• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suplementasi Vitamin D Terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) Pada Perempuan di Desa Aman Damai Kec. Sirapit Kab. Langkat Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Suplementasi Vitamin D Terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) Pada Perempuan di Desa Aman Damai Kec. Sirapit Kab. Langkat Tahun 2016"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Jika seseorang dengan adanya kerentanan penyakit, maka dengan meningkatkan asupan porsi bahan makanan sumber tersebut akan menghindarkannya dari risiko terjadinya penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Kirang et al.(2012) menyatakan adanya pengaruh asupan makanan tertentu seperti kalsium yang akan meningkatkan risiko terjadinya sindroma metabolik. Penelitian tersebut menemukan hubungan yang bermakna antar subjek dengan minor alel karier rs6445834 dalam ARHGEF3, rs1085033 dalam TBX5, atau rs180349 dalam

BUD13 dengan asupan kalsium, penelitian tersebut mengemukakan keterbatasan penelitian tersebut adalah tidak menilai asupan dan kadar vitamin D.

2.1 Vitamin D

Vitamin D diperlukan pada masa anak-anak dan dewasa, sejak dalam kandungan (utero) dan selama masa pertumbuhan. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan dan deformitas tulang, yang di masa lanjut usia akan meningkatkan risiko fraktur tulang (Holick, 2007).

Defisiensi vitamin D umumnya terjadi di negara empat musim dengan curah sinar matahari (Ultra Violet B/UVB) kurang, namun berdasarkan penelitian ternyata defisiensi dapat terjadi juga di negara tropis. Penelitian tersebut menemukan bahwa defisiensi vitamin D tidak hanya terjadi pada perempuan postmenopause tetapi juga terjadi pada masa anak-anak usia 7-12 tahun (Rahmanet al., 2004; Setiati et al., 2007; Khoret al., 2011).

(2)

Vitamin D2 dan D3 ditemukan dalam bentuk bubuk kristal putih kekuning-kuningan, bersifat tidak larut dalam air, 95% larut dalam etanol, aseton, lemak, dan minyak; dan sangat mudah larut dalam kloroform dan eter (Ball, 2006).

Stabilitas vitamin D dalam lemak dan minyak bergantung pada jenis lemak itu sendiri. Vitamin D lebih stabil dibandingkan vitamin larut lemak lain seperti vitamin A. Setelah lepas dari matriks makanan, vitamin D sangat mudah terurai oleh oksigen dan sinar. Kondisi yang dapat mempermudah pecahnya ikatan vitamin D adalah paparan panas (Ball, 2006).

Vitamin D mudah rusak dalam lemak teroksidasi, walaupun demikian, proses pengolahan makanan, memasak, dan penyimpanan makanan tidak mempengaruhi aktivitasnya. Vitamin D dapat ditemukan tidak mudah rusak pada bentuk makanan seperti ikan asap, proses pasteurisasi, sterilisasi susu, dan telur goreng (Ball, 2006).

Vitamin D diproduksi di bawah kulit, dengan bantuan radiasi sinar UVB terhadap 7-dehidrokolesterol, akan mengenai steroid inti menyebabkan pecahnya cincin B pada 9,10-ikatan karbon, menghasilkan sistem triene konyugasi ikatan rangkap. Untuk selanjutnya akan memperoduksi pre-vitamin D3. Bentuk ini akan muncul setelah 30 menit paparan sinar UVB dan berlangsung cepat. Panas tubuh selanjutnya akan menyebabkan pre-vitamin D3 mengalami isomerisasi menjadi vitamin D3. Pada tumbuh-tumbuhan, radiasi sinar ultraviolet pada ergosterol akan menghasilkan pre-vitamin D2 yang selanjutnya akan dikonversi menjadi D2 yang juga dibantu oleh adanya panas.

(3)

Sumber: Ball, 2006

Gambar 2.1 Struktur kimia vitamin D (a) Struktur vitamin D2 dan D3 (b)

Pada saat radiasi UV terjadi, provitamin D akan dikonversi menjadi bentuk previtamin D, dan selanjutnya dibantu dengan transformasi suhu, bentuk tersebut akan di konversi menjadi vitamin D.Radiasi sinar UV terhadap ergosterol yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan, jamur, dan ragi menghasilkan vitamin D2, sedangkan pada hewan, radiasi tersebut mengkonversi 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D3 yang dapat mencapai kapiler darah di lapisan dermis, dan diangkut ke hati menggunakan protein transport plasma (Ball, 2006).

Pada manusia, potensi biologis vitamin D2 dan D3 prinsipnya adalah seimbang, namun bentuk metabolit 25(OH)2D3 dalam sirkulasi yang berasal dari bahan makanan sumber hewani mempunyai aktivitas lima kali lebih tinggi dibandingkan bentuk metabolit vitamin D2 yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, berdasarkan kemampuannya meningkatkan absorpsi kalsium di usus (Ovesen et al., 2003). Hal tersebut disebabkan oleh karena pada jaringan hewan, bentuk vitamin D ditemukan dalam bentuk ester yang berikatan dengan asam lemak jenuh dan tidak jenuh (Ball, 2006).

(4)

Pengaruh hormonal 1,25(OH)2D dimediasi oleh reseptor intraselular khusus (specific intra-cellular receptor), yang tergolong reseptor steroid. Setelah membentuk ikatan kompleks ligand-reseptor, barulah vitamin D akan memberikan pengaruh terhadap ekspresi gen (Ball, 2006).

Bahan makanan sumber dan kebutuhan vitamin D, sumber utama vitamin D adalah paparan sinar matahari, asupan bahan makanan sumber, suplementasi, asupan makanan fortifikasi. Diet dengan tinggi minyak ikan dapat mencegah defisiensi vitamin D. Paparan sinar matahari berupa radiasi ultraviolet

B (UVB) dengan panjang gelombang 290-315 (sumber lain menyebutkan 280-320nm) dapat menjadi sumber yang sangat baik terutama di daerah tropis. Sinar matahari tersebut akan menembus kulit dan mengkonversi 7-dehydrocholesterol menjadi previtamin D3setelah paparan 30 menit, dan secara cepat akan dikonversi menjadi vitamin D3. banyaknya previtamin D3 atau vitamin D3 akan dipecah oleh sinar matahari, kelebihan paparan sinar matahari tidak menyebabkan intoksikasi vitamin D3 (Holick, 2007; Lehman, 2009, Zitterman, 2003).

Secara alami sangat sedikit makanan yang mengandung atau difortifikasi vitamin D, termasuk vitamin D2 dan D3. Vitamin D2 diproduksi melalui irradiasi sinar ultra violet ergosterol dari jamur, dan vitamin D3 melalui irradiasi 7-dehidroksikolesterol dari lanolin. Kedua bahan tersebut digunakan untuk membuat suplemen vitamin D (Holick, 2007) (Tabel 2.1).

(5)

Minyak ikan kod Jamur shiitake Jamur kancing Kuning telur

Paparan sinar matahari, radiasi UV B

400-1000 SI (D3) Drisdol (vitamin D2) suplemen cairan

(6)

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Vitamin D yang Dianjurkan Untuk Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi, 2005

Insufisiensi vitamin D berada pada rentangan 21-29 ng/mL dan kecukupan vitamin D berada pada rentangan lebih dari 30 ng/mL. Keracunan vitamin D dapat terjadi jika kadar dalam serum lebih besar dari 150 ng/mL. Wanita postmenopause

mempunyai kadar 25(OH)D serum suboptimal-di bawah 30 ng/mL, dan mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya osteoporosis (Holick, 2007).

Penelitian yang dilakukan Forrest dan Stuhldreher (2011) melaporkan bahwa prevalensi defisiensi vitamin D muncul pada kelompok non-Hispanic kulit hitam, rendahnya asupan kalsium, dan kadar HDL. Hubungan ini dikatakan masih belum diketahui, tapi dikemukakan teori tingginya massa lemak menjadikan kadar vitamin D yang beredar dalam darah akan berkurang.

Anak-anak dan dewasa muda merupakan risiko tinggi untuk terjadinya defisiensi vitamin D, penelitian yang dilakukan terhadap gadis dan wanita kulit hitam usia 15-49 tahun mempunyai kadar 25(OH)D serum dibawah 20 ng/mL sebanyak 42%. Penelitian tersebut juga menemukan 32% pelajar dan masyarakat disekitar daerah penelitian mengalami defisiensi vitamin D walaupun telah meminum segelas susu, minum multivitamin setiap hari, dan makan ikan salmon sekali seminggu (Tangpricha et al., 2002).

(7)

defisiensi vitamin D dengan kadar 25(OH)D kurang dari 20 ng/mL (Tangpricha et al., 2002).

Hasil penelitian di Malaysia menyatakan adanya defisiensi vitamin D sebesar 27% pada perempuan etnis malaysia usia 50-65 tahun, hasil ini diperbandingkan dengan etnis cina yang ditemukan sebesar 87%. Insufisiensi vitamin D ditemukan lebih tinggi pada etnis malaysia dibandingkan dengan etnis cina (71% vs 11%). Kadar 25(OH)D serum ditemukan berkorelasi bermakna dengan IMT, massa lemak, dan kadar hormon paratiroid (Rahman et al., 2004).

Penelitian di Indonesia menunjukkkan defisiensi vitamin D terjadi sebesar 35% pada wanita lanjut usia, yang tergantung dari tipe kulit, usia, IMT, dan perubahan sistem organ yang terkait dengan sintesis vitamin D. Penelitian tersebut memberikan perlakuan yaitu paparan sinar matahari pada wajah dan kedua lengan sebanyak tiga kali dalam seminggu selama enam minggu. Penelitian tersebut menunjukkan peningkatan kadar vitamin D (Setiati et al., 2007).

Tidak hanya terjadi pada usia lanjut, ternyata defisiensi vitamin D ditemukan pada anak usia sekolah (7-12 tahun), kasus obesitas sebanyak 16,4% dan berat badan lebih sebanyak 17,9%. Kadar Hb, serum ferritin, seng, folat, dan vitamin B12 dalam batas normal, sedangkan kadar 25(OH)D serum menunjukkan defisiensi vitamin D, pada kelompok laki-laki ditemukan hubungan yang berlawanan antara kadar vitamin D dan IMT sesuai usia (Khor et al., 2011).

2.2 Obesitas

Obesitas dan berat badan lebih adalah hasil dari ketidak seimbangan antara asupan dan aktivitas fisik. Penyebab obesitas terkait masalah kompleks, diantaranya adalah gaya hidup, lingkungan, dan gen. Faktor asupan makanan dapat berasal dari porsi makanan, sering makan di restoran atau di luar rumah, dan penurunan aktivitas fisik.

2.2.1. Definisi dan Klasifikasi

(8)

mendefinisikannya, definisi ini menggunakan indeks massa tubuh (IMT) (Hill et al., 2006).

Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan berat badan (kg)/tinggi badan kuadrat (m2). Nilai IMT berhubungan bermakna dengan lemak tubuh total dan dapat dijadikan penanda kadar lemak tubuh (Gallagher et al., 2000). Klasifikasi IMT berkaitan dengan angka kesakitan dan kematian, dan dapat mengidentifikasikan risiko seseorang untuk mengalami komplikasi akibat lemak tubuh berlebih (Hill et al, 2006).

Risiko terjadinya DM tipe 2, penyakit jantung, dan kanker terjadi seiring dengan peningkatan IMT, dengan risiko terendah terdapat pada IMT 22-25 kg/m2. angka kematian meningkat seiring dengan peningkatan IMT diatas 25 kg/m2, dengan nilai paling tinggi IMT diatas 30 kg/m2 (Hill et al., 2000).

Perhitungan IMT dapat digunakan, tetapi mempunyai kelemahan dimana seseorang dengan IMT tergolong obes dapat mempunyai jumlah lemak yang normal akibat besarnya massa otot. Begitu pula dengan IMT normal dapat mempunyai jaringan lemak yang berlebihan akibat penurunan massa otot. Perhitungan lingkar pinggang dapat digunakan untuk keakuratan jumlah lemak tubuh tersebut. Lingkar pinggang berkorelasi tinggi dengan lemak viseral atau intra abdomen. Kombinasi perhitungan lingkar pinggang dan IMT sangat berguna untuk menilai risiko kesehatan (Hill et al., 2000).

Perhitungan lingkar pinggang perempuan lebih dari 80 cm mempunyai peningkatan risiko gangguan metabolik. Berat badan lebih dengan lingkar pinggang lebih, mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami gangguan metabolik dibandingkan berat badan lebih dengan lingkar pinggang normal (Hill et al., 2006).

(9)

Gambar 2.2 Hubungan berat badan dan fungsi sel beta pankreas

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi obesitas

Faktor yang mempengaruhi obesitas antara lain jenis kelamin, perempuan lebih sering tergolong obes dibandingkan laki-laki. Faktor lain adalah suku, kelompok perempuan non hispanik kulit hitam lebih cenderung untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan kulit putih, penelitian menunjukkan terjadinya obesitas tetap ditemukan walaupun telah dikoreksi dengan status ekonomi (Allison dan Saunders, 2000).

Pada usia 20 tahun terjadi peningkatan terjadinya obesitas, penurunan terjadi setelah berumur 60 tahun. Masa kanak-kanak terutama pada masa remaja merupakan masa yang sangat menentukan terjadinya obes di masa dewasa. Masa kanak-kanak obes cenderung untuk menjadi dewasa obes sebesar 30%, sedangkan sekitar 80% obes yang terjadi di masa remaja cenderung menjadi obes di masa dewasa (Allison dan Saunders, 2000).

(10)

resting metabolik rate (RMR), thermic effect of food (TEF), dan physical activity energy expenditure (PAEE) (Hill et al., 2006).

Ketidakseimbangan asupan makanan yang berasal dari ketidak seimbangan asupan antara lain asupan lemak, densitas energi makanan, asupan karbohidrat, buah dan sayur, ukuran porsi makanan, jenis makanan, dan mudah-murahnya suatu jenis makanan diperoleh (Hillet al., 2000; Hillet al., 2006). Resistensi insulin memegang peran terhadap perkembangan dislipidemia pada diabetes, dengan mempengaruhi beberapa faktor. Pada resistensi insulin, peningkatan efluks dari asam lemak bebas dari jaringan lemak dan penekanan ambilan insulin di otot meningkatkan aliran asam lemak ke hati. Asam lemak bebas yang meningkat pada individu dengan toleransi glukosa terganggu memberikan tanda bahwa resistensi insulin berhubungan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas terjadi sebelum higerglikemia timbul (Krauss, 2004).

Patofisiologi terjadi dislipidemia diawali dengan gangguan pada metabolisme lipoprotein kaya trigliserida, termasuk juga peningkatan sekresi very low density lipoprotein (VLDL) di hati dan menekanan bersihan VLDL dan kilomikron dari usus. Akibatnya adalah retensi yang lama dari VLDL dan kilomikron tersebut sebagai partikel remnan lipolisis. Bentuk sisa atau remnan ini termasuk intermediate density lipoprotein (IDL) termasuk aterogenik (Krauss, 2004).

(11)

Sumber: Krauss, 2004

Gambar 2.3 Skema metabolisme lipoprotein pada dislipidemia

Defisiensi vitamin D dapat mempengaruhi sekresi insulin dan sensitivitas melalui pengaruhnya pada kalsium intraseluler (Pittas et al., 2007). Peningkatan kalsium intraseluler menekan postreceptor binding insulin action, yaitu defosforilasi glikogen sintase dan transporter glukosa (glucose transporter/GLUT-4) (Draznin, 1993; Reuschet al., 1991, Zemel et al., 2000).

Terjadinya peningkatan kalsium intraseluler akan merangsang kalmodulin untuk mengikat substrat-1 reseptor insulin (Insulin Receptors Substrate-1/IRS-1), yang bergabung dengan fosforilasi tirosin stimulasi-insulin (insulin-stimulated tyrosine fosforilation) dan aktivasi PI3-kinase (phospohoinositide 13-kinase) (Alvarez dan Ashraf, 2010).

Sel adiposit mempunyai peran dalam penyimpanan energi untuk trigliserida, selanjutnya akan dipecah menjadi asam lemak bebas dan gliserol saat diperlukan energi. Sel adiposit mengekspresikan dan mengsekresikan beberapa hormon peptida dan sitokin termasuk TNF-; plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang membantu hemostasis; angiotensinogen, merupakan produk proteolitik meregulasi tekanan vaskular; dan leptin, yang berperan dalam keseimbangan energi (Kahn dan Flier, 2000).

(12)

dari TNF- dapat memberikan sinyal yang menekan sinyal insulin, sebagai bagian dari fosforilasi serin dari IRS-1 dan dapat menurunkan ekspresi gen GLUT-4, yang nantinya dapat menyebabkan resistensi insulin (Kahn dan Flier, 2000).

Penelitian Zitterman et al (2009) melaporkan tidak dihasilkannya penurunan berat badan pada pemberian vitamin D sebanyak 83 g per hari selama 12 bulan, tetapi terlihat perbaikan pada beberapa penanda risiko kardiovaskular seperti profil lipid dan TNF-α, namun terjadi peningkatan kadar LDL pada kelompok perlakuan.

Sel adiposit merupakan penyimpanan energi terutama trigliserida yang dalam bentuk asal lemak bebas dan gliserol. Data menunjukkan peran adiposit sebagai sel sekretoris. Selain leptin, sel adiposit juga dapat memproduksi hormon lain termasuk estrogen dan kortisol (Kahn dan Flier, 2000).

Peranan TNF- terhadap fungsi sel adiposit adalah dengan jalur menghambat lipogenesis dan dapat meningkatkan lipolisis, peran ini dapat terlihat sebagai mekanisme terbalik terhadap simpanan energi yang berlebihan. Sinyal TNF- dapat menekan sinyal insulin, kemudian melakukan penekanan terhadap fosforilasi serin dari IRS-1, dan dapat menurunkan ekspresi gen GLUT-4 (Kahn dan Flier, 2000).

Beberapa penelitian memberikan suplementasi vitamin D pada anak-anak, dengan tujuan mengurangi risiko terjadinya diabetes tipe 1. Peningkatan asupan vitamin D selama masa kehamilan mengurangi perkembangan autoantibodi turunan (Chiu et al., 2004).

Penelitian di Finlandia yang memberikan 2000 SI vitamin D3 per hari selama tahun pertama kehidupan dan kemudian diikuti selama 31 tahun, risiko diabetes tipe 1 menurun sampai 80% (Risiko Relatif (RR) 0,22; Interval Kepercayaan (IK) 95%, 0,05-0,89) (Hypponenet al., 2001).

(13)

risiko diabetes tipe 2 sebesar 33% (RR 0.67; IK 0,49-0,90) dibandingkan dengan asupan kalsium kurang dari 600 mg dan vitamin D 400 SI.

Penelitian potong lintang yang dilakukan menunjukkan hubungan kadar 25(OH)D dengan sensitivitas insulin, hubungan tersebut dapat terlihat dari tiga faktor yaitu vitamin D yang tersimpan di jaringan lemak, obesitas yang berhubungan dengan defisiensi vitamin D, dan resistensi insulin. Perbedaan jumlah jaringan lemak (adipositas) dikatakan dapat menjadi faktor perancu terhadap hubungan ini (Alvarezet al.,2010).

Beberapa penyebab yang menyatakan hubungan antara defisiensi vitamin D dan obesitas antara lain aktivitas individu yang jarang terpapar sinar matahari, simpanan vitamin D dalam jaringan lemak, dan penurunan bioavailabilitas produksi endogen vitamin D dalam sirkulasi (Wortsman et al., 2000; Martini dan Wood, 2006).

Penelitian yang dilakukan Cheng et al., (2010) menunjukkan adanya hubungan antara rendahnya kadar vitamin D dengan besarnya IMT, hubungan berlawanan antara kadar 25(OH)D serum dengan adipositas terutama lemak viseral dibandingkan lemak subkutan. Penelitian eksperimental tersebut menyatakan bahwa defisiensi vitamin D dapat menyebabkan adipositas yang lebih besar.

Lemak viseral lebih patogenik terjadinya risiko penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, hipertrigliseridemia, penekanan pada glukosa puasa, dan sindroma metabolik. Lemak viseral juga lebih menyebabkan peningkatan sekresi adipokin, mediator homeostasis, fibrinolisis, dan faktor pertumbuhan (growth factor) dibandingkan lemak subkutan (Foxet al., 2007).

(14)

Penelitian eksperimental yang dilakukan belum menemukan berapa lama perlakuan atau lamanya pemberian vitamin D untuk memberikan pengaruh pada sensitivitas dan sekresi insulin. Penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan vitamin D dengan sensitivitas insulin yang telah dilakukan juga belum menemukan dosis terapetik yang tepat untuk suplementasi vitamin D (Alvarez dan Ashraf, 2010).

Penelitian Niikoyeh et al.,(2011) menyebutkan bahwa pemberian vitamin D sebanyak 500 IU (12,5 g) dan kalsium sebanyak 150 mg per hari dalam minuman yoghurt selama 12 minggu, menunjukkan perbaikan pada kadar HbA1C. Peningkatan kadar 25(OH)D dinyatakan dapat memperbaiki sensitivitas insulin sebesar 13,3%. Beberapa parameter lain seperti HOMA-IR dan kadar insulin juga menunjukkan hubungan yang berlawanan dengan perubahan kadar 25(OH)D.

Penelitian yang dilakukan Rosenblum et al.,(2012) menemukan adanya penurunan jaringan lemak viseral pada pemberian suplementasi vitamin D-kalsium sebesar 13% selama 16 minggu. Penurunan ini menunjukkan bahwa suplementasi tersebut dapat mengurangi kemungkinan terjadinya sindroma metabolik, karena lemak intraabdomen berhubungan langsung dengan peningkatan trigliserida, rendahnya HDL, hipertensi, dan intoleransi glukosa. Kekurangan dari penelitian tersebut adalah tidak memisahkan antara suplementasi vitamin D dan kalsium, diketahui bahwa kadar 25(OH)D yang rendah berhubungan independen dengan massa lemak dan peningkatan IMT (Zemel et al., 2005a ; Zemel et al.,2005b). Penelitian ini juga hanya dilakukan pada etnis wanita kulit putih saja sehingga sulit untuk mengeneralisasikan hasil penelitian tersebut.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur kimia vitamin D (a) Struktur vitamin D2 dan D3 (b)
Tabel 2.1 Bahan Makanan Sumber, Suplemen, Dan Sumber Bahan Farmasi Vitamin D Dan D
Gambar 2.2 Hubungan berat badan dan fungsi sel beta pankreas
Gambar 2.3 Skema metabolisme lipoprotein pada dislipidemia

Referensi

Dokumen terkait

In HB variant, after a ‘zero’ value is encountered (e.g. occlusion), or the grid value is more than ‘one’ and there is no empty voxel between the pile, the process

Demikian Pengumuman Pemenang ini dibuat dengan penuh tanggung jaw ab untuk dijadikan pedoman, untuk dilaksanakan dan diper gunakan

[r]

Berdasarkan ketentuan diatas bahwa perusahaan yang memasukkan/upload dokumen penawaran tidak ada yang lulus secara administrasi dan teknis maka Lelang dinyatakan

[r]

[r]

Kandungan kolesterol dalam sel cenderung meningkatkan ekspresi ABCA-1 dan apoA-1 dengan melibatkan aktivasi liver X receptors ( LXRs ) yang mengenali oxysterol

Batasan aplikasi yang akan dirancang ialah aplikasi yang dibuat tidak menggunakan sistem aplikasi RMI/ remote yang berskala besar ( enterprise ), tidak membahas