• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Perusahaan Asuransi Dengan Perusahaan Reasuransi Yang Dicabut Izin Usahanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Perusahaan Asuransi Dengan Perusahaan Reasuransi Yang Dicabut Izin Usahanya"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN USAHA PERASURANSIAN DI INDONESIA

A. Pengertian Asuransi

Asuransi merupakan suatu sistem atau tindakan untuk melimpahkan, mengalihkan atau mentransfer resiko yang ditanggung kepada pihak lain dengan syarat melakukan pembayaran premi dalam rentang waktu tertentu secara teratur sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan terhadap resiko yang dimungkinkan terjadi di masa depan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri. Adapun pengertian asuransi menurut UUP. Dalam undang-undang ini, disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih. Dalam konteks ini, pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi asuransi guna memberikan penggantian pada tertanggung yang disebabkan oleh kerugian yang dialaminya, semisal berupa kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang dimungkinkan akan dialami oleh pihak tertanggung yang disebabkan oleh berbagai macam peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran didasarkan pada meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.20

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lainnya, mendapatkan penggantian dari

20

(2)

kejadian-kejadian tidak terduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.21

Asuransi dapat didefinisikan dari aspek finansial dan aspek legal. Dari aspek financial, asuransi adalah pengaturan finansial yang meredistribusikan biaya dari kerugian yang tidak diharapkan. Asuransi menyangkut pengalihan (transfer) berbagai eksposur kerugian pada suatu kumpulan (pool) dan membagikan biaya kerugian pada masing-masing eksposur. Dari aspek legal, asuransi adalah pengaturan kontraktual dimana satu pihak bersedia untuk mengganti kerugian pihak lainnya.22

Asuransi merupakan salah satu teknik untuk mengelola resiko, yang cukup banyak digunakan. Asuransi bisa dipandang sebagai alat dimana individu bisa mentransfer resiko ke pihak lainnya, dimana pihak asuransi mengakumulasi dana dari individu-individu untuk memenuhi kebutuhan keuangan yang berkaitan dengan kerugian yang timbul.23

Menurut ketentuan pasal 246 KUHD, yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima uang penerima, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan atau

21

Rianto Astono, Salah Kaprah Memilih Asuransi (Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo, 2013), hlm. 11.

22

Sentanoe Kertonegoro, Manajemen Risiko dan Asuransi, Cetakan Pertama (Jakarta: Penerbit PT. Toko Gunung Agung, 1996), hlm. 69.

23

(3)

kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.

Ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUP, yang dimaksud dengan asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima uang premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tangggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk seseorang yang dipertanggungkan.24

B. Usaha Perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor usaha lainnya; dan sejauh ini kehadiran usaha perasuransian sering kali terlihat sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang semakin meningkat serta dalam rangka pengamanan kepentingan masyarakat atas hak milik maupun diri dan keluarganya.

Usaha perasuransian adalah lembaga keuangan bukan bank yang telah makin berkembang seiring dengan adanya kesadaran dari masyarakat, terutama masyarakat di perkotaan akan pentingnya hakikat dari asuransi tersebut dalam mengantisipasi timbulnya kerugian, kerusakan barang yang dimiliknya atau

24

(4)

kehilangan keuntungan dari suatu kegiatan usaha yang dijalankannya. Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan ikut berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor kegiatan ekonomi lainnya.25

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa usaha perasuransian itu mencakup usaha perasuransian dan usaha penunjang asuransi. Usaha perasuransian meliputi kegiatan usaha perasuransian meliputi kegiatan usaha asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan usaha reasuransi. Sedangkan usaha penunjang asuransi terdiri dari suku pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, usaha penilaian kerugian asuransi, usaha konsultan dan usaha agen asuransi.26

25

Hermansyah, Op.Cit., hlm. 9. 26

Ibid, hlm. 10.

(5)

Pengelompokan menurut jenis usahanya, usaha perasuransian dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:

1. Usaha asuransi sosial dalam rangka penyelenggaraan program asuransi sosial. Sosial yang bersifat wajib (compulsory) berdasarkan undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat.

