• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi task based risk assessment (tbra) di area warehouse chemical pt eastern logistics Lamongan danuaji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi task based risk assessment (tbra) di area warehouse chemical pt eastern logistics Lamongan danuaji"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI

TASK BASED RISK ASSESSMENT

(TBRA) DI AREA

WAREHOUSE CHEMICAL

PT EASTERN LOGISTICS

LAMONGAN

Danuaji Hananto R0009027

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iv ABSTRAK

IMPLEMENTASI TASK BASED RISK ASSESSMENT (TBRA) DI AREA WAREHOUSE CHEMICAL PT EASTERN LOGISTICS

LAMONGAN

Danuaji Hananto*, Hardjanto*, Seviana Rinawati*

Tujuan: Bahan baku, peralatan, manusia, serta lingkungan kerja mengandung potensi bahaya dan faktor bahaya yang tinggi sehingga diperlukan suatu upaya pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang cara mengidentifikasi potensi bahaya dan faktor bahaya yang ada di tempat kerja, kemudian melakukan penilaian dan pengendalian terhadap potensi bahaya dan faktor bahaya tersebut.

Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran tentang task based risk assessment. Pengambilan data mengenai task based risk assessment di area warehouse chemical dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara terhadap pekerja, serta studi kepustakaan.

Hasil: Tempat kerja terdapat karyawan, peralatan dan lingkungan kerja yang memiliki potensi dan faktor bahaya. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut diperlukan identifikasi bahaya, penilaian risiko serta menentukan langkah pengendaliannya sehingga tempat kerja dapat menjadi aman. Pengambilan data tentang identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara kepada karyawan serta studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dibahas dengan menyesuaikan OHSAS 18001 : 2007 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Simpulan: Perusahaan telah melakukan identifikasi potensi bahaya dan faktor bahaya di tempat kerja untuk menentukan tingkat risiko dan kemudian dilakukan pengendalian sesuai dengan OHSAS 18001 : 2007 klausa 4.3.1. Saran yang diberikan adalah supaya dilakukan pembuatan task based risk assessment untuk seluruh area kerja agar kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikendalikan.

Kata kunci: Task Based Risk Assessment *.

(5)

commit to user

v ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF TASK BASED RISK ASSESSMENT (TBRA) CHEMICAL WAREHOUSE AREA IN EASTERN LOGISTICS PT

LAMONGAN

Danuaji Hananto*, Hardjanto*, Seviana Rinawati*

Purpose : Raw materials, equipment, people, and work environment contains potential hazards and high hazard factors necessitating a preventive effort to prevent accidents and occupational diseases. The purpose of this study was to determine an idea of how to identify potential hazards and hazard factors are at work, then do the assessment and control of potential hazards and the danger factor.

Method : The study was conducted using descriptive methods that provide an overview of the task based risk assessment. Data retrieval task based on risk assessment in chemical warehouse area is done through direct observation in the field, interviews with workers, as well as library research.

Results: The workplace are employees, equipment and working environment and potential danger factor. To prevent such accidents required hazard identification, risk assessment and determine the steps control so it can be a safe workplace. Retrieval of data on hazard identification and risk assessment is done through direct observation in the field, interviews of employees as well as library research. The data obtained and discussed by adapting OHSAS 18001: 2007 on the Safety Management System and Occupational Health.

Conclusion: The company has to identify potential hazards and dangers in the workplace factors to determine the level of risk and control is then performed in accordance with the OHSAS 18001: 2007 clause 4.3.1. Advice given is to be done making task based risk assessment for the entire work area so that accidents and occupational diseases can be controlled.

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Alhammdulillah, Puji dan

syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan

khusus dengan judul “Implementasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja Serta

Lingkungan di PT Eastern Logistics Lamongan”.

Laporan ini disusun guna memenuhi tugas akhir sebagai syarat kelulusan studi di Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan penelitaian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan penelitian ini antara lain yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Sumardiyono, SKM, M. Kes, Selaku Ketua Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Tarwaka. Sc., M.Erg selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

4. Bapak Hardjanto, dr., Ms,Sp.Ok selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran.

5. Ibu Seviana Rinawati, SKM, Selaku pembimbing II dalam penyusunan laporan ini, terima kasih banyak atas saran dan bimbingannya serta pengarahannya dalam pembuatan laporan.

6. Ibu Florentina Nining Hastiani, selaku Human Resources Director PT Eastern Logistics Lamongan yang telah memberi kesempatan penulis agar dapat melaksanakan program magang.

7. Bapak Yudhi Feri Kurniawan, selaku QHSE Manager PT Eastern Logistics yang telah memberikan spirit, bimbingan, ilmu dan waktu luangnya kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

8. Bapak Nurdiyanto, Bapak Syamputra Wahyu Ihroza, Bapak Wahyu Minar Widodo, Bapak Dedi Kurniawan, Bapak M. Imron, Bapak Ahmad

Safurwanto, Bapak Rachmad Ahdan F dan Ibu Sinta Fitriandini, selaku QHSE officer staff PT. Eastern Logistics, terima kasih atas segala ilmu, masukan dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan laporan ini.

9. Bapak-Ibu staff dan karyawan PT Eastern Logistics, PT Mekar Bangun Eka Sejati, BP Tangguh, Petronas Carigali, Surveyor Indonesia, yang telah memberikan arahan demi kelancaran selama pelaksanaan penelitian.

(7)

commit to user

vii

yang dipanjatkan serta dorongan semangat luar biasa untuk kesuksesan putera, adik dan kakak tercintanya.

11. Deviku yang tak lelah memberikan semangat dan menemani penulis sampai saat ini, serta saran dan bantuannya selama penulis menyelesaikan laporan. 12. Teman- teman hiperkes angkatan 2009 yang selalu bersemangat.

13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaandan memiliki banyak kekurangan . Untuk itu diharapkan kritik dan saran membangundemi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.

Wabitaufiq Walhidayah. Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Surakarta, Juni 2012 Penulis,

(8)

commit to user

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tingkatan racun Bahan berbahaya dan beracun (B3) ... 10

Tabel 2. Nilai Kemungkinan (Likelyhood)... 46

Tabel 3. Nilai Keparahan (Saverity)... 46

Tabel 4. Identifikasi Bahaya, penilaian resiko dan pengendalian Bongkar

Muat Tanki Nitrogen (iso tank) ... 68

Tabel 5. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian Membuka

dan memasang lashing ... 69

Tabel 6. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian Bongkar

muat gas asitilen ... 71

Tabel 7. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan PengendalianBongkar

Muat Barite ... 73

Tabel 8. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan PengendalianBongkar

Muat Gas Oksigen ... 74

Tabel 9. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Bongkar Muat Bentonaite ... 75

Tabel 10. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Bongkar Muat Kcl ... 76

Tabel 11. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Membuka Dan Melhasing KCl ... 77

Tabel 12. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

(10)

commit to user

x

Tabel 13. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian Bongkar

muat gas helium ... 81

Tabel 14. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Bongkar Muat Gas Karbon Dioksida ... 82

Tabel 15. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Strapping Drum Methanol ... 84

Tabel 16. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Menata Drum Engine Oil Diatas Palet ... 85

Tabel 17. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian

Menata Drum Methanol Diatas Palet ... 86

Tabel 18. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Strapping Tabung Oksigen ... 87

Tabel 19. Identifikasi Bahaya, Penilaian Rsiko Dan Pengendalian

Bongkar Muat Totetank ... 89

Tabel 20. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Transportasi Drum Methanol... 90

Tabel 21. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian

Transportasi Jumbo Bag Barite ... 91

Tabel 22. Identifikasi Bahaya, Penilaian Rsiko Dan Pengendalian

(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. GHS Pictograms and Hazard Classes ... 13

Gambar 2. Transport "Pictograms" ... 14

Gambar 3. Acute Oral Toxicity ... 14

Gambar 4. Titik Penyalaan ... 23

Gambar 5. Tiga Jalur Pemaparan Utama ... 24

Gambar 6. Sistem gastrointestinal... 28

Gambar 7. Kemungkinan Dampak dan Resiko dari Penyimpanan B3 ... 30

Gambar 8. Panduan Untuk Daerah Penyimpanan Bahan Kimia... 31

Gambar 9. Panduan untuk Container Bahan Kimia... 33

Gambar 10. Pola Penyimpanan Kemasan Drum di Atas Palet ... 34

Gambar 11. Penyimpanan kemasan drum menggunakan rak ... 35

Gambar 12. Penyimpanan Bahan Kimia yang Kompatibel ... 37

Gambar 13. Rasio Perhitungan Peluang Dan Konsekuens ... 47

(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Panggilan Magang

(13)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan pembangunan industri dewasa ini menunjukkan

perkembangan yang sangat pesat dalam rangka menunjang laju pembangunan

di segala sektor. Kemajuan industri tersebut, dibarengi dengan penggunaan

bahan-bahan berbahaya antara lain bahan-bahan kimia berisiko tinggi.

Bahan-bahan termasuk Bahan-bahan kimia berbahaya adalah Bahan-bahan di mana pada suatu

kondisi tertentu dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang bersumber

dari kandungan bahan kimia tersebut.

PT. Eastern Logistics adalah Perusahaan yang bergerak di bidang

pelayanan jasa untuk industri minyak dan gas bumi, serta batu bara di Jawa

Timur. Pelayanan yang diberikan oleh PT Eastern logistic untuk menunjang

industri migas, maupun industri batu bara yaitu berupa, barang, jasa,

rekayasa, fabrikasi, perbaikan alat produksi dan perawatannya dan aktivitas

pekerjaan manual, sehingga bermanfaat bagi semua klien dan pengguna jasa

tersebut. Penyediaan fasilitas penunjang tersebut salah satunya adalah

penyediaan gudang bahan kimia.

Bahan-bahan kimia harus disimpan secara tepat, bilamana ingin dicegah

kemungkinan bahaya-bahayanya. Selain itu, perlu dijamin agar bahan-bahan

(14)

commit to user

dijaga agar bahan-bahan yang dapat menimbulkan bahaya seperti bahan

eksplosif, obat narkotika, dan lain-lain tidak ikut tersimpan (Suma’mur, 1996)

Menurut Suma’mur (1996) keamanan pengangkutan sehubungan dengan

bahan-bahan yang berbahaya juga sangat penting, agar dicegah bahaya bagi

tenaga kerja, bahaya terhadap masyarakat dan kerusakan harta kekayaan

termasuk alat angkutan.

Delapan belas orang tewas ketika bahan kimia yang sedang diturunkan

dari sebuah truk di Linyi, Provinsi Shandong meledak insiden itu juga

mencederai 10 orang. Sejumlah pemerintah daerah China mulai

memberlakukan peraturan mengenai pengangkutan bahan kimia berbahaya,

untuk mengurangi bahaya terhadap daerah penduduk ketika bahan kimia

diangkut ke dan dari pabrik (Kompas, 2009)

Maka jika mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.

187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat

Kerja, pada pasal 2 menyebutkan bahwa Pengusaha atau Pengurus yang

menggunakan, menyimpan, memakai, memproduksi dan mengangkut bahan

kimia berbahaya di tempat kerja wajib mengendalikan bahan kimia berbahaya

untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, maka

suatu perusahaan yang menyimpan dan mengangkut bahan kimia berbahaya

harus dikelola secara tepat.

Jika prosedur yang dijalankan dan tindakan pencegahan yang tepat

dijalankan dengan benar maka baik tenaga kerja, masyarakat, maupun

(15)

commit to user

disengaja maupun tidak, buangan bahan kimia tidak dapat dihindari (Palupi,

2000). Oleh karena itu perlu adanya penerapan OHSAS 18001 : 2007

terutama Klausul 4.3.1 Hazard Identification Risk Assessment and

Determining Control yang diperlukan untuk mengelola sumber bahaya

tersebut agar tidak meyebabkan kecelakaan. Dengan melihat Material Safety

Data Sheet (MSDS) dapat pula membantu memberikan informasi mengenai

karakteristik dan sifat utama bahan kimia serta potensi bahaya yang dimiliki

oleh bahan kimia sehingga melalui pengetahuan MSDS dapat diprediksi

seberapa besar potensi yang dapat dihasilkan (Robby, 2006).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul “Implementasi Task Based Risk Assessment (TBRA) di Area Warehouse Chemical PT Eastern Logistics Lamongan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apa faktor dan potensi bahaya yang terdapat pada proses pengangkutan

bahan kimia di PT. Eastern Logistics Lamongan Jawa Timur?

2. Bagaimanakah penerapan OHSAS 18001:2007 terutama klausul 4.3.1

Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control pada

warehouse chemical di PT. Eastern Logistics Lamongan Jawa Timur?

3. Bagaimana penerapan Task Based Risk Assessment di area warehouse

(16)

commit to user C. Tujuan

Tujuan pelaksanaan magang yang dilakukan penulis di PT. Eastern

Logistics Lamongan adalah :

1. Mengidentifikasi faktor dan potensi bahaya serta aspek yang timbul

dalam proses pekerjaan di warehouse chemical.

2. Mengidentifikasi dampak atau akibat faktor dan potensi bahaya serta

konsekuensinya dari suatu pekerjaan.

3. Menerapkan Task Based Risk Assessment sebagai langkah pengendalian

terhadap faktor dan potensi bahaya di perusahaan..

D. Manfaat

Kegiatan magang ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagi Perusaahaan

Dapat memberi masukan pada perusahaan mengenai data-data aspek

K3, informasi tentang kondisi lingkungan kerja terbaru dan penerapan

K3 yang telah dilaksanakan. Hal tersebut sebagai acuan untuk perbaikan

lingkungan kerja dan pelaksanaan program K3 selanjutnya serta dapat

memberikan tambahan masukan dalam klausul Hazard Identification

Risk Assessment and Determining Control berupa Task Based Risk

(17)

commit to user

2. Bagi Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan peningkatan kualitas pembekalan pengetahuan di

bangku perkuliahan tentang penerapan klausul 4.3.1 Klausul 4.3.1

Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control

terutama tentang Task based risk Assessment.

3. Bagi Penulis

Penulis dapat mengetahui faktor dan potensi bahaya yang terdapat di

area warehouse chemical serta bagaimana penerapan OHSAS

18001:2007 terutama klausul 4.3.1 Klausul 4.3.1 Hazard Identification

Risk Assessment and Determining Control di PT. Eastern Logistics

Lamongan dan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama

(18)

commit to user

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Tempat Kerja

Tempat kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,

bergerak atau tetap, untuk tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki

tenaga kerja untuk keperluan sesuatu usaha dan terdapat sumber-sumber

bahaya (Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja).

Dalam arti lain tempat kerja adalah setiap lokasi fisik dimana

aktivitas-aktivitas terkait pekerjaan dilaksanakan dalam kendali organisasi.

(OHSAS 18001)

2. Definisi Bahan berbahaya dan beracun

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun

2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. bahan

berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah

bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,

baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan

atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan

lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk

hidup lainnya.

Sedangkan menurut Suma‟mur (1996) bahan-bahan berbahaya

(19)

commit to user

pengangkutannya, penyimpanan, dan penggunaannya mungkin

menimbulkan atau membebaskan debu-debu, kabut, uap-uap, gas-gas,

serat atau radiasi mengion yang yang mungkin menimbulkan iritasi,

kebakaran, ledakan, korosi, mati lemas, keracunan dan bahaya-bahaya

lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan kesehatan orang yang

bersangkutan dengannya atau menyebabkan kerusakan kepada

barang-barang atau harta kekayaan.

Sedangkan terkait dengan perdagangan bahan berbahaya juga

terdapat peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

Indonesia Nomor: 254/MPP/Kep/7/2000 tentang Tata Niaga Impor dan

Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu. Menurut aturan di atas yang

disebut dengan Bahan Berbahaya (B2) adalah zat, bahan kimia dan

biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat

membayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak

langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik,

mutagenik, korosif dan iritasi.

3. Klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun

Mengingat Bahan B3 ini sangat berbahaya bagi manusia dan

lingkungan, maka terhadap bahan B3 ini perlu adanya

perlakuan/pengelolaan yang khusus/hati-hati. Pengelolaan B3 dilakukan

dengan tujuan (Adang dkk, 2011) :

a. Mencegah dan atau mengurangi risiko dampak B3 terhadap

(20)

commit to user

b. Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib

mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan.

Menurut Anang dkk (2011) untuk dapat mengelola suatu bahan

Berbahaya dan Beracun (B3) dengan baik dan benar, maka kita perlu

mengetahui pengklasifikasian B3 tersebut. Pengklasifikasian bahan

berbahaya dan beracun menurut Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan

Beracun adalah sebagai berikut :

a. Mudah Meledak (Explosive)

Mudah meledak (explosive), adalah bahan yang pada suhu dan

tekanan standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui

reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu

dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di

sekitarnya.

b. Pengoksidasi (Oxidizing)

Bahan-bahan ini kaya akan oksigen, yang mendukung terjadinya

kebakaran, sehingga meningkatkan terjadinya kebakaran. Beberapa

bahan yang mengoksidasi seperti klorat dan permanganat dapat

menyebabkan nyala api pada bubuk kayu atau jerami jika terjadi

gesekan. Asam-asam kuat tertentu seperti asam sulfat dan nitrat

dapat menyebabkan pembakaran jika bersentuhan dengan

(21)

commit to user

c. Sangat Mudah Sekali Menyala (Extremely Flammable)

B3 baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala

dibawah 0oC dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35oC.

d. Sangat Mudah Menyala (Highly Flammable)

Bahan berbahaya dan beracun (B3) baik berupa padatan maupun

cairan yang memiliki titik nyala 0oC – 21oC.

e. Mudah Menyala (Flammable);

Mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :

1) Berupa Cairan

Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari

24% volume dan atau pada titik nyala (flash point) tidak lebih

dari 60oC (140oF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan

api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760

mmHg.

2) Berupa Padatan

Bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bukan berupa

cairan, pada temperatur dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg)

dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui

gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara

spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran

yang terus menerus dalam 10 detik.

f. Amat sangat beracun (extremely toxic)

(22)

commit to user h. Beracun (moderately toxic)

Bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bersifat racun bagi

manusia akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila

masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.

Tingkatan racun B3 dikelompokkan sebagai berikut :

Tabel 1. Tingkatan racun Bahan berbahaya dan beracun (B3)

No Kelompok LD50 (mg/kg)

1 Amat sangat beracun (extremely toxic)

≤ 1

2 Sangat beracun (highly toxic) 1 - 50 3 Beracun (moderately toxic) 51 - 500 4 Agak beracun (slightly toxic) 501 -5.000 5 Praktis tidak beracun

(practically non-toxic)

5001 -15.000

6 Relatif tidak berbahaya (relatively harmless)

> 15.000

Sumber : Peraturan Pemerintah No.74/2001

i. Berbahaya (harmful)

Bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi

kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan

bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.

j. Korosif (corrosive)

Bahan ini meliputi asam-asam, alkali-alkali, dan bahan-bahan

kuat lainnya yang mungkin berakibat terbakar sebagian tubuh yang

dikenainya atau merangsang kulit, mata atau sistem pernapasan atau

(23)

commit to user k. Bersifat Iritasi (irritant)

Bahan baik padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak

secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan

kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.

l. Berbahaya Bagi Lingkungan (dangerous to the environment);

Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak

lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya

PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.

m. Karsinogenik (carcinogenic)

Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat

merusak jaringan tubuh.

n. Teratogenik (teratogenic)

Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan

pertumbuhan embrio.

o. Mutagenik (mutagenic)

Sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang

berarti dapat merubah genetika.

4. Pemasangan Label dan tanda

Menurut Suma‟mur (1996) pemasangan label dan tanda dengan

memakai lambang atau tulisan-tulisan peringatan pada wadah untuk

bahan berbahaya adalah tindakan pencegahan yang esensial. Ketika

bahan kimia sedang diproduksi, tenaga kerja biasanya mempraktekan

(24)

commit to user

botol, kaleng, atau wadah lainnya, biasanya tenaga kerja mengolahnya

belum mengetahui sifat bahaya dalam wadah tersebut. Demikian pula,

dalam pengangkutan lebih lanjut orang-orang yang bersangkutan dengan

transportasinya tidak pula mengenal bahaya-bahayanya, dalam hal ini

pemberian label dan tanda adalah sangat penting.

Sesuai Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Nomor KEP- 05/BAPEDAL/09/1995 Tentang Simbol dan Label Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun. Simbol adalah gambar yang menyatakan

karakteristik limbah B3. Pemberian simbol dan label pada setiap

kemasan B3 adalah untuk mengetahui klasifikasi B3 sehingga

pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik guna mengurangi risiko

yang dapat ditimbulkan dari B3.

Untuk Standar Internasional, Chemical label mengacu pada GHS

standard (Globally Harmonised System), chemical label tersebut dapat

dilihat pada gambar di bawah ini :

GHS Pictograms and Hazard Classes

Oxidizers Flammables

Self Reactives

Pyrophorics

Self-Heating

Emits Flammable

Gas

Organic Peroxides

Explosives

Self Reactives

(25)

commit to user

Aspiration Toxicity

Environmental Toxicity

Irritant

Dermal Sensitizer

Acute toxicity

(harmful)

Narcotic Effects

Respiratory Tract

Irritation

Gambar 1. GHS Pictograms and Hazard Classes Sumber : GHS (Globally Harmonised System), 2005

(26)

commit to user

Sumber : GHS (Globally Harmonised System), 2005

ACUTE ORAL TOXICITY - Annex 1

Category 1 Category 2 Category 3 Category 4 Category 5

Pictogram No symbol

Signal

word Danger Danger Danger Warning Warning

Substances, which in

Explosive Division 1.4 Explosive Division 1.5 Explosive Division 1.6

Compressed Gases Acute Toxicity (Poison): Oral, Dermal,

Inhalation

Corrosive

(27)

commit to user Gambar 3. Acute Oral Toxicity

Sumber : GHS (Globally Harmonised System), 2005

5. Data Safety Sheet Bahan Berbahaya

Berdasarkan PP 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan

Berbahaya dan Beracun, maka setiap orang yang memproduksi B3 wajib

membuat Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet)

dan setiap penanggung jawab pengangkutan, penyimpanan, dan

pengedaran B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan

(Material Safety Data Sheet). Pengusaha atau Pengurus yang

menggunakan, menyimpan, memakai, memproduksi dan mengangkut

bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib mengendalikan bahan kimia

berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja. Pengendalian bahan kimia berbahaya dalam tempat kerja

akan meliputi :

a. Penyediaan lembar data keselamatan bahan (LDKB) dan label;

b. Penunjukan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia.

Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet) dapat

diperbanyak dengan cara menggandakan Lembar Data Keselamatan

Bahan (Material Safety Data Sheet) sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor

(28)

commit to user

Keselamatan Bahan (LDKB/MSDS) berisi mengenai hal-hal sebagai

berikut:

a. Identitas Bahan dan Perusahaan

Nama Bahan :

Rumus Kimia :

Kode Produksi :

Sinonim :

Nama perusahaan (pembuat) atau distributor atau importir :

1) Nama Perusahaan :

Alamat :

Phone :

2) Nama Distributor :

Alamat :

Phone :

3) Nama Importir :

Alamat :

Phone :

b. Komposisi Bahan

c. Identifikasi Bahaya

1) Ringkasan bahaya yang penting

2) Akibat terhadap kesehatan

a) Mata

(29)

commit to user c) Tertelan

d) Terhirup

e) Karsinogenik

f) Teratogenik

g) Reproduksi

d. Tindakan pertolongan pertama pada kesehatan (P3K) terkena pada :

1) Mata

2) Kulit

3) Tertelan

4) Terhirup

e. Tindakan Penanggulangan Kebakaran

1) Sifat-sifat bahan mudah terbakar

Titik nyala : C (...F)

2) Suhu nyala sendiri : C

3) Daerah mudah terbakar

Batas terendah mudah terbakar : %

Batas tertinggi mudah terbakar : %

4) Media pemadaman api

5) Bahan khusus

6) Instruksi pemadaman api

f. Tindakan Terhadap Tumpukan dan Kebocoran

1) Tumpahan dan kebocoran kecil

(30)

commit to user 3) Alat pelindung diri yang digunakan

g. Penyimpanan dan Penanganan Bahan

1) Penangan bahan

2) Pencegahan terhadap pemajanan

3) Tindakan pencegahan terhadap kebakaran dan peledakan

4) Penyimpanan

5) Syarat khusus penyimpanan bahan

h. Pengendalian Pemajanan dan Alat pelindung Diri

1) Pengendalian Teknis

2) Alat Pelindung Diri : plindung pemajanan, mata, kulit, tangan,

dan lain-lain.

i. Sifat-sifat Fisika dan Kimia

1) Bentuk : Padat/Cair/Gas

2) Bau :

3) Warna :

4) Masa Jenis :

5) Titik Didih :

6) Titik Lebur :

7) Tekanan Uap :

8) Kelarutan Dalam Air :

9) P H :

j. Reaktifitas dan Stabilitas

(31)

commit to user 2) Sifat Stabilitas :

3) Kondisi yang Harus Dihadapi :

4) Bahan yang Harus Dihindari :

5) Bahan Dekomposisi :

6) Bahaya Polimerisasi :

k. Informasi Toksikologi

1) Nilai Ambang Batas (NAB) : …….. ppm

2) Terkena Mata :

3) Tertelan LD 50 (mulut) :

4) Terkena Kulit :

5) Terhirup LD 50 (pernapasan) :

6) Efek Lokal :

7) Pemaparan Jangka Pendek (Akut) :

8) Pemaparan Jangka Panjang (Kronik) :

a) Korsinogen

b) Teratogen

c) Reproduksi

d) Mutagen

l. Informasi Ekologi

1) Kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan

2) Degradasi

3) Bio akumulasi

(32)

commit to user n. Pengangkutan

1) Peraturan internasional

2) Pengangkutan darat

3) Pengangkutan laut

4) Pengangkutan udara

o. Peraturan perundang – undangan yang menjadi acuan bahan

berbahaya tersebut.

6. Informasi Sumber Bahaya yang Terkait Dengan Bahan Kimia

Menurut Adidas Group (2010) menguraikan bahwa hampir semua

bahan kimia yang digunakan dapat memberikan dampak merugikan pada

pekerja, lingkungan kerja, masyarakat, umum dan lingkungan diluar

pabrik.

a. Sumber Bahaya Bagi Kesehatan

Berbagai sumber bahaya bagi kesehatan dikaitkan dengan bhaan

kimia. Resiko yang ditimbulkan oleh setiap bahan tertentu

merupakan fungsi dari :

1) Keseriusan Sumber Bahaya yaitu toksisitas bawaan dari bahan

kimia atau “kekuatan”nya untuk menimbulkan dampak yang

merugikan kesehatan.

2) Paparan : kemungkinan, lama waktu dan intensitas paparan

(terhirup, masuk melalui kulit, tertelan) berbagai bentukbahan

kimia (gas atau uap, cairan, debu yang terbawa udara atau

(33)

commit to user

3) Kerentanan atau Kepekaan Individu pada umumnya

kemungkinan ada rentang kerentanan individu terhadap paparan

berbagai bahan kimia. Selain itu, sebagai individu bisa saja

menjadi peka terhadap bahan kimia tertentu setelah terkena

paparan, dan sesudahnya akan memperlihatkan dampak yang

merugikan bagi kesehatan pada tingkat paparan yang tidak

berpengaruh pada mayoritas individu.

Sumber bahaya bagi kesehatan tertentu yang terkait dengan

bahan kimia yang berbeda-beda dapat bervariasi. Pada umumnya

terdapat dua kategori dampak yang merugikan kesehatan: akut (yang

terjadi selama atau segera setelah terpapar) dan kronis (yang terjadi

setelah kurun-waktu paparan rutin yang lama, misalnya dalam

hitungan bulan atau tahun). Dalam dua kategori ini, bahan kimia

dapat berdampak pada manusia dengan berbagai cara:

1) Karsinogenisitas : terpapar sebagian bahan kimia dapat

mengakibatkan berkembangnya kanker di salah satu organ atau

sistem tubuh atau lebih.

2) Korosivitas : paparan dapat mengakibatkan luka bakar akut,

timbul tukak dan kerusakan jaringan pada mata, kulit dan

saluran pernapasan.

3) Iritasi : paparan dapat menimbulkan iritasi pada kulit, mata dan

pernapasan serta dermatitis [radang kulit] (tetapi yang pada

(34)

commit to user

4) Toksisitas Organ Sasaran : sebagian bahan kimia

memperlihatkan toksisitasnya pada organ (atau “sasaran”)

tertentu, seperti hati, ginjal, paru, darah, mata, telinga atau

sistem saraf, termasuk sistem reproduksi dan janin yang tengah

berkembang

5) Kepekaan : paparan dapat menimbulkan reaksi alergi dari kulit

atau sistem pernapasan (biasanya dimediasi oleh sistem

kekebalan).

b. Sumber Bahaya Fisik

Bahan kimia dapat menghadirkan sumber bahaya fisik

disamping sumber bahaya bagi kesehatan. Yang sifatnya lebih umum

mencakup: kemampuan menyala, kapasitas oksidasi, reaktivitas

terhadap air, gas dan cairan bertekanan atau termampatkan, dan

ketidak-kompatibelan dan kemungkinan reaktivitas dengan bahan

kimia lain. Apabila terdapat kemungkinan sumber bahaya ini, maka

kesadaran sangat penting agar bahan kimia yang relevan dapat

disimpan dan digunakan dengan benar.

Kemampuan menyala (atau kemampuan terbakar) adalah

sumber bahaya fisik yang paling umum yang terkait dengan bahan

kimia di pabrik. Pemahaman atas titik nyala, yaitu karakteristik unik

dari cairan yang dapat menyala, dan perbedaannya dari titik

penyalaan, yaitu karakteristik unik lain, sangat penting bagi

(35)

commit to user

dimana dapat dilihat pada Gambar 2. Titik nyala dan titik penyalaan

keduanya adalah temperatur dan keduanya terkait dengan

kemungkinan penyalaan. Pada temperatur titik nyala, terdapat uap

yang cukup di udara tepat di atas wadah terbuka cairan sehingga

pembakaran akan terjadi dengan adanya sumber penyalaan. Pada

temperatur titik penyalaan (jauh lebih tinggi dari titik nyala), panas

dari lingkungan setempat sudah cukup untuk menyalakan bahan.

Untuk praktisnya, cairan kimia dengan titik nyala lebih rendah dari

temperatur pabrik yang lazim (misalnya < 35°C) mengharuskan

penyimpanan dan penggunaannya mendapat perhatian seksama.

(36)

commit to user

7. Jalur Pemaparan Bahan Kimia Terhadap Pekerja

Menurut Palupi (2000) Zat kimia dapat menyebabkan kerusakan

pada manusia dan makhluk hidup lainnya melalui berbagai jenis cara.

Akan tetapi, sebelum dapat dikatakan sebagai zat membahayakan, zat

kimia harus memiliki setidaknya satu jalur pemaparan terlebih dahulu.

Jika tidak kontak dengan suatau zat, bagaimanapun toksiknya zat kimia

itu tidak akan membahayakan. Jalur pemaparan ada berbagai jenis dan

tipe pemaparan itu sendiri dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia. Ada

tiga jalur pokok pemaparan : penetrasi melalui kuilit (absorpsi

kulit/dermal), absorpsi melalui paru-paru (inhalasi), dan absorpsi melalui

saluran pencernaan (ingesti). Jalur pemaparan zat kimia berbahaya dapat

dilihat pada Gambar 5.

(37)

commit to user

Berbagai jalur yang dapat dilewati zat kimia berbahaya dijelaskan

dibawah ini :

a. Jalur Pemaparan Dermal

Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu

zat, namun kulit merupakan barier yang efektif terhadap berbagai

jenis zat bahan kimia. Jika bahan kimia tidak dapat menembus kulit,

toksisitasnya akan tergantung pada derajat absorpsi yang

berlangsung. Semakin besar absorpsinya, semakin besar

kemungkinan zat tersebut untuk mengeluarkan efek toksiknya. Zat

kimia lebih banyak diabsorpsi melalui kulit yang rusak atau tergores

dari pada melalui kulit yang utuh. Begitu menembus kulit, zat

tersebut akan memasuki aliran darah dan terbawa keseluruh bagian

tubuh. Kemampuan suatu zat utntuk menembus kulit bergantung

pada dapat atau larut tidaknya zat tersebut dalam lemak. Zat kimia

yang dapat larut dalam lemak, kemungkinannya untuk menembus

kulit lebih besar daripada zat yang dapat larut dalam air.

Iritasi kulit dan alergi kult merupakan kondisi yang paling lazim

ditemui akibat paparan terhadap kulit yang terjadi ditempat kerja.

Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak

berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Setelah beberapa waktu,

kulit akan mengering, terasa nyeri, mengalami pendarahan, dan

pecah-pecah. Kondisi ini diakibatkan oleh solven, asam, alkali

(38)

commit to user

menyebabkan kondisi tersebut dihentikan, kulit akan pulih seperti

sedia kala.

Dermatitis kontak alergik merupakan satu tipe tunda penyakit

kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat

kimia dalam kadar yang rendah yang biasanya tidak menyebabkan

iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat

meningkatkan sensitivitas. Gejalanya antara lain ruam kulit,

bengkak, gatal-gatal, dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan

lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan.

Kontak zat kimia dengan mata dapat menyebabkan kerusakan

kulit mulai dari tipe ketidaknyamanan ringan dan sementara sampai

kerusakan permanen. Contoh substansi penyebab kerusakan pada

mata antara lain asam, alkali, dan solven.

Walaupun iritasi kulit umumnya terjadi setelah pemaparan

dermal terhadap suatu zat kimia, efek yang paling dikhawatirkan

adalah efek sistematik. Setelah terabsorpsi melalui kulit dan

memasuki sistematik, zat kimia dapat menjalar kemana saja di dalam

tubuh dan merusak organ serta sistem tubuh.

b. Jalur Pemaparan Inhalasi

Paru merupakan sumber pemaparan yang umum, tetapi tidak

seperti kulit, jaringan paru bukan merupakan barier yang sangat

protektif terhadap paparan zat kimia. Fungsi utama paru adalah

(39)

commit to user

dioksida dari darah keudara. Akibatnya, jaringan paru yang sangat

tipis memungkinkan aliran langsung bukan saja oksigen teapi

berbagai jenis zat kimia lain dalam darah. Selain kerusakan

sistemati, zat kimia yang berhasil melewati permukaan paru dan

mengganggu fungsi vitalnya sebagai pemasok oksigen.

Zat kimia dapat menjadi bawaan udara melalui dua cara baik

sebagai partikel yang sangat halus (misal debu) mauopn sebagai gas

atau uap.

Inhalasi zat kimia dapat berbentuk gas, uap, atau partikel dan

absorpsinya melalui paru-paru merupakan jalur pemaparan yang

paling penting. Berbagai jenis zat kimia dapat terawa melalui udara

di tempat kerja. Resiko kesehatan akibat pemaparan okupational

terhadap kontaminan bawaan udara seringkali lebuh tinggi ditempat

kerja yang kecil karena biasanya tidak dilengkapi dengan sistem

pengaturan nasional. Untk mengurangi resiko terhadap pemaparan

inhalasi, penting untuk memiliki ventilasi yang sangat baik dan

memakai respiator dengan tipe filter yang tepat.

c. Ingesti Sebagai Jalur Pemaparan

Ingesti merupakan jalur utama masuknya senyawa yang

terkandung dalam makanan dan minuman. Zat kimia yang tertelan

masuk kedalam tubuh melalui absorpsi di saluran gastrointestinal.

Jika tidak diabsorpsi, zat kimia itu tidak dapat menimbulkan

(40)

commit to user

sepanjang saluran pencernaan, dari mulut sampai rektum, tetapi

lokasi utama absorpsi adlah usus halus karena fungsi fisiologisnya

didalam mengabsorpsi zat gizi.

Gambar 6. Sistem gastrointestinal Sumber : Palupi, 2000

Ingesti merupakan jalur utama masuknya senyawa yang

terkandung dalam makanan dan minuman, penejelasan mengenai

makanan dan minuman adalah sebagai berikut :

1) Makanan

Ingesti makanan yang terkontaminasi zat kimia berbahaya

berkadar tinggi memang dapat menimbulakn kerusakan yang

serius pada kesehatan manusia. Sebagai contoh adalah karena

(41)

commit to user

disemprot dengan fungisida alkilmerkuri, metilmerkuri adalah

bentuk merkuri yang paling beracun yang terbukti dapat

menyebabkan efek yang serius pada sistem saraf, yang ada pada

beberapa kasus parah.

2) Air

Ribuan zat kimia organik berhasil diidentifikasi dalam air

minum diseluruh dunia, banyak diantaranya ditemukan dalam

konsentrasi yang rendah. Ada beberapa unsur kimia pokok

dalam air yang dapat menimbulkan masalah kesehatan akut,

kecuali terjadin pencemaran besar-besaran pada air. Air

biasanya tidak dapat diminum karena rasa, bau, dan tampilannya

tidak dapat diterima. Masalah yang berkaitan dengan unsur

kimia pokok dalam air minum muncul terutama dari

kemampuan unsur tersebut untuk menimbulkan efek yang

merugikan kesehatan setelah periode paparan yang panjang.

8. Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun

Bahan kimia harus disimpan secara tepat, bilamana ingin dicegah

kemungkinan bahaya-bahayanya. Selain itu perlu dijamin agar

bahan-bahan berbahay tidak bereaksi dengan bahan-bahan-bahan-bahan lain yang disimpan

dan juga perlu dijaga agar bahan-bahan yang dapat menimbulkan bahaya

seperti bahan eksplosif, obat narkotika, dan lain-lain tidak ikut tersimpan

(42)

commit to user

Gambar 7. Kemungkinan Dampak dan Resiko dari Penyimpanan B3 Sumber : Adidas Group, 2010

MSDS untuk tiap bahan kimia di pabrik harus mencakup informasi

dan instruksi dasar terkait dengan penyimpanan yang benar dari material

tersebut. Sebagai aturan umum, hanya pasokan bahan kimia satu hari

yang boleh ada dan tersedia untuk digunakan di lantai produksi. Jika

tidak, maka semua bahan kimia berbahaya harus disimpan di lokasi yang

telah ditetapkan yang terpisah dari daerah produksi, daerah kantor,

(43)

commit to user

Gambar 8. Panduan Untuk Daerah Penyimpanan Bahan Kimia Sumber : Adidas Group, 2010

Keterangan Gambar 8 :

A. Bangunan tahan-api

B. Sistem pendeteksian uap/asap

C. Lampu kedap-ledakan

D. Container : di‟ground‟/di‟bond‟, ditutup, diberi label

E. Penampung sekunder

F. Ventilasi yang dipaksa pada ruang penyimpan

G. Tidak ada floor drain

H. Material Safety Data Sheet (MSDS)

I. Pintu tahan-api yang dapat menutup sendiri

J. Alat pemadam kebakaran atau sistem tetap yang sesuai

K. Saklar lampu kedap-ledakan

(44)

commit to user

M. Pancuran darurat dan fasilitas pencuci mata diperlukan untuk

penyimpanan bahan kimia yang dapat menyala dan diperlukan untuk

penyimpanan bahan kimia lain yang berbahaya.

Bahan kimia harus disimpan sedemikian rupa sehingga dampak yang

dapat terjadi pada pekerja dan lingkungan minimal. Untuk memastikan

hal ini, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut ( Adidas Group,

2010) :

a. Container, drum atau dispenser, apabila sedang tidak digunakan,

harus ditutup dengan tutup rapat-udara.

b. Seluruh container, drum atau dispenser memerlukan label yang

dapat dibaca dan tahan lama dengan kata-kata ditulis dalam bahasa

setempat yang sesuai dan dalam bahasa Inggris.

c. Penampung sekunder harus disediakan untuk mencegah terjadinya

kebocoran, tumpahan dan pembebasan lain ke tanah. Penampung

sekunder ini harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut:

1) Dibangun dari material tahan lama (misalnya: logam) dan tahan

terhadap cairan kimia yang tersimpan (kedap-korosi apabila

diperlukan).

2) Kapasitas volume penampung sekunder sekurang-kurangnya

harus 10% dari total volume bahan kimia yang disimpan di

dalamnya tetapi dalam hal apapun tidak boleh lebih kecil dari

volume container tunggal terbesar di dalam penampung

(45)

commit to user

Gambar 9. Panduan untuk Container Bahan Kimia Sumber : Adidas Group, 2010

Perancangan ruang penyimpanan bahan kimia menurut Keputusan

Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 dapat digunakan sebagai panduan.

Dalam keputusan tersebut terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,

antara lain:

a. Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok

terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan, agar dapat dilakukan

pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika

terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani.

b. Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya.

Lebar gang untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang

untuk lalu lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan

(46)

commit to user

Gambar 10. Pola Penyimpanan Kemasan Drum di Atas Palet Sumber : Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995

c. Penumpukan kemasan bahan kimia harus mempertimbangkan

kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi

200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan

tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi 4 drum).

d. Jika tumpukan lebih dari 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari

(47)

commit to user

Gambar 11. Penyimpanan kemasan drum menggunakan rak Sumber : Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995

e. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar

terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh

kurang dari 1 (satu) meter.

f. Kemasan-kemasan berisi bahan kimia yang tidak saling cocok harus

disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam

bagian penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan harus dengan

syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi bahan kimia tersebut jika

terguling/tumpah akan tercampur.

g. Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1

(satu) karakteristik bahan kimia, maka ruang penyimpanan :

1) Harus dirancang terdiri dari beberapa bagian penyimpanan,

dengan ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya

diperuntukkan menyimpan satu karakteristik bahan kimia, atau

(48)

commit to user

2) Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat

tanggul atau tembok pemisah untuk menghindarkan

tercampurnya atau masuknya tumpahan bahan kimia ke bagian

penyimpanan lainnya.

3) Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai

bak penampung tumpahan limbah dengan kapasitas memadai.

4) Sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding

dengan kapasitas maksimum limbah bahan kimia yang

tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat

mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah

disediakan.

5) Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak

bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat

melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan

maksimum 1%.

Adidas Group (2010) menjelaskan untuk meminimalkan

kemungkinan dampak dari bahan kimia yang bocor dan tumpah dan

kemungkinan akibat dari kebakaran di daerah penyimpanan bahan kimia,

maka bahan kimia yang tidak kompatibel perlu disimpan dengan

(49)

commit to user

Gambar 12. Penyimpanan Bahan Kimia yang Kompatibel Sumber : Adidas Group, 2010

Menurut Suma‟mur (1996) pemisahan bahan-bahan kimia tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Bahan-bahan yang Mudah Meledak

Tempat penyimpanan harus terletak jauh dari

bangunan-bangunan agar pengaruh peledakan sekecil mungkin. Penyimpanan

tidak boleh dilakukan didekat bangunan yang didalamnya terdapat

oli, gemuk, bensin, bahan-bahan sisa yang dapat terbakar, api

terbuka atau nyala api.

b. Bahan-bahan yang Mengoksidasi

Penyimpanan bahan-bahan yang mengoksidasi kuat tidak boleh

berada di dekat cairan yang mudah terbakar. Maka dari itu, untuk

(50)

commit to user

terhadap bahan-bahan yang mengoksidasi. Tempat penyimpanan

bahan yang dapat mengoksidasi harus sejuk, mendapat pertukaran

udara yang baik dan tahan api.

c. Bahan-bahan yang Dapat Terbakar

Bahan-bahan yang mudah menyala harus disimpan di

tempat-tempat yang cukup sejuk untuk mencegah nyala manakala uapnya

bercampur dengan udara. Bahan-bahan yang sangat mudah terbakar

harus disimpan terpisah dari bahan oksidator kuat atau dari

bahan-bahan yang dapat terbakar sendiri.

d. Bahan- bahan Beracun

Tempat penyimpanan harus sejuk dengan pertukaran udara yang

baik, tidak terkena sinar matahari langsung, dan jauh dari sumber

panas. Bahan-bahan yang dapat bereaksi satu dengan yang lainnya

harus disimpan secara terpisah.

e. Bahan-bahan Korosif

Bahan-bahan korosif harus dijaga suhunya dengan didinginkan

tetapi diatas titik bekunya. Daerah penyimpanan bahan-bahan

korosif harus terpisah dari bagian bangunan lainnya dengan dinding

dan lantai tak tembus dan disertai perlengkapan untuk penyaluran

(51)

commit to user

9. Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun

Menurut suma‟mur (1993) keamanan pengangkutan sehubungan

dengan bahan-bahan yang berbahaya adalah sangat penting, agar dicegah

bahaya bagi tenaga kerja, bahaya terhadap masyarakat dan kerusakan

harta kekayaan termasuk alat angkutan.

Bagi angkutan udara IATA mengeluarkan ketentuan-ketentuan

pengankutan yang bertalian dengan bahan-bahan berbahaya antara lain

larangan membawa bahan eksplosif dan bahan yang mudah terbakar.

Untuk angkutan laut, antara lain terdapat norma-norma Maritim

Internasional Bahan-bahan Berbahaya (International Maritime

Dangerous Goods Code)

Dalam kegiatan pengankutan bahan-bahan berbahaya, bahaya utama

adalah kebakaran dan peledakan. Pada angkutan kapal, berbagai faktor

harus diperhatikan yaitu pengaturan muatan secara keseluruhan,

pengaruh gerakan kapal dalam cuaca buruk, dan pengaruh perubahan

suhu dan kelembapan terhadap keselamatan bahan yang diangkut.

Beberapa bahan hanya boleh dilempatkan diatas dek, sedangkan lainnya

dibawah dek dan jauh dari tempat-tempat orang atau bahan makanan.

Kapal tangki minyak harus memiliki perlengkapan listrik yang bebas dari

kemungkinan nyala api. Ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan

pengangkutan bahan-bahan yang berbahaya melalui laut, sunagi, terusan

harus lebih ketat. Demikian juga peraturan pengangkutan bahan

(52)

commit to user

suatu kompartemen kecil diujung sayap dan dimasukkan dalam tempat

yang memberi perlindungan secara baik.

Pada angkutan kereta api, terdapat pembatasan mengenai jumlah

maksimum yang boleh disimpan dalam sesuatu wadah. Pada angkutan

mobil, pengemudi harus sepenuhnya mengenal bahaya-bahaya dan

pencegahan serta tindakan bila terjadi kebocoran, kebakaran atau

kecelakaan lalu lintas.

10. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Menentukan Pengendalian Risiko

Identifikasi faktor bahaya, penilaian dan pengendalian risiko pada

proses produksi harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana

untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu,

harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya. Sumber bahaya yang

teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang

merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit

akibat kerja. Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam

melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan

pengendaliannya meliputi :

a. Menentukan personil penilai

Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu

oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam

(53)

commit to user

berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas,

personil dapat berupa suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.

b. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai Obyek atau bagian yang

akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian/departemen, jenis

pekerjaan, proses produksi dan sebagainya.

c. Kunjungan/Inspeksi tempat kerja

Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey

Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih

detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat,

mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik

mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi

lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri

dan hal lain yang terkait.

Berdasarkan penjelasan tersebut pelaksanaan identifikasi bahaya,

penilaian risiko dan menentukan pengendaliannya dapat berupa :

a. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah upaya sitematis untuk mengetahui

potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja. Dengan mengetahui

sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati dan

waspada dalam melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak

terjadi kecelakaan, namun tidak semua bahaya dapat dikenali dengan

(54)

commit to user

proses untuk mengenali hazard yang ada dan menetapkan

karakteristiknya. (OHSAS 18001 tahun 2007).

Prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko sebaiknya

mempertimbangkan :

1) Aktivitas rutin dan non rutin.

2) Aktivitas semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja.

3) Perilaku, kemampuan dan faktor manusia.

4) Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja

yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi

tenaga kerja.

5) Bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas pekerjaan.

6) Tersedianya infrastruktur, peralatan dan material oleh

perusahaan.

7) Perubahan atau rencana perubahan baik kegiatan maupun

materialnya.

8) Perubahan pada system manajemen K3 yang bedampak terhadap

operasi, aktivitas maupun prosesnya.

Tujuan persyaratan ini untuk memastikan identifikasi bahaya

secara komperhensif dan rinci agar semua peluang bahaya dapat

diidentifikasi dan dapat dilakukan tindakan pengendalian.

Pelaksanaan identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan metode dan

aspek dalam melaksanakan di perusahaan. Beberapa teknik

(55)

commit to user 1) Teknik pasif

Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita

mengalaminya sendiri secara langsung. Misalnya, sesesorang

akan tahu bahaya lobang dijalan setelah tersandung atau

terperosok. Cara ini sangat primitif dan terlambat karena

kecelakaan terjadi baru kita menyadari dan mengambil langkah

pencegahan dan metode ini sangat rawan, karena tidak semua

bahaya dapat menunjukkan eksistensinya sehingga dapat dilihat

dengan mudah.

2) Teknik Semi Proaktif

Teknik ini juga disebut belajar dari pengalaman orang lain

karena kita tak perlu mengalaminya sendiri. Namun teknik ini

tidak efektif karena tidak semua bahaya yang diketahui atau

pernah menimbulkan dampak kejadian kecalakaan, tidak semua

kejadian kecelakaan yang dilaporkan dan diinformasikan kepada

pihak lain untuk dijadikan pelajaran, kecelakaan telah terjadi

dan tetap menimbulkan kerugian, walaupun menimpa pihak lain.

3) Teknik Pro Aktif

Metode terbaik untuk mengidentifikasikan bahaya adalah

cara proaktif, atau mencari bahaya sebelum sebelum bahaya

tersebut menimbulkan kecelakaan yang merugikan. Tindakan

(56)

commit to user

a) Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum

menimbulkan kecelakaan atau cedera

b) Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement)

karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya

pencegahan.

c) Meningkatkan “Awareness” semua pekerja setelah

mengenal bahaya yang ada disekitarnya.

d) Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan karena

bahaya menimbulkan kerugian.

Terdapat beberapa teknik identifikasi bahaya yang bersifat

proaktif yang antara lain data kejadian, daftar periksa,

Brainstorming, What If Analisys, Hazops (Hazard and

Operability Study), analisa moda kegagalan dan efek (Failure

Mode and Effect Analisys), task Analisys, Even Tree Analisys,

analisa pohon kegagalan (Fault Tree Analisys) serta analisa

keselamatan kerja (Job Safety Analisys). (Ramli, 2009)

b. Penilaian Risiko

Menurut Ramli (2009) risiko adalah manifestasi atau

perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan

kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara

pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling

ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi.

(57)

commit to user

diakibatkan adanya bahaya-bahaya, dengan memperhatikan

kecukupan pengendalian yang dimiliki dan menentukan apakah

risiko dapat diterima atau tidak (OHSAS 18001).

Penilaian risiko (Risk Assessment) mencakup dua tahap proses

yaitu mengalisa risiko (risk analysis) dan mengevaluasi risiko (risk

evaluation), dimana kedua tahapan ini sangat penting karena akan

menentukan langkah dan strategi pengendalian risiko.

1) Analisis Risiko

Analisis risiko adalah menentukan besarnya suatu risiko

yang merupakan kombinasi antara kemungkinan terjadinya

bahaya (likelyhood) dan tingkat keparahan (saverity). Banyak

teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis risiko

baik kualitatif, semi maupun kuantitatif. Ada beberapa

pertimbangan dalam pemilihan teknik alalisis risiko yang tepat

antara lain memeperhatikan kondisi, fasilitas dan jenis bahaya

yang ada, dapat membantu dalam penentuan pengendalian risiko

serta dapat membedakan tingkat bahaya secara jelas agar

memudahkan dalam menentukan prioritas langkah

pengendaliannya. Metode analisis risiko antara lain adalah:

a) Menghitung peluang insiden (probability) atau Likelyhood

Dalam menentukan peluang insiden yang terjadi

ditempat kerja kita dapat menggunakan skala

(58)

commit to user

Tabel 2. Nilai Kemungkinan (Likelyhood)

Tingkat Kriteria Penjelasan

4 Mungkin terjadi Umum atau sering terjadi 3 Sedang Pernah terjadi kejadian 2 Kecil

kemungkinannya

Kejadian bisa terjadi atau terdengar pernah terjadi 1 Jarang sekali Tidak mungkin terjadi Sumber : PT. Eastern Logistics, 2007

b) Menghitung tingkat keparahan (saverity)

Tabel 3. Nilai Keparahan (Saverity) Dampak

(59)

commit to user

c) Mengkombinasikan perhitungan peluang dan konsekuensi

untuk menentukan tingkat risiko. Tingkatan risiko

ditentukan oleh hubungan antara nilai hasil identifikasi

peluang bahaya dan konsekuensi. Hubungan ini dapat kita

gambarkan dalam matriks sebagai berikut :

Gambar 13. Rasio Perhitungan Peluang Dan Konsekuens Sumber : PT Eastern logistics 2012

Keterangan :

H : High (tinggi)

M : Medium (sedang)

L : Low (rendah)

d) Prioritas resiko

Setelah dilakukan penilaian tingkat resik, selanjutnya

harus dibuat skala prioritas resiko untuk setiap potensi

bahaya yang diidentifikasi dalam upaya menyusun rencana

pengendalian resiko. Potensi bahaya (hazard) dengan

tingkat resiko „urgent‟ harus menjadi prioritas utama,

diikuti tingkat resiko „hight‟, „medium‟, dan terakir tingkat

(60)

commit to user

sementara dapat diabaikan dari rencana pengendalian

resiko, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap

menjadi prioritas terakir.

Berdasarkan matrik rangking tersebut kita dapat

mengidentifikasi atau menentukan tindakan yang akan kita

lakukan terhadap setiap risiko. Ketentuan tindak lanjutnya untuk

penanganan risiko tersebut adalah sebagai berikut :

a) Risiko Rendah

Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Hal yang

perlu diperhatikan adalah jalan keluar yang lebih

menghemat biaya atau peningkatan yang tidak memerlukan

biaya tambahan besar. Pemantauan diperlukan untuk

memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan

dengan baik dan benar, langkah pencegahan dengan kontrol

administrasi, dan alat pelindung diri.

b) Risiko Sedang

Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya

pencegahan yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan

teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan risiko perlu

(61)

commit to user

pencegahan dengan substitusi, kontrol administrasi,

rekayasa enginering dan alat pelindung diri.

c) Risiko tinggi

Pekerjaan tidak dilaksanakan sampai risiko telah

direduksi. Perlu dipertimbangkan sumber daya yang akan

dialokasikan untuk mereduksi risiko. Apabila risiko ada

dalam pelaksanaan pekerjaan yang masih berlangsung,

maka tindakan segera dilakukan, langkah pencegahan

dengan eliminasi, substitusi, kontrol administrasi, rekayasa

enginering dan alat pelindung diri.

Setelah kriteria risiko dapat diterima ditetapkan, maka akan

dibandingkan dengan hasil penilaian risiko yang telah

ditentukan. Apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak oleh

perusahaan. Apabila risiko tersebut masih berada pada tingkat

yang dapat diterima, harus ada tindakan pengendalian.

2) Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko digunakan untuk menilai apakah risiko

tersebut dapat diterima atau tidak, dengan membandingkan

terhadap standar yang berlaku, atau kemampuan perusahaan

untuk menghadapi risiko. Memprediksi tingkat risiko melalui

evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat

(62)

commit to user

kuantifikasi risiko dikembangkan dalam proses tersebut.

Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada

tahap analisis dan evaluasi risiko.

Risiko memang harus ditekan, namun memiliki

keterbatasan seperti faktor biaya, teknologi, kepraktisan,

kebiasaan, dan kemampuan dalam menjalankannya dengan

konsisten. Kita dapat menekan risiko sampai ketingkat paling

rendah dengan menggunakan teknologi yang canggih dengan

sistem pengamanan yang mutakhir, namun memerlukan biaya

yang sangat tinggi sehingga tidak dapat diterima oleh

manajemen perusahaan. Perlunya kajian mendalam dari

beberapa aspek untuk menentukan batas risiko yang dapat

diterima As Low As Reasonably Practicably (ALARP) tidak

mudah, aspek teknis, sosial, moral, lingkungan, atau tingkat

ekonomi perusahaan membutuhkan analisa keuangan (cost

benefit analisys) dan berbeda pada setiap perusahaan. Oleh

karena itu tingkat ALARP yang ditetapkan harus baik untuk K3

dan baik pula untuk bisnis sehingga kelangsungan usaha dapat

terus berjalan.

c. Tindakan Pengendalian Risiko

Organisasi harus memastikan bahwa penilaian risiko

dipertimbangkan dalam menentukan pengendaliannya. Pengendalian

(63)

commit to user

potensi bahaya sehingga tidak membahayakan. Cara pengendalian

yang dapat dilakukan antara lain :

1) Pengendalian langsung pada sumber bahaya, misalnya :

a) Eliminasi, upaya menghilangkan bahaya yang ada secara

langsung.

b) Subsitusi, mengganti bahan yang memiliki potensi risiko

tinggi dengan bahan yang potensi risikonya rendah.

c) Isolasi, pemisahan bahaya dari manusia agar tidak terjadi

kontak langsung.

2) Pengendalian pada lingkungan

Pengendalian terhadap lingkungan yang dapat dilakukan

dengan :

a) Lay out (tata ruang) dan housekeeping

b) Ventilasi keluar setempat.

c) Ventilasi umum untuk memasukkan udara segar dari luar

d) Mengatur antara jarak sumber bahaya dengan tenaga kerja

3) Pengendalian pada tenaga kerja

a) Rotasi tenaga kerja

b) Peningkatan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja

(K3) dikalangan karyawan.

c) Penggunaan APD yang baik dan benar sehingga dapat

memberi perlindungan terakhir kepada pekerja dari bahaya

Gambar

Gambar 4. Titik Penyalaan commit to user
Gambar 5. Tiga Jalur Pemaparan Utama
Gambar 6.  Sistem gastrointestinal
Gambar 7. Kemungkinan Dampak dan Resiko dari Penyimpanan B3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya dan penilaian risiko yang telah dilakukan sehingga didapatkan kategori tingkat risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah dan

Hasil evaluasi proses identifikasi sumber bahaya potensial, penilaian risiko, dan sarana pengendalian risiko tambahan terindetifikasi 56 sumber bahaya potensial

Identifikasi potensi bahaya pada semua aktifitas kerja di area warehouse department merupakan suatu upaya untuk mengetahui gambaran potensi bahaya yang

Pabrik Tuban, peneliti mencoba untuk menggambarkan identifikasi potensi dan faktor bahaya, penilaian risiko atau dampak yang ditimbulkan, dan upaya pengendalian

Mengetahui jenis bahaya dan tingkat risiko di lingkungan kerja adalah kunci pokok untuk dapat mengendalikan bahaya dan risiko agar tidak terjadi kecelakaan yang

Pengendalian risiko pada potensi bahaya menghirup debu tidak dapat dilakukan dengan menggunakan eliminasi dan pengendalian substitusi karena dapat mempengaruhi efisiensi

Penilaian Resiko Pekerjaan Luar Area Workshop ( Jenis Pekerjaan: Perakitan) pada Tahap Pekerjaan Elektrikal Identifikasi Bahaya Dampak Bahaya Penilaian Risiko

Namun hal tersebut belum sepenuhnya menjamin tidak adanya potensi bahaya pada area kerja, Maka dari itu sesuai dengan dilakukannya penelitian ini yaitu identifikasi risiko menggunakan