Februari
2015
PURUSHA RESEARCH COOPERATIVE
Priska Sabrina Luvita
Esei Valentine
[
CINTA: MITOS DAN SUATU YANG
MENGUSIK
]
1 | P r i s k a S a b r i n a L u v i t a
Cinta: Mitos dan Suatu yang Mengusik
Esei Valentine
A man who doubts his own love may, or rather, must doubt every lesser thing
(Sigmund Freud, Notes upon a Case of Obsessional Neurosis, 1909d)1
Siapa tak mengenali selebrasi yang dilakukan pada tanggal 14 Februari tiap
tahunnya? Hari Valentine telah begitu sakral dipopulerkan dalam kehidupan
kontemporer untuk luput dari pemahaman. Perdebatan akan selebrasi tersebut pun
nyaris selalu terjadi tiap tahunnya; mulai dari bagaimana hari tersebut merupakan hari
di mana Pastor Saint Valentine dieksekusi, hari di mana merupakan hari yang jauh dari
makna Hari penuh cinta , sampai pada Hari Valentine hanyalah hari yang
dipopulerkan Hallmark dan produsen coklat sebagai strategi pemasarannya. Esei singkat ini kemudian tidak bermaksud untuk mengungkap hal-hal tersebut. Biarlah
poin-poin tersebut dituliskan oleh pihak lain.
Momen Hari Valentine ini nampaknya tepat untuk berbicara akan cinta. Penulis
kemudian lebih tertarik untuk membahas mitos dari cinta pada momen ini, dibanding
membahas mengenai mitos (dan fakta?) asal-usul Hari Valentine. Mitos mengenai cinta
yang penulis angkat adalah hal yang mitos yang populer, mengenai belahan jiwa.
Mitos Cinta: Satu yang Terbagi Dua
Mitos mengenai cinta bahwa manusia merupakan satu pada awalnya merupakan aspek di mana cinta merupakan bagian dari pencarian akan diri bahkan mungkin, jiwa.
Mitos yang bahkan jika ditelusuri dapat dilacak sampai pada kitab suci dan dongeng
keagamaan, di mana Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam, dapat dikatakan sebagai
1
2 | P r i s k a S a b r i n a L u v i t a
landasan filosofis dari mitos tersebut. Plato pun dalam buku Symposium yang tersohor itu, membuka mitos belahan jiwa saat diceritakan bahwa Zeus membelah manusia
menjadi dua karena takut akan kekuatan yang didapatkan manusia saat manusia
adalah satu ; utuh.2 Jatuh cinta kemudian merupakan perjalanan hidup. Perjalanan
hidup yang merujuk pada buku bergambar favorit penulis yaitu The Missing Piece
oleh Shel Silverstein, merupakan upaya mencari pecahan yang hilang dari diri kita.
Sumber: The Missing Pieceoleh Shel Silverstein, bagian di mana it’mencari dan bertemu dengan it’s missing piece’ (pecahannya yang hilang)
Konsekuensi dari mitos tersebut adalah manusia akan selamanya berada dalam
kehilangan dalam keterpisahan akan belahannya. Unifikasi dengan belahan jiwanya
kemudian dianggap sebagai keutuhan diri. Erich Fromm menyebutnya sebagai hasrat
untuk bersatu atau hasrat untuk menjadi utuh.3 Dengan demikian, Fromm melihat cinta
sebagai suatu yang lebih dari bentuk sublimasi dari hasrat libidinal, tetapi sebaliknya,
hasrat libidinal menjadi manifestasi dari kebutuhan akan cinta dan keutuhan.4
Hal yang menarik kemudian adalah bahwa mitos ini merupakan mitos yang
menjanjikan sebuah bentuk liberasi, kekuatan, dan pemenuhan saat cinta (dalam hal ini
belahan jiwa) dapat diperoleh. Kesendirian menjadi suatu hal yang menakutkan.
Jomblo adalah suatu kondisi yang hina. Jatuh cinta merupakan suatu yang memberikan
3 | P r i s k a S a b r i n a L u v i t a
warna (bahkan makna) pada perjalanan hidup (jika tidak hidup merupakan perjalanan
pencarian cinta). Mitos ini menempatkan cinta sebagai finish line. Akhir bahagia dari perjalanan hidup yang panjang. Sebuah tujuan hidup. Padahal tujuan itu sendiri, dalam
hal ini cinta, merupakan suatu yang tidak (sepenuhnya) dipahami akal rasio manusia.
Sumber: Film The Wedding Date (2005)
Cinta: Suatu yang Mengusik
Apa itu cinta sesungguhnya merupakan rangkaian perdebatan panjang yang
belum juga usai.5 Banyak orang, mulai dari filsuf sampai dengan pujangga, yang
mencoba mengkonstruk cinta sesuai dengan akal dan (mungkin) pengalaman mereka.
Namun tentunya, untuk mencoba merasionalisasikan cinta pada dua aspek tersebut
rawan terjebak pada subyeksivisme partikular yang menjadi tameng pelindung apa
yang coba dipahami sebagai cinta itu sendiri. Tetapi tidak masalah, karena bahkan
rasionalisasi manusia tidak akan berdiri sendiri secara independen tanpa relasinya
5
4 | P r i s k a S a b r i n a L u v i t a
dengan yang lain hal yang membuat aspek privat pun politis karena
keterjejaringannya dengan aspek publik.
Hal yang kemudian penting untuk disorot adalah betapa asingnya cinta
sehingga berbagai upaya dilakukan untuk mendefinisikannya. Kutipan oleh Sigmund
Freud pada pembuka tulisan ini pun menjadi salah satunya. Seakan berusaha
menundukkan kealienan dari cinta untuk mendapatkan kepastian akannya. Tetapi pun,
cinta nampaknya tetaplah suatu yang alien. Judith Butler, seorang filsuf teori queer dari Amerika Serikat bahkan menulis esei dengan klaim bahwa cinta akan selamanya alien,
tidak terpahami, dan diragukan.6 Pertanyaan seperti ‚pakah dia mencintaiku?, ‚pakah perasaan ini cinta?, ‚pakah dia sudah tak lagi mencintaiku?, Mungkinkah coklat ini merupakan ungkapan cintanya?, dan lain sebagainya itu akan
terus kita utarakan. Terus menerus cinta kita ragukan. ‛ahkan saat missing piece’ telah
ditemukan, telah mengisi, tetapi tidak menghentikan keraguan tersebut. Hal yang
membuat seakan apakah cinta akan diperoleh pada akhir kehidupan ini tidaklah
penting, yang penting adalah the journey itself.7
Jika terus menerus cinta akan menghancurkan kepastian akan cinta yang telah
untuk dapat berpikir filosifis dalam dan mengenai cinta, kenapa kita harus selalu dalam
proses yang dapat dikatakan menyakitkan itu? Apa pentingnya kemudian untuk kita
berpikir filosofis dalam dan mengenai cinta jika toh cinta akan terus membuat kita berada dalam keraguan dalam gelap?
Hal tersebut yang kemudian membuat cinta, sebagai apapun dia, akan selalu
mengganggu atau lebih tepatnya mengusik pijakan akan apa yang kita pahami dan tidak mengenai dunia. Terus menerus menempatkan kita pada posisi tersesat pada
6Judith Butler, Dou ti g Love ,
Take My Advice: Letters to the Next Generation from People Who Know a Thing or Two, ed. James L. Harmon
7
5 | P r i s k a S a b r i n a L u v i t a
jalan yang semula kita yakini kepastiannya. Hal yang uniknya, proses yang tampaknya
memberikan rasa sensasi hidup saat cinta kemudian akan selalu dicari secara aktif
(bahkan dinanti secara pasif) 8 dan jatuh cinta merupakan suatu yang terus
didambakan. Candu akan ke-hidup-an, ketika hidup akan terus menerus diusik dan
dipastikan pada saat jatuh cinta. Mungkin di situ lah mengapa cinta selalu berusaha
untuk dipahami, terus diragukan. Semata untuk dapat memberikan kepastian yang
sifatnya sementara, agar dapat merasakan rasa pasti yang layaknya candu.
Jangan takut jatuh cinta! Jangan tutup dirimu! adalah narasi yang sering
muncul. Atau edisi Hari Valentine-nya adalah Jangan khawatir! Kalau nanti berakhir
dengan patah hati, ada coklat untuk menutupi luka di hatimu! .
Live your life filled with love!
8Eri h Fro e olak arasi jatuh i ta atau
falling in love karena memliki indikasi pasif –hanya sekedar jatuh tanpa kita dapat berbuat apa pun. Menurutnya, cinta adalah aksi, suatu yang aktif. Hal yang membuatnya
6 | P r i s k a S a b r i n a L u v i t a
Daftar Pustaka
Butler, Judith. Precarious Life: the powers of mourning and violence (Amerika Serikat: Verso, 2004)
--- Doubting Love , Take My Advice: Letters to the Next Generation from People Who Know a Thing or Two, ed. James L. Harmon.