BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi merupakan dua aspek yang
sejalan dan saling berkaitan. Todaro mengartikan pembangunan sebagai suatu
proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam
struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan
pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari
kemiskinan mutlak. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Netto (PNB) tanpa
memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk atau apakah terdapat perubahan struktur ekonomi atau
tidak.
Pada era 1940 pembangunan ekonomi didefenisikan sebagai tujuan
nasioanal untuk memaksimalkan output GDP (Arndt 1987). Hal tersebut karena
dianggap bahwa peningkatan GDP berkorelasi dengan penurunan angka
kemiskinan dengan asumsi adanya “trickle-down effect” dan peningkatan distribusi pendapatan (Dennis Howard :2007).
Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output
masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi
yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan
teknologi produksi itu sendiri. Misalnya kenaikan output yang disebabkan oleh
Sedangkan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh
inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta.
Inovasi diartikan sebagai penggunaan teknologi yang mendukung
terbentuknya produk baru, dan terbukanya pasar-pasar baru.Schumpeter
menyatakan bahwa sistem ekonomi yang paling baik untuk dikembangkan adalah
kapitalis yang mendukung terciptanya inovasi baru oleh para pengusaha. Namun
seperti yang disebutkan oleh mazhab klasik bahwa dalam jangka waktu yang
panjang, sistem ini akan mengalami kemandegan (stagnancy), karena adanya transformasi di dalam sistem tersebut menuju ke arah sistem yang lebih bersifat
sosialistis. Ciri dari sistem kapitalis itu sendiri akan berubah justru karena
kesuksesannya dalam mencapai kemajuan ekonomi dan kemakmuran. Dengan
semakin makmurnya masyarakat maka akan terjadi proses perubahan
kelembagaan dan perubahan pandangan masyarakat yang semakin jauh dari
sistem kapitalis asli.
2.2 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
Daerah merupakan unsur terpenting dalam mewujudkan pembangunan
ekonomi yang kuat serta steady growth dalam skala nasional. Pembangunan daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya
membentuk suatu pola kemitraan dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk
menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi daerah tersebut (Jhon Suprihanto:2012). Pola kemitraan yang dimaksud
merupakan seluruh elemen masyarakat baik industri-industri maupun institusi
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah
dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad,
1999).
Perencanaan dan proses pembangunan ekonomi daerah disusun dan
dijalankan oleh pemerintah daerah, masyarakat, dan juga endogenous
developmentatau perusahaan yang terdapat di daerah tersebut. Sebagai perencana dan pembuat kebijakan pemerintah daerah berperan sebagai (Jhon Suprihanto:
2012).
1. Entrepreneur,yaitu mampu berfikir sebagai “pebisnis”
2. Coordinator, yaitu koordinator dalam menetapkan kebijakan dan strategi pembangunan daerahnya
3. Fasilitator, yaitu mampu mempercepat pembangunan melalui
perbaikan lingkungan attitudinal daerahnya
4. Stimulator, yaitu memberi stimulasi untuk penciptaan dan pengembangan usaha
Pembangunan ekonomi dalam konteks meningkatkan kesejahteraan rakyat,
disesuikan dengan karakteristik daerahnya.Pemberlakuan otonomi daerah
nyatanya memberikan keleluasaan bagi masing-masing daerah untuk membangun
daerahnya sesuai dengan potensinya.Hal tersebut dikerenakan secara fundamental
berkaitan (interrelation) baik dari segi kebijakan maupun kelembagaanya.
Sehingga pola pembangunan setiap daerah akan berbeda dan memiliki keunggulan
masing-masing. Namun dalam tujuannya adalah mencapai pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, stabilisasi ekonomi, meningkatkan kuantitas dan kualitas lapangan
kerja sehingga perekonomian akan bergerak dan berdampak positif bagi
pembangunan ekonomi.
Dalam proses pembangunan dilakukan upaya yang bertujuan untuk
mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik (Kuncoro:1997). Untuk
itu diperlukan variabel determinan perekomian yang disesuaikan setiap
waktunya.Dalam mengukur tingkat perekonomian daerah secara umum,
digunakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). PDRB digunakan sebagai
gambaran dari variabel ekonomi lainnya seperti konsumsi, investasi, serta
produktifitas daerah tersebut. Selain itu, PDRB juga sebagai evaluasi atas kinerja
ekonomi periode sebelumnya serta untuk menetukan kebijakan dan peluang di
masa depan.
2.3 Teori Paradigma Baru dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
Paradigma secara sederhana diartikan sebagai sebuah pemikiran yang
mempengaruhi lingkungan luar dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam
proses pembangunan, perkembangan paradigma disesuaikan dengan keadaan
masyarakat yang fluktuatif dalam aspek ekonomi dan sosialnya. Dalam
pengamatan sistem ekonomi, perubahan paradigma pembangunan dipicu oleh
keadaan ekonomi serta institusi yang bekerja pada masa tersebut. Dalam proses
ekonomi dengan melakukan modernisasi pada proses produksinya. Sedangkan di
Indonesia, pasca kemerdekaan, paradigma yang digunakan berbasis pada stabilitas
ekonomi.Pada orde baru fokus pembangunan ditekankan pada pertumbuhan dan
pemerataan.Sedangkan pada era reformasi ditekankan pada pembangunan kualitas
manusia dan masyarakat yang seutuhnya.Hal tersebut menunjukkan penyesuaian
paradigma ekonomi mengikuti perubahan waktu.
Dalam teori ekonomi terdapat 2 paradigma yang dikembangkan yaitu
Paradigma Lama (Old Paradigm Theory) dan Paradigma Baru (New Paradigm
Theory). Dr. Jhon Suprihanto, MIM dalam sebuah tulisannya menyimpulkan bagaimana perbedaan pembangunan ekonomi paradigma lama dan paradigma
baru dalam sebuah tabel, yaitu:
Komponen Paradigma Lama ( Old Paradigm)
Paradigma Baru (New Paradigm)
Development Base )
Membangun sektor-aset fisik daerah (SDA)
Menciptakan keunggulan bersaing ( Competitive
advantage)
Sumber: Dr.Jhon Suprihanto, MIM, 2012“ Konsep Perencanaan Pembangunan Daerah” Tabel 2.1
Dari tabel diatas dapat dilihat bagaimana secara umum gambaran
perbedaan antara paradigmaekonomi lama dan baru.Dalam paradigma baru, yang
lebih ditekankan adalah penciptaan kualitas lapangan kerja yang disediakan oleh
pemerintah daerah dan disesuaikan dengan keunggulan potensi Sumber Daya
Manusia yang dimilikinya.Dalam pembangunan ekonomi, penting peran institusi
yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi serta kegiatan sosial politik
masyarakat.Dalam hal ini, setiap aspek saling mendukung, baik sosial, ekonomi
dan politik.
Peningkatan aset diperoleh dari produksi yang baik dan memiliki
keunggulan dibandingkan dengan daerah lain, sehingga suatu daerah dituntut
untuk memiliki keunggulan masing-masing. Dengan sistem produksi yang baru
tidak lagi berpusat pada kepemilikan Sumber Daya Alam. Sumber Daya Alam
pada dasarnya membuat suatu daerahakan unggul dibandingkan daerah lain yang
tidak memiliki potensi alam yang sama. Namun, adanya batas produksi (limit)
dari sumber daya alam, menjadi suatu kelemahan jika daerah hanya bertumpu
pada faktor tersebut. Maka, sistem keunggulan pada paradigma baru
menggunakan Competitive advantage, dimana daerah memiliki keunggulan bersaing dengan daerah lain dalam pasar nasional maupun global. Metode
pengukuran Competitive Advantage dapat dilakukan dengan membandingkan
produktifitas, serta daya saing produk yang dihasilkan daerah tersebut dengan
2.4. Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah
2.4.1 Pengertian Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah
Secara harfiah, evaluasi kinerja diartikan sebagai penilaian atas hasil dari
kegiatan yang telah dilaksanakan, evaluasi termasuk dalam siklus perencanaan
manajemen pemerintah yaitu setelah Planning, Budgeting, dan
Implementing.Monetaringand Evaluating (evaluasi) dilaksanakan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. Namun sesuai dengan formulasi
Undang-Undang tersebut, data dan informasi yang dikumpulkan lebih merupakan
laporan penggunaandana daripada substansi capaian pembangunan yang
melibatkan indikator kinerja program dan pelaksanaan program (Bappenas:2009).
Evaluasi kinerja secara ideal seharusnya juga mencakup penilaian atas
tujuan dan manfaat yang diberikan secara riil kepada seluruh elemen masyarakat.
2.4.2 Indikator Kinerja Ekonomi Makro Daerah
Kinerja ekonomi daerah diukur dengan berbagai variabel yang
menunjukkan keadaan ekonomi secara umum.Beberapa penelitian menggunakan
PDRB serta laju pertumbuhan ekonomi untuk menggambarkan kinerja ekonomi
daerah. Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa indikator yang digunakan
dalam menilai pembangunan daerah adalah:
1. Laju pertumbuhan ekonomi
2. PDRB perkapita
3. Persentase sektor sekunder dan tersier terhadap PDRB
4. Persentase Kabupaten/Kota terhadap Provinsi
5. Persentase PAD (pendapatan Asli daerah) terhadap total penerimaan
6. Persentase rumah tangga yang memiliki pengeluaran perkapita kurang
dari Rp. 200.000,- per bulan
7. Persentase penduduk miskin
Dalam evaluasi kinerja daerah setidaknya ada 4 indikator yang dapat
menggambarkan kinerja ekonomi suatu daerah, yaitu Laju Pertumbuhan Ekonomi,
PDRB atau PDRB Perkapita, Angka Kemiskinan, dan Distribusi Pendapatan.
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi menentukan apakah terjadi peningkatan
ekonomi dibandingkan periode sebelumya.Pertumbuhan ekonomi merupakan
gambaran yang paling umum dalam menggambarkan kinerja ekonomi pada waktu
tertentu.Selain itu, pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang
mempengaruhi kepada variabel ekonomi lainnya seperti investasi dan angka
pengangguran.
Maka, selain peningkatan angka atau persentase, dibutuhkan juga
peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi.Pertumbuhan ekonomi berkualitas
bila mampu meninngkatkan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut menjadi
tantangan bagi Kota Medan seperti yang dibuat dalam RPJMD yaitu:
a. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sehingga mampu
meningkatkan angka penyerapan tenaga kerja
b. Pengembangan usaha padat karya
c. Perlu adanya investasi baru, karena penambahan setiap persen
investasi mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,314
Sasaran Laju Pertumbuhan Ekonomi untuk periode 2010- 2014 pada
RPJMD Kota Medan adalah tercapainya pertumbuhan rata-rata daerah sebesar 8,2
persen pertahun.
2. Pertumbuhan PDRB Perkapita
Produk Domestik Regional Bruto Perkapita merupakan jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan oleh setiap orang (individu) dalam suatu wilayah.Perhitungan
PDRB dilakukan dengan membagi total PDRB wilayah/daerah selama waktu
tertentu dengan jumlah penduduk daerah tersebut.
Pertumbuhan PBRB perkapita didasarkan pada perubahan PDRB juga
total penduduk. Perhitungan PDRB perkapita dihitung dengan membagi selisih
PDRBn dan PDRBn-1 dengan PDRBn. Dari perhitung tersebut akan dihasilkan
pertumbuhan dalam bentuk persentase.
PDRB Perkapita merupakan salah satu faktor yang juga menentukan
keberhasilan pembangunan suatu daerah.Hal tersebut juga tertera dalam
rancangan pembangunan Kota Medan yaitu RPJMD yang mencantumkan
perbaikan PDRB perkapita sebagai salah satu capaian pembangunan Kota Medan.
Adapun sasaran yang akan menjadi acuan dalam pembangunan ekonomi
periode 2010-2014 adalah peningkatan angka PDRB atas harga berlaku hingga Rp
114.963.900.000.000,-, dengan pendapatan perkapita Rp 52,01 juta pertahunnya.
3. Angka Kemiskinan.
Tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah penghapusan
kemiskinan sehingga tingkat kemiskinan secara langsung mempengaruhi hasil
sebagai ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi
kebutuhan fisik serta sosialnya. Kebutuhan fisik meliputi sandang (pakaian),
pangan (makanan dan minuman), papan (perumahan) dan kesehatan. Kebutuhan
sosial meliputi hubungan dalam masyarakat, pendidikan, informasi, serta hal
lainnya.
Kemiskinan dibagi menjadi kemiskinan absolut dan relatif.Kemiskinan
absolut yaitu didasarkan pada standar tertentu sebagai acuan. Bank Dunia
termasuk menggunakan standar absolut, yaitu:
a. Sangat miskin, dengan dengan pendapatan kurang dari 1$ per hari
b. Miskin, dengan pendapatan kurang dari 2$ per hari
Sedangkan kemiskinan relatif adalah standar kemiskinan yang mengacu
pada keadaan ekonomi seluruh masyakat daerah tersebut secara relatif.Semakin
maju suatu daerah atau Negara, maka semakin tinggi pula standar penentuan
kemiskinannya.Badan Pusat Statistik menetukannya berdasarkan kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan dasar.Penduduk miskin diukur berdasarkan
pengeluaran perkapita dalam sebulan, yaitu dibawah Garis Kemiskinan (GK).
Garis kemiskinan sendiri di jumlahkan dari total pengeluaran Makanan dan Non
makanan. Kebutuhan minimum makanan disetarakan dengan 2100 kilokalori,
sedangkan non makanan terdiri dari 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis
komoditi di pedesaan.Kriteria lain disebutkan oleh BPSyaitu:
a. Miskin jika pengeluaran perkapita dalam sebulan dibawah Rp.
b. Menengah, jika pengeluaran perkapita dalam sebulan antara Rp
233.740,- sampai Rp 280.488,- atau sekitar Rp 7.780,- sampai Rp
9.350,- perhari.
c. Sangat miskin (kronis), tidak memiliki standar absolut, namun
dibandingkan (relatif) dengan masyarakat disekitarnya serta bila sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan fisiknya sama sekali atau dianggap
sudah membahayakan kehidupan seseorang atau sekelompok orang
tersebut.
Tingkat kemiskinan menunjukkan bagaimana pembangunan ekonomi di
suatu daerah.Sehingga tingkat kemiskinan merupakan variabel yang penting
digunakan dalam mengevaluasi kinerja pembangunan daerah tersebut. Kota
Medansendiri akan melakukan penaggulangan kemiskinan dengan tiga ruang
lingkup pokok, yaitu:
a. Meningkatkan Perlindungan sosial dan peningkatan pendapatan
masyarakat
b. Peningkatan fungsi kelembagaan penanggulangan kemiskinan.
c. Peningkatan pembiayaan dan partisipasi masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan.
Adapun sasaran yang dibuat oleh pemerintah Kota Medan dalam RPJMD
adalah penurunan persentase penduduk miskin hingga 5,7 - 4 % (persen) pada
4. Distribusi Pendapatan.
Distribusi pendapatan yang merata menunjukkan pertumbuhan ekonomi
mencakup seluruh masyarakat di daerah tersebut.Daerah dengan pertumbuhan
ekonomi tinggi dan tingkat distribusi yang merata juga dapat
menunjukkankemiskinan yang rendah sehingga berpengaruh pada kinerja
pembangunan ekonomi dearah tersebut.
Kota Medan melakukan perhitungan angka ketimpangan kemakmuran
dengan menggunakan Koefisien Gini (Gini Ratio), kriteria Bank Dunia untuk pemerataan pembangunan, dan Indeks Williamson untuk mengukur ketimpangan
regional yang didasarkan pada PDRB per kecamatan, atupun dengan
mengkomparasikan dengan PDRB rata-rata provinsi.
Indeks Williamson merupakan koefien variasi tertimbang yang dibuat oleh
Williamson untuk mengukur ketimpangan pendapatan suatu wilayah.Indeks
Williamson digunakan untuk mengukur kesenjangan berdasarkan pendapatan
yang diperoleh oleh Kabupaten/Kota dengan rata-rata pendapatan yang diperoleh
Provinsi.Jadi perbandingan dilakukan dengan keseluruhan Kabupaten/Kota dalam
Provinsi tersebut.Indeks Williamson sangat sensitif dalam mengukur kesenjangan
yang dialami oleh daerah. Perubahan nilai pada rata-rata Provinsi akan
menyebabkan Indeks Williamson juga berubah.
IW = �
Dimana: IW = Indeks Williamson
��= PDRB perkapita kabupaten/kota Ῡ= Rata-rata PDRB perkapita provinsi ��= Jumlah penduduk kabupaten/kota i
2.4.3 Indikator Kinerja Pembangunan Bidang Ekonomi Daerah
Pada dasarnya, kinerja pembangunan ekonomi daerah sudah dapat diukur
dengan menggunakan variabel ekonomi makro, namun seiring dengan
perkembangan waktu, terdapat variabel lain yang juga mempengaruhi
perekonomian sehinggga harus dievaluasi kinerjanya.
Dalam mengevaluasi bidang ekonomi daerah, maka yang menjadi objek
kajian adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berhubungan secara
langsung dengan kegiatan perekonomian daerah tersebut.Dalam hal ini, setiap
badan/dinas memilik tanggung jawab serta tugas masing-masing dalam kegiatan
ekonomi daerah. Adapun bidang ekonomi yang akan diteliti yaitu Bidang
Keuangan, Perizinan, Koperasi dan UMKM, Penanaman Modal, Pariwisata dan
Budaya, serta Perindustrian dan Perdagangan.
1. Bidang Keuangan
Bidang Keuangan merupakan bidang ekonomi yang berfokus pada
penerimaan dan pembelanjaan daerah.Dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah
merupakan lembaga pengelola keuangan daerah yang dirangkum dalam
APBD.APBD merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang
dibahas dan disetujui bersama antara Pemerintahan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
APBD Memiliki unsur antara lain :
a. Memuat pendapatan dan pengeluaran/belanja daerah
b. Program kegiatan dituangakan dalam bentuk angka
Penyusunan APBD diatur dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004
tentang pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
perimbangnan keuangann antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Penyusunan APBD disusun untuk pencapaian tugas fiskal Pemerintah
Daerah.Dalam hal ini, diperlukan pemaksimalan pendapatan serta penggunaan
anggaran secara efisien.Maka, Pemerintah bersama Dinas Pendapatan menyusun
APBD dengan memprioritaskan program tertentu sebagai sasaran dalam satu
periode.Selain itu, penyusunan APBD juga sebagai bentuk transparansi dan
pertanggungjawaban Pemerintah Daerah terhadap masyarakat.
Struktur APBD terdiri dari :
a. Pendapatan Daerah
- Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu Pajak, Retribusi, pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah
- Dana Perimbangan yaitu Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan
Dana Alokasi Khusus
b. Belanja Daerah
- Menurut fungsi pengelolaan Negara terdiri dari Pelayanan Umum,
Ketertiban dan Keamanan, Ekonomi, Lingkungan Hidup, Perumahan
dan Fasilitas Umum, Kesehatan, Pariwisata dan Budaya, Agama,
Pendidikan, serta Perlindungan Sosial.
- Menurut jenis belanja terdiri dari BelanjaPegawai, Barang dan Jasa,
Belanja Modal, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi
c. Pembiayaan Daerah
- Penerimaan pembiayaan mencakup silpa tahun angagran
sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan
yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan pemberian pinjaman.
- Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan,
penyertaan moda Pemerintah Daerah, pembayaran pokok utang, serta
pemberian pinjaman.
Perhitungan dalam struktur APBD disusun seperti gambar dibawah.
Gambar 2.1 Struktur APBD
Dalam evaluasi APBD Kota Medan disesuaikan dengan sasaran yang telah
disusun dalam RPJMD. APBD pada periode sebelumnya yaitu tahun 2005-2009
didasrkan pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Pendapatan Rp …………..
Belanja Rp …………..
• Belanja Tidak Langsung Rp ………….
• Belanja Langsung Rp …………. (-)
Rp …………
Surplus/Defisit Rp ………….
Pembiayaan Rp …………..
• Penerimaan Rp ………….
• Pengeluaran Rp …………. (-)
Pembiayaan Netto Rp ……… (-)
Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan keuangan daerah, serta peraturan
daerah Nomor 7 Tahun 2009 tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah.
Sasaran APBD Kota Medan disusun dengan metode proyeksi berdasarkan
perhitungan APBD periode sebelumnya. Dalam RPJMD Kota Medan menetapkan
beberapa sasaran untuk APBD yaitu:
a. Mengoptimalkan Penerimaan Asli Daerah tanpa memberatkan dunia
usaha dan masyarakat
b. Meningkatkan penerimaan sumber danan perimbangan
c. Meningkatkan kualitas pengelolaan aset dan keuangan daerah dann
menggali serta mengembangkan sumber pendapatan daerah yang baru
dan yang sah.
Masing-masing sasarn memilki progran kerja yang akan dilaksanakan oleh
Pemerintah daerah bersama dengan Dinas Pendapatan Dearah Kota Medan.
2. Bidang Perijinan
Bidang Perijinan merupakan subjek yang menjadi tanggung jawab BPPT
atau Badan Pelayanan Perijinan Terpadu. BPPT daerah didirikan dengan maksud
untuk mengelola perijinan dalm satu lembaga resmi (satu pintu). Dengan program
tersebut diharapkan proses perijinan dapat terlaksanakan dengan lebih terorganisir
dan efisien. Proses perijinan akan membantu kegiatan usaha dan investasi
terlaksanan dengan lebih cepat sehingga berdampak positif bagi iklim usaha
Pembentukan BPPT Kota medan didasarkan pada peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat daerah, peratutar menteri
dalam negari nomor 20 tahun 2008 tentang pedoman organsasi dan tata kerja unit
pelayanan perijinan terpadu di daerah, peraturan daerah kota Medan nomor 3
tahun 2009 tetntang pembentukan organisasi dan tata kerja perangkat daerah kota
medan pasal 159 dan 160, serta peraturan walikota medan nomor 6 tahun 2010
tentang rincian tugas poko dan fungsi badan pelayana peninjauan terpadu (BPPT)
Kota Medan. Secara Umum sasaran yang ingin dicapai oleh BPPT setiap
periodenya antar lain:
a. Melakukan proses pelayanan perijinan sesuai Standart Operational
Procedur (SOP) Perijinan Badan Pelaynan Perijinan terpadu Kota
Medan
b. Meningkatkan jumlah ijin yang dikeluarkan setiap tahun
c. Menurunkan angka indeks rata-rata lama proses perijinan untuk setiap
perijinan.
Beberapa ijin yang ditangani oleh BPPT mulai tahun 2011 adalah:
a. Ijin Usaha Perdagangan
b. Ijin Usaha Industri Kecil dan Menengah
c. Tanda daftar Perusahaan
d. Ijin Gangguan perusahaan Industri
e. Ijin gangguan Bukan Perusahaan industri
f. Ijin pelataran Parkir
h. Ijin Kerja petugas Kesehatan
i. Ijin Reklame Khusus Umbul-Umbul dan Spanduk
j. Ijin Usaha Jasa Konstruksi
k. Ijin Pengelolaan, Pengeboran, pengambilan dan pemanfaatan Air
Bawah tanah.
Dalam RPJMD kota Medan secara khusus disebutkan bahwa sasarn yang
akan dicapai adalah menurunkan angka indeks rata-rata lama perizinan untuk
setiap ijin yang dikeluarkan. Adapun kebijakan yang dilakukan adalah dengan
menerbitkan dan mengembangkan program Pelayanan Perizinan terpadu satu
Pintu (PPTSP) berbasis elektronik.
3. Bidang Koperasi dan UMKM
Koperasi secara defenisi termasuk kedalam organisasi bisnis yang
berlandaskan atas asas kekeluargaan. Sedangkan UMKM adalah perusahaan
bisnis yang memiliki beberpa kriteria. Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun
1995, yang termasuk kedalam usaha kecil yaitu:
a. Memiliki kekayaan bersih dibawah dua ratus juta rupiah diluar tanah
dan bangunan.
b. Penjualan tahunan paling banyak 1 milyar rupiah
c. Berdiri sendiri, bukan merupakan cabang/anak perusahaan lain.
d. Bentuk usaha perorangan, tidak berbadan hukum.
Kota Medan memprioritaskan Koperasi dan UMKM untuk meningkatkan
daya saing serta pendapatan daerah. UMKM meliputi berbagai jenis bisnis kecil
dan sebagainya.Adapun sasaran yang duraikan dalam RPJMD Kota Medan untuk
tahun 2011 adalah:
a. Meningkatkan Jumlah Koperasi aktif menjadi 80%
b. Meningkatkan usaha mikro kecil menengah non BPR/LKM UKM
menjadi 285.999 usaha
c. Meningkatnya Produktifitas dan akses UMKMK kepada sumber daya
produktif
d. Tersedianya pasar induk dengan komoditas tertentu
e. Tersedianya pasar tradisional modern yang tertata, bersih nyaman, dan
berdaya saing
f. Meningkatnya jumlah produk industri kreatif
4. Bidang Penanaman Modal
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 penanaman modal
adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam
negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia.Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam
negeri.Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal
asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
penanaman modal dilakukan oleh Badan Penanaman Modal, baik di tingkat pusat
maupun daerah.
Badan Penanama Modal Kota Medan berdasarkan Undang-Undang dan
tata kelola pelaksanan, memilik fungsi sebagai pemberian dukungan atas
penyelenggaraan ppemerintah Daerah di bidang penanaman modal, serta
menyediakan pelayanan, yaitu:
a. Izin Prinsip Pelayanan Modal, yaitu ijin yang diberikan kepada
penanam modal untuk melakukan kegiatan investasi. Izin ini
dibutuhkan oleh perusahaan yang membutuhkan fasilitas fiscal
sehingga harus diajukan oleh investor perusahaan tersebut.
b. Pelayaanan rekomendasi PMA dan PMDN, yaitu bagi perusahaan
yang memerlukan perijinan usaha harus mendapatkan rekomendasi
dari Badan Penanaman Modal.
Adapun sasaran yang terangkaum dalam RPJMD kota Medan Untuk 5
Tahun antara lain :
a. Meningkatkan jumlah investor berskala Nasional ( PMDN/PMA)
menjadi 96 investor baru
b. Meingkatnya nilai realisasi PMDN menjadi 19% (1.448,57 milyar)
c. Menigkatnya nilai realisasi PMA menjadi 23 %
d. Menigkatnya jumlah persetujuan investasi menjadi 96 persetujuan baru
5. Bidang Pariwisata dan Kebudayaan
Bidang Pariwisata merupakan bidang pembangunan mencakup wilayah/
alamiah maupun cipataan manusia. Keberadaan objek wisata, menjadi kekayaan
dan sumber pendapatan daerah melalui jumlah pengunjung atau wisatawan ke
daerah tersebut.
Pengembangan Bidang wisata Kota medan dilakukan dengan pengelolaan
daerah wisata, pelestarian situs dan cagar budaya, serta promosi yang progresif.
Adapun sasaran khusus yang ingin dicapai untuk lima tahun antara lain:
a. Meningkatnya jumlah benda, situs, kawasan cagar budaya yang
dilestarikan pada tahun 2014 menjadi 46 benda/situs/lokasi
b. Meningkatnya jumlah wisatawan lokal maupun mancanegara
c. Peningkatan ketersediaan hotel, restoran, dan perpustakaan daerah.
6. Bidang Perindustrian dan Perdagangan
Bidang perindustrian dan perdagangan merupakan salah satu urusan
pilihan dalam kerangka pembangunan kota Medan bersama dengan urusan
pertanian, perikanan, dan kelautan. Pengembangan industri dan perdagangan di
Kota Medan dicantumkan dalam beberapa sasaran yang inginn dicapai yaitu:
a. Peningkatan kontribusi sektor industri terhadap PDRB
b. meningkatnya produktifitas rata-rata sektor industri pertahun dalam
perekonomian kota
c. Meningkatnya kontribus hasil sektor perdagangan terhadap PDRB
menjadi Rp. 25,22 trilyun
2.5 Penelitian Terdahulu
Pada dasarnya, evaluasi kinerja ekonomi juga dilakukan oleh beberpa
berhubungan dengan aanalisis evaluasi kinerja pembangunan ekonomi juga
pernah dilakukan , antara laian oleh Raina Damarsari, Junaidi, dan Yulmardi
yang berjudul Kinerja Pembanguan Daerah Kabupaten/ kota di Provinsi Jambi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peringkat kinerja pembangunan antar
kabupaten/kota di provinsi Jambi dan mengkategorikannya berdasarkan kinerja
pembangunannya.
Penelitian ini menggunakan 3 kelompok indikator yaitu indikator
pembangunan ekonomi yang terdiri dari 8 indikator yakni laju pertumbuhan
ekonomi, PDRB perkapita, persentase sektor sekunder dan tersier terhadap PDRB,
persentase PDRB kabupaten/ kota terhadap provinsi, persentase PAD terhadap
total penerimaan daerah, persentase rumah tangga yang memiliki
pengeluaranperkapita kurang dari Rp 200.000,- per bulan, serta tingkat
kemiskinan. Kelompok indikator kedua adalah pembangunan Sumber Daya
Manusiaterdiri dari 5 indikator yaitu jumlah penduduk, angka harapan hidup,
angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan tingkat partisipasi angkatan kerja.
Kelompok indikator ketiga adalah pembangunan infrastruktur terdiri dari 8
indikator yaitu jalan, sekolah, jaringan telepon, listrik, fasilitas kesehatan, tenaga
kesehatan, sanitasi, dan sumber air minum. Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif dan analisis gerombol/ cluster analysis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kota Jambi menempati peringkat pertama dalam kinerja pembangunan.
Penelitian kedua dilakukan oleh Dhinta Rahmawati yang berjudul Analisis
Kinerja Ekonomi dan Keuangan Daerah Kota Bogor Sebelum dan Selama
serta potensi keuangan kota Bogor sebelum dan setelah desentralisasi fiskal.
Penelitian ini menggunakan data time series tahun 1993-2007. Variabel yang
digunakan adalah jumlah penduduk, inflasi, pajak, retribusi, laba bersih
perusahaan daerah, dana bagi hasil, dana transfer, jumlah wisatawan, serta data
pendukung lainnya. Metode yang digunaka adalah metode analisis deskriptif,
estimasi Two Stage Least Square (2SLS), uji kriteria statistik, dan uji kriteria
ekonometrika.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan PDRB
setiap tahunnya.Pertumbuhan ekonomi relatif lebih rendah setelah masa
desentralisasi fiskal, namun terjadi peningkatan potensi keuangan. PAD
meningkat dengan persentase tertinggi berasal dari pajak dan retribusi daerah serta
yang terendah berasal dari laba perusahaan.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Universitas Padjadjaran dengan judul
Hasil Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2009 Provinsi Jawa
Barat.Penelitian ini menganalis indikator pembangunan derah provinsi Jawa Barat
yaitu pelayanan publik, kualitas Sumber Daya Manusia, kesehatan, dan
pembangunan ekonomi.Penelitian ini menggunakan metode analisis relevansi dan
efektifitas.Pada sektor pembangunan ekonomi diperoleh bahwa terjadi penurunan
akibat adanya krisis global.Laju inflasi meningkat akibat kenaikan BBM dan
kontribusi ekspor yang melemah.Hal tersebut diikuti pula oleh turunnya nilai
realisasi PMA dan PMDN karena biaya produksi yang meningkat serta penurunan
pada sektor pertanian akibat krisis pupuk dan turunnya haraga internasional
Penelitian keempat dilakukan oleh Ratri Furry Pustika Rachim dari
Universitas Diponegoro pada tahun 2013 dengan judul Evaluasi Pemekaran
Wilayah Kota Serang Ditinjau dari Kinerja Ekonomi dan Kinerja Pelayanan
Publik Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja ekonomi dan
kinerja pelayanan publik pada tahu 2009-2011 di Kota Serang.Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode indeksasi untuk membandingkan
kinerja daerah otonom baru dengan daerah induk setelah dilakukannya pemekaran
wilayah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Serang mampu menyetarakan
kinerja ekonominya dengan daerah induk sebelumnya yaitu Kabupaten Serang.
Sedangkan untuk kinerja pelayanan publik, Kota Serang justru lebih unggul
dibandingkan Kabupaten Serang
2.6 Kerangka Konseptual
Evaluasi kinerja pembangunan ekonomi disusun dengan menggunakan
beberapa indikator sebagai kontrol atau penilainya.Indikator kinerja ekonomi
berisi tentang variabel makro ekonomi daerah yang berpengaruh kepada hasil
evaluasi kinerja ekonomi.Pertumbuhan ekonomi, PDRB, serta distribusi
pendapatan berhubungan positif, artinya semakin tinggi nilainya maka semakin
bagus pula kinerja pembangunan ekonomi.Sedangkan angka kemiskinan
berpengaruh negatif, yang berarti semakin tinggi angka kemiskinan, semakin
buruk pula kinerja pembangunan ekonomi daerah tersebut.
Kelompok Indikator Pembangunan Bidang Ekonomi berisi variabel yang
berpengaruh terhadap evaluasi kinerja pembangunan bidang ekonomi baik dari
Pariwisata dan Kebudayaan, serat Industri dan Perdagangan. Masing-masing
kelompok variabel terdapat pada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang
berbeda dan memilki variabel tertentu sebagai penilai.Secara sistematis, kerangka
Gambar 2.2
1. Bidang Keuangan (Dinas
Pendapatan)
2. Bidang perizinan (Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu)
3. Bidang Koperasi Dan
UMKM (Dinas Koperasi dan UMKM)
4. Bidang Penanam Modal
(Badan penanaamam Modal)
5. Bidang Pariwisata dan
Kebudayaan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata)
6. Bidang Industri (Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan)