• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Kekuatan Retorika Raja dalam film “The King Speech” (Studi Semiotik Representasi Kekuatan Retorika Raja pada dalam film The King Speech).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representasi Kekuatan Retorika Raja dalam film “The King Speech” (Studi Semiotik Representasi Kekuatan Retorika Raja pada dalam film The King Speech)."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

Representasi Kekuatan Retorika Raja dalam film “The King Speech”

(Studi Semiotik Representasi Kekuatan Retorika Raja pada dalam film

The King Speech)

SKRIPSI

OLEH :

ALLEN SEPTIANO

NPM 0743010043

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGDI STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Bapa Yang Maha Kuasa

atas karunia dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

ini dengan judul “Representasi Seorang Raja dalam Film The King

Speech”(Studi Semiotik Representasi Raja pada tokoh Raja George VI (Bertie) dalam Film The King Speech) . Dimana penelitian ini merupakan

bagian tugas akhir dan wajib bagi setiap mahasiswa UPN “Veteran” Jawa

Timur, khususnya pada jurusan Ilmu Komunikasi.

Dari mulai pelaksanaan hingga tersusunnya Skripsi ini penulis telah

banyak mendapat bantuan. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Ibu Yuli Selaku dosen pembimbing yang telah banyak

membantu penulis untuk menyelesaikan proposal skripsi berupa petunjuk,

bimbingan dan dorongan. Serta semua pihak yang telah telah memberikan

bantuan kepada penulis baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu

penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Ibu Drs. Suparwati, Msi. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito , S.Sos, Msi. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UPN

(3)

menyelesaikan skripsi ini

4. Thanks to Meilinda yang selalu menyertai, membimbing dan

memberkati penulis setiap waktu.

5. “Papa-mama” penulis yang selalu memberikan dorongan dan doa

kepada penulis.

6. Si Ibliz Kecilku yang selalu memberikan semangat, canda

tawanya, dan tingkahnya yang terkadang menyebalkan telah

membangkitkan semangat penulis untuk melakukan praktek

magang dan menyelesaikan laporan ini.

7. Semua yang menyayangi penulis, yang tidak dapat disebutkan satu

persatu.

8. To all my VISIO GAME gank yang selalu setia dalam suka dan

duka penulis.

Harapan peneliti , skripsi ini dapat berguna bagi mahasiswa

dan mayarakat serta untuk menambah literatur penelitian perpustakaan

UPN Veteran Jawa Timur

Surabaya, juli 2011

Penulis

(4)

THE KING SPEECH

(Studi Semiotika Representasi kekuatan retorika raja dalam film The

King Speech)

Oleh :

ALLEN SEPTIANO NPM. 0743010043

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 29 Juli 2011

Pembimbing Utama Tim Penguji : 1.Ketua

Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si Dra. Catur

NPT. 3 7107 94 00271 NPT. 370069400351 2.Sekretaris

Dra. Dyva Claretta, M.Si NIP. 3 6601 94 00251 3.Anggota

Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si NIP. 3 7107 94 00271

Mengetahui, D E K A N

(5)

Semiotik Representasi kekuatan Retorika raja dalam film The King Speech)

Allen Septiano, NPM : 0743010043

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya

Abstraksi:Penelitian ini untuk mengetahui representasi seorang Raja melalui tokoh Raja George VI(Bertie) di film The King Speech. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah “bagaimana seorang raja yang gagap dituntut untuk bisa lancar berpidato yang dipresentasikan melalui tokoh Raja George VI ( Bertie) di film The king Speech.Peneliti menggunakan kode‐kode  Televisi  John  Fiske,karena  level‐level  pada  kode  tersebut  tidak  dapat  dipisahkan  dan  merupakan suatu kesatuan yang bisa membantu peneliti untuk mempresentasikan  seorang  Raja dalam film “The King Speech”. Kode‐kode yang akan digunakan untuk membongkar  makna yang terdapat dalam film tersebut ialah yang mewakilkan ikon‐ikon seorang raja  dalam film “ The King Speech” diantaranya level realitas, representasi, dan ideologi. Teknik  analisis data yang akan digunakan dalam meneliti Representasi seorang Raja dalam film “The  King Speech” menggunakan model Miles dan Huberman. Model ini digunakan dengan tujuan  supaya data yang di dapat lengkap maka itu peneliti menggunakan kualitatif menggunakan  analisis data secara interaktif dan langsung secara terus menerus dengan tahapan sebagai  berikut (Sugiyanto, 2008): reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau kesimpulan.Hasil  penelitian pada film ini dapat ditemukan adegan, dialog, serta konflik yang menggambarkan  seorang raja yang unik berbeda dengan raja lainnya. Raja tersebut memiliki gangguan  berbicara atau gagap, padahal sebagai seorang raja paling tidak punya kelebihan ketika pidato  dihadapan rakyatnya.penelitian ini menampilkan bagaimana perjuangan seorang raja yang  gagap untuk dapat berbicara lancar di depan rakyatnya,padahal ia menyadari bahwa ia  memiliki banyak kekurangan dan tidak layak menjadi seorang raja tetapi bagaimanapun ia  tetap tidak bisa lari dari kedudukannya sebagai seorang raja. Ia     dituntut untuk dapat  menyampaikan pesannya melalui pidato kenegaraan karena kondisi negara tidak stabil dan  terlibat konflik dengan negara lain. Dan akhirnya ia dapat pidato dengan baik meskipun masih  banyak  kekurangan,  namun  sudah  cukup    membuat  rakyat  puas  dan  menumbuhkan  semangat untuk tetap tenang dan bersatu untuk menghadapi situasi tersebut.