2. Usaha asuransi komersial dalam rangka penyelenggaraan program asuransi kerugian dan asuransi jiwa yang bersifat kesepakatan (voluntary) berdasarkan kontrak asuransi dengan tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).27

Menurut perkembangan yang terjadi hingga dewasa ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa manfaat adanya perasuransian akan betul-betul dapat dinikmati dan dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia sebagaimana halnya bangsa-bangsa lain yang yang telah maju dalam memanfaatkan usaha dalam bidang perasuransian ini.

Menurut Pasal 2 UUP, bidang usaha perasuransian terdiri dari usaha asuransi dan usaha penunjang. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa usaha asuransi masuk dalam lingkup usaha jasa keuangan, karena usaha tersebut menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi. Jasa penunjang usaha asuransi di sini meliputi jasa perantara (pialang broker), jasa penilaian kerugian asuransi, dan jasa aktuaria.

Menurut Pasal 4 UUP, ruang lingkup usaha perasuransian yang sudah membatasi lingkup usaha dari perusahaan asuransi yaitu :

27

(6)

1) Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi.

2) Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, kesehatan dan kecelakaan diri.

3) Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang.

Menurut perkembangan usaha perasuransian di dunia dewasa ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa betapa jauhnya berkembangan produk-produk asuransi baik komersial maupun sosial yang ditawarkan kepada masyarakat. Dari beberapa produk yang ditawarkan, Nampak bahwa perkembangan usaha perasuransian secara konsisten berkembang untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan pasar. Beberapa contoh antara lain, asuransi rumah tangga, asuransi kejahatan dan sosial. Dengan menggunakan referensi perkembangan usaha perasuransian dunia sebagai bench marking kiranya para pelaku usaha perasuransian di Indonesia seyogyanya mampu segera menyesuaikan diri dalam rangka memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar.28

C. Dasar Hukum Usaha Perasuransian

Pengaturan hukum asuransi di Indonesia dewasa ini antara lain dijumpai dalam Buku I KUHD mulai pasal 246-286, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas jo Peraturan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, UUP jo Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1992 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Indonesia ke dalam

28

(7)

Modal Saham Perusahaan dan beberapa Keputusan Menteri Keuangan. Walaupun telah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur

asuransi, namun semua undang-undang yang ada belum dapat memberikan perlindungan hukum yang maksimal, misalnya bagi nasabah perusahaan asuransi (tertanggung) dalam pengajuan klaim asuransi. Adapun peraturan perundangan yang berhubungan dengan pengaturan usaha perasuransian dalam hubungannya dengan perlindungan bagi pemegang polis adalah sebagai berikut :

1) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Berdasarkan Pasal 1 KUHD, ketentuan umum perjanjian dalam KUH Perdata dapat berlaku pula bagi perjanjian asuransi dengan kepentingan pemegang polis yang perlu diperhatikan. Ketentuan yang dimaksud antara lain : Pasal 1266 KUH Perdata mengatur bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian timbal balik dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Namun demikian disebutkan pula bahwa perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan tersebut juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.

(8)

dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.29

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata mengatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya perkataan “semua” dalam pasal tersebut berarti juga berlaku bagi perjanjian asuransi. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata melahirkan beberapa asas antara lain asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat, dan asas kepercayaan.

Untuk mencegah penanggung menambah syarat-syarat lainnya dalam memberikan ganti rugi atau sejumlah uang, maka sebaiknya pemegang polis memperhatikan ketentuan Pasal 1253 s/d 1262 KUH Perdata. Bahwa ahli waris dari pemegang polis/tertanggung dalam perjanjian asuransi juga mempunyai hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut yang dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1318 KUH Perdata. Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa jika seseorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap itu adalah untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian bahwa tidak demikian maksudnya.

30

Selanjutnya Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata berbunyi bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak

29

Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian (Bandung : Penerbit Alumni, 1997), hlm. 11.

30

(9)

atau karena alasan-alasan yang oleh undang – undang dinyatakan cukup untuk itu. Dengan demikian dalam hal misalnya pemegang polis terlambat membayar premi maka penanggung tidak secara sepihak menyatakan perjanjian asuransi batal.

Pasal 1338 KUH Perdata ditutup dengan ayat (3) yang menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik merupakan suatu dasar pokok dan kepercayaan yang menjadi landasan setiap perjanjian termasuk perjanjian asuransi dan pada dasarnya hukum tidak melindungi pihak yang beritikad buruk.31

Pasal 1324 KUH Perdata mengenai menafsirkan perjanjian harus diperhatikan pula oleh para pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melanggar hukum dapat juga dipergunakan oleh pemegang polis apabila dapat membuktikan penanggung telah melakukan perbuatan yang merugikannya.

Pasal 1339 KUH Perdata berbunyi bahwa perjanjian – perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal – hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang – undang. Ketentuan ini yang melahirkan asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

32

Dalam hubungan dengan perlindungan kepentingan pemegang polis asuransi, di dalam KUHD terdapat pula beberapa peraturan lainnya yang harus diperhatikan. Ketentuan dimaksud antara lain : Pasal 254 KUHD yang melarang 2). Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD)

31

Ibid., hlm. 13. 32

(10)

para pihak dalam perjanjian, baik pada waktu diadakannya perjanjian maupun selama berlangsungnya perjanjian asuransi menyatakan melepaskan hal – hal yang oleh ketentuan undang-undang diharuskan sebagai pokok suatu perjanjian asuransi ataupun hal – hal yang dengan tegas telah dilarang. Apabila hal demikian dilakukan mengakibatkan perjanjian asuransi itu batal.33

Pasal 257 disebutkan bahwa perjanjian asuransi diterbitkan, seketika setelah ditutup, hak dan kewajiiban bertimbal balik dari penanggung dan tertanggung mulai berlaku sejak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani. Dengan demikian perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsensual sehingga telah terbentuk dengan adanya kata sepakat kedua belah pihak. Mengenai pembuktian adanya perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 258 KUHD. Disebutkan bahwa untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut diperlukan pembuktian dengan tulisan, namun demikian bolehlah lain – lain alat pembuktian dipergunakan juga, manakala sudah ada permulaan pembuktian dengan tulisan.34

Pasal 260 dan 261 KUHD yang mengatur tentang asuransi yang ditutup dengan perantaraan makelar. Dari Pasal 260 KUHD diketahui bahwa dalam hal perjanjian asuransi ditutup dengan perantaraan seorang makelar, maka polis yang telah ditandatangani harus diserahkan di dalam waktu 8 hari setelah ditutupnya perjanjian. Demikian pula Pasal 259 KUHD yang mengatur mengenai perjanjian asuransi yang ditutup langsung oleh tertanggung dengan penanggung, diharuskan pihak yang disebut terakhir ini menandatanganinya dalam waktu 24 jam. Apabila

33

Ibid., hlm. 17. 34

(11)

waktu yang ditentukan di atas dilampaui, tertanggung perlu memperhatikan Pasal 261 KUHD yang menyatakan bahwa jika ada kelalaian, dalam hal-hal yang ditentukan dalam pasal 259 dan 260 KUHD tersebut, maka wajiblah penanggung atau makelar yang bersangkutan memberikan ganti rugi kepada tertanggung dalam hal timbul kerugian yang diakibatkan kelalaian tersebut.35

a) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

3) Peraturan Perundang-undangan lain

b) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

c) Keputusan Menteri Keuangan No.426/KMK/2003 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi d) Keputusan Menteri Keuangan KMK No.422/KMK/2003 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. e) Keputusan Menteri Keuangan No.425/KMK/2003 Tentang Perizinan dan

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.

f) Keputusan Menteri Keuangan No.424/KMK/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

g) Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK/2003 Tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian36

35

Ibid., hlm. 21. 36

(12)

D. Bentuk Hukum Usaha Asuransi dan Reasuransi

Menurut ketentuan pasal 7 ayat (1) UUP, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk :

1) Perusahaan Perseroan (Persero) 2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas (PT) 4) Usaha Bersama (Mutual)

Tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) usaha konsultan aktuaria dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perseorangan (ayat (2)). Mengenai bentuk usaha bersama diatur lebih lanjut dengan undang-undang (ayat (3)). Mengingat undang-undang mengenai bentuk hukum usaha bersama belum ada, maka untuk sementara ketentuan mengenai bentuk hukum ini akan diatur dengan peraturan pemerintah. Akan tetapi, sayangnya hingga sekarang peraturan pemerintah tersebut belum ada.

Reasuransi adalah suatu instrumen dimana perusahaan asuransi dapat menghindari ancaman malapetaka (catastrophe) dalam pelaksanaan mekanisme asuransi. Pada hakekatnya, reasuransi adalah asuransinya bagi penanggung. Reasuransi didasarkan atas prinsip asuransi yang sama yaitu pengalihan dan pembagian resiko. Untuk melindungi diri terhadap malapetaka akibat satu kerugian besar maupun banyak kerugian kecil-kecil yang disebabkan oleh satu peristiwa, perusahaan asuransi menggunakan konsepsi reasuransi.37

37

(13)

Reasuransi adalah kontrak asuransi di mana sebuah perusahaan asuransi memindahkan semua atau sebagian risikonya kepada perusahaan asuransi lain. Sebenarnya, reasuransi itu tidak lain daripada pembelian polis asuransi oleh suatu perusahaan asuransi yang telah mengeluarkan/menjual polis, untk melindungi dirinya terhadap semua atau sebagian klaim yang ditanggungnya terhadap para pemegang risiko itu disebut “ceding company (perusahaan yang menyerahkan) dan perusahaan asuransi yang menerima risiko disebut “reinsurer (penanggung ulang, reasuransi)”.38 Reasuransi merupakan bagian pertanggungan yang dipertanggungkan ulang pada perusahaan asuransi lain dan atau perusahaan reasuransi.39

Reasuransi merupakan bagian penting dari industri asuransi. Reasuransi berarti mengasuransikan asuransi. Sebagai contoh misalkan suatu perusahaan asuransi mengasuransikan jiwa seseorang dengan nilai pertanggungan sebesar Rp50 Miliar. Perusahaan tersebut tidak kehilangan bisnis, tetapi juga tidak ingin menanggung resiko/kerugian yang terlalu tinggi. Perusahaan tersebut bisa mengajak perusahaan asuransi lain untuk bergabung mengasuransikan resiko tersebut. Melalui reasuransi, perusahaan asuransi bisa bekerja sama untuk menghadapi resiko sehingga resiko yang sangat besar (seperti resiko bencana alam, atau resiko yang bersifat cathastrophic) bisa dihadapi. Meskipun sebagai konsekuensi lanjutan, kejadian bencana di satu tempat bisa mempengaruhi perusahaan asuransi dan pemegang polis asuransi di bagian dunia yang lain.40

38

A. Hasymi Ali, Bidang Usaha Asuransi, Cetakan kedua, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 1999), hlm 236

39

Mulyadi Nitisusastro, Op.Cit., hlm. 78. 40

(14)

Reasuransi adalah perusahaan yang menerima pertanggungan ulang (reasuransi) yang berasal dari perusahaan asuransi, baik untuk asuransi kerugian maupun asuransi jiwa. Perusahaan reasuransi tidak dibenarkan menerima pertanggungan langsung, dengan demikian seluruh relasi/tertanggung dalam perusahaan reasuransi adalah perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Peran perusahaan reasuransi di suatu Negara sangat besar, terutama dalam mendukung kegiatan seluruh perusahaan asuransi.41

UUP mendefinisikan usaha reasuransi sebagai usaha yang memberikan jasa dalam asuransi ulang (reasuransi) terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa. Usaha reasuransi dijalankan oleh perusahaan reasuransi. Perusahaan reasuransi dapat menjalankan usaha bidang asuransi kerugian dan atau asuransi jiwa. Kegiatan usaha asuransi dan reasuransi merupakan kegiatan usaha yang bersambungan. Persambungan tersebut dapat dilihat pada kedudukan penanggung. Pada perusahaan asuransi, penanggung menerima pengalihan resiko dari tertanggung. Pada perusahaan reasuransi, penanggung ulang menerima pengalihan resiko dari penanggung. Jadi, kedudukan penanggung adalah sebagai tertanggung dalam reasuransi (asuransi ulang). Hubungan hukum antara penanggung dan penanggung ulang didasarkan pada perjanjian.42

Reasuransi (asuransi ulang) adalah perjanjian antara penanggung (insurer) dan penanggung ulang (reinsurer), berdasarkan perjanjian tersebut penanggung ulang menerima premi dari penanggung yang jumlahnya ditetapkan lebih dulu,

41

Mulyadi Nitisusastro, Op.Cit., hlm. 135. 42

(15)

dan penanggung ulang bersedia untuk membayar ganti kerugian kepada penanggung, bilamana dia membayar antara penanggung dan tertanggung. Ini berarti, bahwa dalam perjanjian reasuransi, penanggung mengasuransikan lagi resiko yang menjadi tanggungan itu kepada penanggung ulang. Jadi terdapat asuransi berurutan dan bertingkat.43

Reasuransi (asuransi ulang) diatur dalam pasal 271 KUHD. Pasal ini menentukan bahwa penanggung selamanya berhak untuk mengasuransikan lagi apa yang telah ditanggungnya. Pihak yang mengasuransikan itu adalah penanggung sendiri, sedangkan yang menjadi kepentingan adalah tanggung jawab penanggung dalam asuransi pertama. Oleh karena itu, pada reasuransi (asuransi ulang) tidak ada asuransi untuk kedua kali atau asuransi rangkap. Dalam hal ini, sama dengan asuransi solvabilitas (pasal 280 KUHD) yang juga bukan asuransi rangkap. Jadi, tidak bertentangan dengan ketentuan pasal 252 KUHD.44

Reasuransi pada asuransi umum dilakukan dengan dua cara utama. Pertama reasuradur menerima setiap kerugian yang terjadi terhadap resiko yang diasuransikan. Seperti pada perjanjian pembagian kuota dan perjanjian surplus. Kedua, reasuradur hanya membayar setelah suatu kerugian mencapai suatu jumlah tertentu, seperti pada perjanjian kerugian lebih dan pooling.

45

Setelah menyimak beberapa pernyataan di atas kiranya menjadi lebih mudah dipahami bahwa kegiatan reasuransi bukan hanya sekedar melakukan pertanggungan ulang, melainkan dari penanggung pertama ada niat untuk membagi resiko kepada penanggung lain. Mengapa ada niat membagi resiko,

43

Ibid, hlm. 151. 44

Ibid, hlm. 151. 45

(16)

karena resiko yang diterima dari tertanggung tidak seluruhnya dapat ditampung dan ditanggung sendiri oleh perusahaan penanggung asli. Dengan demikian maka sebenarnya dalam bisnis asuransi ada unsur gotong royong antara sesama perusahaan asuransi.

Praktik reasuransi ternyata tidak semata hanya kegiatan membagi resiko yang tidak dapat ditampung sendiri, melainkan juga terdapat unsur kehati-hatian (prudent underwriting) dari perusahaan penanggung pertama, untuk menyebarkan resiko (spreading of risks) kepada perusahaan penanggung lain.46

Tujuan reasuransi adalah untuk memungkinkan penanggung membayar klaim kepada tertanggung dalam hal terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian, sedangkan penanggung khawatir jika dia tidak mampu membayar klaim tersebut, karena itulah, dia mengasuransikan ulang apa yang telah menjadi tanggungannya. Akan tetapi, reasuransi itu terbatas hanya 1 (satu) kali, sehingga tidak bertentangan dengan asas keseimbangan. Jadi, reasuransi itu sebenarnya untuk meringankan beban penanggung.47 Tujuan utama bagi ceding company (perusahaan asuransi yang memindahkan risikonya) adalah untuk melindungi dirinya terhadap kerugian dalam kasus tertentu yang melebihi jumlah tertentu.48

E. Para Pihak dalam Perjanjian Asuransi

Perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang

46

Mulyadi Nitisusastro, Op.Cit., hlm. 79. 47

K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit., hlm. 52. 48

(17)

pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.49 Perjanjian adalah sejumlah kesepakatan antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung dengan tujuan memberikan perlindungan atau proteksi.50

Wirdjono Prodjodikoro menyatakan bahwa dalam asuransi terlibat dua pihak; yang satu sanggup akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin ia akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin ia akan menderita sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.51

Perjanjian asuransi merupakan sebuah kontrak yang bersifat legal. Kontrak tersebut menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung sebagai jasa pengalihan resiko, sekaligus besarnya dana yang keberadaannya bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administrasi dan keuntungan.52

Perjanjian asuransi merupakan bagian dari hukum asuransi itu sendiri. Dalam hukum asuransi, ditetapkan bahwa objek pertanggungan dalam asuransi bisa berupa benda dan jasa, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lainnya yang dimungkinkan bisa hilang, rusak ataupun berkurang nilainya.53

Perjanjian asuransi dimana tertanggung dan penanggung mengikat suatu perjanjian tentang hak dan kewajiban masing-masing. Perusahaan asuransi

49

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian (Bandung : Penerbit CV. Mandar Maju, 2011), hlm. 4.

50

Ade Arthesa dan Edia Handiman, Op.Cit., hlm. 237. 51

Wirjono Prodjokoro, Hukum Asuransi si Indonesia (Jakarta: Penerbit Intermasa, 1987), hlm. 3.

52

Zian Farodis, Op.Cit., hlm. 24. 53

(18)

membebankan sejumlah premi yang harus dibayar tertanggung. Premi yang harus dibayar sebelumnya sudah ditaksirkan dulu atau diperhitungkan dengan nilai resiko yang akan dihadapi. Semakin besar resiko, semakin besar premi yang harus dibayar dan sebaliknya.

Perjanjian asuransi tertuang dalam polis asuransi, dimana disebutkan syarat-syarat, hak-hak, kewajiban masing-masing pihak, jumlah uang yang dipertanggungkan dan jangka waktu asuransi. Jika dalam masa pertanggungan terjadi resiko, pihak asuransi akan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat dan ditandatangani bersama sebelumnya.54

Demikian juga halnya dalam perjanjian selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum yaitu di satu pihak seseorang atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu, dan di lain pihak ada sesorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atau pelaksanaan kewajiban itu. Oleh karena itu dalam suatu perjanjian ada pihak yang berkewajiban dan ada pihak yang berhak.

Sebelum mengetahui siapa-siapa saja pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek hukum itu sendiri sebab perjanjian asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainnya dimana salah satu sahnya perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak-pihak yang memenuhi kriteria sebagai subjek hukum.

55

Perjanjian asuransi yang merupakan perjanjian timbal balik, dimana satu pihak tidak selalu menjadi pihak yang berhak, melainkan dari sudut lain

54

Kasmir, Op.Cit., hlm. 292-293.

55

(19)

mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak lain, yang dengan demikian tidak selalu menjadi pihak yang berkewajiban melainkan menjadi pihak yang berhak terhadap kewajiban dari pihak pertama yang harus dilaksanakan.56

Setiap mengadakan perjanjian asuransi, haruslah sekurang – kurangnya ada 2 (dua) pihak dimana pihak yang satu disebut penanggung dan pihak lain disebut tertanggung. Dalam hal ini, pihak penanggung adalah pihak terhadapnya resiko tersebut dialihkan, yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita suatu kerugian atas suatu peristiwa yang tidak tentu. Resiko ini hanya dialihkan kepada penanggung bila adanya premi yang diberikan oleh tertanggung. Jadi, dengan adanya premi ini, pihak penanggung mengikatkan dirinya untuk menanggung resiko yang seharusnya ditanggung oleh pihak tertanggung. Sedangkan pihak tertanggung sebagai orang – orang yang berkepentingan mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur – angsur, dengan tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi.57

56

Ibid., hlm. 31. 57

Ibid

(20)

F. Perizinan Usaha Perasuransian

Pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi sosial (Pasal 9 ayat (1) UUP). Khusus bagi Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) yang menyelenggarakan program tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah. Ini berarti bahwa Pemerintah memang menugaskan BUMN yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu program asuransi sosial yang telah diputuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, bagi BUMN yang dimaksud tidak perlu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan. Pemberian izin oleh Menteri Keuangan bagi perusahaan perasuransian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

1) Persetujuan Prinsip : Adalah persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian suatu perusahaan yang bergerak di bidang perasuransian, dimana batas waktu persetujuan prinsip dibatasi selama-lamanya satu tahun. 2) Izin usaha : adalah izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah

perisiapan pendirian selesai, dimana izin usaha diberikan setelah persyaratan izin usaha telah dipenuhi.

Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dipenuhi persyaratan mengenai:

(21)

4. Kepemilikan

5. Keahlian di bidang perasuransian 6. Kelayakan rencana kerja

7. Hal-hal yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat (Pasal 9 ayat (2) UUP).

Keahlian di bidang perasuransian yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup antara lain keahlian di bidang aktuaria, underwriting, manajemen resiko, penilai kerugian asuransi dan sebagaimana sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang dijalankan.

Kepemilikan pihak asing, maka untuk memperoleh izin usaha wajib dipenuhi persyaratan dalam ayat (2) serta ketentuan mengenai kepemilikan dan kepengurusan pihak asing (Pasal 9 ayat (3) UUP). Dalam pengertian “batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing” termasuk pula pengertian tentang proses Indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan perasuransian nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.

(22)

Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian).58

a) Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yang meliputi:

Prosedur perizinan usaha perasuransian dapat dijelaskan sebagaimana berikut:

1. Permohonan Izin Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi

1) Anggaran dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;

2) Susunan organisasi dan kepengurusan perusahaan yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian tugas. Susunan organisasi tersebut harus dilengkapi dengan fungsi, uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab, serta prosedur kerja dari masing-masing unit organisasi;

3) Tenaga ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya; 4) Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat

penyertaan langsung oleh pihak asing. Perjanjian kerjasama ini harus dinyatakan dalam bahasa Indonesia dan telah ditandatangani oleh pihak Indonesia dan pihak asing;

58

(23)

5) Bagi perusahaan asuransi, spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan beserta program reasuransinya;

6) Bagi perusahaan reasuransi, program retrosesi;

b) Bagi perusahaan yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing :

1) Rekomendasi dari badan pembina dan pengawas asuransi pihak asing yang menyatakan bahwa pihak asing memiliki reputasi baik dan izin usahanya masih berlaku;

2) Laporan keuangan yang telah diaudit untuk 2 (dua) tahun terakhir baik bagi pihak asing maupun pihak Indonesia. Laporan keuangan pihak asing harus menggambarkan pemilikan modal sendiri sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dari besarnya penyertaan langsung pada perusahaan yang dimintakan izin usahanya;

c) Daftar riwayat hidup dan bukti pendukungnya dari Pengurus dan Tenaga Ahli yang dipekerjakan;

d) Pernyataan bahwa Direksi bagi Perseroan Terbatas atau Pengurus bagi Koperasi tidak merangkap jabatan eksekutif pada perusahaan lain;

e) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perusahaan yang dimintakan izin usaha berikut NPWP Pengurus perusahaan, Dewan Komisaris dan pemegang sahamnya, kecuali bagi wajib pajak luar negeri;

(24)

g) Bukti bahwa Pengurus Perusahaan yang bertanggung jawab pada fungsi pengelolaan resiko telah memiliki pengalaman di bidang tersebut sekurangkurangnya 5 (lima) tahun;

h) Bukti pemenuhan modal disetor berupa fotokopi deposito atas nama Menteri Keuangan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan yang telah dilegalisasi oleh bank penerima deposito tersebut;

i) Laporan Keuangan yang meliputi Neraca Pembukaan dan Laporan Labarugi;

j) Program kerja serta rincian persiapan yang telah dilakukan oleh perusahaan yang sekurang-kurangnya meliputi:

1) Proyeksi neraca, perhitungan laba rugi, dan arus kas, berikut asumsi-asumsinya yang mendukungnya, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;

2) Realisasi pemenuhan sumber daya manusia dan prasarana berikut rencana di bidang kepegawaian, termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;

3) Sistem pengolahan data yang dapat menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan dalam pengambilan keputusan berikut formulir yang dipergunakan;

4) Sistem admnistrasi yang memenuhi pengendalian intern;

(25)

6) Pernyataan tertulis dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang memuat dukungan kerja sama reasuransi. Selanjutnya, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal pemberian izin usaha, perusahaan harus menyampaikan realisasi program dukungan reasuransi tersebut.

2. Permohonan Izin Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang berbentuk Badan Hukum

a. Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 yang meliputi:

1) Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;

2) Tenaga Ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya; 3) Polis Asuransi Indemnitas Profesi;

4) Perjanjian Kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing. Perjanjian kerjasama ini harus dinyatakan dalam bahasa Indonesia dan telah ditandatangani oleh pihak Indonesia dan pihak asing;

(26)

b. Bagi perusahaan yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing :

1) Rekomendasi dari badan pembina dan pengawas asuransi pihak asing yang menyatakan bahwa pihak asing memiliki reputasi baik dan izin usahanya masih berlaku;

2) Laporan keuangan yang telah diaudit untuk 2 (dua) tahun terakhir baik bagi pihak asing maupun pihak Indonesia. Laporan keuangan pihak asing harus menggambarkan pemilikan modal sendiri sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dari besarnya penyertaan langsung pada perusahaan yang dimintakan izin usahanya (khusus bagi perusahaan pialang asuransi, pialang reasuransi, dan penilai kerugian);

3) Daftar riwayat hidup dan bukti pendukungnya dari Pengurus dan Tenaga Ahli yang dipekerjakan;

4) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi perusahaan yang dimintakan izin usaha berikut NPWP Pengurus perusahaan, Dewan Komisaris dan pemegang sahamnya, kecuali bagi wajib pajak luar negeri;

5) Laporan Keuangan yang meliputi Neraca Pembukaan dan Laporan Labarugi;

(27)

7) Bukti pemenuhan modal disetor berupa fotokopi deposito atas nama Menteri Keuangan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan yang telah dilegalisasi oleh bank penerima deposito tersebut;

8) Program kerja serta rincian persiapan yang telah dilakukan oleh perusahaan yang sekurang-kurangnya meliputi:

a) Proyeksi neraca, perhitungan laba rugi, dan arus kas, berikut asumsi-asumsinya yang mendukungnya, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;

b) Rencana di bidang kepegawaian, termasuk rencana pengembangan sumber daya manusia, untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun mendatang;

c) Sistem administrasi dan pengolahan data.

3.Permohonan Izin Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang Berbentuk Perorangan

a. Bukti pemenuhan persyaratan izin usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 yang meliputi:

1) Tenaga Ahli yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang usahanya; 2) Bagi Perusahaan Agen Asuransi, Perjanjian Keagenan dengan

Perusahaan Asuransi yang diageni. b. Identitas diri;

c. Bukti tanda lulus ujian keagenan dari agen yang dipekerjakan bagi pendiri yang dikeluarkan oleh aosiasi asuransi di Indonesia;

(28)

Perusahaan Perasuransian yang telah mendapatkan izin usaha, diharuskan menjalankan kegiatan usaha perasuransian secara terus menerus, hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, selanjutnya dijelaskan lebih rinci Pasal 10 yaitu:

1) Perusahaan Perasuransian harus menjalankan kegiatan usaha perasuransian secara terus menerus sejak diperolehnya izin usaha.

2) Perusahaan Perasuransian dinilai tidak menjalankan kegiatan usaha perasuransian secara terus menerus apabila dalam jangka waktu (enam) bulan tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.

3) Menteri mencabut izin usaha Perusahaan Perasuransian apabila perusahaan tidak menjalankan kegiatan usaha Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

4) Pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperhatikan tahapan pengenaan sanksi

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria tidak menjalankan kegiatan usaha secara terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.

(29)

izin usaha dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk mencairkan modal disetor yang ditempatkan dalam bentuk deposito atas nama Menteri Keuangan. Bagi perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi, pencairan deposito tersebut di atas tidak termasuk pencairan deposito jaminan (deposito wajib). Permohonan untuk mencairkan deposito tersebut di atas dapat juga dilakukan oleh pemohon yang ditolak izin usahanya atau pemohon yang membatalkan permohonannya.59

59

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara, maka bukanlah suatu hal yang mustahil bagi para penghafal Quran di Pondok Pesantren GRQ mengalami kondisi flow, mengingat proses menghafal Quran

masalah dalam penelitian yaitu apakah penerapan Pendekatan Saintifik dapat meningkatkan hasil belajar IPA Materi Daur Hidup Hewan pada siswa kelas.. IV MI Ma’arif Gedangan

Hasil BNJ 5% minggu I penyimpanan buah tomat menunjukkan bahwa kontrol, pati aren dan pati sagu memiliki nilai total padatan terlarut paling rendah yaitu 5,30

macologic agents for this application: WAY 100635 or other silent antagonists provide superior potentiation of SSRIs’ acute effects on 5-HT transmission compared with pindolol,

It was subse- quently demonstrated that lithium also increases bcl-2 levels in C57BL/6 mice (Chen et al 2000), and in human neuroblastoma SH-SY5Y cells in vitro (Manji et al 2000b);

Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui produk simpanan valas yang dilayani oleh bank rakyat indonesia yang diaplikasikan dalam bentuk tabungan britama valas

Oleh karena itu, dengan melihat teks yang terdapat di dalam naskah—teks tentang sifat dua puluh, malaikat, nabi dan rasul, hari akhir, makna lā ilāha illā Allāhu,

[r]