• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kader Posyandu

Secara umum istilah kader posyandu yaitu kader-kader yang dipilih oleh

masyarakat menjadi penyelenggara Posyandu. Menurut L.A. Gunawan kader

kesehatan dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarela

yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat.

Kader posyandu adalah seorang yang karena kecakapannya atau

kemampuannya diangkat, dipilih dan atau ditunjuk untuk memimpin pengembangan

posyandu disuatu tempat atau desa (Depkes, 2008).

Kader kesehatan adalah warga masyarakat pada tempat yang dipilih atau

ditunjuk oleh masyarakat, dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari

warga setempat untuk membantu masyarakat dalam masalah kesehatan, agar

diperoleh kesesuaian antara fasilitas pelayanan kesehatan dan kebutuhan masyarakat

yang bersangkutan (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja secara suka

rela dan ikhlas, mau dan sanggup malaksanakan kegiatan usaha perbaikan gizi

keluarga. Secara umum kader diartikan sebagai tenaga sukarela yang tertarik dalam

bidang tertentu, tumbuh dalam masyarakat dan merasa berkewajiban untuk

melaksanakan dan meningkatkan serta membina kesejahteraan termasuk dalam

(2)

Kader adalah tenaga suka rela yang dipilih oleh dan dari masyarakat yang

bertugas mengembangkan masyarakat. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat

Kementerian Kesehatan RI memberikan batasan kader, bahwa kader adalah warga

masyarakat setempat yang dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat dan dapat bekerja

secara sukarela (Handayani, 2011).

Mengingat bahwa kader bukanlah tenaga profesional dan teknis, melainkan

hanya membantu dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, untuk itu perlu

adanya pembagian tugas yang diembankan padanya, baik menyangkut jumlah

maupun jenis pelayanan. Adapun tugas kader adalah sebagai berikut:

a. Sehari sebelumnya semua ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita diberitahu akan

adanya kegiatan posyandu.

b. Mencatat semua sasaran wanita usia subur, pasangan usia subur dan lanjut usia.

Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan diperlukan, bila ada yang kurang

dan belum tersedia dapat meminjam dan meminta pada petugas atau membuat

sendiri.

c. Pembagian tugas diantara sesama kader dan dibantu oleh ibu-ibu lainnya,

misalnya: kegiatan sebelum hari H posyandu (H+), hari H posyandu, dan sesudah

H (H-).

Kementerian Kesehatan RI (2009), menjelaskan bahwa Kader mempunyai 6

peran dan fungsi sebagai pengembang desa siaga, yaitu: (1) Membantu tenaga

kesehatan dalam mengelola desa siaga melalui kegiatan usaha kesehatan berbasis

(3)

siaga seperti mengisi register Ibu dan Anak, mengisi KMS, (3) Membantu

mengembangkan dan mengelola UKBM selain posyandu, (4) Membantu

mengidentifikasi dan melaporkan kejadian di masyarakat yang dapat berdampak

kepada masyarakat, (5) Membantu dan memberikan pemecahan masalah kesehatan

yang sederhana kepada masyarakat, (6) Mempersiapkan masyarakat dalam

menghadapi kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana.

Mengingat kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditunjuk

oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela, maka kader kesehatan merupakan

perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya

kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan diperioritaskan pada lima program dan

mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak

kompeten memberikannya (Ramadhoni, 2011).

2.1.1. Tujuan Pembentukan Kader

Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang

kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat

bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri.

Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan

bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dapat meningkatkan efisiensi

pelayanan atas dasar terbatasnya sumber daya dalam operasional pelayanan

kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat

(4)

pertama yang berbunyi, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong

dirinya dalam bidang kesehatan (Yohanik, 2012).

Kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata di desanya ternyata mampu

melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat

sekelompoknya meliputi:

1. Pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatan terhadap diare

dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhana dan lain-lain.

2. Penimbangan dan penyuluhan gizi.

3. Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi,

pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam upaya

menanamkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

4. Penyediaan dan distribusi obat/alat kontasepsi KB penyuluhan dalam upaya

menamakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

5. Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan, pembuatan

jamban keluarga dan sarana air sederhana.

6. Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.

Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan

masyarakat, hal ini di sebabkan karena kader berasal dari masyarakat setempat

sehingga alih pengetahuan dan keterampilan dari kader kepada tetangganya menjadi

mudah (Adisasmito, 2008).

Peran kader dalam siap antar jaga kesehatan ibu anak adalah ibu harus selalu

(5)

tenaga kesehatan. Peran kader dalam kasus ibu hamil dengan faktor risiko adalah

dapat mengenal faktor risiko, menjelaskan kepada ibu/keluarga tentang faktor risiko,

untuk melakukan pemeriksaan kehamilan serta merujuk ibu hamil dengan faktor

risiko (Kementerian Kesehatan RI, 2007).

Peran kader dalam surveilans penyakit dan masalah kesehatan adalah:

melihat, mendengar, mencatat untuk menemukan gejala dan masalah kesehatan,

menemukan, melaporkan dan melakukan upaya pencegahan dan penanganan

sederhana. Dalam pelaksanaan peran menemukan gejala, tanda serta masalah

kesehatan yang ada di masyarakat termasuk faktor risiko ibu hamil informasi

diperoleh dari posyandu, laporan dari masyarakat, laporan dasa wisma, kunjungan

rumah, kegiatan sosial masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

Kader adalah tenaga pilihan yang sangat tepat untuk usaha-usaha masyarakat

karena :

1) Berasal dari masyarakat, sehingga mengenal betul masyarakat setempat;

2) Dipilih masyarakat sehingga dapat diterima oleh masyarakat;

3) Disegani dan dipercaya masyarakat sehingga saran dan petunjuknya akan

didengar dan diikuti oleh masyarakat (Mantra, 1997).

Kader merupakan perwujudan dari usaha-usaha secara sadar dan terencana

untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan taraf

hidup. Dalam usaha ini kader diberikan keterampilan tertentu untuk menjadi “agent

of change” yang akan membawa norma-norma baru yang sesuai dengan norma yang

(6)

2.1.2. Persyaratan Kader

Persyaratan menjadi kader posyandu menurut Zulkifli (2003) adalah dapat

membaca dan menulis dengan bahasa Indonesia, secara fisik dapat melaksanakan

tugas-tugas sebagai kader, berwibawa, mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal

tetap di desa yang bersangkutan. Selain itu kader yang dipilih adalah orang-orang

yang aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya, serta

dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader lainnya.

Menurut Bagus (2003), mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi

seorang kader antara lain adalah warga yang bisa membaca dan menulis, merupakan

penduduk yang tinggal di desa tersebut, berasal dari masyarakat setempat dan

diterima oleh masyarakat setempat, tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu

yang lama serta masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari

nafkah lain.

Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli diatas

dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, sanggup

bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat dimana perilakunya

menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai

penghasilan tetap, pandai baca tulis, sanggup membina masyarakat sekitarnya.

Peran serta atau keikutsertaan kader Pos Pelayanan Terpadu melalui berbagai

organisasi dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan pembangunan kesehatan

masyarakat desa harus dapat terorganisir dan terencana dengan tepat dan jelas.

(7)

dimengerti dan dipahami sejak awal oleh kader posyandu. Karena disadari atau tidak

keberadaan posyandu adalah sebuah usaha untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Upaya posyandu yang telah ada dan telah berjalan selama ini mampu

lebih ditingkatkan dan dilestarikan (Rachman, 2005).

Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya

kader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan

kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik

menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.

Peranan kader dalam kegiatan posyandu sangat besar. Menurut Depkes RI

(2000) ada dua peran kader yaitu:

1. Peran kader saat posyandu (sesuai dengan sistem lima meja) adalah:

a. Melaksanakan pendaftaran (pada meja I).

b. Melaksanakan penimbangan bayi balita (pada meja II).

c. Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan (pada meja III).

d. Memberikan penyuluhan (pada meja IV).

e. Memberi dan membantu pelayanan yang dilakukan oleh petugas puskesmas

(pada meja V).

2. Peran kader di luar posyandu adalah:

a. Menunjang pelayanan KB, KIA, imunisasi, gizi dan penanggulangan diare.

b. Mengajak ibu-ibu untuk datang pada hari kegiatan posyandu.

c. Menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang

(8)

pembersihan sarang nyamuk, pembuangan sampah, penyediaan sarana air

bersih, menyediakan sarana jamban keluarga, pemberian pertolongan

pertama pada penyakit, P3K dan dana sehat.

Kader posyandu tidaklah bekerja dalam suatu ruangan yang tertutup, namun

mereka itu bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem

kesehatan, karena itulah mereka harus dibina, dituntun serta didukung oleh para

pembimbing yang lebih terampil dan berpengalaman (WHO, 1995). Hal ini bertujuan

agar kader posyandu dapat melakukan fungsinya dengan baik.

Junaedi (1990) mengungkapkan bahwa bimbingan, supervisi petugas

kesehatan atau sektor lain yang terkait seperti petugas KB merupakan salah satu

sumber untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader. Di samping itu

sumber-sumber lainnya adalah pelatihan kader baru, pelatihan ulang kader dan

pengalaman kader selama menjalankan kegiatan Posyandu juga dapat meningkatkan

kemampuan kader. Salah satu keterampilan kader di Posyandu adalah menimbang

balita dengan menggunakan dacin.

Menurut Buku Panduan Kader Posyandu (2013), prosedur penimbangan balita

ada 6 (enam) tahap yaitu :

Tahap 1 : Gantungkan dacin pada tempat yang kokoh, seperti pelana rumah atau

kusen pintu atau dahan pohon atau penyangga kaki tiga yang kuat.

(9)

Tahap 3 : Letakan bandul pada angka nol, jika ujung kedua paku timbang tidak

dalam posisi lurus, maka timbangan perlu ditera atau diganti dengan yang

baru.

Tahap 4 : Pastikan bandul geser berada pada angka nol.

Tahap 5 : Pasang sarung timbang/celana timbang/kotak timbang yang kosong pada

dacin.

Tahap 6 : Seimbangkan dacin yang telah dibebani dengan sarung timbang dengan

memberi kantung plastik berisikan pasir atau batu diujung batang dacin,

sampai kedua jarum di atas tegak lurus.

2.2. Pelatihan Kader

Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan

keterampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu

melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar

(Tanjung, 2003).

Pelatihan menurut Strauss dan Syaless di dalam Notoatmodjo (1998), berarti

mengubah pola perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya akan menimbulkan

perubahan perilaku. Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses

belajar, berguna untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem

pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif singkat dan metodenya mengutamakan

(10)

Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek

daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan

pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau

beberapa jenis keterampilan tertentu. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu

proses interaksi antara peserta dengan lingkungannya yang mengarah pada

pencapaian tujuan pendidikan dan pelatihan yang telah ditentukan terlebih dahulu

(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan, 2002).

Handoko (2001), mengatakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil suatu

produk sistem pendidikan akan memberikan pengalaman yang nantinya akan dapat

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu.

2.2.1. Tujuan Pelatihan

Menyatakan bahwa tujuan pelatihan merupakan upaya peningkatan

sumberdaya manusia termasuk sumberdaya manusia tenaga kesehatan, kader

posyandu, agar pengetahuan dan keterampilannya meningkat. Kader posyandu perlu

mendapatkan pelatihan karena jumlahnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Pelatihan bagi kader dapat berupa ceramah, tanya jawab, curah pendapat, simulasi

dan praktek. Pelatihan bagi kader dapat berupa : a) ceramah; b) tanya jawab; c) curah

pendapat; d) simulasi dan e) praktek. (Depkes, 2000). Menurut Notoatmodjo (2005),

pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

(11)

Tujuan umum pelatihan kader posyandu adalah meningkatkan kemampuan

kader posyandu dalam mengelola dan menyampaikan pelayanan kepada masyarakat

(Tim Penggerak PKK Pusat, 1999). Sedangkan tujuan khususnya adalah :

a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader sebagai pengelola posyandu

berdasarkan kebutuhan sasaran di wilayah pelayanannya.

b. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam berkomunikasi dengan

masyarakat.

c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader untuk menggunakan metode

media diskusi yang lebih partisipatif.

2.2.2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Keberhasilan Pelatihan

Menurut Depkes (2004), suatu keberhasilan pelatihan dapat dilihat dari :

a. Masukan (input) mencakup tiga kelompok yaitu : 1) perangkat keras adalah

sarana dan prasarana, yang meliputi tempat belajar, alat bantu, laboratorium, dan

perpustakaan yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran; 2) perangkat lunak

adalah rancangan proses pembelajaran yang terdiri dari kurikulum, proses

pembelajaran, jadwal kegiatan, bahan belajar/modul; 3) sumber daya manusia

Diklat yang terdiri dari peserta pelatihan, pelatih, dan penyelenggaraan pelatihan.

b. Proses adalah proses pembelajaran yang berjalan selama pelatihan dilakukan,

yaitu dari awal sampai berakhirnya kegiatan pelatihan.

c. Luaran yaitu pencapaian tingkat kompetensi sesuai dengan tujuan pelatihan.

d. Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi akibat adanya intervensi melalui

(12)

e. Evaluasi adalah penilaian dari seluruh komponen dan sub komponen masukan,

proses, luaran dan dampak dari suatu kegiatan pelatihan.

f. Lingkungan yaitu hal-hal yang mempengaruhi pelatihan.

Depkes (1993) menentukan komponen yang dapat berpengaruh terhadap

keberhasilan pelatihan antara lain : kurikulum, pengajar/pelatih, penyelenggara,

sarana yang digunakan, metode serta karakteristik peserta pelatihan seperti umur,

pekerjaan, pendidikan, dan pengalaman.

Terdapat empat kelompok faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan

sebuah pelatihan (Notoatmodjo, 1993) yakni : (1) faktor materi/hal yang dipelajari,

(2) lingkungan fisik : suhu, kelembaban udara, kondisi tempat belajar dan lingkungan

sosial yakni manusia dengan segala interaksinya, (3) instrumental yang terdiri dari

perangkat keras seperti perlengkapan belajar, alat peraga dan perangkat lunak seperti

kurikulum, pengajar, serta metode belajar, dan (4) kondisi individual subjek belajar

yakni kondisi fisiologis seperti panca indra dan status gizi serta kondisi psikologis

misalnya intelegensi, pengamatan, daya tangkap dan ingatan.

2.2.3. Metode Pelatihan

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pelatihan

adalah pemilihan metode pelatihan yang tepat. Pemilihan metode belajar dapat

diidentifikasikan melalui besarnya kelompok peserta. Notoatmodjo (1993), membagi

metode pendidikan menjadi tiga, yakni metode pendidikan individu, kelompok, dan

(13)

pelatih/pengajar, besar kelompok sasaran, kapan/waktu pengajaran berlangsung dan

fasilitas yang tersedia (Notoatmodjo, 1993).

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991), jenis-jenis metode

yang digunakan dalam pelatihan antara lain : (1) ceramah-tanya-jawab, (2) diskusi

kelompok, (3) kelompok studi kecil, (4) bermain peran, (5) studi kasus, (6) curah

pendapat, (7) demonstrasi, (8) penugasan, (9) permainan, (10) simulasi, dan (11)

praktek lapangan. Metode yang digunakan dalam pelatihan petugas kesehatan

meliputi metode ceramah dan tanya-jawab (metode konvensional).

Depkes (1993) menunjukkan bahwa untuk mengubah komponen perilaku

perlu dipilih metode yang tepat. Metode untuk mengubah pengetahuan dapat

digunakan metode ceramah, tugas baca, panel dan konseling. Sedangkan untuk

mengubah sikap dapat digunakan metode curah pendapat, diskusi kelompok,

tanya-jawab serta pameran. Metode pelatihan demonstrasi dan bengkel kerja lebih tepat

untuk mengubah keterampilan.

2.3. Pelatihan dan Pengetahuan Kader

Kirkpatrick (1994), mendefinisikan pelatihan sebagai upaya meningkatkan

pengetahuan, mengubah perilaku dan mengembangkan keterampilan. Pengetahuan

merupakan tahap awal seseorang berbuat sesuatu dan pengetahuan tentang apa yang

akan dilakukan membuat seseorang mengetahui langkah selanjutnya yang harus

(14)

tugas yang diembannya sehingga dapat memberikan pelayanan maximal kepada

masyarakat dalam mengelola posyandu.

Tingkat pengetahuan kader terhadap kesehatan khususnya mengenai

pelaksanaan posyandu akan mempengaruhi pola perilaku kader untuk lebih aktif

berperan serta dan lebih tanggap untuk setiap permasalahan kesehatan yang terjadi

(Supari, 2006).

Tujuan umum pelatihan kader posyandu adalah meningkatkan kemampuan

kader posyandu dalam mengelola dan menyampaikan pelayanan kepada masyarakat

(Tim Penggerak PKK Pusat, 1999). Sedangkan tujuan khususnya adalah :

a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader sebagai pengelola posyandu

berdasarkan kebutuhan sasaran di wilayah pelayanannya.

b. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam berkomunikasi dengan

masyarakat.

c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader untuk menggunakan metode

media diskusi yang lebih partisipatif.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan :

a. Faktor Internal

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia

(15)

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang

dikutip Notoatmodjo (2003), Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk

juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

2. Pekerjaan

Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang

harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari

nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja

umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan

mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

3. Umur

Menurut Elisabet BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan

menurut Huclok (1998), semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi

(16)

b. Faktor Eksternal

1. Faktor Lingkungan

Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003), lingkungan

merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi. Berdasarkan penelitian Retno, dkk, (2013),

menunjukan pengaruh pelatihan PMBA terhadap pengetahuan bidan desa, dengan

nilai t hitung sebesar -9,973, dengan signifikasi 0,000 dan nilai t table dengan df 58

adalah ± 2,000. Karena harga t hitung < t table maka ada pengaruh pelatihan PMBA

terhadap pengetahuan bidan desa.

Peningkatan pengetahuan dipengaruhi oleh pelatihan, dengan adanya

pelatihan maka pengetahuan akan meningkat, hal ini sesuai dengan penelitian yang

pernah dilakukan diantaranya:

Hasil penelitian Sandi (2012), membuktikan bahwa terjadi peningkatan

pengetahuan sesudah diadakan pelatihan dapat diketahui dari persentase kader yang

sebelumnya berpengetahuan kurang (93,3%) turun menjadi (26,7%). Pengetahuan

kader meningkat menjadi kategori sedang (26,7%) dan baik (46,7%).

Berdasarkan penelitian Sarbini ( 2008), tentang pelatihan pembuatan MP ASI

lokal nilai rata-rata pengetahuan kader mengalami peningkatan yaitu 97,74% atau

(17)

2.4. Pelatihan dan Keterampilan Kader

Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan

keterampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu

melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar

(Tanjung, 2003).

Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan

yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi

sebagai hasil dari aktivitas tertentu (Whiterington,1991). Keterampilan dari kata dasar

terampil yang artinya cakap menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan sedangkan

keterampilan artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas (Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1999).

Menurut Graeff, dkk (1996), pelatihan keterampilan merupakan aktivitas

utama selama fase implementasi suatu program kesehatan. Selama implementasi

pelatihan bertujuan untuk membangun dan memelihara perilaku-perilaku yang sangat

penting dalam kelangsungan program, maka pelatihan tersebut akan mengarah

kepada perolehan keterampilan. Ada 3 jenis kemampuan dasar bersifat manusia

(human skill), kemampuan teknik (technicall skill), dan kemampuan membuat konsep

(conceptual skill).

Materi pelatihan kader dititik beratkan pada keterampilan cara menghitung

kelompok sasaran yang menjadi tanggung jawab Posyandu, cara menimbang dan

(18)

anak dan ibu, Pelatihan kader diberikan secara berkelanjutan, berupa pelatihan dasar

dan pelatihan berjenjang, sesuai pedoman dan modul yang telah disiapkan.

Dalam proses pendidikan atau pelatihan, Notoatmodjo (1993), menyebutkan

bahwa suatu sikap belum tentu terwujud dalam praktek atau tindakan. Masih

diperlukan kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan sikap menjadi

praktek. Kondisi tersebut antara lain tersedianya fasilitas untuk belajar yaitu:

1. Peserta diberi kesempatan untuk melihat dan mendengar orang lain melakukan

keterampilan tersebut dan diberi kesempatan melakukan sendiri.

2. Peserta diberi kesempatan untuk menguasai sub-sub komponen keterampilan

sebelum menguasai keterampilan secara keseluruhan.

3. Peserta harus melakukan sendiri keterampilan baru.

4. Pelatih mengevaluasi hasil keterampilan baru dan memberi umpan balik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan dan Keterampilan Menurut

Green (1991), ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi perilaku atau tindakan

seseorang yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang meliputi pengetahuan,

sikap, keyakinan dan persepsi individu.

b. Faktor-faktor penguat (enabling factors), meliputi sikap dan perilaku petugas

kesehatan dan orang lain disekitarnya.

c. Faktor-faktor pemungkin (reinforcing factors), seperti kebijakan teknis kesehatan

seperti adanya revitalisasi Posyandu, ketersediaan sumberdaya kesehatan yang

(19)

Peningkatan keterampilan kader sangat dipengaruhi oleh pelatihan, dengan

adanya pelatihan diharapkan pengetahuaan meningkat sehingga keterampilan juga

meningkat karena keterampilan sebagai psikomotor yang sangat penting bagi

perubahan perilaku seseorang hal ini senada dengan penelitian Sandi (2012),

menunjukan terjadi peningkatan keterampilan kader sesudah diadakan pelatihan

pembuatan PMT Modisco. Hal ini dilihat dari 15 kader sebelum diadakan pelatihan

tidak seorangpun (100,0%) kader memiliki keterampilan dalam pembuatan PMT

Modisco, kemudian meningkat menjadi Sembilan orang (60,0%) kader yang terampil

dan seminggu setelah diadakan pelatihan kader yang terampil meningkat lagi menjadi

12 (80,0%) kader. Dan hasil uji paired sample t-test untuk melihat pengaruh pelatihan

terhadap kader menunjukan hasil p yaitu 0,000 < 0,05, P ditolak yang artinya ada

pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco.

2.5.Landasan Teori

Menurut Notoatmodjo ( 2007), hal yang terpenting dalam perilaku kesehatan

adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Salah satu teori perubahan

perilaku adalah teori yang dikemukakan oleh Skinner (1938) dan Holland, et al

(1953) dalam Notoatmodjo (2007), yang menyatakan bahwa proses perubahan

perilaku pada hakikatnya sama dengan proses belajar, yang terdiri dari :

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organism dapat diterima atau ditolak.

Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut

efektif mempengaruhi perhatian individu, begitu pula sebaliknya.

2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organism (diterima) maka ia

(20)

3. Setelah itu organism mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan

untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (perubahan perilaku).

Proses perubahan perilaku ini dinamakan dengan teori S-O-R, yang dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Teori Stimulus Organisme Respon

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep

penelitian sebagi berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Pelatihan tentang Menilai Pertumbuhan Balita

Keterampilan Kader Pengetahuan Kader Stimulus

Organisme

- Perhatian

- Pengertian

- Penerimaan

Reaksi tertutup (perubahan sikap)

Gambar

Gambar 2.1.  Teori Stimulus Organisme Respon

Referensi

Dokumen terkait

Haythami, Hadith ini diriwayat oleh at-Tabarani, terdapat padanya Zayd Abu Hawa al-A'ma, beliau seorang yang lemah. Baki rijal hadith yang lain adalah

suatu unit konseptual. 13 Dimana struktur kognitif berhubungan dengan struktur ingatan yang secara tetap terbentuk dari apa yang sudah dibentuk sebelumnya.

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap hasil belajar siswa terlihat bahwa sudah mencapai indikator keberhasilan klasikal minimal (KKM) 75%, yaitu sebesar 100%

Berdasarkan uraian hasil penelitian tentang pengembangan kemampuan representasi matematis siswa melalui strategi REACT yang telah dipaparkan pada bab IV, dapat

dana dalam dokumen anggaran yang telah disahkan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia, sedia atau tidak cukup tersedia, sedia atau tidak cukup tersedia, sedia atau tidak

dengan T adalah fungsi jarak dari suatu titik terhadap titik awal (starting vertex) , dimana nilai T pada titik awal sama dengan 0 dan F adalah fungsi kecepatan

apabila BOPO meningkat berarti terjadi peningkatan biaya operasional lebih besar. daripada peningkatan pendapatan

Perjalanan ‘Abd al-Ra’ūf yang cukup panjang dalam menuntut ilmu di Timur Tengah tidak menjadikannya sebagai tokoh yang datang ke Nusantara dengan membawa tradisi