• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP DENGAN MODEL PBL PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

BERBANTUAN KARTU MASALAH

Proposal Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Erniza Prasetyo Rini 4101412059

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA

PROPOSAL SKRIPSI

NAMA : ERNIZA PRASETYO RINI

NIM : 4101412049

PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN : MATEMATIKA

JUDUL

Analisis Literasi Matematika Siswa Kelas VII SMP Dengan Model PBL Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berbantuan Kartu Masalah 1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

(3)

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut kita untuk siap menghadapi segala tantangan dan permasalahan yang muncul, sehingga menuntut dunia pendidikan termasuk matematika untuk selalu berkembang guna menjawab tantangan dalam menghadapi permasalahan tersebut. Namun, pada kenyataannya kemampuan siswa di Indonesia untuk menerapkan pengetahuan yang sudah mereka dapat di sekolah khususnya matematika tergolong masih sangat rendah.

Melihat betapa pentingnya kebermanfaatan pendidikan matematika dalam pembelajaran di sekolah, memang sungguh ironis dalam faktanya matematika justru menjadi salah satu pelajaran yang kurang disenangi. Matematika yang tujuan utamanya membentuk siswa dengan berbagai kemampuan di atas terbentengi terlebih dahulu oleh rasa takut yang ada pada diri siswa.

(4)

operasi seperti menjumlah, mengurangi, mengalikan, maupun membagi ukuran pada bangun datar, dan (i) kesalahan penggunaan materi lain seperti bentuk aljabar pada persamaan linear satu variabel dalam menyelesaikan masalah luas dan keliling bangun datar.

Banyaknya kesalahan-kesalahan tersebut juga menunjukkan tingkat literasi matematis siswa masih rendah. Definisi literasi matematika menurut OECD:2010, p.4 (dalam Stacey, 2012) adalah

“Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts, and tools to describe, explain, and predict phenomena. It assist individuals to recognize the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decision needed by constructive, engaged, and reflective citizens.”

` Berdasarkan definisi tersebut literasi matematika dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memperkirakan fenomena. Pentingnya literasi matematis ini, ternyata belum sejalan dengan prestasi siswa di Indonesia di mata Internasional. Hal ini ditunjukkan oleh hasil Programme for International Students Assesment (PISA) yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun dalam literasi membaca, matematika, dan sains. Pada awal tahun 2009 bahkan Indonesia menempati peringkat ke 61 dari 65 peserta (dalam Aini, 2013). Literasi matematika dalam PISA fokus kepada kemampuan siswa dalam menganalisis, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif, merumuskan, memecahkan, dan menginterprestasi masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan situasi.

(5)

tersebut. Sumber kesalahan siswa harus segera mendapatkan pemecahan dan solusi yang tuntas. Berdasarkan observasi yang dilakukan didapatkan pula bahwa SMP tempat penelitian masih menggunakan kurikulum KTSP. Model pembelajaran yang digunakan pada SMP tempat penelitian juga masih menggunakan model ekspositori. Selanjutnya, peneliti memperoleh informasi bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kompetensi-kompetensi dasar yang telah diajarkan guru belum mencapai KKM. Guru mempunyai peranan yang besar mengenai masalah tersebut. Guru bertanggung jawab untuk menyesuaikan situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kemampuan siswa. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan guru harus disesuaikan dengan tahap berpikir anak. Di samping itu, hal penting yang harus diperhatikan adalah guru juga bertanggung jawab mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa aktif adalah model Problem Based Learning (PBL). Model PBL menurut Cazzola (dalam Fitriono, Yuli, Rochmad, Wardono, 2015) adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada kontruktivisme siswa dengan berdasarkan analisis, resolusi, dan diskusi tentang masalah yang diberikan. Pada model PBL, masalah yang diajukan oeh guru adalah permasalahan dunia nyata dan menarik sehingga siswa dilatih untuk memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran kreatif (Bilgin et al., 2009). Menurut Nalole (2008) berkaitan dengan penyajian matematika yang diawali dengan sesuatu yang konkret di Belanda telah lama dikembangkan Realistic Mathematics Education (RME). RME tersebut mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Hal itu berarti bahwa matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari.

(6)

masalah. Kartu masalah digunakan sebagai aktivitas lanjutan bagi siswa dalam pembelajaran dan berisi soal-soal realistic sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Kartu ini diberikan kepada siswa sebagai tugas kelompok yang harus diselesaikan.

Dalam menyelesaikan masalah matematika selalu terjadi proses penyelesaian dengan menggunakan berbagai strategi. Strategi pemecahan masalah ini akan menunjukan tingkat kemampuan literasi matematika siswa yang berbeda. Perbedaan tingkat kemampuan literasi matematika ini akan menyebabkan jenis kesalahan yang berbeda pada setiap pengerjaan soal matematika yang diberikan.

Metode analisis kesalahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kesalahan Newman. Metode analisis kesalahan Newman diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Anne Newman, seorang guru mata pelajaran matematika di Australia. Pada metode ini, Newman menyarankan lima kegiatan yang spesifik sebagai sesuatu yang krusial untuk membantu menemukan di mana kesalahan berbentuk soal uraian, yaitu: (1) reading, (2) comprehension, (3) transformation, (4) process skill, (5) encoding.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti perlu melakukan penelitian dengan judul “Analisis Literasi Matematika Siswa Kelas VII SMP Dengan Model PBL Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berbantuan Kartu Masalah.”

1.2Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup penelitian. Pembatasan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.2.1Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Selogiri. 1.2.2Kemampuan literasi matematika siswa khususnya pada pemecahan

(7)

1.2.3Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Realistic Mathematics Education (RME).

1.2.4Aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal ditinjau dari tingkat kemampuan literasi siswa. 1.3Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Apakah kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah tuntas secara klasikal? 1.3.2 Apakah kemampuan literasi matematika dengan model PBL

pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih baik daripada kemampuan literasi matematika kelas ?

1.3.3 Apakah peningkatan kemampuan literasi matematika pada kelas yang mendapat model PBL dengan pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih tinggi daripada kemampuan literasi matematika dengan pembelajaran ?

1.3.4 Bagaimana kualitas model PBL dengan pendekatan RME berbantuan kartu masalah?

1.3.5 Apa saja jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal kemampuan literasi matematika siswa dan penyebab terjadinya kesalahan?

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Mengetahui kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah tuntas secara klasikal. 1.4.2 Mengetahui kemampuan literasi matematika dengan model PBL

pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih baik daripada kemampuan literasi matematika kelas .

(8)

kartu masalah lebih tinggi daripada kemampuan literasi matematika dengan pembelajaran

1.4.4 Mengetahui kualitas pembelajaran PBL dengan pendekatan RME berbantuan kartu masalah.

1.4.5 Mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal dari kemampuan literasi matematika siswa dan penyebab terjadinya kesalahan.

1.5Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1.5.1Guru

Penelitian ini diharapkan membantu guru untuk memperoleh analisis dan gambaran detail mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan siwa SMP sesuai dengan kemampuan literasi matematis siswa. Cara yang sesuai tersebut nantinya diharapkan digunakan sebagai pedoman untuk menindaklanjuti langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi masalah tersebut sehingga pembelajaran selanjutnya menjadi lebih baik.

1.5.2Siswa

Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mengetahui bagaimana kecenderungan kesalahan-kesalahan yang diperbuat serta penyebab terjadinya kesalahan.

1.5.3Peneliti

Penelitian ini dimanfaatkan oleh peneliti sebagai pengalaman cara pembuatan karya ilmiah serta tata cara mengatasi kesalahan yang serupa jika peneliti menjadi guru kelak.

1.6Penegasan Istilah

(9)

interprestasi yang berbeda dari pembaca. Istilah-istilah yang perlu diberi penegasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.6.1Analisis Kesalahan

Analisis kesalahan dalam penelitian ini adalah penyelidikan mengenai kesalahan dengan bantuan metode Newman dalam menyelesaikan masalah matematika.

1.6.2Literasi Matematika

Pengertian literasi matematika sebagaimana dikutip dalam laporan PISA 2012 (dalam Mahdiansyah, 2014) adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta, dan fungsi matematika untuk menggambarkan, menjelaskan, dan mempridiksi suatu fenomena (OECD, 2013).

1.6.3Peningkatan Literasi

Indikator peningkatan literasi matematika pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ketuntasan belajar klasikal yang mana dalam penelitian ini, suatu kelas dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar klasikal jika banyaknya peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar individual sekurang-kurangnya adalah %.

b. Rata-rata literasi matematika kelompok eksperimen lebih baik dari rata-rata kelas kontrol.

c. Kualitas pembelajaran berkategori minimal baik. 1.6.4Masalah Matematika

(10)

segiempat khususnya materi keliling jajargenjang, persegi panjang, dan persegi serta luas jajar genjang, persegi panjang, dan persegi. 1.6.5Segiempat

Materi segiempat yang diteliti adalah materi keliling jajargenjang, persegi panjang, dan persegi serta luas jajargenjang, persegi panjang, dan persegi. Materi segiempat merupakan materi kelas VII berdasarkan kurikulum 2006.

1.6.6Problem Based Learning

Model Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah. Langkah-langkah dari PBL dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa, (2) mengorganisasikan siswa untuk meneliti, (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

1.6.7RME (Realistic Mathematic Education)

RME merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang mereka perlukn melalui penyelesaian permasalahan konstektual yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. Bahan pelajaran yang disajikan berupa permasalahan kontekstual sesuai dengan kehidupan siswa.

1.6.8Kartu Masalah

(11)

kartu-kartu masalah, peserta didik akan menyerap konsep-konsep dan menyelesaikan masalah-masalah.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Landasan Teori

2.1.1Hakikat Belajar dan Mengajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek interaksi tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya”. (Slameto, 2003:2).

Sedangkan definisi mengajar menurut Alvin W. Howard (dalam Slameto, 2003:32) adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah, attau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan), dan knowledges. Dalam pengertian ini guru harus berusaha membawa perubahan tingkah laku yang baik atau berkecenderungan langsung untuk mengubah tingkah laku siswanya. Itu suatu bukti bahwa guru harus memutuskan membuat atau merumuskan tujuan. Untuk apa belajar itu? Juga harus memikirkan bagaimana bentuk cara penyajian dalam proses belajar mengajar itu? Bagaimana usaha guru menciptakan kondisi-kondisi, sehingga memungkinkan terjadi interaksi edukatif.

(12)

individu yang berperan penting dalam perkembangan kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Perubahan yang dihasilkan dari proses belajar relatif tetap dan menjadi hal baru bagi individu tersebut.

2.1.2Teori Belajar yang mendukung dalam penelitian ini antara lain: a. Teori Belajar Piaget

Piaget mengajukan empat konsep pokok dalam menjelaskan perkembangan kognitif. Keempat konsep pokok tersebut adalah skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrum. Menurut Piaget sebagaimana dikutip oleh Rifai & Ani (2011:207) dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini memotivasi anak secara aktif membangun tampilan dalam otak anak tentang lingkungan yang anak hayati. Selain itu perkembangan kognitiff anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Jika hanya menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme. Piaget dengan teori kontruktivisnya berpendapat bahwa pengetahuan akan dibentuk oleh siswa apabila siswa dengan objek/orang dan siswa selalu mencoba membentuk pengertian interaksi tersebut.

(13)

b. Teori Belajar Menurut J. Bruner

Menurut Bruner (dalam Slameto, 2003:11-12) belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Di dalam prose belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamankan “discovery leaning environment”, ialah lingkungan di mana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip degan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa secara berbeda-beda pada usia yang berbeda pula. Dalam lingkungan banyak hal yang dapat dapat dipelajari siswa, hal mana dapat digolongkan menjadi:

1) Enactive: seperti belajar naik sepeda, yang harus didahului dengan bermacam-macam keterampilan motorik,

2) Iconic: seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar, mengingat di mana bukunya yang penting diletakkan,

3) Symbolic: seperti menggunakan kata-kata, menggunakan formula.

Dalam belajar guru perlu memperhatikan empat hal berikut:

(14)

2) Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa;

3) Menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang sedang dipelajari;

Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa ia mengetahui jawabannya

2.1.3Unsur-Unsur Belajar

a. Peserta didik. Istilah peserta didik dapat diartikan sebagai warga belajar dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar. Peserta didik memiliki organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap rangsangan, otak yang digunakan untuk mentransformasikan hasil penginderaan ke dalam memori yang kompleks, dan syaraf atau otot digunakan untuk menampilkan kinerja yang menunjukkan apa yang telah dipelajari.

b. Rangsangan (stimulus), peristiwa yang merangsang penginderaan peserta didk diseebut stimulus. Agar peserta didik mampu belajar optimal, ia harus menfokuskan diri pada stimulus tertentu yang diminati.

c. Memori yang ada pada peserta didik berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari kegiataan belajar sebelumnya.

(15)

Keempat unsur belajar tersebut digambarkan sebagai berikut. Kegiatan belajar akan terjadi pada diri peseta didik apabila terdapat interaksi antara stimulus dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu ke waktu sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Apabila terjadi perubahan perilaku, maka perubahan perilaku itu menjadi indikator bahwa peserta didik telah melakukan kegiatan belajar.

