• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK

PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

MOCHAMMAD LUKY PRASETYO E1105104

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK

PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Disusun Oleh :

MOCHAMMAD LUKY PRASETYO NIM:E.1105I04

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji PenuHsan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : 29 April 2010 Hari : Kamis

Tanggal : 2010

TIM PENGUJI

1. (Dr. I. Gusti Ayu Ketut R. H, SH, MM) : Ketua Penguji

2. (Wida Astuti S.H) : Sekretaris

3. (Wasis Sugandha, S.H, M.H, M.H.) : Anggota

MENGETAHUI Dekan,

MOH. JAMIN, SH, M.Hum NIP. 19610930 1986011 001

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK

PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Disusun Oleh:

MOCHAMMAD LUKY PRASETYO NIM:E.110S104

Disetujui untuk Dipertahankan Pembimbing

WASIS SUGANDA, S.H, M.H, M.H. NIP. 19650213 199002 1 001

(4)

ABSTRAK

MOCHAMMAD LUKY PRASETYO, 2010. PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK PENGHASILAIM ORANG PRIBADL FAKULTAS HUKUM UNS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi selain itu juga untuk mengatahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi dan soiusinya.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta. Jumlah responden 1 orang yaitu Bapak Gathot Subroto, S.E., M.SI selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama, sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara dan penelitian kepustakaan. Analisis data kualitatif dengan model interaktif data.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh basil bahwa peran Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Surakarta dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi adalah : 1) Mengadakan SosiaHsasi melalui media massa dan penyuluhan langsung, 2) Penyebaran Info melalui display pajak dan penerbitan buku pajak

Hambatan yang timbul dalam meningkatkan meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi adalah sebagai berikut:

1) terkendala dengan sistem on-line yang sering hank, 2) Resistensi pada pajak yang negatif dari wajib pajak sendiri membuat kesadaran untuk membayar pajak dari masyarakat berkurang, 3) Dilihat dari sudut pandang wajib pajak, masih banyak wajib pajak yang belum paham mengenai Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut antara lain : 1) dalam hal penggunaan sistem on-line yang sering terjadi permasalahan atau hank, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta bersama dengan Pihak Bank BRI biasanya melayani pembayaran secara manual, 2) dilakukan kampanye atau sosialisasi mengenai kesadaran untuk penuigkatan membayar pajak lebih digencarakan sejak usia dini agar masyarakat selaku wajib pajak sadar akan pentingnya pajak bagi negara, 3) serta adanya kerja sama antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dengan Bank Negeri maupun Swasta dalam hal peminjaman kredit yang diberlakukannya sebuah aturan kepada pihak peminjam yaitu harus melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), 4) Adanya sistem antrian yang merupakan efisiensi dari segi pelayanan yang dilakukan oleh Kantor Pajak Pratama Kota Surakarta turut memperlancar bagi wajib pajak yang akan menjalankan kewajibannya yaitu membayar pajak.

Kata kunci: kesadaran membayar pajak, orang pribadi, pajak penghasilan, KPP Pratama Surakarta.

(5)

ABSTRACT

MOCHAMMAD LUCKY PRASETYO, 2010. THE ROLE OF TAX SERVICE OFFICE OF PRATAMA OF SURAKARTA IN IMPROVING THE AWARENESS OF TAX PAYMENT OF PERSONAL PEOPLE INCOME. Faculty of Law, Sebelas Maret University of Surakarta 2010.

This research aims to find out the role of tax service office of Pratama of Surakarta in improving the awareness of tax payment of personal people income and to find out the factors which resistances the improving awareness of tax payment of personal people income people its solution.

The research belongs to empirical law research which has descriptive characteristic. The location of this research is in the office of tax service of Pratama of Surakarta. The number if respondent is one person that is Gathot Subroto, S.E., M.Si as the head of Observation and Consultation I Section. The data type of the research is premier and secondary data. Premier data is the main data and secondary data is the data which is used to support the premier data. Technique of collecting data of the research is interview and literature review. The data analysis of the research is qualitative with model of data interactive. From the result of the analysis, the result of the data test yields that the role of tax service office (KPP) of Pratama of Surakarta in improving the awareness of tax payment of personal people income is (1) performing a socialization through mass media and counseling directly, (2) spreading information through tax displayed and publisher of tax book.

The factors which resistances the improving awareness of tax payment of personal people income people its solution are (1) the first factors are burdened with the system of online which is often error, (2) the resistance of the negative tax from taxpayer make the decrease of the awareness to pay tax from the society, (3) if they are seen from the taxpayer, there are many taxpayers which have not understand about the annual notice. The solutions to solve these problems are (1) the using of online system which is often error, hence the office of tax service of Pratama of Surakarta with BRI Bank usually serve the payment manually, (2) the office of tax service of Pratama of Surakarta do a socialization to increase the payment of tax early so that the society aware about the important of tax in our country, (3) and there is cooperation between the office of tax service of Pratama of Surakarta with country bank and private bank in the case of credit loaning should have an order to the lender that they have to enclose the Fundamental Number of Taxpayer, (4) there is a queue systems that make efficiency from the services of the office of tax service of Pratama of Surakarta which help to accelerate the taxpayer to pay the tax.

(6)

MOTTO

"Ora et Labora" Belajar dan Berdoa.

"Perbuatan paling baik adalah berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain, one for all....all for one".

(Mario Teguh)

"Masa lalu hanyalah pembelajaran, jadilah manusia super dengan belajar dari masa lalu dan berjuang sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu".

(Mario Teguh)

"Masyarakat yang maju tidak cukup hanya berciri produktif, tetapi juga bersifat kreatif.

(Prof. Dr. Fuad Hasan)

"...Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi Ilmu Pengetahuan beberapa derajat...."

(QS.Mujaadilah:11)

(7)

Sahabat- Sahabatku Slamet, Kraitong, Aprexs, Pak Jaz, Gembur, Pampam semua temen nongkrong yang selalu mendukungku.

9. teman FH UNS, Ronggo, Singgih, Ihsan, Bintang, Retno, Wibi, Hermin, Yuke, Destina, Puri, Damar, Dalang, Gunawan, Rudi, Anung, Qinoy, Ajay, Tika, Deden makasih sudah kasih semangat.

10.Pak wardi dan mas Wahyono makasih atas dukungannya.

11.Teman-temanku Teman- SMP, Deni, Croos, Kelik Cemani, Tyok, Hermawan, Cahyadi, Matra, Alan, Hafid sukses buat kalian.

Penulis menyadari penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Dengan lapang dada penulis mengharapkan segata saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini

Surakarta, April 2010

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMANPERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK ... iv

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Metode Penelitian ... 4

F. Sistematika Skripsi ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

A. KerangkaTeori... 11

1. Tinjauan Umum Tentang Pajak... 11

2. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban ... 26

3. Tinjauan Umum Tentang Kesadaran Membayar Pajak ... 33

B. Kerangka Pemiktran . ... 36

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta Dalam Meningkatkan Kesadaran Membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi ... 33

1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta 38 2. Kedudukan Tugas dan Fungsi Pokok Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta... 39

3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta... 40

(9)

4. Uraian Tugas Jabatan Struktural Organisasi Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta ... .42 5. Dasar Hukum Pelaksanaan Kantor Pefayanan Pajak

Pratama Kota Surakarta dalam Meningkatkan Kesadaran Membayar Pajak Orang Pribadi ... 44 6. Pelaksanaan Peningkatan Kesadaran Membayar Pajak

Penghasilan Orang Pribadi... 46 B. Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam meningkatkan

kesadaran membayar Pajak Penghasilan Orang

Pribadi dan Solusinya ... 49 1. Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam meningkatkan

kesadaran membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi 49 2. Solusi yang menjadi hambatan dalam meningkatkan

kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi. 50 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN... 52 A. Kesimpulan ... 52 B. Saran. ... 52 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMP1RAN

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan tahap analisis data ... 9 Gambar 2 : Bagan Kerangka Pemikiran ... 36 Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Kota Surakarta... 42

(11)

Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan atau mengadakan perubahan - perubahan kearah keadaan yang lebuh baik. Pembangunan yang ingin dicapai bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945. Demi terciptanya pembangunan nasional, maka penyusunan program pembangunan tersebut rnengikuti suatu pola atau tatanan yang telah ditentukan di dalam pemerintah negara Indonesia (Badudu - Zein, 1996: 203).

Dalam usaha mencapat tujuan pembangunan tersebut, pemerintah menciptakan tahap - tahap pelaksanaannya, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pengawasan, dan evaluasi dengan tidak mengecilkan arti peran dari pokok - pokok lainnya dalam berpartisipasi mensukseskan pembangunan nasional.

Untuk meningkalkan dan menetapkan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, maka dilakukan pendayagunaan aparatur pemerintah, yang pelaksanaan dan penggunaannya juga diperlukan adanya pengawasan yang efektif dan efisien agar pembangunan nasional berjalan dengan baik. Pendayagunaan aparatur pemerintah sangat penting dalam pengelolaan pendapatan untuk menggali sumber pendapatan guna membiayai pembangunan.

Dalam membiayai pembangunan salah satu upaya pemerintah adalah menyerap dari sektor pajak, meskipun tidak kalah pentingnya pemasukan dari berbagai sektor pendapatan yang lain (Erly Suandy, 2000: 9)

Dengan digulirkannya reformasi dibidang perpajakan yang ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Disamping itu juga Undang-

(12)

Undang Nomer 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang -Undang Nomer 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Dari -Undang -Undang tersebut terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam perpajakan.

Adanya perubahan menimbulkan akses yang besar bagi wajib pajak. Salah satunya adalah menurunnya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak akan kewajibannya karena dasarnya atau ada kecenderungan wajib pajak merasa keberatan katau harta yang telah dikumpulkan atau diperoleh sebagian disetorkan kepada negara. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan suatu perangkat untuk menggugah kepatuhan wajib pajak. Perangkat tersebut dapat berupa sosiaiisasi yang diberikan kepada wajib pajak akan kesadaran wajib pajak dalam hal pembayaran pajak (Waluyo,200:2).

Kesadaran untuk menjadi wajib pajak yang patuh merupakan salah satu kepatuhan terhadap hukum. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak termasuk tertib terhadap hukum perpajakan dimana disebutkan hukum perpajakan tidak pandang bulu dan tidak luput dari perkecualian baik dimana saja serta siapa saja semua sama berdasarkan ketentuan hukum perpajakan yang berlaku untuk menghindari sanksi administrasi yang akan merugikan wajib pajak sendiri.

Kesadaran untuk menjadi wajib pajak dan memenuhi segala kewajibannya perlu dibina sehingga timbul disetiap kalbu wajib pajak yang hidup bermasyarakat. Dengan demikian, maka roda pemerintahan akan berlangsung lancar demi kepentingan wajib pajak itu sendiri dan lancarnya roda pemerintahan akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita- cita rakyat / penduduk hidup dalam negara yang adil dan makmur dalam lingkup nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945. Setiap rakyat/penduduk harus sadar bahwa kewajiban membayar Pajak Penghasilan bukanlah untuk pihak lain, tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala kepentingan rakyat sendiri. Jadi sadar berkorban dan pengorbanan itu adalah untuk kepentingannya sendiri dari generasi ke generasi.

(13)

kewajiban- kewajibannya dalam hal membayar pajak, khususnya Pajak Pengahasilan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penyusunan skripsi ini memilih judul "PERAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN MEMBAYAR PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI.

B. Perumusan Masalah

Setiap penelitian ilmiah yang akan dilakukan selalu berangkat dari masalah. Rumusan masalah dimaksudkan untuk penegasan masalah-masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian sasaran. Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sisternatis. Cara ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pemahaman terhadap permasalahan serta mencapai tujuan yang dikehendaki (Sugiyono, 2004 : 25).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba merumusakan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam meningkatkan

kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi dan bagaimana-solusinya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam

(14)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang itrau hukum pada Fakultas Hukum Universltas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk sedikit memberi pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

c. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.

2. Manfaat Praktis

a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian empiris adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data utama, dimana penulis langsung terjun ke lokasi penelitian yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.

2. Sifat Penelitian

(15)

memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusunan kerangka baru (Soeijono Soekanto, 2001 : 10).

Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya dapat diambil kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan penelitian data itu.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggimakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-data yang dinyatakan responden secara Usan atau tulisan, dan juga perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2001 :250).

4. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta dengan pertimbangan bahwa Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta merupakan instansi yang berwenang dalam hal pemungutan Pajak Pengahasilan khususnya di Kota Surakarta, salah satunya mengenai pemungutan Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

5. Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data ini penulis dapatkan melalui wawancara dengan Bapak Gathot Subroto selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I.

b. Data Sekunder

Data ini penulis dapatkan keterangan atau fakta yang diperoleh secara tidak langsung, tetapi melalui penelitian kepustakaan.

6. Sumber Data

(16)

yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta, kedua sumber data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Utnum dan Tata Cara Perpajakan.

2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 98/KMK.01/2006 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang telah menginplementasikan organisasi modern.

b. Bahan Hukum Sekunder

yaitu hasil karya dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian, artikel koran dan internet serta bahan lain yang berkaitan dengan pokok bahasan.

c. Bahan Hukum Tersier atau Penunjang

yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, rnisalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2001:52).

7. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat pcnting dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data Primer

(17)

Gathot Subroto selaku Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta.

b. Data Sekunder

Untuk memperoleh data sekunder adalah observasi. Dalam penelitian teknik observasi yang digunakan dengan pengamatan langsung tanpa aiat terhadap gejala peristiwa yang terjadi di lapangan dalam mengkaji, serta mengungkap fenomena-fenomena yang ada hubungannya dengan penelitian secara nyata dan mendalam yaitu mengenai peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dalam meningkatkan kesadaran membayar pajak penghasilan orang pribadi.

8. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uaraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dsn dapat dinimuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J Maleong, 2002: 103).

Penulis menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 tahap, yaitu tnereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo, 2002 :35).

Tiga tahap tersebut adatah : a. Reduksi Data

(18)

b. Penyajian Data

Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan.

c. Menarik Kesimpulan

Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencacatan peraturan, pemyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan (HB. Sutopo, 2002:37).

Berikut ini penulis memberikan Jlustrasi bagan dari tahap analisis data: (HB. Sutopo, 2002:37)

Gambar 1 : Bagan tahap analisis data F. SISTEMATIKA SKRIPSI

(19)

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Skripsi

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Pajak

2. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban

3. Tinjauan Umum Tentang Kesadaran Membayar Pajak

B. Kerangka Pemikiran

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi lokasi penelitian yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.

B. Hasil Penelitian.

BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.

B. Saran.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teori

A. Tinjauan Umum Tentang Pajak

James Tobin, pemenang hadiah nobel ekonomi menyimpulkan, bahwa kebijakan fiskal mengatur kewajiban warga negara dalam bidang perpajakan untuk dialokasikan kepada aktifitas ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Untuk itu, keijakan fiskal terus diupayakan agar sehat, menggali potensi sendiri, dan mengurangi ketergantungan. Beberapa teori dan penelitian serupa, diantaranya Farid Wijaya (1997) dan Vinod Thomas (2001), menyatakan bahwa sektor pajak merupakan sektor (fiskal) yang sangat penting bagi sebuah Negara.

Secara spesifik, fungsi pajak sebagaimana sering disebut dalam literatur pajak ada dua, yakni fungsi budgeter dan fungsi regilerend. Kemudian, karena perkembangan jaman, fungsinya bertambah dua yakni, fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi (ilyas dan Buton, 2001). Fungsi pertama adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Fungsi yang kedua adalah fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan.

Fungsi ini umumnya dapat dilihat dari sektor swasta. Fungsi yang ketiga adalah fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud gotong royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Sementara fungsi yang terakhir adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.

Karena itu, pajak merupakan salah satu pos pendapatan sisi fiskal dalam strukturAPBN Indonesia yang memegang peran penting dalam

(21)

proses redistribusi ekonomi (wealth). Dari redistribusi ekonomi inilah diharapkan terciptanya keadilan dan kesejahteraan di semua lapisan masyarakat.

Di kutup yang lain, meski dalam konteks subyek dan obyek serta pendekatan yang berbeda, penelitian yang di lakukan oleh Aksam Tuasikal (2003) terhadap seluruh perusahaan kecil dan menengah di Surabaya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tata cara perpajakan di Indonesia menunjukan tingkat signifikansi yang positif.

Penelitian ini sebetulnya terfbkus pada penelitian tentang system self assessment dalam tata cara perpajakan di Indonesia. System self assesment sendiri didefinisikan sebagai sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Cirinya antara lain: (a) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; (b) wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang; dan (c) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. (Mardiasmo, 2008: 15)

1. Definisi Pajak

Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007. Dijelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ( Mardiasmo, 2008:21).

(22)

jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum (http://www. wikipedia. org/w/index.php.title=Pajak).

Menurut P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayamya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (http://www. wikipedia. org/w/index.php.title=Pajak).

Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan (http://www.wikipedia.org/w/index.php.title=Pajak).

Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo dalam bukunya "Perpajakan" dituliskan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimputkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

a. Iuran dari rakyat untuk negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan Undang-undang, pajak dipurigut berdasarkan atau

dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya. c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara

(23)

d. Digunakan imtuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas (Mardiasmo, 2008:2).

2. Ciri-ciri Pajak

Dari berbagai defmisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yurtdis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."

b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui'jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.

c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

d. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan. e. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas

(24)

3. Fungsi Pajak

Pajak yang dikenakan kepada masyarakat mempunyai 4 (empat) fungsi, yaitu:

a. Fungsi Finansial (budgeter), pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.

b. Fungsi mengatur (regulerend), pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: pajak yang tinggi terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

c. Fungsi stabilitas, dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. d. Fungsi redistribusi pendapatan, pajak yang sudah dipungut oleh

negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (Fidel, 2008:3).

4. Jenis Pajak

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak-pajak Pusat dalam hal ini adatah :

(25)

berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya (Hadi Purnomo, 2004:1).

Menurut Undang Undang no. 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut: 1. Subyek pajak pribadi yaitu setiap orang yang tinggal di

Indonesia atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia.

2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.

3. Subyek pajak badan yaitu perkumpulan orang dan/atau modal baik melakukan usaha maupun tidak melakukan kegiatan usaha meiiputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.

(26)

Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek pajak sebagai berikut:

1. Badan perwakilan negara asing.

2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF. 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan

oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adaiah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udaradiatasnya{ Hadi Purnomo, 2004:1).

(27)

mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:

1) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok 2) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

3) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi

4) Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status

5) Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat (Hadi Purnomo, 2004:2).

d. Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan ( Hadi Purnomo, 2004:2). e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan

atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Proplnsi maupun Kabupaten/Kota (Hadi Purnomo, 2004:2).

f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan (Hadi Purnomo, 2004:2).

(28)

1. Pajak Propinsi

a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor

d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2. Pajak Kabupaten/ Kota a) Pajak Hotel

b) Pajak Restoran c) Pajak Hiburan d) Pajak Reklame

e) Pajak Penerangan Jalan

f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g) Pajak Parkir

5. Jenis Wajib Pajak

a. Wajib Pajak Orang Pribadi

Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perilndang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

b. Wajib Pajak Badan

Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. termasuk pemungut pajak alau pemotong pajak tertentu.

c. Wajib Pajak Bendaharawan

(29)

Pemerintah, Lembaga Negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Luar Negeri, yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.

d. Wajib Pajak Patuh

Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran paiak(http://www.paiak.go.ld/index.php?option conicontent &view=article&N7285&Itemid=175X

6. Prinsip-prinsip Perpajakan

a. Menurut Safri Numata dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Perpajakan" dijelaskan bahwa prinsip pemungutan pajak di Indonesia yaitu: ( Safri Numata, 2005:100).

1) Equity, tentang ukuran apa yang digunakan dalam membagi secara adit pengeluaran pemerintah.

2) Economic Effect, pengenaan pajak haruslah netral, atau diupayakan menimbulkan distorsi ekonomik terkecil. Upaya yang diadakan adaiah dengan menidentifikasi struktur pajak optimal yang menghasilkan kerugian economic yang minimal. 3) Collectibility, pelaksanaan suatu pajak harus memperhatikan

biaya-biaya yang timbul baik biaya dipihak pemerintah maupun dipihak \vajib pajak

b. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut: {http://www.wikipedia.org/w/index.php. title=Pajak).

(30)

Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

2) Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bag! yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.

3) Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pakak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

4) Asas Efficiency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

c. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut: (http://www. wikipedia. org/w/index.php.title=Pajak). 1) Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus

berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.

2) Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.

3) Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

4) Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).

(31)

dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

d. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut: (http://www. wikipedia. org/w/ind=Pajak).

1) Asas politik finalsial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara

2) Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah

3) Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskritninasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula. 4) Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan

(kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak. 5) Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan

Undang-Undang.

7. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat pemungutan pajak, yaitu:

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan), sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat

(32)

hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis), pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produk maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil), sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutanya.

e. System pemungutan pajak harus sederhana, system pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru (Mardiasmo, 2008:2).

8. Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

(33)

a. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).

b. Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.

(34)

mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.

9. Teori Pemungutan Pajak

Menurut R. Santoso Brotodiharjo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu: (Santoso Brotodiharjo,1989:57).

a. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperiukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi deiperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran prcmi kepada negara. Teori ini banyajk ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.

b. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.

c. Teori Daya/Gaya Pikul, beban pajak harus sesuai dengan kemampuan bayar wajib pajak, dengan memperhatikan pada besarnya Penghasilan, kekayaan dan daya beli wajib pajak tersebut d. Teori Kewajiban Mutlak /Teori Bakti, negara sebagai

(35)

berhak memungut pajak dari warga negaranya, sebagai tanda bakti kepada Negara

e. Teori Daya Beli, sebagai teori modern ditinjau dari daya beli dan transaksi ekonomis warga Negara yang berpengaruh terhadap hak Negara dalam hal pengenaan pajak. Sebagai pendapatan Negara dalam menyelenggarakan / mengatur kegiatan pembiayaan Negara.

B. Tinjauan Umum Tentang Hak dan Kewajiban 1. Tugas dan fungsi Kanior Pelayanan Pajak

a. Tugas Pokok Kantor Pelayanan Pajak 1) Melaksanakan pelayanan

2) Pengawasan administrative dan

3) Pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung

4) Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Liberty Pandiangan, 2009: 67).

b. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak

Dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak mempunyai ilmgsi: (Liberty Pandiangan, 2009: 67)

1) pengumpulan dan pengolahan data, penyajian infortnasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib Pajak

2) penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan tahunan, surat pemberitahuan masa serta berkas Wajib Pajak

3) pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambah-an Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

(36)

penyelesaian restitusi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya;

5) pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan; 6) penerbitan surat ketetapan pajak;

7) pembetulan surat ketetapan pajak; 8) pengurangan sanksi pajak;

9) penyuluhan dan konsultasi perpajakan;

10)pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor 98/KMK.01/2006 Kantor Pelayanan Pajak pada saat ini berimplementasikan Organisasi Modern, telah ditetapkan adanya Account Representative yang mengemban tugas intensiftkasi perpajakan melalui pemberian bimbingan/himbauan, konsultasi, analisis dan pengawasan terhadap wajib pajak. Dalam rangka meningkatkan citra serta efektifitas Account Representative sebagai gugus depan organisasi Direktorat Jendral Pajak, dipandang perlu untuk menetapkan rumusan tugas, tanggung jawab, syarat dan jumlah Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementastkan Organisasi Modern.

Account Representative mempunyai tugas sebagai berikut:

(http://solusiakuntansi.com^/index2.php?option=com_content). 1. melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak 2. bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis peipajakan

kepada wajib pajak

3. penyusunan profil wajib pajak

(37)

5. melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.

2. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut Mardiasmo dalam bukunya "Perpajakan" menjelaskan bahwa kewajiban dan hak wajib pajak, yaitu:

a. Kewajiban Wajib Pajak

1) mendaftarkan diri, sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)/ Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping melalui KPP atau KP4/KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet). 2) melaporkan usaha untuk di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak (PKP), setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4 /KP2KP, atau dapat pula dilakukan secara on-line melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan Faktur Pajak.

(38)

melakukan sendiri penghitungan, pembayaran. dan pelaporan pajak terutang.

a. Membayar sendiri pajak yang terutang

1) Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25) Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalarn satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.

2) Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akliir tahun; Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumiah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak

b. Pemotongan atau Pemungutan

Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh pasai 15 dan PPN dan PPn BM.

c. Pelaporan Pajak

(39)

dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4/KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar.

4) Kewajiban wajib Pajak yang diperiksa adalah :

a. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor

b. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak. Khusus untuk pemeriksaan lapangan, wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik

c. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan

d. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan

e. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor

(40)

5) Kewajiban Memberi Data

Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktort Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketenluan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga. asosiaai dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan Informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha , peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mcngenai nasabah debitur, data transksi keuangan dan lain lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dart/ atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP. b. Hak-Hak Wajib Pajak

Hadi Purnomo menjelaskan di dalam bukunya yang berjudul Hak dan Kewajiban Wajib Pajak mengenai Hak- hak Wajib Pajak yaitu: (Hadi Purnomo, 2005: 15)

(41)

pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :

a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak

b. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia

c. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

2. Penundaan Pembayaran, dalam ha!-hal atau kondisi tertentu Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.

3. Pengangsuran Pembayaran. dalam hal-hal atau kondisi tertentu Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.

4. Penundaan Pelaporan SPT Tahunan. dengan alasan-alasan tertentu Wajib Pajak dapal menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.

5. Pembebasan Pajak, dengan alasan-aiasan tertentu Wajih Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

6. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan penibayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.

(42)

diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.

C. Tinjauan Umum Tentang Kesadaran Membayar Pajak

Kesadaran membayar pajak dapat dikatakan sebagai kesadaran hukum, karena dengan membayar pajak sama artinya patuh dengan hukum yaitu pada Undang-Undang Perpajakan (http://www.kantorhukum-Ihs.com/details_artikei_hukum.php?id l3)

Menurat Sudikno Mertokusumo dalam artikelnya yang bejudul "Kesadaran Hukum sebagai Landasan untuk Memperbaiki Sistem Hukum" menjelaskan bahwa kesadaran hukum adalah kesadaran bahwa hukum itu melindungi kepentingan manusia dan oleh karena itu harus dilaksanakan serta pelanggarnya akan terkena sanksi. Pada hakekatnya kesadaran hukum adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya "kebatilart" atau "onrecht", tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu. Kesadaran hukum adalah sumber segala hukum (http://sudiknoartikel.blogspot.com/2008/03/kesadaran-hukum-sebagai-landasan-untuk.html).

Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setjap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan (Scholten, 1954: 166).

Menurut Soerjono Soekanto, Kesadaran hukum masyarakat menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum diketahui, dimengerti, ditaati dan dihargai. Apabila masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih rendah daripada apabila mereka memahaminya dan seterusnya, (http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php7judul=MENUMBUHKAN%20K ESADARAN%20HUKUM&&nomorurut_artikel=3).

(43)

berarti kewajiban untuk taat kepada undang-undang saja, tetapi juga kepada hukum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban hukum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang nyata. Kalau suatu peristtiwa teijadi secara terulang dengan teratur atau ajeg, maka lama-lama akan timbul pandangan atau anggapan bahwa memang demikianlah seharusnya atau seyogyanya dan hat ini akan menimbulkan pandangan atau kesadaran bahwa demikianlah hukumnya atau bahwa hal itu merupakan kewajiban hukum. Suatu peristiwa yang teijadi berturut-turut secara ajeg dan oleh karena ttu lalu biasa dilakuan dan disebut kebiasaan, lama-ama akan mempunyai kekuatan mengikat (die normatieve Kraft des Faktischeri) (http://sudiknoartikel.blogspot. com /2008/03/meningkatkan-kesadaran-hukum-masyarakathtml).

Pentingnya pemahaman atas pengettian pajak dapat menimbulkan kesadaran pajak (tax consiousness). Hal ini terutama melalui jalur pendidikan yang terencana dengan baik dimulai sejak usia dini hingga generasi muda mendatang sehingga mereka mempunyai pemahaman pengetahuan pajak yang baik. Namun kesadaran pajak saja belum cukup, harus pula diupayakan menjelma menjadi disiplin pajak. Demikian disampaikan oleh Prof. Wiratni Ahmad dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Disiplin Pajak Sebagai Faktor Utama Keberhasilan Pemungutan Pajak di Indonesia" pada acara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pajak pada Fakultas Hukum Unpad di Grha Sanusi Hardjadinata, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Jumat (4/12) (http://www.impad.ac Jd/berita/sadar-pajak-saja-tidakH;ukup-harus-disiplin-pajak/)

(44)
(45)

Penjelasan:

(46)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Peran Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta Dalam Meningkatkan Kesadaran Membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi 1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta

Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan perpajakan di Indonesia, khususnya bagi perkembangan perpajakan di Kota Surakarta sendiri.

Sesuai dasar hukum pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta adalah KEP-141/PJ/2007 tanggal 3 Oktober 2007 tentang penerapan organisasi, tata kerja dan saat mulai beroperasinya kantor wilayah direktorat jenderal pajak Jawa Tengah II dan kantor wilayah direktorat jenderal pajak daerah istimewa Yogyakarta, serta kantor pelayanan pajak pratama dan kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan di lingkungan kantor wilayah direktorat jendera) pajak jawa tengah I, kantor wilayah direktorat jenderal pajak jawa tengah II, dan kantor wilayah direktorat jenderal pajak Daerah Istimewa Yogyakarta.

Alasan terbentuknya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta ini karena begitu banyak wajib pajak yang terdapat di wilayah Kota Surakarta ini, sehingga mengakibatkan pelayanan yang kurang efektif dan efektifitas dalam melayani wajib pajak maka didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta yang beralamat di Jalan K.H. Agus Salim No. 1 Surakarta - 57147, dengan kode wilayah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta adalah 526, dengan wilayah kerja meliputi beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Jebres, Kecamatan Laweyan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Serengan.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kola Surakarta merupakan suatu lembaga yang bernaung di bawah Ditjen Pajak yang didirikan untuk

(47)

menempatkan pajak sebagai salah satu perwujudan bagi warga Negara RI dalam menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga Negara itu sendiri. Kewajiban yang diwujudkan di dalam pembayaran pajak ini merupakan penunjang dalam pembiayaan pengeluaran Negara dan menyukseskan pembangunan nasional yang hasilnya dapat dirasakan oleh warga Negara RI sendiri termasuk wajib pajak itu sendiri yang merupakan haknya untuk merasakan hasil dari suksesnya pembangunan.

2. Kedudukan Tugas dan Fungsi Pokok Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta

a. Kedudukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta sebagai unsur perpajakan di bidang pelaksanaan pelayanan pajak di Kota Surakarta. Di pimpin oleh seorang Kepala Badan yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direkorat Jendral Pajak.

b. Tugas Pokok Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta 1) Melaksanakan pelayanan,

2) Pengawasan administrative dan

3) Pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung

4) Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta

Dalam melaksanakan tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta mempunyai flings!:

1) pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi Wajib Pajak

(48)

3) pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambah-an Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

4) penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan, penatausahaan banding, dan penyelesaian restitusi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya;

5) pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan; 6) penerbitan surat ketetapan pajak;

7) pembetulan surat ketetapan pajak; 8) pengurangan sanksi pajak;

9) penyuluhan dan konsultasi perpajakan;

10)pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak.

3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta

Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif, dan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Susunan Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta terdiri dari:

a. Kepala Kantor b. Sub. Bagian Umum

c. Seksi Pengolahan data dan informasi d. Seksi Pelayanan

e. Seksi Penagihan

(49)

h. Kelompok Fungsional pemeriksa i. Account Representative

j. Staf

Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta dirancang dan dibentuk sesuai dengan prinsip modernisasi yaitu dengan berbasis "fungsi". Perubahan paradigma organisasi ini guna memberikan pefayanan yang terbaik dan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Dengan berbasis "fungsi" ini, seluruh unit kerja akan dapat memberikan pelayanan penuh secara optimal kepada Wajib Pajak. Berikut ini penulis sajikan bagan struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta.

Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta

4. Uraian Tugas Jabatan Struktural Organisasi Kantor Felayanan Pajak Pratama Kota Surakarta

Adapun tugas pokok Sub Bagian dan Seksi adalah sebagai berikut:

a. Sub Bagian Umum : melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga.

(50)

pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing serta penyiapan laporan kerja.

c. Seksi Pelayanan : melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengelolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan regristrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.

d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (ada 4 Seksi) : masing-masing seksi mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan dan konsullasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak (company profil), analisis kerja Wajib Pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intetisifikasi serta evaluasi hasil banding.

e. Seksi Pemeriksaan: melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksaan aturan pemeriksaan, penerbit dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainya

f. Seksi Penagihan: melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

(51)

5. Dasar Hukum Pelaksanaan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta dalam Meningkatkan Kesadaran Membayar Pajak Orang Pribadi

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta sesuai dengan adanya program sadar membayar pajak berwenang untuk melakukan program-program peningkatan kesadaran membayar pajak sesuai dengan kemampuan masing-masing wilayah dalam hal ini di Kota Surakarta. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara dan menyadarkan masyarakat tentang arti pentingnya pajak demi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta dalam menjalankan kewenangannya untuk mengadakan dan melaksanakan program peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, tetap harus memperhatikan ketentuan hukum yang sudah ada. Hal ini agar dalam menjalankan kewenangannya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Surakarta mempunyai dasar hukum yang jelas.

Dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan kesadaran membayar pajak adalah Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Gambar

Gambar 1 : Bagan tahap analisis data
Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Referensi

Dokumen terkait

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Penghasilan ( PPh ) pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan. Tingkat kepatuhan

Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan terdiri dari 4..

KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA SETELAH ADANYA PERUBAHAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)” ini dapat diselesaikan dengan baikv. Tugas akhir ini disusun

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun gambaran tugas dari masing – masing bagian kerja yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah sebagai berikut :.

PROSEDUR PENETAPAN DAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP)..

Struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai adalah. sebagai

Pokok Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. 1.2 Untuk mengetahui perkembangan jumlah Wajib Pajak di Kantor. Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.. 1.3