• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) di Kota Medan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

penanggulangannya, merupakan masalah yang sangat kompleks. Penularan

HIV-AIDS saat ini tidak hanya terbatas pada orang-orang yang dekat dengan seks bebas

atau obat-obat terlarang, tetapi dapat mengenai siapa saja, termasuk ibu rumah

tangga, anak-anak bahkan petugas kesehatan. Dampak dari infeksi ini juga tidak

terbatas hanya dalam bidang kesehatan tetapi juga sampai ke ranah sosial, politik dan

ekonomi negara. Demikian juga upaya penanggulangannya, tidak dapat ditinjau

hanya dari satu sudut pandang saja , tetapi harus melihatnya sebagai suatu kesatuan

dan adanya keterlibatan dari berbagai pihak sehingga penanggulangannya dapat lebih

tepat sasaran.

Permasalahan HIV-AIDS dewasa ini merupakan isu yang mendunia.

Fenomena ini telah menjadi epidemi di seluruh dunia selama kurun waktu sekitar 50

tahun belakangan. Menurut UNAIDS, secara global, pada tahun 2011 diperkirakan

jumlah kasus HIV mencapai 34 juta jiwa dengan jumlah kematian akibat AIDS 1,7

juta jiwa. Sepanjang tahun 2011, jumlah kasus baru mencapai mencapai 2,5 juta

orang. Penderita HIV-AIDS terbanyak ditemukan di bagian dunia Afrika yaitu Sub

Sahara, dengan 22,9 juta jiwa terinfeksi HIV-AIDS dan kurang lebih 1,9 juta jiwa

(2)

Posisi kedua adalah Asia Selatan dan Asia Tenggara dengan perkiraan 4 juta jiwa

terinfeksi HIV-AIDS dan jumlah penderita baru sepanjang tahun 2010 adalah 270.00

jiwa. (UNAIDS, 2012).

HIV-AIDS menjadi isu dunia juga dapat dilihat dari berbagai upaya global

yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini. Terakhir ini, berdasarkan

Millenium Development Goals (MDG’s), permasalahan HIV-AIDS dimasukkan

menjadi salah satu fokus yang harus diselesaikan dari delapan isu global, selain

menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua,

mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka

kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, kelestarian lingkungan hidup, serta

membangun kemitraan global dalam pembangunan.

Di Indonesia, menurut Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, secara nasional, dari tahun 2005 sampai

Juni 2012 telah ditemukan 86.762 kasus HIV dan 29.421 kasus AIDS dengan 4801

kematian akibat HIV-AIDS. Kasus baru HIV-AIDS yang ditemukan sepanjang tahun

2012 adalah 9883 kasus HIV dan 2224 kasus AIDS (DITJEN PP & PL, 2012).

Menurut KPAN (2010), upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam menangani hal

ini meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dengan cara

menyediakan layanan yang mendukung penanggulangan epidemi HIV-AIDS di

seluruh kabupaten/kota yang memiliki kasus HIV-AIDS. Layanan itu berupa layanan

Konseling dan Tes Sukarela HIV (KTS), layanan Perawatan, Dukungan dan

(3)

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), Layanan Alat Suntik Steril (LASS),

layanan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas), dan Rumah Tahanan (Rutan) yang

melaksanakan kegiatan pengendalian HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS)

serta berbagai kegiatan promosi kesehatan seperti promosi penggunaan kondom

untuk kelompok risiko tinggi dan promosi tentang HIV-AIDS kepada remaja dan

masyarakat umum.

Selain itu, pemerintah, melalui Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, juga

membuat Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) 2010-2014, yang akan dicapai

selama 5 tahun kedepan yaitu ditujukan untuk mencegah dan mengurangi risiko

penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA, serta mengurangi dampak

sosial dan ekonomi akibat HIV-AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat, agar

individu dan masyarakat menjadi produktif dan bermanfaat untuk pembangunan.

Skenario strategi dan rencana aksi ini pada tahun 2014 adalah bahwa 80% populasi

kunci terjangkau oleh program yang efektif dan 60% populasi kunci berperilaku

aman (KPAN, 2010).

Salah satu kota yang mengalami peningkatan jumlah ODHA cukup signifikan

beberapa tahun belakangan adalah kota Medan. Berdasarkan data dari Dinas

Kesehatan Kota Medan, jumlah kumulatif penderita HIV-AIDS di Kota Medan

mulai 2006 sampai 2012 adalah sebanyak 3383 kasus. Sedangkan dalam kurun waktu

Januari sampai November 2012, jumlah penderita HIV-AIDS di Kota Medan tercatat

sebanyak 479 orang, yang terdiri dari penderita HIV sebanyak 340 dan penderita

(4)

kelamin, pengidap HIV-AIDS adalah 308 orang laki-laki dan 134 orang perempuan,

dan yang terbanyak adalah kisaran usia 25-34 tahun yaitu sebanyak 261 orang.