2.1.4Hakikat Matematika

Matematika pada mulanya diambil dari perkataan Yunani “mathematike” yang berarti “relating to learning” perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan maathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lain yang serupa yaitu maathenein yang berarti belajar atau berpikir, yeng kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Menurut Hudojo (2005) menjelaskan bahwa matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Oleh karena itu, matematika dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang penting dan diajarkan sejak sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Menurut Portman & Richardon, dalam prosiding internasional yang ditulis oleh Pacemska, bahwa matematika adalah ilmu yang digunakan di semua disiplin ilmu pengetahuan. Pacemska (2011) menyatakan bahwa:

(16)

Jadi menurut peneliti, matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak, diperoleh dengan penalaran secara induktif dan deduktif, serta mempunyai cara berpikit matematika yang prosesnya melalui abstraksi dan generalisasi. Matematika merupakan disiplin ilmu yang unik namun mampu menjadi ratu dari segala jenis ilmu pengetahuan.

2.1.5Pembelajaran Matematika

Menurut Bruner seperti dikutip oleh Suherman et al (2003: 43) menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.

(17)

dari guru untuk memunculkan interaksi yang optimal pula, baik antra guru dengan siswa maupun antar siswa.

2.1.6Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends (dalam Wulandari, B., 2013) Problem Based Learning adalah pembelajaran yang memiliki esensi berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang auntentik dan bermakna kepada siswa. Sebagai tambahan, dalam PBL peran guru adalah menyodorkan berbagai masalah autentik sehingga jelas bahwa dituntut keaktifan siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sumber informasi tidak hanya dari guru akan tetapi dapat dri berbagai sumber. Guru di sini berperan sebagai fasilitator untuk mengarahkan permasalahan sehingga saat diskusi tetap fokus pada tujuan pencapaian kompetensi.

Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning adalah pegembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam menyelesaikan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan sistemik untuk memecahkan masalah atau tantangan yang dibutuhksn dalam kehidupan sehari-hari (Amir, 2009).

(18)

sebagai penyaji masalah dan pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan.

Beberapa karakteristik proses Problem Based Learning menurut Tan (dalam Amir, 2009) di antaranya:

a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran

b. Masalah yang digunakan merupakan masalah nyata yang disajikan secara mengambang.

c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang sebelumnya telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya.

d. Masalah membuat siswa tertantang mendapatkan pembelajaran di raanah pembelajaran yang baru.

e. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self diredted learning) f. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bevariasi, tidak dari

satu sumber saja

g. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan, dan melakukan presentasi.

Model Problem Based Learning memiliki lima tahapan utama yaitu sebagai berikut:

Tahap Pembelajaran Kegiatan Guru

Tahap 1

Orientasi siswa pada

(19)

masalah mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.

Tahap 2

Mengorganisasi siswa

Guru membagi siswa ke dalam kelompok, membantu siswa

mendefinisikan, dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. dokumentas atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya.

Tahap 5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.

(20)

Tabel 2.1.6.2. The relation between the chracteristics of PBL and the components of mathematics literacy capabilities (Istiandaru, Afif et al, 2014)

No The characteristics of PBL with realistic scientific approach

The components of mathematics literacy capabilities

1 Starting from the ill structured problems and based on the real world

2 Using collaborative setting and promoting student’s contribution

Students are able to device strategies by discussing with their peer

3 There are individual or group investigation (guided reinvention) through collecting information and observing mathematics model. Students are able to associate and think logically.

5 There ae stage of developing and presenting to students production (communicating)

(21)

2.1.7Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Pendidikan Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. RME banyak diwarnai oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Ada dua pandangan penting menurut Freudenthal yaitu matematika dihubungkan realitas dan matematika sebagai aktivitas manusia (Freudenthal, 1991). Freudenthal menyatakan bahwa Mathematics is human activity, karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia (Suherman et al., 2003:146). Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata seharri-hari.

Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari Pendidikan Matematika Realistik. Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (Knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa (Freudenthal, 1991). Kebermaknaan Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Penggunaan kata “realistik” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti “ untuk dibayangkan” atau “to imagine”(Van den Heuvel-Panhuizen, 1998). Suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan siswa. Suatu masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imaginable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Suatu cerita rekaan, permainan bahkan bentuk formal matematika bisa digunakan sebagai masalah realistik.(Wijaya, 2012: 21)

(22)

The realistic mathematics education approach is based on a different point of view of mathematics education. The main difference with the mechanistic and structural approaches is that RME does not start from abstract principles or rules with the aim to learn to apply these in concrete situation.

RME is more than “using real life contexts in mathematics education”. Its main points are guided reinvention, didactical phenomenology, and emergent models (Gravemeijer, 1998) sebagaimana dikutip Yenni B Widjaja dan Heck (2003).

Pembelajaran matematika realistik berpedoman pada 3 prinsip (guided reinvention and progressive mathematizing, didactical phenomenology, self developed models) dan 5 karakteristik (1) the use of context, (2) the use of models, bridging by vertical instrument, (3) student contribution, (4) interactivity and (5) intertwining (Treffer,1987).

2.1.8Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Gravemeijer, sebagaimana dikutip Murdani et al., (2013) ada tiga prinsip kunci dalam mendesain pembelajaran matematika realistik yaitu sebagai berikut:

a. Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and progressive mathematizing)

(23)

b. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology) Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Topik-topik ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses matematika secara progresif, artinya prosedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan dan diajarkan oleh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari penyelesaian masalah kontekstual tersebut.

c. Mengembangkan sendiri model-model (self-developed models) Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dengan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa. 2.1.9Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Lima prinsip kunci RME dalam implementasinya melahirkan karakteristik pembelajaran matematika realistik, yaitu : (1) the use of context, (2) the use of models, bridging by vertical instrument, (3) student contribution, (4) interactivity and (5) intertwining (Treffer,1987) penjelasan dari kelima karakteristik pembelajaran matematika realistik tersebut sebagai berikut .

a. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context)

(24)

siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh siswa.

b. Menggunakan model (use models, bridging by vertical instruments)

Pada pembelajaran dengan pendekatan RME, digunakan model yang dikembangkan sendiri oleh siswa dari situasi yang sebenarnya (model of). Model tersebut digunakan sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain. Setelah terjadi interaksi dan diskusi kelas, selanjutnya model ini berkembang dan diarahkan untuk menjadi model yang formal.

c. Menggunakan konstribusi siswa (students contribution)

Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai. Kontribusi dapat berupa aneka jawab, aneka cara, atau aneka pendapat dari siswa

d. Interaktivitas (interactivity)

(25)

seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.

e. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining)

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, oleh karena itu keterkaitan dan keintegrasian antar topik (unit pelajaran) maupun lintas displin ilmu harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang lebih bermakna, sehingga memunculkan pemahaman secara serentak. Intertwin dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.

2.1.10 Kartu Masalah

Kartu masalah merupakan media pembelajaran atau perlengkapan yang termasuk dalam media grafis atau visual berupa kartu yang berisi soal pemecahan masalah. Ide-ide matematika dapat dipelajari siswa melalui instruksi-instruksi, pertanyaan-pertanyaan dan latihan yang ditulis pada kartu-kartu masalah berupa masalah kontekstual. Melalui kartu-kartu masalah, siswa akan menyerap konsep-konsep dan menyelesaikan masalah-masalah.

Cara menyusun kartu masalah (kartu soal) harus memenuhi kriteria berikut.

a. Konsep matematika atau generalisasi merupakan tujuan.

b. Materi harus diarahkan ke menemukan konsep atau generalisasi. c. Materi harus menarik.

d. Petunjuk yang ditulis di kartu harus jelas dan mudah diikuti siswa dan harus membawa siswa ke kesimpulan yang dikehendaki.

(26)

Keunggulan kartu masalah (kartu soal) adalah sebagai berikut. a. Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang

didasarkan pada pengalamannya sendiri karena dituntut mengerjakan menurut kemampuannya.

b. Prinsip psikologi terpenuhi yaitu konsep atau generalisasi berjalan dari hal yang konkret ke abstrak.

c. Siswa dapat menemukan konsep sehingga memungkinkan untuk mentransfer ke masalah lainnya yang relevan.

d. Meningkatkan aktivitas siswa, karena memungkinkan saling bekerja sama dalam arti pertukaran ide (Hudojo, 2003: 109). Kelemahan kartu masalah (kartu soal) adalah sebagai berikut. a. Metode ini menyebabkan proses belajar menjadi lambat.

b. Pekerjaan laboratoris secara murni, sebenarnya bukan jenis kerja matematika, karena jika dilaksanakan terpisah dengan pelajaran matematika dapat terjadi proses belajar tidak memberikan latihan berpikir matematika bagi siswa.

c. Tidak semua topik matematika dapat dikerjakan dengan metode laboratorium itu.

d. Guru hanya dapat mengawasi kelas yang kecil, karena guru harus memperhatikan individu.

e. Kecenderungan peserta didik saling mencontoh dan ini sangat sulit untuk dikontrol. Karena itu dikhawatirkan, belajar matematika hanya sekedar latihan ketrampilan (Hudojo, 2003:110).

2.1.11 Model Pembelajaran PBL Pendekatan Realistik Berbantuan Kartu Masalah

(27)

Tabel 2.1.11 Sintaks Pembelajaran

Tahap Aktivitas Siswa Dan Guru

1. Mengorientasikan

(28)

melakukan refleksi,

a. Siswa secara individual atau kelompok, diminta b. Guru memotivasi siswa agar

mampu menyelesaikan

(29)

lebih jelas melihat masalah

beranggotakan 4 atau 5 siswa. Pada tahap ini karakteristik

(30)

interaksi antara guru dengan siswa. 2.1.12 Analisis Kesalahan

Kegiatan analisis kesalahan dalam menyelesaikan masalah matematika perlu dilakukan agar kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dapat diketahui dan dapat ditindaklanjuti cara terbaik untuk memaksimalkan hasil belajar siswa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:60), analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaiman duduk perkaranya, dan sebagainya. Sedangkan kesalahan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1248) adalah perihal salah, kekeliruan, kealpaan. Jadi analisis kesalahan adalah sebuah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mencari penyebab kesalahan atau kekeliruan tersebut.

(31)

bahwa siswa telah mampu mengiterpretasikan masalah di bahasa matematika secara benar. Penyempurnaan dari tiga langkah akhir (transformation, procces skill, dan encoding) dapat diartikan bahwa siswa telah berhasil mengerjakan proses yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah tersebut.

Prosedur kesalahan Newman (Newman’s Error Analysis) telah digunakan untuk meneliti siswa/mahasiswa) di kawasan Asia-Pasifik. Beberapa penelitian itu ialah dilakukan di (1) Australia (seperti Casey,1978; Clarkson,1980; Clement,1980; Clement & Ellerton,1992; Faulkner,1992; Tuck,1983; Watson,1980); (2) Brunei (Mohidin,1991); India (Kaushil, Sajjin Singh & Clement,1985); (3) Indonesia (Ora,1992); (4) Malaysia (Ellerton & Clement,1992; TEoh Sooi Kim,1991; Kownan,1992; Marinas & Clement,1990; Sulaiman & Remorib,1993; Singh, Rahman & Hoon,2010); (5) Papua New Guinea (Clarkson,1983,1991; Clement,1982); (6) Singapura (Kaur,1995); (7) Filipina (Jiminez,1992), dan Tahiland (Singhata,1991; Sobhachit,1991; Thontawat,1992; Prakitipong & Nakamura,2006).

Prosedur kesalahan Newman membutuhkan wawancara. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh Prakitipong & Nakamura (2006) mereka menggunakan wawancara untuk menjelaskan apa penyebab kesalahan siswa dalam menyelesaikan permasalaha matematika. Wawancara tersebut nantinya akan menjelaskan akar dari kesulitan siswa apakah berasal dari permasalahan bahasa atau permasalahan keilmuan.

(32)

a. Silakan bacakan pertanyaan tersebut. Jika kamu tidak mengetahui suatu kata tinggalkan saja.

b. Katakan apa pertanyaan yang diminta kamu kerjakan. c. Katakan bagaimana kamu akan menemukan jawaban.

d. Tunjukkan apa yang akan kamu kerjakan untuk memperoleh jawaban tersebut.

e. Katakan dengan keras sehingga dapat dimengerti bagaimana kamu berpikir.

f. Tuliskan jawaban dari pertanyaan tersebut. 2.1.13 Kesalahan Menurut Newman

Menurut Praktipong & Newman (2006:113), prosedur Newman adalah sebuah metode untuk menganalisis kesalahan dalam soal uraian. Kesalahan-kesalahan menururt Newman adalah sebagai berikut:

a. Kesalahan Reading (Reading Error)

Kesalahan reading menurut Singh (2010:266) terjadi ketika siswa tidak mampu membaca kata-kata maupun simbol yang terdapat dalam soal. Kesalahan reading dapat diketahui dengan cara wawancara langsung terhadap subjek. Singh (2010:266) juga memberikan contoh kesalahan reading dan penggalan wawancaranya. Kesalahan reading yang dilakukan siswa seperti Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Contoh Kesalahan Reading

Soal Wawancara dengan Siswa

2l of coconut juice is poured equally into 8 glasses. How many milliliters of coconut juice are there in each glass?

Contoh: (I – Interviewer, P9 – Pupil Number 9)

(33)

P9: [shook his head] boleh baca soalan nombor 2? (Can’t read? You cannot Written Mathematical Task: A Malaysian Perspective.

Berdasarkan Tabel 3, siswa dengan kode P9 tidak dapat membaca pertanyaannya walau pertanyaannya diulang beberapa kali oleh pewawancara. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mengalami masalah pada langkah reading.

b. Kesalahan Comprehension (Comprehension Error)

Kesalahan comprehension menurut Singh (2010:266) terjadi ketika siswa mampu membaca soal namun gagal memahami apa yang dimaksud/diperlukan sehingga siswa tersebut gagal dalam menyelesaikan permasalahannya. Singh (2010:266) juga memberikan contoh kesalahan comprehension dan penggalan wawancaranya seperti di Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Contoh Kesalahan Comprehension

Soal Wawancara dengan Siswa

Chin buys a bag that costs

(34)

does Chin give to the shopkeeper earlier?

baca kuat-kuat soalan tu. (OK, like just now, read the question suruh P6 cari apa? Apa dia cakap soalan ni, dia suruh cari apa? (What does the question ask you to find? What does the question say? What does it want you to find?)

P6: Tak tau jugalah, tak ingat dah. (Don’t know as well, I can’t recall)

I: Ni soalan dia, tak ingat dah? Agaknya soalan tu suruh cari apa? Tak tahu? (This is the question Written Mathematical Task: A Malaysian Perspective.

(35)

c. Kesalahan Transformation (Transformation Error)

Kesalahan transformation menurut Singh (2010:266) terjadi ketika siswa sudah mampu memahami apa yang diketahui dan dibutuhkan dalam penyelesaian masalah namun tidak mampu mengidentifiksi operasi matematika yang tepat untuk menyelesaikan permasalahannya. Singh (2010:266) juga memberikan contoh kesalahan transformation dan penggalan wawancara seperti di Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Contoh Kesalahan Transformation

Soal Wawancara dengan Siswa

A bag weighs 2.88 kg. A basket weighs 320g less than the bag. Calculate the total

P4: Calculate the total weight. I: Which operation would you Written Mathematical Task: A Malaysian Perspective.

(36)

diperlukan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa P4 mengalami kesalaham transformation.

d. Kesalahan Process Skill (Process Skill Error)

Kesalahan process skill menurut Singh (2010:266) terjadi ketika siswa telah mampu menentukan operasi matematika yang tepat namun siswa salah dalam mengemukakan prosedur pengerjaan yang benar. Singh (2010:266) juga memberikan contoh kesalahan process skill dan penggalan wawancaranya seperti di Tabel 6 berikut:

Soal Wawancara dengan Siswa

A clerk typed several

letters and arranged

some files in 4 hours

Example: (I – Interviewer, P14 – Pupil Number 14)

I: … Kita tengok soalan nombor 19. (Can we havea look at question 19) Can you read the question loudly for me?

P14: A clerk typed several [letter] and arrange some files in 4 hour and 15 minutes. If he spent 2 hour and 30 minute typing the letter, how much time did he spend arranging the files? I: Soalan ni dia nak suruh P14 cari apa? (What does this question ask P14 to find?) Which mathematical method would P14 use to solve this problem?) P14: Tolak (Subtraction)

(37)

problem.) Written Mathematical Task: A Malaysian Perspective.

Berdasarkan Tabel 6, walaupun siswa P14 telah mampu membaca dan memahami soal serta secara benar menemukan operasi matematika yang akan dibutuhkan, dia membuat kesalahan prosedur di perhitungannya. Jawaban akhir seharusnya ialah 1 jam 45 menit. Berikut penjelasan dapat dilihat di Tabel 7:

Tabel 7. Penjelasan Perhitungan Siswa P14

Soal Wawancara dengan Siswa

menit

e. Kesalahan Encoding (Encoding Error)

Kesalahan encoding menururt Singh (2010:266) bisa terjadi walaupun siswa telah mampu mengerjakan dengan benar masalah matematika namun dengan kecerobohan siswa tersebut menulis jawaban akhir yang salah. Singh (2010:266) juga memberikan contoh kesalahan Encoding dan penggalan wawancaranya seperti di Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Contoh Kesalahan Encoding

Soal Wawancara dengan Siswa

Calculate the volume of the cuboid

Example: (I – Interviewer, P14 – Pupil Number 20)

I: … Question number 12, then. OK can you readthe question loudly, please?

(38)

I: OK Wh at does the question want you to find?

P20: Volume of the cuboid. I: To look for the volume of the cuboid. OK How to do it? P20: Multiply.

I: Multiply. Can you do it for me here?

P20: 6cm times 3 cm times 5 cm. … 90 cm

I: OK itu jawapannya ya? (OK. Is that the answer?) Thank you, that’s good.

Sumber: Singh P., Rahman, A. A., Sian Hoon, T. 2010. The Newman Procedure for Analyzing Primary Four Pupils Error on Written Mathematical Task: A Malaysian Perspective.

Berdasarkan Tabel 8, siswa P20 telah melewati semua proses untuk menghasilkan jawabn yang benar. Namun, siswa P20 melakukan kesalahan penulisan jawaban utamanya yang benar. Dia menulis 90 cm sebagai jawabannya padahal jawaban yang benr adalah . Jelas bahwa, siswa P20 melakukan kesalahan encoding.

2.1.14 Materi Segiempat 2.1.14.1 Jajar genjang

Menurut Clement (1984: 261), jajargenjang adalah segiempat yang mempunyai dua pasang sisi yang berhadapan yang sejajar. Sedangkan menurut Wintarti dkk (2008: 268) jajargenjang adalah segiempat yang setiap pasang sisinya yang berhadapan sejajar. Jadi dapat disimpulkan jajargenjang adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi yang berhadapan sejajar.

Contoh gambar jajargenjang ABCD ialah sebagai berikut: Menurut Wintarti dkk (2008: 268), sifat-sifat yang dimiliki jajagenjang ialah:

A

B

C

(39)

a. Sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang. b. Sudut-sudut yang berhadapan sama ukuran.

c. Dua sudut yang berdekatan saling bepelurus

d. Diagonal jajargenjang membagi daerah jajargenjang menjadi dua bagian sama besar.

e. Diagonal-diagonalnya saling membagi dua sama panjang, Keliling jajargenjang adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk jajrgenjang. Lihat kembali gambar, diketahui AB, BC, CD, dan DA adalah sisi yang membentuk jajrgenjang ABCD. Jadi keliling jajargenjang ABCD adalah:

� � � = + + + = =

= + + +

= × + ×

= × +

Jika keliling = K maka keliling jajargenjang adalah = � +

Luas daerah jajargenjang adalah hasil kali alas dan tingginya . Misal terdapat jajargenjang ABCD seperti gambar dibawah ini dengan DE adalah tinggi jajargenjang. Maka luas daerah jajargenjang ABCD adalah = × atau secara umum =

×

Berikut ini diberikan contoh permasalahan yang berkaitan dengan jajargenjang serta cara penyelesaiannya dengan prosedur Newman.

A

B

C

(40)

Permasalahan

Diketahui jajargenjang ABCD mempunyai luas 84 satuan luas, alasnya �, tingginya �. Tentukan ukuran alas dan tingginya! Penyelesaian:

Comprehension

Diketahui : = , = � , = � Ditanya : Ukuran alas dan tingginya? Transformation

Jawab:

Strategi yang digunakan adalah rumus = × � ���. Process Skill

= × � ��� ⟺ = � × �

⟺ = �

⇔ = � ⇔ = � Encoding

Jadi alas jajargenjang ialah � = × = satuan panjang. Sedangkan tingginya ialah � = × = satuan panjang.

2.1.14.2 Persegi Panjang

(41)

Contoh gambar persegi panjang ABCD adalah sebagi berikut:

Menurut Wintarti dkk (2008: 268), sifat-sifat yang dimiliki persegi panjang ialah:

a. Panjang sisi-sisi yang berhadapan sama dan sejajar. b. Keempat sudutnya siku-siku.

c. Panjang diagonal-diagonalnya sama dan saling membagi dua sama panjang.

Keliling persegi panjang adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk persegi panjang. Lihat kembali gambar, diketahui AB, BC, CD, dan DA adalah sisi yang membentuk persegi panjang ABCD. Jadi keliling persegi panjang ABCD adalah:

� � � = + + + = =

= + + +

= × + ×

= × +

Jika keliling = K, BC disebut panjang dan AB disebut lebar , maka secara umum keliling persegi panjang ialah

= × +

Luas daerah persegi panjang adalah hasil kali panjang (p) dan lebarnya (l) Lihat kembali gambar diatas, diketahui BC adalah panjang dan AB adalah lebar.

Maka luas daerah persegi panjang ABCD adalah = × atau secara umum = × .

A

B

D

(42)

Berikut ini diberikan contoh permasalahan yang berkaitan dengan persegi panjang serta cara penyelesaiannya dengan prosedur Newman.

Permasalahan

Diketahui keliling sebidang tanah berbentuk persegi panjang ialah . Jika diketahui lebar tanah tersebut ialah , tentukan luas sebidang tanah tersebut!

Penyelesaian: Comprehension

Diketahui : = , = Ditanya : Luasnya?

Transformation

Jawab

Rumus yang digunakan ialah = + = × . Process Skill

= +

⇔ = +

⇔ = +

⇔ =

= ×

⇔ = × =

Encoding

Jadi luas sebidang tanah tersebut ialah . 2.1.14.3 Persegi

(43)

segiempat yang keempat sisinya sama panjang. Contoh gambar persegi ABCD adalah sebagai berikut:

Menurut Wintarti dkk (2008: 261), sifat-sifat yang dimiliki persegi yaitu:

a. Sisi-sisi yang berhadapan sejajar. b. Keempat sudutnya siku-siku.

c. Panjang diagonal-diagonalnya sama dan saling membagi duasama panjang.

d. Panjang keempat sisinya sama.

e. Setiap sudutnya dibagi dua sama ukuran oleh diagonal-diagonalnya.

f. Diagonal-diagonalnya berpotongan saling tegaklurus

Keliling persegi adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk persegi. Lihat kembali gambar, diketahui AB, BC, CD, dan DA adalah sisi yang membentuk persegi ABCD. Jadi keliling persegi ABCD adalah

� � � = + + + = = = =

= + + +

= × = ×

Jika keliling = K, maka secara umum keliling persegi ialah = ×

A C

(44)

Luas daerah persegi adalah hasil kali sisi-sisinya (s) atau kuadrat sisinya. Lihat kembali gambar persegi, diketahui AB, BC, CD, dan DA adalah sisi-sisi (s) persegi dan keempatnya sisinya sama panjang. Luas daerah persegi ABCD adalah

= × atau secara umum = × =

Berikut ini diberikan contoh permasalahan yang berkaitan dengan persegi serta cara penyelesaiannya dengan prosedur Newman. Permasalahan

Diketahui keliling persegi 40 satuan panjang, tentukanlah luas daerah persegi tersebut!

Penyelesaian

Comprehension

Diketahui: = Ditanya : Luasnya? Transformation

Jawab

Rumus yang digunakan ialah = × dan = × = . Keterampilan memproses (Process Skill)

= ×

⇔ = ×

⇔ =

= × ⇔ = × ⇔ =

Encoding

Jadi luas daerah persegi tersebut ialah satuan luas 2.1.15 Literasi Matematika

(45)

Pengertian literasi matematika sebagaimana dikutip dalam laporan PISA 2012 (dalam Mahdiansyah & Rahmawati, 2014) adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis, dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematiak, prosedur, fakta, dan fungsi matematika untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena (OECD, 2013). Dengan penguasaan merefleksikan logika matematis untuk berperan pada kehidupannya, komunitasnya, serta masyarakatnya. Literasi matematika menjadikan individu mampu membuat keputusan berdasarkan pola pikir matematis yang konstrusif.

Wardono et all, (2016) menyatakan bahwa “Mathematics literacy ability in the class using the PBL model with a PMRI approach assisted E-learning Edmodo have increased and the improvement of mathematics literacy ability is higher than the improvement of mathematics literacy ability of class that uses the model of PBL learning with PMRI approach and is higher than the improvement of mathematics literacy ability of class that uses the expository models; The quality of learning using PBL models with a PMRI approach assisted E-learning Edmodo have very good category”.

Setiap pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan kehidupan nyata. Sehingga tercipta kemampuan literasi matematika yang baik, yang sesuai dengan standar isi yang ada.

Beberapa aspek yang berkaitan dengan literasi matematika berdasarkan OECD (2009) adalah sebagai berikut:

(46)

2) The mathematical content adalah materi yang digunakan untuk aspek evaluasi.

3) The context adalah konteks dilakukannya penilaian. 2.1.15.1 Konteks (context)

Salah satu aspek penting dari kemampuan literasi matematika adalah keterlibatan matematika dalam pemecahan masalah di berbagai konteks.

Tabel 2.1.15.1 Proporsi Skor Sub-Sub Komponen Konteks

Komponen Pemahaman Konteks Skor (%)

Konteks Pribadi

Pendidikan dan pekerjaan Sosial

Ilmu pengetahuan

25 25 25 25

Adapun konteks matematika dalam PISA dapat dikategorikan menjadi empat konteks (OECD, 2010), adalah sebagai berikut.

1) Konteks pribadi (Personal)

(47)

2) Konteks pendidikan dan pekerjaan (Occupational) Konteks pendidikan dan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau tempat lingkungan siswa bekerja. Konteks pekerjaan tidak terbatas pada hal-hal seperti mengukur, biaya dan pemesanan bahan bangunan, menghitung gaji, pengendalian mutu, penjadwalan, arsitektur, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Konteks pekerjaan berhubungan dengan setiap tingkat tenaga kerja, dari tingkatan terendah sampai tingkatan yang tertinggi yang dikenal oleh siswa. Matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskan, melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah tersebut.

3) Konteks umum (Societal)

Konteks umum berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat baik lokal, nasional, maupun global dalam kehidupan sehari-hari. Konteks umum dapat berupa masalah sistem voting, angkutan umum, pemerintah, kebijakan publik, demografi, iklan, statistik nasional, masalah ekonomi, dan lain sebagainya. Siswa diharapkan dapat menyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.

(48)

Kegiatan keilmuan yang secara khusus berkaitan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan matematika. Konteks keilmuan juga berkaitan dengan penerapan matematika di alam, isu-isu dan topik-topik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti cuaca atau iklim, ekologi, kedokteran, ilmu ruang, genetika, pengukuran, dan dunia matematika itu sendiri.

2.1.15.2 Konten (Content)

Domain matematika sangat banyak dan bervariasi, sehingga tidak mungkin untuk mengidentifikasi secara lengkap. PISA hanya membatasi pada 4 overaching ideas yang utama, yaitu perubahan dan hubungan (change and relationship), ruang dan bentuk (space and shape), kuantitas (quantity) dan ketidakpastian dan data (uncertainty and data).

OECD (2009) menguraikan masing-masing konten sebagai berikut:

1) Change and Relationships (Perubahan dan Hubungan)

(49)

geometris, dan tabel. Oleh karena setiap representasi simbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan. 2) Space and Shape (Ruang dan Bentuk)

Ruang dan bentuk berkaitan dengan pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali ciri-ciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda tersebut.

3) Quantity (Bilangan)

Bilangan berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk dalam konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif, merepresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah matematika, berhitung di luar kepala, dan melakukan penaksiran.

4) Uncertainty and Data (Probabilitas/Ketidakpastian dan Data)

(50)

interpretasi data adalah konsep kunci dalam konten ini

2.1.15.3 Komponen Proses

Kerangka penelitian Literasi Matematika dalam PISA 2009 menyebutkan bahwa kemampuan proses melibatkan tujuh hal penting sebagai berikut:

1) Communication. Literasi matematika melibatkan kemampuan untuk mengomunikasikan masalah. Seseorang melihat adanya suatu masalah dan kemudian tertantang untuk mengenali dan memahami permasalahan tersebut. Membuat model merupakan langkah yang sangat penting untuk memahami, memperjelas, dan merumuskan suatu masalah. Dalam proses menemukan penyelesaian, hasil sementara mungkin perlu dirangkum dan disajikan. Selanjutnya ketika penyelesaian ditemukan, hasil juga perlu disajikan kepada orang lain disertai penjelasan serta justifikasi. Kemampuan komunikasi diperlukan untuk bisa menyajikan hasil penyelesaian masalah.

(51)

(representasi) suatu permasalahan atau suatu obyek matematika melalui hal-hal seperti: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan mempergunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga lebih jelas.

4) Reasoning and Argument. Literasi matematika melibatkan kemampuan menalar dan memberi alasan. Kemampuan ini berakar pada kemampuan berpikir secara logis untuk melakukan analisis terhadap informasi untuk menghasilkan kesimpulan yang beralasan.

5) Devising Strategies for Solving Problems. Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunakan strategi untuk memecahkan masalah. Beberapa masalah mungkin sederhana dan strategi pemecahannya terlihat jelas, namun ada juga masalah yang perlu strategi pemecahan cukup rumit.

6) Using Symbolic, Formal and Technical Language and Operation. Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunaan bahasa simbol, bahasa formal dan bahasa teknis.

(52)

Adapun pada penelitian ini akan dikaji masalah dalam aspek konten yang ditekankan pada space and shape pada materi segiempat kelas VII.

2.1.16 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Literasi Matematika

Terdapat sejumlah variabel yang dapat menjadi determinan literasi siswa. Secara umum faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu faktor dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luar diri siswa (eksternal). Faktor internal dapat dipilah menjadi aspek kognititf seperti kemampuan intelektual, kemampuan numerik, dan kemampuan verbal; serta aspek nonkognitif seperti minat dan motivasi. Adapun faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta lingkungan media massan dan lingkungan sosial (Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendikbud, 2013b).

2.2Penelitian yang Relevan

Dalam membuat penelitian ini, penelitit mencari beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh akademisi lainnya guna mendukung pengetahuan dan dasar keilmuan di penelitiannya. Penelitian yang dimaksud ialah sebagai berikut:

(53)

2.2.2Mahdiansyah & Rahmawati (2014), dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud yang berjudul “LITERASI MATEMATIKA SISWA PENDIDIKAN MENENGAH: Analisis Menggunakan Desain Tes Internasional dengan Konteks Indonesia”, menyimpulkan bahwa capaian literasi matematika siswa SMA/MA yang menjadi sampel studi ini masih rendah, meskipun soal-soal telah disesuaikan dengan konteks Indonesia. Terdapat sejumlah faktor yang berperan besar dalam mewujudkan capaian literasi matematika yaitu faktor personal, faktor instruksional, dan faktor lingkungan.

2.2.3Abdi J., Ikhsan M., Marwan (2013) dalam Jurnal Peluang yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Siswa Sekolah Menengah Atas Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Setara PISA Melalui Pendekatan Kontruktivisme”, menyimpulkan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme mengalami peningkatan kemampuan menyelesaikan soal matematika setara PISA lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran secara ekspositori.

(54)

kesalahan. Faktor dari kesalahan-kesalahan dijelaskan sebagai berikut (1) kesalahan comprehension disababkan karena siswa yang tidak terbiasa dengan bahasa soal yang tergolong baru dan kurang cermat, (2) kesalahan transformation disebabkan karena kurang dipahaminya materi perbandingan dan konsep hubungan antara luas dan keliling segiempat, (3) kesalahan process skill disebabkan karena kurang dipahaminya materi operasi aljabar, sistem persamaan linear satu variabel, dan ketidakmampuan dalam proses konversi antar satuan, (4) kesalahan encoding disebabkan karena kesalahan dalam tahap process skil ditambah ketidakmampuan penentuan satuan yang tepat.

2.3Kerangka Berpikir

Secara umum, seorang guru selalu mengharapkan peserta didiknya belajar dengan baik sehingga mencapai ketuntasan belajar matematika. Namun kenyataan menunjukkan hal yang lain, bahwa ternyata guru sering menemukan peserta didik yang belum memenuhi KKM matematika. Patut diduga peserta didik yang belum memenuhi KKM matematika adalah peserta didik yang berkesulitan belajar matematika sehingga melakukan kesalahan-kesalahan ketika mengerjakan soal pemecahan masalah matematika. Banyak hal yang menyebabkan siswa melakukan kesalahan salah satunya adalah rendahnya kemampuan literasi matematis siswa dan belum adanya penanganan yang tepat untuk meningkatkan kamampuan literasi matematis siswa.

(55)

Analisis kesalahan Newman merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menganalisis jenis dan penyebab kesalahan siswa. Newman sebagaimana dijelaskan Singh (2010:265) telah mendefinisikan bahwa ada lima tahapan proses pekerjaan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Kelima tahapan tersebut adalah reading, comprehension, transformation, process skill, dan encoding. Siswa bisa saja melakukan kesalahan di salah satu langkah atau semuanya. Hal ini dapat memudahkan guru untuk mengetahui jenis tahapan mana yang menjadi kesalahan siswa serta penyebabnya dalam proses menyelesaikan masalah matematika.

Salah satu kendala guru dalam memberikan solusi untuk meminimalisisr kesalahan siswa adalah perbedaan kemampuan literasi matematika. Literasi matematika sebagaimana dikutip dalam laporan PISA 2012 (dalam Mahdiansyah, 2014) adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta, dan fungsi matematika untuk menggambarkan, menjelaskan, dan mempridiksi suatu fenomena (OECD, 2013).

Perpaduan analisis kesalahan Newman dan penggolongan siswa berdasarkan kemampuan literasi matematika diharapkan dapat membantu guru mengetahui perbedaan jenis kesalahan, penyebab kesalahan, dan solusi apa yang dapat diberikan kepada siswa sesuai dengan kemampuan literasi matematikanya.

(56)

Bagan alir kerangka berpikir

Kemampuan literasi matematika siswa masih rendah ditandai dengan pre-test yang menunjukkan rata-rata kemampuan literasi matematika siswa masih rendah

Model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah

Tes literasi matematika dan pengamatan

Ketuntasan klasikal kemampuan literasi matematika, peningkatan kemampuan literasi matematika, dan kualitas pembelajaran kelompok siswa

pada model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah dan pada pembelajaran ekspositori

Model pembelajaran ekspositori

1. Siswa menganalisis dan merancang pengetahuan dengan bantuan guru

(57)

2.4Hipotesis

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir maka disusun penelitian sebagai berikut:

2.4.1 Penerapan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah dapat menuntaskan belajar siswa dalam kemampuan literasi matematika.

2.4.2 Kemampuan literasi matematika siswa yang memperoleh model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih baik dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran .

2.4.3 Peningkatan kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih tinggi dibanding siswa yang memperoleh pembelajaran

3. Metode Penelitian 3.1Jenis Penelitian

(58)

Gambar 3.1. Metode penelitian kombinasi concurrent embedded, model metode kuantitatif sebagai metode primer

Berdasarkan gambar 3.1 tersebut dapat diperjelas sebagai berikut. Desain concurrent embedded adalah metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan cara mencampur kedua metode tersebut secara tidak seimbang dengan 70% metode kuantitatif dan 30% metode kualitatif. Pembagian ini dikarenakan pada penelitian ini metode kuantitatif merupakan metode primer dan metode kualitatif merupakan metode sekunder yang berperan untuk melengkapi dan menunjang pembahasan mengenai hasil penelitian. Dengan demikian data yang diperoleh menjadi lebih lengkap dan lebih akurat.

Pengumpulan data kuantitatif (primer) dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data kualitatif (sekunder). Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen, dan pengumpulan data kualitatif dengan wawancara. Data kuantitatif diperoleh berdasarkan sampel penelitian yang diambil secara random dan pengumpulan data kualitatif dikumpulkan dengan sampel purposive sampling.

Penelitian ini menggunakan desain true experimental design karena terdapat variabel lain yang memungkinkan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Peneliti memilih true experimental design dengan pretest-posttest control group design, dimana terdapat dua kelompok yang mana Masalah dan rumusan

masalah

Landasan teori dan hipotesis

Pengumpulan dan analisis data kuantitatif

Pengumpulan dan analisis data kualititatif

analisis data kuantitatif kualititatif Penyajian data hasil

(59)

satu kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol.

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design Kelas Pre-Test Perlakuan Post-Test

Eksperimen

Kontrol

Keterangan:

: pre-test pada kelas eksperimen : pre-test pada kelas kontrol

: pembelajaran pendekatan realistik berbantuan Kartu Masalah : post-test pada kelas kontrol

: post-test pada kelas kontrol

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

a. Menentukan populasi penelitian yaitu seluruh siwa kelas VII SMP Negeri 1 Selogiri.

b. Menentukan sampel penelitian dengan teknik cluster random sampling serta menentukan kelas uji coba.

c. Menyusun instrument penelitian meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), tes kemampuan literasi matematika, pedoman wawancara, dan soal untuk pre-test serta post-test.

d. Melakukan uji coba soal pada kelas yang telah mendapatkan materi segiempat.

(60)

kriteria maka tidak akan dipakai dalam pre-test dan post-test kelas eksperimen dan kelas control.

f. Menetapkan butir soal yang akan digunakan dalam pre-test dan post-test kelas eksperimen dan kelas control.

g. Melaksanakan pre-test untuk mengukur kemampuan literasi matematika siswa.

h. Melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran PBL dengan pendekatan RME berbantuan kartu masalah dan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran .

i. Melaksanakan post-test untuk mengukur kemampuan literasi matematika siswa.

j. Melaksanakan wawancara dengan 6 siswa yaitu 2 siswa yang memiliki kemampuan literasi matematika rendah, 2 siswa yang memiliki kemampuan literasi matematika sedang, dan 2 siswa yang memiliki kemampuan literasi matematika tinggi dari kelas eksperimen 1 mengenai tes kemampuan literasi matematika siswa. k. Menganalisis data hasil pre-test, post-test, dan wawancara untuk

menguji kebenaran hipotesis. 3.2Subjek Penelitian

3.2.1 Populasi

Gambar

Tabel berikut ini akan menjelaskan hubungan antara karakteristik dari
Tabel 2.1.11 Sintaks Pembelajaran
Tabel 4. Contoh Kesalahan Comprehension
Tabel 8. Contoh Kesalahan Encoding
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis IFE, EFE, dan SWOT, diperoleh suatu kesimpulan bahwa MAN Kota Kediri 3 dapat direkomendasikan untuk menerapkan strategi SO, yaitu : (1) Tingkatkan jumlah

Bukan saja sebagai pujangga, wartawan, ulama, dan budayawan, tapi juga seorang pemikir pendidikan yang pemikirannya masih relevan dan dapat digunakan pada zaman

Ada dua makna penting dari Hash House Harriers sebagai olahraga rekreasi, yakni dapat menciptakan kesehatan karena dapat meningkatkan kesegaran jasmani pesertanya

Dari hasil perhitungan persamaan diatas menunjukan koefisien daya

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Kampus

Jika kelima manfaat tersebut disadari dan dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, niscaya tidak akan ada perselisihan yang menimbulkan perpecahan yang didasarkan pada perbedaan

This thesis is research about Grammatical Cohesion in Stephenie Meyer’s novel TheSecond Life of Bree Tanner by using discourse analysis approach.The purpose of

Irlinda Manggar Anugrahani. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN