Sejarah Bangsa, Pelajaran bagi Generasi Muda
FAJAR KURNIANTOPeristiwa tidak hadir seperti butir-butir pasir; ia tidak berdiri sendiri & terisolasi; ia bukan makhluk, tapi persilangan rute; ia adalah potongan realitas yang kita tangkap dari substansi (manusia, benda) yang berinteraksi; jika melihat kubus, kita tidak bisa melihat semua sisinya sekaligus, tapi kita bisa melipatgandakan sudut pandang dengan memutarnya; ia bukan totalitas, tapi simpul dari jaringan; demikianlah sejarah
— Asvi Warman Adam, Membongkar Manipulasi Sejarah; Kontroversi Pelaku dan Peristiwa —
Bangsa ini telah melewati sejarah panjang. Bahkan sangat panjang. Mulai dari masa kerajaan Hindu dan Budha, kemudian masa kerajaan-kerajaan Islam, masa kolonial Belanda, Inggris, dan Jepang yang sekaligus merupakan masa perjuangan bangsa untuk merdeka, masa kemerdekaan, hingga masa sekarang ini. Dalam buku-buku sejarah di sekolah-sekolah disebutkan bahwa kerajaan paling tua dan pertama di nusantara ini adalah kerajaan Hindu Kutai di Kalimantan, di hulu sungai Mahakam, dengan raja pertama bernama Kundungga, abad ke-4.
Bangsa ini patut berbangga karena sesungguhnya bangsa ini memiliki sejarah peradaban besar di masa lalu yang terus terwariskan dari era ke era. Warisan peradaban yang membentuk karakter, watak, paradigma berpikir, hingga gaya hidup dan corak atau model relasi masyarakat yang khas.
Kerajaan-kerajaan zaman dahulu biasanya berpusat di tempat-tempat strategis dan punya nilai ekonomi yang menggambarkan kepada generasi sekarang ini untuk menyadari bahwa lokasi-lokasi itu benar-benar memberikan keuntungan secara ekonomi pada kerajaan-kerajaan itu. Pada umumnya, kerajaan-kerajaan dahulu berpusat di sekitar sungai, di tepi pantai, dan di pedalaman yang bertanah subur.
menjadi gambaran terang bahwa sumber kemajuan ekonomi adalah dengan memanfaatkan sektor laut, sungai, dan lembah-lembah subur pedalaman. Inilah sektor-sektor pemasukan negara yang harus dijaga dan dirawat jika tidak ingin terhanyut tanpa daya oleh permainan pasar global saat ini.
Meskipun begitu, sejarah bangsa ini juga tidak lepas dari sejarah darah dan darah penuh tragedi yang memilukan. Tidak hanya pasca kemerdekaan, geneologinya bisa ditelusuri jauh hingga ke masa kerajaan-kerajaan di nusantara. Perang antar kerajaan. Saling merebut wilayah. Pelebaran sayap kekuasaan hingga meluas.
Apa yang dilakukan oleh kerajaan Sriwijaya, misalnya, dan Majapahit, yang melebarkan sayap kekuasaannya bisa dibaca dalam konteks ini. Tidak hanya perang antar kerajaan, bahkan di internal kerajaan itu kerap terjadi friksi antara raja dengan sebagian panglimanya. Contoh yang bisa disebut di sini adalah perseteruan antara Tunggul Ametung dan Ken Arok di kerajaan kecil Tumapel yang saat itu berada di bawah kerajaan Kediri yang berujung pada terbunuhnya Tunggul Ametung oleh Ken Arok.
Demi sebuah kekuasaan, nyawa kerap kali jadi taruhan. Itulah yang terus diwarisi oleh sejarah kita bahkan hingga saat ini. Demi ambisi kekuasaan, seorang Soeharto mempertaruhkan nyawanya untuk menggulingkan Presiden Sukarno. Bahkan, untuk ambisi itu nyawa orang lain dikorbankan. Pasca Gerakan 30 September, atau yang lebih terkenal dengan G30S, selama satu minggu dikisahkan tidak boleh ada media, baik itu cetak maupun radio, yang terbit atau mengudara kecuali media milik Angkatan Darat, yakni Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha.
Demi kekuasaan juga, sejarah dimanipulasi dan didistorsi. Itulah yang terjadi selama masa Orde Baru. Tidak hanya itu, bahkan orang-orang penting yang punya jasa luar biasa pada masa perjuangan melawan kolonial hingga merdeka disingkirkan. Upaya-upaya de-Sukarnoisasi adalah salah satu bukti terang itu. Sejarawan Perancis, Jacques Leclerc, mengatakan, pada dasarnya Sukarno ‘dibunuh dua kali’: bersatus ‘tahanan rumah’ tetapi tak dirawat kesehatannya sehingga kesehatannya memburuk lalu meninggal, dan pemikirannya dilarang didiskusikan. Padahal, Sukarno tidak kurang besar jasanya bagi bangsa ini.
melalui kerja keras dan perlindungan terhadap aset-aset bernilai bangsa untuk dikelola secara lebih serius oleh negara.
Sementara peristiwa-peristiwa tragis dijadikan sebagai inspirasi rekonsiliasi dan rekonsolidasi untuk sama-sama berkomitmen melupakan cerita kelam masa lalu guna menatap bangsa ini ke depan. Konflik elit negara berdampak buruk bagi masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Sejarah bangsa ini menggugah kesadaran kita semua untuk bangkit dan mengikis benih-benih pertikaian baru serta mengakhiri warisan sejarah sarat konflik kepentingan yang mengorbankan rakyat, bangsa, dan negara.