• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya dan Persepsi Orang Dameka terhadap Gangguan Jiwa T1 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya dan Persepsi Orang Dameka terhadap Gangguan Jiwa T1 BAB IV"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

27

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

Pada bagian ini menjelaskan tentang gambaran umum lokasi penelitian serta proses pelaksanaan sebelum, selama, dan sesudah penelitian.

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

(2)

4.1.2 Proses Pelaksanaan Penelitian

Hal-hal yang dilakukan dalam proses penelitian ini: 1. Sebelum Penelitian

Sebelum mulai penelitian, peneliti meminta surat ijin penelitian dari Fakultas yang akan digunakan sebagai surat pengantar untuk untuk mendapatkan surat ijin penelitian dari Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) Kab.Sumba Tengah dengan tembusan Dinas Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kab.Sumba Tengah. Surat ijin yang diberikan oleh KPPTSP Kab.Sumba Tengah digunakan sebagai pengantar untuk mendapatkan ijin penelitian dari Kepala desa di desa Dameka. Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitar, berkenalan dengan warga di desa Dameka bersama Kepala desa dan aparat desa menyampaikan maksud, tujuan, serta lamanya peneliti melakukan penelitian di desa Dameka. 2. Selama Penelitian

(3)

telah ditentukan. Wawancara yang dilakukan kurang lebih 15 menit sampai 55 menit. Wawancara ini dilengkapi dengan menggunakan kamera digital untuk mengambil gambar penelitian dan merekam suara hasil wawancara serta via handphone. Wawancara disesuaikan dengan kondisi dan situasi serta kesediaan dan kesiapan dari partisipan sendiri. Proses wawancara berlangsung lancar dengan semua informan sangat antusias dengan keterbukaan dalam memberikan informasi kepada peneliti dan memperhatikan setiap pertanyaan yang diajukan peneliti.

3. Sesudah Penelitian

(4)

tema-tema berdasarkan hasil yang ditemukan pada saat penelitian berlangsung.

4.2 Hasil Penenilitian

Pada hasil penelitian membahas tentang gambaran umum partisipan, dan analisa data.

4.2.1 Gambaran Umum Partisipan

Gambaran umum parisipan membahas tentang identitas partisipan seperti, nama (inisial), umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan waktu wawancara.

4.2.1.1 Partisipan 1

(5)

4.2.1.2 Partisipan 2

Partisipan bernama Tn. N berumur 47 tahun, serta beragama Kristen Protestan. Partisipan sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak laki-laki serta 1 anak perempuan. Patisipan merupakan penduduk asli dusun 3 RT.12 RW.06 desa Dameka. Pendidikan terakhir partisipan adalah SMA dan memiliki jabatan sebagai Sekretaris Desa di desa Dameka. Wawancara dilakukan pada tanggal 18 Mei 2016 pukul 15.00 WITA yang bertempat di rumah partisipan. Partisipan tampak sedikit gugup dalam menjelaskan setiap pertanyaan yang diajukan peneliti. Partisipan sedikit kewalahan dalam mengatur bahasanya agar tidak salah berbicara, karena sehari-hari partisipan dan keluarga lebih sering menggunakan bahasa daerah dari pada menggunakan bahasa Indonesia. Wawancara berlangsung kurang begitu lancar karena adanya tractor keluar masuk rumah partisipan, sehingga sedikit mengganggu jalannya wawancara, namun setelah itu wawancara dapat dilanjutkan kembali dengan lebih santai sambil menikmati kopi dan sirih pinang yang disuguhkan oleh istri partisipan.

4.2.1.3 Partisipan 3

(6)

dan 1 orang perempuan, yang bersekolah di SMA, SMP,SD, dan PAUD di sekitar desa Dameka. Partisipan tinggal di dusun 3 desa Dameka, pendidikan terakhir partisipan adalah SMA. Partisipan merupakan majelis di GKS Waidamisi desa Dameka. Pekerjaan sehari-hari partisipan adalah bertani. Partisipan tinggal di dusun 3 RT.09 RW.05 Wawancara dilakukan pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 11.00 WITA yang bertempat di kantor desa Dameka. Partisipan tampak santai dan terbuka menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti, wawancara berjalan dengan lancar. 4.2.1.4 Partisipan 4

(7)

rumah partisipan sambil melihat pekerja jalan umum yang sedang melakukan perbaikan jalan di desa Dameka. Partisipan cukup santai dan tidak terburu-buru menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti, wawancara dilakukan sambil menikmati segelas kopi dan sirih pinang yang disuguhkan oleh partisipan. Wawancara berjalan sangat lancar.

4.2.1.5 Partisipan 5

(8)

4.2.1.6 Partisipan 6

Partisipan bernama Tn.L berumur 38 tahun, partisipan sudah menikah dengan 1 istri dan memiliki 4 orang anak. Partisipan beragama kristen protestan, partisipan dan istri adalah petani, pendidikan terakhir partisipan SMA, partisipan tinggal di dusun 3 RT.12 RW.06 bersama anak dan istri. Wawancara dilakukan di halaman kantor desa ditemani beberapa rekan dari partisipan, karena partisipan sering berkeliling desa dengan rekannya untuk memastikan keamanan desa. Wawancara berlangsung lancar karena partisipan sangat terbuka dan sangat tanggap dengan pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Partisipan dengan sangat santai menceritakan kejadian kebiasaan yang terjadi di desa Dameka. Wawancara di lakukan pada tanggal 22 Mei 2016 pukul 17.30 WITA.

4.2.1.7 Partisipan 7

(9)

partisiapn sangat antusias dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di berikan, wawancara di lakukan pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 18.00 WITA.

4.2.1.8 Partisipan 8

Partisipan bernama Tn.N berumur 49 tahun, partisipan sudah menikah, dan memiliki 1 orang istri, dan 3 orang anak. Partisipan merupakan kepala desa di desa Dameka, partisipan sudah 2 kali menjabat sebagai kepala desa di desa Dameka, partisipan merupakan kepala desa ke-3 pada tahun 2003-2008, kemudian partisipan terpilih lagi dalam pemilihan kepala desa ke-5 periode 2015-2021. Partisipan tinggal di kampung Tanarara desa Dameka dusun 1 RT.01. RW.01. Wawancara berlangsung lancar di depan rumah partisipan, partisipan juga begitu terbuka menjawab semua pertanyaan yang diberikan peneliti. Wawancara di lakukan pada hari senin tanggal 30 Mei 2016 pukul 12.30 WITA. 4.2.2 Analisa Data

4.2.2.1 Pemahaman Orang Dameka Terhadap Gangguan Jiwa

(10)

gangguan jiwa. Menurut orang desa Dameka gangguan jiwa merupakan gila, dimana orang-orang normal berubah tingkah laku ketika sudah tiba waktunya untuk kambuh. Orang yang mengalami gangguan jiwa adalah orang yang kurang normal, orang yang agak senu, atau kelainan jiwa.

(11)

Ungkapan berikut dapat dilihat pada pernyataan partisipan di bawah ini.

P8 mengatakan orang yang mengalami gangguan jiwa karena faktor keturunan, tapi tidak sedikit yang mengalami gangguan jiwa karena faktor kepercayaan atau belum menganut agama.

“Orang yang gangguan jiwa itu karena faktor keturunan, tapi tidak sedikit yang mengalami gangguan jiwa karena faktor kepercayaan atau

belum menganut agama”. (P8Q2A1101)

P1 mengatakan penyebab gangguan jiwa karena alam marah, ketika mereka tidak menyatu dengan alam atau tidak bisa menjaga kelestarian alam sekitar, dan atau merusak alam, maka saat itu alam yang membuat mereka menjadi gila.

“Karena masyarakat berpikir bahwa, ketika

mereka sudah tidak menyatu dengan alam, maksudnya dong tidak searah dengan alam maka saat itu alam yang buat mereka menjadi gila. Karena mereka berpikir misalnya kaya ada pohon-pohon yang dihuni oleh nenek moyang atau arwah-arwah, kalau diganggu maksudnya kalo su tidak ada keseimbangan disaat itu mereka ada gangguan jiwa, disaat itu

arwah mengganggu mereka begitu.”

(P1Q2A17-23)

“Iya arwah-arwah nenek moyang begitu, yang datang untuk ganggu, karena mereka mungkin merusak alam begitu to, pohon2 yang

sebenarnya dikeramatkan, batu-batu

(12)

sengaja mereka potong, mereka bikin rusak,

akhirnya alam marah sama dorang.” (P1Q2A25)

P3 mengatakan gangguan jiwa yang terjadi di desa Dameka di sebabkan karena 2 hal, yaitu faktor keturunan dan bukan faktor keturunan.

“Ada yang keturunan ada yang tidak”. (P3Q2A482)

“Yang keturunan contohnya: mungkin dari neneknya yang pernah mengalami itu, kalau bukan dia punya anak yang mengalami gangguan jiwa, paling dia punya cucu, kalau

yang turunan”. (P3Q2A484)

“Yang bukan faktor keturunan: mungkin kadang

dalam pemikirannya dia itu mungkin ada hal-hal yang mau dia ingin capai tapi ketika tidak

tercapai , makanya dia bisa jadi gila”. (P3Q2A488)

P7 mengatakan gangguan jiwa terjadi karena menyalahgunakan barang-barang keramat peninggalan nenek moyang dan juga karena keturunan.

“Karena mereka menyalah gunakan barang-barang keramat peninggalan nenek moyang,

bisa juga karena keturunan nona”. (P7Q2A1015)

4.2.2.2 Sehat dan Sakit Jiwa Menurut Orang Dameka di Kaitkan Dengan Kepercayaan

(13)

seseorang mampu bersosialisasi atau berinteraksi baik dengan orang lain, dan menunjukkan perilaku manusia pada umumnya maka orang tersebut dianggap “Normal”. Sebaliknya orang yang dianggap sakit

jiwanya atau gangguan jiwa menurut masyarakat desa Dameka memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan manusia normal, dilihat dari penampilan yang tidak rapi, pakaian yang kotor, rambut berantakan, mata merah, cepat marah, suka mengeluarkan kata-kata kotor, cara berbicara sudah tidak normal, dan jiwa diajak berkomunikasi tidak nyambung, tingkah lakunya berbeda dengan manusia yang normal.

(14)

merusak alam akan mendapatkan hukuman antara lain gangguan jiwa/sakit jiwa.

Perlu diketahui bahwa gangguan jiwa di desa Dameka ada dua macam hanya bersifat sewaktu-waktu atau kambuh pada sewaktu-waktunya saja dan juga yang secara terus menerus. Biasanya waktu kambuh orang gangguan jiwa pada saat bulan purnama, atau awal bulan, dan pada saat mendapatkan bisikan-bisikan. Sehingga orang tersebut hanya akan menunjukkan perilaku tidak normalnya itu pada saat waktunya saja, ketika sudah sembuh orang yang mengalami gangguan jiwa kembali tenang seperti biasa, sikapnya sudah mulai berubah, tidak marah-marah, dan perilakunya sudah normal kembali. Orang normal yang di maksudkan adalah orang yang bisa diajak berkomunikasi dengan baik, penampilannya bersih, sehat, dan perilakunya baik. Sedangkan orang yang mengalami gangguan jiwa secara terus menerus perilakunya setiap saat tidak normal.

4.2.2.3 Pasung dan Pembiaran Sebagai Treatment Sosial Orang Gangguan Jiwa

(15)
(16)

yang mengalami gangguan jiwa begitu saja, karena tidak tau harus diperlakukan seperti apa, dan harus di bawa kemana, masyarakat hanya bisa mendoakan agar orang yang mengalami gangguan jiwa bisa kembali pulih.

Menurut partisipan masih kurangnya kepedulian pemerintah terhadap orang yang mengalami gangguan jiwa, sehingga orang yang mengalami gangguan jiwa di desa Dameka masih berkeliaran dan tidak disediakannya tempat penampungan atau tempat untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.

Ungkapan ini bisa di lihat pada ungkapan partisipan di bawah ini.

P1 mengatakan yang dilakukan apabila ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu menghindar atau menjauh.

“Iya, selama ini kami mungkin menghindar,

karena kita takut kekerasan to, biasanya larang anak-anak jangan dekat, ketika dia hanya serangan, tapi kalau dia normal bergaul biasa saja, kita malah layani makan dan minum, pokoknya kerja biasa, kalau saat dia tidak serangan kerja seperti orang sehat, kita terima, tapi pada saat di kambuh, kita sering

(17)

P4 mengatakan yang dilakukan apabila ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa adalah hanya bisa mendoakan.

“Terutama mungkin kita hanya bisa

mendoakan dia, kita sebagai orang beriman, kalau Tuhan berkehendak dia bisa sembuh, dan juga kita juga sebagai orang mengerti begitu, apapun yang dia buat kita arahkan

dia”. (P4Q7A655)

P6 mengatakan yang dilakukan apabila ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa adalah tidak pernah ada kontribusi, dan acuh tak acuh terhadap orang yang mengalami gangguan jiwa.

“Tapi kalau sepanjang ini secara pribadi nona,

tidak pernah ada kontribusi ke gangguan jiwa,biasanya acuh tak acuh saja dengan

orang yang mengalami gangguan jiwa”.

(P6Q7A912)

4.2.3 Pembahasan

4.2.3.1 Pemahaman Orang Dameka Terhadap Gangguan Jiwa.

(18)

satunya terkait konsep sehat dan sakit yang dihubungkan dengan Marapu tersebut.

Menurut Wellem (2004), Marapu merupakan kepercayaan terhadap Dewa atau Ilah yang tertinggi, arwah nenek moyang, mahkluk-mahkluk halus (roh-roh), dan kekuatan-kekuatan sakti. Mereka (Marapu) dapat memberikan berkat, perlindungan, pertolongan yang baik jika disembah. Namun jika tidak mereka (Marapu) akan memberikan malapetaka atas manusia. Malapetaka yang di maksud salah satunya sakit. Dalam bahasa Sumba arwah-arwah leluhur disebut sebagai “Marapu” yang artinya “yang

dipertuan” atau “yang dimuliakan” karena itu agama

yang mereka anut disebut marapu pula.

(19)

Menurut masyarakat desa Dameka, Seseorang dianggap gangguan jiwa dilihat dari perilaku berbeda yang ditunjukkan kepada masyarakat dilihat dari penampilan yang tidak rapi, pakaian yang kotor, rambut berantakan, mata merah, cepat marah, suka mengeluarkan kata-kata kotor, cara berbicara sudah tidak normal, dan jika diajak berkomunikasi tidak nyambung, tingkah lakunya berbeda dengan manusia yang normal.

Persepsi masyarakat terhadap gangguan jiwa mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap orang mengalami gangguan jiwa. Seperti yang di katakan WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah pemikiran dan perasaan yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan).

(20)

disebabkan karena faktor keturunan yang di bawa sejak lahir (Simanjuntak, 2008).

(21)

warga masyarakat yang menjalankan fungsinya dalam masyarakatnya.

4.2.3.2 Sehat dan Sakit Jiwa Menurut Orang Dameka Di kaitkan dengan Kepercayaan.

Istilah sehat dan sakit mengandung banyak muatan kultural, dan pengertian profesional yang beragam. WHO dalam Maulana (2014), mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Sedangkan sakit berarti suatu keadaan yang memperlihatkan adanya keluhan dan gejala sakit secara subjektif dan objektif, sehingga penderita tersebut memerlukan pengobatan untuk mengembalikan keadaan sehat.

(22)

wajar. Begitu juga sebaliknya orang yang dianggap sakit jiwanya atau gangguan jiwa menurut masyarakat desa Dameka memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan manusia normal, dilihat dari penampilan yang tidak rapi, pakaian yang kotor, rambut berantakan, mata merah, cepat marah, suka mengeluarkan kata-kata kotor, cara berbicara sudah tidak normal, dan jika diajak berkomunikasi tidak nyambung, tingkah lakunya berbeda dengan manusia yang normal.

(23)

adalah suatu hal yang tidak mudah. Normal tidaknya seseorang merupakan sesuatu yang bersifat relatif.

(24)

4.2.3.3 Pasung dan Pembiaran Sebagai Treatment Sosial Orang Gangguan Jiwa.

Menurut masyarakat desa Dameka orang yang mengalami gangguan jiwa tidak bisa di sembuhkan karena penyakit yang dialami merupakan hukuman dari leluhur karena menanggung dosa nenek moyang, dan merusak alam. Menurut masyarakat desa Dameka selain mendoakan mereka tidak bisa berbuat terlalu banyak. Karena di Sumba sendiri tidak mempunyai rumah sakit jiwa. Sehingga orang yang mengalami gangguan jiwa hanya di biarkan begitu saja, tidak diberikan perawatan dan juga ada yang di pasung oleh keluarganya sampai masa kambuhnya berakhir. Hal ini sesuai dengan perkataan dr.Latumeten psikiater Indonesia pertama (1928), kebanyak pasien gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan yang layak. Parahnya lagi orang-orang pribumi yang dianggap menderita gangguan jiwa banyak yang dibiarkan dipasung.

(25)

Hasil penelitian terhadap 8 orang responden mengatakan keluargalah yang memiliki peran penting dalam pengasuhan orang yang mengalami gangguan jiwa di desa Dameka, yaitu dengan cara pasung. Ketika sudah kembali normal orang yang mengalami gangguan jiwa yang dipasung akan dilepaskan dan kembali beraktivitas seperti biasa. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang dikemukakan oleh Setiadi (2008), bahwa dengan dukungan emosional berupa kepercayaan, empati, cinta, simpati, dan penghargaan yang diberikan sebagai sebuah tempat

yang nyaman selama proses

pemulihan/penyembuhan dapat membuat individu merasa tidak sendiri, karena masih ada keluarga yang mau memperhatikan, mendengarkan keluhannya, membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi, serta memberikan semangat, dapat membantu individu dalam penguasaan terhadap emosi dan masalahnya.

4.2.4 Keterbatasan Penelitian

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Berita Acara ini dibuat dan salinannya di-upload pada website Website LPSE KEMENTERI AN ESDM Situs I nternet http:/ / eproc.esdm.go.id/ oleh Panitia

Around 80 participants across 10 faculties (English best achievers of each faculty) competed in this Varsity English Competition.. Forty participants joined News Presenter

Pesan penting dari gambaran hubungan berbagai faktor ini adalah bahwa kurikulum pendidikan teknologi dan vokasi pada umumnya sangat dinamis dan mempunyai sensitivitas yang

[PJ]. Variasi pasangan tutur bagian inti memiliki frekuensi paling besar pada rangkaian pasangan tutur PJ sebanyak 64.9% dengan fungsi tuturan untuk

PENGGUNAAN PERMAINAN LABYRINTH D ALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA JERMAN.. Universitas Pendidikan Indonesia

Abu Mukmin dan diputus oleh Pengadilan Negeri Blangkejeren, perbuatan Hidayat tidak tebukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi dan

Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran inquiry terhadap pemahaman konsep matematika pokok

[r]