• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEM BASED LEARNING PBL ATAU PEMBELAJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROBLEM BASED LEARNING PBL ATAU PEMBELAJ"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEM BASED LEARNING ( PBL) ATAU PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Pengertian

Menurut http://www.edtech.vt.edu/edtech/id/models/powerpoint/pbl.pdf bahwa Problem based Learning dimulai tahun 1950 sebagai restrukturisasi pendidikan sekolah kesehatan, tidak seperti pembelajaran tradisional yang berpuncak pada masalah setelah pembelajaran di awal yaitu berupa fakta, ketetampilan (skill), PBL dimulai dengan masalah, pembelajaran fakta dan keterampilan di dalam konteks yang relevan.

Menurut http://www.edtech.vt.edu/edtech/id/models/powerpoint/pbl.pdf bahwa prinsip PBL adalah:

1. Kebutuhan siswa untuk menyelesaikan masalah autentik, masalah open-ended dengan banyaknya jawaban yang benar.

2. masalah autentik berasal dari ilmuwan, doktor, insinyur, ahli hukum, pendidik, administrator, dan konselor.

3. penekanan pada pengetahuan awal siswa, “dimulai dengan apa yang siswa ketahui”.

4. Siswa secara aktif berpartisipasi dalam merencanakan, mengorganisasi, dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

5. hubungan interdisiplin sangat kuat 6. siswa bermain peran secara autentik

Menurut http://www.edtech.vt.edu/edtech/id/models/powerpoint/pbl.pdf bahwa langkah-langkah dasar untuk PBL adalah:

1. siswa dibagi dalam kelompok

2. masalah nyata dipresentasikan dan dikiskusikan

3. siswa mengidentifikasi apa yang diketahui, informasi apa yang dibutuhkan, strategi apa atau langkah berikutnya untuk diambil

4. individu meneliti hal yang berbeda dengan sumber yang sama 5. sumber masalah dievaluasi dalam kelompok

6. siklus berulang terus menerus sampai siswa merasakan bahwa masalah telah disampaikan dengan cukup dan semua masalah telah disampaikan.

7. kemungkinan tindakan, rekomendasi, solusi, atau hipotesis dibangun. 8. tutor kelompok atau teman sebaya.

Menurut http://www.lrckesehatan.net/cdroms_htm/pbl/pbl.htm bahwa Problem Based Learning adalah Suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah

N A M A : BAMBANG RIYANTO

N I M : 20082012001

MATA KULIAH : DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

(2)

yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan. Problem Based Learning (PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pebelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.

Menurut Zulharman (2007) bahwa:

Perubahan paradigma pendidikan kedokteran dari pembelajaran yang berpusat pada teacher (Teacher centre learning) ke arah pembelajaran yang berpusat pada pelajar (student centre learning) dapat dilihat dari banyaknya Fakultas kedokteran di dunia maupun di Indonesia yang menerapkan PBL. Penerapan PBL ini ada yang mengaplikasikannya dalam kontek kurikulum sehingga disebut kurikulum PBL. PBL juga ada yang menerapkan sebagai sebuah metode pendidikan.Problem Based Learning adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata dan lalu dari masalah ini mahasiswa dirangsang untuk mempelajari masalah ini berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL.Penerapan PBL di pendidikan kedokteran pertama kali di Mc Master University Canada pada dekade 1960 akhir. PBL berkembang dengan pesat hingga sampai juga di Indonesia.

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

Fase IV

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Fase V

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

• Menjelaskan tujuan, logistik yang dibutuhkan

• Memotivasi siswa terlibat aktif pemecahan masalah yang dipilih

• Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhub dengan Masalah tersebut

• Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

• Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman

(3)

/meminta kelompok presentasi hasil kerja

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) ATAU PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL

Pengertian:

Menurut Bandono (2008) bahwa:

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

Menurut Suherman (2009) bahwa Pembelajaran Kontekstual (contextual teaching and learning) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada dunia nyata, kehidupan sehari-hari, yang dialami siswa kemudian diangkat kedalam konsep matematika yang dibahas.

Komponen:

Menurut Imran (2009) bahwa Contextual Teaching Learning (CTL) atau Pembelajaran Kontekstual terdiri dari 7 komponen, yaitu:

1) Konstruktivisme 2) Inquiry

3) Questioning

4) Learning Community 5) Modeling

6) Authentic Assesment 7) Reflection

Menurut Suherman (2009) bahwa pembelajran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu:

1. konstruktivisme (constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan filosofis dari CTL, yaitu bahwa ilmu pengetuahn itu pada hakekatnya dibangun tahap demi tahap, sedikit demi sedikit, melalui proses yang tidak selalu mulus (trial and error). Ilmu pengetahuan bukanlah seprangkjat fakta yang siap diambil dan diingat, tapi harus dikonstruksi melalui pengalaman nyata. Dalam konstruksivisme proses lebih utama daripada hasil

2. bertanya (questioning),

bertanya adalah cerminan dlam kondisi berpikir. Melalui bertanya jendela ilmu pengetahuan menjadi terbuka, karena dengan bertanya bisa melakukan bimbingan, dorongan, evaluasi, atau. konfirmasi. Di samping itu dengan bertanya bisa mencairkan ketegangan, menambah pengetahuan, mendekatkan hati, menggali informasi, meningkatkan motivasi, dan memfokuskan perhatian.

(4)

Menemukan adalah proses yang penting dalam pembelajaran agar retensinya kuat dan munculnya kepuasan tersendiri dalam benak siswa dibandingkan hanya melalui pewarisan. Dengan menemukan kemampuan berpikir mandiri (kognitif tingkat tinggi, kritis, kreatif, inovatif, dan improvisasi) akan terlatih yang pada kondisi selanjutnya menjadi terbiasa. Inkuiri mempunyai siklus observasi, bertanya, menduga, kolekting, dan konklusi.

4. masyarakat belajar (learning community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasi belajar diperoleh dari hasil kerjasama dfengan orang lain, baik melalui perorangan maupun kelompok orang, dari dalam kelas, sekitar kelas, di luar kelas, di lingkungan sekolah, lingkungan rumah, ataupun di luar sana. Dalam pelaksanaan CTL guru disarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi, membantu, mendorong, menghargai, atau membantu.

5. pemodelan (modelling)

Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan CTL untuk ditiru, diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya model untuk dicontoh biasanya konsep akan lebih mudah dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Pemodelan dalam matematika, misalnya mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu bacaan, atau cara membuat skema konsep. Pemodelan tidak selalu oleh guru, bisa juga oleh siswa atau media lainnya.

6. refleksi (reflection)

Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, atau mengevaluasi kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk evaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti dan memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to learn), dan membuat jurnal pembelajaran adalah contoh kegiatan refleksi.

7. asesmen otentik (authentic assesment)

Asesmen otentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukannya mendapat penghargaan. Hakekat penilaian yang diwujudkan berupa nilai merupakan penilaian atas usaha siswa yang berkenaan dengan pembelajaran, bukan merupakan hukuman. Penilaian otentik semestinya dilakukan dari berbagai aspek dan metode sehingga objektif. Misalnya membuat catatan harian melalui observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk menilai aspek afektif, porto folio untuk menilai seleruh hasil kerja siswa (artefak), tes untuk menilai tingkat peguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.

Menurut Depdiknas (dalam

(5)

1. Konstruktivisme:

 siswa membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar

pada pengetahuan awal.

 Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima

pengetahuan 2. Inquiry (menemukan)

 Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman  Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis 3. Questioning (bertanya)

 Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kamampuan berpikir siswa

 Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasism inquiry

4. Learning community (masyarakat belajar)

 Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar

 Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri  Tukar pengalaman

 Berbagi ide 5. Medelling (pemodelan)

 Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar  Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mnegerjakannya

6. Authentic Assesment (penilaian yang sebenarnya)

 Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa  Penilaian produk (kinerja)

 Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual 7. reflection (refleksi)

 Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari  Mencatat apa yang telah dipelajri

 Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL

Menurut Depdiknas (dalam

akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/16_pengembangan-model- pembelajaran -ctl-smp-2006.ppt) bahwa karakteristiknya adalah:

 Kerjasama

 Saling menunjang

 Menyenangkan

 Tidak membosankan

 Belajar dengan bergairah

 Pembelajaran terintegrasi

 Siswa aktif

Sharing dengan teman

(6)

 Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain

 Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.

Hakekat Belajar matematika

Menurut Suherman (2009) bahwa Belajar Matematika adalah suatu proses (aktivitas) berpikir disertai aktivitas afektif dan fisik.

PEMBELAJARAN DENGAN PENEMUAN (INQUIRY)

Menurut Sofa (2008) bahwa Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar dimana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri. Sedangkan Pendekatan discovery merupakan pendekatan mengajar yang memerlukan proses mental, seperti mengamati, mengukur, menggolongkan, menduga, men-jelaskan, dan mengambil kesimpulan.

Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh memecahkan masalah melalui percobaan. Pada pendekatan inquiry, siswa mengajukan masalah sendiri sesuai dengan pengarahan guru. Keterampilan mental yang dituntut lebih tinggi dari discovery antara lain: merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.

Menurut Sofa (2008) bahwa Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah (1) kejelasan, (2) kesesuaian, (3) ketepatan dan (4) kerumitannya.

Menurut Sofa (2007) bahwa:

Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah:

Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan

tantangan untuk diteliti.

Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi. Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh

hubungan sebab akibat.

Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan,

pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.

Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.

Secara sederhana, metode penemuan dapat diartikan sebagai cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru (Usman dan Setiawati, 1993 :25 dalam Turisina, 2006).

Menurut M Amin (1998 dalam Turisina, 2006) bahwa, ada beberapa pola metode

penemuan yang

(7)

Discovery-Inquiry (penemuan dengan fasilitas yang tersedia); dalam pola ini guru memberi masalah sekaligus alat dan bahan yang diperlukan kemudian memberi semangat kepada siswa agar bekerja mencari prosedur pemecahan masalah. (3) Invitation to Inquiry (Penemuan dengan langkah penelitian ilmiah); Pola ini mengajak siswa seperti layaknya ilmuwan, (4) Inquiry Role Aproach (penemuan dengan pendekatan pembagian tugas), (5)Free Inquiry (penemuan dengan pendekatan kebebasan siswa) pada pola penemuan ini, siswa dilibatkan untuk menentukan problem yang akan diselidiki dan

sekaligus menentukan sendiri cara pemecahan problem. (6) Dictoral Riddle (penemuan dengan

petunjuk gambar); pada pola ini motivasi pemecahan masalah dengan menampilkan gambar, poster, transparasi, kemudian guru mengajukan pertanyaan berkaitan dengan gambar tersebut, (7) Synectic Lesson (penemuan dengan membandingkan sesuatu untuk mencari persamaannya), (8) Value Clarification (penemuan berdasarkan nilai sikap); pola ini dapat berdasarkan penilian siswa terhadap persamaan tersebut. Pengamatan ini pengamatan khusus pada pola penemuan bimbingan dan pola penemuan dengan petunjuk gambar. Ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode penemuan, antara lain : motivasi siswa harus ditumbuhkan agar suasana belajar menyenangkan, adanya kebebasan dalam berkarya dan memecahkan masalah, guru terampil memilih permasalahan yang problematis dan tidak banyak ikut campur dalam kegiatan siswa (Sudjana, 1980, dalam Turisina, 2006).

Selain itu menurut Tabrani (1992 dalam Turisina, 2006), bahwa syarat utama metode penemuan ada pada potensi yang dimiliki oleh siswa itu sendiri. Potensi itu meliputi : kemandirian siswa dalam data, keaktifan dalam memecahkan masalah, kepercayaan pada diri sendiri. Kelebihan metode penemuan, yaitu: siswa dapat mengerti konsep dasar lebih baik, membantu dalam menggunakan ingatan, pengetahuan mudah ditransfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisatif sendiri, memberi kepuasan instrinsik, serta pembelajaran lebih baik (Amin, 1998 : 99-100 dalam Turisina, 2006). Metode penemuan, menurut Gilstrap (dalam Turisina, 2006), memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain. Beberapa keunggulan

dalam metode

(8)

siswa dengan bertambahnya rasa percaya diri selama proses kerja penemuan, (7) metode ini terpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator dan pendinamisator dari penemuan, dan (8) metode ini membantu perkembangan siswa menuju ke skeptisme (perasaan meragukan) yang sehat untuk mencapai kebenaran akhir dan mutlak

Menurut Turisina (2006) bahwa selain memiliki kelebihan, metode penemuan

juga memiliki

kelemahan-kelemahan sistem domonstrasi adalah : (1) metode ini mempersyaratkan suatu persiapan kemampuan berpikir yang dapat dipercaya, (2) metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas yang jumlahnya besar, (3) harapan yang ditimbulkan oleh metode ini, kurang bisa diterapkan oleh guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran yang tradisional, (4) mengajar dengan pengetahuan akan dipandang sebagai metode yang telalu menekankan pada penguasaan pengetahuan dan kurang memperhatikan perolehan sikap (5) metode ini tidak memungkinkan siswa untuk berpikir kreatif, bila sejak awal konsep yang akan ditemukan telah dipilih guru dan proses penemuannya juga dibawah bimbingan guru.

DAFTAR PUSTAKA

Imran, Syaiful. 2009. Komponen Pembelajaran Kontekstual. (online)

http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/20/komponen-pembelajaran-kontekstual-ctl/ (diakses 28 April 2008)

Sofa. 2008. Pendekatan Discovery, Inquiry, dan STS dalam Pembelajaran Fisika. (online) http://pkab.wordpress.com/2008/06/21/discovery-inquiry-sts-fisika/ (diakses 28 April 2009)

Sudrajat, Akhmad. 2007. Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1. (online)

akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2009/04/16_pengembangan-model-pembelajaran -ctl-smp-2006.ppt (diakses 29 April 2009)

Suherman, Erman. 2009. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika.

(online) http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?

option=com_content&do_pdf=1&id=38 (diakses 28 April 2009)

Turisina, Qorry. 2006. Bimbingan Guru Melalui Metode Penemuan dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Antusiasme Siswa pada Pelajaran Sains Kelas Lima Sekolah Dasar. (online) http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library?e=d- 00000-00---0skripsi--00-1--0-10-0---0---0prompt-10---4---0-1l--11-en-50---

20-about---00-3-1-00-11-1-0utfZz-8-00&a=d&d=HASHe0dd7f731bd0a62965a04d&showrecord=1 (diakses 28 April 2009)

Zulharman. 2007. Problem Based Learning (PBL). (online) http://zulharman79.wordpress.com/2007/07/15/problem-based-learning-pbl/ (diakses 28 April 2009)

……….2004. Bahan Pembelajaran Problem Based Learning (Belajar Berdasar Masalah. (online) http://www.lrckesehatan.net/cdroms_htm/pbl/pbl.htm (diakses 28 April 2009)

……… Problem-Based Learning (PBL). (online)

Referensi

Dokumen terkait

Realizing that fact, Stella Duce 1 Senior High School and English Language Training International (ELTI) Yogyakarta then made an agreement to carry out a collaborative teaching

8) Menyusun rekomendasi peningkatan tata kelola tingkat kematangan. Berdasarkan observasi dan wawancara, Bisnis goals yang relevan dengan dengan standard framework COBIT 4.1.

Dari uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana strategi komunikasi yang diterapkan oleh yayasan rumah yatim arrohman yang berada di kemang utara

Dalam pengembangan bisnis Babal Aki di antaranya akan mengembangkan sistem penjualan e-commerce, kerjasama dengan bengkel dan jasa transportasi, pembuatan sistem

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan biofilter pada sistem resirkulasi terhadap kualitas air yang digunakan untuk pengembangan budidaya ikan hias air

[r]

Pada model data berbasis record, database terdiri dari sejumlah record dalam bentuk yang tetap yang dapat dibedakan dari bentuknya2. Ada 3 macam jenis model data berbasis record,

Menurut hemat penulis yang menjadi cela hukum dalam penguasaan tanah yang masih dalam keadaan bersengketa adalah bagaimana seseorang dapat menempati atau menguasai