrication Division at PT. Caterpillar Indonesia Year 2010

viii + 114 Pages, 22 Tables, 10 Pictures, 2 Skemes, 1 Grafic, 6 Attachments ABSTRACT

Musculoskeletal disorders (MSDs) is a pain on the parts of muscle sceletal when that pain starting from a very mild complaint until the very sick. Preliminary study had been showed that 80% of workers (10 welders) symptoms of MSDs, 40% of workers felt on waist, 20% felt on right arm, right leg and under neck, 20% of pain felt on right arm and waist.

This researched was conducted in the Fabrication of PT. Caterpillar Indonesia on June until December 2010 with 75 samples and using a cross sectional study design. The statistical test had been used chi square and Kruskall Wallis. Variables studied an occupational risk, age, periode of employment, body mass index, smoking habits and physical fitness.

The results showed a mild level of MSDs complaints were 58 peoples (77.3%) and complaints of heavy MSDS number of 7 persons (9.3%). Statistical analysis showed an association between MSDs complaints with occupational risk (p value = 0.000), periode of employment (p value = 0.002), smoking habits (p value = 0.044) and physical fitness (p value = 0.000). While that is not related to age (p value = 0.116) and body mass index (p value = 0.941).

To reduce the MSDs complaints suggested to take a rest while begin to feel stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day and use a back support and company can do the job rotation to avoid stress on the muscles of the body due to permanent jobs, would be monitoring stretching activities and conducting a quit smoking program.

Reading list : 48 (1987 - 2009)

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).

(8)

Dalam Media Relations Officer ILO Jakarta, 2007 menyebutkan :

Berdasarkan penelitian yang dilakukan ILO (Organisasi Perburuhan Internasional), sekitar 2,2 juta jiwa per tahun di seluruh belahan dunia kehilangan nyawa akibat kecelakaan ataupun penyakit yang terkait dengan pekerjaan atau rata-rata setiap hari 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik. Akibat pekerjaan juga setiap tahun sebanyak 270 juta jiwa lainnya menderita luka parah dan 160 juta lainnya mengalami penyakit jangka panjang atau pendek.

Pada faktanya, Europan communities (2008) telah memperkirakan sekitar 40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang telah menderita MSDs setiap tahun. Berdasarkan hasil survey sebelumnya oleh lembaga de santé publique de Montréal pada tahun 2005 didapatkan data bahwa cidera musculoskeletal disorders (MSDs) menyebabkan kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21% pada perusahaan manufacture (Installation, maintenance, and repair occupations) dan sektor pelayanan jasa, mayoritas yang menerima pajanan ini adalah operator ataupun pekerja kasar (dalam Susan Stock et al, 2005).

(9)

Berdasarkan hasil survey Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1.5%) (Depkes RI, 2005).

Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal sesudah bekerja (dalam Mega Octarisya, 2009).

(10)

sendi. Semakin bertambah usia seseorang, semakin tinggi risiko terjadinya penurunan elastisitas tulang.

Dalam mengatasi masalah elastisitas persendian, Humantech (2003) menjelaskan bahwa seseorang yang tidak pernah melakukan senam ataupun olahraga secara rutin akan menyebabkan otot menjadi tidak fleksibel/kehilangan elastisitasnya sehingga berakibat keluhan MSDs. Sedangkan peningkatan keluhan MSDs itu sendiri juga dipengaruhi oleh umur dan masa kerja, Ohlsson et al. (1989) melaporkan bahwa derajat keluhan MSDs meningkat secara signifikan seiring dengan bertambahnya masa kerja.

Berdasarkan hasil penelitian Juniani dkk, diketahui bahwa ketika melakukan aktifitas pengelasan dengan bebas, pekerja yang sering merasakan kaku pada bahu pada sebanyak 66%, sebanyak 69% pekerja merasa sakit atau nyeri pada leher, 52% nafas pekerja merasa tertekan pada saat melakukan pengelasan dan 77% merasakan nyeri pada bagian punggung.

(11)

Setelah dilakukan penerapan fasilitas kerja yang sesuai dengan antropometri pekerja terjadi peningkatan produktivitas sebesar 15% -22%.

Hasil penelitian Hendra dan Suwandi (2008), diketahui bahwa pekerjaan pemanenan kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai skor REBA antara 8–10 atau risiko tinggi yang memerlukan tindakan perbaikan segera. Keluhan MSDs terbanyak dialami pada bagian leher dan punggung bawah, yaitu masing-masing sebanyak 98 responden. Sedangkan keluhan paling sedikit adalah pada bagian pantat/bokong. Varibel yang secara signifikan berhubungan dengan keluhan MSDs adalah jenis pekerjaan, umur, dan lama kerja.

(12)

pengelasan yang ada terbagi menjadi dua jenis yaitu tack weld (pengelasan titik) dan full weld (pengelasan panjang) dengan posisi pengelasan yang berbeda-beda, sehingga hal tersebut menyumbangkan beberapa variasi bahaya termasuk risiko MSDs. Adapun jumlah pekerja di Fabrikasi yang melakukan proses pengelasan adalah sejumlah 75 orang.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2010 terhadap 10 pekerja bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map, diketahui bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan MSDs setelah bekerja. Sebanyak dua orang (20%) merasakan keluhan pada bagian pinggang, lengan kanan, betis kanan dan kiri serta leher bawah, sebanyak satu orang (10%) merasakan keluhan nyeri dan pegal-pegal pada pinggang, lengan kanan, betis kanan dan kiri, sejumlah satu orang (10%) merasakan keluhan pada pinggang dan lengan kanan, serta sebanyak empat orang (40%) merasakan keluhan hanya pada pinggang saja.

Selain itu belum ada penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang terkait dengan keluhan MSDs di PT. Caterpillar Indonesia, maka peniliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia

tahun 2010”

1.2. Rumusan Masalah

(13)

merasakan adanya gejala MSDs seperti nyeri ataupun pegal-pegal setelah bekerja. Gangguan MSDs pada pekerja dapat mempengaruhi penurunan performance kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam pekerjaan, penurunan kewaspadaan, gangguan dalam kehidupan keluarga, dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Juga belum pernah ada penelitian terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di PT. Caterpilllar Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia pekerja, masa kerja, kebiasaan merokok, indeks masa tubuh dan kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs di PT. Caterpilllar Indonesia.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, masa kerja, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

4. Apakah ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

(14)

6. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

7. Apakah ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

8. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

9. Apakah ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculoskeletal disorder (MSDs) pada pekerja bagian Fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

(15)

4. Diketahuinya hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 5. Diketahuinya hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada

welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 6. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada

welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010. 7. Diketahuinya hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan

MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

8. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

9. Diketahuinya hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Perusahaan

(16)

2. Perusahaan dapat melakukan pertimbangan/koreksi/update terhadap potensi MSDs yang ada di lingkungan kerja.

1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

1. Diperoleh ilmu/metode baru dalam pengukuran risiko ergonomi pada pekerjaan.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan gambaran agar keilmuan K3 yang akan diajarkan di kampus nantinya dapat lebih mendekati kondisi di lingkungan kerja.

3. Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain.

1.5.3. Bagi Peneliti

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan meneliti terkait ergonomi.

2. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait risiko ergonomi yang telah didapat di perkuliahan pada tempat kerja yang sesungguhnya.

3. Meningkatkan kemampuan penulis khususnya dalam proses identifikasi bahaya ergonomi di lingkungan kerja.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

(17)
(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MusculoskelatalDisorders (MSDs)

MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan seperti otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan atapun pembuluh darah. Rasa sakit yang akibat MSDs dapat digambarkan seperti kaku, tidak fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit. Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem Musculoskeletal (Humantech, 2003).

MSDs dapat dilihat dengan menganalogikan pada sebuah ember. Trauma

kecil yang diterima dari pekerjaan oleh tubuh “Trauma Bucket”. Kebetulan, tubuh

dapat menyembuhkan MSDs dengan sendirinya akan tetapi dibutuhkan waktu tertentu, sehingga kemampuan tubuh untuk menyembuhkan sendiri diibaratkan

seperti “Valve Healing”. Akan tetapi jika terlalu banyak dan sering trauma yang

(19)

Gambar 2.1. The Trauma Bucket Theory

Sumber : Applied Ergonomics Training Manual , Humantech 2003

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Menurut Katharine et al. [2005], Cummulative Trauma Disorders (CTD) atau biasa juga disebut MSDs adalah nyeri muskuloskeletal yang tetap dan selalu muncul akibat trauma setelah 6 (enam) minggu dengan tingkat keluhan „mild’, „moderate’ and „severe discomfort’. Standar ergonomi OSHA

mengatakan bahwa “work-related muskuloskeletal disorder” termasuk CTD

disebabkan atau diperberat oleh faktor risiko yang ada di tempat kerja, termasuk tanda atau gejala yang menetap setidaknya selama 7 hari, atau secara klinis didiagnosis work-related muskuloskeletal disorder.

2.1.1. Jenis-Jenis MSDs

(20)

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan di hentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri

otot (Suma‟mur,1996).

Adapun tiga jenis utama dari MDS tipe extrimitas atas adalah : 1. Tendon disorders (Tendinitis, Tenosynovitis, DeQuervain‟s disease,

Ganglion Cyst, Epicondylitis)

(21)

2.1.2. Gejala MSDs

Menurut Suma‟mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah:

1. Leher dan punggung terasa kaku.

2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas. 3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai bengkak.

6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta kehilangan kepekaan.

8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa panas.

Untuk memperoleh gambaran gejala MSDs dapat menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisa peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas yang tinggi (Kuorinka et al, 1997).

(22)

Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesioner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki (Kroemer, 2001). Adapun gambarnya sebagai berikut:

Gambar 2.2. Nordic Body Map

(23)

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keluhan MSDs

Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor psikososial (Susan Stock, et al, 2005).

1. Faktor Pekerjaan a. Postur Kerja

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).

(24)

Gambar 2.3. Postur Tubuh Janggal

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)

b. Frekuensi

(25)

Gambar 2.4.

Posisi tubuh yang akan diukur

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)

c. Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi didefinisikan sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik (Brief Survey Methode dalam Humantech, 2003).

(26)

aktifitas mengangkat/manual handling dengan total waktu kerja selama 6 jam setiap hari.

d. Beban

Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.

Berdasarkan studi oleh European Campaign On Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap harinya.

e. Alat Perangkai/Genggaman

(27)

panel), menggenggam besi untuk membuka kotak, memegang benda atau pun alat kerja dengan ujung jari (Susan, 2005).

2. Faktor Lingkungan a. Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot (NIOSH, 1997). Hal yang sama ditemukan oleh John (2007) bahwa getaran yang berlebihan menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organ-organ internal; menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan, kaki dan kaki. Getaran diukur dengan arah, kecepatan dan frekuensi pada tubuh. b. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (NIOSH, 1997).

(28)

c. Pencahayaan

Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka mata lebar-lebar. Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300-700 lux, pekerjaan di kantor 400-600 lux, pekerjaan yang memerlukan ketelitian 800-1200 lux dan pekerjaan di gudang 80-170 lux (NIOSH, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian Spinger (2007), diperoleh bahwa mengurangi cahaya silau di tempat kerja dapat meningkatkan produktifitas sebanyak 7%, sehingga ketika seseorang bekerja di depan komputer dapat bertahan hingga 8 – 12 jam.

3. Faktor Pekerja a. Usia

(29)

pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.

Berdasarkan hasil penelitian Collins dan O'Sullivan (2009) yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan jenis pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur antara 18-66 tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang, bahu dan bagian leher lebih banyak dialami pada pekerja yang muda daripada pekerja yang tua.

Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian Mathiowetz et al. (1985) dalam NIOSH (1997), diperoleh tidak ada hubungan antara munculnya keluhan MSDs dengan usia pekerja, hal tersebut dibuktikan bahwa pada tangan pekerja yang sudah tua tidak mengalami penurunan kekuatan ototnya. Torell er al. [1988] menemukan bahwa tidak ada hubungan antara keluhan MSDs dengan usia, akan tetapi mereka hubungan yang sangat kuat antara beban kerja (dengan kategori rendah, sedang, berat) dengan gejala atau diagnosis MSDs.

b. Jenis Kelamin

(30)

Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja wanita mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat.

c. Waktu Kerja

Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu.

Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih [2009], diketahui bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan pegal-pegal pada punggung dan leher.

d. Kebiasaan Merokok

(31)

LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah (Jeanie Croasmun. 2003). Sedangkan menurut Bustan (2000), kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu, kebiasaan merokok berat (> 20 batang/hari), sedang (10-20 batang/hari), ringan (< 10 batang/hari) dan tidak merokok.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annuals of Rheumatic Diseases (Croasmun, 2003) terhadap 13.000 perokok dan non perokok dengan rentang umur antara 16 s.d 64 tahun, dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk merasakan MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang.

e. Kesegaran Jasmani

(32)

mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat akibat kurangnya kelenturan otot sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik tanpa kesegaran jasmani (Mitchell, 2008).

Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans (1996) yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan telah berumur (tua), didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena adanya kenaikan 128 % kapasitas oksigan pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan (Evans, 1996).

(33)

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan (2005)

Sejalan dengan penelitian di atas, Moore (1998) telah melakukan penelitian terhadap 60 pekerja di perusahaan manufaktur dengan mengadakan senam selama 5-8 menit setiap harinya dalam dua bulan. Senam tersebut meliputi gerakan pada leher, bahu, tangan, pinggang, punggung dan kaki. Maka diperoleh hasil yang signifikan yaitu pekerja merasakan peningkatan fleksibilitas otot dan pengurangan rasa sakit pada otot.

f. Kekuatan Fisik

Seperti yang dilaporkan oleh NIOSH (2007) bahwa keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya.

Dalam studinya, Chaffin (1991) mengemukakan bahwa pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya dengan kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih diperdebatkan.

g. Masa Kerja

(34)

peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama.

Berdasarkan penilitian yang dilakukan Octarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang berumur lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah.

h. Indeks Masa Tubuh

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi pekerja. Dihitung dengan rumus BB2/TB (berat badan2/tinggi badan), adapun menurut WHO (2005) dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> (25-30). Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang makan bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).

(35)

terutama osteoarthritis. Penelitian Heliovaara (1987), yang dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria, tapi pada berdasarkan IMT, hanya berpengaruh pada jenis kelamin pria. Selain itu IMT tidak berhubungan terhadap MSD karena pengukuran menggunakan Nordic hanya terkait pada tubuh bagian atas dan MSDs extrimtas atas. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Karuniasih (2009) terhadap 52 orang supir bus travel, 90,4% keluhan MSDs dialami oleh supir yang memiliki indeks masa tubuh > 25 telah mengalami.

4. Faktor Psikososial

Aspek sosial yang tidak baik dapat mempengaruhi terhadap peningkatan insiden MSDs. Dapat juga disebabkan karena beban pekerjaan yang berlebihan (over stress) ataupun beban kerja yang terlampau ringan (under stress). Contohnya pekerjaan yang sangat sedikit aktifitas fisiknya dan hanya menghabiskan waktu dengan banyak duduk, dapat meningkatkan prevalensi MSDs.

(36)

tersebut dapat memiliki efek yang lebih serius jika dibandingkan dengan pajanan tunggal saja.

Sedangkan fakta mengenai dampak kecemasan akan adanya re-organisasi/pergantian struktural kepengurusan memiliki risiko dua kali lipat untuk menyebabkan munculnya MSDs. Berdasarkan hasil survey, hal tersebut biasanya sering dialami oleh laki-laki yang telah berumur/tua (Michael, 2001).

2.1.4. Pengendalian MSDs

Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al, 1997):

1. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya menggunakan pengendalian teknik.

2. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering disebut pengendalian administratif.

3. Menggunakan alat pelindung diri.

Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah :

1. Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping.

2. Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara sembarangan, karena dapat meningkatkan risiko cidera.

3. Jangan ragu meminta tolong pada orang.

(37)

5. Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, jangan melanjutkan.

6. Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja. 2.1.5. Metode Penilaian Risiko MSDs

1. RULA (Rapid Upper Limb Assessment ) a. Definisi

RULA adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki risiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini menggunakan diagram postur tubuh dan tiga tabel penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor resiko yang akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor risiko yang diselidiki dalam metode ini adalah yang

telah dideskripsikan oleh McPhee‟ dalam Santon (2005) sebagai

faktor beban eksternal (external load faktors) yang meliputi : 1) Jumlah gerakan

2) Kerja otot statis 3) Gaya

(38)

b. Pengukuran 1) Tahap 1

Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat untuk digunakan, tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B. Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam penilaian.

2) Tahap 2

(39)

Gambar 2.6. Proses Penilaian Rula

Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Santon et al, 2005

3) Tahap 3

Berdasarkan grand score dari gambar di atas, tindakan yang akan dilakukan dapat dibedakan menjadi 4 action level berikut :

Tabel 2.1. Grand Score RULA

Level Skor Action Level

Low 1 – 2 Postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.

Medium 3 – 4 Penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.

High 5 – 6 Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera. Very

High > 7

Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).

Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Santon et al, 2005

2. REBA(Rapid Entire Body Assessment)

(40)

dilakukan. Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar sudut yang spesifik, hanya berupa range sudut. Pada akhirnya nilai akhir dari REBA memberikan indikasi level resiko dari suatu pekerjaan dan tindakan yang harus dilakukan/diambil (Neville Stanton, 2004).

Terdapat empat tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu: Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto.

a. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti :

1) badan (trunk) 2) leher (neck) 3) kaki (leg)

4) lengan bagian atas (upper arm) 5) lengan bagian bawah (lower arm) 6) pergelangan tangan (hand wrist)

b. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja. c. Menentukan nilai Reba untuk postur yang relevan dan menghitung

skor akhir dari kegiatan tersebut. 3. Quick Expssure Checklist (QEC)

a. Definisi

(41)

(MSDs) (Li dan Buckle, 1999). Penggunaan QEC sangatlah mudah diterapkan, berfungsi untuk mengevaluasi tempat kerja dan desain peralatan kerja serta memudahkan untuk mendesain ulang tempat kerja. QEC membantu mencegah banyak MSDs yang ada di tempat kerja. QEC mengukur 4 (empat) bagian tubuh yang paling berisiko terhadap MSDs. Metode ini telah dikembangkan oleh praktisi/ahli di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada beberapa perusahaan untuk :

1) Mengidentifikasi faktor risko untuk pekerjaan terkait cidera bagian belakang.

2) Mengevaluasi level risiko untuk bagian tubuh yang berbeda. 3) Mengukur perbedaan risiko MSDs pada sebelum dan sesudah

pekerjaan.

4) Mengembangkan tempat kerja menjadi sarana dalam mengurang risiko MSDs dan mengurangi biaya yang dikeluarkan akibat MSDs.

5) Menigkatkan kesadaran tingkat manajer, teknisi, desainer, kesehatan dan pelaksana keselamatan terhadap faktor risiko ergonomi di tempat kerja.

(42)

Keunggulan yang paling utama dalam menggunakan QEC adalah :

1) Mudah untuk diterapkan.

2) Membantu untuk melakukan perubahan ergonomi. 3) Selaras dengan metode pengukuran lainnya. 4) Melindungi bahaya fisik akibat MSDs

5) Tidak perlu waktu lama untuk mempelajarinya.

6) Mempertimbangkan kombinasi bahaya yang ada di tempat kerja. Adapun kekurangan dari metode ini adalah :

a) Metode ini hanya terfokus pada faktor fisik tempat kerja saja. b) Skor/nilai paparan yang disarankan butuh validitas kembali. c) Perlu pengembangan lebih lanjut untuk memberikan pengukuran

yang tepat. b. Pengukuran

1) Punggung

Mengukur postur punggung (fleksi, ekstensi, deviasi, radial,

memutar) dengan posisi normal ≤ 200

yang ditulis dengan A1, sedangkan bahaya sedang dengan gerakan fleksi atau putaran atau bengkok 200-600 (A2) dan bahaya kategori berat dengan

sudut ≥ 600

(A3). Serta dengan mempertimbangkan jenis pekerjaan kategori statis ataupun manual handling.

(43)

Mengukur postur bahu dan lengan (fleksi, ekstensi, deviasi, radial, memutar) khsusnya pada saat pekerjaan mengangkat ataupun mengambil barang. Posisi bahaya adalah saat lengan berada di atas kepala (C3) ataupun melakukan pekerjaan dimana benda berada pada posisi di bawah pinggang (C1) dan C2 Pada ketinggian dada.

3) Pergelangan Tangan

Postur ini diukur selama pekerjaan dengan posisi pergelangan tangan tidak sesuai. (E1 Posisi netral lurus dengan

lengan, E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 450, F1 ≤10

kali/menit, F2 11 - 20 kali/menit, F3 ≥ 20 kali/menit) 4) Leher

Posisi leher didefinisikan berbahaya jika terdapat gerakan fleksi, ekstensi, deviasi dan radial lebih dari 200serta gerakan memutar.

5) Berat beban

Berat beban yang dibawa pada saat melakukan pekerjaan

dengan kategori beban rendah ≤ 5 kg (H1), beban sedang 5-10 kg (H2), beban berat 11-20 kg (H3) dan H4, sangat berat (≥ 20 kg). Untuk kategori berat benda yang digunakan/dibawa dengan menggunakan satu tangan adalah ringan K1 dengan berat benda

(44)

6) Waktu kerja

Ketegori penilaian waktu kerja berdasarkan lama yang dibutuhkan dalam sehari oleh sesorang untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan kategori penilaian J1 untuk pekerjaan

dilakukan ≤ 2 jam, 2-4 jam J2dan J3 ≥ 4 jam c. Penghitungan

Contoh perhitungan/penilaian MSDs untuk faktor pekerjaan diuraikan sebagai berikut :

Tabel 2.2.

Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung

Sumber : University of Surrey, Buckle 2005

Untuk menetukan besar risiko dari faktor pekerjaan dengan berpedoman pada tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung yang menghasilkan nilai kombinasi postur kerja (A1-A3) dan berat (H1-H4).

(45)

Setelah itu, nilai yang terdapat pada kotak bertuliskan ”score 1” hingga “score 6” dijumlahkan sehingga diperoleh total skor risiko

paparan MSDs pada salah satu bagian tubuh yang nantinya dibandingkan dengan nilai standar yang ada. Prosedur yang sama dapat dilakukan kembali pada perhitungan risiko MSDs bagian tubuh lainnya seperti bahu, pergelangan tangan, leher.

Untuk mengetahui level risiko/paparan dari hasil perhitungan di atas, dapat mengacu pada tabel berikut ini :

Tabel 2.3.

Kategori Nilai Paparan Pada Bagian Tubuh

Skor Tingkat Paparan

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Punggung (static) 8-15 16-22 23-29 29-40 Punggun (Gerak) 10-20 21-30 31-40 41-56 Bahu/lengan 10-20 21-30 31-40 41-56 Pergelangan tangan 10-20 21-30 31-40 41-56

Leher 4-6 8-10 12-14 16-18

Sumber : University of Surrey, Buckle 2005

Total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor pada setiap bagian tubuh, lalu dibagi dengan angka 176 (total skor/176).

Adapun hasil perhitungan tersebut dikategorikan berdasarkan tabel berikut berikut :

(46)

Tabel 2.4.

Kategori Tingkat Paparan & Tindakan Tingkatan QEC

Invesetigasi dan perubahan seketika

Sumber : QEC work rela ted, Buckle and Li, 2005 2.2. Kerangka Teori

(47)

Faktor Pekerjaan

(Postur Kerja, Force/beban, Frekuensi, Durasi. Alat perangkai /genggaman)

Faktor lingkungan 1. Getaran 2. Mikromiklat 3. Pencahayaan Faktor Pekerja

1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Waktu kerja

4. Kebiasaan merokok 5. Kesegaran jasmani 6. Indeks Masa Tubuh 7. Masa kerja

8. Kekuatan fisik Faktor Psikososial

1. Kepuasan kerja 2. Organisasi kerja 3. Stress mental

KELUHAN MSDs Skema 2.1.

Kerangka Teori Keluhan MSDs

(48)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat untuk menjelaskan kaitan antara keluhan MSDs dengan faktor pekerjaan dan faktor pekerja berupa umur, kebiasaan merokok, indeks masa tubuh, kesegaran jasmani, masa kerja. Untuk faktor jenis kelamin tidak diteliti karena seluruh pekerja di bagian Fabrikasi berjenis kelamin laki-laki, sedangkan faktor waktu kerja tidak diteliti karena waktu kerja yang diterapkan kepada seluruh pekerja Fabrikasi adalah sama, yaitu 8 (delapan) jam kerja setiap hari. Faktor lingkungan seperti getaran, mikromiklat dan pencahayaan tidak diteliti karena keterbatasan alat ukur dan memerlukan ahli atau yang telah tersertifikasi untuk mengukurnya.

(49)

Skema 3.1.

Kerangka Konsep Penelitian

Keluhan MSDs Risiko Pekerjaan

Usia

Masa Kerja

Indeks Masa Tubuh

Kebiasaan Merokok

(50)

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Keluhan MSDs

Gejala yang ada pada salah satu bagian tubuh atau lebih yang dirasakan oleh responden berupa pegal pada otot, kaku, nyeri, kesemutan, rasa terbakar dan bengkak pada persendian. selama 1 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.

Tingkat risiko/paparan dari aktifitas pekerjaan dengan mengukur postur leher, bahu, siku, tangan dan pergelangan tangan, serta punggung dengan mengacu pada skor Quick

1. Risiko Sedang; jika diperoleh nilai total QEC 40% - 50%

2. Risiko rendah; jika diperoleh nilai total QEC ≤ 40%

Buckle and Li, 2005

(51)

3. Usia Terhitung lama hidup pekerja saat tahun kelahiran hingga penelitian dilakukan.

Wawancara Kuesioner Tahun Ratio

4. Masa Kerja Lamanya bekerja sebagai juru las/welder. dilakukan penelitian. Dihitung dengan rumus BB2/TB (berat badan2/tinggi

Banyaknya jumlah rokok yang dikonsumsi oleh pekerja setiap hari.

Wawancara Kuesioner 1. Berat jika > 20 batang/hari 2. Sedang jika 10-20 batang/hari 3. Ringan < 10 batang per hari

4. Tidak merokok jika berhenti > 1 tahun (Bustan, 2000)

Ordinal

7. Kesegaran Jasmani

Kegiatan melakukan senam pagi/olahraga dalam seminggu. (Humantech, 2003)

Wawancara dan observasi

Kuesioner 1. Kurang; jika melakukan senam pagi/olahraga < 5 x/minggu

2. Cukup; jika melakukan senam pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu

(52)

1. Ada hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

2. Ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

3. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

4. Ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.

(53)

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study (potong lintang) dimana variabel independen dan dependen diamati pada waktu (periode) yang sama.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober tahun 2010 di PT. Caterpillar Indonesia yang beralamat di Jl. Raya Narogong KM.19, Cileungsi, Bogor 16820.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia sejumlah 115 orang. Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi berikut ini:

Keterangan :

n : Besar sampel

P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}

P1 : Proporsi usia pekerja > 35 tahun terhadap keluhan MSDs (28%) P2 : Proporsi usia pekerja ≤ 35 tahun terhadap keluhan MSDs (50%) Z21-/2 : Derajat kemaknaan  pada uji dua sisi (two tail),  = 5% Z1- : Kekuatan uji 90%

Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar : n = [ Z1-/2 2 P (1-P) + Z1- P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ]2

(54)

n = 102

Hasil perhitungan statistik di atas, maka sampel yang dibutuhkan sebanyak 102 sampel. Sampel diambil adalah orang yang melakukan pengelasan di bagian Fabrikasi. Berdasarkan data perusahaan di bagian Fabrikasi, proses pengelasan dikerjakan oleh 75 orang, oleh karena itu sampel yang digunakan adalah seluruh pekerja (total population) pengelasan.

4.4. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Pengumpulan data primer diperoleh langsung pada pekerja bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner, nordic body map, lembar QEC, timbangan berat badan (Laica 36020 Italy), microtoa dan kamera digital serta penggaris busur. Untuk pengumpulan data sekunder diperoleh dengan menggunakan profil perusahaan, dokumen jumlah pekerja dan standard work system (SWS) bagian fabrikasi serta data pendukung lainnya. Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

4.4.1. Variabel Keluhan MSDs (Musculoscelatal disorders)

Keluhan MSDs pada pekerja diperoleh dengan menanyakan langsung melalui instrumen kesioner dan menggunakan nordic body map untuk mengetahui dimana letak keluhan yang dirasakan ketika ataupun setelah bekerja (lampiran 1). Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk memberikan tanda ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Kuisioner Nordic Body Map ini n = [ 1.96  2 x 0.39 (1-0.39) + 1.28  0.28 (1-0.28) + 0.50 (1-0.50) ]

(55)

keluhan pada Nordic body map dikelompokkan menjadi dua kategori :

1. Keluhan berat apabila responden memiliki satu gejala atau lebih yang menetap selama > 3 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.

2. Keluhan ringan apabila responden memiliki satu gejala atau lebih yang menetap selama 1 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.

3. Tidak ada keluhan apabila responden tidak merasakan keluhan dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.

4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan

Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan risiko MSDs pada bagian tubuh tertentu (punggung, leher, bahu/lengan, pergelangan tangan) dengan mempertimbangkan faktor durasi, beban serta frekuensi pekerjaan pada penggunaan instrumen quick expossure check. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Persiapan pengukuran

a. Dipilih tempat dan pekerja yang akan diobservasi serta mendiskusikan bersama supervisior atau manajer perusahaan.

b. Setiap pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahapan tugas/task, kemudian akan diukur besar risikonya.

c. Dicatat data mengenai nama pekerjaan, detail pekerjaan nama peneliti, waktu dan tanggal penilaian pengukuran.

2. Pelaksanaan pengukuran

(56)

paling jelas.

b. Sedangkan untuk worker’s assessment, pekerja diberikan pertanyaan mengenai beban dan durasi pekerjaanya dalam sehari. Adapun penilaian risiko pada pekerjaan berdasarkan postur tubuh dapat dilihat pada tabel 4.1.

c. Untuk membantu pengukuran dapat menggunakan kamera digital dan busur guna memperoleh besar sudut postur tubuh.

d. Untuk mengetahui berat barang dan berat alat yang digunakan oleh pekerja dapat digunakan timbangan berat.

Tabel 4.1.

Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh

Contoh Gerakan Keterangan

฀A1 Hampir netral (tegak lurus dengan kaki atau ≤ 200)

฀ A2 Fleksi atau putaran atau bengkok ( 200-600)

฀ A3 Fleksi atau putaran atau bengkok (> 600)

Untuk posisi duduk atau berdiri pada pekerjaan.

Apakah pekerjaan tersebut dalam keadaan statis? ฀ B1 Tidak

฀ B2 Ya

Posisi tangan saat bekerja:

฀ C1 Pada atau dibawah pinggang

฀ C2 Pada ketinggian dada

฀ C3 Pada atau lebih di atas bahu

(57)

Tabel 4.1.

Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh

Contoh Gerakan Keterangan

Frekuensi Gerak Bahu / lengan

฀ D1 Jarang (bergerak sebentar-sebentar)

฀ D2 Sering (bergerak biasa dengan sedikit berhenti) ฀ D3 Sangat Sering (hampir tidak berhenti)

฀ E1 Posisi netral lurus dengan lengan (< 150)

Apakah ada gerak leher flkesi, ekstensi ≥ 200 atau berputar? ฀ G1 Tidak

฀ G2 Ya, jarang ฀ G3 Ya, sering

(58)

Tabel 4.1.

Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh

Contoh Gerakan Keterangan

Berapa berat benda yang dipegang dengan menggunakan satu tangan?

฀ K1 Low (< 1 kg) ฀ K2 Medium (2 - 4 kg) ฀ K3 High (> 4 kg)

Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)

3. Perhitungan dan Analisis hasil pengukuran

a. Hasil observasi dan penilaian risiko pekerjaan dimasukkan ke kolom-kolom pada lembar ke dua sesuai dengan kode pertanyaan (A1-L2). Maka didapatkan skor risiko pada setiap bagian tubuh. Adapun salah satu contoh perhitungan skor risiko bagian tubuh dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2.

Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC

Tabel disamping menunjukkan kombinasi antara penilaian postur (A1-H3) dan beban (H1-H4). Tentukan nilai yang sesuai pada kolom yang ada, contoh kombinasi antara A2 dan H2 maka ditemukan kolom dengan nilai 6. Masukkan nilai tersebut pada kolom “score 1” di pojok bawah kanan.

Sumber : Neville Santon 2005

b. Lakukan kembali prosedur perhitungan di atas pada setiap bagian tubuh. c. Dari perhitungan skor risiko berdasarkan bagian tubuh, kemudian

(59)

berikut :

d. Hasil perhitungan total skor kemudian disesuaikan dengan kriteria quick exposure check pada tabel 4.3.

Tabel 4.3.

Kategori Tingkat Paparan & Tindakan

Tingkatan QEC skor Tindakan

Low ≤ 40 % Dapat diterima

Medium 41 – 50 % Perlu investigasi lebih lanjut

High 51 – 70 % Investigasi lebih lanjut dan perubahan segera Very High > 70 % Investigasi dan perubahan seketika

Sumber : QEC work rela ted, Buckle and Li, 2005

e. Kemudian dari hasil tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu risiko sedang dan risiko rendah :

3. Risiko sedang; jika diperoleh nilai total QEC 40% - 50% 4. Risiko rendah; jika diperoleh nilai total QEC ≤ 40% 4.4.3. Variabel Usia

Data usia pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir pekerja. 4.4.4. Variabel Kesegaran Jasmani

Data kesegaran jasmani diperoleh dengan mengobservasi dan menanyakan langsung mengenai keikutsertaan pekerja dalam mengikuti kegiatan senam pagi ataupun olahraga yang dilakukan diluar perusahaan serta melakukan konfirmasi data yang diperoleh kepada supervisior ataupun leader di masing-masing bagian. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

(60)

2. Cukup; jika melakukan senam pagi ataupun olahraga ≥ 5 x/minggu. 4.4.5. Variabel Kebiasaan Merokok

Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui menanyakan langsung kepada pekerja dengan instrumen berupa kusioner. Adapun pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Berat jika > 20 batang/hari 2. Sedang jika 10-20 batang/hari 3. Ringan < 10 batang per hari 4. Tidak merokok

4.4.6. Variabel Masa Kerja

Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan berapa lama telah melakukan bekerja sebagai welder baik itu di PT. Caterpillar Indonesia ataupun perusahaan tempat sebelumnya bekerja.

4.4.7. Variabel Indeks Masa Tubuh

Data mengenai berat badan diperoleh dengan mungukur berat badan menggunakan timbangan berat badan jenis Laica 36020 Italy. Sedangkan data tinggi badan diperoleh melalui pengukuran tinggi badan menggunakan microtoa. Adapun data yang diperoleh adalah dikelompokkan sebagai berikut:

(61)

melalui tahap-tahap sebagai berikut : 4.5.1. Menyunting data (Editing)

Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar kuesioner dan lembar penilaian risiko MSDs QEC serta gambar aktivitas pekerjaan yang dilakukan pekerja. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di lapangan

4.5.2. Mengkode data (Coding)

Proses pendeskripsian data dan pemberian kode pada jawaban responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data selanjutnya. Adapun kode yang diberikan adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik responden diberi kode A1 – A3. 2. Variabel masa kerja diberi kode B1 – B4.

3. Variabel kebiasaan merokok diberi kode C1 – C7. 4. Variabel kesegaran jasmani diberi kode D1 – D7. 5. Variabel keluhan MSDs diberi kode E1 – E5. 4.5.3. Memasukkan data (Entry)

Memasukkan data dalam program atau fasilitas analisis data berdasarkan klasifikasi.

4.5.4. Membersihkan data (Cleaning)

(62)

4.6.1. Analisis Univariat

Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase masing-masing variabel yang dianalisis dari tabel distribusi. Variabel tersebut meliputi variabel risiko MSDs pada faktor pekerjaan, usia pekerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, dan masa kerja yang mempengaruhi keluhan MSDs serta gambaran tingkat risiko MSDs pada pekerja.

4.6.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan dependen menggunakan uji Chi square pada variabel indeks masa tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani. Sedangkan uji Kruskall wallis dengan derajat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan (α) 5% digunkanan pada variabel usia kerja dan masa kerja yang memiliki data numerik serta tidak berdistribusi normal.

Jika P value ≤ nilai α (0,05) maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value > nilai α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel.

Rumus Uji Chi square Rumus Uji Kruskal wallis

Keterangan: X2 : Chi square O : Nilai observasi E : Nilai ekspektasi

Keterangan:

N = jumlah sampel

(63)
(64)

HASIL

5.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

5.1.1. Sejarah dan Lokasi PT. Caterpillar Indonesia

PT. Caterpillar Indonesia merupakan suatu perusahaan pembuatan alat berat ternama yang berasal dari Amerika. PT. Caterpillar Indonesia bertugas membuat sebagian alat berat tersebut di Indonesia. Sedangkan hasil produksinya dipasarkan oleh Trakindo. PT. Catepillar Indonesia didirikan pertama kali pada tahun 1982 dengan nama PT. Natra Raya hingga kemudian pada saat Maret 2010 berganti nama menjadi PT. Caterpillar Indonesia. Perusahaan ini memiliki luas area sebesar 10 hektar tanah dimana sekitar 15.000 m2 merupakan lahan untuk kegiatan manufacturing yang berlokasi di Jl. Narogong Raya Km 19 Cileungsi Bogor 16820. PT. Caterpillar Indonesia memiliki pekerja sekitar 300 orang. Dimana pekerjanya merupakan pekerja yang handal dan memiliki loyalitas tinggi. Saat ini system CPS (Caterpillar Production System) diberlakukan untuk lebih meningkatkan kualitas produk.

5.1.2. Visi dan Misi PT. Caterpillar Indonesia 1. Visi

“Pekerja dan proses kami bisa membuat produk utama Caterpillar

menjadi pesaing handal di pasaran ASEAN. Kami menjadi penyelia yang dipilih oleh masyarakat daerah Asia Pasifik untuk produk work tools dan OHT truck bodies.”

(65)

fleksibel, responsif dan biaya manufacturing yang efektif dengan semangat untuk melakukan continuous improvement. Maka Caterpillar memiliki misi sebagai berikut :

a. Kami memberikan nilai-nilai Caterpillar dan menunjukkannya pada kegiatan sehari-hari.

b. Kami akan menyediakan lingkungan kerja yang aman dan bebas kecelakaan untuk seluruh karyawan.

c. Kami memperbesar posisi kami sebagai perusahaan manufacture tingkat ASEAN.

d. Dengan bekerjasama dengan kelompok produk work tool, kami menemukan bisnis model dan proses optimum untuk merespon kebutuhan yang unik pada bisinis work tool.

e. Kami membangun kemampuan dan proses kelas dunia melalui penggunaan dari Caterpillar Production System.

f. Kami sangat terkait dengan komunitas lokal.

5.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Caterpillar Indonesia Keselamatan di PT. Caterpillar Indonesia sangat mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang penting. Slogan “Employee Safety First” merupakan salah satu bukti bahwa PT. Caterpillar Indonesia sangat memperhatikan kesejahteraan

karyawannya. “Kerjasama, komunikasi yang terbuka dan keterlibatan karyawan

(66)

selasa di tiap minggunya, juga melakukan Safety Sign Off, FMEA Risk Assesment dan SWS Audit.

PT. Caterpillar Indonesia berhasi melakukan 294 hari kerja Zero Recordble Accident mulai tanggal 22 Juni 2006 sampai 26 Agustus 2008, sehingga pada perayaan 2 tahunnya pada tahun 2008 PT. Caterpillar Indonesia mulai memperhatikan masalah ergonomi yang tentunya jika tidak di perhatikan akan menyebabkan masalah kesehatan bagi karyawan di kemudian hari.

1. Visi Keselamatan

“Visi keselamatan Caterpillar adalah dikenal sebagai pemimpin dalam industrinya dengan menciptakan dan memelihara tempat kerja yang bebas kecelakaan. Kami percaya bahwa kecelakaan dan cidera dapat dihindari, karenanya kami dari hal ini adalah nol. keselamatan karyawan merupakan hal utama dalam segala hal yang kami lakukan dan kami percaya dengan terus meningkatkan praktek, proses dan kinerja keselamatan akan mendukung keunggulan usaha, dimana seluruh karyawan Caterpillar dikenal seluruh

dunia.”

2. Kebijakan Mutu

“PT. Caterpillar Indonesia membuat dan mengirimkan produk Caterpillar

dengan kualitas unggul pada pelanggan melalui keterlibatan semua karyawan, penerapan Caterpillar Production System dan peningkatan mutu yang berkesinambungan pada setiap aspek bisnis kami. Kami akan bekerja dengan seluruh mitra kerja Value Stream untuk memacu perbaikan ini secara

(67)

HEX merupakan akronim dari Hydraulic Excavator, sedangkan TTT adalah Track-Type Tractor dan WTD adalah Work Tool Demand. Sehingga produksi utama PT. Caterpillar Indonesia saat ini adalah HEX, TTT dan WTD.

1. Fabrikasi

Pertama kali PT. Caterpillar Indonesia melakukan kegiatan operasi adalah untuk mengerjakan OTO (One Time Order) work tool yang dipesan hanya satu kali dengan spesefikasi khusus. Semua kegiatan fabrikasi kelas A untuk Excavator dilakukan di PT. Caterpillar Indonesia. Sedangkan Track-Type Tractor yang dikerjakan di fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia antara lain : C-frame, blade, canopy. Untuk memenuhi kebutuhan sumber daya di fabrikasi, maka PT. Caterpillar Indonesia membutuhkan orang-orang yang biasa melakukan kegiatan las dengan berkualitas dan memiliki pengalaman.

2. Assembly, Test dan Paint

Mesin dirakit berasal dari material yang didapat dari Caterpilllar pusat, fabrikasi yang diproduksi di PT. Caterpillar Indonesia dan material yang dibeli dari supplier lokal. Sehingga membutuhkan investasi modal yang sangat rendah. Dibutuhkan orang-orang yang teliti mengerjakan bidang ini, karena kesalahan dalam melakukan assembly bisa mengakibatkan ketidakpuasan konsumen. 3. Work Tool

PT. Caterpillar Indonesia memproduksi berbagai macam work tool dalam skala besar. Work tool mengerjakan blade untuk D10 dan D11, bucket tipe 992 dan tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan yang diminta. Selain itu, work tool juga menyediakan peralatan untuk kegiatan kehutanan seperti grapples dan log forks.

(68)

Caterpillar Indonesia Tahun 2010 Tabel 5.1.

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan MSDs di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Keluhan Jumlah %

Keluhan Berat 7 9,3

Keluhan Ringan 58 77,3

Tidak ada keluhan 10 13,4

Total 75 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan pengumpulan data dengan kuesioner terhadap 75 responden, diketahui bahwa tidak semua responden mengalami keluhan MSDs. Sebanyak 10 responden (13,4%) sama sekali tidak mengalami keluhan dan sebesar 65 responden merasakan keluhan MSDs yang merasakan keluhan, diantaranya 7 responden mengalami keluhan MSDs berat dan 58 responden mengalami keluhan MSDs ringan.

Indikator keluhan MSDs pada penelitian ini berdasarkan pada 27 titik tubuh. Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan bagian tubuh yang merasakan keluhan MSDs dapat dilihat pada grafik berikut berikut.

Grafik 5.1.

(69)

Sumber : Data Primer

Berdasarkan data di atas, diperoleh paling banyak keluhan yang dirasakan adalah pada bagian pinggang yaitu sejumlah 45 responden, betis kanan dan kiri, serta sebanyak 30 responden yang merasakan keluhan bagian leher. Sedangkan bagian tubuh yang paling sedikit dirasakan keluhan adalah pada paha kiri yaitu sejumlah dua orang.

5.2.2. Gambaran Risiko Pekerjaan di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010

Hasil penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari pengukuran bagian tubuh leher, punggung, bahu dan pergelangan tangan dengan mempertimbangkan durasi, frekuensi dan beban pekerjaan. Adapun hasil yang diperoleh mengenai faktor pekerjaan pada responden di bagian Fabrikasi dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2.

Gambar

Gambar 2.1.  The Trauma Bucket Theory
Gambar 2.2. Nordic Body Map
Gambar 2.3. Postur Tubuh Janggal
Gambar 2.4. Posisi tubuh yang akan diukur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap lingkungan psikososial kerja dengan komitmen organisasi, sehingga penulis

Karena pada dasarnya, pendidikan Amerika mengikuti konsep desentralisasi pendidikan, sebagaimana yang terjadi di Indonesia sekarang ini, yang memberikan kewenangan

Perubahan di bidang pendidikan dapat menjadi langkah yang sangat strategis, karena menyentuh pada pelaku perubahan dan pembangunan bangsa menuju Indonesia baru..

Untuk mendapatkan pemeriksa baru dengan tingkat employee engagement yang tinggi maka perlu dilakukan pembenahan pada proses seleksi pegawai pemeriksa, baik seleksi

Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik dapat didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat

yang bertujuan untuk memberikan rasa manfaat yang sama dari adanya pembangunan pariwisata. Masalah yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana dampak

Mata Kuliah al istima wa alkalam lil mustawa al tamhidi adalah mata kuliah hasil dari rumusan capaian pembelajaran (CP) PBA IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Yaitu: