BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
Balok merupakan komponen struktur jembatan yang penting. Balok pada
jembatan ini berfungsi untuk memikul sekaligus menyalurkan beban dari lantai
kendaraan ke kolom-kolom jembatan atau disebut dengan pier.
Balok jembatan yang sering kita jumpai dapat berupa baja ataupun beton
bertulang. Balok dengan bahan baja umumnya dijumpai pada jembatan komposit
yaitu balok baja yang digabungkan dengan slab beton di atasnya. Sedangkan
balok beton bertulang biasanya dijumpai pada jembatan dengan bentang pendek.
II.2 Komponen Jembatan
Menurut Bridge Management system (BMS) komponen jembatan terdiri
dari :
II.2.1 Komponen struktur atas
Yaitu komponen jembatan yang terletak diatas dukungan dengan
komponen terbawah adalah gelagar utama.
Komponen struktur atas terdiri dari :
a. lapisan permukaan / perkerasan (wearing surface), yang berfungsi sebagai
penahan kontak kendaraan yang melintas diatas jembatan dan
b. deck yaitu merupakan luasan fisik dari jalan raya yang melintasi rintangan
yang harus dijembatani. Fungsi utama dari deck adalah mendistribusikan
beban sepanjang potongan melintang jembatan dan merupakan bagian yang
menyatu pada sistem struktural.
c. gelagar induk (primary member), yang berfungsi mendistribusikan beban
secara longitudinal (menahan lendutan).
d. gelagar sekunder (secondary member), yang berfungsi sebagai pengikat
antar gelagar induk berupa diagfragma maupun bracing yang berfungsi
sebagai penahan deformasi lateral (lateral bracing).
II.2.2 Komponen struktur bawah
Yaitu komponen jembatan yang terletak pada bagian bawah komponen
struktur atas, yang terdiri dari :
a. abutment, yaitu komponen struktur penahan tanah yang mendukung struktur
atas pada bagian ujung-ujung jembatan. Seperti halnya dengan dinding
penahan tanah abutment menahan gaya longitudinal dari tanah dibagian
bawah ruas jalan.
b. pilar, yaitu bagian bawah jembatan yang berfungsi sebagai pembagi bentang
jembatan yang terlalu lebar, terdiri dari pondasi kolom dan kepala jembatan.
c. perletakan (bearings), yaitu sistem mekanikal yang berfungsi menyalurkan
beban vertikal dari struktur atas ke struktur bawah. Bearing terdiri dari dua
disebut expansion joint dan bearings yang menahan gerakan rotasi saja
disebut fixed bearings.
d. dudukan / perletakan (pedestals) yaitu kolom pendek yang berada diatas
abutment atau pilar yang mendukung secara langsung gelagar utama
struktur atas.
e. dinding belakang (backwall) yaitu komponen utama dari abutment yang
berfungsi sebagai struktur penahan tanah.
f. dinding sayap (wingwall) yaitu dinding belakang abutment yang berfungsi
untuk menahan keruntuhan tanah disekitar abutment.
g. pondasi, yaitu struktur bagian bawah yang berfungsi sebagai penerus beban
diatasnya ke tanah dasar.
II.2.3 Komponen pelengkap
Yaitu komponen jembatan yang berfungsi sebagai pelengkap dari suatu
struktur jembatan, yang termasuk dalam komponen ini adalah :
a. underdrain, yaitu fasilitas drainase yang terbuat dari pipa yang berfungsi
mengalirkan air di permukaan dari struktur.
b. pengaman lalu lintas, yaitu komponen pelengkap jembatan untuk
menghindari kecelakaan saat melintasi jembatan dapat terbuat dari beton
II.3 Altenatif Pemilihan Jenis Struktur
II.3.1 Struktur atas jembatan
Adapun alternatif bahan yang digunakan untuk struktur atas jembatan
dengan bentang yang diperlukan.
Tabel 2.1 Jenis tipe jembatan
No. Tipe jembatan Bentang (m)
1 Jembatan komposit I Gelagar baja + plat beton
6 – 24
2 Jembatan beton bertulang
Gelagar beton (konv) balok T 6 – 26
3 Jembatan beton bertulang Gelagar beton (konv) box
12 – 28
4 Jembatan gelagar prategang I 10 - 36
5 Jembatan gelagar pratekan T
terbalik 14 – 24
6 Jembatan gelagar pratekan T 18 – 44 7 Jembatan gelagar pratekan V 16 - 36
(Sumber : Buku ajar teknik sipil UNDIP)
II.3.2 Struktur bawah jembatan
II.3.2.1 Pangkal jembatan (Abutment)
Jenis abutment yang dipilih dilihat dari tinggi badan abutment tersebut.
Bentuk alternatif abutment tertera seperti dibawah ini :
Tabel 2.2 Jenis abutment jembatan
Jenis abutment Tinggi (m) Pangkal tembok penahan kantilever 0 – 8
Pangkal tembok penahan gravitasi 3 – 4 Pangkal tembok penahan kontrafort 6 – 20
Pangkal kolom “Spill Through” 0 – 20 Pangkal balok cap tiang sederhana 0 – 20 Pangkal tanah bertulang 5 – 15
II.3.2.2 Pondasi
Penentuan jenis pondasi dilihat dari kedalaman lapisan tanah pendukung.
Bentuk alternatif pondasi tertera pada tebel dibawah ini :
Tabel 2.3 Jenis-jenis pondasi
Jenis pondasi Kedalaman lap. Pendukung (m)
Pondasi langsung 0 – 3
Pondasi sumuran 3 – 15
Pondasi tiang beton 15 – 60 Pondasi tiang baja 7 - ~
(Sumber : Buku ajar teknik sipil UNDIP)
II.4 Sifat Bahan Baja
Sifat baja yang terpenting dalam penggunaanya sebagai bahan konstruksi
adalah kekuatannya yang tinggi, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara
nyata baik dalam tegangan maupun regangan serta sifat homogenitas yaitu
keseragaman yang tinggi.
Dalam perencanaan struktur baja, RSNI T-03-2005 mengambil beberapa
siifat-sifat mekanik dari material baja yang sama yaitu :
Modulus Elastisitas, E = 200.000 MPa
Modulus Geser, G = 80.000 MPa
Angka poisson, µ = 0,30
Koefisien muai panjang, α = 12 x 10-6 per oC
Sedangkan berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya, RSNI
T-03-2005 mengklasifikasikan mutu dari materil baja menjadi 5 kelas mutu dan sifat
mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi
Tabel 2.4 Sifat mekanis baja struktural
(Sumber : RSNI T-03-2005)
Material baja sebagai bahan konstruksi telah digunakan sejak lama
mengingat beberapa keunggulannya dibandingkan material yang lain. Beberapa
keunggulan baja sebagai material konstruksi, antara lain adalah :
1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat menguruangi ukuran struktur
serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup
menguntungkan bagi struktur-struktur jembatan yang panjang, gedung yang
tinggi atau bangunan-bangunan yang berada pada kondisi tanah yang buruk.
2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton
bertulang yang terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material baja jauh
lebih seragam/homogen serta mempunyai tingkat keawetan yang jauh lebih
tinggi jika prosedur perawatan dilakukan secara semestinya.
3. Sifat elastis, baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan asumsi-asumsi
yang digunakan untuk melakukan analisa, sebab baja dapat berperilaku elastis
hingga tegangan yang cukup tinggi mengikuti hukum hooke. Momen inersia
dari suatu profil baja juga dapat dihitung dengan pasti sehingga memudahkan
4. Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yang menerima tegangan
tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum terjadi
keruntuhan.
5. Beberapa keuntungan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah
kemudahan penyambungan antarelemen yang satu dengan lainnya
menggunakan alat sambung las atau baut.
Selain keuntungan-keuntungan yang disebutkan tersebut, material baja
juga memiliki beberapa kekurangan, terutama dari sisi pemiliharaan. Konstruksi
baja yang berhubungan langsung dengan udara atau air, secara periodik harus
dicat. Perlindungan terhadap bahaya kebakaran juga harus menjadi perhatian yang
serius, sebab material baja akan mengalami penurunan kekuatan secara drastis
akibat kenaikan temperatur yang cukup tinggi, disamping baja juga merupakan
konduktor panas yang baik, sehingga nyala api dalam suatu bangunan justru dapat
menyebar dengan lebih cepat. Kelemahan lain dari struktur baja adalah masalah
tekuk yang merupakan fungsi dari kelangsingan suatu penampang.
II.5 Sifat Bahan Beton
Beton dapat dipakai dengan mencampurkan bahan-bahan agregat halus
dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan
menambahkan secukupnya bahan perekat berupa semen dan air sebagai bahan
pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan
beton berlangsung. Semen berfungsi sebagai pengikat, agregat sebagai bahan
Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan perbandingan semen,
agregat kasar dan halus, air dan berbagai jenis bahan campur. Kekuatan beton
cukup tinggi, dengan pengolahan khusus dapat mencapai 700 kg/cm2. Kuat tekan
beton relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya, yaitu kuat tarik beton antara
9 - 15 % kuat tekannya. Selain itu, beton merupakan bahan yang bersifat getas.
Berbeda dengan baja, modulus elastisitas beton adalah berubah-ubah
menurut kekuatan. Modulus elastisitas juga beragantung kepada umur beton,
sifat-sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran benda uji.
II.6 Pembebanan Jembatan
Sebelum melakukan analisis perhitungan struktur jembatan seorang
perencana harus mencermati beban-beban yang akan bekerja yang disesuaikan
dengan peraturan yang berlaku. Peraturan pembebanan yang tersedia sangatlah
banyak, sehingga menyulitkan perencana untuk menentukan peraturan mana yang
harus ia pakai. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya AASHTO, PPPJJR 1989,
BMS 1992, dan RSNI 2005. Pada tugas akhir ini peraturan pembebanan yang
digunakan sebagai acuan adalah peraturan RSNI 2005.
Beban yang bekerja pada jembatan merupakan kombinasi dari beberapa
macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan digolongkan
Tabel 2.5 Berat isi untuk beban mati (kN/m3)
No. Bahan Berat/satuan isi
(kN/m3)
Kerapatan masa (kg/m3)
1 Campuran aluminium 26.7 2720
2 Lapisana permuakaan beraspal 22.0 2240
3 Besi tuang 71.0 7200
4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18.8 - 22.7 1920 – 2320
(Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
II.6.1 Aksi tetap
Menurut RSNI 2005, aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu
dan merupakan beban yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Pembebanan
a. Berat sendiri
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan
elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap,
seperti pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor beban untuk berat sendiri
Jangka
(Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
b. Beban mati tambahan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin
besarnya berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati tambahan
ditunjukkan pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Faktor beban mati tambahan
Jangka
CATATAN (1) Faktor beban daya layan 1.3 digunakan untuk berat utilitas
(Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Beban mati tambahan berupa berat kerb, trotoar, tiang sandaran, dan lain-lain
II.6.2 Aksi Transien
Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat
berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur “D” atau beban “T”), beban
rem, aliran air (banjir), dan lain sebagainya.
Secara umum, yang menjadi penentu dalam perhitungan jembatan dengan
bentang sedang sampai panjang adalah beban “D”, sedangkan beban “T”
digunakan untuk bentang pendek.
1. Aksi lalu lintas
Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. jumlah
maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa
dilihat pada tabel berikut, lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan
sumbu memanjang jembatan.
a. Beban lajur “D”
Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan
kendaraan yang sebenarnya.
Tabel 2.8 Faktor beban akibat beban lajur “D”
Jangka
waktu
Faktor beban
K K
Transien 1,0 1,8
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan
itu sendiri.
Tabel 2.9 Jumlah lajur lalu lintas rencana
Tipe jembatan rencana harus ditentukan oleh instansi yang berwenang
CATATAN (2) lebar lajur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb / rintangan / median dengan median untuk banyak arah
CATATAN (3) lebar minimum yang aman untuk dua lajur
kendaraan adalah 6.0 m. lebar jembatan antara 5.0 m sampai 6.0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah olah memungkinkan untuk menyiap.
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang
Gambar 2.1 Beban lajur “D”
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
a.1. Beban terbagi rata
Beban ini dilambangkan q kPa dengan intensitas beban bergantung pada
panjang bentang total yang dibebani, besarnya beban yaitu sebagai berikut :
L ≤ 30 m ; q = 9,0 kPa
L > 30 m ; �= 9,0�0,5 +15
�� kPa atau dapat dilihat pada grafik dibawah
Dengan :
Q adalah intensitas beban terbagi rata dalam arah memanjang jembatan (kPa)
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
Gambar 2.2 Beban “D” : beban terbagi rata vs panjang bentang yang dibebani.
a.2 Beban garis terpusat
Beban garis ini dilambangkan dengan ρ kN/m dengan arah yang tegak
lurus terhadap arus lalu lintas pada jembatan. Besar beban garis yaitu 49 kN/m.
Faktor beban dinamik (FBD) untuk beban lajur garis “D” dapat dilihat dalam
gambar berikut :
Gambar 2.3 Faktor beban dinamis untuk beban garis untuk pembebanan lajur “D”
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan
BGT dari beban “D” pada arah melintang harus sama. Penempatan beban ini
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka
beban “D” harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % .
2. apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban “D” harus ditempatkan pada
jumlah lajur lalu lintas rencana (n1) yang berdekatan (tabel 2.3), dengan
intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q
kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar n1 x 2,75 ρ kN, kedua-duanya
3. lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja
pada jalur jembatan. Beban “D” tambahan harus ditempatkan pada seluruh
lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %.
Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.4 Penyebaran pembebanan pada arah melintang
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
b. Beban truk “T”
Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan
pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana (RSNI 2005).
Tabel 2.10 Faktor beban akibat pembebanan truk “T”
Jangka
waktu
Faktor beban
KS;;TT; KU;;TT;
Transien 1,0 1,8
Dalam perencanaan hanya diterapkan satu truk tiap lajur rencana. Jarak
antara 2 as truk tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m agar
diperoleh pembebanan maksimum pada arah memanjang jembatan. Besar
pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.5 Pembebanan truk “T” (500 kN)
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk
memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan
dengan :
1. menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor
Tabel 2.11 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”
Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal Jembatan jalur majemuk
Pelat lantai beton
adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai
antara gelagar sebagai balok sederhana
CATATAN 2 geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi
2S yang disebarkan oleh S / faktor ≥ 0,5
CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m)
2. momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan
dapat digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok
dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m.
3. bentang efektif S diambil sebagai berikut :
i. Untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa
peninggian), S = bentang bersih
ii. Untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda untuk
tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan
tumpuan.
Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil pengaruh antara beban
kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Untuk pembebanan truk ditetapkan
sebesar 30 %. Harga ini dikhususkan untuk bangunan yang berada di atas
permukaan tanah.
2. Gaya rem
Pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban lajur D
yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor
beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja
horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m diatas
permukaaan lantai kendaraan.
Tabel 2.12 Faktor beban akibat gaya rem
Jangka waktu Faktor beban KS;;TB; KU;;TB;
Transien 1,0 1,8
Pembebaban lalu lintas 70% dan faktor pembesaran diatas 100% BGT dan
BTR tidak berlaku untuk gaya rem.
3. Beban pejalan kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung
memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Apabila
trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka
trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar
20 kN.
Tabel 2.13 Faktor beban akibat pejalan kaki Jangka
waktu
Faktor beban KS;;TP; KU;;TP;
Transien 1,0 1,8
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
II.6.3 Aksi Lingkungan
1. Pengaruh temperatur/suhu
Kondisi temperatur/sahu sangat berpengaruh pada beban yang bekerja
pada jembatan karena akan berpengaruh pada kembang susut material jembatan.
Faktor akibat beban pengaruh temperatur/suhu dapat dilihat di tabel 2.14.
Tabel 2.14 Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu
Jangka waktu
Faktor beban
KS;;ET;
KU;;ET
Biasa Terkurangi Transien 1,0 1,2 0,8
Secara umum temperatur jembatan berbeda sesuai dengan tipe bangunan
atas yang digunakan dan sifat bahannya.
Tabel 2.15 Temperatur jembatan rata-rata nominal
Tipe bangunan atas Temperatur jembatan rata-rata minimum (1)
Temperatur jembatan rata-rata maksimum Lantai beton diatas gelagar
atau boks beton 15
o
C 40oC
Lantai beton diatas gelagar,
boks atau rangka baja 15
o
C 40oC
Lantai pelat baja diatas gelagar, boks atau rangka
baja
15oC 40oC
CATATAN (1) temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5oC untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Tabel 2.16 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur
Bahan Koefisien perpanjangan akibat suhu Modulus elastisitas MPa
Baja 12 x 10-6 per oC 200.000
Beton : Kuat tekan <30 MPa Kuat tekan >30 MPa
10 x 10-6 per oC 11 x 10-6 per oC
25.000 34.000
Aluminium 24 x 10-6 per oC 70.000
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Momen akibat temperatur ditunjukkan persamaan :
� = ����ℎ�∆� 2.1
Gaya lintang akibat temperatur ditunjukkan persamaan :
2. Beban angin
Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan bekerja
pada struktut jembatan tertentu dan menjadi faktor yang diperhitungkan pada
rencana pembebanan. Faktor beban akibat beban angin terdapat ditabel 2.17.
Tabel 2.17 Faktor beban akibat beban angin
Jangka waktu Faktor beban KS;;EW KU;;EW
Transien 1,0 1,2
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung
kecepatan angin rencana seperti berikut :
��� = 0,0006.��. (��)2�� [��] (2.1)
Dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s). unutk keadaan batas yang ditinjau
CW = koefisien seret
Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)
Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan
arah horizontal dipermukaan lantai menururt RSNI T-02-2005 besar kecepatan
angin rencana (VW) pada kondisi tersebut ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
��� = 0,0012.��. (��)2�� [��] (2.2)
Dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau
Tabel 2.18 Koefisien seret
Bangunan atas rangka 1,2
CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi sandaran yang masif CATATAN (2) untuk harga antara dari b/d bisa di interpolasi linear
CATATAN (3) apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus
Dinaikkan sebesar 3% untuk setiap derajat superelevasi, dengan Kenaikan maksimum 2,5%
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Tabel 2.19 Kecepatan angin rencana
Keadaan batas Lokasi
Sampai 5 km dari pantai >5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
3. Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari
perletakan elastomer. Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI
T-02-2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.20 Faktor beban akibat gesekan pada perletakan
Jangka waktu
CATATAN (1) Gaya akibat gesekan pada perletakan terjadi selamanya adanya pergerakan. Pada bangunan atas tetapi gaya sisa mungkin terjadi setelah pergerakan berhenti. Dalam hal ini gesekan pada perletakan harus memperhitungkan adanya pengaruh tetap yang cukup besar.
Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung hanya menggunakan beban
tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan pada perletakan jembatan dapat
dilihat pada tabel 2.21.
Tabel 2.21 Koefisien gesekan perletakan
Jenis tumpuan Koefisien gesekan (�)
A. Tumpuan rol baja 1. dengan 1 atau 2 rol 2. dengan 3 atau lebih
0,01 0,05
B. Tumpuan gesekan
1. antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 2. antara baja dengan baja atau besi tuang
3. antara karet dengan baja/beton
0,15 0,25 0,15-0,18
(Sumber :Bambang S. dan A.S. Muntohar, Jembatan, hal. 46)
4. Beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu
Konstruksi jembatan sangat rentan terhadap beban aliran air khususnya
beban air saat banjir. Saat banjir beban akibat aliran air dapat bertambah besar
akibat adanya penumpukan sampah dan tumbukan batang kayu pada pilar
jembatan.
Tabel 2.22 Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu
Jangka waktu Faktor beban KS;;EF; KU;;EF;
Transien 1,0 Lihat tabel 2.23
Tabel 2.23 Periode ulang banjir untuk kecepatan air Keadaan batas Periode ulang
banjir
Faktor beban
Daya layan untuk semua jembatan 20 tahun 1,0 Ultimit :
Jembatan besar dan penting (1) Jembatan permanen
CATATAN (1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh instansi yang berwenang
CATATAN (2) Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air
tergantung kepada kecepatan sebagai berikut :
��� = 0,5.��. (��)2�� [��] (2.3)
Dengan pengertian :
Vs = kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang
dimaksud dalam pasal ini, kecepatan batas harus dikaitakan dengan
periode ulang dalam tabel 2.23
CD = koefisien seret – lihat gambar 2.6
Ad = Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama
Gambar 2.6 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Gambar 2.7 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Menururt RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat benda hanyutan dihitung
dengan menggunakan persamaan :
Dengan pengertian :
Vs = kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang
dimaksud dalam pasal ini, kecepatan batas harus dikaitakan dengan
periode ulang dalam tabel 2.23
CD = koefisien angkat – lihat gambar 2.6
Ad = Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran –lihat gambar 2.7
Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat tumbukan dengan batang
kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan massa minimum sebesar
2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya
maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus :
��� = �(��)
2
� [��] (2.5)
Dengan pengertian :
M = massa batang kayu = 2 ton
Va = kecepatan air permukaan (m/s) pada keadaan batas yang ditinjau.
dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai
bentuk diagram kecepatan aliran air dilokasi jembatan, Va bisa
diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata Vs.
Tabel 2.24 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu
Tipe pilar d (m) Pilar beton masif
Tiang beton perancah Tiang kayu perancah
0,075 0,150 0,300
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Kombinasi gaya akibat aliran air harus melihat kondisi DAS disekitar
lokasi jembatan, sehingga kombinasi yang dilakukan benar-benar sesuai dengan
besarnya beban aliran yang akan terjadi.
II.6.4 Aksi Khusus (Beban gempa)
Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut :
���∗ = �ℎ.�.�� (2.6)
Dimana :
�ℎ = �.� (2.7)
Dengan pengertian :
T*EQ = gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)
Kh = koefisien beban gempa horizontal
C = koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat
Yang sesuai
I = Faktor kepentingan
S = Faktor tipe bangunan
WT = berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan
Gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati
Aksi khusus yang dianalisa sebagai beban yang bekerja pada struktur
jembatan adalah beban akibat gempa. Pemilihan prosedur perencanaan tergantung
pada tipe jembatan, besarnya koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan.
Terdapat empat prosedur analisis, dimana prosedur 1 dan 2 sesuai untuk
perhitungan tangan dan digunakan untuk jembatan beraturan yang terutama
bergetar dalam moda pertama (kategori kinerja seismik A dan B). prosedur 3
dapat diterapkan pada jembatan yang tidak beraturan yang bergetar dalam
beberapa moda sehingga diperlukan program analisis rangka ruang dengan
kemampuan dinamis (kategori kinerja seismik C). prosedur 4 diperlukan untuk
struktur utama dengan geometrik yang rumit atau berdekatan dengan patahan
gempa aktif. (kateori kinerja seismik C) secara lengkap dapat dilihat pada tabel
2.25 dan 2.26
Gambar 2.8 Prosedur analisis tahan gempa
Tabel 2.25 Kategori kinerja seismik
(Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Tabel 2.26 Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik (A-D) Jumlah bentang D C B A
Tunggal sederhana 2 atau lebih menerus 2 atau lebih dengan 1 sendi 2 atau lebih dengan 2 atau lebih sendi
Struktur rumit
(Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Tabel 2.27 Faktor tipe bangunan
Tipe jembatan (1)
jembatan dengan daerah sendi beton bertulang atau baja
Jembatan dengan daerah sendi beton prategang
CATATAN (1) jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masing-masing arah.
dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan keleluasaan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri) CATATAN (4) Tipe A = jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah)
Tipe B = jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah) Tipe C = jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
Besarnya beban akibat gempa ditentukan oleh percepatan batuan sesuai
dengan konfigurasi lapisan tanah dan periode getar alami dari gempa itu sendiri.
a. Koefisien geser dasar (Celastis)
percepatan/akselerasi puncak (PGA) zona gempa indonesia dapat dilihat
digambar 2.9. konfigurasi tanah terbagi dalam tiga jenis : tanah teguh dengan
kedalaman batuan 0-3 m, tanah sedang dengan kedalaman batuan 3-25 m, tanah
lembek dengan kedalaman batuan melebihi 25 m secara rinci konfigurasi tanah
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.28 Koefisien profil tanah S
(Tanah teguh)
S
(Tanah sedang)
S
(Tanah lembek) S1 = 1,0 S2 = 1,2 S3 = 1,5 (Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
Koefisien geser dasar Celastis juga dapat ditentukan dengan rumus berikut :
�������� =1,2.�2/3�.� dengan syarat �������� ≤2,5� (2.8)
Dengan pengertian :
A = akselerasi puncak dibatuan dasar (s), Tabel 2.28 T = periode alami struktur (detik)
Tabel 2.29 Akselerasi PGA di batuan dasar Zona Rentang akselerasi puncak PGA Wilayah 1 0,53 – 0,60
Wilayah 2 0,46 – 0,50 Wilayah 3 0,36 – 0,40 Wilayah 4 0,26 – 0,30 Wilayah 5 0,15 – 0,20 Wilayah 6 0,05 – 0,10
(Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004)
b. Periode getar alami (“T”)
Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser
dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang
memberikan kekakuan dan fleksibiliti dari sistem fondasi. Untuk bangunan yang
mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus yang digunakan :
�= 2 ����
��� (2.9)
Dengan pengertian :
T = waktu getar dalam detik
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
WTP = berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan
Kp = kekakuan gabungan sebagai gaya horizontal yang diperlukan untuk
menimbulkan satu satuan lendutan.
II.7 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban pada umumnya didasarkan kepada beberapa
kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi
dengan faktor beban. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor
beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling
berbahaya (maksimum) harus dijadikan acuan dalam perencanaan pembebanan.
Kombinasi pembebanan didasarkan pada batas daya layan dan batas daya
ultimit. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen struktur menahan
beban yang bekerja. Batas daya ultimit adalah kemampuan material elemen
struktur menahan beban dengan mengalikannya dengan faktor beban sehingga
tegangan pada material setara dengan tegangan leleh.
Tabel 2.30 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas ultimit
Aksi Ultimit
Beban pelaksanaan X
“X” berarti beban yang selalu aktif “O” berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan
Aksi permanen “X” KBU + Beban aktif “X” KBU + 1
beban “O” KBL
Bersamaan. Untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu lintas Vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem.
CATATAN (3) Pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur didalam Jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan Pada perletakkan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi Arah aksi dari gesekan pada perletakkan akan berubah, tergantung pada arah Pergerakan dari perletakkan atau dengan kata lain, apakah temperatur itu naik Atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada keadaan batas ultimit Kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan demikian temperatur hanya Ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan.
CATATAN (4) Gesekan pada perletakkan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aksi lainnya Memberikan pengaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal Pada perletakkan tersebut.
CATATAN (5) Semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama CATATAN (6) Pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultmit.
(Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005)
II.8 Komponen Struktur Komposit (Beton dan Baja)
Struktur komposit merupakan suatu bentuk struktur yang terdiri dari dua
bahan atau lebih yang bekerja bersama-sama dalam menahan beban yang bekerja.
Penyatuan perilaku komposit dimungkinkan hanya jika slippage (geseran)
horizontal antara dua material (baja dan beton) tidak terjadi / bisa ditahan. Bahan
yang berbeda itu disatukan oleh suatu penghubung geser yang disebut sebagai
shear connector.
Sejumlah penghubung geser diperlukan untuk membuat sebuah balok
dapat berfungsi komposit secara penuh. Namun terkadang jumlah penghubung
geser dapat dipasang lebih sedikit daripada yang diperlukan untuk menimbulkan
perilaku komposit penuh, hal ini akan mengakibatkan terjadinya slip antara baja
dan beton. Balok seperti ini dikatakan mengalami aksi komposit parsial.
Untuk memahami konsep perilaku komposit, pertama-tama ditinjau balok
Gambar 2.9 Struktur balok tidak komposit
(Sumber :Struktur Baja Desain dan Perilaku,Charles G Salmon dan Jhon E. Jhonson)
Jika gesekan antara pelat baja dan beton diabaikan, maka pelat baja dan
beton masing-masing akan memikul momen secara terpisah. Permukaan bawah
beton mengalami perpanjangan akibat deformasi tarik, sedangkan permukaan atas
baja mengalami perpendekan akibat deformasi tekan.
Apabila struktur bekerja komposit sempurna, maka slip antara beton
dengan pelat baja tidak akan terjadi. Konsep analisis penampang komposit penuh
didasarkan pada dua kondisi, yaitu kondisi elastis dan non elastis. Kondisi elastis
adalah kondisi dimana baik beton maupun pelat baja masih berada dalam
batas-batas elastis. Pada kondisi inelastis, pembahasan dibatas-batasi pada keadaan plastis.
Beberapa batasan dalam analisis struktur komposit ini diantaranya :
a. Defleksi vertikal mempunyai nilai yang sama untuk kedua elemen, hal ini
berarti tidak ada gap antara pelat beton dan baja.
b. Penampang tetap rata baik sebelum maupun sesudah dibebani, deformasi
geser antara dua elemen diabaikan.
c. jarak antar penghubung geser adalah sama
d. Friksi antara beton dan baja tidak diperhitungkan. Gaya geser pada bidang
Gambar 2.10 Struktur balok Komposit
(Sumber :Struktur Baja Desain dan Perilaku,Charles G Salmon dan Jhon E. Jhonson)
Struktur baja komposit pada jembatan terdiri dari gelagar berupa baja dan
lantai jembatan (slab) berupa beton seperti gambar 2.7 diatas. Dengan
menggunakan konstruksi komposit dalam desain suatu komponen struktur
ternyata dapat diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut :
a. Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai
b. tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi
c. meningkatkan kekakuan lantai
d. dapat menambah panjang bentang layan.
II.9 Lebar Efektif Balok Komposit
Konsep lebar efektif sangat berguna dalam proses desain suatu komponen
struktur (komposit), terutama ketika proses desain harus dilakukan terhadap suatu
elemen yang mengalami distribusi tegangan yang tidak seragam. Besarnya lebar
efektif dari suatu komponen struktur komposit dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Untuk balok-balok interior
�� ≤�4 (2.10)
2. Untuk balok-balok eksterior
�� ≤�8+ (��������������������������) (2.12)
�� ≤12��+ (��������������������������) (2.13)
Gambar 2.11 Lebar efektif balok komposit
(Sumber :Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiwan)
II.10 Desain LRFD Struktur Komposit
II.10.1 Pengertian
Dua filosofi yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja
adalah perencanaan berdasarkan tegangan kerja / working stress design
(Allowable Stress Design / ASD) dan perencanaan kondisi batas / limit states design (Load and Resistance Factor Design/ LRFD).
Metode ASD dalam perencanaan struktur baja telah digunakan dalam
kurun waktu kurang lebih 100 tahun. Dan dalam 20 tahun terakhir prinsif
perencanaan struktur baja mulai beralih ke konsep LRFD yang jauh lebih rasional
dengan berdasarkan pada konsep probabilitas.
Dalam metode LRFD tidak diperlukan analisa probabilitas secara penuh,
Berdasarkan pada metode First Order Second Moment (FOSM) yang
menggunakan karakteristik statistik yang lebih mudah dari tahanan dan beban.
Secara umum suatu struktur dikatakan aman apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
∅�� ≥ Σ��.�� (2.14)
Bagian kiri dari persamaan 2.1 merepresentasikan tahanan atau kekuatan
dari sebuah komponen atau sistem struktur. Dan bagian kanan persamaan
menyatakan beban yang harus dipikul struktur tersebut, jika tahanan nominal Rn
dikalikan suatu faktor tahanan Ф maka akan diperoleh tahanan rencana. Namun
demikian, berbagai macam beban (beban mati, beban hidup, gempa dan lain-lain)
pada bagian kanan persamaan 2.10 dikalikan suatu faktor beban γi untuk
mendapatkan jumlah beban terfaktor ∑γi.Qi. untuk faktor pembebanan pada
struktur jembatan komposit ini dipakai pembebanan pada RSNI T-02-2005 yang
diambil pembebanan ultimit.
II.10.2 Faktor tahanan
Faktor tahanan dalam perencanaan struktur berdasarkan metode LRFD,
ditentukan dalam tabel berikut :
Tabel 2.31 Faktor reduksi (Ф) untuk keadaan batas ultimit
Kuat rencana untuk Faktor reduksi
Komponen struktur yang memikul lentur :
• Balok
• Balok pelat berdinding penuh
• Pelat badan yang memikul geser
• Pelat badan pada tumpuan
• Kuat penampang
• Kuat komponen struktur
0,85 0,85 Komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial :
• Terhadap kuat tarik leleh
• Terhadap kuat tarik fraktur
0,90 0,75 Komponen struktur yang memikul aksi-aksi kombinasi :
• Kuat lentur atau geser
• Kuat tarik
• Kuat tekan
0,90 0,90 0,85 Komponen struktur komposit :
• Kuat tekan
• Kuat tumpu beton
• Kuat lentur dengan distribusi tegangan plastik
• Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastik
0,85 0,60 0,85 0,90 Sambungan baut :
• Baut yang memikul geser
• Baut yang memikul tarik
• Baut yang memikul kombinasi geser dan tarik
• Lapis yang memikul tumpu
0,75 0,75 0,75 0,75 Sambungan las :
• Las tumpul penetrasi penuh
• Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian
• Las pengisi
0,90 0,75 0,75
(Sumber :Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan gedung, SNI 03-1729-2002)
II.10.3 Kuat lentur nominal
Kuat lentur nominal balok baja, Mn untuk profil WF ditentukan oleh
kondisi batas kelangsingan suatu penampang. Dan bagaimanapun kondisi
penampang Mn harus memenuhi persyaratan di bawah ini.
�� ≤ ∅�.�� (2.15)
Dimana :
Фb = faktor reduksi momen lentur
Batasan kelangsingan penampang baja WF adalah sebagai berikut :
komponen struktur dapat dikategorikan sebagai balok biasa atau sebagai
balok pelat berdinding penuh, tergantung dari rasio kelangsingan web, ℎ
�� < 2550
���,
maka komponen struktur tersebut dikategorikan sebagai balok biasa, dan jika nilai
ℎ �� >
2550
��� , maka dalam perencanaannya harus dikategorikan sebagai balok pelat
berdinding penuh.
1. balok biasa
Tahanan momen nominal untuk balok terkekang lateral dengan
penampang kompak :
�� =�� = �.�� (2.16)
Z = modulus plastis
fy = kuat leleh
Sedangkan kondisi batas untuk tekuk torsi lateral ditentukan berdasarkan :
�� =��.��� + (�� − ��)����−�−��� ≤ �� (2.17)
�� = ��(�� − ��) (2.18)
Dimana fr adalah tegangan residu (70 MPa untuk penampang di rol dan 115 MPa
untuk penampang dilas).
Sedangkan penampang tak kompak, maka besarnya tahanan momen
nominal dari balok tersebut adalah :
�� =�� −(�� − ��)��−��−��� (2.19)
Dengan : λ = kelangsingan penampang balok
Sedangkan kondisi batas untuk tekuk torsi lateral ditentukan berdasarkan :
�� =��.��� + (�� − ��)����−�−��� ≤ �� (2.20)
Dengan faktor pengali momen, Cb, ditentukan dengan persamaan berikut :
�� = 2,5.����12,5.+3.������+4.��+3.�� ≤ 2,3 (2.21)
Dengan :
Mmax = momen maksimum pada bentang yang ditinjanu
MA = momen pada ¼ bentang tak terkekang
MB = momen pada tengah bentang tak terkekang
2. Balok berdinding penuh
Kuat dari momen nominal dari komponen struktur balok pelat berdinding
penuh adalah :
�� =��.�.��� (2.22)
Dengan :
fcr = tegangan kritis yang besarnya akan ditentukan kemudian
S = modulus penampang
Kg = koefisien balok pelat berdinding penuh
Koefisien balok pelat berdinding penuh, Kg, diambil sebesar :
�� = 1− �1200 +300.�� ��� ��ℎ� −2550����� ≤1 (2.23)
Dimana : �� =�� ��
Kuat momen nominal dari balok pelat berdinding penuh diambil dari nilai terkecil
dari keruntuhan tekuk torsi lateral (yang tergantung panjang bentang) dan tekuk
lokal flens (yang tergantung pada tebal flens tekan).
Tipe keruntuhan tekuk torsi lateral
Kelangsingan yang diperhitungkan adalah kelangsingan dari bagian balok
pelat berdinding penuh yang mengalami tekan.
�� = ��� (2.24)
�� = 1,76���
� (2.25)
�� = 4,40���
Dengan L adalah panjang bentang tak terkekang, rT adalah jari-jari girasi daerah
pelat sayap ditambah sepertiga bagian web yang mengalami tekan.
Jika �� ≤ �� keruntuhan yang terjadi akibat leleh, sehingga :
��� =�� (2.27)
Jika �� < � ≤ �� keruntuhan yang terjadi adalah tekuk torsi lateral inelastis :
��� =��.���1−12�����−�−����� ≤ �� (2.28)
Jika �� >�� keruntuhan yang terjadi adalah tekuk torsi lateral elastis :
��� =��.������ 2
(2.29)
Dengan :
�� = ��2.�� ≤ �� (2.30)
Tipe keruntuhan tekuk lokal flens tekan
Faktor kelangsingan yang diperhitungkan adalah berdasarkan
perbandingan lebar dengan tebal flens tekan.
�� = 2.���
� (2.31)
�� = 0,38���� (2.32)
�� = 1,35�����.� (2.33)
Dengan : �� = 4
���ℎ , 0,35≤ �� ≤ 0,763
Jika �� ≤ �� keruntuhan yang terjadi akibat leleh, sehingga :
��� =�� (2.34)
��� =�� �1−12�����−�−����� ≤ �� (2.35)
Jika �� >�� keruntuhan yang terjadi adalah tekuk torsi lateral elastis :
��� =��.������ 2
(2.36)
Dengan :
�� = �2� (2.37)
Balok pelat berdinding penuh dengan kuat leleh yang berbeda antara flens
dengan web, sering dinamakan sebagai balok hibrida. Pada umumnya kuat leleh
bagian flens lebih tinggi dari pada bagaian web, sehingga bagian web akan
mengalami leleh terlebih dahulu sebelum kuat maksimum flens tercapai. Kuat
momen nominal dari balok hibrida adalah :
�� =��.�.���.�� (2.38)
Dengan :
�� = 12+���3�−�
3�
12+2.�� ≤ 1,0 (2.39)
Dan �=���� ��
b. Sesudah komposit
Kuat lentur nominal dari suatu komponen struktur komposit (untuk
momen positif)
Untuk ℎ
�� ≤ 1680
���� (2.40)
Mn Kuat momen nominal yang dihitung berdasarkan distribusi
(a) (b) (c)
Gambar 2.12 Kuat lentur nominal berdasarkan distribusi tegangan plastis
(Sumber :Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiwan)
Kuat lentur nominal yang dihitung berdasarkan distribusi tegangan plastis,
dapat dikategorikan menjadi dua kasus sebagai berikut :
1. Sumbu netral plastis jatuh pada pelat beton
Dengan mengacu pada gambar 2.9, maka besar gaya tekan C adalah :
� = 0,85.�′�.�.�� (2.41)
Gaya tarik T pada profil baja adalah sebesar :
�= ��.�� (2.42)
Dari keseimbangan gaya C = T, maka diperoleh :
�= �� .��
0,85 .�′�.�� (2.43)
Kuat lentur nominal dapat dihitung dari gambar 2.9.a :
�� =�.�1 (2.44)
Atau, = �.�1 = ��.��.�
2+�� − �
Jika dari hasil perhitungan persamaan 2.9 ternyata a > ts, maka asumsi harus
diubah. Hasil ini menyatakan bahwa pelat beton tidak cukup kuat untuk
mengimbangi gaya tarik yang timbul pada profil baja.
2. Sumbu netral plastis jatuh pada profil baja
Apabila ke dalam balok tegangan beton, α, ternyata melebihi tebal pelat
beton, maka distribusi tegangan dapat ditunjukkan seperti pada gambar 2.9.c. gaya
tekan, Cc, yang bekerja pada beton adalah sebesar :
�� = 0,85.�′�.��.�� (2.46)
Dari keseimbangan gaya, diperoleh hubungan :
�′ = �
� +�� (2.47)
Besar T’ sekarang lebih kecil daripada As.fy, yaitu :
�′ = �
�.�� − �� (2.48)
Dengan menyamakan persamaan 2.13 dan 2.14 diperoleh
�� = �� . ��2 −�� (2.49)
Atau dengan mensubtitusikan persamaan 2.12, diperoleh bentuk :
�� =�� . ��−0,85 .�
′�.�� .��
2 (2.50)
Kuat lentur nominal diperoleh dengan memperhatikan gambar 2.9.c :
Untuk ℎ
�� ≥ 1680
���� (2.52)
Mn, Kuat momen nominal yang dihitung berdasarkan distribusi tegangan
elastsis, Фb = 0,90
���� =����
� (2.53)
���� =����� (2.54)
Kapasitas momen penampang adalah nilai terkecil dari :
��1 = 0,85.�′�.�.���� (2.55)
Dimana : � =��
�� = rasio modulus
��2 =��.���� (2.56)
II.10.4 Komponen Memikul Geser
Pelat badan sebuah balok baja yang memikul gaya geser terfaktor, Vu
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan :
�� ≤ ∅�.�� (2.57)
Dimana :
Фv = faktor reduksi kuat geser, diambil 0,9
Vn = kuat geser nominal, dianggap disumbangkan hanya oleh badan.
1. Kuat geser nominal akibat geser murni
Kuat geser nominal dari balok pelat berdinding penuh ditentukan sebagai
berikut :
�� = 1,5����.� 1
���ℎ�2 (2.59)
�� = 1,10 ������
���ℎ� (2.60)
Nilai Cv ditentukan dalam persamaan 2.35 untuk tekuk elastis (Cv < 0,8) dan untuk
tekuk inelastis nilai Cv ditentukan dalam persamaan 2.36 (Cv > 0,8).
a. Untuk nilai Cv = 1, maka persamaan 2.36 dapat dituliskan dalam bentuk :
ℎ
�� ≤1,10 � ��.�
�� (2.61)
Jika nilai h/tw tidak melebihi batas tersebut maka kuat geser nominal balok
pelat berdinding penuh adalah :
�� = 0,6.���.�� (2.62)
Dengan :
kn = 5 +
5
��ℎ�2
a = Jarak antar pengaku lateral pada penampang
fy = tegangan leleh pelat badan
Aw = luas kotor pelat badan
b. Batas antara tekuk inelastis dengan tekuk elastis dicapai untuk nilai Cv =0,8,
sehingga persamaan 2.36 dapat dituliskan dalam bentuk :
1,10����.�
Maka kuat geser nominal balok pelat berdinding penuh adalah :
�� = 0,6.���.�� �1,10������.���1ℎ ���
c. Untuk ℎ
�� > 1,37�
��.�
���, maka kuat geser nominal balok pelat berdinding penuh
adalah :
�� = 0,9.�.��.��
���ℎ�2 (2.65)
2. Kuat geser nominal dengan pengaruh aksi medan tarik
Gaya geser yang bekerja pada balok pelat berdinding penuh dapat
menimbulkan tekuk (elastis dan inelastis). Tahanan pasca tekuk yang timbul dari
mekanisme rangka batang yang bekerja pada panel balok pelat berdinding penuh
yang dibatasi oleh pengaku-pengaku vertikal. Mekanisme rangka batang ini
dinamakan sebagai aksi medan tarik, gaya-gaya tekan dipikul oleh pengaku
vertikal sedangkan gaya-gaya tarik diterima oleh pelat web.
Kuat geser nominal balok pelat berdinding penuh dengan
mempertimbangkan aksi medan tarik dapat diekspresikan sebagai :
�� = ��� +��� (2.66)
Dengan ��� =��.�0,6.����.��, sesuai persamaan 2.34. Nilai Cv ditentukan
dalam persamaan 2.35 dan 2.36 untuk tekuk elastis dan inelastsis. Vtf merupakan
sumbangan dari aksi medan tarik.
��� = ℎ.��.(12−��)� 1 �1+��
ℎ�
2� (2.67)
Kuat geser nominal balok pelat berdinding penuh dengan
mempertimbangkan adanya aksi medan tarik adalah :
=��.�0,6.����.�� +ℎ.��.(1−��)
Pengaku vertikal boleh tidak digunakan jika kuat lentur penampang dapat
tercapai tanpa terjadinya tekuk akibat geser. Jika kuat geser rencana yang
diperlukan lebih kecil dari kuat geser maksimum, maka pengaku vertikal tak
dibutuhkan bila :
�� ≤ ��. 0,6.���.�� (2.69)
Persamaan 2.45 tidak berlaku jika rasio h/tw melebihi 260, sebab pengaku
vertikal harus dipasang bila h/tw melebihi 260. Nilai Cv dapat diambil sesuai
persamaan 2.35 (untuk elastis) dan 2.36 (untuk inelastis) dengan nilai kn = 5.
a. Tekuk inelastis
Secara ringkas, pengaku vertikal tak diperlukan apabila kedua kriteria
berikut terpenuhi :
1. h/tw≤ 260 (2.72)
2. �� ≤ ��. 0,6.���.�� (2.73)
Pengaku vertikal harus mempunyai kekakuan yang cukup untuk mencegah
perlu ditentukan momen inersia minimum yang harus dimiliki oleh pengaku
vertikal, yaitu :
�� ≥ �.�.��3 (2.74)
Dengan :
Is : momen inersia pengaku vertikal yang diambil terhadap tengah tebal
Pelat web untuk sepasang pengaku vertikal, dan diambil terhadap
Bidang kontak dengan web jika hanya ada sebuah pengaku vertikal.
� = 2,5
��ℎ�2−2≥ 0,5 (2.75)
Pengaku vertikal harus mempunyai luas yang cukup guna menahan gaya
tekan yang timbul akibat aksi medan tarik. Akibat aksi medan tarik, pengaku
vertikal memiliki gaya tekan sebesar :
�� = 0,5.���. (1− ��).�.��.�1−
Jika kedua ruas dalam persamaan 2.52 dibagi dengan kuat leleh dari
pengaku vertikal (fyst), maka akan didapat luas minimum yang dibutuhkan dari
pengaku vertikal.
Sambungan pengaku vertikal ke web dan ke flens tekan harus
diperhitungkan sedemikian rupa sehingga las dapat mentransfer gaya tekan, Ps,
dengan baik. Sedangkan antara pengaku vertikal dengan flens tarik tidak perlu
akan menyebabkan terjadinya keruntuhan akibat leleh dan keruntuhan getas.
Tanpa adanya pengelasan antara pengaku vertikal dengan web diharapkan dapat
menimbulkan keruntuhan yang daktail. Jarak sambungan las web dan pengaku
vertikal dengan sambungan las flens tarik dan web harus diambil sedemikian rupa
sehingga tidak lebih dari 6 kali tebal web dan tidak kurang dari 4 kali tebal web.
II.10.5 Penghubung geser
Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan profil baja harus dipikul
oleh sejumlah penghubung geser, sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan.
Besarnya gaya geser horizontal yang harus dipikul oleh penghubung geser diatur
dalam SNI 03-1729-2002 pasal 12.6.2. pasal ini menyatakan bahwa untuk aksi
komposit dimana beton mengalami gaya tekan akibat lentur, gaya geser
horizontal total yang bekerja pada daerah yang dibatasi oleh titik-titik momen
positif maksimum dan momen nol yang berdekatan, harus diambil sebagai nilai
terkecil dari : As.fy, 0,85.f’c.Ac atau ∑Qn. selanjutnya kita notasikan gaya geser
horizontal ini dengan Vh.
Jika besarnya Vh ditentukan oleh As.fy atau 0,85.f’c.Ac, maka yang terjadi
adalah perilaku aksi komposit penuh, dan jumlah penghubung geser yang
diperlukan antara titik momen nol dan momen maksimum adalah :
�1 =��ℎ
� (2.78)
Dengan Qn adalah kuat geser nominal satu buah penghubung geser, jenis
berupa jenis paku berkepala (stud) dengan panjang dalam kondisi terpasang tidak
kurang dari 4 kali diameternya, atau berupa profil baja kanal hasil gilas panas.
Kuat nominal penghubung geser jenis paku yang ditanam di dalam pelat
beton masif, ditentukan sesuai pasal 12.6.3, yaitu :
�� = 0,5.���.��′�. �� ≤ ���.�� (2.79)
Dengan :
Asc adalah luas penampang penghubung geser jenis paku, mm2
fu adalah tegangan putus penghubung geser jenis paku, MPa
Qn adalah kuat geser nominal untuk penghubung geser, N
Persamaan 2.50 memberikan jumlah penghubung geser antara titik dengan
momen nol dan momen maksimum, sehingga untuk sebuah balok yang tertumpu
sederhana, diperlukan penghubung geser sejumlah 2.N1 yang harus diletakkan
dengan jarak / spasi yang sama.
Persyaratan dek baja gelombang dan penghubung gesernya untuk
digunakan dalam komponen struktur komposit disyaratkan :
1. tinggi maksimum dek baja, hr≤ 75 mm
2. lebar rata-rata minimum dari gelombang dek, wr > 50 mm, lebar ini tidak boleh
lebih besar dari lebar bersih minimum pada tepi atas dek baja.
3. tebal pelat minimum diukur dari tepi atas dek baja = 50 mm
4. diameter maksimum stud yang dipakai = 20mm, dan dilas langsung pada flens
balok baja.
Gambar 2.13 penampang melintang dek baja gelombang
Jika gelobang pada dek baja dipasang tegak lurus terhadap balok
penopangnya, maka kuat nominal penghubung geser jenis paku harus direduksi
dengan suatu faktor, rs yang besarnya ditetapkan sebagai berikut :
�� =0,85�����ℎ��� ���ℎ��−1,0�� ≤1,0 (2.80)
Dengan :
rs = faktor reduksi
Nr = jumlah penghubung geser jenis paku pada setiap gelombang pada
potongan melintang balok baja.
Hs = tinggi penghubung geser jenis paku ≤ (hr + 75 mm)
hr = tinggi nominal gelombang dek baja
wr = lebar efektif gelombang dek baja
jarak antar penghubung geser tersebut dalam arah longitudinal tidak boleh lebih
dari 900 mm.
II.11 Lendutan
Komponen struktur komposit memiliki momen inersia yang lebih besar
dari pada komponen struktur non komposit, akibatnya lendutan pada komponen
struktur komposit akan lebih kecil. Momen inersia dari komponen struktur
diakibatkan oleh beban-beban yang bekerja sebelum beton mengeras, dihitung
berdasarkan momen inersia dari profil baja saja.
Pada konstruksi tanpa perancah (Unshored), diperlukan sebanyak tiga
buah momen inersia yang berbeda untuk menentukan lendutan jangka panjang,
yaitu :
1. Is, momen inersia dari profil baja, yang digunakan untuk menghitung
lendutan yang ditimbulkan oleh beban-beban yang bekerja sebelum beton
mengeras.
2. Itr, momen inersia dari penampang komposit yang dihitung berdasarkan
lebar efektif b/n, digunakan untuk menghitung lendutan yang ditimbulkan
oleh beban hidup dan beban mati yang bekerja setelah beton mengeras.
3. Itr, yang dihitung berdasarkan lebar efektif b/2n, untuk menentukan besar
lendutan jangka panjang yang disebabkan oleh beban mati yang bekerja
setelah beton mengeras.
Lendutan yang terjadi akibat bekerjanya beban-beban harus dikontrol. Lendutan
yang terjadi tidak boleh melebihi lendutan izin yang disyaratkan pada
021/BM/2011 sebagai berikut :
Tabel 2.32 Batasan defleksi berdasarkan BMS (l=panjang bentang)
Jenis elemen Defleksi yang ditinjau
Defleksi umum yang dizinkan Beban
kendaraan
Beban kendaraan + pejalan kaki Bentang sederhana
atau menerus Defleksi akibat beban hidup layan dan kejut
�
Lendutan akibat pengaruh tetap (lawan lendut atau lendutan) adalah dalam
batas yang wajar. Batas lendutannya tidak boleh melebihi dari � 300.
II.12 Sambungan
Setiap struktur baja merupakan gabungan dari beberapa komponen batang
yang disatukan dengan alat pengencang. Salah satu alat pengencang disamping las
yang cukup populer adalah baut mutu tinggi.
Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi mula-mula
dipasang kencang tangan, dan kemudian diikuti ½ putaran lagi.
Tabel 2.33 Tipe-tipe baut
Tipe baut Diameter (mm) Proof stress (MPa) Kuat tarik min. (MPa) A307
Baut mutu tinggi dapat didesain sebagai sambungan tipe friksi (jika dikehendaki
tak ada slip) atau juga sebagai sambungan sebagai tumpu.
Tahanan nominal baut
Suatu baut yang memikul beban terfaktor, Ru, sesuai persyaratan LRFD
harus memenuhi :
�� ≤ ∅.�� (2.81)
Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan Ф adalah faktor reduksi yang
diambil sebesar 0,75. Besarnya Rn berbeda-beda untuk masing-masing tipe
a. Tahanan geser baut
�� = �.�1.���.�� (2.82)
Dengan :
r1 = 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
r1 = 0,40 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
fbu = kuat tarik baut
Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
m = jumlah bidang geser
b. Tahanan tarik baut
�� = 0,75.���.�� (2,83)
c. Tahanan tumpu baut
�� = 2,4.��.��.�� (2.84)
Dengan :
db = diameter baut pada daerah tak berulir
tp = tebal pelat
fu = kuat putus terendah dari baut atau pelat.
Tata letak baut diatur dalam SNI pasal 13.4. yaitu sebagai berikut :
3�� < �< 15�� ���� 200 ��
1,5�� <�1 <�4�� + 100����� 200 ��
II.13 Teori Momen Maksimum Beban Gandar
Dalam merancang elemen jembatan yang dibebani oleh beban bergerak
diatasnya harus didasarkan pada keadaan terburuknya yaitu reaksi, gaya lintang
dan momen terbesarnya. Variasi beban bergerak dari satu peraturan ke peraturan
dan dari tahun ke tahun berikutnya dapat berubah. Menggunakan pengetahuan
garis pengaruh ini dapat dihitung momen dan gaya lintang struktur oleh berbagai
kemungkinan beban yang bergerak yang dapat menimbulkan akibat yang paling
buruk. Dipakai pertolongan muatan bergerak sebesar 1 satuan.
Adapun cara untuk mencari momen maksimum pada struktur dengan
beban gandar yaitu sebagai berikut :
a. Tentukan letak resultan gaya dari beban gandar.
Pada gambar disamping terdapat beban gandar
dengan jarak l dimana �1 <�2. Selanjutnya cari
besar dan letak resultan gaya dari beban gandar
tersebut. dengan dengan cara Σ� = 0.
b. Letakkan titik tengah antara resultan gaya dan gaya terbesar pada posisi garis
pengaruh yang maksimum.
Carilah besar �1,�2 dengan
Perbandingan segitiga.
Selanjut hitung besar momen
dengan cara mengalikan
besar gaya dengan nilai garis
Gambar 2.16 Penempatan beban gandar pengaruh dibawahnya. Gambar 2.15 Beban