Salah satu fenomena HIV-AIDS di kota Medan adalah dari 3383 kasus kumulatif

HIV-AIDS di Kota Medan, 445 kasus terdeteksi pada ibu rumah tangga, sedangkan

pada pekerja seks komersial (PSK) terdeteksi 274 kasus (Dinkes Medan, 2012).

Menurut analisa Harahap (AIDS Watch Indonesia, 2012), hal ini terjadi karena ada

dua jalur penularan HIV-AIDS kepada ibu rumah tangga. Pertama, laki-laki (dalam

hal ini suami) menularkan HIV kepada PSK, artinya dia sudah terinfeksi sebelum

menularkannya kepada PSK. Kedua, laki-laki (dalam hal ini suami) tertular HIV dari

PSK di Kota Medan atau di luar Kota Medan dan menularkan kepada istrinya.

Analisa Harahap diilustrasikan dalam bagan berikut:

(5)

Dari fakta di atas, dapat semakin jelas terlihat HIV-AIDS sudah tidak hanya

mengenai orang-orang dengan perilaku seks bebas atau pemakaian jarum suntik.

Walaupun demikian, terlepas dari penyebab tertularnya, ODHA (Orang Dengan

HIV-AIDS) seringkali mendapat stigma dan diskriminasi dari masyarakat umum. Isu yang

berkembang dan beredar di masyarakat adalah HIV-AIDS terdapat pada orang-orang

yang berzinah, melacur, seks bebas, jajan, homoseksual dan selalu dikaitkan dengan

isu moral, iman dan ketakwaan, padahal kenyataannya tidak selalu begitu. Harahap

(2012) dalam tulisannya “Stigma dan Diskriminasi dalam Penanggulangan

AIDS” menegaskan hal ini terjadi karena informasi yang tidak akurat tentang

HIV-AIDS dan selalu dibumbui dengan moral serta berbagai upaya pencegahan yang

selalu dikaitkan dengan keimanan dan ketakwaan seseorang.

Diagnosa HIV-AIDS kerap membawa ketakutan dalam diri ODHA. Penelitian

Arriza dkk (2011) menemukan bahwa reaksi ODHA ketika pertama kali didiagnosa

positif adalah kebingungan, terkejut (shock), kecemasan, dan penyangkalan mengenai

diagnosa tersebut. Reaksi berikutnya yang terjadi adalah isolasi atau menarik diri dari

lingkungan. Hal ini biasanya terjadi karena kecemasan akan stigma dan diskriminasi

dari masyarakat kepada mereka. Mereka merasa terintimidasi dengan lingkungan

sekitarnya dan merasa mendapatkan penghakiman akibat status HIV mereka.

Stigma yang melekat pada HIV-AIDS berasal dari masyarakat luar dan juga

dari dalam diri ODHA. Penelitian Rulianthina (2008), menemukan bahwa ODHA

sendiri menganggap HIV adalah aib dan karma yang menimbulkan ketakutan untuk

(6)

ODHA merasa tidak memiliki tempat untuk berbagi perasaannya dengan orang luar

karena tidak ada orang yang mau menerima kondisi mereka. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian Siregar (2012) di salah satu desa di kecamatan Tanjung Morawa

menunjukkan bahwa stigma terhadap ODHA berpengaruh terhadap penerimaan

masyarakat atas keberadaan ODHA.

Diskriminasi atau perlakuan yang berbeda kepada ODHA, juga kerap membuat

ODHA takut membukakan statusnya kepada orang lain. Dokumentasi yang dilakukan

oleh Yayasan Spirita (2004) menunjukkan berbagai bentuk diskriminasi yang dialami

ODHA yaitu diskriminasi dalam bidang kesehatan seperti dites secara paksa, tidak

mendapat penjelasan sebelum dites, petugas kesehatan menolak menanganinya

karena status HIV positif, diperlambat dalam pengobatan atau layanan kesehatan, dan

dipaksa membayar biaya tambahan untuk perawatan medis; diskriminasi dalam

keluarga seperti diperlakukan kasar oleh suami, tidak diperbolehkan menggunakan

peralatan makan yang sama dengan anggota keluarga yang lain; diskriminasi dalam

pekerjaan atau masyarakat seperti dikeluarkan dari pekerjaan, diminta untuk pindah

rumah, diejek, dan dihina.

Menurut Alexander (2010), ketakutan akan hal-hal tersebut di atas membuat

seseorang yang terinfeksi HIV-AIDS merasa depresi, bersalah dan malu serta

membatasi interaksi dengan komunitasnya dan akses terhadap layanan yang dapat

menolongnya. Hal ini akan menyebabkan ODHA tidak mampu menjaga

kesehatannya karena tidak mencari akses informasi tentang kesehatan reproduksi,

(7)

penggunaan kondom atau Anti Retroviral Therapy (ART). Bahkan menurut

Alexander, pada beberapa kasus juga ditemukan keengganan ODHA untuk merubah

perilaku seksnya, seperti menggunakan kondom, karena takut dicurigai dan akan

menimbulkan stigma.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial dan membutuhkan komunikasi

interpersonal dengan lingkungannya. Hal ini juga dialami oleh ODHA. Peneliti

tertarik untuk menyelidiki konsep diri ODHA sebagai kelompok yang terpinggirkan

di tengah-tengah masyarakat kota Medan, bagaimana kelompok ini dalam

kesehariannya berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya dan bagaimana

lingkungannya mempengaruhi konsep diri dari ODHA tersebut.

Hal inilah yang melatarbelakangi perlu adanya penelitian mengenai Konsep Diri

Orang Dengan HIV-AIDS di Kota Medan.

1.2 Permasalahan

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai konsep diri ODHA:

1.Bagaimana ODHA membangun konsep dirinya?

2.Apa implikasi dari konsep diri ODHA terhadap keberadaannya dalam sistem

penanggulangan HIV?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan konsep diri

(8)

mengetahui implikasi dari konsep dirinya terhadap keberadaannya dalam sistem

penanggulangan HIV.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberi pengetahuan tentang

konsep diri ODHA dilihat dari komunikasi interpersonalnya secara emik. Dari

penelitian ini, juga dibukakan cara-cara ODHA sebagai bagian dari suatu kelompok

yang tersisihkan, membangun konsep dirinya di tengah-tengah masyarakat yang

melakukan diskriminasi kepada mereka.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam hal:

1.Sebagai bahan pembelajaran untuk membangun pemahaman masyarakat mengenai

hidup ODHA dilihat dari sudut pandang ODHA sendiri. Diharapkan hal ini

akhirnya dapat mengubah pandangan masyarakat tentang image negatif seorang

ODHA.

2.Menjadi bahan pembelajaran bagi ODHA lain karena melalui penelitian ini akan

diungkapkan pengalaman dari ODHA. Walaupun hasil penetlitian ini tidak dapat

disamaratakan untuk setiap ODHA tetapi pengalaman ODHA akan menimbulkan

optimisme dan motivasi bagi ODHA lain untuk menjadi lebih baik.

3.Sebagai bahan pembelajaran untuk pihak-pihak yang terkait dalam penanggulangan

HIV-AIDS, seperti LSM, Dinas Kesehatan, petugas promosi kesehatan, petugas

(9)

memperkaya sistem penanggulangan HIV-AIDS yang selama ini dijalankan

Gambar

Gambar 1.1 Jalur Penularan HIV dari Suami ke Istri di Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

57 Rencana Strategis Dinas Pendidikan Tahun 2010 - 2015 Meningkatan Kompetens guru 2 Masih tingginya persentase guru yang belum memahami pembelajaran berbasis IT

Program Peningkatan Mutu Publikasi Ilmiah, Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan Pangkalan Data Karya Akademik DIKTIS diselenggarakan untuk memberikan akses yang luas bagi

PREFEITURA MUNICIPAL DE PORTEIRINHA/MG - Aviso de Licitação - Pregão Presencial para Registro de Preços nº.. Advá Mendes Silva

Motorik adalah gerakan yang mennggunakan otot-otot halus atau sebagain anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.Misalnya

Pengadaan obat dan BMHP terintegrasi dalam satu bidang Program Kefarmasian dan Peralatan Kesehatan Dinas Kesehatan (Bidang pelayanan & SDM) Terwujudnya SDM

Berdasarkan hasil dari penelitian tindakan kelas tentang peningkatan proses dan nilai hasil belajar siswa pada Pendidikan Dasar Otomotif mata diklat Alat Ukur dengan strategi

Demikian diterangkan untuk digunakan melengkapi syarat pendaftaran Ujian Meja Hijau Tugas Akhir Mahasiswa bersangkutan di Departemen Matematika FMIPA

Engel, et al., 1990 (dalam Tjiptono, 2008: 24), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya