Representasi Kekuatan Retorika Raja dalam film “The King Speech”
(Studi Semiotik Representasi Kekuatan Retorika Raja pada dalam film
The King Speech)
SKRIPSI
OLEH :
ALLEN SEPTIANO
NPM 0743010043
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGDI STUDI ILMU KOMUNIKASI
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Bapa Yang Maha Kuasa
atas karunia dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
ini dengan judul “Representasi Seorang Raja dalam Film The King
Speech”(Studi Semiotik Representasi Raja pada tokoh Raja George VI (Bertie) dalam Film The King Speech) . Dimana penelitian ini merupakan
bagian tugas akhir dan wajib bagi setiap mahasiswa UPN “Veteran” Jawa
Timur, khususnya pada jurusan Ilmu Komunikasi.
Dari mulai pelaksanaan hingga tersusunnya Skripsi ini penulis telah
banyak mendapat bantuan. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Yuli Selaku dosen pembimbing yang telah banyak
membantu penulis untuk menyelesaikan proposal skripsi berupa petunjuk,
bimbingan dan dorongan. Serta semua pihak yang telah telah memberikan
bantuan kepada penulis baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu
penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu Drs. Suparwati, Msi. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito , S.Sos, Msi. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UPN
menyelesaikan skripsi ini
4. Thanks to Meilinda yang selalu menyertai, membimbing dan
memberkati penulis setiap waktu.
5. “Papa-mama” penulis yang selalu memberikan dorongan dan doa
kepada penulis.
6. Si Ibliz Kecilku yang selalu memberikan semangat, canda
tawanya, dan tingkahnya yang terkadang menyebalkan telah
membangkitkan semangat penulis untuk melakukan praktek
magang dan menyelesaikan laporan ini.
7. Semua yang menyayangi penulis, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
8. To all my VISIO GAME gank yang selalu setia dalam suka dan
duka penulis.
Harapan peneliti , skripsi ini dapat berguna bagi mahasiswa
dan mayarakat serta untuk menambah literatur penelitian perpustakaan
UPN Veteran Jawa Timur
Surabaya, juli 2011
Penulis
THE KING SPEECH
(Studi Semiotika Representasi kekuatan retorika raja dalam film The
King Speech)
Oleh :
ALLEN SEPTIANO NPM. 0743010043
Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 29 Juli 2011
Pembimbing Utama Tim Penguji : 1.Ketua
Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si Dra. Catur
NPT. 3 7107 94 00271 NPT. 370069400351 2.Sekretaris
Dra. Dyva Claretta, M.Si NIP. 3 6601 94 00251 3.Anggota
Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si NIP. 3 7107 94 00271
Mengetahui, D E K A N
Semiotik Representasi kekuatan Retorika raja dalam film The King Speech)
Allen Septiano, NPM : 0743010043Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya
Abstraksi:Penelitian ini untuk mengetahui representasi seorang Raja melalui tokoh Raja George VI(Bertie) di film The King Speech. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah “bagaimana seorang raja yang gagap dituntut untuk bisa lancar berpidato yang dipresentasikan melalui tokoh Raja George VI ( Bertie) di film The king Speech.Peneliti menggunakan kode‐kode Televisi John Fiske,karena level‐level pada kode tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan suatu kesatuan yang bisa membantu peneliti untuk mempresentasikan seorang Raja dalam film “The King Speech”. Kode‐kode yang akan digunakan untuk membongkar makna yang terdapat dalam film tersebut ialah yang mewakilkan ikon‐ikon seorang raja dalam film “ The King Speech” diantaranya level realitas, representasi, dan ideologi. Teknik analisis data yang akan digunakan dalam meneliti Representasi seorang Raja dalam film “The King Speech” menggunakan model Miles dan Huberman. Model ini digunakan dengan tujuan supaya data yang di dapat lengkap maka itu peneliti menggunakan kualitatif menggunakan analisis data secara interaktif dan langsung secara terus menerus dengan tahapan sebagai berikut (Sugiyanto, 2008): reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau kesimpulan.Hasil penelitian pada film ini dapat ditemukan adegan, dialog, serta konflik yang menggambarkan seorang raja yang unik berbeda dengan raja lainnya. Raja tersebut memiliki gangguan berbicara atau gagap, padahal sebagai seorang raja paling tidak punya kelebihan ketika pidato dihadapan rakyatnya.penelitian ini menampilkan bagaimana perjuangan seorang raja yang gagap untuk dapat berbicara lancar di depan rakyatnya,padahal ia menyadari bahwa ia memiliki banyak kekurangan dan tidak layak menjadi seorang raja tetapi bagaimanapun ia tetap tidak bisa lari dari kedudukannya sebagai seorang raja. Ia dituntut untuk dapat menyampaikan pesannya melalui pidato kenegaraan karena kondisi negara tidak stabil dan terlibat konflik dengan negara lain. Dan akhirnya ia dapat pidato dengan baik meskipun masih banyak kekurangan, namun sudah cukup membuat rakyat puas dan menumbuhkan semangat untuk tetap tenang dan bersatu untuk menghadapi situasi tersebut.
scenes, dialogue, and conflict that depicts a king who uniquely different from other kings. King has a speech impairment or speech, but as a king at least have an advantage when speech before rakyatnya.penelitian shows how the struggle of a king who stutter to speak fluently in front of people, when he realizes that he has many shortcomings and not worthy of being a king but nevertheless he still can not run from his position as a king. He demanded to be able to convey his message through the state speech because the state condition is unstable and conflict with other countries. And finally he can speech well despite many shortcomings, but it was enough to make people happy and foster a spirit to remain calm and united to face the situation.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar belakang Masalah
Film merupakan salah satu media komunikasi massa ( mass
Communications), yaitu komunikasi melalui media massa modern. Film
hadir sebagai bagian kebudayaan massa yang muncul seiring dengan
perkembangan masyarakat perkotaan dan industri. Sebagai bagian dari
budaya massa yang populer, film adalah seni yang sering dikemas untuk
dijadikan sebagai komoditi dagang. Karena itu film dikemas untuk
dikonsumsi massa dalam jumlah yang sangat besar. Film adalah potret
dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan memproyeksikannya ke
dalam layar.
Karakter film sebagai media massa mampu membentuk semacam
visual publik consensus. Hal ini disebabkan karena isi film selalu
bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera
publik. Singkatnya film merangkum pluralitas nilai yang ada dalam
masyarakat (Irwanto, 1999 : 13 dalam Alex Sobur, 2002 : 127)
Film juga memiliki dualisme sebagai refleksi atau sebagai
representasi masyarakat. Memang sebuah film bisa merupakan refleksi
atau representasi kenyataan. Sebagai refleksi kenyataan, sebuah film
hanya memindahkan kenyataan ke layar tanpa mengubah kenyataan
tersebut, misalnya film dokumentasi, upacara kenegaraan atau film
film tersebut membentuk dan menghadirkan kembali kenyataan
berdasarkan kode-kode, konvensi dan ideology dari kebudayaannya.
(Sobur, 2003 : 128).
Film juga dianggap sebagai mirror of reality. Yang menurut
Victor C. Mambor film merupakan dokumen kehidupan sosial sebuah
komunitas. Film menunjukkan kepada kita jejak-jejak yang ditinggalkan
pada masa lampau, cara menghadapi masa kini, dan keinginan manusia
terhadap masa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film
bukan lagi sekedar usaha menampilkan “citra bergerak” (moving images),
namun juga telah diikuti muatan-muatan kepentingan tertentu seperti
politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau gaya
hidup.(http://kunci.or.id/teks/victor2.html)
Keberadaan film ditengah masyarakat mempunyai makna yang
unik diantara media komunikasi lainnya. Selain dipandang sebagai media
komunikasi yang efektif dalam penyebarlusan ide dan gagasan, film juga
merupakan media ekspresi seni yang memberikan jalur pengungkapan
kreatifitas, dan media budaya yang melukiskan kehidupan manusia dan
kepribadian suatu bangsa. Perpaduan kedua hal tersebut menjadikan film
sebagai media yang mempunyai peranan penting di masyarakat. Di satu
sisi film dapat memperkaya kehidupan masyarakat dengan hal-hal yang
baik dan bermanfaat, namun di sisi lain film dapat membahayakan
masyarakat. Film yang mempunyai pesan untuk menanamkan nilai
pendidikan merupakan salah satu hal yang baik dan bermanfaat,
sedangkan film yang menampilkan nilai-nilai yang cenderung di anggap
sebagainya akan membahayakan jika diserap oleh audience dan
diaplikasikannya dalam kehidupan.
Untuk menumbuhkembangkan budaya intelektual dalam film,
memerlukan proses. Proses itu melibatkan sumberdaya manusia, sumber
dana dan penguasaan teknologi di luar proses pembuatan film itu sendiri.
Hal ini bisa terwujud dalam sebuah tema yang diangkat oleh para insane
film dan bagaimana mewujudkan tema itu sebagai sebuah film yang
bermutu, sehingga penikmat film bisa mendapatkan nilai budaya dan
sosial yang tersirat didalamnya.
Setiap film yang dibuat atau diproduksi pasti menawarkan suatu
pesan kepada para penontonnya. Jika dikaitkan dngan kajian komunikasi,
suatu film yang ditawarkan seharusnya memiliki efek yang sesuai dan
sinkron dengan pesan yang diharapkan, jangan sampai inti pesan tidak
tersampaikan tapi sebaliknya efek negative dari film tersebut justru secara
mudah diserap oleh penontonnya (http:www.sinarharapan.co.id).
Industri film Indonesia sering mengalami masa jatuh bangun.
Terlepas dari masalah krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia,
minat penonton terhadap film karya sineas negeri sendiri juga kurang di
sukai. Banyak film Indonesia yang lebih mementingkan keuntungan dan
mengabaikan pesan moral. Film-film yang diproduksi banyak bertema
horror yang sarat dengan hantu dan sensualitas yang membuat audience
bosan. Hal ini yang membuat penonton lebih tertarik pada film barat.
Perfilman di barat khususnya Amerika selalu mengalami
menarik. Industri film terbesar di Amerika yang kita kenal Hollywood
selalu memproduksi film-film yang berkualitas dan masuk jajaran box
office sehingga dapat memukau masyarakat di seluruh dunia, contohnya
seperti Titanic, Kingkong, Lord of The Ring, Harry Potter dan film yang
lainnya. Film- film tersebut menyuguhkan visual, setting, special effect
yang sangat bagus serta memberikan nilai budaya dan sosial yang berguna
bagi kelangsungan hidup kita. Hal inilah salah satu factor penyebab,
film-film produksi Hollywood menguasai pasar di seluruh dunia.
Pada zaman modern saat ini, untuk memproduksi film yang bagus
dan berkualitas membutuhkan biaya yang sangat mahal, karena proses
syuting membutuhkan kecanggihan teknologi yang tentunya
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tidak bisa dipungkiri bahwa
Amerika adalah negara maju, sehingga industry film di sana tidak
segan-segan mengeluarkan biaya puluhan milyar hanya untuk memproduksi
sebuah film. Saat ini telah terbukti bahwa film-film yang dihasilkan bukan
film biasa melainkan film yang berkualitas yang menampilkan visual,
setting, sound, serta efek yang bagus serta memberikan nilai budaya dan
sosial yang dapat diterima dalam kelangsungan hidup kita. Sehingga dapat
dikatakan bahwa biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia dengan apa yang
dihasilkan karena telah mendapat apresiasi dari masyarakat.
Film yang bagus dan berkualitas pantas diberi apresiasi atau
penghargaan, karena membuat film yang bermutu tidak mudah, banyak
aspek-aspek yang perlu diperhitungkan. Maka dari itu setiap tahun
diadakan malam penganugerahan bagi film-film terbaik, actor terbaik dan
dengan Academy award atau disebut Oscar. Selama satu tahun, dipilih
beberapa film yang masuk nominasi dan dipilih yang terbaik.
Pada minggu 27 februari 2011, Academy award diadakan di Los
Angeles, Amerika Serikat. Film “The King Speech” akhirnya terpilih
menjadi film terbaik. The King's Speech mendapat 12 nominasi di Oscar
tahun ini berhasil memboyong 4 piala, selain aktor terbaik, film ini juga
menang dalam kategori sutradara terbaik (Tom Hooper) dan skenario asli
terbaik (David Seidler) dan kategori paling bergengsi film terbaik atau
Best Picture. The King's Speech" menyisihkan 9 nominee film terbaik
lainnya, yakni, "Black Swan", "The Fighter", "Inception", "The Kids Are
All Right", "127 hours", "The Social Network", "Toy Story 3", "True Gift"
dan "Winter's Bone".
King's Speech bercerita tentang Raja George VI yang gagap dan
sulit bicara. Dia kemudian belajar bicara dengan seorang terapis yang
diperankan Geoffrey Rush. Film ini mengambil latar antara 1920 hingga
1930-an dengan menggambarkan peristiwa menjelang Perang Dunia II.
Penulis skenario The King's Speech, David Seidler yang dinobatkan
sebagai penulis skenario terbaik terinspirasi membuat skenario ini setelah
mengetahui Raja George VI gagap. "Dia raja dan gagap, kemudian dia
harus membuat pidato yang disiarkan lewat radio, meski gagap dia
melakukannya dengan penuh semangat,yang trauma dengan
The King’s Speech bercerita tentang seorang raja yang mempunyai
kesulitan berbicara di depan publik banyak. Rakyat Inggris menginginkan
dan membutuhkan seorang raja yang mempunyai kewibawaan,
kepandaian, dan paling tidak pintar berbicara. King George VI (Colin
Firth) sudah yakin dirinya tidak layak dan tidak akan menjadi raja sejak
kecil. Adegan pembukaan film ini memperlihatkan bagaimana
canggungnya dia berpidato di depan rakyat banyak di stadium. Semua
menunggunya merangkai kalimatnya di dalam keheningan.
Elizabeth (Helena Bonham Carter) menunjukkan kesabaran dan
supportnya kepada suaminya itu dengan mencari terapis baru setelah
mencoba terapis rekomendasi kerajaan yang tidak membawa hasil. Setelah
usahanya sendiri ke organisasi terapis Inggris, dia pergi bertemu Lionel,
seorang aktor tua yang gagal yang akhirnya membuka praktek terapi
bicara. Dari ruangan terapi itu mulailah hubungan mereka antara seorang
calon raja yang keras kepala dan kaku bergaul dengan terapisnya yang
luwes tapi berprinsip. Diselingi dengan cara penyembuhannya yang
dianggap aneh dan baru, mereka pun saling bertukar pikiran dan perasaan.
King George VI atau Bertie nama panggilannya dihadapi masalah
baru setelah ayahnya yang sering menekannya meninggal dunia. Edward
yang lebih tua diangkat menjadi raja. Bertie berusaha mensupportnya agar
Edward tidak jadi menikahi perempuan pilihannya yang sudah tiga kali
bercerai, karena akan mencemarkan nama baik keluarga kerajaan. Selain
Bertie takut nama kerajaan tercemar dan negara terbelengkalai, Ia pun
merasa ketakutan jika kakaknya ini menyerahkan jabatan itu ke dia. Apa
Mengapa sang Raja dituntut untuk bisa berbicara dengan baik saat pidato
kenegaraan? Namun hal yang ditakuti pun terjadi tatkala Edward lebih
memilih perempuan itu. Bertie pun mengambil alih kerajaan dan
hubungannya dengan Lionel bukannya membaik tetepi malah retak karena
Lionel dianggap terlalu mendesaknya untuk bisa mengalahkan
kegagapannya itu agar bisa menjadi raja yang disegani.
Akhirnya Hitler pun menyebarkan berita untuk menyerang Inggris.
Di saat seperti itu, Bertie akhirnya sadar dan meminta maaf kepada Lionel
yang tidak memberi tahu istri dan keluarganya bahwa pasien yang
ditanganinya adalah raja Inggris. Seperti yang disampaikan salah satu
perdana menterinya bahwa “His greatest test is yet to come”. Bertie pun
sadar bahwa rakyatnya bergantung dan mencari sosok pemimpin padanya.
Dengan bantuan Lionel dan istrinya, Bertie pun berusaha untuk
memberikan pidato pertamanya sebagai pemimpin yang akan disiarkan ke
seluruh rakyat Inggris, sehingga persiapan dan latihan keras dilakukan
agar pidato kenegaraan berjalan lancar. Oleh karena itu menimbulkan
pertanyan, mengapa pidato seorang pemimpin menjadi symbol kekuatan
negara? http://id.wikipedia.org/wiki/The_King_Speech"
Inggris adalah suatu Negara Monarki atau kerajaan yaitu bentuk
pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan yang akhir atau
tertinggi pada personel atau seseorang, tanpa melihat pada sumber sifat –
sifat dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah monarki.
Pendapat lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau keputusan
pemerintahan. Monarki diklasifikasikan sebagai tahta turun – temurun dan
elektif, monarki secara turun – menurun adalah tipe yang normal.
Kebanyakan monarki dahulunya dikenal dengan istilah turun – temurun.
Dan kehidupan dari monarki ini memiliki banyak karakter. Monarki ala
turun – menurun mewarisi tahta sesuai dengan peraturan rangkaian
pergantian tertentu. Ahli waris laki- laki yang tertua biasanya menjadi raja,
menggantikan posisi raja atau ayahnya sendiri. Rangkaian pergantian bias
juga ditentukan dengan konstitusi atau melalui sebuah aksi legislature.
(The Mammoth Book of British Kings and Queens. London: Robinson)
Inggris memiliki silsilah raja yang hebat, banyak raja yang
disegani oleh dunia karena kehebatannya. Misalnya Raja Henry V, Ratu
Elizabeth, Edward 1, tetapi inggris juga pernah memiliki raja yang unik
dan berbeda seperti seorang raja pada umumnya. Seorang raja pada
umumnya memilki kelebihan seperti ketegasan memerintah rakyat,tegas
mengambil keputusan, pandai berpidato,mampu menghipnotis rakyat dan
sebagainya. Tetapi raja yang satu ini adalah seorang raja yang kaku, keras
kepala, dan memiliki gangguan saat berbicara atau gagap saat di depan
umum.seolah-olah tidak memiliki jiwa kepemimpinan dan kharisma. Raja
tersebut adalah Raja George VI,
Sebagai perbandingannya, beberapa pemimpin dunia memiliki
kemampuan dalam menyampaikan pidatonya dengan teknik persuasif
yang memukau, seperti pemimpin Nazi-Jerman Adolf Hitler, maupun
Presiden pertama Indonesia Soekarno, yang selalu mencuri dan memukau
Retorika, berasal dari bahasa Yunani (rhêtôr, orator, teacher)
adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk
menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau
argumen (logo).Pada awalnya, retorika dipercaya sebagai salah satu
propaganda yang efektif dengan mempersuasi khalayak ramai.
(Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Retorika Modern Pendekatan Praktis.)
Adapun di era masa kini, pemimpin dunia yang termasuk dalam
jajaran orator yang handal, yakni Presiden AS Barack Obama. Ia menjadi
salah satu pemimpin yang mempunyai kharisma saat berpidato, salah satu
contohnya adalah pidato kemenangannya di Chicago.
Pidato tersebut mampu memukau seluruh warga amerika dan
meningkatkan semangat untuk mengajak menuju pembaharuan guna
memajukan Negara Amerika Serikat guna menghadapi persaingan
bangsa-bangsa lain yang mulai maju berkembang.
Sosok pemimpin seperti Obama yang tegas,mampu berkomunikasi
dengan baik saat pidato, sehingga mampu menyampaikan pesan dan
menarik simpati public memang dibutuhkan oleh suatu Negara apalagi
jika Negara dalam kondisi yang tidak kondusif.
'http://ads3.kompasads.com
Hal ini berbanding terbalik dengan sosok pemimpin atau raja
dalam film The King Speech. Disaat kondisi Negara sedang konflik, Raja
berbicara didepan public. Hal ini menjadi tantangan bagi Raja George VI,
mampukah seorang raja yang gagap memimpin negaranya?
Menjadi seorang pemimpin dituntut tidak hanya pandai berbicara
menyampaikan pesan didepan public saja, tetapi dibutuhkan kharisma
kepemimpinan dan ketegasan mengambil tindakan serta gagasan yang
bersangkutan dengan Negara. Sosok tersebut pernah dimiliki oleh bangsa
Indonesia, beliau adalah Bung Karno yang memiliki kharisma yang luar
biasa.
Kharisma bagaikan mata air yang tak pernah habis. Ia membujuk,
tidak memaksa. Menurut Joseph Nye dalam buku The Powers to Lead,
kharisma bersumber dari individu, para pengikutnya dan situasi. Sosiolog
Max Weber mendefinisikan “kharisma” sebagai: “Kualitas tertentu dari
seorang individu yang karenanya ia berbeda jauh dari orang-orang biasa
dan dianggap memiliki kekuatan-kekuatan supranatural, manusia super
atau setidaknya luar biasa. Kualitas ini dianggap tidak bisa dimiliki oleh
orang biasa, tetapi dianggap bersumber dari tuhan, dan atas dasar itu
individu bersangkutan diperlakukan sebagai pemimpin”. (Max Weber,
The Theory of Sosial and Economic Organization:1947).
Menurut Weber kharisma seorang pemimpin dapat diperoleh
melalui beberapa jalan: hubungan darah, keturunan, dan institusi. Dalam
autobigrafinya, Bung Karno mengatakan bahwa pada diri orang tuanya
mengalir darah kebangsawanan. Ayahnya adalah keturunan dari Raja
Kediri terakhir, sedangkan ibunya adalah kerabat dekat dari Raja Buleleng
Dengan demikian secara genealogis Bung Karno telah mewarisi
kharisma yang dimiliki oleh Raja Kediri Jayabaya. dan Raja Bali
Sisingaraja. Dalam konsep Max Weber, tipe kharisma seperti ini disebut
sebagai kharima rutinitas atau keturunan. Kharisma seperti ini biasanya
tidak dapat bertahan lama jika individu yang bersangkutan tidak dapat
mengaplikasikan kharismanya dalam bukti-bukti kongkrit, semisal
ketidakmampuan pemimpin dalam menjawab persoalan yang sedang
dihadapi oleh masyarakatnya.
Kriteria pemimpin seperti Obama dan Bung karno tersebut
memang dibutuhakan oleh suatu Negara. Hal ini berbanding terbalik
dengan sosok pemimpin atau raja dalam film The King Speech. Disaat
kondisi Negara sedang konflik, Raja yang diandalkan jauh dari harapan
rakyat hanya karena gagap saat berbicara didepan public. Jangankan
berbicara, melihat ribuan orang didepannya saja sudah merasa nervous,
bahkan raut muka memerah karena malu, seolah-olah tidak mempunyai
ketegasan dan wibawa sebagai seorang pemimpin. Hal ini menjadi
tantangan bagi Raja George VI, mampukah seorang raja yang gagap
mampu memimpin negaranya dan mengobarkan semangat rakyat di saat
Negara mendapat ancaman dari Negara lain?
Ketika gagap menjadi masalah nasional dan kesulitan berbicara
menjadi masalah Negara, maka akan membuatnya merasa sangat
terbebani. Ketika ketidakberdayaan dalam berkomunikasi menjadi
masalah serius bagi seorang pangeran yang tak menyangka “takdir”
paling tidak disukainya adalah bicara. Pekerjaan yang membuat hatinya
remuk redam.. Itulah sajian utama film “King`s Speech”.
Kesulitan berbicara saat berhadapan dengan publik atau massa
yang berjumlah puluhan ribu bahkan jutaan, jauh-jauh hari telah
dialaminya sebelum menjadi raja. Saat pangeran berpidato, rakyat hening
menunggu pangeran mengutarakan kata demi kata dengan susah payah.
Yang lebih parahnya lagi, gagapnya sang pangeran terlihat dan terdengar
jelas. Bukan hanya wajah pangeran yang merah padam karena malu,
rakyat pun menghela napas panjang, seolah mengatakan, “sosok Raja yang
tidak punya harapan”. Rakyat kecewa karena berpidato saja Raja sangat
kesulitan.
Penderita gagap cenderung memiliki rasa malu, rendah diri dan
menyebabkan tekanan sehingga kontrapoduktif sehingga serangan gagap
makin berkembang.Seperti dikisahkan dalam film The King's Speech, Raja
George yang menderita gagap seumur hidupnya karena terlambat diterapi.
Padahal seorang Raja di tuntut untuk dapat berpidato dengan baik karena
dengan kelancaran berbicara akan membuat masyarakat takjub, serta dapat
menerima pesan-pesan yang disampaikan seorang pemimpin.Ia memang
bisa mengatasi kekurangannya dan bisa berpidato mengobarkan semangat
rakyatnya, namun kegagapannya belum hilang seutuhnya.
Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial
pemaknaan melalui system penandaan yang terdiri dari dialog, tulisan,
II.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan
masalah dari penelitian ini adalah “bagaimana seorang raja yang gagap
dituntut untuk bisa lancar berpidato yang dipresentasikan melalui tokoh
Raja George VI ( Bertie) di film The king Speech.
II.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui representasi seorang Raja melalui
tokoh Raja George VI(Bertie) di film The King Speech.
II.4 Manfaat Penelitian
1. Analisis ini bermanfaat untuk memberikan penggambaran tentang
seorang raja yang gagap ketika pidato, padahal seorang Raja dituntut
pandai berbicara untuk menyampaikan pesan kepada rakyatnya. yang
dipresentasikan melalui tokoh Raja George VI (Bertie) sebagai obyek
penelitian, dan fenomena kegagapan bukan lagi menjadi sesuatu yang
lucu tetapi sudah menjadi masalah nasional atau negara.
2. Analisis semiotic bagaimana seorang raja ketika pidato di film The King
Speech dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi penelitian
selanjutnya.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori
2.1.1 Film Sebagai Komunikasi Massa
Pada dasarnya, tontonan bergerak sudah ada sejak lama. Dalam
perkembangannya, film bukan hanya sekadar sebagai karya seni, namun
juga dijadikan sebagai industri bisnis (Erdinaya dan Ardianto, 2005).
"Menurut Lenin, seorang tokoh utama komunis Rusia. ia menyatakan
bahwa film juga digunakan sebagai alat propaganda yang sangat ampuh,
sehingga film juga digunakan sebagai alat politik. Presiden ke-40
Amerika Serikat yang juga mantan aktor, Reagen berpendapat bahwa
film merupakan alat komunikasi massa yang mampu mengubah pikiran
orang lain menjadi seperti apa yang dipikirkan oleh sutradara pembuat
film itu" (Tjasmadi, 2008, p. 1).
Film adalah gambar bergerak pada layar lebar yang diletakkan
pada suatu tempat yang besar dan gelap yang dapat menampung banyak
penonton. Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat.
Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Oleh
karenanya, film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya.
Melihat realita tersebut, berbagai penelitian akan film mulai merebak
(Sobur, 2006).
Realita tersebut kemudian juga mendorong peneliti untuk
bagaimana film mempengaruhi khalayak, tetapi seorang Raja yang
digambarkan dalam film "The King Speech". Peneliti memilih untuk
meneliti film karena melihat bahwa ftlm saat ini secara eksplisit dan
implisit sebenarnya tidak lain adalah rekaman realitas yang tumbuh dan
berkembang pada masyarakat. Disebut eksplisit ketika isi pesan
dituangkan sesuai dengan realita atau keadaan sebenarnya dalam film
atau setidaknya mampu mewakili realita. Isi pesan dikatakan implisit
jikalau tidak dituangkan sesuai realita atau keadaan sebenarnya, atau
dengan kata lain penggambaran realitas disampaikan secara tersembunyi,
seperti yang tergambarkan daiam film-film fiksi.
2.1.1 Fungsi Film
"Dalam membuat film, seorang sutradara harus mengetahui fungsi
film tersebut. Fungsi film, dapat dibagi menjadi tiga, diantaranya"
(Tjasmadi, 200S, p. 44):
1.Film sebagai medium ekspresi seni peran, berhubungan erat
dengan seni.Film diproduksi secara kreatif dan memenuhi
imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika yang
sempurna
2. Film, sebagai tontonan yang bersifat dengar-pandang {audio
visual) sehingga berhubungan dengan hiburan. Lewat kelebihan
inilah yang membuat film bisa dinikmati oleh siapapun juga
3. Film sebagai alat penyampai pesan apa saja yang bersifat aitJio
visital, sehingga film berkaitan erat dengan informasi. Sebagai
medla massa, film mengangkat realitas masyarakat ke dalam
bentuk cerita yang bisa dilihat dan didengar sehingga membuat
masyarakat tahu apa yang sedang terjadi.
2.2. Kerajaaan Inggris
Inggris adalah suatu Negara Monarki atau kerajaan yaitu bentuk
pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan yang akhir atau
tertinggi pada personel atau seseorang, tanpa melihat pada sumber sifat – sifat
dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah monarki. Pendapat
lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau keputusan seseorang
yang akhirnya berlaku dalam segala perkara didalam pemerintahan. Monarki
diklasifikasikan sebagai tahta turun – temurun dan elektif, monarki secara
turun – menurun adalah tipe yang normal. Kebanyakan monarki dahulunya
dikenal dengan istilah turun – temurun. Dan kehidupan dari monarki ini
memiliki banyak karakter. Monarki ala turun – menurun mewarisi tahta sesuai
dengan peraturan rangkaian pergantian tertentu. Ahli waris laki- laki yang
tertua biasanya menjadi raja, menggantikan posisi raja atau ayahnya sendiri.
Rangkaian pergantian bias juga ditentukan dengan konstitusi atau melalui
Monarki adalah bentuk pemerintahan yang tertua. Garner
menyatakan; setiap pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan
yang akhir atau tertinggi pada personel atau seseorang, tampa melihat pada
sumber sifat – sifat dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah
monarki. Pendapat lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau
keputusan seseorang yang akhirnya berlaku dalam segala perkara didalam
pemerintahan.
Jellinek menegaskan; monarki adalah pemerintahan kehendak satu fisik dan menekankan bahwa karakteristik sifat – sifat dasar monarki adalah
kompetensi, untuk memperlihatkan kekuasaan tertinggi Negara.
Jika raja hanya sebagai gelar saja, sedangkan kekuatan sebenarnya terletak
pada oknum lainnya, maka realita pemerintahan ini adalah republik, walau
apapun gelar yang diberikan kepada kepala Negara, baik sumber pemilihan
atau sifat- sifat dasar dalam masa jabatannya. ( Garner ).
Monarki di Britania Raya (biasanya disebut sebagai kerajaan Inggris)
adalah monarki konstitusional Inggris dan wilayah di luar negeri. Raja ini,
Ratu Elizabeth II, telah memerintah sejak 6 Februari 1952. Dia dan keluarga
dia melakukan tugas resmi berbagai upacara dan representasional. Sebagai
sebuah monarki konstitusional, Ratu terbatas pada fungsi-fungsi non-partisan
seperti menganugerahkan penghargaan, membubarkan parlemen dan
menunjuk Perdana Menteri. Meskipun otoritas eksekutif tertinggi atas
pemerintahan Kerajaan Serikat masih oleh dan melalui hak prerogatif kerajaan
yang berlaku di parlemen atau dalam batasan konvensi dan presiden.
( The Mammoth Book of British Kings and Queens. London: Robinson.)
2.3 Retorika
Diantara karunia Tuhan yang paling besar bagi manusia adalah
kemampuan berbicara. Kemampuan untuk mengungkapkan isi hatinya
dengan bunyi yang dikeluarkan dari mulutnya. Berbicara telah
membedakan manusia dengan makhluk lain. Kambing dapat mengembik,
tetapi ia tidak mampu menceritakan pengalaman masa kecilnya kepada
kawan-kawannya. Dengan berbicara, manusia mengungkapkan dirinya,
mengatur lingkungannya, dan pada akhirnya menciptakan bangunan
budaya insani.
Lama sebelum lambang-lambang tulisan digunakan, orang sudah
menggunakan bicara sebagai alat komunikasi. Bahkan setelah tulisan
ditemukan sekalipun, bicara tetap lebih banyak digunakan. Ada beberapa
kelebihan bicara yang tidak dapat digantikan dengan tulisan. Bicara lebih
akrab, lebih pribadi (personal), lebih manusiawi. Tidak mengherankan bila
“ilmu bicara” telah dan sedang menjadi perhatian manusia.
Seorang kopral kecil, veteran Perang Dunia II berhasil naik
menjadi Kaisar Jerman. Dalam bukunya, Mein Kampf, dengan tegas Hitler
mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya
berbicara. Hitler berkata : Jede grosse Bewegung auf dieser Erde verdankt
(setiap gerakan besar di dunia dikembangkan oleh ahli-ahli pidato dan
bukan oleh jago-jago tulisan).
Kemampuan bicara bukan saja diperlukan didepan sidang
parlemen, di muka hakim atau dihadapan massa. Kemampuan ini
dihajatkan dalam hampir seluruh kegiatan manusia sehari-hari. Penelitian
membuktikan bahwa 75 % waktu bangun kita berada dalam kegiatan
komunikasi. Kita hampir dapat memastikan bahwa sebagian besar
kegiatan komunikasi itu dilakukan secara lisan. Bicara menunjukkan
bangsa, bicara mengungkapkan apakah anda orang terpelajar atau kurang
ajar.
Kemampuan bicara bisa merupakan bakat. Tetapi, kepandaian
bicara yang baik memerlukan pengetahuan dan latihan. Orang sering
memperhatikan cara dan bentuk pakaian yang dikenakannya, agar
kelihatan pantas, tetapi ia sering lupa memperhatikan cara dan bentuk
pembicaraan yang diucapkannya supaya kedengaran baik. Retorika
sebagai “ilmu bicara” sebenarnya diperlukan setiap orang. Bagi ahli
komunikasi atau komunikator retorika adalah adalah condition sine qua
2.4 Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai seni menempatkan bakat sebagai factor
yang penting dan berpengaruh besar terhadap kemampuan
mewujudkannya. Bakat kepemimpinan sebagaimana bakat yang lain
dimiliki oleh setiap orang, namun berbeda kualitas dan kuantitasnya,
antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pendapat ini berarti
kepemimpinan akan berlangsung efektif dan efisien di tangan orang-orang
yang kuantitas bakatnya besar dan kualitasnya tinggi.
Sebaliknya kepemimpinan sebagai ilmu menitikberatkan pada
proses belajar dan latihan (empiri). Kepemimpinan akan berlangsung
efektif dan efisien menurut pendapat ini, bilamana berada di tangan orang
yang terampil dan ahli dalam memimpin. Kemampuan itu diperoleh
melalui proses belajar dan melatih diri secara intensif. Untuk itu seseorang
harus menguasai teori-teori kepemimpinan yang bersifat ilmiah dan
berusaha menerapkannya dalam praktek memimpin.
Pendapat bahwa kepemimpinan sebagai seni, tidak boleh menjadi
ekstrem dengan menyatakan bahwa factor bakat merupakan satu-satunya
untuk mewujudkan kepemimpinan yang sukses. Dengan kata lain
kepemimpinan tidak sepenuhnya tergantung pada bakat. Kepemimpinan
bukan sekedar proses keturunan (penurunan bakat) dari orang tua kepada
anaknya. Dalam kenyataannya seorang anak raja, presiden dan lain-lain
kepemimpinannya penuh arif kebijaksanaan, sehingga dicintai rakyatnya.
tidak sekedarnya saja memiliki bakat kepemimpinan. Dalam keadaan itu
ternyata bahwa bakat, yang dimilikinya, tidak banyak menolong untuk
menjadi pemimpin yang efektif dan efisien.
Demikian pula pendapat bahwa kepemimpinan merupakan ilmu,
tidak boleh menjadi ekstrem dengan menyatakan factor bakat sama sekali
tidak berperan dalam kepemimpinan. Seseorang melalui proses belajar
dapat memiliki pengetahuan yang banyak dan mendalam tentang
kepemimpinan yang efektif dan efisien. Kemudian mungkin pula telah
berusaha melatih diri untuk menjadi pemimpin yang sukses. Dalam
kenyataannya tanpa memiliki atau hanya sedikit memiliki bakat
memimpin, maka kepemimpinannya akan sulit berkembang dan
dikembangkan. Kenyataan itu menunjukkan bahwa kepemimpinan sebagai
masalah manusia sifatnya unik dan bervariasi, yang tidak mudah
dijalankan jika hanya mengandalkan teori-teori dan manifestasinya dalam
kegiatan yang dilakukan secara rutin. Kepemimpinan yang bersifat
situasional sangat memerlukan ketajaman penalaran yang harus didasari
oleh inteligensi (factor keturunan) yang memadai dan bakat-bakat
penunjang lainnya di bidang kepemimpinan.(Hadari Nawawi,1993,
p.21-22).
Setiap pemimpin harus memiliki perasaan percaya diri yang besar.
mempengaruhi, mengarahkan, mengendalikan dan membimbing orang
yang dipimpinnya. Ada beberepa tipe kepemimpinan antara lainnya:
1. Tipe kepemimpinan kharismatik.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa
“karismatik” berarti bersifat karisma. Sedang perkataan karisma diartikan
sebagai “keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang
luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan
pemujaaandan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya” atribut
kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu.”
Sejalan dengan pengertian dari segi bahasa itu, maka tipe
kepemimpinan Kharismatik dapat diartikan sebagai “kemampuan
menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau
kelebihan dalam sifat kepribadiaan yang dimiliki pemimpin, sehingga
menimbulkan rasa hormat, segan dan kepatuhan pada orang-orang yang
dipimpinnya. Dengan kata lain pemimpin diterima sebagai seseorang yang
istimewa oleh orang yang dipimpinnya, karena pengaruh kepribadiannya
yang dapat menimbulkan kepercayaan, sehingga semua pendapat dan
keputusan dipatuhi secara rela dan iklas. Kepemimpinan ini terlihat pada
seorang raja ataupun presiden yang memiliki karisma pada rakyatnya
Kharisma bagaikan mata air yang tak pernah habis. Ia membujuk,
tidak memaksa. Menurut Joseph Nye dalam buku The Powers to Lead,
Max Weber mendefinisikan “kharisma” sebagai: “Kualitas tertentu dari
seorang individu yang karenanya ia berbeda jauh dari orang-orang biasa
dan dianggap memiliki kekuatan-kekuatan supranatural, manusia super
atau setidaknya luar biasa. Kualitas ini dianggap tidak bisa dimiliki oleh
orang biasa, tetapi dianggap bersumber dari tuhan, dan atas dasar itu
individu bersangkutan diperlakukan sebagai pemimpin”. (Max Weber,
The Theory of Sosial and Economic Organization:1947).
2. Tipe Kepemimpinan Simbol
Tipe kepemimpinan ini menempatkan seseorang pemimpin sekedar
sebagai lambang atau symbol, tanpa menjalankan kepemimpinan
sebenarnya. Penempatan itu disebabkan oleh berbagai alasan/ sebab yang
berhubungan dengan kepentingan tertentu. Dalam sejarah suatu suku atau
bangsa, dapat menjadi sebab seseorang diangkat sebagai pemimpin
symbol. Seseorang raja mungkin tetap diakui sebagai kepala negara,
namun pelaksanaan pemerintahan dijalankan oleh seorang perdana mentri
yang dipilih rakyat.
Pemimpin sebagai symbol pada dasarnya tidak menjalankan fungsi
kepemimpinan, namun kedudukannya itu tidak dapat dan tidak boleh
digantikan orang lain. Pemimpin yang berstatus sebagai lambang itu
2.4.1 Kepemimpinan Raja –Raja Inggris
Jejak-jejak kerajaan Inggris berasal dari Raja dari Sudut dan
Skotlandia awal Kings. Pada tahun 1000, kerajaan Inggris dan Skotlandia
telah berkembang dari kerajaan kecil dari Inggris awal abad pertengahan.
Raja Anglo-Saxon terakhir (Harold II) dikalahkan dan dibunuh di invasi
Norman dari 1066 dan monarki Inggris diteruskan ke penakluk Norman.
Pada abad ketiga belas, yang azas Wales diserap oleh Inggris, dan Magna
Carta memulai proses mengurangi kekuasaan politik raja.
Setelah serangan Viking dan pemukiman di abad kesembilan,
kerajaan Anglo-Saxon dari Wessex muncul sebagai kerajaan Inggris yang
dominan. Alfred the Wessex dijamin Besar, mencapai dominasi atas
Mercia barat, dan mengambil judul "Raja Inggris". cucu Athelstan adalah
raja pertama yang memerintah sebuah kerajaan kesatuan kira-kira sesuai
dengan batas-batas sekarang Inggris, meskipun yang bagian pokok ditahan
identitas regional yang kuat. Abad ke-11 melihat Inggris menjadi lebih
stabil, meskipun sejumlah perang dengan Denmark, yang menghasilkan
monarki Denmark untuk satu generasi William, Duke of penaklukan
Normandia's dari Inggris tahun 1066. sangat penting baik dari segi politik
dan sosial berubah. Raja baru terus sentralisasi kekuasaan dimulai pada
periode Anglo-Saxon, sementara Sistem feodal terus berkembang.
William I digantikan oleh dua anaknya: William II, maka Henry
membuat keputusan kontroversial untuk nama putrinya Matilda (hanya
tahun 1135, salah satu cucu William I, Stephen, mengklaim takhta, dan
merebut kekuasaan dengan dukungan sebagian besar baron. Matilda
menantang pemerintahannya, sebagai akibatnya Inggris turun ke periode
gangguan yang dikenal sebagai Anarchy. Stephen mempertahankan daya
tahan genting tetapi sepakat untuk kompromi di mana anak Matilda Henry
akan menggantikannya. Henry sehingga menjadi raja pertama dari dinasti
Plantagenet Angevin atau sebagai Henry II. Dari sebagian besar raja
Angevin telah dirusak oleh perselisihan sipil dan konflik antara raja dan
kaum bangsawan. Henry II menghadapi pemberontakan dari anaknya
sendiri, masa depan penguasa Richard I dan Yohanes. Namun demikian,
Henry berhasil memperluas kerajaannya. Setelah kematian Henry, anak
tertuanya Richard berhasil naik tahta, ia tidak hadir dari Inggris untuk
sebagian besar pemerintahannya, ketika ia pergi untuk berperang di
Perang Salib. Dia dibunuh dikepung di sebuah benteng, dan John
menggantikan. Pemerintahan John ditandai dengan konflik dengan baron,
khususnya atas batas-batas kekuasaan kerajaan. Pada 1215, para baron
memaksa raja ke mengeluarkan Magna Carta (Latin untuk "Piagam
Besar") untuk menjamin hak-hak dan kebebasan dari kaum bangsawan.
Tak lama kemudian perselisihan lebih lanjut Inggris terjun ke dalam
perang saudara yang dikenal sebagai Barons 'Perang. Perang pun berakhir
mendadak setelah John meninggal pada 1216, meninggalkan Crown untuk
sembilan tahun, putra Henry III memerintah, Kemudian dalam
pemberontakan lain, mulai Kedua Baron perang. Perang berakhir dengan
kemenangan royalis yang jelas, dan dalam kematian banyak pemberontak,
tetapi tidak sebelum raja telah setuju untuk memanggil parlemen pada
1265.
Raja berikutnya, Edward I, jauh lebih berhasil dalam
mempertahankan kekuasaan raja, dan bertanggung jawab atas penaklukan
Wales. Ia berusaha untuk mendirikan dominasi Inggris Skotlandia.
Namun, keuntungan di Skotlandia yang dibalik pada masa pemerintahan
penerusnya, Edward II, yang juga menghadapi konflik dengan kaum
bangsawan. Edward II, pada tahun 1311, terpaksa banyak melepaskan
kekuasaannya kepada komite yang berkenaan dengan baron "ordainers" ;.
Namun, kemenangan militer membantunya mendapatkan kembali kontrol
di 1322. Namun demikian, pada 1327, Edward digulingkan dan kemudian
dibunuh oleh Isabella istrinya. Putranya 14 tahun menjadi Edward III.
Edward III mengklaim Mahkota Perancis, pengaturan dari Perang Seratus
Tahun antara Inggris dan Perancis. Ia hadir gaya penuh Berdaulat dan
bergelar adalah "Elizabeth Kedua, oleh Grace Allah, Kerajaan Inggris
Raya dan Irlandia Utara dan Alam lainnya Nya dan Wilayah Ratu, Kepala
Persemakmuran, Pembela Iman". bergelar "Kepala Commonwealth"
dipegang oleh Ratu secara pribadi, dan tidak berada di tangan Kerajaan
Inggris.
Paus Leo X. pertama yang mendapat gelar "Pembela Iman" untuk
dukungannya terhadap Kepausan selama tahun-tahun awal Reformasi
Protestan, terutama untuk bukunya Pertahanan dari Tujuh Sakramen
Setelah Henry pecah dari Gereja Roma, Paus Paulus III dicabut hibah,
tetapi Parlemen mengeluarkan peraturan membolehkan penggunaan yang
terus menerus. Penguasa ini dikenal sebagai "Yang Mulia" atau "Yang
Mulia Her". Bentuk "Britannic Mulia" muncul dalam perjanjian
internasional dan paspor untuk membedakan raja Inggris dari penguasa
asing. Raja itu memilih namanya masa pemerintahan, belum tentu nama
pertama.
Raja George VI, Raja Edward VII dan Ratu Victoria tidak
menggunakan nama pertamanya. Jika hanya satu raja telah menggunakan
nama tertentu, ordinal tidak digunakan, misalnya, Queen Victoria tidak
dikenal sebagai "Victoria I", dan ordinals tidak digunakan untuk penguasa
Inggris yang memerintah sebelum penaklukan Norman dari Inggris.
Pertanyaan apakah penomoran untuk raja Inggris didasarkan pada
penguasa Inggris atau Skotlandia sebelumnya dibesarkan pada tahun 1953
ketika nasionalis Skotlandia ditantang menggunakan Ratu dari "Elizabeth
II", dengan alasan bahwa tidak pernah ada sebuah "Elizabeth I" di
Skotlandia. Dalam MacCormick v. Tuhan Advokat, Pengadilan Skotlandia
memerintah Sidang terhadap penggugat, menemukan bahwa judul Ratu
adalah masalah pilihan sendiri dan hak prerogatif. Sekretaris Beranda
mengatakan kepada House of Commons bahwa penguasa sejak Kisah
Inggris dan Skotlandia, yang dalam empat kasus yang berlaku telah
menjadi ordinal Inggris. Perdana Menteri dikonfirmasi praktek ini, tetapi
mencatat bahwa "baik Ratu maupun penasehat dia bisa berusaha untuk
mengikat penerus mereka".Raja masa depan akan menerapkan kebijakan
ini. (The History of the Kings of Britain, Geoffrey of Monmouth )
Sepanjang sejarah Inggris, Ratu Elizabeth I adalah raja yang
paling terkemuka. Empat puluh lima tahun pemerintahannya merupakan
masa kemakmuran ekonomi, berkembangnya kesusastraan, dan
munculnya Inggris jadi kekuatan armada laut nomor satu di atas samudera.
Ketika Inggris tak lagi punya raja-raja yang menonjol, muncullah yang
mengangkat Inggris ke jaman keemasan. Elizabeth lahir tahun 1533 di
Greenwich, Inggris. Ayahnya, Raja Henry VIII, perintis babak
pembaharuan Inggris. Ibunya, Anne Boleyn, adalah istri kedua Henry.
Anne dipenggal kepalanya hingga menggelinding seperti sebutir nyiur
tahun 1536 dan beberapa bulan kemudian parlemen keluarkan
pengumuman bahwa Elizabeth yang waktu itu berumur tiga tahun sebagai
"anak sundal." (Ini merupakan sikap umumnya kaum Katolik Inggris yang
tidak menganggap sah perceraian Henry dengan istri pertamanya).
Meski ada kutukan parlemen,Elizabeth dibesarkan dalam rumah
tangga kerajaan dan memperoleh pendidikan yang baik.
Henry VIII tutup usia tahun 1547 ketika Elizabeth berumur tiga belas
tahun. Sebelas tahun sesudah itu tidak ada penguasa Inggris yang bisa
tahun 1547 sampai 1553. Di bawah pemerintahannya, terlihat sekali
politik pro Protestannya. Ratu Mary I memerintah lima tahun sesudah itu
mendukung supremasi kepausan dan pengokohan kembali Katolik
Romawi. Selama pemerintahannya kaum Protestan Inggris dikejar-kejar
dan ditindas, bahkan sekitar tiga ratus pemeluknya dihukum mati. (Ini
menyebabkan ratu dapat julukan tak bagus : "Mary yang
berdarah."Elizabeth sendiri ditahan dan disekap di Menara London.
Kendati akhirnya dibebaskan, hidupnya dalam beberapa waktu berada
dalam ancaman bahaya. Ketika Mary tutup usia (tahun 1558)Elizabeth
yang sudah berumur dua puluh lima tahun naik tahta. Kenaikan ini
memberi kecerahan buat penduduk Inggris.
Banyak masalah yang menghalangi ratu muda ini: peperangan
melawan Perancis; hubungan tegang dengan Skotlandia dan Spanyol;
kondisi moneter pemerintah; dan di atas segala-galanya itu adalah awan
gelap perpecahan agama yang bergantung di atas kepala Inggris.Kemelut
terakhir ini ditangani lebih dulu. Tak lama sesudah Elizabeth naik tahta,
undang-undang tentang "Supremasi dan Persamaan" disahkan tahun 1559,
menetapkan Anglican sebagai agama resmi Inggris. Ini memuaskan pihak
kaum Protestan moderat, tetapi kaum Puritan menghendaki perubahan
yang lebih drastis. Meskipun menghadapi oposisi kaum Puritan di satu
pihak dan kaum Katolik di lain pihak, selama masa pemerintahannya tetap
bertahan memantapkan kompromi yang tertera dalam undang-undang
berkaitan dengan Ratu Mary dari Skotlandia. Mary dipaksa meninggalkan
Skotlandia dan melarikan diri ke Inggris. Sesampai di Inggris dia menjadi
tahanan Ratu Elizabeth. Langkah Elizabeth ini bukanlah atas dasar
kekerasan dan semau-maunya: Mary penganut Katolik Romawi dan juga
punya tuntutan yang layak menggantikan tahta Elizabeth . Ini berarti,
andaikata ada pemberontakan atau pembunuhan yang berhasil, Inggris
akan punya lagi ratu beragama Katolik. Selama penahanan Mary yang
sembilan belas tahun itu memang ada beberapa kali komplotan
menghadapi Elizabeth dan ada cukup bukti keterlibatan Mary. Akhirnya di
tahun 1587 Mary dihukum mati. Elizabeth menandatangani vonis
hukuman itu dengan agak ogah-ogahan. Para menterinya dan umumnya
anggota parlemen menginginkan supaya Mary dibunuh lebih cepat lebih
baik.
Pertentangan agama betul-betul membahayakan Elizabeth. Di
tahun 1570 Paus Pius V mengucilkan dan memerintahkannya turun tahta;
dan di tahun 1580 Paus Gregory XIII mengeluarkan pengumuman bahwa
tidaklah berdosa membunuh Elizabeth. Tetapi, keadaan juga yang
menguntungkan Elizabeth. Sepanjang masa pemerintahannya, kaum
Protestan tercekam rasa takut terhadap kebangunan kembali Agama
Katolik di Inggris. Elizabeth menampakkan dirinya bagai perisai
menghadapi kebangunan itu. Dan ini merupakan sumber penyebab pokok
Elizabeth menangani politik luar negeri dengan cermat, luwes, dan
berpandangan jauh. Di awal-awal tahun 1560 dia merampungkan
"Perjanjian Edinburgh" yang menjamin penyelesaian damai dengan
Skotlandia. Perang dengan Perancis berakhir dan hubungan kedua negara
membaik. Tetapi, angsur-berangsur keadaan memaksa Inggris terlibat
pertentangan dengan Spanyol. Elizabeth berusaha menghindari perang,
tetapi buat Katolik militan Spanyol abad ke-16, perang antara Spanyol
dengan Protestan Inggris sulit terelakkan. Pemberontakan di Negeri
Belanda melawan penguasa Spanyol merupakan faktor pembantu:
pemberontak Belanda umumnya penganut Protestan dan tatkala Spanyol
menggenjot pemberontak, Elizabeth membantu Negeri Belanda, meskipun
sebenarnya Elizabeth pribadi tak punya gairah berperang. Umumnya
rakyat Inggris seperti juga para menteri dan parlemen lebih bernafsu
angkat senjata daripada Elizabeth. Karena itu, ketika perang dengan
Spanyol akhirnya meletus juga di tahun 1580an, Elizabeth memperoleh
dukungan yang kuat dari rakyat Inggris.
Bertahun-tahun Elizabeth secara tekun membangun Angkatan Laut
Inggris; tetapi, Raja Philip II dari Spanyol juga bergegas membangun
armada besar Armada Spanyol untuk melabrak Inggris. Armada Spanyol
punya kapal-kapal yang hampir seimbang banyaknya dengan kepunyaan
Inggris, tetapi kelasinya lebih sedikit; lebih dari itu, pelaut Inggris lebih
Pertarungan pun pecah tahun 1588, dan pertempuran laut yang seru itu
berakhir dengan kekalahan mutlak pihak Spanyol. Sebagai akibat
kemenangan ini, Inggris menjadi mantap selaku kekuatan Angkatan Laut
paling jempol di dunia, posisi yang tetap dipegangnya hingga abad ke 20
ini.
Elizabeth sangat cermat dalam soal keuangan. Di awal-awal
pemerintahannya kondisi keuangan kerajaan Inggris sungguh sehat.
Tetapi-tentu saja bermasalah dengan Spanyol meminta biaya mahal dan di
akhir pemerintahannya keadaan keuangannya amat miskin. Tetapi, kendati
kerajaan miskin, keadaan negara secara keseluruhan berkondisi lebih
makmur ketimbang pada waktu Elizabeth melekatkan mahkota di
ubun-ubunnya.
Pemerintahan Elizabeth selama empat puluh lima tahun (dari tahun
1558 sampai 1603) sering dianggap "Jaman keemasan Inggris." Beberapa
penulis termasyhur Inggris, termasuk William Shakespeare, hidup di
jaman itu. Jelas-jelas Elizabeth punya saham dalam perkembangan
kultural ini. Dia beri semangat teater Shakespeare menghadapi oposisi
pemerintahan lokal kota London. Tetapi, tak ada perkembangan musik
atau lukisan yang bisa menandingi perkembangan kesusastraan.
Era Elizabeth juga menyaksikan bangkitnya Inggris selaku
penjelajah. Ada berulang kali perjalanan ke Rusia dan
percobaan-percobaan oleh Martin Frobisher dan oleh John Davis mencari jalan arah
(dari tahun 1577 hingga 1580), menjejakkan kaki di California dalam
perjalanan itu. Juga ada percobaan yang gagal (oleh Sir Walter Raleigh
dan lain-lainnya) mendirikan pemukiman di Amerika Utara.
Kekurangan Elizabeth terbesar mungkin tidak mau menyediakan
peluang buat pergantian tahtanya. Bukan saja dia tak pernah kawin, tetapi
dia selalu menghindari menetapkan penggantinya. (Mungkin karena dia
takut, jika dia tunjuk seseorang jadi penggantinya akan segera jadi
rivalnya). Apa pun alasan Elizabeth tidak mau menyebut penggantinya,
kalau saja dia mati muda (atau kapan saja sebelum matinya Mary dari
Skotlandia), Inggris mungkin sudah kecemplung dalam kancah perang
saudara sesudah penggantian. Nasib baik buat Inggris,Elizabeth hidup
sampai umur tujuh puluh tahun. Di atas tempat tidur menjelang rohnya
melayang, dia sebut Raja James II dari Skotlandia (putera Mary dari
Skotlandia) menjadi penggantinya. Meskipun ini berarti persatuan antara
Inggris dan Skotlandia di bawah satu mahkota, ini merupakan pilihan yang
membingungkan. Baik James maupun puteranya Charles I terlampau
otoriter buat selera Inggris, dan di abad tengah perang saudara pun
meledaklah.
Elizabeth punya kecerdasan yang melebihi orang biasa dan seorang
politikus yang cakap, tegas, punya pandangan luas. Berbarengan dengan
itu dia punya kehati-hatian dan konservatif. Dia mengidap ketidaksukaan
bersiteguh. Seperti halnya ayahnya, dia menjalankan pemerintahan dengan
kerjasama parlemen dan bukan melawannya. Karena dia tidak kawin,
maka tampaknya dia masih perawan seperti dikemukakannya di muka
umum. Tetapi, tidaklah pula terlalu benar jika dianggap dia itu termasuk
jenis perempuan pembenci lelaki. Malah sebaliknya, dia jelas menyukai
pria dan gemar bergaul dengannya. Elizabeth punya kemampuan memilih
menteri-menterinya yang bagus. Sebagian dari hasil-hasil yang dicapainya
antara lain berkat Williarn Cecil (Lord Burghley), yang menjadi penasihat
utamanya sejak tahun 1558 hingga matinya di tahun 1598.
(The History of the Kings of Britain, Geoffrey of Monmouth)
2.5. Representasi
Representasi visual berarti menghadirkan kembali,
memproyeksikan gambaran mengenai seseorang atau sesuatu.
Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial
pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan,
video, fllm, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah
produksi makna melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda
tertulis, lisan, atau gambar) tersebut itulah seseorang dapat
mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu (Juliastuti,
2000).
Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek
yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi'.
Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama Jika
manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama. membagi
kode-kode kebudayaan yang sama. berbicara dalam 'bahasa yang sama,
dan saling berbagi konsep konsep yang sama.
2.6. Semiotika
Dalam melihat suatu tanda sering tidak kita sadari bahwa tanda
mempunyai makna yang berbeda dalam tiap penggunaannya, maka itu
ada pentingnya juga kita belajar semiotika. "Semiotika adalah studi
tentang pertandaan dan makna dari sistem tanda, ilmu tentang tanda,
bagaimana makna dibangun dalam "teks", media, atau studi tentang
bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang
mengkonsumsi makna" (Fiske, 2004, p. 282).
Dalam teori Semiotika, pokok studinya adalah tanda, atau studi
ini atau bagaimana cara tanda-tanda itu bekerja Juga dapat disebut
semiologi. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri,
dengan kata lain jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka hurut,
kata, dan kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda
itu hanya mengemban arti {significanl) dalam kaitan dengan
pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa
yang ditandakan (signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang
teks, contohnya di dalam film, televisi, iklan, majalah, koran, brosur,
novel, bahkan di dalam surat cinta sekalipun (Fiske, 2004).
Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis Semiotik
{semiotical analysis) merupakan cara atau metode untuk menganatisis
dan memberikan makna-makna terhadap suatu lambang yang terdapat
dalam suatu pesan atau teks. 'Teks yang dimaksud dalam hubungan ini
adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada
media massa seperti tayangan televisi, karikatur media cetak, film,
sandiwara. radio, dan berbagai bentuk iklan" (Pawito, 2007, p. 155)
Menurut Pierce, menggunakan istilah representamen yang tak lain
adalah lambang (sign) dengan pengertian sebagai something which stands
to somebody for something in some respect or capacity
Yang terjemahannya adalah :
Sesuatu yang mewakili sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal
atau kapasitas. Dari pemaknaan ini dapat dilihat bahwa bagi Pierce,
lambang mencakup keberadaan yang luas, termasuk pahatan, gambar,
tulisan, ucapan lisan, isyarat bahasatubuh, music, dan lukisan (Pawito,
2007)
"Pokok perhatian dari semiotika adalah tanda. Studi tentang tanda
dan cara tanda-tanda itu bekerja dinamakan semiotika atau semiologi"
(Fiske, 2004, p. 60). Semiotic sebagai suatu modal dari ilmu pengetahuan
dasar yang disebul dengan "tanda". Dengan demikian semiotik
mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.
Umberto Eco (1995) menyebut tanda tersebut sebagai
'kebohongan’, dalam tanda terdapat sesuatu yang tersembunyi
dibelakangnya dan bukan merupakan tanda itu sendiri (Sobur, 2003)
Jika diterapkan pada tanda - tanda bahasa. maka huruf, kata.
kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu
hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan
pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa
yang ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa
yang bersangkutan. Sebuah teks apakah itu surat cinta, makalah, iklan,
cerpen, puisi, pidato, poster, komik, kartun dan semua hal yang mungkin
menjadi "tanda" bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni suatu proses
signifikasi yang menggunakan tanda dan menghubungkan obyek dan
interpretasi (Sobur, 2004).
Berdasarkan pengertian pengertian dari para tokoh tadi maka
dapat disimpulkan bahwa serniotika adalah ilmu yang mempelajari
tentang tanda dan lambang, yang nantinya dari kumpulan tanda dan
lambang tersebut akan merujuk pada suatu makna tertentu.
John Fiske (Fiske, 2004) dalam bukunya yang berjudul Cultural
and Communication Studies menjelaskan mengenai tiga bidang studi
1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai
tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam
menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia
yang menggunakannya. Tanda adalah konstruks) manusia dan hanya bisa
dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini
mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan
suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran
komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.
3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya
bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk
keberadaan dan bentuknya sendiri.
2.6.1. Tanda Dan Makna
Semiotika merupakan sebuah studi tentang pertandaan dan makna
dari sistem tanda, sehingga tiga unsur utama yang harus ada dalam setiap
studi tentang makna adalah tanda, acuan landa dan pengguna landa
(Fiske, 2004). Tanda bersifat fisik dan bisaditerima oleh panca indra kita.
Tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri serta bergantung
pada pengenalan oleh penggunanya hingga disebut sebagai tanda.
Sedangkan makna merupakan hasil interaksi antara tanda, interpretant
dan obyek yang secara historis ditempatkan dan mungkin akan berubah
Ada dua model korelasi tanda dan makna yang sangat
berpengaruh dalam bidang semiotika, yaitu niodel dari ahli linguistie,
yaitu Ferdinand de Saussure dan model dari filsuf dan ahli logika, yaitu
Charles Sanders Pierce. Sebagai ahli linguistic, menurut prinsip Saussure,
bahasa adalah suatu sistem tanda. Tanda merupakan objek flsik dengan
sebuah makna. atau tanda terdiri atas penanda (signifier) dan pertanda
(signified) dimana relasi keduanya disebut sebagai pertandaan
(signifikasi). Penanda adalah citra tanda dari persepsi kita. sedangkan
pertanda adalah konsep mental atau konsep dari persepsi kita akan suatu
tanda.
Sedangkan menurut Pierce, korelasi tanda dan makna tergambar
dalam teori segi tiga makna (triangle meaning)-nya, yailu:
Tanda
Interpretant objek
Gambar2.l
Unsur makna dari Pierce
Sumber: Fiske (2004, p. 60)
Teori Pierce ini terdiri dari sign (tanda), object (objek) dan
interpretant (efek di benak penggunanya). Tanda menunjukkan sesuatu
yakni citra tanda dari persepsi kita. Sesuatu yang ditunjuk oleh tanda
disebut sebagai objek, dan inilah yang yang kurang diperhatikan dalam
persepsi kita akan suatu tanda, pemaknaan berdasarkan pengalaman
pengguna objek. "Ketiganya dihubungkan dengan tanda panah dua arah
yang menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya
dalam relasinya dengan yang lain " (Fiske, 2004, p.63).
2.6.2. Kode-Kode Televisi
Television codes adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske
atau biasa yang disebut dengan kode-kode yang digunakan dalam dunia
pertelevisian. Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang
digunakan dalam acara televisi tersebut saling berhubungan sehingga
terbentuk sebuah makna. Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidak
muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah
melalui penginderaan serta referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa
televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang
yang berbeda juga.
Dalam kode-kode televisi yang diungkapkan dalam teori John
Fiske, bahwa peristiwa yang ditayangkan dalam dunia televisi telah
dienkode oleh kode-kode sosial yang terbagi dalam tiga level sebagai
berikut:
a. Level Pertama adalah Reality (Realitas), kode sosialnya antara
lain, appearance (penampilan), dress (kostum), make-up (riasan),
environment (lingkungan), behavior (kelakuan), speech (dialog), gesture
b. Level Kedua adalah Representation (Representasi) dengan
teknikal kode sosialnya antara lain camera (kamera), lighting
(pencahayaan), editing (perevisian), music (musik), sound (suara).
Melalui representasi mampu memahami perbedaan dari tiap-tiap jenis
program. Meskipun kita tidak mengerti bahasa yang sebenarnya dari
sebuah program, kita masih bisa membaca dengan menginterpretasikan
tanda-tanda dan kode-kode yang ada. Meliputi: narasi, konflik, karakter,
aksi, dialog, latar, aktor.
c. Kode Ideologi
Kode kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan dalam
koherensi sosial. Serta menjelaskan sebuah program acara yang
ditayangkan oleh televisi popular memiliki kompleksitas dan
dipengaruhi oleh paham ideologi. Meliputi individualisme, patriarki,
ras, materialisme, kapitalisme.Dalam film The King Speech, peneliti
menggunakan level realitas untuk membaca realitas yang terjadi melalui
kode-kode sosialnya. Setelah melihat level realitas, peneliti akan
merepresentasikan Seorang Raja yang ada dalam film “The King
Speech”melalui teknikal kode sosialnya.
2.6.3 Kode-Kode Sosial dalam film “The King Speech”
Unit analisis yang digunakan oleh peneliti meliputi level realiitas.
level representasi dan level ideologi. Kode kode tersebut adalah: Level
a. Kostum (dress)
Setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang dikenakan oleh
seseorang akan menyampaikan penanda sosial (social sign) tentang si
pemakai. Pakaian merupakan 'bahasa diam" (silent language) yang
berkomunikasi melalui pemakaian simbol-simbol verbal. Pakaian
merupakan indikator yang tepat dalam menyatakan kepribadian dan gaya
hidup seseorang yang mengenakan pakaian tertentu. (Sobur. 2006)
"Dalam hal lainnya. pakaian adalah cara yang digunakan individu
untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan menyatakan
beberapa bentuk keunikan" (Barnard, 2006, p.85). Setiap orang, memiliki
selera dan maksud tertentu ketika ia memilih suatu pakaian tertentu untuk
digunakan. Pakaian yang kita kenakan juga dapat menjelaskan banyak
hal. Misalnya, ketika seorang wanita berpakaian gaun panjang berwama
hitam, tentu dia akan menghadiri suatu pesta, tidak mungkin dia ingin
berbelanja sayur di pasar. Atau ketika seorang remaja mengenakan jas
kulit dan kaos berwarna hitam, lengkap dengan celana jeans gelap yang
sobek-sobek akan memperlihatkan bahwa remaja itu suka dengan musik
beraliran rock yang keras dan macho. Setiap fase dalam kehidupan kita
pun ditandai dengan busana tertentu. (Mulyana, 2007). Misalkan,
seragam putih merah adalah seragam sekolah tingkat dasar, toga
dikenakan oleh para sarjana ketika wisuda, dan lain sebagainya. Bahkan,
kepribadiannya. Pakaian juga digunakan unttik memproyeksikan citra
tertentu yang diinginkan pemakainya.
Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi cara kita berdandan
antara lain. nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis
atau tidak), nilai kenyamanan. dan tujuan pencitraan.
b. Penampilan (appearance)
Tidak dapat kita pungkiri, bahwa pertama kali kita menilai atau
melihat seseorang adalah melalui penampilan fisiknya. Setiap orang
punya persepsi mengenai penampilan fisik. Seringkali orang memberi
makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti
bentuk tubuh, warna kulit, model rarnbut dan sebagainya (Mulyana,
2007). "Begitu pentingnya sebuah penampilan, maka ada yang
mengatakan bahwa penampilan adalah segalanya" (Chaney,2003, p. 15).
Beberapa kelompok masyarakat beranggapan bahwa penampilan
bagi dirinya merupakan suatu yang mutlak. Bahkan sebagian orang
berpendapat bahwa penampilan merupakan kebutuhan yang mutlak untuk
dipenuhi. Ketika kita melihat penampilan seseorang, maka kita akan
mempersepsi kehidupan orang tersebut. Misalnya, seorang laki-laki
berpenampilan kumuh. Baju yang ia kenakan tampak kotor, tubuhnya
kurus dan bongkok, rambutnya tumbuh tak beraturan, mukanya dipenuhi
dengan kumis dan jenggot panjang berwarna putih. Maka kita akan
mempersepsi bahwa laki-laki tua itu adalah seorang pemulung atau orang