BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu upaya pemerintah untuk menyehatkan perekonomian nasional
adalah dengan cara penyaluran dana dalam bentuk kredit. Kredit tersebut dapat
diberikan kepada masyarakat yang memerlukan. Sistem penyaluran melalui
lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Lembaga keuangan merupakan
lembaga yang yang menjadi perantara keuangan dan jasa ekonomi masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Lembaga keuangan di Indonesia dapat dibagi menjadi lembaga keuangan
bank dan lembaga keuangan non bank dan lembaga keuangan lainnya. Kedua
lembaga ini selain memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi juga memiliki
fungsi untuk menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Salah
satu yang termasuk dalam lembaga keuangan yaitu PT Pegadaian, satu satunya
perusahaan gadai milik negara (BUMN) dan posisinya sebagai lembaga keuangan
non bank.
Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan non bank di Indonesia
yang membantu masyarakat dalam hal gadai. Pegadaian adalah satu-satunya
badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan
kegiatan lembaga keuangan berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana
ke masyarakat atas dasar hukum gadai.1
1Susilo, Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain
(Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm. 179.
Adanya lembaga tersebut memudahkan
harus kehilangan barangnya. Sebagai lembaga pembiayaan, PT. Pegadaian
diharapkan mampu mengatasi masalah likuiditas masyarakat agar masyarakat
yang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan pelepas uang (renternir).
Pegadaian dengan motto “mengatasi masalah tanpa masalah” diharapkan
mampu mengatasi masalah masyarakat dalam hal kredit dalam waktu yang relatif
singkat. Pegadaian dengan bekal semangat kerja keras dan memilii elemen kunci
sukses bagi perusahaan jasa gadai yaitu banyaknya outlet yang tersebar di seluruh
Indonesia dengan didukung sumber daya manusia (SDM) yang berdedikasi
tinggi, kondisi ini menjanjikan perusahaan mencapai visi sesuai yang diharapkan
menjadi perusahaan yang modern, dinamis dan inovatif.
Menurut Purwahid Patrick dan Kashadi pegadaian mempunyai beberapa
unsur pokok, yaitu: 1. Gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai
kepada kreditur pemegang gadai 2. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh debitur
pemberi gadai atau orang lain atas nama debitur 3. Barang yang menjadi objek
gadai adalah barang-barang bergerak 4. Kreditur pemegang gadai berhak untuk
mengambil pelunasan dari barang gadai dengan cara didahulukan daripada
kreditur lainnya.2
Perkembangan perekonomian dewasa ini mengakibatkan perubahan dalam
sistem perekonomian di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa Lembaga Pegadaian
mengalami beberapa perubahan dalam bentuk usahanya. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 77 Tahun 1969 tentang Perubahan Kedudukan Perusahaan
Negara Pegadaian menjadi Jawatan Pegadaian menjelaskan Lembaga Pegadaian
berbentuk Perusahaan Jawatan (Perjan). Selanjutnya berdasarkan PP No. 10
Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian Menjadi
Perusahaan Umum Pegadaian menjelaskan dalam rangka meningkatkan efisiensi
dan produktifitasnya Perjan Pegadaian dialihkan menjadi Perum Pegadaian.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (selanjutnya disebut UU Perseroan Terbatas). Perum Pegadaian
dialihkan menjadi PT. Pegadaian, pengalihan bentuk usaha pegadaian ini
mempunyai akibat hukum terkait struktur kepengurusan, sistem harta kekayaan
lembaga pegadaian serta pengelolaan PT. Pegadaian.
Sebelum beralih status hukumnya menjadi PT. Pegadaian adalah lembaga
yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN merupakan salah
satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional yang berlandaskan demokrasi
ekonomi, memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian
nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. BUMN menurut Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (selanjutnya disebut sebagai UU BUMN) adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Oleh karena dalam
perkembangannya lembaga gadai sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan
kinerja keuangannya maka lembaga pegadaian beralih status menjadi perusahaan
persero dalam bentuk perseroan terbatas.
Perubahan ekonomi global serta pertumbuhan usaha yang semakin
perum pegadaian. Akan tetapi, dalam persaingan yang kompetitif tersebut status
perum terkendala beberapa peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu
dilakukan perubahan bentuk hukum Perum Pegadaian menjadi PT. Pegadaian
melalui PP No. 51 Tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum
Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan
(PERSERO).
Perubahan status badan hukum ini merupakan babak baru dalam rangka
peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan penyaluran pinjaman
khususnya kepada masyarakat menengah kebawah. Bentuk Perseroan Terbatas
atau yang biasa disingkat PT menjadi pilihan utama karena dalam bentuk PT
dijadikan sarana untuk menuju kea rah bisnis yang lebih liberal dan terbuka.3
Good corporate governance adalah the system by which companies are
directed and menaged. It influences how the objectives of the company set and
achieved, how risk is monitored and assesed, how performance is optimised.
Lembaga pegadaian sebagai lembaga keuangan yang menjalakan kegiatan
usahanya dalam memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat didasarkan pada UU
Perseroan Terbatas. Dalam menjalankan kegiatan keuangannya lembaga
pegadaian harus memperhatikan aspek kepatuhan yang dimuat dalam UU
Perseroan Terbatas sebagai wujud terciptanya good corporate governance.
4
3Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan: Tentang Perseroan Terbatas Cet. Ketiga,
(Bandung : Nuansa Aulia, 2012), hlm. 5.
4Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge, Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat), (Jakarta : PT. Damar Mulia Pustaka, 2008), hlm. 3.
Hal
ini dimaksudkan agar melindungi kepentingan stakeholder, meningkatkan
perusahaan itu sendiri serta menanggulangi resiko dalam pelaksanaan kegiatan
usaha.
Prinsip good corporate goveernance inilah yang melatarbelakangi
lembaga pegadaian dialihkan ke dalam bentuk Perseroan Terbatas. Pengalihan
bentuk ini dimaksudkan agar PT. Pegadaian dapat menjalankan kegiatan jasa
keuangan dalam memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat dapat terlaksana
dengan baik. Serta pengawasan kegiatan usaha PT. Pegadaian dapat dilakukan
secara efektif dan efisien.
Sejalan dengan perkembangan perokonomian dewasa ini sistem
pengawasan lembaga keuangan mengalami perubahan. Lembaga keuangan
sebelumnya diawasi dan bertanggung jawab kepada Bank Indonesia. Namun
dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas
Jasa Keuangan (selanjutnya disebut sebagai UU OJK) disingkat Seluruh
Lembaga Keuangan berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga
pegadaian sebagai salah satu lembaga keuangan yang melakukan kegiatan
penghimpunan dan penyaluran dana di masyarakat juga berada dalam
pengawasan OJK.
Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut sebagai OJK) adalah lembaga
yang menyelenggarakan fungsi pemerintah dalam rangka mengatur dan
mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan.5
5 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses,
2014), hlm. 62.
Setiap pihak dilarang melakukan
dimaksudkan agar terciptanya indepedensi OJK dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.
Pengawasan OJK terhadap lembaga pegadaian ini dimaksudkan agar PT
Pegadaian melakukan kegiatan jasa keuangan lebih transparan dan akuntabilitas
sehingga tidak merugikan stakeholder yang terkait di dalamnya. Dalam
melakukan pengawasan OJK terhadap PT. Pegadaian mengacu kepada aspek
kepatuhan yang termuat dalam UU Perseroan Terbatas yang menjadi tolak ukur
terciptanya good corporate governance dalam penyelenggaraan kegiatan jasa
keuangan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat.
Pengawasan OJK terhadap PT. Pegadaian dalam menjalankan kegiatan
jasa keuangan dewasa ini belum mampu merangsang terwujudnya PT. Pegadaian
yang mampu memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat. Hal ini disebabkan
nilai jual PT. Pegadaian di masyarakat masih menjadi tanda tanya dalam
memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat.
Permasalahan yang muncul ialah sejauh mana PT. Pegadaian mampu
memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat ditengah perkembangan
perekonomian yang pesat saat ini. Hal ini sejalan dengan tujuan beralihnya
pegadaian menjadi perseroan terbatas. Dalam menjawab tantangan ini OJK
sebagai lembaga pengawas berperan penting dalam mencapai tujuan tersebut.
Mendorong tujuan tersebut OJK harus mampu menegakkan prinsip good
coporate governance.
Perekonomian nasional dapat ditingkatkan sejalan dengan tantangan
perekonomian dibutuhkan modal yang besar. Oleh karena itu kehadiran PT.
Pegadaian diharapkan mampu membantu mengatasi permasalahan tersebut.
Dalam melaksanakan tujuan pembangunan tersebut diperlukan kerjasama yang
baik antara pihak terkait.
Berdasarkan uraian diatas, Penulis tertarik untuk menelaah dan
menganalisis permasalahan ini dari sudut pandang politik hukum dengan
pedoman UU No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang diangkat
dalam penelitian yang berjudul “Pengawasan OJK Terhadap Lembaga
Pegadaian Dalam Memenuhi Kebutuhan Likuiditas Masyarakat Terkait Pemenuhan Aspek Kepatuhan”. Diharapkan penelitian ini mampu menjawab problematika hukum terkait pengawasan lembaga Pegadaian sebagai lembaga
keuangan yang menyediakan jasa keuangan dalam memenuhi kebutuhan
likuiditas masyarakat di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut diatas, adapun beberapa
permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan Lembaga Pegadaian Sebagai Lembaga Keuangan?
2. Bagaimana Pengelolaan Lembaga Pegadaian Sebagai Lembaga Keuangan
Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ?
3. Bagaimana Pengawasan OJK Terhadap Lembaga Pegadaian Dalam Pemenuhan
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk memenuhi kedudukan Lembaga Pegadaian sebagai lembaga keuangan.
b. Untuk mengetahui pengelolaan Lembaga Pegadaian berdasarkan UU No. 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
c. Untuk mengetahui pengawasan OJK terhadap Lembaga Pegadaian dalam
pemenuhan kebutuhan likuiditas mayarakat terkait pemenuhan aspek
kepatuhan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum khususnya yang
terkait pengawasan OJK terhadap Lembaga Pegadaian dalam memenuhi
kebutuhan likuiditas masyarakat terkait pemenuhan aspek kepatuhan.
2) Bagi pihak yang berkepentingan, yakni: para Pembentuk Peraturan
perundang-undangan dan akademisi dapat memberikan masukan dalam
pengawasan OJK terhadap Lembaga Pegadaian dalam memenuhi
kebutuhan likuiditas masyarakat terkait pemenuhan aspek kepatuhan di
b. Secara Praktis
Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi
pengetahuan lebih mengenai pengawasan OJK terhadap lembaga
pegadaian dalam memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat terkait
pemenuhan aspek kepatuhan sekaligus memberi sumbangsih dalam
perkembangan kegiatan keuangan yang dilakukan oleh lembaga
keuangan khususnya lembaga pegadaian. Dan kepada pembuat
kebijakan (decision maker) dan pembuat peraturan (wetgever) dapat
menjadi pertimbangan dalam penyusunan regulasi hukum terkait
pengawasan OJK terhadap lembaga pegadaian dalam memenuhi
kebutuhan likuiditas masyarakat terkait pemenuhan aspek kepatuhan di
Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan perpustakaan Universitas
Sumatera Utara bahwa judul tentang Pengawasan OJK Terhadap Lembaga
Pegadaian Dalam Memenuhi Kebutuhan Likuiditas Masyarakat Terkait Pemenuhan Aspek Kepatuhan, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup yang diangkat
untuk dikaji dan diteliti dalam penelitian ilmiah ini. Oleh karena itu, Penulis
berkeyakinan bahwa penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara moril, karena dalam melakukan
penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi peneliti atau akademisi dalam
melakukan penelitian hukum.
E. Tinjauan Pustaka
1. Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, karena
kegiatan kredit sudah sangat biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam setiap
sendi kehidupan masyarakat. Defenisi secara umum dari lembaga keuangan tersebut
adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana,
menyalurkan dana atau kedua-duanya.6 Lembaga keuangan, dilihat dari jenisnya,
terdiri dari lembaga keuangan Bank dan lembaga keuangan bukan Bank serta lembaga
keuangan lainnya yaitu:7
a. Lembaga Keuangan Bank
Berdasarkan fungsinya terdiri atas bank sentral, bank umum, bank
tabungan, bank pembangunan, serta bank desa. Berdasarkan kepemilikannya,
terdiri atas bank pemerintah, bank swasta nasional, bank swasta asing, bank
campuran dan bank koperasi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1998 tentang Pokok
Perbankan, jenis bank di Indonesia ada dua yaitu bank umum dan bank
perkreditan rakyat. Bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam
lalulintas pembayaran, sedangkan bank perkreditan rakyat adalah bank yang
6 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Revisi 2002, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), hlm. 2.
7
menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.8
1) Memberikan kredit.
Usaha bank perkreditan rakyat selain yang di atas adalah sebagai
berikut:
2) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
3) Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat bank indonesia, deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
Bank perkreditan rakyat dilarang melakukan usaha berikut.9
1) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalulintas
pembayaran.
2) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3) Melakukan penyertaan modal.
4) Melakukan usaha perasuransian.
5) Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha yang diperbolehkan.
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
Lembaga ini didirikan tahun 1973 berdasarkan keputusan menteri
keuangan No.kep.38/MK/IV/I/1972 yang menerbitkan bahwa lembaga-lembaga
ini dapat melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
1) Menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga.
2) Memberi kredit jangka menengah.
8 Loc. Cit, hlm. 6.
9
3) Mengadakan penyertaan modal yang bersifat sementara.
4) Bertindak sebagai perantara dari perusahaan indonesia dan badan hukum
pemerintah.
5) Bertindak sebagai perantara dalam mendapatkan tenaga ahli dan
memberikan nasihat-nasihat sesuai keahlian.
6) Melakukan usaha lain di bidang keuangan.
Tujuan pendirian lembaga ini adalah membantu pengembangan pasar
uang dan modal serta memberikan jasa-jasa yang berkaitan dengan pasar uang
dan modal. Lembaga ini merupakan sarana untuk menghimpun dana masyarakat
serta menunjang pembangunan nasional.
Jenis lembaga keuangan bukan bank adalah sebagai berikut:10
1) Lembaga pembiayaan pembangunan (development finance corporation).
2) Lembaga perantara penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga
(investment finance corporation).
c. Lembaga Keuangan Lainnya
Lembaga ini terdiri dari lembaga-lembaga diluar lembaga-lembaga
keuangan yang sudah disebutkan sebelumnya yang kegiatannya termasuk dalam
aktivitas lembaga pembiayaan,yang terdiri atas:11
1) Perusahaan pembiayaan konsumen (Consumer Finance Company) yaitu
lembaga yang melakukan usaha-usaha pembiayaan pengadaan barang
untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran.
10 Ibid, hlm. 7.
11
2) Perusahaan kartu kredit (Credit card Company) yaitu lembaga yang
melakukan usaha pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan
menggunakan kartu kredit.
3) Perusahaan anjak piutang (Factoring Company) yaitu lembaga yang
melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembeliaan dan/atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka panjang.
4) Perusahaan sewa guna usaha (Leasing Company) yaitu lembaga yang
melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal,
baik secara finance lease maupun operating leasae untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran berkala.
5) Perusahaan perdagangan surat berharga (Securities Company) yaitu
lembaga yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk perdagangan
surat berharga.
6) Perusahaan modal venture (Venture Capital) yaitu lembaga yang
melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam
suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company)
untuk jangka waktu tertentu.
7) PT Pengadaian yaitu lembaga pembiayaan milik negara yang memberikan
pinjaman secara hukum gadai kepada orang perseorangan di mana
peminjam diwajibkan untuk menyerahkan barang bergerak disertai hak
8) Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang memberikan jaminan
penggantian atas risiko yang dihadapi seseorang yang dapat berupa
kematian, rusak, atau hilangnya harta milik, dan lain sebagainya.
2. Lembaga Pegadaian
Lembaga Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara
resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa
pembayaran dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.12
Gadai adalah satu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan padanya oleh seseorang atau oleh orang lain atas
namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut didahulukan dari pada orang-orang
berpiutang lainnya dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu
digadaikan.13
3. Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang menyelenggarakan fungsi
pemerintah dalam rangka mengatur dan mengawasi kegiatan sektor jasa
keuangan, setiap pihak dilarang campur tangan dalam pelaksanaan tugas dan
wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).14
12 Susilo, Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Op. Cit, hlm. 179. 13 Frianto Pandia dkk, Op. Cit, hlm. 62.
14
Adrian Sitepu, Op. Cit, hlm. 62.
OJK harus dapat bekerja secara
independen dalam membuat dan menerapkan tugas dan wewenangnya
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang jasa
dalam rancangan undang-undang Otoritas Jasa Keuangan ini, tidak
diperkenankan untuk turut campur, baik langsung maupun tidak langsung dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan
di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Dengan tujuan ini OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan
sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing
nasional. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan harus mampu menjaga kepentingan
nasional, antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian,
dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek
positif globalisasi. Otoritas jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas,
penanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (selanjutnya disebut sebagai UU OJK) menyebutkan tugas pengaturan
dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. Pengaturan dan pengawasan Otoritas
Jasa Keuangan berlaku terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan.
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
Pelaksanaan tugas dan wewenangnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan
lembaga yang independen seperti yang telah dijelaskan pada pasal 2 ayat 2 UU OJK
bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal
yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Pasal tersebut tersirat arti bahwa Otoritas
Jasa Keuangan merupakan lembaga non-pemerintahan atau independen. Artinya,
Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar
pemerintah.
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan
pendekatan secara yuridis. Mengacu pada tipologi pembahasan penelitian menurut
Soerjono Soekanto, studi pedekatan terhadap hukum yang normatif mengkonsepsikan
hukum sebagai norma, kaidah, peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
suatu waktu dan tempat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan negara tertentu
yang berdaulat.15
Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan kedalam beberapa rumusan
masalah serta dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,
maka spesifikasi penelitian ini termasuk dalam lingkungan penelitian yang bersifat
observatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini memaparkan serta mendeskripsikan
(mengungkap) rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian yang dihubungkan
15
kedalam data yang dikumpulkan melalui library research (studi pustaka) dan
document research yang dilakukan dalam penelitian ini.
Penelitian ini dikatakan observatif karena hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini diharapkan mampu memberi gambaran terkait pengawasan OJK terhadap Lembaga
Pegadaian sebagai lembaga keuangan dalam memenuhi kebutuhan likuiditas
masyarakat terkait pemenuhan aspek kepatuhan.
2. Sumber Data
Penelitian ini bersifat normatif selalu menitikberatkan pada sumber data
sekunder yang dalam penelitian ini sumber data sekunder adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu semua bahan yang mengikat secara yuridis
meliputi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan lain-lain.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer meliputi jurnal ilmiah, buku referensi
(litelatur), serta hasil karya ilmiah para sarjana dan ahli hukum.
c. Bahan hukum tersier, yaitu semua bahan yang member petunjuk maupun
penjelasan bahan hukum primer dan sekunder meliputi Kamus Hukum,
artikel, surat kabar, internet, ensiklopedi dan lain sebagainya.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif maka metode pengumpulan
data yang digunakan adalah dengan studi Kepustakaan (Library Resource) dan
studi dokumen. Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah
pengumpulan data penelitian melalui penelitian kepustakaan dengan mempelajari
litelatur-litelatur yang berhubungan dengan rumusan masalah yang diangkat
dalam penelitian ini. Sedangkan studi dokumen dalam penelitian ini diperoleh
dari bahan-bahan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
penelitian ilmiah ini.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data
kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansi yang berasal
dari berbagai litelatur terkait dalam peneitian ini serta yang berasal dari peraturan
perundang-undangan terkait seperti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas sebagai data primer dalam penelitian ini yang menunjang dalam
penulisan penelitian yang dilakukan.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara memperoleh data dari berbagai sumber yang dianalisis secara kualitatif. Data
diperoleh dari studi pustaka atas beberapa literatur terkait peranan OJK dalam
mengawasi lembaga pegadaian. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara
yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Setelah data dianalisis secara kualitatif, maka hasilnya disajikan dalam sebuah
deskriptif yakni berupa pemaparan objek kajian yang diteliti dalam penelitian ini.
Pemaparan yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan jawaban atas
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar
memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makba dan
memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan kesatuan yang
saling berhubungan dengan yang lain. Adapun sistematika dalam penulisan
skripsi ini adalah:
Adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Bab I mengenai pendahuluan. Dalam bab ini berisikan pendahuluan yang pada
pokoknya menguraikan tentang latarbelakang penulisan, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini.
Bab II tentang lembaga pegadaian sebagai lembaga keuangan, kedudukan
lembaga pegadaian sebagai lembaga keuangan, serta peranan lembaga pegadaian
Bab III tentang bentuk usaha lembaga pegadaian, pengelolaan lembaga
pegadaian sebagai lembaga keuangan menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang
perseroan terbatas, serta aspek kepatuhan dalam pengelolaan lembaga pegadaian.
Bab IV mengenai kedudukan otoritas jasa keuangan dalam pengawasan
lembaga keuangan non bank, pengawasan otoritas jasa keuangan keuangan terhadap
lembaga pegadaian dalam pemenuhan kebutuhan likuiditas masyarakat terkait
pemenuhan aspek kepatuhan, serta akibat hukum terhadap lembaga pengadaian yang
tidak memenuhi aspek kepatuhan dalam pemenuhan kebutuhan likuiditas masyarakat.
Bab V tentang kesimpulan dan saran. Dalam bab ini penulis membuat suatu
kesimpulan dan saran dimana saran dibuat untuk menjadi bahan masukan mengenai