SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Dandy Ar ditianto 0813010060/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWATIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan dalam Memper oleh Gelar Sar jana Ekonomi
Pr ogr am Studi Akuntansi
Diajukan Oleh:
Dandy Ar ditianto 0813010060/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWATIMUR
Panjatkan atas Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya serta bantuannya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Pener apan PSAK No. 24 Tentang Imbalan Masa Ker ja Dan
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagaker jaan Pada PT .”X”
ini dengan lancar.
Skripsi ini disusun dalam rangka untuk melengkapi salah satu syarat
mencapai gelar Strata-1 (Sarjana) jurusan akuntansi pada fakultas ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur guna memperoleh
gelar Kesarjanaan.
Segala upaya yang penulis lakukan demi terselesainya skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai macam pihak, oleh karena itu
penulis dengan kerendahan hati menyampaikan terima kasih atas kerjasama dan
Bantuan yang begitu besar kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, Mp, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. H. R.A. Suwaidi, MS, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, Msi, selaku Ketua Jurusan Akuntansi FE
selama penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Dra.Ec. Hary Mami, MM (Alm) selaku Dosen Wali yang selalu setia
memberikan dukungan yang begitu luar biasa semasa hidupnya.
7. Seluruh Pengajar di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan
bekal ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di bangku kuliah.
8. Pimpinan dan Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
9. Bapak dan Ibu Arifin selaku orang tua saya yang telah merawat dan
mendidik saya selama ini dengan segala kesabaran dan kelemah
lembutannya..
10.Keluarga Besar Nias 10 yang selalu membuat penulis bersemangat untuk
lebih maju dalam meraih masa depan.
11.Para sahabatku “AMIGOS” (Argadiar Kartika Dewi, Yudo Septianto,
Leanda Annisa Masius, Tri Setyaji Indra S, Fichi Deviyanto, Citra
Widastining T, Tutwury Handayani, Lely Yunita, Widha Ayu S, Citra
Angga F.) yang telah memberikan semangat dan kenangan yang begitu
indah semasa kuliah.
12.Keluarga besar ZONE-B FC dan para the ZONERS yang senantiasa
memberikan kenangan dan dukungan yang begitu besar bagi penulis, dan
serta pengetahuan yang dimiliki penulis. Seperti kata pepatah “tidak ada manusia
yang sempurna kecuali Allah SWT”. Sebagai penutup penulis mengharapkan
semoga dibalik ketidaksempurnaan skripsi ini, masih terdapat ilmu yang
bermanfaat bagi pembaca dan para peneliti selanjutnya dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan.
ABSTRAKSI
Oleh : Dandy Arditianto
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek aspek apa saja yang diperhitungkan dalam peraturan PSAK No. 24 dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam menghitung beban manfaat karyawan, dimana beban manfaat karyawan ini wajib di adakan bagi setiap perusahaan sejak diberlakukannya pada tahun 2003, karena beban manfaat karyawan ini wajib didapatkan oleh karyawan yang bekerja di suatu perusahaan yang telah memberikan jasanya selama bekerja.
Penelitian ini menggunakan munggunakan metode kualitatif, sumber datanya berupa sumber data primer, dimana sumber dari penelitian ini didapat dalam wawancara terhadap bebrapa karyawan perusahaan, tapi peneliti memfokuskan kepada bagian keuangan dalam penerapannya PSAK No. 24 dan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan aktuaris yang memperhitungkan jumlah beban manfaat karyawan perusahaan, karena bagian inilah yang mempunyai andil besar dalam perhitungannya dan implementasinya kepada para karyawwan lainnya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan nilai beban manfaat karyawan yang akan diterima oleh para karyawan yang bekerja di suatu perusahaan dengan ketentuan yang telah di atur adalam PSAK No. 24 dan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Sehingga karyawan tahu berapa beban manfaat yang akan mereka terima pada saat berhenti bekerja dalam usia normal yang telah ditentukan oleh perusahaan.
KATA PENGANTAR……….. i
DAFTAR ISI………... iv
DAFTAR TABEL………. vii
DAFTAR GAMBAR………. viii
DAFTAR LAMPIRAN
………
ix
ABSTRAKSI………. x
BAB I : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah …… ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Penelitian ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 5
BAB II : TINJ AUAN PUSATAKA 2.1Penelitian Terdahulu ... 7
2.2Landasan Teori ... 8
2.2.1 PSAK No. 24 Akuntansi Imbalan Kerja ... 8
2.2.1.1 Imbalan Kerja ... 8
2.2.1.1.1 Definisi ... 8
2.2.1.1.2 Macam-macam Imbalan Kerja ... 9
2.2.1.2 Imbalan Kerja Jangka Pendek ... 10
2.2.1.2.1 Definisi ... 10
2.2.1.2.2 Pengakuan dan Pengukuran... 11
2.2.1.2.3 Upah, Gaji, dan Jaminan Sosial ... 11
2.2.1.3.1 Program Iuran Pasti ... 19
2.2.1.3.2 Program Imbalan Pasti ... 20
2.2.1.4 Imbalan Kerja Jangka Panjang Lainnya ... 22
2.2.1.5 Pesangon Pemutusan Kontrak Kerja ... 23
2.2.1.6 Imbalan Berbasis Ekuitas ... 25
2.2.2 UU No. 13 Tahun 2003 ... 27
2.2.2.1 Dampak UU No. 13 Tahun 2003 Pada Perusahaan ... 29
2.2.2.2 Kewajiban yang Timbul dari UU No. 13 Tahun 2003 ... 30
2.2.2.3 Pengukuran Beban UU No. 13 Tahun 2003 . 31
2.2.2.3.1 Teknik Pengukuran Beban Post Employment Benefit ... 31
2.2.2.3.2 Perhitungan UU No. 13 Tahun 2003 Mengacu Pada IAS No. 19 ... 34
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian ... 42
3.2Ketertarikan Penelitian ... 44
3.3Ruang Lingkup Penelitian ... 44
3.4Jenis dan Sumber data ... 44
3.8Pengujian Kredibilitas Data ... 49
BAB IV : OBYEK PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ……… ... 54
4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ... 54
4.2 Struktur Organisasi ... 56
BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 61
5.1.1 Imbalan Kerja Jangka Pendek ... 61
5.1.1.1 Upah, Gaji, dan Iuran Jaminan Sosial ... 61
5.1.1.2 Iuran Jaminan Sosial ... 62
5.1.1.3Imbalan Jangka Pendek ... 63
5.1.2 Kebijakan PT.”X” atas PHK Karyawan ... 65
5.1.3 Penerapan UU No. 13 Tahun 2003 ... 66
5.1.4 Pengukuran Beban Manfaat 2008 ... 69
5.1.5 Pengukuran Beban Manfaat 2009 ... 74
BAB VI : SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 84
6.2 Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 2 Lampiran Perhitungan Aktuaria untuk perhitungan kewajiban
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Keuangan Negara yang kuat merupakan syarat yang tidak bisa ditawar
untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat, dimana keuangan negara ini
diukur dari tingkat pendidikan dan pekerjaan masyarakatnya. Semakin maju
tingkat pendidikan dan pekerjaan masyarakatnya, semakin maju pula Negara
tersebut. Dengan ini pemerintah harus menambah dan membangun lapangan
pekerjaan untuk mengurangi pengangguran serta memajukan pendidikan yang
kelak nanti menjadi penopang dalam memajukan bangsa ini. Pemerintah juga
harus berbenah untuk memajukan perekonomian, dan perlu menyusun strategi
atau sistem yang digunakan untuk mensejahterakan rakyatnya.
Peraturan-peraturan yang dibuat harus diterapkan dengan tegas, agar tidak ada terjadinya
kesenjangan sosial.
Kebijakan dibidang keuangan mengkombinasikan rangsangan untuk
memperbesar permintaan dengan pembaruan serta perubahan struktural, guna
meningkatkan kemampuan bersaing kalangan bisnis dan industri serta untuk
memperbaiki situasi lapangan kerja reformasi besar dibidang pajak yang
dilakukan pemerintah akan sangat meringankan beban pembayar pajak dan
membangkitkan permintaan yang besar didalam negeri. Akan tetapi pengurangan
angka pengangguran secara signifikan hanya akan dapat dicapai melalui
koordinasi yang selaras dari semua aspek kebijakan ekonomi, jadi dari kebijakan
keuangan, moneter dan tarif imbalan kerja (Antonia, 2008)
Imbalan kerja merupakan seluruh bentuk imbalan yang diberikan
perusahaan atas jasa yang diberikan oleh pekerja. Gaji, upah, tunjangan cuti, iuran
jaminan sosial, pensiun dan kontra prestasi terhadap karyawan merupakan bagian
dari imbalan kerja. Imbalan kerja tersebut dalam pengakuannya oleh perusahaan
dogolongkan dalam imbalan jangka pendek, imbalan jangka panjang, imbalan
pasca kerja, pesangon pemutusan kontrak kerja dan imbalan berbasis ekuitas
(PSAK No. 24 (REVISI 2004)).
Pekerja dan pengusaha mempunyai kepentingan langsung mengenai sistem
dan kondisi imbalan kerja disetiap perusahaan. Pekerja dan keluarganya sangat
tergantung pada imbalan yang mereka terima untuk dapat memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, perumahan, dan kebutuhan lain. Sebab itu, para pekerja dan
serikat pekerja selalu mengharapkan imbalan yang lebih besar untuk
meningkatkan taraf hidupnya.
Di lain pihak, para pengusaha sering melihat imbalan sebagai bagian dari
biaya saja, sehingga pengusaha biasanya sangat hati–hati untuk meningkatkan
imbalan. Pemerintah berkepentingan juga untuk menetapkan kebijakan imbalan
kerja, di suatu pihak untuk tetap menjamin standar hidup yang layak bagi pekerja
dan keluarganya. Di lain pihak, kebijakan imbalan harus dapat menstimulasi
investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan
Pekerja berpenghasilan sangat rendah tidak mampu memenuhi kebutuhan
gizi dan kesehatannya dengan memadai. Pekerja yang kurang protein akan
menderita lesu darah dan tidak mampu bekerja secara produktif. Demikian juga
bila kekurangan gizi dan kesehatan menyebabkan pekerja yang bersangkutan
cepat lelah, lesu dan kurang bersemangat melaksanakan pekerjaannya. Oleh sebab
itu, imbalan kerja perlu cukup layak dan terus meningkat supaya dapat
meningkatkan kualitas hidup pekerja dan keluarganya. Peningkatan imbalan
pekerja akan meningkatkan daya beli masyarakat pada umumnya, yang kemudian
akan menggairahkan dunia usaha dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Di lain sisi, kenaikan imbalan yang tidak diikuti oleh kenaikan
produktivitas para pekerja akan menimbulkan kesulitan bagi pengusaha.
Peningkatan produktivitas bukan saja harus cukup mengimbangi kenaikan
imbalan akan tetapi harus juga membuka peluang yang lebih besar bagi perusahan
untuk terus tumbuh dan berkembang.
Saat ini sudah banyak perangkat hukum diantaranya Undang–undang No.
13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan ketentuan Peraturan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 24 yang mengatur dengan jelas imbalan kerja,
sehingga kesadaran perusahaan untuk membayar uang jasa dan uang pesangon
semakih membaik. Menurut Undang–undang No. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan sudah dibedakan dengan jelas antara uang pesangon dan uang
jasa berdasarkan lamanya masa kerja dan formula pembayarannya. Sehingga
perusahaan dalam mengatur keuangannya agar memiliki manfaat yang benefit
(Antonia, 2008).
Sekarang ini juga masih ada perusahaan yang belum menerapkan PSAK
No. 24 dan UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan. Ini bisa dilihat dari banyaknya
fenomena demo karyawan karena gaji mereka atau uang pesangon mereka tidak
dibayar perusahaan. Ini berkebalikan dengan peraturan dalam UU no. 13 dimana
imbalan kerja adalah hak bagi setiap karyawan (Republika 2012-Indonesia).
PT. “X” ini yang akan menjadi objek penelitian penulis merupakan
perusahan yang bergerak dibidang jasa pelayaran. Perusahaan ini mulai
menerapkan peraturan PSAK No. 24 dan Undang-undang No. 13 tentang
ketenagakerjaan mulai tahun 2007, dimana sebelum menerapkan peraturan ini,
perusahaan sedikit susah untuk menentukan berapa besar imbalan yang harus
diberikan atau upah kepada pegawai yang dipecat atau pensiun, karena tidak ada
perhitungan yang digunakan untuk memberikan imbalan atas jasa karyawan.
Setelah perusahaan menerapkan peraturan PSAK no. 24 dan Undang-undang no.
13 tentang ketenagakerjaan ini, perusahaan bisa memperkirakan berapa yang
segarusnya diberikan kepada karyawan atas jasa yang diberikan semasa bekerja.
Meskipun sudah menerapkan peraturan PSAK No. 24 dan undang-undang No. 13
tentang ketenagakerjaan, ada beberapa karyawan yang masih kurang atas imbalan
yang mereka terima atas jasanya.
“kita sudah mencadangkan dan memberikan hak buat karyawan yaitu
berupa imbalan masa kerja, tetapi beberapa karyawan merasa kurang puas atas
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul ”Pener a pan PSAK No. 24 dan
Undang-Undang No. 13 tentang k etenagaker jaan pada PT. X.”
1.2. Per umusan Masalah
Dari latar belakang tersebut , maka rumusan masalah penelitian ini adalah:
- Bagaimana penerapan PSAK No. 24 Tentang Akuntansi Imbalan Kerja
dan Undang–undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan pada PT
“X”?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penerapan PSAK
No. 24 tentang Akuntansi Imbalan Kerja dan Undang – undang No. 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan pada PT. “X”, dan mengetahui alas an PT. “X” dalam
membuat imbalan masa kerja bagi para pekerjanya.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan supaya diharapkan dapat :
a. Memberikan informasi tentang penerapan Akuntansi Imbalan Kerja yang tepat
sesuai dengan PSAK No. 24
b. Menjadi bahan masukan atau bahan acuan bagi mperusahaan dalam
mengungkapkan pengakuan atas kewajiban yang timbul akibat
c. Dapat memberikan informasi dalam hal kendala-kendala apa saja yang
dihadapi oleh perusahaan dalam penerapan PSAK no. 24 dan undang-undang
no. 13 tentang ketenagakerjaan
d. Memberikan informasi tambahan untuk peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian lebih lanjut maupun memahami secara mendalam tentang
Akuntansi Imbalan Kerja yang sesuai dengan Undang–undang
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Ter dahulu
Penelitian terdahulu yang dapat dipakai sebagai bahan acuan dalam
penulisan skripsi ini, dilakukan oleh :
A. Antonia (2008), mahasiswi program studi Akuntansi Universitas
Airlangga.
1. Judul skripsi
”pengaruh penerapan PSAK No. 24 tentang Akuntansi Imbalan
Kerja dan Undang-undang No. 13 tahun 2003 pada laporan
Perusahaan”.
2. Perumusan masalah
Apa pengaruh penerapan PSAK NO. 24 tentang akuntansi imbalan
kerja dan undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
pada laporan Perusahaan?
3. Kesimpulan
Penerapan PSAK No. 24 tentang Akuntansi Imbalan kerja dan
undang-undang no. 13 tahun 2003 ini mempunya dampak bagi laporan
perusahaan. Dimana perusahaan harus mencadangkan hasil labanya
untuk mengisi pos akun beban manfaat karyawan dan kewajiban
B. Lawanica (2008), Mahasiswi program studi akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Perbanas.
1. Judul skripsi
”Perlakuan akuntansi atas program imbalan pasti pada laporan
keuangan di PT. Jawa Pos Surabaya”
2. Rumussan Masalah
Bagaimana Perlakuan akuntansi atas program imbalan pasti pada
laporan keuangan di PT. Jawa Pos Surabaya?
3. Kesimpulan
Perlakuan Akuntansi pada program imbalan pasti di Jawa Pos
diakui sebagai kewajiban imbalan pascakerja dalam neraca yang mana
program imbalan pasti seluruhnya didanai oleh iuran perusahaan dan
yang akan didapat pada saat karyawan mencapai usia pensiun sudah
pasti jumlahnya.
2.2. Landasan Teor i
2.2.1. PSAK No. 24 Ak untansi Imbalan Ker ja
2.2.1.1. Imbalan Ker ja
2.2.1.1.1. Definisi
Berdasarkan PSAK (Revisi 2008 : 24.8), yang dimaksud dengan imbalan
kerja adalah seluruh bentuk imbalan yang diberikan perusahaan atas jasa yang
Imbalan kerja meliputi yang diberikan kepada pekerja atas tanggungannya
dan harus diselesaikan dengan pembayaran (atau dengan penyediaan barang atau
jasa), baik secara langsung kepada pekerja , suami atau istri mereka, anak – anak
atau tanggungan lainnya atau kepada pihak lain, seperti perusahaan asuransi.
Sedangkan pekerja merupakan seluruh pekerja, termasuk direktur dan anggota
manajemen lainnya yang dapat memberikan jasanya kepada perusahaan secara
penuh waktu, paruh waktu, permanen atau sistem kontrak.
2.2.1.1.2. Macam – macam Imbalan Ker ja
Berdasarkan PSAK (Revisi 2008 : 24.2), imbalan kerja dibagi menjadi
lima kategori, yaitu :
a. Imbalan kerja jangka pendek:
1. Upah
2. Gaji
3. Iuran jaminan sosial
4. Cuti tahunan
5. Cuti sakit
6. Bagi laba
7. Bonus
8. Imbalan non – moneter (seperti imbalan kesehatan, rumah, mobil, dan
barang atau jasa yang diberikan secara Cuma – Cuma atau melalui
b. Imbalan pasca kerja, seperti pensiun, imbalan pensiun lainnya, asuransi
jiwa pascakerja, dan imbalan kesehatan pascakerja
c. Imbalan kerja jangka panjang lainnya, termasuk cuti besar, cuti hari raya,
imbalan jangka panjang lainnya, imbalan cacat permanen, dan bagi laba,
bonus dan kompensasi yang ditangguhkan
d. Pesangon pemutusan kontrak kerja
e. Imbalan berbasis ekuitas
Karena setiap kategori diatas mempunyai karakteristik yang berbeda, maka
Ikatan Akuntan Indonesia memberi aturan yang terpisah untuk setiap kategori.
2.2.1.2. Imbalan Ker ja J angka Pendek
2.2.1.2.1. Definisi
Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja (selain dari pesangon
pemutusan kontrak kerja dan imbalan berbasis ekuitas)yang jatuh tempo dalam 12
bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja memberikan jasa (PSAK,
Revisi 2008 : 24.2). imbalan kerja jangka pendek mencakup hal – hal seperti :
a. Upah, gaji, dan iuran jaminan sosial
b. Cuti berimbalan jangka pendek (seperti cuti tahunan dan cuti sakit) dimana
ketidakhadiran diperkirakan terjadi dalam waktu 12 bulan setelah akhir
periode pelaporan saat pekerja memberikan jasanya
c. Hutang bagi laba dan hutang bonus dalam waktu 12 bulan setelah akhir
d. Imbalan non – moneter (seperti imbalan kesehatan, rumah, mobil, dan
barang atau jasa yang diberikan secara Cuma – Cuma atau melaui subsidi)
untuk pekerja.
2.2.1.2.2. Pengakuan dan pengukur an
Ketika para pekerja telah memberikan jasanya kepada perusahaan dalam
suatu periode akuntansi, perusahaan harus mengakui jumlah tak terdiskonto atas
imbalan kerja jangka pendek yang diperkirakan untuk dibayar sebagai imbalan
atas jasa tersebut.
a. Sebagai kewajiban (beban terakrual), setelah dikurangi jumlah yang telah
dibayar. Apabila jumalah yang telah dibayar melebihi jumlah yang tak
terdiskonto dari imbalan tersebut, perusahaan harus mengakui kelebihan
tersebut sebagai aktiva (beban dibayar di muka) sejauh pembayaran
tersebut akan menimbulkan, misalnya pengurangan pembayaran di masa
depan atau pengembalian kas.
b. Sebagai beban, kecuali PSAK lain mewajibkan atau membolehkan
imbalan tersebut termasuk dalam perolehan biaya aktiva.
2.2.1.2.3. Upah, Gaji, dan Iur an J aminan Sosial
Dalam suatu entitas yang berjalan, gaji dan upah untuk pejabat dan
karyawan terjadi setiap harinya. Secara normal, tidak ada ayat jurnal yang dibuat
untuk beban ini sampai dilakukannya pembayaran. Namun, kewajiban untuk gaji
perusahaan menginginkan perbandingan antara pendapatan dan beban yang lebih
akurat. Estimasi jumlah upah dan gaji yang belum dilakukan dan ayat jurnal
penyesuaian disiapkan untuk mengakui jumlah yang jatuh tempo. Biasanya,
seluruh jumlah yang masih harus dibayar diidentifikasi sebagai utang gaji tanpa
ada usah untuk mengidentifikasi potongan sehubungan dengan akrual tersebut.
Ketika pembayaran dilakukan pada periode berikutnya, jumlah tersebut
dialokasikan antara karyawan entitas – entitas lainnya seperti pajak pemerintah,
serikat pekerja, dan perusahaan asuransi.
Berikut contoh yang diadopsi dari Stice, and Skousen, sebuah perusahaan
memiliki 15 karyawan yang dibayar setiap dua minggu. Pada tanggal 31
Desember 20X1, terdapat empat gaji yang belum dibayar telah terutang. Analisis
menunjukkan bahwa 15 karyawan menghasilkan $1.000 per hari. Jadi ayat jurnal
penyesuaian pada 31 Desember 20X1 adalah sebagai berikut:
Beban gaji dan upah $ 4.000
Utang gaji dan upah $ 4.000
Ketika pembayaran dilakukan ayat jurnal adalah sebagai berikut :
Utang gaji dan upah $ 4.000
Beban gaji dan upah $ 4.000
2.2.1.2.4. Cuti Ber imbalan J angka Pendek
Cuti berimbalan jangka pendek atau kompensasi ketidakhadiran mencakup
pembayaran oleh pemberi kerja untuk cuti liburan dan cuti sakit, dan cuti cacat
a. Cuti yang boleh diakumulasi
b. Cuti yang tidak boleh diakumulasi
Cuti berimbalan yang boleh diakumulasi adalah cuti yang dapat digunakan
pada periode mendatang apabila hak cuti periode berjalan tidak digunakan
seluruhnya. Cuti yang boleh diakumulasi dapat berupa vesting (pekerja berhak
memperoleh pembayaran untuk hak yang tidak digunakan ketika hubungan kerja
putus) atau non – vesting (pekerja tidak berhak menerima pembayaran untuk hak
yang tidak digunakan ketika hubungan kerja putus). Kewajiban timbul ketika
pekerja memberikan jasa yang menambah hak mereka terhadap cuti berimbalan.
Kewajiban tersebut diakui, bahkan jika cuti berimbalan tersebut non – vesting,
walaupun kemungkinan putus hubungan kerja sebelum penggunaan hak non –
vesting mempengaruhi pengukuran kewajiban tersebut.
Perusahaan harus mengukur perkiraan biaya cuti berimbalan yang boleh
diakumulasikan sebagai tambahan yang diperkirakan akan dibayar oleh
perusahaan sebagai akibat hak yang belum digunakan dan telah terakumulasi pada
tanggal neraca. Perusahaan mengukur kewajiban sebesar tambahan pembayaran
yang diperkirakan timbul semata-mata karena imbalan barakumulasi. Apabila
besarnya kewajiban atas cuti berimbalan yang belum digunakan tidak material,
maka perusahaan tidak perlu melakukan perhitungan yang rinci untuk menaksir
kewajiban tersebut.
Para karyawan seringkali mendapatkan ketidak hadiran yang dibayar
berdasarkan waktu kerja. Umunya, semakin lama karyawan bekerja untuk suatu
perusahaan mempunyai kewajiban kompensasi ketidakhadiran yang dihasilkan
tetapi tidak digunakan. Prinsip penandingan atau pengaitan (matching principle)
mengharuskan jumlah estimasi yang dihasilkan dibebankan terhadap pendapatan
sekarnag dan suatu kewajiban dibentuk sebesar jumlah tersebut. Bagian sulit dari
akuntansi ini adalah mengestimasi berapa banyak yang harus diakru. FASB
statement No. 42 mewajibkan suatu kewajiban diakui untuk kompensasi
kehadiran yang :
a. Telah dihasilkan melalui jasa yang diberikan
b. Telah menjadi hak ke tahun-tahun berikutnya
c. Dapat diestimasi dan besar kemungkinannya untuk terjadi (probable)
Untuk mengilustrasikan perhitungan kompensasi ketidak hadiran berikut
contoh yang diadopsi dari Earl K. Stice, James D. Stice, and Fred Skuosen,
asumsikan bahwa S&N Co memiliki 20 karyawan yang dibayar rata-rata $ 700
per minggu. Selama tahun 2008 seluruh karyawan menghasilkan total 40 minggu
cuti (vocation week) tetapi hanya mengambil 30 minggu cuti pada tahun tersebut.
Mereka mengambil sisa cuti 10 minggu pada tahun 2009 ketika tarif rata-rata
pembayaran adalah $ 800 per minggu. Ayat jurnal untuk mencatat cuti tahunan
yang masih harus dibayar pada tanggal 31 desember 2008
Beban upah $ 7.000
Utang cuti tahunan $ 7.000
(untuk mencatat cuti tahunan yang masih harus dibayar $ 700 x 10)
Pada tahun 2009 ketika minggu cuti tambahan diambil gaji dibayarkan, S&N akan
Beban upah $ 1.000
Utang cuti tahunan $ 7.000
Kas $ 8.000
(untuk mencatat pembayaran pada tarif saat ini atas waktu cuti yang dihasilkan
sebelumnya $ 800 x 10)
Karena minggu-minggu cuti sekarang telah digunakan, ayat jurnal ini
menghilanghkan kewajiban. Suatu penyesuaian untuk beban upah di akhir tahun
2008 diharuskan karena kewajiban dicatat pada tarif pembayaran yang berlaku
selama waktu kompensasi dihasilkan. Namun demikian, kas harus dibayarkan
pada tarif sekarang, yang mengharuskan penyesuaian ke beban upah. Apabila tarif
pembayaran untuk cuti-cuti yang diambil pada tahun 2009 mempunyai tarif yang
sama dengan yang digunakan untuk mencatat beban terutang pada tanggal 31
desember 2008, tidak akan terdapat penyesuaian kebeban upah. Ayat jurnalnya
untuk mencatat pembayaran pada tahun 2009 adalah sebagai berikut :
Utang cuti tahunan $ 7.000
Kas $ 7.000
2.2.1.2.5. Pr ogr am Bagi Laba dan Bonus
Perusahaan harus mengakui perkiraan biaya atas pembayaran bagi laba
dan bonus jika :
a. Perusahaan mempunyai kewajiban hokum atau kewajiban konstruktif atas
pembayaran beban tersebut sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
Kewajiban kini timbul jika, dan hanya jika, perusahaan tidak mempunyai
alternative realistis lainnya kecuali melakukan pembayaran.
Dalam beberapa program bagi laba, pekerja menerima bagian laba hanya
apabila mereka tetap bekerja pada perusahaan yang bersangkutan selama periode
tertentu. Program semacam ini menimbulkan kewajiban konstruktif ketika pekerja
memberikan jasa yang dapat menambah jumlah pembayaran yang akan diterima,
apabila mereka tetap bekerja sampai pada akhir periode tertentu. Pengukuran
konstruktif ini dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya
pekerja yang keluar tanpa menerima pembayaran bagi laba.
Perusahaan dapat mengestimasikan secara andal jumlah kewajiban hukum
atau kewajiban konstruktif dalam program bagi laba atau bonus jika :
a. Bentuk formal kegiatan tersebut memuat suatu rumus utnuk menentukan
jumlah imbalan
b. Perusahaan menentukan jumlah yang harus dibayar sebelum laporan
keuangan diselesaikan
c. Praktik masa lalu memberikan bukti jelas mengenai jumlah kewajiban
konstruktif perusahaan.
Apabila bagi hasil dan bonus jatuh tempo seluruhnya dalam jangka waktu
12 bulan setelah akhir periode saat pekerja memberikan jasanya, maka bagi laba
dan bonus tersebut merupakan imbalan kerja jangka panjang lainnya. Jika bagi
laba dan bonus memnuhi definisi dari imbalan kerja berbasi ekuitas, makan
2.2.1.3. Imbalan Pasca Ker ja
Imbalan pasca kerja adalah imbalan kerja yang terhutang setelah pekerja
menyelesaikan masa kerjanya. Program imbalan kerja pasca kerja adalah
pengaturan formal atau suatu kebiasaan dimana perusahaan memberikan imbalan
pasca kerja bagi satu atau lebih pekerja (PSAK, Revisi 2008 : 8) imbalan pasca
kerja meliputi :
a. Tunjangan pensiun
b. Imbalan pasca kerja lain, seperti asuransi jiwa pasca kerja dan tunjangan
kesehatan pasca kerja
Kesejahteraan karyawan tidak cukup dipenuhi pada saat karyawan masih
aktif bekerja pada perusahaan, akan tetapi karyawan juga mengharapkan adanya
jaminan kesejahteraan pada hari tuanya setelah hubungan kerja dengan perushaan
terputus karena usia atau sebab-sebab lainnya. Kriteria yang digunakan dalam
pencatatan imbalan pasca kerja adalah:
a. Kewajiban pemberi kerja di masa yang akan datang terkait dengan jasa
yang telah diberikan oleh karyawan
b. Kewajiban pemberi kerja terkait dengan hak-hak yang dapat dimiliki
c. Pembayaran kewajiban besar kemunkinannya dan jumlahnya dapat
diestimasi secara rasional
Program pensiun adalah sebuah perjanjian yang menetapkan bahwa
pemberi kerja membrikan tunjangan kepada karyawan setelah mereka pensiun
atas jasa-jasa yang mereka berikan ketika masih bekerja. Perusahaan atau pemberi
menanggung biaya dan memberikan kontribusi ke dana pensiun. Menurut
BAPEPAMLK(2008,BAPEPAM.go.idataudanapensiun), Tujuan penyelenggaraan
Program Pensiun Yang utama adalah menjaga kesinambungan penghasilan
peserta pada masa pensiun sedangkan tujuan tambahan, karena ketentuan
Undang-undang, adalah menjaga kesinambungan penghasilan peserta atau ahli warisnya
apabila peserta menjadi cacat atau meninggal dunia sebelum pensiun.
Dana atau program adalah entitas yang menerima kontribusi dari pemberi
kerja, mengelola aktiva pensiun, dan melakukan pembayaran tunjangan kepada
para penerima pensiun. Berikut ini merupakan ilustrasi yang memperlihatkan
ketiga entitas yang terlibat dalam program pensiun dan menunjukan arus kas di
antara ketiganya.
GAMBAR 2.1
ARUS KAS YANG TERLIBAT DALAM PROGRAM PENSIUN
PEMBERI KERJA
DANA PENSIUN
PENERIMA PENSIUN(Perusahaan) (karyawan)
Sumber:Kieso and Weigant 2002 Akuntansi Intermediate. Edisi kesepuluh. Terjemahan.Jakarta:Erlangga. Hal :147
Program pensiun diatas sedang didanai (funded) yakni, pemberi kerja
perusahaan menyisihkan dana untuk tunjangan pensiun dimasa yang akan datang
dengan melakukan pembayaran kepada suatu badan pendanaan yang bertanggung
jawab mengakumulasikan aktiva dana pensiun dan melakukan pembayaran
kepada para penerima ketika tunjangan itu jatuh tempo. Dalam program yang
diasuransikan, badan pendanaan adalah perusahaan asuransi, dalam program dana
kerja atau program iuran dapat diklasifikasikan sebagai program iuran pasti dan
program imbalan pasti.
2.2.1.3.1. Pr ogr am Iuran Pasti
Program iuran pasti adalah program imbalan pasca kerja yang mewajibkan
perusahaan mewmbayar sejumlah iuran tertentu kepada entitas (dana) tepisah
sehingga perushaan tidak memiliki kewajiban hukun atau kewajiban konstruktif
untuk membayar iuran lebih lanjut jika entitas tidal memiliki aktiva yang cukup
untuk membayar seluruh imbalan pasca kerja sebagai imbalan atas jasa yang
diberikan pekerja pada periode berjalan dan periode lalu(PSAK, Revisi 2008:8).
Program ini relative sederhana dalam penyusunan dan menimbulkan
masalah pencatatan yang sedikit untuk pemberi kerja. Berdasarkan program ini,
pemberi kerja membayar sejumlah iuran secara periodik kedalam dana perwalian
(trust fund) yang terpisah yang dikelolah oleh wali amanat (trustee) yaitu pihak
ketiga yang independen. Iuran tersebut mungkin ditetapkan dalam jumlah yang
tetap setiap periode yakni dari suatu presentase dari laba pemberi kerja atau suatu
presentase dari penghsilan karyawan atau kombinasi dari keduanya atau faktor
lain. Ketika iuran kepada dana pensiun dilakukan, iuran tersebut digunakan untuk
menentukan pembayaran pensiun kepada karyawan. Resiko investasi dipegang
oleh karyawan, kewajiban pemberi kerja terbatas hanya melakukan iuran periodik
Apabila pekerja telah memberikan jasa kepada perusahaan selama suatu
periodik, maka perusahaan harus mengakui iuran terhutang untuk program iuran
pasti :
a. Sebagai kewajiban (beban terakru), setelah dikurangi dengan iuran yang
telah dibayar. Jika iuran tersebut melebihi iuran terhutang untuk jasa
sebelum tanggal neraca, maka perushaan mengakui kelebihan tersebut
sebagai aktiva (beban dibayar di muka) sepanjang kelebihan tersebut akan
mengurangi pembayaran iuran dimasa yang akan datang atau
dikembalikan.
b. Sebagai beban, kecuali PSAK lain mengharuskan untuk membolehkan
iuran tersebut termasuk dalam biaya perolehan aktiva.
2.2.1.3.2. Pr ogr am Imbalan Pasti
Program imbalan pasti adalah program imbalan pasca kerja yang bukan
merupakan iuran pasti (PSAK, Revisi 2008:8).
Program ini lebih rumit dibandingkan dengan program iuran psti,
karyawan dijamin dengan penghasilan pensiun tertentu yang sering berhubungan
dengan lamanya mereka bekerja dan rata-rata gaji dalam beberpa tahun. Jumlah
iuran periodik pemberi kerja berdasarkan pada imbalan dimasa yang akan datang
yang diharapkan akan dibayar kepada kayawan dan dipengaruhi oleh jumlah
variabel. Resiko investasi pada hakikatnya dipikul oleh para pemberi kerja.
GAMBAR 2.2
SIFAT DASAR PROGRAM IMBALAN PASTI
Pemberi kerja Jasa-jasa Pekerja sekarang
Iuran upah dan gaji
Dana pensiun imbalan pasti penerima Pensiun
Sumber : K. Stice Skuosen 2009. Akuntansi Intermediate. Edisi Lima Belas. Terjemahan. Jakarta : Salemba Empat. Hal : 475
Program pensiun imbalan pasti menyediakan peningkatan dalam imbalan
pensiun dimasa yang akan datang ketika tambahan jasa diberikan oleh karyawan.
Akibatnya, total kompensasi karyawan untuk satu periode terdiri dari upah atau
gaji sekarang atau gaji ditambah kompensasi yang ditangguhkan yang
dicerminkan oleh hak untuk menerima jumlah imbalan yang pasti dimasa
mendatang. Jumlah imbalan dimasa depan yang dihasilkan oleh karyawan untuk
periode tertentu ditentukan oleh aktuaris bukan akuntan.
Program imbalan pasti mungkin saja tidak didanai oleh iuran perusahaan
dan pekerja kedalam suatu entitas (dana) yang terpisah secara hukum dari
perusahaan dan dari pihak yang menerima imbalan kerja. Pada saat ,jatuh tempo,
pembayaran atas dana yang didanai tidak hanya bergantung pada posisi keuangan
dan kinerja investasi dana namun juga pada kemampuan perushaan untuk
menutupi kekurangan-kekurangan pada entitas (dana) yang terpisah tersebut. Jadi,
perushaan pada hakikatnya menanggung resiko investasi dan aktuarial yang
terkait dengan program. Sebagai akibatnya, biaya yang diakui untuk program
2.2.1.4. Imbalan Ker ja J angka Panjang Lainnya
Imbalan kerja jangka panjang lainnya adalah imbalan kerja (selain imbalan
pasca kerja, pesangon, PKK, dan imbalan berbasis ekuitas) yang jatuh tempo lebih
dari 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja memberikan jasanya
(PSAK,Revisi 2008:08). Imbalan kerja jangka panjang lainnya mencakup:
a. Cuti berimbalan jangka panjang
b. Imbalan cacat permanen
c. Hutang bagi laba dan onus yang dibayar 12 bulan atau lebih setelah akhir
periode pelaporan saat pekerja memberikan jasanya
d. Kompensasi ditangguhkan yang dibayar 12 bulan atau lebih sesudah akhir
dari periode pelaporan saat jasa diberikan
Jumlah yang diakui sebagai kewajiban untuk imbalan kerja jangka panjang
lainnya adalah total nilai bersih dari jumlah berikut ini :
a. Nilai kini kewajiban imbalan pasti per tanggal neraca
b. Dikurangi dengan nilai wajar aktiva program per tanggal neraca (jika ada)
selain kewjiban yang harus dilunasi secara langsung
Salah satu dari bentuk imbalan kerja jangka panjang lainnya adalah
imbalan cacat permanen. Apabila besar imbalan tergantung pada masa kerja,
maka kewajiban timbul ketika jasa telah diberikan. Pengukuran kewajiban
tersebut mencerminkan kemungkinan pembayaran yang akan dilakukan dan
jangka waktu terjadinya pembayaran. Apabila besarnya imbalan sama bagi setiap
imbalan tersebut diakui ketika terjadi kejadian yang menyebabkan cacat
permanen.
2.2.1.5. Pesangon Pemutusan Kontr ak Ker ja
Pesangon pemutusan kontrak kerja (pesangon PKK) adalah imbalan kerja
terhutang sebagai akibat dari keputusan perusahaan untuk memberhentikan
pekerja sebelum usia pensiun normal atau keputusan pekerja menerima tawaran
perusahaan untuk mengundurkan diri sukarela dengan imbalan tertentu (PSAK,
Revisi 2008:8). Dalam pesangon pemutusan kontrak kerja ini, kejadian yang
menimbulkan kewajiban ini adalah pemutusan hubungan kerja dan buka jasa yang
diberikan pekerja.
Perusahaan harus mengakui pesangon PKK sebagai kewajiban dan beban
jika perusahaan berkomitmen untuk :
a. Memberhentikan seseorang atau sekolompokpekerja sebelum tanggal
pensiun normal, atau
b. Menyediakan pesangon bagi para pekerja yang menerima penawaran
pengunduran diri secara sukarela.
Perusahaan berkomitmen melakukan PKK jika perusahaan memiliki
rencana formal terinci untuk melakukan PKK, dan realistis kecil kemungkinan
untuk dibatalkan. Rencana terinci tersebut minimum meliputi :
a. Lokasi, fungsi, dan perkiraan jumlah pekerja yang akan di PKK
c. Waktu pelaksanaan secara normal tersebut. Implementasi rencana formal
PKK harus dimulai sedini mungkin dan jangka waktu untuk
menyelesaikan implementasi rencana harus sedemikian rupa sehingga
kecil kemungkinan diubahnya rencana tersebut secara material.
Perusahaan dapat berkewajiban membayar kepada pekerja yang di PKK,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kontrak atau kesepakatan lainnya
dengahn para pekerja atau perwakilannya atau oleh kewajiban konstruktif
berdasarkan praktik usaha, kebiasaan atau keinginan atas perlakuan adil. Pesangon
PKK biasanya berupa pembayaran lump sum, tetapi kadang kala mencakap pula,
kenaikan pensiun atau imbalan pasca kerja lainnya, secara langsung atau tidak
langsung melalui program imbalan kerja, dan gaji sampai akhir periode yang
ditentukan walaupun pekerja tidak lagi memberikan jasa yang menghasilkan
manfaat ekonomis kepada perushaan.
Pesangon PKK tidak memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan
dimasa depan dan langsung diakui sebagai beban. Jika pesangon PKK jatuh tempo
lebih dari 12 bulan setelah tanggal neraca, maka besarnya pesangon PKK harus
didiskontokan dengan menggunakan tingkat diskonto. Dalam hal perusahaan
menawarkan pekerja untuk malakukan pengunduran diri secara sukarela, maka
pesangon PKK harus diukur berdasarkan jumlah para pekerja yang diperkirakan
menerima tawaran tersebut.
Apabila terjadi ketidakpastian mengenai jumlah pekerja yang bersedia
Perusahaan mengungkapkan informasi mengenai kewajiban cintigency tersebut,
kecuali jika kemungkinan kecil terjadi arus keluar pada saat penyelesaian.
Pesangon PKK dapat menimbulkan beban yang memerlukan
pengungkapan agar sesuai dengan ketentuan ini. Oleh karena itu perusahaan
mengungkapkan karakteristik dan jumlah suatu beban jika besar, karakteristik,
atau kejadian dari beban tersebut relevan untuk menjelaskan kinerja perusahaan
dalam periode tersebut.
2.2.1.6. Imbalan Ber basis Ekuitas
Imbalan berbasis ekuitas adalah kerja yang diberikan perusahaan dalam
bentuk hak pekerja untuk menerima instrumen keuangan ekuitas (misalnya
saham) yang diterbitkan perusahaan (atau induk perusahaan), atau jumlah
kewajiban perusahaan kepada pekerja yang bergantung pada harga instrumen
keuangan ekuitas (misalnya saham) dimasa depan yang diterbitkan oleh
perusahaan (PSAK,Revisi 2008 : 8). Imbalan berbasis ekuitas meliputi :
a. Saham, opsi saham, dan instrumen ekuitas lainnya, yang diterbitkan untuk
pekerja dengan harga yang lebih rendah dari nilai wajarnya jika
instrumen-instrumen tersebut diterbitkan untuk pihak ketiga
b. Pembayaran tunai, yang jumlahnya tergantung pada nilai pasar saham
perusahaan di masa depan.
Pada umumnya kompensasi opsi saham untuk manajemen yang lebih
tinggi dan untuk para direktur. Jumlah beban kompensasi yang dilaporkan yang
dimana opsi dicatat (metode nilai intrinsic atau metode nilai wajar) dan jenis dari
program opsi (program tetap atau program berbasis kinerja). Di samping opsi
saham, karyawan sering memperoleh bonus berdasarkan pada beberapa kinerja
perusahaan selama periode waktu tertentu. Kompensasi tambahan ini harus diakui
pada periode dimana ia dihasilkan. Perusahaan harus mengungkapkan :
a. Hakikat dan ketentuan (termasuk persyaratan vesting apapun) program
imbalan berbasis ekuitas
b. Kebijakan akuntansi program imbalan berbasis ekuitas
c. Jumlah yang diakui dalam laporan keuangan untuk program imbalan
berbasis ekuitas
d. Jumlah dan ketentuan dari instrumen keuangan ekuitas yang diterbitkan
perusahaan dan yang dimiliki oleh program imbalan berbasis ekuitas pada
awal dan akhir periode
e. Jumlah dan ketentuan dari instrumen keuangan ekuitas yang dikeluarkan
perusahaan untuk program imbalan berbasis ekuitas atau untuk pekerja
selama periode berjalan dan nilai wajar instrumen keuangan ekuitas
tersebut
f. Jumlah, tanggal pelaksanaan hak dan harga pelaksanaan hak dari opsi
saham melalui program berimbalan berbasis ekuitas selama periode
berjalan
g. Perubahan jumlah opsi saham yang dimiliki oleh program imbalan
berbasis ekuitas, atau dimiliki pekerja melalui program tersebut selama
h. Jumlah, dan syarat utama pokok pinjaman atau garansi yang diberikan
oleh perusahaan kepada, atau atas nama program imbalan berbasis ekuitas.
Perusahaan harus mengungkapkan :
a. Nilai wajar, pada awal dan akhir periode, instrumen keuangan ekuitas
yang dimiliki perusahaan yang dimiliki oleh program imbalan berbasis
ekuitas
b. Nilai wajar, pada tanggal penerbitan, instrumen keuangan ekuitas
persahaan yang diterbitkan oleh perusahaan untuk program imbalan
berbasis ekuitas atau untuk pekerja atau oleh program imbalan berbasis
ekuitas untuk pkerja selama periode berjalan.
2.2.2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagaker jaan
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-undang No.
13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Undang-undang ketenagakerjaan
disahkan DPR RI pada 26 Februari 2003, sebelumnya undang-undang ini bernama
RUU Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan. Undang-undang ini disusun
dengan harapan dapat memperhatikan aspek ekonomi makro serta iklim investasi.
Undang-undang No. 13 tahun 2003 terdiri dari 18 bab 159 pasal. Undang-undang
No. 13 tahun 2003 mengatur tentang perjanjian kerja antara perusahaan dan
pekerja. Perjanjian kerja merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
hubungan kerja antara perusahaan denga pekerja karena memuat segala
konsekuensi yang menjadi hak dan kewajiban kedua belah pihak. Hal-hal penting
13 tahun 2003, hubungan kerja, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengupahan,
imbalan kerja jangka pendek, imbalan kerja pasca kerja.
Berlakunya undang-undang no. 13 tahun 2003 akan membawa dampak
bagi perusahaan dimasa yang akan datang, karena perusahaan diharuskan untuk
mengeluarkan pesangon di masa datang, karena perusahaan diharuskan untuk
mengeluarkan pesangon ganti rugi dan uang penghargaan setiap kali melakukan
PHK atas pekerjanya. Adapun ketentuan mengenai besarnya kompensasi yang
akan diterima oleh pekerja diatur sebagai berikut :
TABEL 2.1
ALOKASI BESARNYA KOMPENSASI YANG AKAN DITERIMA PEKERJA
No Jenis Kompensasi Jangka Waktu Jumlah 1 Uang pesangon Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
2.2.2.1. Dampak Pener apan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Ter hadap
Per usahaan
Berlakunya undang-undang no. 13 tahun 2003 mengharuskan perusahaan
untuk mengeluarkan sejumlah dana baik untuk uang pesangon, uang ganti
kerugian dan uang penghargaan masa kerja pada saat PHK yang ditujukan untuk
kesejahteraan pekerja tersebut.
Undang-undang no. 13 tahun 2003 mendefinisikan perusahaan sebagai
setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milki perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara
yang mempekerjakan pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain, usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lai yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau limbalan dalam bentuk
lain.
Dari definisi perusahaan yang dimaksud dalam undang-undang no. 13
tahun 2003, perusahaan masih dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Perusahaan yang memiliki dana pensiun
Bagi perusahaan yang memiliki dan pensiun, yaitu badan badan
yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat
pensiun, undang-undang no. 13 tahun 2003 tidak akan banyak memberi
dampak terhadap laporan keuangan yang disajikan, karena biaya
kesejahteraan karyawan untuk masa yang akan datang telah ditanganioleh
sejumlah tertentu jika ternyata pembayaran yang telah dilakukan oleh dana
pensiun lebih kecil dari ketentuan undang-undang no. 13 tahun 2003
2. Perusahaan yang tidak memilki dana pensiun
Bagi perusahaan yang tidak ikut serta dalam program dana
pensiun, karena tidak menyelenggarakan program pensiun untuk karyawan
(tidak menganggarkan sejumlah dana untuk menghadapi berakhirnya masa
kerja karyawanya), berlakunya undang-undang no. 13 tahun 2003
mengharuskan perusahaan tersebut untuk mengeluarkan dana yang cukup
besar pada saat melakukan PHK karyawan. Sehingga dapat dipastikan
akan muncul sejumlah kewajiban dimasa yang akan datang pada
perusahaan dan beban yang harus diakui secara sekaligus pada akhir masa
kerja karyawan.
2.2.2.2. Kewajiban Yang Timbul Dar i Undang-undang No. 13 Tahun 2003
Bagi perusahaan yang laporan keuangannya disusun dengan asumsi going
concern dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk dilikuidasi dalam waktu yang
sudah ditentukan, kasus kasus yang pasti akan timbul adalah pensiun. Pengusaha
tidak dapat terhindar dari beban PHK karena pensiun, yang harus dikeluarkan,
cepat atau lambat.
Bagi perusahaan yang laporan keuangannya tidak disusun berdasarkan
asumsi kelangsungan usaha (going concern), atau perusahaan telah merencanakan
untuk membubarkan diri, atau akan melakukan PHK besar-besaran pada tahun
pnyusunan laporan keuangan. Selain itu perusahaan juga wajib untuk menghitung
kewajiban yang akan timbul saat terjadinya pembubaran usaha, apakah itu karena
pensiun atau karena PHK karyawan karena likuidasi dan efisiensi tenaga kerja.
Sedangkan kewajiban yang terdapat dalam pasal 163 (karena terjadi
perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan
perusahaan), atau dengan kata lain kewajiban yang masih belum pasti kapan akan
terjadi dan sebesar apa jumlah yang harus dibebankan, maka kewajiban-kewajiban
ini dapat digolongkan kedalam kewajiban yang bersifat remote.
2.2.2.3. Pengukur an Beban Undang-undang No. 13 Tahun 2003
Dalam kerangka Program Post Employment Benefit di Indonesia
dijelaskan, bahwa undang-undang no. 13 tahun 2003 digolongkan sebagai
kewajiban yang sangat probable.
2.2.2.3.1. Tek nik Pengukuran Beban Post Employment Benefit
Menurut Cheng (Imbalan Kerja,2011) jenis programnya post-employment
benefit dibedakan kedalam dua jenis, yakni :
1. Defined contribution plan (program iuran pasti)
Pada program ini iuran yang dibayarakan perusahaan sudah ditentukan,
namun manfaat yang diterima oleh karyawan tergantung pada hasil investasi yang
terjadi hingga tibanya masa pensiun. Dengan kata lain karyawan ikut mengambil
2. Defined benefit palan (program imbalan pasti)
Pada program ini perusahaan menanggung sepenuhnya resiko yang akan
muncul. Karyawan akan menerima jumlah manfaat yang sudah disepakati, tinggal
bagaimana perusahaan menjamin kecukupan dana untuk membayar manfaat yang
dijanjikan tersebut.
Undang-undang no. 13 tahun 2003 merupakan bagian dari defined benefit
plan karena jumlah manfaat yang akan diterima karyawan pada saat pensiun telah
ditetapkan jumlahnya.
Untuk menyajikan pengukuran beban secara andal, terencana, dan
sistematis, demi mencapai kecukupan dana utnuk emenuhi manfaat pensiun yang
dijanjikan, berdasarkan IAS (No. 19) diperlukan actuarial techniques dan
actuarial assumptions. Menurut standar akuntansi keuangan, asumsi actuarial
yang biasa digunakan untuk menentukan total biaya dari penyediaan imbalan
pasca kerja terdiri atas :
a. Tingkat diskonto yang digunakan utnuk mendiskontokan kewajiban
imbalan pascakerja (baik yang didanai maupun tidak) harus ditentukan
dengan mengacu pada bunga obligasi berkualitas tinggi pada pasar yang
aktif pada tanggal neraca. Bila tidak ada pasar aktif (deep market) bagi
obligasi tersebut, maka harus digunakan tingkat bunga obligasi pemerintah
pada dasar yang aktif. Mata uang dan periode yang dipersyaratkan dalam
obligasi tersebut di atas harus sesuai dengan mata uang dan estimasi
b. Kewajiban imbalan pascakerja diukur dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Estimasi kenaikan gaji dimasa depan
2. Imbalan yang ditentukan dalam program pada tanggal neraca
3. Perkiraan perubahan tingkat imbalan yang ditentukan pemerintah
untuk masa depan yang mempengaruhi imbalan terhutang berdasarkan
program imbalan pasti, jika dan hanya jika :
i. Perubahan itu diberlakukan sebelum tanggal neraca, atau
ii. Pengalaman masa lalu atau bukti lain yang andal mengindikasikan
bahwa tingkat imbalan yang ditentukan pemerintah akan berubah
dan dapat diprediksi.
c. Dalam menentukan asumsi biaya kesehatan harus dipertimbangkan
estimasi perubahan biaya jasa kesehatan dimasa depan, baik yang
diakibatkan oleh inflasi maupun karena adanya perubahan-perubahan
dalam biaya kesehatan.
d. Tingkat hasil yang diharapkan atas aktiva program, mencerminkan
perubahan dalam nilai wajar aktiva program yang dimiliki selama periode
tersebut sebagai hasil dari iuran actual yang disetorkan kedana imbalan
actual yang dibayarkan oleh dana tersebut.
Actuarial teniques dan actuarial assumptions ini merupakan bidang ilmu
yang dikuasai aktuaris, profesi yang mengkhususkan diri dalam melakukan
perhitungan-perhitungan yang demikian. Perusahaan harus menggunakan metode
jasa yang terkait dan biaya jasa lalu (Binaputera Jaga Hikmah, 2006: 14). Metode
Projected Unit Credit menganggap setiap periode jasa akan menghasilkan satu
unit tambahan imbalan dan mengukur setiap unit secara terpisah untuk
menghasilkan kewajiban final. Metode Projected Unit Credit mewajibkan
perusahaan untuk mengalokasikan imbalan ke :
1. Periode berjalan untuk menentukan biaya jasa kini
2. Periode berjalan dan periode-periode lalu untuk menentukan niali kini
kewajiban imbalan pasti
Perusahaan mengalokasikan imbalan ke periode-periode selama ada
kewajiban untuk memberikan imbalan pascakerja. Kewajiban tersebut ada selama
pekerja memberikan jasa dengan imbalan pascakerja. Dengan demikian teknik
actuarial perusahaan dapat mengukur kewajiban imbalan pasti dengan tingkat
keandalan yang memadai sehingga kewajiban dapat diakui.
2.2.2.3.2. Contoh Penghitungan Beban Undang-Undang no. 13 Tahun 2003
Mengacu Pada IAS No. 19
Berdasarkan IAS no. 19 berikut ini adalah ilustrasi tahun dan mekanisme
penghitungan beban yang harus diakui, khususnya bagi karyawan pensiun sesuai
undang-undang no. 13 tahun 2003, dengan menggunakan data dan asumsi sebagai
berikut, contoh perhitungan bebannya:
Tahun awal perhitungan : 2006
Usia karyawan saat ini : 50 tahun
Masa kerja lalu : 10 tahun
Masa kerja hingga pensiun : 15 tahun
Gaji saat ini : Rp 2.000.000 per bulan
Tingkat bunga diskonto : 10% per tahun (dengan asumsi tidak berubah)
Tingkat kenaikan gaji : 7% per tahun (dengan asumsi tidak berubah)
Rumus manfaat sesuai undang-undang no. 13 tahun 2003 :
2 x Pessangon + Penghargaan masa kerja + Penggantian hak
Asumsi :
A. Karyawan berikut, akan terus bekerja hingga usia pensiun
B. Metode perhitungannya : Projected Unit Credit actuarial cost method
C. Perhitungan Immediate recognition of past service cost tidak digunakan
Dari keterangan yang terkumpul, dapat disajikan data perhitungan sebagai
berikut :
a. Besarnya gaji yang akan diterima karyawan saat pensiun (di usia 55 tahun)
Rumus : FV = PV(FVF)
Dimana : FV = Future Value PV = Present Value FVF = Future Value Faktor for (n) Periods at (i)
Interest
Sehingga untuk asumsi diatas didapatkan nilai gaji akhir saat pensiun
sebagai berikut :
FV = Rp 2.000.000 (1+0.07)5
b. Total manfaat pensiun yang diterima karyawan :
Sesuai dengan undang-undang no 13 tahun 2003 untuk karyawan yang di
PHK karena pensiun akan mendapatkan manfaat biaya pensiun dengan
rumus sebagai berikut:
Total manfaat = 2 x pesangon + penghargaan masa kerja + penggantian hak
Dengan mempertimbangkan masa kerja yang akan ditempuh oleh
karyawan tersebut hingga pensiun, maka didapat mhasil perhitungan
sebagai berikut :
Total manfat biaya pensiun = [2 (9xRp 2.805.103)]+ [1 (6 x Rp
2.805.103)]+(15%xRp 67.322.483)
= Rp 77.420.856
c. Satuan unit manfaat yang dialokasikan kesetiap tahun masa kerja
Rumus : Satuan Unit Manfaat = Total manfaat pensiun
Total masa kerja
Sehingga,
Satuan unit manfaat = Rp 77.420.856
15 tahun
= Rp 5.161.390
d. Current Service Cost
Yaitu nilai sekarang dari satuan unit manfaat yang dialokasikan pada
setiap tahun masa kerja, dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Rumus :
CSC = Satuan Unit Manfaat
(1+presentase tingkat diskonto)sisa masa kerja
Sehingga,
CSC = Rp 5.161.390
(1+0.1)5
= Rp 3.204.817
e. Present Value of Obligation
Yaitu kewajiban atas masa kerja lalu, dihitung dengan menggunakan
formula sebagai berikut :
Rumus : PVO = CSC x masa kerja lalu
Sehingga,
PVO = Rp 3.204.817 x 10
= Rp 32.048.173
f. Amortisasi dari Present Value of Obligation
Rumus : Initial obligation = PVO
Sisa masa kerja rata-rata
Sehingga, Initial Obligation = Rp 32.048.817
5
= Rp 6.409.625
g. Interest expense
Yaitu beban bungan myang muncul, dapat dihitung dengan cara sebagai
Rumus :
Interest Cost = %tk diskonto(Opening Obligation + CSC
Sehingga
Interest Cost = 10%(Rp 32.048.173+Rp 3.204.817)
= Rp 3.525.299
Komponen beban manfaat pensiun karyawan menurut projected unit actuarial
method adalah:
Current service cost+amortisasi Present value of Obligatioan*+interest expense**
*=sesuai dengan IAS beban manfaat atas masa kerja lalu
diamortisasi sepanjang sisa masa kerja
**= merupakan beban bunga atas closing obligation
Dengan menggunakan pola perhitungan yang sama maka dapat diketahui
perkembangan besar kewajiban dari tahun ke tahun sampai usisa pensiun dan
jumlah beban yang diakui dalam laporan rugiataulaba untuk setiap periode.
Selanjutnya masih menggunakan sumber data yang sama, digunkan asumsi
pertama, yaitu tidak terjadi rugiataulaba karena tingkat kenaikan gaji yang
digunkan dianggap tetap terjadi dari tahun ke tahun. Tabel 2.2 berikut ini berisi
TABEL 2.2
Gaji saat ini 2.000.000 2.140.000 2.289.800 2.450.086 2.621.592
Tingkat bunga diskonto 10% 10% 10% 10% 10%
Tingkat kenikan gaji 7% 7% 7% 7% 7%
Total manfaat pensiun 77.420.856 77.420.856 77.420.856 77.420.856 77.420.856
Unit manfaat per tahun 5.161.390 5.161.390 5.161.390 5.161.390 5.161.390
Current service cost 3.204.817 3.525.299 3.877.829 4.265.612 4.692.173
Present value of obligation 32.048.173 38.778.290 46.533.948 55.452.954 65.690.423
Amortization initial
obligation 6.409.635 6.409.635 6.409.635 6.409.635 6.409.635
Sumber : IAS No. 19 yang telah di olah
Opening Obligation 32.048.173 38.778.290 46.533.948 55.452.954 65.690.423
Current Service Cost 3.204.817 3.522.299 3.877.829 4.265.612 4.692.173
Interest Cost 3.525.299 4.230.359 5.041.178 5.971.857 7.038.260
Closing Obligation 38.778.290 46.533.948 55.452.954 65.690.423 77.420.856
Sumber : IAS No. 19 yang telah di olah
TABEL 2.4 PENGAKUAN BEBAN
Keterangan Th 2006 Th 2007 Th 2008 Th 2009 Th 2008
Age Last 50 51 52 53 54
Current Service Cost 3.204.817 3.522.299 3.877.829 4.265.612 4.692.173
Interest Cost 3.525.299 4.230.359 5.041.178 5.971.857 7.038.260
Amortization 6.409.635 6.409.635 6.409.635 6.409.635 6.409.635
Vested Past Service Cost 0 0 0 0 0
Expense (Income) 13.139.751 14.165.293 15.328.641 16.647.103 18.140.067
Sumber : IAS No. 19 yang telah di olah
Jurnal yang dilakukan untuk mencatat undang-undang no 13 tahun 2003,
untuk membebankan manfaat pensiun per tahun hingga usia pensiun adalah
Beban manfaat pensiun Rp 13.139.751
Kewajiban manfaat pensiun Rp 13.139.751
(untuk mengakui manfaaat pensiun pada tahun pertama pengakuan kewajiban saat
51)
Beban manfaat pensiun Rp 14.165.293
Kewajiban manfaat pensiun Rp 14.165.293
(untuki mengakui beban manfaat pensiun pada tahun kedua pengakuan kewajiban
saat usia 52 tahun)
Beban manfaat pensiun Rp 15.328.641
Kewajiban manfaat pensiun Rp 15.328.641
(untuki mengakui beban manfaat pensiun pada tahun kedua pengakuan kewajiban
saat usia 53 tahun)
Beban manfaat pensiun Rp 16.647.103
Kewajiban manfaat pensiun Rp 16.647.103
(untuk mengakui beban manfaat pensiun pada tahun keempat pengakuan
kewajiban, saaat usia 54 tahun)
Beban manfaat pensiun Rp 18.140.067
Kewajiban manfaat pensiun Rp 18.140.067
(untuk mengakui beban manfaat pensiun pada tahun kelima pengakuan kewajiban,
Kewajiban manfaat pensiun Rp 77.420.856
Kas Rp 77.420.856
(untuk pengakuan pembayaran kewajiban pada karyawan yang pensiun pada usia
55 tahun)
Seperti yang dijelaskan di atas, karena tidak terjadi perubahan tingkat gaji
hingga uasia pensiun. Maka tidak ada keuntunganataukerugian yang terjadi,
kondisi ini dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini
TABEL 2.5
BUKU BESAR KEWAJ IBAN MANFAAT PENSIUN
Age
Keterangan Ref Debet Kredit Balance
51 Pengakuan beban pada age last 51 13.159.751 13.159.751
52 Pengakuan beban pada age last 52 14.165.293 27.305.044
53 Pengakuan beban pada age last 53 15.528.841 42.633.685
54 Pengakuan beban pada age last 54 16.647.103 59.280.788
55 Pengakuan beban pada age last 55 18.140.067 77.420.856
Pembayaran kewajiban 77.420.856 -
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 J enis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif
dimana metode ini menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai
situasi, atau berbagai fenomena relitas sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi
objek penelitan, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu
ciri, karakter, sifat, model, tanda, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007).
Metode penelitian kualitatif adalah penelitian eksplorasi dan memainkan
peranan amat penting dalam menciptakan pemahaman orang terhadap berbagai
variabel sosial. Format penelitian kualitatif ini lebih tepat apabila digunakan untuk
meneliti masalah-masalah yang membutuhkan studi mendalam (Bungin, 2007).
Alasan menggunakan kualitatif dalam penelitian ini karena, metode
kualitatif merupakan strategi yang sesuai bila pokok pertanyaan suatu penelitian
berkenaan dengan “bagaimana” dan “mengapa”. Bila peneliti memiliki sedikit
peluang untuk mengendalikan peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bila
mana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer didalam konteks
kehidupan nyata (YIN, 2002;1)
Adapun ciri-ciri penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yang
diungkapkan adalah :
1. Peneliti sendiri merupakan instrumen penelitian yang paling penting
didalam pengumpulan data dan pengintrepetasian data.
2. Rumusan masalah memandang akuntansi sebagai bahasa. Penelitian ini
akan melihat kemampuan organisasi dalam memahami dengan
menggunakan bahasa akuntansi. Praktik akuntansi yang ldilksanakan
oleh organisasi-organisasi atas bahasa akuntansi.
3. Analisis bersifat induktif
4. Data dan informasi harus berasal dari tangan pertama
5. Kebenaran data harus dicek dengan data lain, misalnya dokumen,
wawancara, observasi mendalam, dan lain-lain (data lisan dicek
dengan data tulis)
6. Orang atau sesuatu yang dijadikan subjek penelitian tersebut partisipan
(buku dapat dianggap partisipan) dan konsultan serta teman dapat
dijadikan partisipan
7. Titik berat perhatian harus pada pandangan emik, artinya peneliti harus
menaruh perhatian pada masalah penting yang diteliti dari orang yang
diteliti dan bukan dari etik (dari kacamata peneliti)
8. Sumber data bersifat ilmiah, artinya peneliti harus berusaha memahami
fenomena secara langsung.
3.2 Keter tar ikan Penelitian
Alasan penulis untuk meneliti tentang PSAK No.24 dan undang-undang
No. 13 pada PT. “X” ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan dan
bagaimana penyajian dan pengakuan dalam laporan keuangan di PT.”X” yang
nantinya aka diterima karyawan di masa yang akan datang.
3.3 Fokus Penelitian
Penentuan Fokus Penelitian berguna dalam menjaga agar penelitian tidak
terlalu luas dan menyimpang dari tujuan semula. Analisis penelitian ini hanya
dibatasi pada perlakuan akuntansi yang meliputi pengakuan, penyajian dan
pengungkapan akuntansi imbalan kerja yang diterapkan dan di lakukan di PT.“X”.
3.4 J enis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1. Sumber data utama (primer)
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber di dalam
perusahaan, seperti bukti penyusunan struktur organisasi, bukti transaksi yang
terjadi diperusahaan, dan bentuk pelaporan keuangan pada perusahaan.
2. Sumber data kedua (sekunder)
Sumber data kedua merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber
lain yang terkait dengan penelitian, yang diperoleh dari studi kepustakaan,
dengan menggunakan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan.
1. Survei pendahuluan, yaitu dengan mengadakan peninjauan dan penelitian
secara umum pada perusahaan tersebut untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan sehingga masalah menjadi jelas. Pengumpulan data penelitian
survei pendahulu ini ada dua proses kegiatan yang dilakukan oleh peneliti
yaitu :
a. Proses memasuki lokasi (getting in)
Agar proses pengumpulan data dari informasi berjalan baik,
peneliti terlebih dahulu menyiapkan segala sesuatu yang
diperlukan, baik kelengkapan administratif maupun semua
persoalan yang berhubungan dengan setting dan subyek penelitian
dan mencari relasi awal. Dalam memasuki lokasi penelitian,peneliti
menempuh pendekatan formal dan informal serta menjalin
hubungan dengan informan.
b. Ketika berada dilokasi penelitian (getting along)
Ketika berada di lokasi penelitian, peneliti melakukan hubungan
pribadi dan membangun kepercayaan pada subyek peneliti
(informan). Hal ini dilakukan karena kunci sukses untuk mencapai
dan memperoleh akurasi dan kompenhensivitas dari penelitian.
2. Survei lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data-data pendukung yang
akurat dan relevan, dilakukan dengan :
a. Wawancara secara formal maupun informal dengan pihak-pihak