BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Luka Kaki Diabetik
Konsep luka kaki diabetik meliputi definisi luka kaki diabetik, etiologi
luka kaki diabetik, patofisiologi luka kaki diabetik, klasifikasi luka kaki diabetik,
dan pengkajian luka kaki diabetik,faktor intrinsik dan ekstrinsik penyembuhan
luka kaki diabetik.
1.1 Definisi Luka Kaki Diabetik
Luka kaki diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik
yang melibatkan gangguan pada saraf periferal dan autonomik (Maryunani, 2013)
Luka kaki diabetik adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke
dalam dermis yang terjadi pada telapak kaki (Ekaputra, 2013).
1.2 Etiologi Luka Kaki Diabetik
Mengetahui penyebab dari luka kaki diabetes adalah yang sangat
pentingkarena akan berpengaruh terhadap manajemen luka. Setiap tipe dari luka
kaki diabetes memiliki penanganan yang berbeda, berikut diantaranya adalah luka
neuropati yang disebabkan oleh neuropati perifer, luka iskemik yang disebabkan
oleh penyakit vaskular perifer, dan tipe campuran/luka neuro-iskemik yang
disebabkan karena campuran neuropati perifer dan penyakit vaskular perifer.
Neuropati perifer adalah penyebab yang paling umum dari luka kaki
diabetik, sedangkan penyakit vaskular perifer adalah faktor yang paling
1.2.1 Luka Neuropati
Pasien luka kaki diabetik sering mengalami luka neuropati dikarenakan
gula darah yang tidak terkontrol yang akan menyebabkan gejala klinis luka
neuropati Katsilambros et.al (2010 dalam Sari, 2015), yaitu: (a) terjadi pada
daerah yang memiliki tekanan plantar yang tinggi (kepala metatarsal, bagian
plantar dari jempol, tumit); (b) penderita tidak merasakan sakit; kecuali bisa ada
komplikasi infeksi; (c) ada formasi kapalan/kalus pada pinggir luka; (d) biasanya
dasarnya merah dengan penampangan jaringan granulasi yang merah; (e) ada
neuropati perifer; (f) temperatur kaki biasanya normal atau hangat; dan (g) nadi
perifer teraba, dan APBI normal atau diatas 1,3.
1.2.2 Luka Iskemik
Luka pada daerah yang memiliki aliran darah yang buruk jarang terjadi
karena penyakit vaskular itu sendiri. Luka biasanya diawali karena adanya trauma,
seperti kaki terkena benda keras, sepatu yang terlalu sempit, atau pecah-pecah
pada daerah tumit. Luka ini biasanya sulit sembuh dan seringkali sakit.
Karakteristik dari luka iskemik adalah: (a) terjadidi tepi-tepi atau bagian dorsal
dari kaki dan jari-jari kaki atau diantara jari-jari kaki; (b) biasanya terasa sakit; (c)
dasar luka biasanya kuning atau hita; (d) adanya riwayat intermitten claudication;
dan (e) pada pengkajian terdapat tanda-tanda penyakit vaskular perifer (kulitnya
dingin, pucat atau sianosis, tipis, rambut kulit banyak hilang, nadi perifer lemah
1.2.3 Luka Neuroiskemik
Luka neuroiskemik memiliki etiologi campuran, yaitu neuropati dan
iskemik. Gambaran visual dari luka ini juga merupakan campuran dari
tanda-tanda luka neuropati dan iskemik.
1.3 Patofisiologi Luka Kaki Diabetik
Terjadinya masalah luka kaki diabetik diawali adanya hiperglikemia pada
pasien yang menyebabkan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik, motorik ,dan otonom akan mengakibatkan
berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya luka. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan
infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang
kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan luka kaki diabetik.
1.4 Klasifikasi Luka Kaki Diabetik
Klasifikasi yang sering dipakai untuk mengklasifikasikan luka kaki
diabetik adalah klasifikasi Megit-Wagner, dan klasifikasi PEDIS.
1.4.1 Klasifikasi Megit-Wagner
Klasifikasi Meggit-Wagner adalah klasifikasi yang paling terkenal dan
sudah tervalidasi dengan baik, berikut adalah tabel penjabaran mengenai
klasifikasi Megit-Wagner:
Grade Deskripsi
0 Belum ada luka pada kaki yang berisiko tinggi, kulit dalam keadaan baiktetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charchot arthropathies)
2 Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih dalam, namun tidak sampai tulang
3 Luka yang dalam dengan selulitis atau formasi abses
4 Gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau bagian depan kaki/forefoot)
5 Gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada daerah lengkung kaki/midfoot dan belakang kaki/hindfoot)
1.4.2 Klasifikasi PEDIS
Klasifikasi PEDIS dikembangkan oleh Internatinal Working Group of
Diabetic Ulcer (IWGDU) pada tahun 2003 untuk kepentingan penelitian.
Klasifikasi ini menggunakan deskripsi yang lebih rinci, serta menggunakan
batasan-batasan yang jelas dengan kategori yang lebih sedikit dibandingkan
dengan klasifikasi-klasifikasi lain, sehingga banyak digunakan oleh klinisi yang
belum memiliki pengalaman klinis. PEDIS ada singkatan dari Perfusion (perfusi),
Extent (luas atau ukuran luka), Depth (kedalaman), Infection (infeksi), dan
Sensation (sensasi). Tabel penjabaran mengenai klasifikasi PEDIS.
Grade Keparahan Infeksi
Manifestasi Klinis
1 Tidak
terinfeksi
Luka tanpa nanah atau inflamasi
2 Ringan Adanya 2 atau lebih dari tanda-tanda berikut: bernanah, kemerahan, nyeri, nyeri ketika disentuh, atau indurasi (menjadi lebih keras), selulitis pada sekitar luka ≤ dari 2 cm, dan kerusakan terbatas pada epidermis, dermis, atau lapisan atas dari subkutan, tidak ada tanda komplikasi
4 Parah Infeksi pada pasien dengan toksisitas sistemik dan kondisi metabolik yang tidak stabil, suhu > 39̊C atau < 36̊, denyut nadi > 90 per menit, hipotensi, muntah, leukositosis, pernafasan > 20 per menit, PaCO2 < 32 mmHg, sel darah putih 12.000 mm3 atau < 4.000 mm3, atau 10% leukosit imatur.
1.5 Manajemen Pengkajian Luka Kaki Diabetik
Pengkajian luka yang baik merupakan bagian penting dalam perawatan
luka. Pengkajian yang dilakukan tidak hanya dilakukan pada luka saja, tetapi juga
faktor lain yang menghambat penyembuhan luka, ada pun pengkajian yang
dilakukan diantaranya:
1.5.1 Keluhan Utama
Keluhan utama pasien merupakan kemudahan petugas dalam
mengidentifikasi masalah yang terjadi pada pasien. Hindari keluhan utama yang
datangnya dari keluarga, namun berikan kesempatan pada pasien untuk
mengidentifikasi sendiri keluhannya.
Pada kasus luka kaki diabetik, hampir sebagian besar pasien datang
dengan keluhan ada luka yang tiba-tiba membengkak dan mereka tidak sadar
kapan kejadian terluka pada awalnya.
1.5.2 Riwayat Kesehatan
Perlu diperhatikan riwayat kesehatan klien yang lalu dan berkaitan dengan
penyakit sekarang. Selain riwayat kesehatan klien dan keluarga perlu dikaji juga
kebiasaan sehari-hari yang merupakan faktor pencetus terjadinya luka kaki
diabetik dan bagaimana penanganannya selama ini atau tindakan apa saja yang
1.5.3 Pengkajian Luka Kaki Diabetik
Pengkajian luka kaki diabetik meliputi lokasi dan letak luka, ukuran luka,
gambaran klinis, eksudat, kulit sekitar luka, tepi luka, nyeri, bau, status vaskular,
status neurologik, dan infeksi.
a. Lokasi dan letak luka
Letak luka pada pasien luka kaki diabetik juga bisa
menggambarkan penyebab luka tersebut. Adanya perlukaan di plantar
pedis kemungkinan besar pasien mengalami neuropatui, luka kehitaman di
ujung-ujung jari kaki bisa mengindikasikan kemungkinan iskemik.
b. Ukuran Luka
Menentukan ukuran luka dapat ditentukan dengan beberapa metode
yaitu pengukuran linier, menjiplak luka, dan pengukuran area melalui foto.
Ada 2 cara yang paling sering digunakan untuk pengukuran linier
(Sussman & Bates Jensen, 2012), yaitu : (a) pengukuran sisi terpanjang
dan terlebar; dan (b) Pengukuran dengan metode jam.
Pengukuran dengan cara menjiplak luka dengan menggunakan
plastik yang bergambar kotak-kotak dengan luas 0.5 cm. Jumlah kotak
didalam jiplakan kemudian dihitung untuk memperkirakan area.
Pengukuran dengan menggunakan foto sebaiknya diambil pada
saat penggantian balutan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah
pasien, tanggal pengambilan foto, dan mengambil foto dalam jarak yang
sama setiap saat.
c. Gambaran Klinis Luka
Saat ingin melihat gambaran klinis luka pasien luka kaki diabetik
digunakan sistem RYB, yaitu R (Red) untuk luka kemerahan atau
granulasi, Y (Yellow) untuk luka berslough, dan B (Black) untuk luka
nekrotik.
d. Eksudat
Cairan eksudat adalah cairan yang diproduksi oleh luka, normalnya
adalah warna kuning pucat. Adanya kontaminasi seperti bakteri dapat
mengakibatkan perubahan warna eksudat. Inilah hal yang berkaitan
dengan moisture balance dan menjadi penting untuk mengetahui jumlah
dan tipe eksudat pada pasien luka kaki diabetik.
e. Kulit sekitar Luka
Melindungi kulit sekitar luka sangatlah penting, terutama untuk
luka-luka yang bereksudat, dengan hal ini diharapkan kulit disekitar luka
tidak mengalami maserasi atau denudasi.
f. Tepi Luka
Tepi luka bisa menjadi informasi penting mengenaipenyebab dan
status proses penyembuhan. Misalnya; tepi luka yang irriguler dan tajam
mengkarakteristikan luka dengan gangguan arteri. Bila terlihat epitalisasi
g. Nyeri
Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji waktu
munculnya nyeri, durasi, faktor pemicu terjadinya nyeri. Pengkajian nyeri
yang dilakukan pada pasien neuropati kan sulit untuk didpatkan karena
pasien sudah kehilangan sensasi rasa.
h. Bau
Bau luka yang menyengat biasanya mengindikasikan jumlah
bakteri yang tinggi. Luka dengan jaringan nekrotik dan bauyang busuk
mengindikasikan infeksi oleh bakteri anaerob. Bila memungkinkan bakteri
sebaiknya diidentifikasikan dengan mikroskop dan kultur. Infeksi
kemudian dilakukan pengobatan dengan antibiotik sistemik, antibiotik
mikrobal, dan debridemen luka.
i. Status Vaskular
Menilai status vaskular berhubungan dengan pengangkutan atau
penyebaran oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang merupakan
unsur penting dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskular
meliputi: (a) palpasi/meraba denyut nadi di dorsal pedis atau tibialis untuk
melihat ada tidaknya denyut nad; (b) mengukur pengisian pembuluh darah
(Capilary Reffill Time); (c) pengukuran Ankle Brachial Index (APBI); (d)
edema; dan (e) temperatur kulit.
j. Status Neurologik
Pengkajian status neurologik terbagi dalam pengkajian status
umum, fungsi sensorik yang berhubungan dengan penilaian terhadap
adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas, dan funngsi
autonom yang berhubungan dengan tingkat kelembaban kulit.
k. Infeksi
Kejadian infeksi dapat diidentifikasian dengan adanya tanda infeksi
secara klinis, seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit
yang meningkat.
1.6 Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Penyembuhan Luka Kaki Diabetik
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan
pengembalian komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk
struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya.
Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada pross regenerasi yang
bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Dengan mengenal kedua faktor penghambat tersebut diharapkan agar
dapat mengevaluasi proses penyembuhan luka.
Faktor intrinsik adalah faktor dari pasien yang dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan luka, yang cukup berpengaruh pada luka kaki diabetik
meliputi; usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, dan
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar pasien yang
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi: pengobatan, radiasi, stres
psikologi, infeksi, iskemia, dan trauma jaringan.
2. Konsep Perawatan Luka Moisture Balance
Konsep perawatan luka moisture balance meliputi evolusi manajemen
luka, konsep moisturebalance dalam perawatan, dan memilih balutan luka berdasarkan konsep moisture balance.
2.1 Evolusi Manajemen Luka
Perawatan luka dari zaman ke zaman telah mengalami perubahan dalam
penatalaksanaannya, dalam hal ini bisa dikatakan adanya evolusi dalam
manajemen luka. Dalam evolusi manajemen luka, bisa disebutkan mulai dari
perawatan luka secara tradisional, konvensional, maupun modern. Perkembangan
manajemen luka dapat diperlihatkan sebagai berikut:
Tahun Sebelum tahun 1980 Contoh Pemakaian kassa,
Ada pun perbandingan konsep penyembuhan luka dengan konsep lama
dan baru adalah:
a. Perbedaan konsep lama dan konsep baru. Konsep lama, luka dijaga
tetap kering karena luka yang basah dikhawatirkan akan rawan infeksi,
sedangkan konsep baru, luka dijaga tetap lembab dan dilindungi dari
kontaminasi agar proses penyembuhan berjalan lancar.
b. Diperbandingkan antara konsep lama dan kaonsep baru. Konsep lama,
luka dijaga tetap kering dan dibalut dengan kassa, sedangkan konsep
baru, luka dijaga tetap lembab dan dibalut dengan transparan film
polyurethnae.
c. Sifat balutan lama (kassa) dan balutan baru (transparant film
polyurethane). Sifat kassa, yaitu: menyerap eksudat, eksudat bisa
menembus ke permukaan sehingga memberi jalan pada bakteri,
eksudat bisa menguap sehingga temperatur luka dingin, melekat pada
luka, bisa meninggalkan serabut, tidak kedap air, tidak kedap bakteri,
dan luka menjadi kering membentuk keropeng. Sifat transparant film
polyurethane, yaitu: tembus pandang, elastis, mengikuti lekuk tubuh,
menjaga kelembaban luka, kedap air, kedap bakteri, tembus uap air
dan udara, dan menjaga temperatur luka.
2.2 Moisture balance dalam Perawatan
Konsep lembab (moisture balance) dalam perawatan luka saat ini menjadi
paradigma baru dalam konteks perawatan luka. Konsep ini baru dimulai pada
occlusive dressing meningkatkan proses penyembuhan dua kali lipat
dibandingkan dengan membiarkan luka tetap terbuka. Selain Winter ada beberapa
ahli juga yang menyatakan bahwa lingkungan lembab juga lebih baik dari
lingkungan kering, Rovee et al pada tahun 1972 menyatakan bahwa lingkungan
lembab dilalui tanpa proses perpanjangan inflamasi, Moden et al pada tahun 1989
dan Kats et al pada tahun 1991 menyatakan bahwa lingkungan lembab
mempercepat kreatinosit proliferasi. Leipziger et al pada tahun 1985 menyatakan
lingkungan lembab dapat meningkatkan collagen gats, dan Holloway menyatakan
bahwa lingkungan lembab dapat mengurangi nyeri
Menurut Haimowitz, Julia.E., 1997, ada beberapa keuntungan prinsip
moisture balance dalam perawatan luka, yaitu: (a) mencegah luka menjadi kering
dan keras; (b) meningkatkan laju epitalisasi; (c) menjaga pembentukan jaringan
eskar; (d) meningkatkan pembentukan jaringan dermis; (e) mengontrol inflamasi
dan memberikan tampilan yang lebih kosmetis; (f) mempercepat proses autolisi
dan debridement; (g) dapat menurunkan kejadian infeksi; (h) Cost effective; (i)
mempertahankan gradient voltase normal; (j) mempertahankan aktifitas neutrofil;
(k) menurunkan nyeri; (l) memberikan keuntungan psikologis; dan (m) mudah
digunakan.
2.3 Memilih Balutan Luka berdasarkan Konsep Moisture Balance
Ada pun hal yang dibahas pada meliputi hal yang diperhatikan dalam
2.3.1 Hal yang diperhatikan dalam Memilih Balutan
Memilih balutan luka pada perawatan luka dengan metode
moisturebalancemerupakan sesuatu yang penting, adahal yang harus diperhatikan,
yaitu: (a) tujuan dari balutan luka; (b) karakteristik yang spesifik dari balutan lika,
terutama didalamnya adalah kemampuan balutan untuk menyerap eksudat; (c)
aplikasi yang benar dari balutan luka; (d) apakah balutan sekunder dibutuhkan;
dan (e) kapan balutan akan diganti, ini bervariasi tergantung dari jumlah eksudat,
namun biasanya ada ketentuan waktu untuk tiap balutan luka.
2.3.2 Tujuan Pemilihan Balutan Luka
Dalam pemilihan balutan luka yang dipaparkan oleh Kerlyn, yaitu tujuan
jangka pendek yang dicapai setiap kali mengganti balutan dan dapat menjadi
bahan evaluasi keberhasilan dalam menggunakan satu atau beberapa jenis balutan,
yaitu: (a) menciptakan lingkungan yang kondusif dalam penyembuhan luka; (b)
meningkatkan kenyamanan pasien; (c) melindungi luka dan sekitar luka; (d)
mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung saraf; (e)
mempertahankan suhu luka; (f) mengontrol dan mencegah perdarahan; (g)
menampung eksudat; (h) imobilisasi bagian tubuh yang luka, (i) aplikasi
penekanan pada area perdarahan atau vena yang statis; (j) mencegah dan
menangani infeksi pada luka; dan (k) mengurangi stres yang ditimbulkan oleh
2.3.3 Jenis dan Kegunaan Balutan pada Metode Moisture Balance
Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menciptakan kondisi lembab
pada luka. Berikut beberapa jenis balutan yang dapat menjadi pilihan beserta
kegunaannya:
a. Transparant Film.
Balutan ini juga dengan istilah semipermiable film dressing,
balutan ini memenuhi seluruh kriteria balutan luka advance. Balutan
transparant film adalah balutan yang terdiri atas lapisan elastik
semipermiabel dari poliuteran dilapisi dengan lapisan akrilik hipoalergik
yang lengket pada satu sisi. Balutan luka menempel pada daerah sekelilin
luka, namun tidak pada dasar luka. Balutan ini biasanya dipakai untuk luka
superfisial yang memiliki eksudat sedikit, untuk proteksi luka operasi, dan
memfiksasi balutan yang lain, namun balutan ini tidak boleh digunakan
untuk luka yang memiliki eksudat sedang atau banyak karena dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi.
b. Hidrogel
Balutan hidrogel juga memiliki seluruh kriteria balutan luka
advance. Balutan ini merupakan polimer dengan kandungan air 90-95%
dan memiliki sifat semi transparan dan nonadherent. Balutan ini digunakan
untuk luka nekrotik atau lembab untuk rehidrasi dan mengangkat jaringan
mati, karena sifatnya yang tidak lengket maka tidak menimbulkan nyeri
c. Hidrokoloid
Beberapa wound expert menyatakan bahwa hidrokoloid merupakan
balutan hampir memenuhi semua kriteria balutan ideal. Balutan
hidrokoloid ini memiliki sifat impermiable terhadap cairan dan oksigen,
kemampuannya dalam menyerap kelembaban yang berlebih membuatnya
menjadi dressing favorit.
d. Alginate
Balutan ini terbuat dari polisakarida rumput laut, dapat
menghentikan perdarahan minor pada luka, tidak lengket, menyerap
eksudat, dan berubah menjadi gel bila kontak dengan cairan tubuh.
e. Hidrofiber
Balutan ini terbuat dari carboxymethylcellulose (CMC) yang
mampu menyerap banyak eksudat dan berubah menjadi gel sehingga tidak
menimbulkan trauma jaringan saat pergantian balutan. Dalam hal ini
hidrofiber juga mendukung proses autoliti debridement, dan meningkatkan
kenyamanan pasien.
f. Foam
Balutan foam terdiri dari poliuteran atau silikon. Tergantung dari
jenis komposisinya, balutan ini menyerap eksudat dalam jumlah sedang
sampai banyak. Balutan foam dapat menjadi insulasi panas yang baik dan
dapat juga digunakan untuk bantalan luka. Balutan ini tidak cocok untuk
balutan sehingga meminimalkan kerusakan terhadap jaringan, dan
mengurangi nyeri pada saat pergantian balutan.
g. Silver Dressing
Silver dressing merupakan balutan luka antimikroba yang
digunakan untuk luka kronis yang lama sembuh karena memiliki
kemampuan dalam mengendalikan kolonisasi bakteri pada permukaan luka
sehingga mempercepat re-epitalisasi hingga 40% dibandingkan dengan
penggunaan cairan antibiotik.
h. Kolagen
Balutan kolagen merupakan balutan yang berasal dari pad, gel atau
partikel. Balutan ini merangsang deposit baru kolagen pada dasar luka,
selain itu balutan ini juga mengabsorpsi eksudat dan menciptakan suasana
lembab.
3. Studi Fenomenologi
Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata. Dalam pandangan
fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap
orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Hal yang akan dikaji adalah
deskripsi mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi
mereka. Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan, perkawinan,
pekerjaan, dan sebagainya. Penelitian fenomenologis mencoba menjelaskan
makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang
terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,
dikaji. Menurut Creswell (1998, dalam Saryono & Anggraeni, 2011) , Pendekatan
fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai
ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut apoche (jangka waktu).
Konsep apoche adalah membedakan wilayah data dengan interpretasi peneliti.
Konsep apoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan
dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan
responden.
Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan
fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup.
Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali
fenomena yang ada secara sistematis. Metode ini memahami individu dengan
segala kompleksitasnya sebagai makhluk subyektif, melihat manusia sebagai
sistem yang berpola dan berkembang. Pada pendekatan fenomenologi yang diteliti
adalah pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan
penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan.
(Saryono & Anggraeni, 2011).
Dalam studi fenomenologis, jumlah partisipan yang terlibat tidak banyak.
Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan
dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling,
dimana partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti (Polit & Beck, 2012).
Hasil penelitian dalam studi fenomenologis diperoleh melalui proses
fenomenologistmenyatakan bahwa ada tujuh langkah dalam menganalisa data.
Proses analisa tersebut meliputi (a) membaca semua transkrip wawancara untuk
mendapatkan pesan mereka; (b)meninjau setiap transkrip dan menarik pertanyaan
yang signifikan; (c) menguraikan arti dari setiap pertanyaan yang signifikan; (d)
mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema; (e)
mengintegrasikan hasil ke dalam bentuk deskripsi; (f) memformulasikan deskripsi
lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas
mungkin; (g) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai
tahap validasi akhir.
Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data
divalidasi dengan beberapa kriteria. Menurut Lincoln & Guba (1985 dalam Polit
& Beck, 2012) terdapat lima kriteria untuk memperoleh hasil penelitian yang
dapat dipercaya (trustworthiness), yaitu:
1. Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari
data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat
dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
2. Transferability adalah kriteria yang digunakan untuk memenuhi bahwa
hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek
lain yang memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas
eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan
dalam situasi lain.
3. Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam
membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan
untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik
terbaik adalah dependability audit yaitu meminta dependen atau independen
auditor untuk memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah
konvensional disebut reliabilitas atau syarat bagi validitas.
4. Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan
hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability
jugamerupakan kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.
5. Authenticity memfokuskan pada sejauh mana peneliti dapat
menunjukkan berbagai realitas. Authenticity muncul dalam penelitian ketika
responden menyampaikan pengalaman mereka dengan penuh perasaan. Penelitian
ini memiliki keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan pengalaman
kehidupan yang digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk