BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DI INDONESIA
Indonesia merupakan produsen dan pengekspor minyak kelapa sawit mentah terbesar di dunia. Hal tersebut didukung besarnya area penanaman kelapa sawit di Indonesia yang meningkat dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir, dimana luas tersebut memenuhi sekitar 5% dari total area penanaman di Indonesia. Produksi minyak kelapa sawit mentah pada industri kelapa sawit juga meningkat, dari perolehan yield yang stagnan sejak tahun 1970-an yaitu 3,8 ton per ha meningkat menjadi 5 ton per ha [12]. Industri kelapa sawit ini cukup memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, namun dari proses produksi dalam skala besar oleh industri tersebut juga menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar [13].
Dari proses pengolahan kelapa sawit di pabrik kelapa sawit (PKS) dihasilkan berupa limbah cair, yang disebut palm oil mill effluent (POME). Limbah cair tersebut bersumber dari adanya sejumlah besar air dibutuhkan pada proses ekstraksi minyak dari kelapa sawit, yaitu pada proses perebusan buah dan proses pemurnian minyak [14]. Limbah cair tersebut sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga pabrik diharapkan mampu menangani dan memproses limbah tersebut dengan peningkatan teknologi pengolahan [15].
2.2 BAKU MUTU DAN KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) memiliki parameter kandungan dalam limbah seperti : biological oxygen demand (BOD5), chemical oxygen
demand (COD), total solid (TS), total suspended solid (TSS), minyak dan lemak
Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit [16, 17]
No Parameter Kadar Paling
Tinggi (mg/L)
8. Debit Limbah Paling Tinggi 2,5 m2 per ton produk minyak sawit crude palm oil (CPO)
Karakteristik dari limbah cair pabrik kelapa sawit tergantung pada kualitas bahan baku maupun proses produksi pada pabrik kelapa sawit [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit merupakan campuran yang berasal dari buangan kondensat
sterilizer, sludge dari separator dan air buangan dari hydrocyclone, dengan
komposisinya terdiri dari air, minyak dan padatan yang tersuspensi membentuk campuran koloid berwarna coklat. Temperaturnya cukup tinggi yaitu 80oC – 90oC, dengan kandungan biochemical oxygen demand (BOD) yang tinggi [18]. Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit yang berasal dari PT. PP London Sumatra di Bagerpang disajikan pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit PT. PP London Sumatra di Bagerpang [19]
No Parameter Mutu Raw Effluent Outlet Anaerobic Pond
Limbah cair dengan komposisi seperti yang disajikan pada Tabel 2.2 tersebut tidak dapat langsung dibuang ke aliran sungai atau tanah karena dapat menurunkani kualitas air. Maka perlu dilakukannya pengendalian dengan cara mengolah terlebih dahulu limbah cair tersebut sebelum dibuang ke lingkungan.
2.3 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
Dengan adanya kandungan COD dan BOD yang sangat tinggi, limbah cair pabrik kelapa sawit menimbulkan ancaman besar terhadap kualitas lingkungan air di sekitarnya. Dalam beberapa tahun terkahir ini, banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengontrol pencemaran oleh limbah cair pabrik kelapa sawit, diantaranya digunakan sebagai irigasi tanaman, sebagai pakan ternak, dilakukan dengan pengendapan dan pengeringan, penguapan, skimming sederhana, koagulasi, flotasi, adsorpsi, ultrafiltrasi, dan berbagai teknologi biodegradasi [20].
Teknik-teknik konvensional yang banyak dipakai seperti pengolahan secara biologis memiliki beberapa kekurangan yaitu biaya operasional yang tinggi, waktu tinggal yang lama serta penggunaan kolam dengan luas yang cukup besar. Salah satu alternatif pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit lainnya adalah dengan proses elektrolisis dan elektrokoagulasi [10].
Elektrokoagulasi adalah sistem pengolahan air limbah yang sangat efektif menghilangkan polutan dan menghasilkan gas hidrogen secara bersamaan sebagai pendapatan untuk mengimbangi biaya operasional. Elektrokoagulasi telah diuji positif untuk mengolah air limbah dari pembersih uap, mesin cuci, manufaktur tekstil, plat logam, laundry komersial, operasi pertambangan, sistem pembersih limbah kota dan limbah industri kelapa sawit [21].
2.4 ELEKTROLISIS DAN ELEKTROKOAGULASI
2.4.1 Elektrolisis
menjadi komponen-komponen penyusunnya, yaitu hidrogen dan oksigen, dengan mengalirkan arus listrik di antara dua elektroda di dalam air [22].
Elektrolisis juga dapat digunakan sebagai metode pengolahan pengolahan limbah cair pabrik tekstil, makanan, petroleum, serat kimia dan lain-lain [23]. Penggunaan elektrosis dalam pretreatment limbah cair pabrik kelapa sawit yang sekaligus menghasilkan gas hidrogen dapat meminimalisir biaya pemeliharaan, sekaligus memberikan kontribusi dalam menejemen bahan bakar dan masalah polusi [24].
Pada proses elektrolisis digunakan aluminium (Al) atau besi (Fe) sebagai elektroda, dimana penggunaan elektroda aluminium lebih efisien daripada elektroda besi. Reaksi dengan logam (M) pada anoda seperti berikut :
M(s) → M(aq)n+ + ne
-2H2O(l) → 4H+(aq)+ O2(g) + 4e
-Maka reaksi pada katoda :
M(aq)n+ + ne-→ M(s)
2H2O(l) + 2e-→ H2(g) + 2OH
-Dari hasil elektrolisis tersebut dihasilkan ion hidroksil yang dikenal sebagai salah satu cairan radikal paling reaktif, yang akan mengoksidasi komponen-komponen organik dalam limbah cair karena memiliki afinitas yang tinggi. Dihasilkannya hidroksida akan menarik partikel-partikel yang tersuspensi sehingga menyebabkan koagulasi. Gas yang dihasilkan juga membantu pemindahan padatan yang tersuspensi [8, 10].
2.4.2 Elektrokoagulasi
2.4.3 Prinsip Kerja Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan teknologi yang mengkombinasikan fungsi dan keuntungan dari teknik konvensional seperti koagulasi, flotasi dan elektrokimia dalam air pada pengolahan limbah cair [26]. Prinsip kerja elektrokoagulasi adalah dengan menggunakan proses elektrolisis, yaitu proses yang melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi ketika aliran listrik diberikan dalam cairan elektrolit [27]. Proses ini melibatkan penggunaan arus listrik yang dialirkan ke elektroda di dalam tangki reaktor dimana akan dihasilkan agen koagulasi dan gas gelembung. Selain itu, elektrokoagulasi adalah teknik yang melibatkan penambahan elektrolit dari koagulan ion logam secara langsung dari elektroda. Ion-ion ini akan berkoagulasi dengan polutan dalam cairan, mirip dengan penambahan bahan kimia koagulan seperti tawas dan besi klorida, yang dilanjutkan dengan sedimentasi dan flotasi [28].
Penggumpalan dan pemisahan polutan terjadi karena ketidakstabilan partikel yang ditimbulkan selama proses elektrolisis dan elektrokoagulasi. Destabilisasi partikel ini dicapai melalui dua mekanisme, yaitu yang pertama adanya kation yang dihasilkan dari proses hidrolisis air yang akan menetralkan partikel-partikel anion, dan yang kedua adalah penyapuan flokulasi dimana partikel-partikel pengotor terjebak dan dipindahkan ke dalam endapan hidroksida yang terbentuk. Selanjutnya gelembung-gelembung mikro (H2 dan O2) yang
dihasilkan di permukaan elektroda akan membawa gumpalan-gumpalan polutan yang terbentuk menuju permukaan air [29].
2.4.4 Jenis Plat Elektrokoagulasi
Pada proses elektrokoagulasi dalam penanggulangan air limbah, menggunakan elektroda yang dikorbankan (sacrificial elektrode) [30]. Beberapa jenis material umum yang digunakan adalah aluminium (Al) dan besi (Fe). Dari hasil yang diperoleh peneliti sebelumnya diperoleh informasi alumininium merupakan material terbaik [31, 32].
1. Aluminium
Keunggulannya adalah: • Stabil
• Tidak mudah mengalami korosi
• Persentase penghilangan COD lebih besar dari besi
• Baik dalam penurunan turbiditas dan menghilangkan warna Kelemahannya adalah:
• Sensistif terhadap perubahan temperatur • Harganya mahal
2. Besi (Fe)
Keunggulannya adalah:
• Dapat menghilangkan sulfida
• Tidak sensitif dalam perubahan temperatur • Harganya murah
Kelemahannya adalah:
• Mudah mengalami korosi [32, 33]
2.4.5 Pengaruh Jarak Antara Elektroda Pada Reaktor Elektrokoagulasi
Jarak antara elektroda berpengaruh pada penurunan konsentrasi TSS, COD dan BOD. Semakin dekat jarak antara elektroda maka penurunan konsentrasi TSS semakin besar disebabkan oleh jarak yang jauh maka lintasan perputaran arus listrik semakin sedikit menyebabkan kurangnya efisiensi penurunan konsentrasi TSS, efisiensi dari COD dan BOD juga berkurang karena transfer elektron yang semakin lambat [34, 35].
2.4.6 Kelebihan Teknik Elektrokoagulasi
Berikut ini merupakan beberapa keunggulan dari teknik elektrokoagulasi yaitu :
1. Menanggulangi berbagai kontaminan secara bersamaan hanya dengan menggunakan satu teknologi saja.
3. Membutuhkan daya yang rendah.
4. Tidak membutuhkan tambahan zat kimia.
5. Mudah dalam perawatan (maintenance) serta tidak membutuhkan perhatian lebih.
6. Menghilangkan padatan tersuspensi dan padatan koloid.
7. Merusak emulsi minyak dalam air, menghancurkan serta menghilangkan bakteri dan virus.
8. Hasilnya konsisten dan terpercaya. 9. Meminimisasi lumpur (sludge) [36].
2.4.7 Kelemahan Teknik Elektrokoagulasi
Dari keunggulan yang dipaparkan sebelumnya, terdapat juga kelemahan teknik elektrokoagulasi antara lain :
1. Jika menggunakan daya listrik yang besar dalam waktu lama akan mengakibatkan beban biaya yang besar.
2. Besarnya reduksi dari plat elektroda yang digunakan dipengaruhi arus listrik yang mengalir melewatinya.
3. Tidak dapat digunakan untuk mengolah limbah yang mempunyai sifat elektrolit yang tinggi karena menyebabkan hubungan singkat antar elektroda [31].
2.5 KOAGULASI DAN FLOKULASI
2.6 PARAMETER UTAMA YANG DIAMATI
Dalam penelitian ini parameter utama yang diamati adalah chemical oxygen
demand (COD), total solid (TS) dan total suspended solid (TSS). Dimana
parameter tersebut diharapkan mampu memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah.
2.6.1 Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical oxygen demand (COD) diukur untuk menentukan kekuatan polusi
yang ditimbulkan dari limbah cair domestik dan industri. Kebutuhan oksigen merupakan parameter penting untuk menilai konsentrasi kontaminan organik di sumber daya air. Karena degradasi senyawa organik membutuhkan oksigen, konsentrasi mereka dapat diperkirakan dengan jumlah oksigen yang dibutuhkan. Ketika oksidasi ini dilakukan secara kimiawi, maka nilai yang diperoleh disebut
chemical oxygen demand (COD) [38, 39].
2.6.2 Total Solid (TS)
Dalam analisis air limbah, jika dilakukan evaporasi air maka akan terdapat padatan-padatan yang tertinggal. Padatan-padatan tersebut dapat didefinisikan dalam beberapa arti seperti total solid (TS), total suspended solid (TSS), dissolved
solids, settleable solids, volatile solids, dan fixed solids. Dimana total padatan atau
total solid didefinisikan sebagai material yang tertinggal pada wadah saat seluruh air telah menguap atau mengalami evaporasi, biasanya pada 103 oC – 105 oC. Total padatan dapat direklasifikasi dengan cara mengubah prosedur pengujian. Total padatan dapat dibagi menjadi total padatan tersuspensi atau TSS dan total padatan terlarut atau total dissolved solids (TDS) [40].
2.6.3 Total Suspended Solid (TSS)
dibutuhkan oleh spesies dalam air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis dan laju pertumbuhan sehingga oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) berkurang. Dua jenis nutrien yang mempengaruhi kualitas air adalah nitrogen dan fosfor. Dimana fosfor berhubungan dengan TSS karena molekul fosfor cenderung terikat pada partikel tanah tergerus dan terangkut ke badan air, sedangkan nitrogen lebih mudah larut dari fosfor dan biasanya dalam bentuk larutan. Saat pengujian, padatan yang tertahan pada filter, dibilas kemudian dikeringkan setelah kering dilakukan proses penimbangan. Pertambahan berat yang diperoleh merupakan padatan tersuspensi [40, 41].
2.7 ANALISIS EKONOMI
Limbah cair pabrik kelapa sawit perlu diolah kembali agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah sebelum dibuang kebadan air. Salah satu pengolahan limbah cair pada pabrik kelapa sawit adalah kolam anaerobik. Pengolahan dengan metode tersebut kurang efisien dalam segi biaya dan waktu karena memembutuhkan lahan yang luas dimana untuk sebuah bak memiliki dimensi luas (20 x 40) m2 dan kedalaman 3 - 4 meter serta waktu tinggal selama 40 hari [7]. Pada pengolahan dengan metode kolam anaerobik dihasilkan gas metan (CH4) yang dapat dimanfaatkan sebagai biogas namun terdapat juga gas
karbon dioksida (CO2) yang dapat menimbulkan efek rumah kaca oleh karena itu
perlu diperlukan alternatif lain.
Salah satu alternatif untuk mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit yaitu menggunakan reaktor elektrokoagulasi. Untuk skala laboratorium digunakan reaktor berdimensi : panjang x lebar x tinggi sebesar 12 cm x 12cm x 36 cm dan plat elektroda aluminium berdimensi : panjang x lebar x tebal sebesar 12 cm x 36 cm x 0,008 cm serta besar aliran listrik 10 volt dalam waktu reaksi selama 3 jam, metode ini mampu menurunkan kadar COD, TS dan TSS lebih dari 50 %. Jika reaktor elektrokoagulasi dilakukan secara tertutup, gas hidrogen yang terbentuk dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biogas. Metode ini juga tidak menimbulkan efek rumah kaca.