• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengan Pasien Luka Kaki Diabetik dalam Menjalani Perawatan Luka dengan Metode Moisture Balance di Asri Wound Care Center Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengan Pasien Luka Kaki Diabetik dalam Menjalani Perawatan Luka dengan Metode Moisture Balance di Asri Wound Care Center Medan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Luka Kaki Diabetik

Konsep luka kaki diabetik meliputi definisi luka kaki diabetik, etiologi

luka kaki diabetik, patofisiologi luka kaki diabetik, klasifikasi luka kaki diabetik,

dan pengkajian luka kaki diabetik,faktor intrinsik dan ekstrinsik penyembuhan

luka kaki diabetik.

1.1 Definisi Luka Kaki Diabetik

Luka kaki diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik

yang melibatkan gangguan pada saraf periferal dan autonomik (Maryunani, 2013)

Luka kaki diabetik adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke

dalam dermis yang terjadi pada telapak kaki (Ekaputra, 2013).

1.2 Etiologi Luka Kaki Diabetik

Mengetahui penyebab dari luka kaki diabetes adalah yang sangat

pentingkarena akan berpengaruh terhadap manajemen luka. Setiap tipe dari luka

kaki diabetes memiliki penanganan yang berbeda, berikut diantaranya adalah luka

neuropati yang disebabkan oleh neuropati perifer, luka iskemik yang disebabkan

oleh penyakit vaskular perifer, dan tipe campuran/luka neuro-iskemik yang

disebabkan karena campuran neuropati perifer dan penyakit vaskular perifer.

Neuropati perifer adalah penyebab yang paling umum dari luka kaki

diabetik, sedangkan penyakit vaskular perifer adalah faktor yang paling

(2)

1.2.1 Luka Neuropati

Pasien luka kaki diabetik sering mengalami luka neuropati dikarenakan

gula darah yang tidak terkontrol yang akan menyebabkan gejala klinis luka

neuropati Katsilambros et.al (2010 dalam Sari, 2015), yaitu: (a) terjadi pada

daerah yang memiliki tekanan plantar yang tinggi (kepala metatarsal, bagian

plantar dari jempol, tumit); (b) penderita tidak merasakan sakit; kecuali bisa ada

komplikasi infeksi; (c) ada formasi kapalan/kalus pada pinggir luka; (d) biasanya

dasarnya merah dengan penampangan jaringan granulasi yang merah; (e) ada

neuropati perifer; (f) temperatur kaki biasanya normal atau hangat; dan (g) nadi

perifer teraba, dan APBI normal atau diatas 1,3.

1.2.2 Luka Iskemik

Luka pada daerah yang memiliki aliran darah yang buruk jarang terjadi

karena penyakit vaskular itu sendiri. Luka biasanya diawali karena adanya trauma,

seperti kaki terkena benda keras, sepatu yang terlalu sempit, atau pecah-pecah

pada daerah tumit. Luka ini biasanya sulit sembuh dan seringkali sakit.

Karakteristik dari luka iskemik adalah: (a) terjadidi tepi-tepi atau bagian dorsal

dari kaki dan jari-jari kaki atau diantara jari-jari kaki; (b) biasanya terasa sakit; (c)

dasar luka biasanya kuning atau hita; (d) adanya riwayat intermitten claudication;

dan (e) pada pengkajian terdapat tanda-tanda penyakit vaskular perifer (kulitnya

dingin, pucat atau sianosis, tipis, rambut kulit banyak hilang, nadi perifer lemah

(3)

1.2.3 Luka Neuroiskemik

Luka neuroiskemik memiliki etiologi campuran, yaitu neuropati dan

iskemik. Gambaran visual dari luka ini juga merupakan campuran dari

tanda-tanda luka neuropati dan iskemik.

1.3 Patofisiologi Luka Kaki Diabetik

Terjadinya masalah luka kaki diabetik diawali adanya hiperglikemia pada

pasien yang menyebabkan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.

Neuropati, baik neuropati sensorik, motorik ,dan otonom akan mengakibatkan

berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya

perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan

mempermudah terjadinya luka. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan

infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang

kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan luka kaki diabetik.

1.4 Klasifikasi Luka Kaki Diabetik

Klasifikasi yang sering dipakai untuk mengklasifikasikan luka kaki

diabetik adalah klasifikasi Megit-Wagner, dan klasifikasi PEDIS.

1.4.1 Klasifikasi Megit-Wagner

Klasifikasi Meggit-Wagner adalah klasifikasi yang paling terkenal dan

sudah tervalidasi dengan baik, berikut adalah tabel penjabaran mengenai

klasifikasi Megit-Wagner:

Grade Deskripsi

0 Belum ada luka pada kaki yang berisiko tinggi, kulit dalam keadaan baiktetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charchot arthropathies)

(4)

2 Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih dalam, namun tidak sampai tulang

3 Luka yang dalam dengan selulitis atau formasi abses

4 Gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau bagian depan kaki/forefoot)

5 Gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada daerah lengkung kaki/midfoot dan belakang kaki/hindfoot)

1.4.2 Klasifikasi PEDIS

Klasifikasi PEDIS dikembangkan oleh Internatinal Working Group of

Diabetic Ulcer (IWGDU) pada tahun 2003 untuk kepentingan penelitian.

Klasifikasi ini menggunakan deskripsi yang lebih rinci, serta menggunakan

batasan-batasan yang jelas dengan kategori yang lebih sedikit dibandingkan

dengan klasifikasi-klasifikasi lain, sehingga banyak digunakan oleh klinisi yang

belum memiliki pengalaman klinis. PEDIS ada singkatan dari Perfusion (perfusi),

Extent (luas atau ukuran luka), Depth (kedalaman), Infection (infeksi), dan

Sensation (sensasi). Tabel penjabaran mengenai klasifikasi PEDIS.

Grade Keparahan Infeksi

Manifestasi Klinis

1 Tidak

terinfeksi

Luka tanpa nanah atau inflamasi

2 Ringan Adanya 2 atau lebih dari tanda-tanda berikut: bernanah, kemerahan, nyeri, nyeri ketika disentuh, atau indurasi (menjadi lebih keras), selulitis pada sekitar luka ≤ dari 2 cm, dan kerusakan terbatas pada epidermis, dermis, atau lapisan atas dari subkutan, tidak ada tanda komplikasi

(5)

4 Parah Infeksi pada pasien dengan toksisitas sistemik dan kondisi metabolik yang tidak stabil, suhu > 39̊C atau < 36̊, denyut nadi > 90 per menit, hipotensi, muntah, leukositosis, pernafasan > 20 per menit, PaCO2 < 32 mmHg, sel darah putih 12.000 mm3 atau < 4.000 mm3, atau 10% leukosit imatur.

1.5 Manajemen Pengkajian Luka Kaki Diabetik

Pengkajian luka yang baik merupakan bagian penting dalam perawatan

luka. Pengkajian yang dilakukan tidak hanya dilakukan pada luka saja, tetapi juga

faktor lain yang menghambat penyembuhan luka, ada pun pengkajian yang

dilakukan diantaranya:

1.5.1 Keluhan Utama

Keluhan utama pasien merupakan kemudahan petugas dalam

mengidentifikasi masalah yang terjadi pada pasien. Hindari keluhan utama yang

datangnya dari keluarga, namun berikan kesempatan pada pasien untuk

mengidentifikasi sendiri keluhannya.

Pada kasus luka kaki diabetik, hampir sebagian besar pasien datang

dengan keluhan ada luka yang tiba-tiba membengkak dan mereka tidak sadar

kapan kejadian terluka pada awalnya.

1.5.2 Riwayat Kesehatan

Perlu diperhatikan riwayat kesehatan klien yang lalu dan berkaitan dengan

penyakit sekarang. Selain riwayat kesehatan klien dan keluarga perlu dikaji juga

kebiasaan sehari-hari yang merupakan faktor pencetus terjadinya luka kaki

diabetik dan bagaimana penanganannya selama ini atau tindakan apa saja yang

(6)

1.5.3 Pengkajian Luka Kaki Diabetik

Pengkajian luka kaki diabetik meliputi lokasi dan letak luka, ukuran luka,

gambaran klinis, eksudat, kulit sekitar luka, tepi luka, nyeri, bau, status vaskular,

status neurologik, dan infeksi.

a. Lokasi dan letak luka

Letak luka pada pasien luka kaki diabetik juga bisa

menggambarkan penyebab luka tersebut. Adanya perlukaan di plantar

pedis kemungkinan besar pasien mengalami neuropatui, luka kehitaman di

ujung-ujung jari kaki bisa mengindikasikan kemungkinan iskemik.

b. Ukuran Luka

Menentukan ukuran luka dapat ditentukan dengan beberapa metode

yaitu pengukuran linier, menjiplak luka, dan pengukuran area melalui foto.

Ada 2 cara yang paling sering digunakan untuk pengukuran linier

(Sussman & Bates Jensen, 2012), yaitu : (a) pengukuran sisi terpanjang

dan terlebar; dan (b) Pengukuran dengan metode jam.

Pengukuran dengan cara menjiplak luka dengan menggunakan

plastik yang bergambar kotak-kotak dengan luas 0.5 cm. Jumlah kotak

didalam jiplakan kemudian dihitung untuk memperkirakan area.

Pengukuran dengan menggunakan foto sebaiknya diambil pada

saat penggantian balutan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah

(7)

pasien, tanggal pengambilan foto, dan mengambil foto dalam jarak yang

sama setiap saat.

c. Gambaran Klinis Luka

Saat ingin melihat gambaran klinis luka pasien luka kaki diabetik

digunakan sistem RYB, yaitu R (Red) untuk luka kemerahan atau

granulasi, Y (Yellow) untuk luka berslough, dan B (Black) untuk luka

nekrotik.

d. Eksudat

Cairan eksudat adalah cairan yang diproduksi oleh luka, normalnya

adalah warna kuning pucat. Adanya kontaminasi seperti bakteri dapat

mengakibatkan perubahan warna eksudat. Inilah hal yang berkaitan

dengan moisture balance dan menjadi penting untuk mengetahui jumlah

dan tipe eksudat pada pasien luka kaki diabetik.

e. Kulit sekitar Luka

Melindungi kulit sekitar luka sangatlah penting, terutama untuk

luka-luka yang bereksudat, dengan hal ini diharapkan kulit disekitar luka

tidak mengalami maserasi atau denudasi.

f. Tepi Luka

Tepi luka bisa menjadi informasi penting mengenaipenyebab dan

status proses penyembuhan. Misalnya; tepi luka yang irriguler dan tajam

mengkarakteristikan luka dengan gangguan arteri. Bila terlihat epitalisasi

(8)

g. Nyeri

Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji waktu

munculnya nyeri, durasi, faktor pemicu terjadinya nyeri. Pengkajian nyeri

yang dilakukan pada pasien neuropati kan sulit untuk didpatkan karena

pasien sudah kehilangan sensasi rasa.

h. Bau

Bau luka yang menyengat biasanya mengindikasikan jumlah

bakteri yang tinggi. Luka dengan jaringan nekrotik dan bauyang busuk

mengindikasikan infeksi oleh bakteri anaerob. Bila memungkinkan bakteri

sebaiknya diidentifikasikan dengan mikroskop dan kultur. Infeksi

kemudian dilakukan pengobatan dengan antibiotik sistemik, antibiotik

mikrobal, dan debridemen luka.

i. Status Vaskular

Menilai status vaskular berhubungan dengan pengangkutan atau

penyebaran oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang merupakan

unsur penting dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskular

meliputi: (a) palpasi/meraba denyut nadi di dorsal pedis atau tibialis untuk

melihat ada tidaknya denyut nad; (b) mengukur pengisian pembuluh darah

(Capilary Reffill Time); (c) pengukuran Ankle Brachial Index (APBI); (d)

edema; dan (e) temperatur kulit.

j. Status Neurologik

Pengkajian status neurologik terbagi dalam pengkajian status

(9)

umum, fungsi sensorik yang berhubungan dengan penilaian terhadap

adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas, dan funngsi

autonom yang berhubungan dengan tingkat kelembaban kulit.

k. Infeksi

Kejadian infeksi dapat diidentifikasian dengan adanya tanda infeksi

secara klinis, seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit

yang meningkat.

1.6 Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Penyembuhan Luka Kaki Diabetik

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis

karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling

berkesinambungan. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan

pengembalian komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk

struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya.

Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada pross regenerasi yang

bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan

ekstrinsik. Dengan mengenal kedua faktor penghambat tersebut diharapkan agar

dapat mengevaluasi proses penyembuhan luka.

Faktor intrinsik adalah faktor dari pasien yang dapat berpengaruh dalam

proses penyembuhan luka, yang cukup berpengaruh pada luka kaki diabetik

meliputi; usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, dan

(10)

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar pasien yang

berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi: pengobatan, radiasi, stres

psikologi, infeksi, iskemia, dan trauma jaringan.

2. Konsep Perawatan Luka Moisture Balance

Konsep perawatan luka moisture balance meliputi evolusi manajemen

luka, konsep moisturebalance dalam perawatan, dan memilih balutan luka berdasarkan konsep moisture balance.

2.1 Evolusi Manajemen Luka

Perawatan luka dari zaman ke zaman telah mengalami perubahan dalam

penatalaksanaannya, dalam hal ini bisa dikatakan adanya evolusi dalam

manajemen luka. Dalam evolusi manajemen luka, bisa disebutkan mulai dari

perawatan luka secara tradisional, konvensional, maupun modern. Perkembangan

manajemen luka dapat diperlihatkan sebagai berikut:

Tahun Sebelum tahun 1980 Contoh Pemakaian kassa,

(11)

Ada pun perbandingan konsep penyembuhan luka dengan konsep lama

dan baru adalah:

a. Perbedaan konsep lama dan konsep baru. Konsep lama, luka dijaga

tetap kering karena luka yang basah dikhawatirkan akan rawan infeksi,

sedangkan konsep baru, luka dijaga tetap lembab dan dilindungi dari

kontaminasi agar proses penyembuhan berjalan lancar.

b. Diperbandingkan antara konsep lama dan kaonsep baru. Konsep lama,

luka dijaga tetap kering dan dibalut dengan kassa, sedangkan konsep

baru, luka dijaga tetap lembab dan dibalut dengan transparan film

polyurethnae.

c. Sifat balutan lama (kassa) dan balutan baru (transparant film

polyurethane). Sifat kassa, yaitu: menyerap eksudat, eksudat bisa

menembus ke permukaan sehingga memberi jalan pada bakteri,

eksudat bisa menguap sehingga temperatur luka dingin, melekat pada

luka, bisa meninggalkan serabut, tidak kedap air, tidak kedap bakteri,

dan luka menjadi kering membentuk keropeng. Sifat transparant film

polyurethane, yaitu: tembus pandang, elastis, mengikuti lekuk tubuh,

menjaga kelembaban luka, kedap air, kedap bakteri, tembus uap air

dan udara, dan menjaga temperatur luka.

2.2 Moisture balance dalam Perawatan

Konsep lembab (moisture balance) dalam perawatan luka saat ini menjadi

paradigma baru dalam konteks perawatan luka. Konsep ini baru dimulai pada

(12)

occlusive dressing meningkatkan proses penyembuhan dua kali lipat

dibandingkan dengan membiarkan luka tetap terbuka. Selain Winter ada beberapa

ahli juga yang menyatakan bahwa lingkungan lembab juga lebih baik dari

lingkungan kering, Rovee et al pada tahun 1972 menyatakan bahwa lingkungan

lembab dilalui tanpa proses perpanjangan inflamasi, Moden et al pada tahun 1989

dan Kats et al pada tahun 1991 menyatakan bahwa lingkungan lembab

mempercepat kreatinosit proliferasi. Leipziger et al pada tahun 1985 menyatakan

lingkungan lembab dapat meningkatkan collagen gats, dan Holloway menyatakan

bahwa lingkungan lembab dapat mengurangi nyeri

Menurut Haimowitz, Julia.E., 1997, ada beberapa keuntungan prinsip

moisture balance dalam perawatan luka, yaitu: (a) mencegah luka menjadi kering

dan keras; (b) meningkatkan laju epitalisasi; (c) menjaga pembentukan jaringan

eskar; (d) meningkatkan pembentukan jaringan dermis; (e) mengontrol inflamasi

dan memberikan tampilan yang lebih kosmetis; (f) mempercepat proses autolisi

dan debridement; (g) dapat menurunkan kejadian infeksi; (h) Cost effective; (i)

mempertahankan gradient voltase normal; (j) mempertahankan aktifitas neutrofil;

(k) menurunkan nyeri; (l) memberikan keuntungan psikologis; dan (m) mudah

digunakan.

2.3 Memilih Balutan Luka berdasarkan Konsep Moisture Balance

Ada pun hal yang dibahas pada meliputi hal yang diperhatikan dalam

(13)

2.3.1 Hal yang diperhatikan dalam Memilih Balutan

Memilih balutan luka pada perawatan luka dengan metode

moisturebalancemerupakan sesuatu yang penting, adahal yang harus diperhatikan,

yaitu: (a) tujuan dari balutan luka; (b) karakteristik yang spesifik dari balutan lika,

terutama didalamnya adalah kemampuan balutan untuk menyerap eksudat; (c)

aplikasi yang benar dari balutan luka; (d) apakah balutan sekunder dibutuhkan;

dan (e) kapan balutan akan diganti, ini bervariasi tergantung dari jumlah eksudat,

namun biasanya ada ketentuan waktu untuk tiap balutan luka.

2.3.2 Tujuan Pemilihan Balutan Luka

Dalam pemilihan balutan luka yang dipaparkan oleh Kerlyn, yaitu tujuan

jangka pendek yang dicapai setiap kali mengganti balutan dan dapat menjadi

bahan evaluasi keberhasilan dalam menggunakan satu atau beberapa jenis balutan,

yaitu: (a) menciptakan lingkungan yang kondusif dalam penyembuhan luka; (b)

meningkatkan kenyamanan pasien; (c) melindungi luka dan sekitar luka; (d)

mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung saraf; (e)

mempertahankan suhu luka; (f) mengontrol dan mencegah perdarahan; (g)

menampung eksudat; (h) imobilisasi bagian tubuh yang luka, (i) aplikasi

penekanan pada area perdarahan atau vena yang statis; (j) mencegah dan

menangani infeksi pada luka; dan (k) mengurangi stres yang ditimbulkan oleh

(14)

2.3.3 Jenis dan Kegunaan Balutan pada Metode Moisture Balance

Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menciptakan kondisi lembab

pada luka. Berikut beberapa jenis balutan yang dapat menjadi pilihan beserta

kegunaannya:

a. Transparant Film.

Balutan ini juga dengan istilah semipermiable film dressing,

balutan ini memenuhi seluruh kriteria balutan luka advance. Balutan

transparant film adalah balutan yang terdiri atas lapisan elastik

semipermiabel dari poliuteran dilapisi dengan lapisan akrilik hipoalergik

yang lengket pada satu sisi. Balutan luka menempel pada daerah sekelilin

luka, namun tidak pada dasar luka. Balutan ini biasanya dipakai untuk luka

superfisial yang memiliki eksudat sedikit, untuk proteksi luka operasi, dan

memfiksasi balutan yang lain, namun balutan ini tidak boleh digunakan

untuk luka yang memiliki eksudat sedang atau banyak karena dapat

mengakibatkan terjadinya maserasi.

b. Hidrogel

Balutan hidrogel juga memiliki seluruh kriteria balutan luka

advance. Balutan ini merupakan polimer dengan kandungan air 90-95%

dan memiliki sifat semi transparan dan nonadherent. Balutan ini digunakan

untuk luka nekrotik atau lembab untuk rehidrasi dan mengangkat jaringan

mati, karena sifatnya yang tidak lengket maka tidak menimbulkan nyeri

(15)

c. Hidrokoloid

Beberapa wound expert menyatakan bahwa hidrokoloid merupakan

balutan hampir memenuhi semua kriteria balutan ideal. Balutan

hidrokoloid ini memiliki sifat impermiable terhadap cairan dan oksigen,

kemampuannya dalam menyerap kelembaban yang berlebih membuatnya

menjadi dressing favorit.

d. Alginate

Balutan ini terbuat dari polisakarida rumput laut, dapat

menghentikan perdarahan minor pada luka, tidak lengket, menyerap

eksudat, dan berubah menjadi gel bila kontak dengan cairan tubuh.

e. Hidrofiber

Balutan ini terbuat dari carboxymethylcellulose (CMC) yang

mampu menyerap banyak eksudat dan berubah menjadi gel sehingga tidak

menimbulkan trauma jaringan saat pergantian balutan. Dalam hal ini

hidrofiber juga mendukung proses autoliti debridement, dan meningkatkan

kenyamanan pasien.

f. Foam

Balutan foam terdiri dari poliuteran atau silikon. Tergantung dari

jenis komposisinya, balutan ini menyerap eksudat dalam jumlah sedang

sampai banyak. Balutan foam dapat menjadi insulasi panas yang baik dan

dapat juga digunakan untuk bantalan luka. Balutan ini tidak cocok untuk

(16)

balutan sehingga meminimalkan kerusakan terhadap jaringan, dan

mengurangi nyeri pada saat pergantian balutan.

g. Silver Dressing

Silver dressing merupakan balutan luka antimikroba yang

digunakan untuk luka kronis yang lama sembuh karena memiliki

kemampuan dalam mengendalikan kolonisasi bakteri pada permukaan luka

sehingga mempercepat re-epitalisasi hingga 40% dibandingkan dengan

penggunaan cairan antibiotik.

h. Kolagen

Balutan kolagen merupakan balutan yang berasal dari pad, gel atau

partikel. Balutan ini merangsang deposit baru kolagen pada dasar luka,

selain itu balutan ini juga mengabsorpsi eksudat dan menciptakan suasana

lembab.

3. Studi Fenomenologi

Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata. Dalam pandangan

fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap

orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Hal yang akan dikaji adalah

deskripsi mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi

mereka. Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan, perkawinan,

pekerjaan, dan sebagainya. Penelitian fenomenologis mencoba menjelaskan

makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang

terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,

(17)

dikaji. Menurut Creswell (1998, dalam Saryono & Anggraeni, 2011) , Pendekatan

fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai

ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut apoche (jangka waktu).

Konsep apoche adalah membedakan wilayah data dengan interpretasi peneliti.

Konsep apoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan

dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan

responden.

Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan

fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup.

Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali

fenomena yang ada secara sistematis. Metode ini memahami individu dengan

segala kompleksitasnya sebagai makhluk subyektif, melihat manusia sebagai

sistem yang berpola dan berkembang. Pada pendekatan fenomenologi yang diteliti

adalah pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan

penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan.

(Saryono & Anggraeni, 2011).

Dalam studi fenomenologis, jumlah partisipan yang terlibat tidak banyak.

Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan

dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling,

dimana partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh

peneliti (Polit & Beck, 2012).

Hasil penelitian dalam studi fenomenologis diperoleh melalui proses

(18)

fenomenologistmenyatakan bahwa ada tujuh langkah dalam menganalisa data.

Proses analisa tersebut meliputi (a) membaca semua transkrip wawancara untuk

mendapatkan pesan mereka; (b)meninjau setiap transkrip dan menarik pertanyaan

yang signifikan; (c) menguraikan arti dari setiap pertanyaan yang signifikan; (d)

mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema; (e)

mengintegrasikan hasil ke dalam bentuk deskripsi; (f) memformulasikan deskripsi

lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas

mungkin; (g) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai

tahap validasi akhir.

Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data

divalidasi dengan beberapa kriteria. Menurut Lincoln & Guba (1985 dalam Polit

& Beck, 2012) terdapat lima kriteria untuk memperoleh hasil penelitian yang

dapat dipercaya (trustworthiness), yaitu:

1. Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari

data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat

dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.

2. Transferability adalah kriteria yang digunakan untuk memenuhi bahwa

hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek

lain yang memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas

eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan

dalam situasi lain.

3. Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam

(19)

membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan

untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik

terbaik adalah dependability audit yaitu meminta dependen atau independen

auditor untuk memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah

konvensional disebut reliabilitas atau syarat bagi validitas.

4. Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan

kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan

dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan

hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam

penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability

jugamerupakan kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.

5. Authenticity memfokuskan pada sejauh mana peneliti dapat

menunjukkan berbagai realitas. Authenticity muncul dalam penelitian ketika

responden menyampaikan pengalaman mereka dengan penuh perasaan. Penelitian

ini memiliki keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan pengalaman

kehidupan yang digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk

Referensi

Dokumen terkait

Data dalam penelitian ini, yaitu; (1) RPP yang dibuat guru dan peneliti secara kolaborasi yang mencakup perencanaan, pelaksanaan serta hasil pengamatan dan

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

Pada sub indikator ini rata-rata respon siswa sebesar 81,1 % dengan kriteria sangat kuat sehingga dapat disimpulkan bahwa kalimat dalam modul tidak berbelit-belit dan

Tahapan penelitian pada Gambar 2, dapat dijelaskan sebagai berikut. 3) Tahap keempat: Pembuatan Aplikasi/Program pengujian, sekaligus pengujian algoritma dan analisis hasil

Finite state automata dapat digunakan untuk membuat model Non-Deterministic Finite Automata (NDFA), sehingga dapat mendeteksi keadaan yang tidak normal atau malfungsi

Secara khusus dapat disimpulkan bahwa (1) pengenalan awal terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, (2) pengenalan,

UKSW Salatiga memiliki sarana parkiran untuk kendaraan mobil dan motor, dimana dilakukan secara manual oleh KAMTIBPUS selaku pihak keamanan kampus. Sistem parkiran kendaraan

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental lapangan dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah two group pre test – post test design yang bertujuan untuk