• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT DUA PULUH DAN RUKUN IMAN ATIATUL MU MIN FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIFAT DUA PULUH DAN RUKUN IMAN ATIATUL MU MIN FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA 2008"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

ATIATUL MU’MIN

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

Skripsi

diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar

Sarjana Humaniora

oleh

ATIATUL MU’MIN NPM 070401001Y Program Studi Indonesia

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA

(3)

Skripsi ini telah diujikan pada hari Senin, tanggal 21 Juli 2008.

PANITIA UJIAN

Ketua Pembimbing

M. Umar Muslim, Ph.D. Tommy Christomy, Ph.D.

Panitera Pembaca I

Mamlahatun Buduroh, M.Hum. M. Umar Muslim, Ph.D.

Pembaca II

Dr. Muhammad Luthfi

Disahkan pada hari………, tanggal………oleh:

Koordinator Program Studi Indonesia Dekan

(4)

Seluruh isi skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Depok, 21 Juli 2008

Penulis

Atiatul Mu’min

(5)

Kupersembahkan untuk Bapak, Ibu (alm.), dan Ade

yang selalu menyertaiku dengan cinta dan doa.

(6)

PRAKATA

Al-hamdu li Allāh, Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan kekuatan, kemudahan, dan kelancaran untuk dapat melakukan penelitian serta menyusun skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelengkapan untuk mencapai gelar Sarjana Humaniora.

Banyak hambatan dan rintangan yang harus dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat doa, bantuan, saran, dan bimbingan semua pihak, saya akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu.

Pertama, saya ucapkan terima kasih untuk keluarga tercinta yang telah mendukung, mendoakan, dan membantu saya dalam menyusun skripsi ini. Bapak dan Ibu (alm.) terima kasih atas semua hal terindah yang telah kalian berikan. Ibu, anakmu sudah lulus sekarang. Walaupun akhirnya engkau tidak dapat melihat saya wisuda, saya tetap bahagia karena engkau selalu ada di hati. Ade terima kasih sudah membantu mengetikkan dan menemani saya ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Terima kasih kepada Bapak Tommy Christomy, selaku pembimbing skripsi, yang telah membimbing saya dengan penuh kesabaran. Bapak tidak pernah bosan

(7)

untuk memberi motivasi agar saya tidak menyerah. Saat-saat bimbingan adalah saat terindah dan tak terlupakan dalam menyusun skripsi.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak M. Umar Muslim dan Bapak Muhammad Luthfi, selaku penguji, atas waktu yang telah diberikan untuk bembingan sebelum sidang. Semua yang telah Bapak berikan dalam bimbingan itu sangat meringankan “beban dunia akhirat” saya karena skripsi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada Ibu Achadiati Ikram yang telah menyetujui proposal beasiswa skripsi saya. Beasiswa tersebut sangat membantu saya, terutama untuk biaya transportasi dan penggandaan skripsi.

Selanjutnya, saya ucapkan terima kasih kepada Pak Asep, selaku pembimbing akademik, yang telah membimbing saya sampai saat ini; Ibu Pris yang menjadi pembimbing pertama saya sebelum saya mendapatkan pembimbing skripsi; Pak Syahrial yang selalu membantu saya jika Pak Tommy tidak ada; Ibu Mamlah yang telah membimbing saya di semester 6; Ibu Dewaki, selaku Koordinator Program Studi Indonesia, atas dukungan yang telah ibu berikan. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen Program Studi Indonesia yang namanya tidak bias saya sebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala ilmu yang ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan kepada saya selama 4 tahun ini.

Terima kasih kepada teman-teman IKSI 2004 yang telah banyak membantu saya selama menyusun skripsi: dua teman seperjuangan yang telah mendorong dan menyemangai saya dalam menyusun skripsi: Rizka yang sama-sama menanggung “beban dunia akhirat” dan Ayu yang selalu melontarkan celotehan lucu di saat suntuk. Kita bertiga harus tetap kompak walaupun skripsi telah selesai. Saat-saat bersama kalian tidak akan pernah saya ucapkan. Anis dan Mila sesama “Deborah Mania”; Leni yang telah menolong saya sebelum sidang; Fenty yang telah membuat saya berpikir positif (terima kasih The Secret-nya); Putri, Siti, Ojab, Dewi, Cha-cha. Novi. Diedie, Ratih, Henni, Nurina, Ayu Ipeh yang selalu ada di saat saya merasa sedih dan putus asa; serta IKSI 2004 yang namanya belum saya sebutkan di sini.

(8)

Terima kasih juga saya ucapkan kepada pihak Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, lantai 5, yang selalu memberi pelayanan terbaik. Di sanalah tempat saya “bertapa” selama menyusun skripsi, selain rumah, Perpustakaan FIB UI, Perpustakaan Pusat UI, dan gedung III FIB UI.

Saya ucapkan terima kasih juga kepada Bapak Dendi Ahmad Daud yang telah membimbing saya walaupun hanya sekali. Bimbingan yang hanya sekali itu sangat berarti bagi saya. Terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini, namun namanya belum tercantum. Segala bantuan yang telah diberikan sangat berarti untuk saya.

Tak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Demikian pula dengan saya dan skripsi ini. Saya mohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan di dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan.

Depok, 31 Juli 2008

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PERNYATAAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

PRAKATA v

DAFTAR ISI viii

IKHTISAR x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 9

1.3 Tujuan penelitian 10

1.4 Metode Penelitian 10

1.5 Sistematika Penulisan 11

BAB 2 KETERANGAN TENTANG NASKAH SIFAT DUA PULUH 13

2.1 Inventarisasi Naskah 13

2.2 Deskripsi Naskah 16

2.2.1 Naskah Sifat Dua Puluh, Br. 260 16

2.2.2 Naskah Sifat Dua Puluh, Br. 262 20

2.3 Perbandingan 25

2.4 Pemilihan Metode Suntingan 31

BAB 3 SUNTINGAN TEKS SIFAT DUA PULUH 33

3.1 Ringkasan Isi Teks 33

3.2 Gejala Bahasa di dalam Naskah Sifat Dua Puluh 34

(10)

3.4 Transliterasi Sifat Dua Puluh, Br. 260 47

3.5 Apparatus Criticus 76

3.6 Kata-kata yang Berpotensi Menimbulkan Kesulitan Pemahaman 88 BAB 4 PENGKAJIAN TEMA SIFAT DUA PULUH 103

4.1 Pengantar 103

4.2 Sifat Dua Puluh dan Rukun Iman 104

4.2.1 Iman kepada Allah swt 109

4.2.2 Iman kepada Malaikat 144

4.2.3 Iman kepada para Nabi dan Rasul 149

4.2.4 Iman kepada Kitab-kitab Allah swt 155

4.2.5 Iman kepada Hari Akhir 157

4.3 Simpulan 158 BAB 5 PENUTUP 161 5.1 Kesimpulan 161 5.2 Saran 163 GLOSARI 164 DAFTAR PUSTAKA 167 RIWAYAT HIDUP 172

(11)

IKHTISAR

ATIATUL MU’MIN. “Sifat Dua Puluh dan Rukun Iman”. (Di bawah bimbingan Tommy Christomy, Ph.D.). Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008.

Penelitian, pengalihaksaraan, dan pembahasan terhadap naskah Sifat Dua Puluh belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan suntingan teks yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengkaji tema yang ada di dalam naskah.

Metode yang digunakan adalah metode kritik teks dan metode landasan. Metode kritik teks digunakan untuk mendapatkan naskah yang dapat memberikan pengertian yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Metode landasan digunakan untuk menyajikan suntingan teks.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa naskah bertema tauhid dan fikih, tetapi yang dibahas dalam penelitian ini hanya tema tauhid saja. Tema ini dibahas lebih lanjut karena tema inilah yang yang dibahas lebih mendalam di dalam naskah. Tema tauhid di dalam naskah diuraikan dalam bentuk rukun iman. Di dalam naskah, rukun iman yang dibahas hanya lima rukun: iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada nabi dan rasul, iman kepada kitab Allah, dan iman kepada hari akhir, sedangkan rukun iman yang keenam (iman kepada qada dan qadar) tidak dibahas di dalam naskah. Iman kepada Allah di dalam naskah diuraikan dalam bentuk sifat-sifat-Nya.

(12)
(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu aliran teologi dalam Islam adalah aliran Asy’ariyah. Aliran ini muncul pada awal abad ke-9 M.1 Aliran Asy’ariyah disebut juga aliran Ahl as-Sunah wa al-Jamaah yang berarti golongan mayoritas yang sangat berpegang teguh pada sunah Nabi Muhammad saw. Nama aliran ini dinisbahkan pada pendirinya, yaitu Abū al-Hasan ‘Alī ibn Ismail al-Asy’arī. Ia dilahirkan di Basrah dan besar serta wafat di Baghdad (260-324 H atau 873-935 M). Ia berguru pada Abū ‘Alī al-Jubbai, salah seorang tokoh Muktazilah. Asy’ari menjadi pengikut Muktazilah selama 40 tahun. Setelah itu, ia keluar dan menyusun sebuah teologi baru yang berbeda dengan Muktazilah dan dikenal dengan sebutan Asy’ariyah (aliran atau paham Asy’ari). Alasan mengapa Asy’ari keluar dari Muktazilah—menurut suatu pendapat—karena ia

       

1 Dewan Redaksi Insiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 1 (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,

(14)

bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad. Di dalam mimpinya, Nabi berkata bahwa Muktazilah itu salah dan yang benar adalah penegakkan al-Hadiś.2

Ada lima ajaran pokok Asy’ariyah. Pertama, Allah swt mempunyai sifat. Sifat-sifat-Nya itu sesuai dengan Zat Tuhan dan berbeda dengan sifat makhluk-Nya. Sifat-sifat tersebut di antaranya adalah ‘ilmu (mengetahui), samā‘ (mendengar), dan basar (melihat). Jadi, menurut aliran ini Tuhan mengetahui, mendengar, dan melihat bukan dengan zat-Nya melainkan dengan sifat-Nya.3 Kedua, Alquran adalah kalām Allāh (firman Allah swt). Sebagai kalām Allāh, Alquran bersifat kadim dan bukan makhluk yang diciptakan. Ketiga, Allah swt dapat dilihat di akhirat. Allah swt dapat dilihat di akhirat karena Dia mempunyai wujud. Keempat, perbuatan-perbuatan manusia diciptakan oleh Allah swt. Aliran ini mengakui adanya kemampuan untuk berbuat dalam diri manusia, tetapi kemampuan itu tidak efektif. Kelima, orang mukmin yang berdosa besar adalah fasiq. Apakah ia akan diampuni atau tidak hanya Allah yang tahu.4

Aliran ini selanjutnya mengalami perkembangan yang pesat. Ajaran teologinya banyak diterima oleh mayoritas umat Islam. Beberapa negara yang menerima aliran ini adalah Mesir, Suriah, kawasan Afrika Utara, India, Pakistan, Afganistan, dan Indonesia. Pemikiran-pemikiran Asy’ari dapat diterima dengan mudah karena sangat sederhana dan tidak filosofis.5 Namun, dari sumber pustaka

       

2 Chaerudji Abd. Chalik, Ilmu Kalam, (Jakarta: Diadit Media, 2007), hlm. 85—86.  3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., hlm. 187. 

(15)

yang diperoleh, tidak disebutkan siapa saja yang tidak menerima ajaran Asy’ari tersebut.

Seperti yang telah di sebutkan di atas, aliran Asy’ariyahlah yang pertama kali menyebutkan bahwa Allah swt memiliki sifat. Aliran ini menyebut sifat-sifat–Nya dengan istilah sifat dua puluh. Secara umum, jika kita akan menjelaskan tauhid (dalam hal ini iman kepada Allah), digunakanlah Asmā’ al-Husnā. Akan tetapi, tidak demikian dengan Asy’ariyah. Aliran ini mencoba mejelaskannya menggunakan sifat dua puluh. Mereka berpendapat bahwa secara Zat, Allah memiliki nama, namun secara sifat, Allah belum disifati (sifat-Nya belum bernama). Pada akhirnya, muncullah sebutan untuk sifat-sifat yang dimiliki Allah dengan sebutan sifat dua puluh. Dalam penyebutannya, (penamaan sifat-Nya) tetap merujuk pada Alquran (Asmā’ al-Husnā). Misalnya, salah satu Asmā’ al-Husnā, yaitu as-Sami’ (Maha Mendengar). Dengan nama tersebut, Allah pasti bersifat Samā‘ (bersifat mendengar). Walaupun jumlah nama dan sifat Allah berbeda (99 dan 20), kedua puluh sifat tersebut sudah mencakup ke-99 nama Allah karena satu sifat dapat mewakili beberapa nama.

Pemikiran-pemikiran Asy’ari dipelajari di Indonesia melalui karya-karya al-Gazali dan as-Sanusi.6 Adapun yang membawa langsung pemikiran-pemikiran Asy’ari ke Indonesia adalah orang-orang yang menganut mazhab Syafi’i (salah satu aliran Suni). Secara singkat, dapat dikatakan bahwa masyarakat Islam di Indonesia beraliran Asy’ariyah dalam bidang teologi dan bermazhab Syafi’i dalam bidang        

(16)

fikih.7 Purwadaksi menyebutkan bahwa masyarakat muslim mazhab Syafi’i ialah mereka yang mengamalkan perilaku keislaman dengan mengikuti hasil-hasil pemikiran atau ijtihad dari Muhammad bin Idris asy-Syafi’i.8

Segi-segi keislaman mazhab Syafi’i yang mewarnai masyarakat muslim di Indonesia ialah segi ketuhanan, segi peribadatan (fikih ibadah), segi kemasyarakatan (fikih muamalah), segi perkawinan (fikih munakahat), hukum waris (faraid), hukum pidana (jinayat), dan tasawuf.9

Segi ketuhanan (tauhid) mazhab Syafi’i yang terpenting adalah sifat-sifat Allah swt. Sifat-sifat Allah swt tersebut dinamakan sifat ketuhanan yang terbagi menjadi tiga jenis sifat, yaitu sifat wajib, mustahil, dan jaiz. Sifat wajib adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah swt, sedangkan sifat-sifat mustahil adalah lawan dari sifat-sifat wajib tersebut. Sifat jaiz adalah kemampuan-Nya untuk mengadakan dan meniadakan segala yang baru (alam) atau menimbulkan suatu perubahan dan kejadian. Sifat wajib dan mustahil bagi Allah swt masing-masing berjumlah dua puluh sifat (sifat dua puluh), sedangkan sifat jaiz bagi Allah swt hanya satu sifat.10

Sifat ketuhanan ini sangat penting dalam agama Islam. Beberapa referensi dalam bahasa Indonesia ada yang membahas sifat tersebut. K. Permadi di salah satu bab dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Tasawwuf menyebutkan kedua

       

7 A. P. Purwadaksi, “Unsur Tasawuf Islam dalam Naskah Melayu Klasik,” Naskah dan Kita (Depok:

Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1991), hlm. 131. 

8 Ibid., hlm. 131-132.  9 Ibid., hlm. 132. 

(17)

puluh sifat wajib dan mustahil tersebut.11 A. P. Purwadaksi dalam makalahnya yang berjudul “Unsur Tasawuf Islam dalam Naskah Melayu Klasik” mengatakan bahwa sifat-sifat Allah swt tersebut merupakan salah satu unsur penting dalam ajaran tasawuf.12 M. T. Thahir dalam bukunya yang berjudul Ichtisar Fasal-fasal Ilmu Tauhid menjelaskan bahwa sifat-sifat Allah swt merupakan bagian yang penting dalam ilmu tauhid.13

Selain itu, jauh sebelum ketiganya menulis tentang sifat-sifat Tuhan dalam tulisan mereka, tulisan mengenai hal yang sama dapat kita jumpai dalam naskah-naskah kuno. Naskah-naskah-naskah tersebut umumnya merupakan naskah-naskah tentang tasawuf yang tidak secara khusus membahas sifat-sifat Allah. Sifat-sifat itu merupakan bagian dari ajaran tasawuf yang ada dalam naskah.14 Akan tetapi, di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) terdapat naskah yang berjudul Sifat Dua Puluh.

Berdasarkan penelusuran melalui katalog, naskah Sifat Dua Puluh berjumlah 49 naskah dan tersimpan di tiga negara: 5 naskah tersimpan di Indonesia, 2 naskah tersimpan di Inggris, dan 42 naskah tersimpan di Belanda. Namun, dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah naskah Sifat Dua Puluh yang tersimpan di PNRI. Berdasarkan Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan

       

11 Ibid.  

12 Purwadaksi, op. cit., hlm. 132—133.  

13 M. T. Thahir, Ichtisar Fasal-fasal Ilmu Tauhid, Yogyakarta, tanpa tahun. 

14 Nindya Nugraha, dkk. Ajaran Tasauf dalam Naskah Kuno Koleksi Perpustakaan Nasional RI

(18)

Nasional Republik Indonesia, di PNRI, ada dua naskah Sifat Dua Puluh, yaitu naskah yang berkode Br. 260 dan Br. 262.15

Naskah Sifat Dua Puluh termasuk ke dalam sastra kitab. Hooykas dapat dikatakan sebagai orang pertama yang menyebut kitab sebagai ragam sastra.16 Sastra kitab merupakan tulisan-tulisan yang berisi ajaran pokok tentang agama Islam.17 Dalam sastra kitab, dibicarakan berbagai cabang ilmu agama, seperti ilmu tauhid dan fikih.18

Menurut Roolvink, kajian mengenai Alquran , tafsir, tajwid, arkan usul Islam, usul al-dīn, fikih, ilmu tasawuf, tarekat, zikir, rawatib, doa, jimat, dan kitab tib (obat-obatan) termasuk dalam sastra kitab. Akan tetapi, menutut Siti Baroroh Baried, yang dimaksud sastra kitab adalah sastra tasawuf yang berkembang di Aceh pada abad ke-17.19

Sastra kitab mulai dikenal di tanah Melayu pada saat agama Islam mulai mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat. Saat itu, para penyiar Islam merasa sebagai penganut Islam, orang Melayu harus dapat membaca ayat-ayat Alquran. Melalui pengenalan huruf Arab atau huruf Alquran orang Melayu menciptakan huruf

       

15 T. E. Behrend (peny.), Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Ecole Francaise d’Extreme Orient, 1998),

hlm. 95.  

16 Tommy Christomy, “Hill al-Zill: Suntingan Naskah dan Pengkajian Tema,” (Skripsi Sarjana,

Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta, 1986), hlm. 2-3. 

17 Zalila Sharif dan Jamilah Haji Ahmad, Kesusasteraan Melayu Tradisional (Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 1993), hlm. 394. 

(19)

Jawi dengan beberapa penyesuaian. Huruf Jawi diciptakan sebagai pengganti huruf yang bersumber dari budaya Hindu Budha, yaitu huruf Kawi dan Nagari.20

Dengan pengenalan huruf Jawi tersebut, para penyiar Islam mulai mencatat ilmu-ilmu agama Islam dalam bahasa Melayu. Tulisan yang dihasilkan pada awalnya adalah untuk menerangkan pokok-pokok ajaran Islam, seperti konsep ketuhanan dan cara melakukan ibadah, seperti sembahyang, berpuasa, serta berbagai peraturan peribadatan yang penting dalam Islam.21

Sastra kitab, selain digunakan sebagai media pengajaran agama oleh para penyiar Islam, juga menjadi santapan rohani para penduduk Nusantara sebelum datangnya orang Eropa dan berdirinya sekolah modern. Sastra kitab ini di Malaysia dan Singapura dikenal dengan nama kitab Jawi.22

Contoh karya sastra kitab lainnya dalam khazanah kesusastraan Melayu klasik adalah Hikayat Seribu Masalah, Sifa al-Kulub, Sirat al-Mustakim. Naskah Hikayat Seribu Masalah pertama kali ditulis dalam bahasa Arab dan merupakan naskah yang popular di abad pertengahan. Sifa al-Kulub (Obat Hati) merupakan naskah karya Nūr ad-Dīn ar-Rānīrī. Naskah tersebut berisi penafsiran atau pengertian tentang kalimat syahadat. Sirat al-Mustakim (Jalan yang Lurus) merupakan kitab fikih tertua dalam bahasa Melayu yang juga ditulis oleh Nūr ad-Dīn ar-Rānīrī.23

       

20Zalila Sharif dan Jamilah Haji Ahmad, op. cit., hlm. 393.  21 Ibid., hlm. 394. 

22 Liaw Yock Fang, op. cit., hlm. 82.  23Ibid.  

(20)

Melihat jumlah naskahnya yang cukup banyak, dapat dikatakan bahwa naskah Sifat Dua Puluh termasuk naskah yang penting. Dari judulnya, dapat diketahui bahwa naskah berisi tentang kedua puluh sifat wajib dan mustahil bagi Allah swt. Di dalam naskah, juga disertakan kutipan-kutipan ayat Alquran tentang sifat-sifat tersebut. Teks yang berisi sifat dua puluh inilah yang menjadi bagian paling penting yang terdapat di dalam naskah. Selain berisi teks tentang sifat dua puluh, naskah Sifat Dua Puluh juga berisi teks tentang malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab-Nya, hari akhir, makna lā ilāha illā Allāhu dan istinja. Dengan demikian, pentingnya naskah dapat dilihat dari jumlah dan isinya.

Bertolak dari hal di atas, pengkajian terhadap tema naskah manarik untuk dilakukan. Menurut arti katanya, tema berarti ‘sesuatu yang telah ditempatkan’ atau ‘sesuatu yang telah diuraikan’. Kata tema berasal dari bahasa Yunani tithenai yang berarti ‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’.24 Tema adalah gagasan, ide, pikiran utama dalam karya sastra yang terungkap atau tidak. Tema tidak sama dengan pokok masalah atau topik karena tema dapat dijabarkan menjadi beberapa pokok masalah.25 Pendapat lain mengatakan bahwa tema merupakan persoalan yang diungkapkan dalam sebuah cipta sastra.26

Dalam pengkajian tema ini, satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu naskah Sifat Dua Puluh bukanlah sebuah karya sastra (fiksi). Dilihat dari isinya, Sifat Dua        

24 Gorys Keraf, Komposisi (Ende: Nusa Indah, 2001), hlm. 107. 

25 Christomy, op. cit., hlm. 52, mengutip Panuti Sudjiman (peny.), Kamus Istilah Sastra (Jakarta:

Gramedia, 1984), hlm. 74. 

(21)

Puluh merupakan karya nonfiksi. Namun demikian, teori-teori mengenai tema yang telah disebutkan di atas masih dapat digunakan dalam penelitian ini.

Dari beberapa definisi tentang tema di atas, tema dapat dikatakan sebagai gagasan utama yang telah diuraikan penulis dalam sebuah karya. Oleh karena itu, dengan melihat teks yang terdapat di dalam naskah—teks tentang sifat dua puluh, malaikat, nabi dan rasul, hari akhir, makna lā ilāha illā Allāhu, serta istinja—dapat dikatakan bahwa tema naskah Sifat Dua Puluh adalah tauhid dan fikih.

Dengan demikian, dari segi isi, naskah ini berisi hal yang penting dalam agama Islam. Berdasarkan beberapa sumber pustaka yang diperoleh, belum ada yang membahas naskah Sifat Dua Puluh. Oleh sebab itu, pengalihaksaraan dan pembahasan terhadap naskah patut dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Jumlah naskah Sifat Dua Puluh yang dapat diinventarisasikan dengan merujuk pada katalog ada 49 naskah. Namun, dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah dua naskah yang tersimpan di PNRI dan keduanya belum ditransliterasi. Oleh karena itu, pembahasan dan pengalihaksaraan patut dilakukan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang dibahas dalam peneliltian ini, yaitu bagaimana menyajikan suntingan teks Sifat Dua Puluh yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengkaji tema yang ada di dalamnya.

(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menyajikan suntingan teks Sifat Dua Puluh yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengkaji tema yang ada di dalamnya.

1.4 Metode Penelitian

Bila dikelompokkan secara umum, ada dua metode yang mendasar sekali berkenaan dengan penelitian filologi. Pertama, metode kritik teks dan yang kedua, metode edisi. Metode kritik teks dipakai untuk mendapatkan naskah yang dapat memberi pengertian yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai naskah yang mendekati aslinya.27 Dalam metode ini dikenal beberapa teknik, misalnya perbandingan naskah untuk mengelompokkan varian-varian yang ada. Dalam metode kritik teks ini, termasuk pula teknik-teknik deskripsi, inventarisasi, dan transliterasi naskah.28

Berhubungan dengan metode kritik teks tersebut, maka langkah pertama yang akan dilakukan adalah membuat inventarisasi naskah Sifat Dua Puluh. Inventarisasi naskah dilakukan dengan cara mencatat naskah Sifat Dua Puluh yang tersebar di berbagai tempat berdasarkan informasi dari katalog. Setelah melakukan inventarisasai, langkah kedua yang dilakukan adalah membuat deskripsi naskah Sifat

       

27 Tommy Christomy, “Beberapa Catatan tentang Studi Filologi di FS UI,” Naskah dan Kita (Depok:

Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1991), hlm. 66, mengutip Haryati Soebadio, “Penelitian Naskah Lama Indonesia,” Bulletin Yaperna, No. 7/11 Juni (Jakarta: Pdan K, 1975), hlm. 3.  

(23)

Dua Puluh secara lengkap. Pada saat mendeskripsikan naskah, yang dilihat tidak hanya segi fisiknya saja, tetapi juga segi isi. Langkah ketiga adalah melakukan perbandingan isi Sifat Dua Puluh. Melalui perbandingan isi inilah, akan diketahui apakah kedua naskah yang ada merupakan versi atau varian. Akhirnya, ditentukan naskah mana yang akan disunting. Langkah terakhir, keempat, adalah mengkaji tema Sifat Dua Puluh.

Metode edisi meliputi sejumlah cara untuk membuat suntingan naskah. Sehubungan dengan hal tersebut, kita mengenal beberapa cara, yaitu metode naskah tunggal dan diplomatik untuk naskah tunggal serta metode landasan dan gabungan untuk naskah jamak.29 Seperti telah disebutkan di bagian pendahuluan, naskah Sifat Dua Puluh yang menjadi objek penilitian ini merupakan naskah jamak, maka metode edisi yang digunakan adalah metode edisi naskah jamak. Penjelasan lebih lanjut mengenai pemilihan metode edisi yang digunakan dalam penelitian ini akan disajikan di bab 2 dalam subbab pemilihan metode suntingan.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Bab pertama adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi keterangan tentang naskah, yaitu inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan, dan pemilihan metode suntingan. Bab ketiga berisi suntingan teks yang meliputi ringkasan isi teks, gejala        

(24)

bahasa di dalam naskah, pertangungjawaban transliterasi, transliterasi, apparatus criticus, dan penjelasan kata-kata yang berpotensi menyulitkan pemahaman. Bab keempat berisi pembahasan terhadap naskah yang berupa pengkajian tema Sifat Dua Puluh. Bab kelima adalah bab penutup yang terdiri atas kesimpulan dari seluruh uraian yang ada pada bab-bab sebelumnya dan saran.

(25)

BAB 2

KETERANGAN TENTANG NASKAH SIFAT DUA PULUH

2.1 Inventarisasi Naskah

Langkah pertama yang harus ditempuh oleh penyunting setelah menentukan naskah yang ingin disunting adalah menginventarisasikannya. Tujuan dari inventarisasi ialah untuk mengetahui jumlah naskah yang ada baik di dalam maupun luar negeri.30 Dalam membuat inventarisasi naskah Sifat Dua Puluh, digunakan 19 buah katalog.31 Dari hasil penelusuran, dapat diketahui bahwa naskah tersebut berjumlah 49 naskah dan tersimpan di tiga negara, yaitu Indonesia, Inggris, dan Belanda.

       

30 Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi (Jakarta: Forum Kajian Bahasa dan

Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996), hlm. 64-65. 

31 Dari hasil penelusuran sembilan belas katalog tersebut, dalam delapan katalog, tidak ditemukan

naskah Sifat Dua Puluh. Katalog tersebut adalah Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A:

Jawa Barat “Koleksi Lima Lembaga”, Catalogue of Malay Manuscripts in France, Catalogue of Malay Manuscripts in West Germany, Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman, Catalogue of Javanese and Sasak Text, Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara: Selawesi Selatan, Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat, dan Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1: Museum Senobudoyo Yogyakarta. Dengan demikian, berdasarkan kedelapan katalog tersebut, maka

naskah Sifat Dua Puluh tidak terdapat di Jawa Barat, Perancis, Jerman, Perpustakaan Pura Pakualaman, Sulawesi Selatan, dan Museum Senobudoyo.  

(26)

Lima dari empat puluh sembilan naskah itu terdapat di Indonesia. Dua naskah tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI): naskah Br. 260, dan Br. 262 yang berjudul Sifat Dua Puluh.32 Satu naskah ada di Palembang: naskah IK/ 9/ MSPD yang berjudul Sifat Dua Puluh33. Satu naskah tersimpan di Surakarta: naskah SMP 138/234 yang berjudul Serat Sifat Kalidasa.35 Satu naskah merupakan koleksi dari Abdul Mulku Zahari: naskah IS/ 110/ AMZ yang berjudul Sifat Dua Puluh dan Rukun Iman.36

Selanjutnya, di Inggris terdapat dua naskah yang tersimpan di dua tempat yang berbeda. Naskah Raffles Malay 79 yang berjudul Sifat Dua Puluh tersimpan di Royal Asiatic Society dan naskah MS 11576 yang berjudul Sifat Duapuluh tersimpan di School of Oriental and African Studies.37

Terakhir, di Belanda, terdapat 42 naskah. Berdasarkan katalog, naskah tersebut tersimpan di lima tempat. Pertama, di Leidse Universiteitsbibliotheek tersimpan 29 naskah: 22 tidak memiliki keterangan dan 7 naskah memiliki keterangan.38 Naskah yang tidak memiliki keterangan, yaitu naskah Cod. Or. 3227, Cod. Or. 5645, Cod. Or. 8818, Cod. Or. 3299, Cod. Or. 4852, Cod. Or. 6558, Cod.        

32 Behrend (peny.), op. cit., hlm. 56. 

33 Achadiati Ikram (peny.), Katalog Naskah Palembang (Tokyo: Yayasan Naskah Nusantara dan

Tokyo University of Foreign Studies, 2004), hlm. 124. 

34 Naskah tersebut berbahasa Jawa. 

35 Nancy K. Florida, Javanese Literature in Surakarta Manuscripts (New York: Cornell University,

1993). 

36 Achadiati Ikram, dkk., Katalog Naskah Buton Koleksi Abdul Mulku Zahari (Jakarta: Masyarakat

Pernaskahan Nusantara dan Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm. 305. 

37 M.C. Riclefs dan P. Voorhoeve, Indonesian Manuscripts in Great Britain (Oxford University Press,

1977), hlm. 143 dan 156. 

(27)

Or. 6561, Cod. Or. 6724, Cod. Or. 2735, Cod. Or. 7296, Cod. Or. 7331, Cod. Or. 7371, Cod. Or. 7593, Cod. Or. 7636, Cod. Or. 8127, Cod. Or. 8154, Cod, Or. 8162, Cod. Or. 8228, Cod. Or. 8547, Cod. Or. 8548, Cod. Or. 8733, dan Cod. Or. 10.812. Naskah yang memiliki keterangan, yaitu naskah Cod. Or. 5738, Cod. Or. 5834, Cod. Or. 6481, Cod. Or. 6586, Cod. Or. 7305, Cod. Or. 7607, dan Cod. Or. 8260.39 Semua naskah tersebut berjudul Sifat Dua Puluh.40

Kedua, di Koninklijk Instituut voor taal-, land en volkenkunde tersimpan dua naskah: naskah KITLV Or. 160 dan naskah KITLV Or. 457. Dari kedua naskah ini, yang memiliki keterangan adalah naskah KITLV Or. 457, sedangkan naskah KITLV Or. 160 tidak memiliki keterangan.41 Kedua naskah tersebut berjudul Sifat Dua Puluh.42

Ketiga, di Kononklijk Instituut voor de Tropen tersimpan satu naskah, yaitu KIT 674/ 789 yang berjudul Sifat Dua Puluh.43 Keempat, di Rijkmuseum meermannt-westrinianum tersimpan satu naskah, yaitu RMW 10F 45 yang berjudul Sifat Dua Puluh.44

       

39 Naskah Cod. Or. 6481, Cod. Or. 6586, Cod. Or. 7607 hanya merupakan fragmen dan naskah Cod.

Or. 7305 merupakan fragmen yang ditulis dengan dua tulisan tangan yang berbeda. Bagian awal naskah Cod. Or. 5738 telah hilang, sedangkan naskah Cod. Or. 5834 hanya bagian awalnya saja yang ada. Naskah Cod. Or. 8260 memiliki kolofon yang berbunyi “Ditulis oleh Daud Yahya Valentijn pada tanggal 12 Jumadil Awal 1217 H atau 10 Sep 1802 M di Batavia. Naskah dibeli pada tahun 1947.”  

40 Teuku Iskandar, Catalogue of Malayan, Minangkabau, and South Sumatran Manuscripts (Vol. 1

dan 2; Leiden: Universiteit Leiden, 1999).  

41 Naskah ini merupakan naskah yang ditulis dalam bentuk tanya jawab.  42 Iskandar, op. cit., hlm. 797 dan 856. 

43 Ibid., hlm. 882.  44 Ibid., hlm. 956. 

(28)

Kelima, di Perpustakaan Universitas Leiden tersimpan sembilan naskah,45 yaitu Or. 225, Or, 6561(4), Or. 8705e, Or. 2258, Or. 7953, Or. 8133(11), Or. 8105, Jakarta Vt. 70, dan Jakarta Vt. 45. 46 Naskah Or. 225, Or. 2258, dan Or. 7953 berjudul Hikayat Sipeuet Dua Plōh. Naskah Or. 6561(4) dan Or. 8705e berjudul Sipheuet Dua Plōh. Naskah Or. 8133 dan Jakarta Vt. 70 berjudul Nalam Sipheuet Dua Plōh. Naskah Or. 8105 dan Jakarta Vt. 45 berjudul Nalam Jawoe Sipheuet Dua Plōh.

2.2 Deskripsi Naskah

2.2.1 Naskah Sifat Dua Puluh, Br. 260

Naskah ini disimpan di PNRI, Jakarta. Naskah ditulis dengan huruf Arab Jawi dan berbahasa Melayu. Berdasarkan katalog, naskah ini bekode Br. 260.47 Kode tersebut menunjukkan bahwa naskah merupakan koleksi dari J.L.A. Brandes. Kode naskah terdapat di sampul bagian belakang naskah. Di halaman pertama setelah lembar pelindung, tertulis judul naskah ini yang ditulis dengan pensil. Di halaman yang sama, terdapat stempel dengan tulisan yang berbunyi “Gouvernements Eigendom” yang berarti “Milik Pemerintah”.

Kondisi naskah cukup buruk karena ada beberapa halaman yang terlepas, yaitu dari halaman 75 sampai 85. Naskah ditulis dengan menggunakan kertas

       

45 Semua naskah berbahasa Aceh. 

46 P. Voorhoeve, Catalogue of Acehnese Manuscripts in Library of Leiden University and Other

(29)

berukuran kuarto dan berwarna coklat. Kertas tersebut sudah sangat rapuh. Tekstur kertas tebal dan kasar.

Naskah ini terdiri atas 82 halaman dan semua halamannya ditulisi. Selain teks sifat dua puluh (dari halaman 1—50), dalam naskah ini terdapat teks tambahan. Teks tambahan berisi penjelasan malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab-Nya, hari akhir, makna lā ilāha illā Allāhu, Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya, serta istinja (membersihkan hadas).

Jumlah lembar pelindung naskah ada enam, yaitu empat di bagian depan dan dua di bagian belakang naskah. Jumlah kuras ada sepuluh, sedangkan jumlah rusuk ada tiga. Rusuk naskah terlihat di halaman 15, 16; 27, 28; 39, 40; 47, 48; dan 69, 70. Rusuk dijahit dengan tusuk jelujur menggunakan benang berwarna putih. Sampul naskah berupa hard cover berwarna coklat kemerahan.

Halaman naskah berukuran 19 x 15 cm. Ukuran pias recto, yaitu 3 cm untuk pias atas dan kanan, 2,5 cm untuk pias bawah, serta 1,5 cm untuk pias kiri. Ukuran pias verso adalah 2,5 cm untuk pias atas dan bawah, 3 cm untuk pias kiri, serta 1,5 cm untuk pias kanan.

Pias bawah recto digunakan untuk menulis kata alihan (catchword). Kata alihan tersebut ditulis dengan tinta hitam. Jumlah baris dalam satu halaman sebelas baris dengan jarak antarbaris 1 cm. Jumlah garis panduan per halaman ada 12 baris dengan jarak antargaris 1,5 cm. Tebal naskah berserta sampul 2,8 cm.

Naskah ini ditulis dengan tinta hitam, sedangkan rubrikasi dengan tinta merah. Contoh rubrikasi adalah kata-kata adapun, sebermula, dan kutipan ayat-ayat Alquran.

(30)

Tinta merah juga dugunakan untuk menulis pungtuasi dalam naskah, yaitu tanda O

untuk menandai akhir kalimat.

Pungtuasi Br. 26048 Rubrikasi Br. 260

Pensil digunakan untuk menuliskan nomor halaman dalam naskah ini. Penomoran ditulis dengan angka Arab dan tidak konsisten karena tidak terdapat di semua halaman. Nomor halaman terdapat di halaman 1, 2, 40, 50, 60, 70, 80, dan 82. Nomor halaman tersebut diduga bukan ditulis oleh penyalin naskah karena penanda urutan halaman naskah berupa kata alihan (catchword). Nomor halaman yang ditulis di dalam naskah hanya sebagai tambahan. Pemberian nomor halaman mungkin dilakukan oleh pihak penyimpan naskah (dalam hal ini perpustakaan) atau orang yang telah melakukan deskripsi terhadap naskah ini. Watermark, countermark, iluminasi, koreksi, dan ilustrasi tidak ditemukan dalam naskah ini. Dengan tidak adanya watermark dan countermark, sulit untuk menentukan kertas yang dipakai apakah kertas Eropa atau bukan.

       

(31)

Kolofon Br. 260

Naskah ini memiliki kolofon yang berbunyi “Tamatlah selesailah kitab ini kepada dua belas hari, bulan Jumad al-Akhir, sanah 1227 atas yang menyuratkan kitab ini al-Hajj Muhammad Ali bin Hajj Zaini Hasan Dasi”. Dari kolofon, kita ketahui bahwa naskah ini selesai disalin pada tanggal 12 Jumad al-Akhir 1227 H. Jika dihitung berdasarkan tahun Masehi, naskah ini selesai disalin pada tahun 1806. Dengan demikian, naskah ini berasal dari awal abad ke-19.

Keterangan mengenai pemilik naskah

Keterangan mengenai pemilik terdapat di awal yang ditulis dengan pensil berwarna biru dan jingga. Keterangan tersebut berbunyi: “Bahwa ini surat yang empunya Encik Kisut49 bahwa ‘aqā’id al-īmān Kisut fakir miskin yang tinggal dia dalam kampung s-n-w50 belakang tukang jual terigu z-k-w-a’51”. Melalui keterangan        

49 Tulisan tidak terlau jelas antara Kisut (ةﻮﺼﻴﻜ) atau Ki‘ut (ةﻮﻌﻴﻜ).   50 ﻮﻧﺴ 

(32)

tersebut dapat diketahui bahwa pemilik naskah bernama Encik Kisut. Keterangan mengenai siapa sebenarnya Encik Kisut tidak ditemukan di dalam naskah. Mengenai tempat tinggal pemilik naskah, jika kita lihat dari keterangan tersebut, akan diperoleh adanya dua kemungkinan. Pertama, Encik Kisut tinggal di kampung dan kampung tersebut terletak di belakang tukang jual terigu. Kedua, Encik Kisut tinggal di kampung dan rumahnya di kampung tersebut terletak di belakang tukang jual terigu.

2.2.2 Naskah Sifat Dua Puluh, Br. 262

Sama seperti naskah pertama, naskah ini pun disimpan di PNRI, Jakarta. Naskah ini berbahasa Melayu dengan huruf Arab Jawi. Berdasarkan katalog, naskah ini bekode Br. 262.52 Sama seperti naskah pertama, kode tersebut menunjukkan bahwa naskah merupakan koleksi dari J.L.A. Brandes. Kode naskah terdapat di sampul belakang. Tidak seperti naskah pertama, judul naskah dan stempel yang berbunyi “Gouvernements Eigendom” yang berarti “Milik Pemerintah” terdapat di halaman yang berbeda.

Jika dibandingkan dengan naskah sebelumnya, kondisi naskah ini jauh lebih baik: tidak ada halaman yang terlepas dan kertasnya pun tidak rapuh. Kertas berukuran kuarto masih digunakan sebagai alas naskah. Kertas tersebut berwarna krem muda. Teksturnya kasar dan tebal.

Naskah ini terdiri atas 61 halaman. Teks sifat dua puluh terapat di halaman 4—43. Dalam naskah ini juga terdapat teks tambahan, tetapi pemisahan antara teks        

(33)

sifat dua puluh dengan teks tambahannya tidak sejelas naskah pertama. Teks tambahan tersebut adalah teks tentang nabi dan rasul Allah, malaikat, kitab Allah, dan teks tentang makna lā ilāha illā Allāhu. Uraian mengenai malaikat-malaikat Allah dalam naskah kedua ini lebih panjang dibandingkan dengan naskah pertama. Teks yang berisi tentang Nabi Muhammad, hari akhir, dan istinja tidak ada dalam naskah ini.

Jumlah lembar pelindung ada dua, yaitu masing-masing satu di bagian depan dan belakang. Jumlah kuras ada tiga dan jumlah rusuk ada dua. Rusuk naskah terlihat di halaman 12, 13; 34, 35; dan 54, 55. Rusuk dijahit dengan tusuk jelujur menggunakan benang berwarna putih. Sampul naskah berupa hard cover berwarna coklat kemerahan.

Halaman naskah ini berukuran 20 x 16 cm. Ukuran pias recto adalah 2 cm untuk pias bawah dan kiri, 2,5 cm untuk pias atas, serta 3,5 untuk pias kanan. Ukuran pias pada bagian verso adalah 2 cm untuk pias atas dan kanan, 2,5 cm untuk pias bawah, serta 3 cm untuk pias kiri.

Kata alihan (catchword) terdapat di pias bawah recto yang ditulis dengan tinta hitam. Jumlah baris per halaman 15 baris dengan jarak antarbaris 0,7 cm. Namun, di halaman tujuh, jumlah baris hanya 13 baris. Jumlah garis panduan per halaman ada 8 garis dengan jarak antargaris 2,5 cm. Tebal naskah berserta sampul 1,3 cm.

Naskah ini ditulis dengan tinta hitam, sedangkan rubrikasi dengan tinta merah. Contoh rubrikasi adalah kata-kata adapun, sebermula, dan kutipan ayat-ayat Alquran.

(34)

Selain untuk rubrikasi, tinta merah juga dugunakan untuk menulis pungtuasi dalam naskah, yaitu tanda sebagi penanda akhir kalimat.

Angka Arab yang ditulis dengan pensil digunakan untuk menulis nomor halaman dalam naskah ini. Nomor halaman ditulis secara konsiten, yaitu di bagian recto di kanan atas. Halaman yang bernomor hanya halaman genap saja. Sama seperti naskah Br. 260, penomoran halaman diduga tidak dilakukan oleh penyalin naskah, tetapi oleh pihak penyimpan naskah atau orang yang telah melakukan deskripsi terhadap naskah ini. Penanda halaman naskah ini berupa kata alihan (catchword). Watermark, countermark, iluminasi, dan ilustrasi tidak ditemukan dalam naskah ini. Dengan tidak adanya watermark dan countermark, sulit untuk menentukan apakah kertas yang dipakai adalah kertas Eropa atau bukan.

Pungtuasi Br. 262

Koreksi terdapat di halaman 4, 5, 7, 14, 18, 30, 45, dan 50. Selain itu, juga terdapat keterangan tambahan yang ditulis di pias kiri dan kanan, yaitu pada halaman 4, 7, 20, 25, 26, 28, 36, 37, 46, 47, 54, dan 55.

(35)

Kolofon naskah ini berbunyi “Tamatlah habis selesainya ini kitab Sifat Dua Puluh Jauhar sanah yang ter-l-q-a-b53 bicarah usul ad-dīn bukan sendiri punya kerabat mudah muda pun biar manfaatnya kitab banyak-banyak mengharap pada malam Kamis khatamnya bulan Rajab, sanah 1228 jua adanya”. Dari kolofon tersebut, dapat diketuai bahwa naskah selesai disalin pada hari Kamis bulan Rajab tahun 1228. Jika dihitung berdasarkan tahun Masehi, maka naskah ini selesai disalin pada bulan tahun 1807, lebih muda satu tahun daripada naskah pertama.

Kolofon Br. 262

Dalam naskah ini juga terdapat tulisan yang berisi tentang harapan dari penyalin. Tulisan tersebut berbunyi “Telah selesailah ini kitab sempurnanya khatamnya lengkap tiap-tiap sekaliannya akaid di dalamnya se-r-a-b-h54 sedikit tiada kurang pada soalnya mudah-mudahan doa serta rida hidayahnya berikan setengah dua rupiah kepada yang menuliskannya apalah dengan suka citanya serta (tulisan tidak terbaca) mempunyai kiranya memberi manfaat pada yang baginya”. Melalui tulisan tersebut, penyalin berharap semoga naskah ini dapat memberi manfaat bagi        

53 ﺐﺎﻗﻠ  54 ﻪﺒاﺮﺴ 

(36)

pembacanya. Penyalin juga mengharapkan imbalan (dapat disebut uang sewa) dari setiap orang yang telah membacanya yang diberikan secara ikhlas. Pada halaman satu naskah ini, terdapat pantun yang berbunyi:

Bahwa ini kitab Jauhar Siti

Menyatakan sifat dua puluh as-salatī Alam pertamaan dalam agama ibu d-y-t-y55 Nyata dalamnya terlebih pada akaid r-y-t-y56

Daripada iman pada Allah dan agama-Nya Dan kepada rasul pula menyelesaikannya Karena tiada diterima iman seseorangnya Hanya mengucap syahadat dua kalimatnya

Supaya kesempurnaan bagi kamu beriman Jika kamu nazar serta paham dengan pengertian

Dari awalnya senggah hingga kepada kesudah-sudahan Sabar supaya terang bagianya atas yang irfan

Pantun yang terdapat di naskah Br. 262

       

(37)

Pantun tersebut menekankan betapa pentingnya mengimani sifat wajib dan mustahil bagi Allah. Selain itu, jika kita telah mengimaninya berarti telah sempurna iman kita.

2.3 Perbandingan

Seperti telah disebutkan pada bagian pendahuluan, naskah yang menjadi objek penelitian ini adalah Sifat Dua Puluh dengan kode Br. 260 dan Br. 262. Sebelum menentukan naskah mana yang akan disunting, langkah yang harus dilakukan adalah membuat perbandingan. Hal-hal yang dibandingkan meliputi kondisi fisik naskah, pendahuluan, isi, kolofon, dan keterangan mengenai pemilik naskah. Berdasarkan perbandingan inilah, dapat ditentukan naskah mana yang memang layak untuk disunting.

Kondisi fisik naskah Br. 260 jika dibandingkan dengan naskah Br. 262 dapat dikatakan lebih buruk. Kertas sudah mulai rapuh dan banyak lembarnya yang sudah terlepas dari kuras. Tinta yang digunakan untuk menulis pun sudah mulai luntur sehingga agak menyulitkan pembacaan. Kondisi fisik yang berbeda tampak pada naskah Br. 262. Kertas belum rapuh dan tidak ada satu lembarnya pun yang lepas dari kuras. Tinta yang digunakan untuk menulis pun belum luntur. Sungguhpun demikian, secara keseluruhan, tulisan dalam naskah Br. 260 lebih mudah dibaca daripada tulisan di naskah Br. 262. Hal ini disebabkan ukuran tulisan di dalam naskah Br. 260 memang lebih besar daripada naskah Br. 262. Tulisan di dalam naskah Br. 262 berukuran kecil dan rapat-rapat.

(38)

Kondisi fisik naskah Br. 260 yang memprihatinkan tersebut, menyebabkan naskah tidak dapat di-print out secara sempurna. Hasilnya tulisan tidak terbaca karena tinta menembus ke halaman berikutnya. Hasil berbeda terlihat pada print out naskah Br. 262. Tulisan masih dapat terbaca walaupun ada beberapa hurufnya yang tidak dapat terbaca dengan jelas.

Selain itu, di dalam naskah Br. 262 ditemukan adanya loncatan cerita. Di halaman 53 baris terakhir, disebutkan mengenai bilangan (jumlah) malaikat, tetepi di halaman 54 baris ke tiga, cerita langsung dimulai dengan nama malaikat yang kelima dan keenam.

“Syahdan bilangan segala malaikat yang kesempurnaan kepada sepuluh orang yang tinggalnya {53}// daripada mereka itu yaitu enam orang. Kemudian yang empat itu maka mereka itu pun dijadikan/ Allah Taala muqrin jua, yaitu Munkar dan Nakir dan Raqib dan Atid dan Malik/ dan Ridwan ‘alaihim as-salātu wa as-salāmu. Yang kelima keenam, malaikat Munkar wa Nakir [. . .] {54}//”57

Di sini, terjadi loncatan karena nama malaikat mulai dari yang pertama sampai keempat tidak ada. Loncatan cerita ini tidak dapat dikatakan disebabkan adanya halaman yang hilang. Halaman naskah ini lengkap karena tidak ada satu lembar pun yang lepas dari kurasnya.

Selain kondisi fisik yang berbeda, perbedaan lain yang dapat ditemukan di antara kedua naskah adalah isi teks. Naskah Br. 260 berisi teks tentang sifat dua puluh, kitab Allah, nabi dan rasul, malaikat, hari akhir, Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya, makna lā ilāha illā Allāhu, serta istinja. Naskah Br. 262 berisi teks tentang sifat dua puluh, kitab Allah, nabi dan rasul, malaikat, hari akhir, serta makna

(39)

lā ilāha illā Allāhu. Dengan demikian, di dalam naskah Br. 260, terdapat teks yang bertema fikih, sedangkan di dalam naskah Br. 262 tidak ada. Selain itu, di dalam naskah Br. 260 terdapat tiga teks yang tidak ada di dalam naskah Br. 262.

Walaupun kedua naskah memiliki teks yang mirip, urutan penyajian teks di kedua naskah berbeda. Urutan penyajian teks di dalam naskah Br. 260 dapat dikatakan lebih baik daripada Br. 262. Di dalam naskah Br. 260, teks sifat dua puluh diuraikan dengan urutan: sifat wajib, arti dari sifat tersebut, sifat mustahilnya, tanda wajib sifat tersebut, dan dalilnya. Di dalam naskah Br. 262, cara penguraiannya berbeda. Tanda wajib Allah bersifat dengan kedua puluh sifat tersebut diuraikan setelah uraian mengenai sifat wajibnya, arti sifat tersebut, sifat mustahilnya, dan dalilnya. Tanda wajib Allah bersifat dengan kedua puluh sifat tersebut terdapat di halaman 33—36, sedangkan uraian mengenai sifat wajibnya, arti sifat tersebut, sifat mustahilnya, dan dalilnya terdapat di halaman 4—14. Uraian mengenai malaikat di antara kedua naskah pun berbeda. Uraian mengenai malaikat di dalam naskah Br. 262 lebih panjang daripada di dalam naskah Br. 260. Di dalam naskah Br. 262, uraian malaikat terdapat di halaman 53—60, sedangkan di dalam naskah Br. 260, uraian tentang malaikat terdapat di halaman 65—68.

Selain itu, perbedaan lain yang sangat terlihat dari segi isi di antara kedua naskah yaitu bagian pendahuluan. Pendahuluan naskah Br. 260 terdapat di halaman 1—2, sedangkan pendahuluan naskah Br. 262 terdapat di halaman 4—7. Isi pendahuluannya pun berbeda. Pendahuluan naskah Br. 260 berisi tentang puji-pujian bagi Allah dan rasul-Nya serta perintah bagi setiap manusia untuk mengimani semua

(40)

sifat wajib bagi Allah dan rasul-Nya. Pendahuluan naskah Br. 262 berisi tentang bagi Allah dan rasul-Nya, kewajiban bagi manusia untuk mengesakan Allah, dan mengenal rasul-Nya, serta pengertian wajib, mustahil, dan jaiz.

Pendahuluan naskah Br. 262 yang jauh lebih panjang menyebabkan urutan halaman bagian isinya menjadi bergeser beberapa halaman ke belakang. Hal ini sudah pasti menyebabakan adanya perbedaan halaman antara naskah Br. 260 dan Br. 262 untuk penjelasan mengenai hal yang sama. Misalnya, sifat wujūd di naskah Br. 260 mulai diuraikan di halaman 2, sedangkan di naskah Br. 262 mulai diuraikan di halaman 7.

Namun demikan, di dalam naskah Br. 262, penjelasan mengenai tanda wajib kedua puluh sifat tersebut yang terdapat di halaman 33—36 tidak disebabkan oleh adanya pergeseran halaman karena pendahuluan yang panjang. Hal itu lebeih disebabkan urutan penyajian teks yang berbeda.

Selanjutnya, perbedaan pun dapat kita jumpai dalam kolofon. Kolofon naskah Br. 260 berisi keterangan yang lebih lengkap daripada kolofon naskah Br. 262. Dari kolofon, dapat diketahui siapa penyalin dan kapan naskah Br. 260 selesai disalin. Kolofon Br. 262 hanya berisi keterangan mengenai waktu penyalinan, sedangkan siapa penyalin atau penulisnya tidak diketahui. Dari kolofon, dapat dikehui bahwa penyalin naskah Br. 260 bernama al-Hajj Muhammad Ali bin Hajj Zaini Hasan Dasi dan naskah selesai disalin pada tanggal 12 Jumad al-Akhir 1227 H. Dari kolofon Br. 262 hanya dapat diketahui bahwa naskah selesai disalin pada tahun 1228 H.

(41)

Keterangan mengenai pemilik naskah pun ditemukan di dalam naskah Br. 260. Dari keterangan tersebut, dapat diketehui bahwa pemilik naskah Br. 260 adalah Encik Kisut (Ki‘ut). Dengan tidak adanya keterangan mengenai pemilik naskah, tidak bisa diketahui siapa pemilik naskah Br. 262.

Bertolak dari perbandingan tersebut, dapat dipastikan bahwa naskah Br. 260 dan Br. 262 merupakan dua versi yang berbeda. Kedua naskah dapat dikatakan demikian kerena perbedaan dalam hal isi sangat besar, baik perbedaan dalam jumlah teks maupun cara pengajiannya. Dari segi isi, naskah Br. 260 lebih unggul daripada naskah Br. 262 karena teks yang terdapat di dalamnya lebih lengkap. Selain itu, cara penyajian yang terdapat di dalam naskah Br. 260 lebih memudahkan pembaca untuk memahami isi naskah.

Untuk lebih jelas dalam melihat perbandingan kedua naskah, di bawah ini disajikan tabel perbandingan naskah berdasarkan kondisi fisik naskah, pendahuluan, isi, kolofon, dan keterangan mengenai pemilik naskah.

Tabel Perbandingan Naskah

No Hal yang Dibandingkan Naskah Br. 260 Naskah Br. 262 1 Pendahuluan Bi ismi Allāhi ar-rahmāni

ar-rahīmi al-hamdu li Allāhi rabbil al-’ālamīn wa ‘aqibuhil wa al-qayina wa al-salātu wa as-salāmu ‘alā asyrafi al-mursalīna

Bi ismi Allāhi ar-rahmāni ar-rahīmi [. . .] sebermula adapun kemudian daripada itu maka ketahui olehmu hai Talib [. . .] laki-laki atau perempuan sama ada

(42)

muhammadin wa ‘alā ālihi wa sahbihi ajma‘īn wa ba’du kemudian daripada itu katahui olehmu hai Talib bahwasannya wajib atas tiap-tiap makluk laki-laki dan perempuan merdeka dan budak orang bahwa mengenal ia akan barang yang wajib dan barang yang mustahil dan yang jaiz pada hak Tuhan Kita jalla wa ‘azza.

merdeka atau budak hamba bahwa ia mengenal akan Allah Taala yakni mengenal akan barang yang wajib dan barang yang mustahil dan barang yang haram bagi hak Tuhan Kita jalla wa ‘azza [. . .]

2 Kondisi fisik Kertas sudah sangat rapuh, warna kertas mulai menjadi coklat, tintanya sudah mulai luntur, dan tulisan mudah terbaca.

Kondisi kertas masih sangat bagus, hanya terdapat sedikit tinta yang luntur, tulisan agak sulit dibaca karena ukurannya kecil dan rapat.

3 Isi Berisi teks tentang sifat dua puluh, nabi dan rasul, kitab Allah, malaikat, hari akhir, Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya, makna lā ilāha illā Allāhu, serta istinja.

Berisi teks tentang sifat dua puluh, nabi dan rasul, kitab Allah, malaikat, hari akhir, serta makna lā ilāha illā Allāhu.

4 Kolofon dan penyalin Selesai disalin pada tanggal 12 Jumad al-Akhir 1227 H atau 1806 M.

Selesai disalin pada bulan Rajab tahun 1228 H atau 1807 M.

(43)

Penyalin bernama al-Hajj Muhammad Ali bin Hajj Zaini Hasan Dasi.

Tidak ada keterangan mengenai penyalin.

5 Keterangan mengenai pemilik naskah

Pemilik naskah bernama Encik Kisut (Ki‘ut). Keterangan terdapat di bagian awal naskah (sebelum halaman pertama).

Tidak ada keterangan mengenai pemilik naskah.

2.4 Pemilihan Metode Suntingan

Naskah yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah naskah yang berjudul Sifat Dua Puluh dengan kode Br. 260 dan Br. 262. Menghadapi naskah jamak seperti ini, ada dua metode yang bisa digunakan, yaitu metode landasan dan metode gabungan. Metode landasan digunakan jika menurut tafsiran nilai naskah jelas berbeda sehingga ada satu atau sekelompok naskah yang menonjol kualitasnya. Metode gabungan dipakai apabila menurut tafsiran nilai naskah semuanya hampir sama, yang satu tidak ada yang lebih baik daripada yang lain.58

Bertolak dari perbandingan yang telah dilakukan, naskah Br. 260 memiliki nilai lebih daripada naskah Br. 262: teksnya lebih lengkap, urutan penyajiannya lebih mudah dipahami pembaca, tidak ada jalan cerita yang meloncat, tulisan lebih mudah dibaca, keterangan dalam kolofon lebih lengkap, dan memiliki keterangan mengenai pemilik naskah. Berdasarkan hal tersebut, naskah Br. 260 dipilih sebagai naskah        

(44)

dasar dalam penelitian ini. Kondisi fisik yang telah memprihatinkan pun menjadi salah satu faktor pemilihan naskah tersebut sebagai naskah dasar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode landasan.

Dengan digunakannya metode landasan, dituntut pula adanya apparatus criticus. Apparatus criticus digunakan untuk menunjukkan perbedaan yang terdapat di dalam teks. Perbedaan tersebut dapat berupa kata, kalimat, atau perbedaan isi teks. Namun demikan, apparatus criticus yang akan ditampilkan dalam penelitian hanya perbedaan isi teks antara naskah Br. 260 dengan naskah Br. 262. Teks yang sama yang terdapat di halaman yang berbeda di dalam kedua naskah tidak ditampilkan di dalam apparatus criticus.

Pada dasarnya, apparatus criticus dalam metode landasan berasal dari varian naskah. Namun demikian, dalam penelitian ini, naskah Br. 260 dan Br. 262 bukan varian, tetapi versi. Sungguhpun demikian, penggunaan apparatus criticus masih dapat dilakukan dengan konsekuensi akan memerlukan banyak halaman karena perbedaan yang ada cukup besar.

(45)

BAB 3

SUNTINGAN TEKS SIFAT DUA PULUH

3.1 Ringkasan Isi Teks

Wajib bagi setiap manusia untuk mengetahui dan mengimani semua sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah. Sifat wajib bagi Allah ada dua puluh sifat. Keduapuluh sifat tersebut, yaitu wujūd (ada), qidam (tidak berawal), baqā’ (tidak berakhir), mukhālafatuhu li al-hawādiśi (tidak sama dengan alam), qiyāmuhu bi nafsihi (berdiri sendiri), wahdāniyyah (Esa), qudrat (berkuasa), irādat (berkehendak), samā‘ (mendengar), basar (melihat), kalām (berkata-kata), ‘ilmu (mengetahhui), hayāt (hidup), qādirun (keadaan kuasa), mūridun (keadaan Maha Berkehendak), ‘alīmun (keadaan Mahatahu), samī‘un (keadaan Maha Mendengar), basīrun (keadaan Maha Melihat), mutakallimun (keadaan Maha Berbicara), dan hayyun (keadaan

(46)

Mahahidup). Sifat mustahil adalah lawan dari sifat wajib tersebut. Jadi, jumlahnya pun dua puluh.

Selain wajib untuk mengimani sifat-sifat Allah, wajib pula bagi setiap manusia untuk memahami makna dari lā ilāha illā Allāhu. Memahami makna lā ilāha illā Allāhu menjadi penting karena kalimat tersebut merupakan sendi tauhid dalam Islam. Di dalam teks, juga disebutkan wajib bagi kita untuk mengimani para nabi dan rasul serta kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada mereka. Wajib pula kita beriman kepada semua malaikat Allah dan hari akhir. Kita juga wajib mengetahui dan mengimani keluarga dan para khalifah Nabi Muhammad. Terakhir, di dalam teks, disebutkan tentang empat rukun istinja (membersihkan diri dari hadas).

3.2 Gejala Bahasa di dalam Naskah Sifat Dua Puluh, Br. 260

Berdasarkan kolofon, dapat diketahui bahwa naskah Sifat Dua Puluh, Br. 260 selesai disalin pada tahun 1806. Kolofon juga membuktikan naskah ini sudah ada sejak awal abad ke-19. Rentang waktu yang cukup jauh ini pasti berpengaruh pada bahasa tulis yang digunakan di dalam naskah. Bahasa tersebut pasti berbeda dengan bahasa yang digunakan saat ini. Perbedaan tersebut menimbulkan adanya gejala bahasa yang berbeda antara bahasa tulis yang ada di dalam naskah dengan yang digunakan saat ini. Untuk itu, perlu adanya penjelasan mengenai gejala bahasa yang ada di dalam naskah.

(47)

Di dalam naskah, ditemukan beberapa bentuk kata yang penulisannya berbeda dengan saat ini. Bentuk penulisan yang berbeda itu menandakan ciri khas naskah. Kata-kata tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel Gejala Bahasa Berupa Kata Gejala Bahasa yang

Ditemukan

Dalam tulisan Jawi Makna

sanya ڽﺴ bahwasannya makluk ﻖﻠآﻤ makhluk melankan ﻦآﻧﻠﻤ melainkan bole ﻲﻟﻮﺒ boleh baharu ﻮﺮﻬﺒ baru seupama ﺎﻤﻓٶﺴ seumpama bepermulaan ﻦﺄﻟﻤﺮﻓﺒ berpermulaan berrenti-renti ٢ﻲﺘﻨﺮﺮﺒ berhenti-henti sungguhnya ڽﻬﻜﻐﺴ sesungguhnya metiadakan ﻦﻜاﺪﻴﺘﻤ meniadakan berlajar ﺮﺠﻼﺮﺒ belajar bodo وﺪوﺒ bodoh terbahagi ﻲﻜﻬﺒﺮﺘ terbagi bahagi ﻲﻜﻬﺒ bagi

(48)

bersunggu-sunggu ٢وﻜﻏوﺴﺒ bersungguh-sungguh mengsahkan ﻦﻜﺤﺻﻐﻤ mengesahkan berkepalah ﻪﻠﺎﻔﻜﺮﺒ berkepala perkarah ﻪﺮﺎﻜﺮﻔ perkara upama مﺎﻔا umpama dibole ﻲﻠﻮﺒﺪ dibolehkan hinggah ﻪﻜﻐه hingga di manah ﻪﻨﺎﻤﻴﺪ di mana syurga ﻜﺮﺸ surga bagaimanah ﻪﻨﺎﻬﻴﻜﺒ bagaimana seupamanya ڽﺎﻤﻔٶﺴ seumpamanya memersihkan ﻦﻜﻬﻴﺴﺮﻤﻤ membersihkan iya يا ia diya يﺪ dia tiyada ﺪﺎﻴﺘ tiada tiyap-tiyap ٢ﻒﻴﺘ tiap-tiap demikiyan ﻦﻴﻜﻤﺪ demikian besyar ﺮﺸﺒ besar

(49)

Itulah kata-kata yang merupakan gejala bahasa yang ditemukan di dalam naskah. Sungguhpun demikian, ada beberapa kata yang penulisannya tidak konsisten. Kata-kata tersebut, yaitu sanya ditulis menjadi bahwasannya (ڽﺴﻮﻬﺒ), makluk ditulis menjadi makhluk (قﻮﻠﺨﻤ), metiadakan ditulis menjadi meniadakan (ﻦآﺪﺎﻴﻨﻤ), berlajar menjadi belajar (ﺮﺠﻼﺒ), dan memersihkan ditulis menjadi membersihkan (ﻦآﻬﻴﺴﺮﺒﻤﻤ). Ketidakkonsistenan tersebut memperlihatkan bahwa kedua bentuk penulisan yang ada masih berterima dan masih dapat dipahami maknanya pada saat naskah tersebut disalin.

Satu hal yang patut digarisbawahi dalam hal gejala bahasa berupa kata di dalam naskah Br. 260, yaitu adanya dua bentuk penulisan yang berbeda untuk merujuk pada satu kata yang sama. Kata yang dimaksud adalah kata bagi. Melalui KBBI, dapat diketahui bahwa kata tersebut merupakan prepoisi (kata depan) atau kata yang digunakan untuk menunjukkan pecahan dari sesuatu yang utuh.59 Di dalam naskah, kata tersebut ditulis dengan bahagi (ﻲﻜﻬﺒ) dan bagi (ﻲآﺒ). Bentuk penulisan yang pertama digunakan untuk menunjukkan pecahan dari sesuatu yang utuh. Misalnya, segala sifat yang dua puluh yang tersebut itu terbahagi atas empat bahagi. Bentuk penulisan yang kedua digunakan sebagai preposisi. Misalnya, bermula kenyataan wajib baqā’ bagi Allah Taala itu menetapkan pada-Nya dengan dalil akli dan dalil syar’i. Bentuk penulisan yang berbeda ini bukan disebabkan

       

59 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai

(50)

adanya ketidakkonsistenan dalam penulisan. Bentuk penulisan seperti ini diduga bertujuan untuk memudahkan pemahaman mengenai apa yang ditulis.

b. Gejala Bahasa karena Pengaruh dari Bahasa Arab

Di dalam naskah, konjungsi dan banyak muncul di awal kalimat serta klausa. Dalam bahasa Indonesia saat ini, bentuk seperti itu ada, tetapi jarang ditemukan. Kemunculan dan seperti itu merupakan pengaruh yang didapat dari bahasa Arab. Mengenai hal ini, Van Ophuijsen dalam bukunya yang berjudul Tata Bahasa Melayu menyebutkan, “Karya yang diterjemahkan dari bahasa Arab atau berisi tentang agama Islam secara struktur masih mengikuti struktur bahasa Arab.”60

Selain itu, dalam bahasa Arab, dan dapat digunakan sebagai penanda awal kalimat. Konjungsi dan yang terletak di awal kalimat terlihat dalam beberapa contoh berikut.

a. Dan demikian lagi wajib pula atas tiap-tiap makluk yang tersebut itu bahwa mengenal ia akan barang yang tersebut itu bagi hak pesuruh Allah Taala ‘alaihim as-salawatu wa as-salām.

b. Dan karena membawa ia kepada ketiadaan Tuhan dan kepada ketiadaan alam ini. c. Dan tiada ada perbuatannya dengan berteman, yakni tiada perbuatan yang lain

memberi bekas beserta dengan perbuatan Allah Taala.

(51)

Di dalam naskah, dan pun selalu digunakan di antara unsur-unsur suatu perincian. Di dalam bahasa Indonesia saat ini, dan hanya digunakan sebelum unsur terakhir.

a. Irādat artinya berkehendak, yakni menentukan mumkin dengan setengah barang yang harus atas mumkin, seperti besyar kecilnya dan panjang pendeknya dan tebal tipisnya dan barang sebagainya terhenti atas alam.

b. Dan kita ini hamba-Nya yang dijadikan-Nya dan yang dihidupkan dimatikan dan diberi nikmat makan dan tidur dan beristri dan senang dan sukar dan untung rugi dan kuat lemah dan barang sebagainya.

c. Gejala Bahasa Berupa Dialek

Di dalam naskah, ditemukan penggunaan kata mamak dan encik. Kata mamak di dalam dialek Minangkabau berarti ‘saudara ibu yang laki-laki’61 dan kata encik merupakan kata sapaan untuk laki-laki atau perempuan yang sedang kedudukannya atau yang tidak dikenal.62 Kemunculan kata mamak dalam naskah ini tidak bisa membuat naskah ini disebut sebagai naskah yang berbahasa Melayu dengan dialek Minangkabau. Hal ini disebabkan kata mamak yang hanya muncul sekali dalam naskah tidak bisa mewakilinya.

       

61 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hlm. 707.  62 Ibid., hlm. 300.

Berasal dari manakah dialek tersebut tidak dapat ditelusuri. Penelusuran melalui KBBI dan naskah pun tidak dapat membantu.  

(52)

3.3 Pertanggungjawaban Transliterasi

Gejala bahasa yang ditemukan dapat dikatakan sebagai ciri khas naskah Sifat Dua Puluh yang ditulis pada awal abad ke-19. Gejala bahasa yang ada juga dapat mewakili bentuk bahasa tulis yang ada pada abad tersebut. Bentuk-bentuk tersebut berpengaruh pada transliterasi yang akan disajikan: apakah akan ditransliterasikan dengan mempertahankan bentuk aslinya atau disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Kedua pilihan tersebut akan diterapkan dalam transliterasi.

Beberapa gejala bahasa berupa kata seperti telah disebutkan di atas akan ditransliterasikan dengan mempertahankan bentuk aslinya. Dengan demikian, di dalam transliterasi akan ditemukan dua bentuk penulisan untuk kata bagi dan bahagi serta kata-kata yang tidak konsisten. Kata-kata demikiyan, tiyap-tiyap, iya, diya, dan tiyada akan ditranslitirasikan sesuai dengan EYD menjadi demikian, tiap-tiap, dia, ia dan tiada. Hal ini dilakukan karena bunyi y yang ada sudah terwakili oleh bunyi i. Untuk gejala bahasa berupa dialek dan pengaruh Arab, bentuk yang ada tetap dipertahankan. Berikut ini adalah kaidah-kaidah yang digunakan dalam teransliterasi. a. Dalam mentransliterasikan Sifat Dua Puluh, ejaan disesuaikan dengan EYD. b. Teks ditransliterasi kata per kata. Jadi, kata-kata dalam bahasa Arab yang ada

dalam naskah akan ditransliterasikan sesuai dengan katanya bukan bacaannya. Contoh: Bi ismi Allāhi ar-rahmāni ar-rahīmi bukan Bismi ‘l-lāhi rahmāni ‘r-rahīm.

(53)

disesuaikan dengan EYD. Misalnya kata anbiyā dan kata Allāh Ta‘āla akan ditulis anbia dan Allah Taala jika berada dalam konteks bahasa Melayu, tetapi jika berada dalam konteks bahasa Arab, akan ditulis anbiyā dan Allāh Ta‘āla. d. Kata-kata dalam bahasa Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia

ditransliterasikan sebagaimana aslinya. Dalam mentransliterasikannya, berpedoman pada keputusan bersama antara Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543 b/u/1987. Kata-kata tersebut, di dalam transliterasi, ditulis dengan huruf miring.

e. Bacaan yang tidak terbaca walaupun telah ditelusuri dalam berbagai kamus, di catatan kaki, ditulis huruf ejaan arabnya.

f. Jika berdasarkan penelusuran berbagai kamus, kata-kata yang diperkirakan berpotensi menimbulkan kesulitan pemahaman tetap tidak ditemukan penjelasannya, di catatan kaki ditulis huruf ejaan arabnya.

g. Kata-kata yang tidak lazim dipakai dalam bahasa Indonesia sekarang dan kata-kata asing yang terdapat di dalam teks digarisbawahi. Di bagian akhir transliterasi, kata-kata tersebut dijelaskan artinya dalam subbab kata-kata yang berpotensi menyulitkan pemahaman. Dalam mencari arti kata-kata tersebut, digunakan beberapa referensi.

• Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI), • Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI)

(54)

• Kamus Dewan (KD), • Kamus Agama Islam (KAI), • Kamus Istilah Islam (KII) • Kamus Arab-Indonesia (KArI)

• Arabic-English Dictionary for Use of Student (Hava)

• Sufi Terminology (al-Qamus al-Sufi): The Mistical Language of Islam (ST), • glosari dalam A Commentary on the Hujjat al-Siddīq of Nūr al-Dīn al-Rānīrī

(HS),

• A Malay-English Dictionary (Wilkinson), • Ensiklopedi Islam Jilid 4 (EI 4), dan • Ichtisar Fasal-fasal Ilmu Tauhid (IFIT).

h. Penanda akhir kalimat di dalam naskah yang berupa tanda O di dalam transliterasi, diganti dengan tanda titik. Selain itu, transliterasi Sifat Dua Puluh, disajikan dalam bentuk paragraf dan diberi pungtuasi, seperti titik dan koma. i. Kurung kurawal { } yang diletakkan di akhir halaman menandakan nomor

halaman naskah.

j. Garis miring / menandakan pergantian baris.

k. Garis miring dua / / menandakan pergantian halaman.

l. Kurung siku [ ] menandakan tambahan huruf atau kata yang tidak berasal dari teks.

(55)

m. Kurung biasa ( ) menandakan huruf atau kata yang dihilangkan untuk kelancaran pembacaan.

n. Angka Arab yang diletakkan di dalam tanda < > menandakan apparatus criticus. o. Kata ulang yang di dalam naskah ditulis dengan ٢ di dalam transliterasi, ditulis

dengan kata yang diulang dan menggunakan tanda hubung (-). p. Tinta merah digunakan untuk menuliskan rubrikasi

q. Bagan yang ada di dalam naskah yang ditampilkan dalam transliterasi diusahakan seasli mungkin, tetapi penyusunannya memang dibalik. Kata-kata yang ada di sebelah kiri dalam transliterasi, di dalam naskah berada di sebelah kanan. Begitu pula sebaliknya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pembacaan.

Berikut ini akan disajikan pedoman transliterasi Arab-Latin. 1. Penulisan konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

ا a ط t ب b ظ z ت t ع …‘… ث ś غ g ج j ف f ح h ق q خ kh ك k د d ل l ذ ż م m

(56)

ر r ن n ز z و w س s ه h ش sy ي y ص s ﺀ ...’… ض d 2. Penulisan vokal

Vokal tunggal dalam bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda (Harakat) Huruf Latin

َ a

ِ i

ُ u

Penulisan vokal rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab berupa gabungan harakat dan huruf, yaitu

Tanda Gabungan Huruf Contoh َ....ﯽ ai gairuh َ....و au maulana 3. Tasydid

(57)

Tasydid dalam tulisan Arab dilambangkan dengan dengan tanda ّ . Dalam transliterasi, tanda tasydid itu dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda tasydid itu. َََ

4. Maddah

Maddah atau vokal penjang yang lambangnya berupa huruf dan harakat, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu

Harakat dan Huruf Tanda Contoh

ﯽ…ا…َ ā kullamā

ﯽ…ٍ ī tauhīdan

و…َ ū al-maujūdu

5. Kata sandang

Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ال. Namun, dalam mentransliterasikannya, kata sandang itu dibedakan antara kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah dengan kata sandang yang diikuti huruf kamariah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan sesuia dengan bunyinya, yaitu huruf l lebur dan diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata snadang itu. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah

(58)

ditransliterasikan dengan tidak meleburkan huruf l. Baik kata sandang yang diikuti huruf syamsiah maupun qamariah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yanga mengikutinya dan dihubungkan dengan tanda hubung (-).

Contoh: Kata sandang yang bertemu dengan huruf syamsiah: ar-rajulu: ﻞﺠﺮﻠﺎ Kata sandang yang bertemu dengan huruf qamariah: al-qalamu: ﻢﻠﻗﻠﺎ

6. Huruf kapital

Dalam sistem tulisan Arab, huruf kapital tidak digunakan. Akan tetapi, dalam tranliterasi Sifat Dua Puluh, penggunaan huruf kapital disesuaikan dengan EYD di antaranya, untuk menulis permulaan kalimat, nama diri, dan nama tempat. Apabila nama diri dan nama tempat tersebut didahului oleh kata sandang al-, huruf kapital tersebut hanya digunakan untuk menulis huruf awal nama diri dan tempat, bukan kata sandangnya. Contoh: al-Gazali, Mekah al-Mukaramah.

Gambar

Tabel Gejala Bahasa Berupa Kata  Gejala Bahasa yang

Referensi

Dokumen terkait

Adaptasi nelayan terhadap lingkungan kawasan perbatasan dalam mengatasi kesulitan hidup dilakukan dengan cara menerapkan nilai-nilai budaya, me- manfaatkan sumber daya

Guru sejarah menggunakan media internet sebagai salah satu media pembelajaran peserta didik agar peserta didik lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran sejarah, Manfaat

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Evaluasi Sistem

bahwa energy getaran atom-atom dalam Kristal terkuantisasi dan pula penyebarannya dalam berbagai harga energy yang mungkin. Lebih dari informasi itu, tentang

Dari hal tersebut, sebagaimana permasalahan yang telah diteliti dan dibahas yakni mengenai “Hubungan Tayangan Program Olahraga Basket NBA di Jak-TV terhadap Minat Penonton

Acha Sinaga memiliki tingkat popularitas yang cukup tinggi di media sosial Instagram untuk menjadi seorang 3 rd Party Endorsement.. Acha Sinaga

Metode tes literasi sains bertujuan untuk mengumpulkan data berupa hasil tes literasi sains untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa ditinjau dari aspek konten dan konteks

Hasil penelitian berdasarkan analisis SEM dengan 2 hipotesa yang diajukan menunjukkan bahwa atribut website online shop mempunyai pengaruh negatif tidak signifikan