(6)

scenes, dialogue, and conflict that depicts a king who uniquely different from other kings. King has a speech impairment or speech, but as a king at least have an advantage when speech before rakyatnya.penelitian shows how the struggle of a king who stutter to speak fluently in front of people, when he realizes that he has many shortcomings and not worthy of being a king but nevertheless he still can not run from his position as a king. He demanded to be able to convey his message through the state speech because the state condition is unstable and conflict with other countries. And finally he can speech well despite many shortcomings, but it was enough to make people happy and foster a spirit to remain calm and united to face the situation.

(7)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar belakang Masalah

Film merupakan salah satu media komunikasi massa ( mass

Communications), yaitu komunikasi melalui media massa modern. Film

hadir sebagai bagian kebudayaan massa yang muncul seiring dengan

perkembangan masyarakat perkotaan dan industri. Sebagai bagian dari

budaya massa yang populer, film adalah seni yang sering dikemas untuk

dijadikan sebagai komoditi dagang. Karena itu film dikemas untuk

dikonsumsi massa dalam jumlah yang sangat besar. Film adalah potret

dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan memproyeksikannya ke

dalam layar.

Karakter film sebagai media massa mampu membentuk semacam

visual publik consensus. Hal ini disebabkan karena isi film selalu

bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera

publik. Singkatnya film merangkum pluralitas nilai yang ada dalam

masyarakat (Irwanto, 1999 : 13 dalam Alex Sobur, 2002 : 127)

Film juga memiliki dualisme sebagai refleksi atau sebagai

representasi masyarakat. Memang sebuah film bisa merupakan refleksi

atau representasi kenyataan. Sebagai refleksi kenyataan, sebuah film

hanya memindahkan kenyataan ke layar tanpa mengubah kenyataan

tersebut, misalnya film dokumentasi, upacara kenegaraan atau film

(8)

film tersebut membentuk dan menghadirkan kembali kenyataan

berdasarkan kode-kode, konvensi dan ideology dari kebudayaannya.

(Sobur, 2003 : 128).

Film juga dianggap sebagai mirror of reality. Yang menurut

Victor C. Mambor film merupakan dokumen kehidupan sosial sebuah

komunitas. Film menunjukkan kepada kita jejak-jejak yang ditinggalkan

pada masa lampau, cara menghadapi masa kini, dan keinginan manusia

terhadap masa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film

bukan lagi sekedar usaha menampilkan “citra bergerak” (moving images),

namun juga telah diikuti muatan-muatan kepentingan tertentu seperti

politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau gaya

hidup.(http://kunci.or.id/teks/victor2.html)

Keberadaan film ditengah masyarakat mempunyai makna yang

unik diantara media komunikasi lainnya. Selain dipandang sebagai media

komunikasi yang efektif dalam penyebarlusan ide dan gagasan, film juga

merupakan media ekspresi seni yang memberikan jalur pengungkapan

kreatifitas, dan media budaya yang melukiskan kehidupan manusia dan

kepribadian suatu bangsa. Perpaduan kedua hal tersebut menjadikan film

sebagai media yang mempunyai peranan penting di masyarakat. Di satu

sisi film dapat memperkaya kehidupan masyarakat dengan hal-hal yang

baik dan bermanfaat, namun di sisi lain film dapat membahayakan

masyarakat. Film yang mempunyai pesan untuk menanamkan nilai

pendidikan merupakan salah satu hal yang baik dan bermanfaat,

sedangkan film yang menampilkan nilai-nilai yang cenderung di anggap

(9)

sebagainya akan membahayakan jika diserap oleh audience dan

diaplikasikannya dalam kehidupan.

Untuk menumbuhkembangkan budaya intelektual dalam film,

memerlukan proses. Proses itu melibatkan sumberdaya manusia, sumber

dana dan penguasaan teknologi di luar proses pembuatan film itu sendiri.

Hal ini bisa terwujud dalam sebuah tema yang diangkat oleh para insane

film dan bagaimana mewujudkan tema itu sebagai sebuah film yang

bermutu, sehingga penikmat film bisa mendapatkan nilai budaya dan

sosial yang tersirat didalamnya.

Setiap film yang dibuat atau diproduksi pasti menawarkan suatu

pesan kepada para penontonnya. Jika dikaitkan dngan kajian komunikasi,

suatu film yang ditawarkan seharusnya memiliki efek yang sesuai dan

sinkron dengan pesan yang diharapkan, jangan sampai inti pesan tidak

tersampaikan tapi sebaliknya efek negative dari film tersebut justru secara

mudah diserap oleh penontonnya (http:www.sinarharapan.co.id).

Industri film Indonesia sering mengalami masa jatuh bangun.

Terlepas dari masalah krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia,

minat penonton terhadap film karya sineas negeri sendiri juga kurang di

sukai. Banyak film Indonesia yang lebih mementingkan keuntungan dan

mengabaikan pesan moral. Film-film yang diproduksi banyak bertema

horror yang sarat dengan hantu dan sensualitas yang membuat audience

bosan. Hal ini yang membuat penonton lebih tertarik pada film barat.

Perfilman di barat khususnya Amerika selalu mengalami

(10)

menarik. Industri film terbesar di Amerika yang kita kenal Hollywood

selalu memproduksi film-film yang berkualitas dan masuk jajaran box

office sehingga dapat memukau masyarakat di seluruh dunia, contohnya

seperti Titanic, Kingkong, Lord of The Ring, Harry Potter dan film yang

lainnya. Film- film tersebut menyuguhkan visual, setting, special effect

yang sangat bagus serta memberikan nilai budaya dan sosial yang berguna

bagi kelangsungan hidup kita. Hal inilah salah satu factor penyebab,

film-film produksi Hollywood menguasai pasar di seluruh dunia.

Pada zaman modern saat ini, untuk memproduksi film yang bagus

dan berkualitas membutuhkan biaya yang sangat mahal, karena proses

syuting membutuhkan kecanggihan teknologi yang tentunya

membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tidak bisa dipungkiri bahwa

Amerika adalah negara maju, sehingga industry film di sana tidak

segan-segan mengeluarkan biaya puluhan milyar hanya untuk memproduksi

sebuah film. Saat ini telah terbukti bahwa film-film yang dihasilkan bukan

film biasa melainkan film yang berkualitas yang menampilkan visual,

setting, sound, serta efek yang bagus serta memberikan nilai budaya dan

sosial yang dapat diterima dalam kelangsungan hidup kita. Sehingga dapat

dikatakan bahwa biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia dengan apa yang

dihasilkan karena telah mendapat apresiasi dari masyarakat.

Film yang bagus dan berkualitas pantas diberi apresiasi atau

penghargaan, karena membuat film yang bermutu tidak mudah, banyak

aspek-aspek yang perlu diperhitungkan. Maka dari itu setiap tahun

diadakan malam penganugerahan bagi film-film terbaik, actor terbaik dan

(11)

dengan Academy award atau disebut Oscar. Selama satu tahun, dipilih

beberapa film yang masuk nominasi dan dipilih yang terbaik.

Pada minggu 27 februari 2011, Academy award diadakan di Los

Angeles, Amerika Serikat. Film “The King Speech” akhirnya terpilih

menjadi film terbaik. The King's Speech mendapat 12 nominasi di Oscar

tahun ini berhasil memboyong 4 piala, selain aktor terbaik, film ini juga

menang dalam kategori sutradara terbaik (Tom Hooper) dan skenario asli

terbaik (David Seidler) dan kategori paling bergengsi film terbaik atau

Best Picture. The King's Speech" menyisihkan 9 nominee film terbaik

lainnya, yakni, "Black Swan", "The Fighter", "Inception", "The Kids Are

All Right", "127 hours", "The Social Network", "Toy Story 3", "True Gift"

dan "Winter's Bone".

King's Speech bercerita tentang Raja George VI yang gagap dan

sulit bicara. Dia kemudian belajar bicara dengan seorang terapis yang

diperankan Geoffrey Rush. Film ini mengambil latar antara 1920 hingga

1930-an dengan menggambarkan peristiwa menjelang Perang Dunia II.

Penulis skenario The King's Speech, David Seidler yang dinobatkan

sebagai penulis skenario terbaik terinspirasi membuat skenario ini setelah

mengetahui Raja George VI gagap. "Dia raja dan gagap, kemudian dia

harus membuat pidato yang disiarkan lewat radio, meski gagap dia

melakukannya dengan penuh semangat,yang trauma dengan

(12)

The King’s Speech bercerita tentang seorang raja yang mempunyai

kesulitan berbicara di depan publik banyak. Rakyat Inggris menginginkan

dan membutuhkan seorang raja yang mempunyai kewibawaan,

kepandaian, dan paling tidak pintar berbicara. King George VI (Colin

Firth) sudah yakin dirinya tidak layak dan tidak akan menjadi raja sejak

kecil. Adegan pembukaan film ini memperlihatkan bagaimana

canggungnya dia berpidato di depan rakyat banyak di stadium. Semua

menunggunya merangkai kalimatnya di dalam keheningan.

Elizabeth (Helena Bonham Carter) menunjukkan kesabaran dan

supportnya kepada suaminya itu dengan mencari terapis baru setelah

mencoba terapis rekomendasi kerajaan yang tidak membawa hasil. Setelah

usahanya sendiri ke organisasi terapis Inggris, dia pergi bertemu Lionel,

seorang aktor tua yang gagal yang akhirnya membuka praktek terapi

bicara. Dari ruangan terapi itu mulailah hubungan mereka antara seorang

calon raja yang keras kepala dan kaku bergaul dengan terapisnya yang

luwes tapi berprinsip. Diselingi dengan cara penyembuhannya yang

dianggap aneh dan baru, mereka pun saling bertukar pikiran dan perasaan.

King George VI atau Bertie nama panggilannya dihadapi masalah

baru setelah ayahnya yang sering menekannya meninggal dunia. Edward

yang lebih tua diangkat menjadi raja. Bertie berusaha mensupportnya agar

Edward tidak jadi menikahi perempuan pilihannya yang sudah tiga kali

bercerai, karena akan mencemarkan nama baik keluarga kerajaan. Selain

Bertie takut nama kerajaan tercemar dan negara terbelengkalai, Ia pun

merasa ketakutan jika kakaknya ini menyerahkan jabatan itu ke dia. Apa

(13)

Mengapa sang Raja dituntut untuk bisa berbicara dengan baik saat pidato

kenegaraan? Namun hal yang ditakuti pun terjadi tatkala Edward lebih

memilih perempuan itu. Bertie pun mengambil alih kerajaan dan

hubungannya dengan Lionel bukannya membaik tetepi malah retak karena

Lionel dianggap terlalu mendesaknya untuk bisa mengalahkan

kegagapannya itu agar bisa menjadi raja yang disegani.

Akhirnya Hitler pun menyebarkan berita untuk menyerang Inggris.

Di saat seperti itu, Bertie akhirnya sadar dan meminta maaf kepada Lionel

yang tidak memberi tahu istri dan keluarganya bahwa pasien yang

ditanganinya adalah raja Inggris. Seperti yang disampaikan salah satu

perdana menterinya bahwa “His greatest test is yet to come”. Bertie pun

sadar bahwa rakyatnya bergantung dan mencari sosok pemimpin padanya.

Dengan bantuan Lionel dan istrinya, Bertie pun berusaha untuk

memberikan pidato pertamanya sebagai pemimpin yang akan disiarkan ke

seluruh rakyat Inggris, sehingga persiapan dan latihan keras dilakukan

agar pidato kenegaraan berjalan lancar. Oleh karena itu menimbulkan

pertanyan, mengapa pidato seorang pemimpin menjadi symbol kekuatan

negara? http://id.wikipedia.org/wiki/The_King_Speech"

Inggris adalah suatu Negara Monarki atau kerajaan yaitu bentuk

pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan yang akhir atau

tertinggi pada personel atau seseorang, tanpa melihat pada sumber sifat –

sifat dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah monarki.

Pendapat lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau keputusan

(14)

pemerintahan. Monarki diklasifikasikan sebagai tahta turun – temurun dan

elektif, monarki secara turun – menurun adalah tipe yang normal.

Kebanyakan monarki dahulunya dikenal dengan istilah turun – temurun.

Dan kehidupan dari monarki ini memiliki banyak karakter. Monarki ala

turun – menurun mewarisi tahta sesuai dengan peraturan rangkaian

pergantian tertentu. Ahli waris laki- laki yang tertua biasanya menjadi raja,

menggantikan posisi raja atau ayahnya sendiri. Rangkaian pergantian bias

juga ditentukan dengan konstitusi atau melalui sebuah aksi legislature.

(The Mammoth Book of British Kings and Queens. London: Robinson)

Inggris memiliki silsilah raja yang hebat, banyak raja yang

disegani oleh dunia karena kehebatannya. Misalnya Raja Henry V, Ratu

Elizabeth, Edward 1, tetapi inggris juga pernah memiliki raja yang unik

dan berbeda seperti seorang raja pada umumnya. Seorang raja pada

umumnya memilki kelebihan seperti ketegasan memerintah rakyat,tegas

mengambil keputusan, pandai berpidato,mampu menghipnotis rakyat dan

sebagainya. Tetapi raja yang satu ini adalah seorang raja yang kaku, keras

kepala, dan memiliki gangguan saat berbicara atau gagap saat di depan

umum.seolah-olah tidak memiliki jiwa kepemimpinan dan kharisma. Raja

tersebut adalah Raja George VI,

Sebagai perbandingannya, beberapa pemimpin dunia memiliki

kemampuan dalam menyampaikan pidatonya dengan teknik persuasif

yang memukau, seperti pemimpin Nazi-Jerman Adolf Hitler, maupun

Presiden pertama Indonesia Soekarno, yang selalu mencuri dan memukau

(15)

Retorika, berasal dari bahasa Yunani (rhêtôr, orator, teacher)

adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk

menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau

argumen (logo).Pada awalnya, retorika dipercaya sebagai salah satu

propaganda yang efektif dengan mempersuasi khalayak ramai.

(Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Retorika Modern Pendekatan Praktis.)

Adapun di era masa kini, pemimpin dunia yang termasuk dalam

jajaran orator yang handal, yakni Presiden AS Barack Obama. Ia menjadi

salah satu pemimpin yang mempunyai kharisma saat berpidato, salah satu

contohnya adalah pidato kemenangannya di Chicago.

Pidato tersebut mampu memukau seluruh warga amerika dan

meningkatkan semangat untuk mengajak menuju pembaharuan guna

memajukan Negara Amerika Serikat guna menghadapi persaingan

bangsa-bangsa lain yang mulai maju berkembang.

Sosok pemimpin seperti Obama yang tegas,mampu berkomunikasi

dengan baik saat pidato, sehingga mampu menyampaikan pesan dan

menarik simpati public memang dibutuhkan oleh suatu Negara apalagi

jika Negara dalam kondisi yang tidak kondusif.

'http://ads3.kompasads.com

Hal ini berbanding terbalik dengan sosok pemimpin atau raja

dalam film The King Speech. Disaat kondisi Negara sedang konflik, Raja

(16)

berbicara didepan public. Hal ini menjadi tantangan bagi Raja George VI,

mampukah seorang raja yang gagap memimpin negaranya?

Menjadi seorang pemimpin dituntut tidak hanya pandai berbicara

menyampaikan pesan didepan public saja, tetapi dibutuhkan kharisma

kepemimpinan dan ketegasan mengambil tindakan serta gagasan yang

bersangkutan dengan Negara. Sosok tersebut pernah dimiliki oleh bangsa

Indonesia, beliau adalah Bung Karno yang memiliki kharisma yang luar

biasa.

Kharisma bagaikan mata air yang tak pernah habis. Ia membujuk,

tidak memaksa. Menurut Joseph Nye dalam buku The Powers to Lead,

kharisma bersumber dari individu, para pengikutnya dan situasi. Sosiolog

Max Weber mendefinisikan “kharisma” sebagai: “Kualitas tertentu dari

seorang individu yang karenanya ia berbeda jauh dari orang-orang biasa

dan dianggap memiliki kekuatan-kekuatan supranatural, manusia super

atau setidaknya luar biasa. Kualitas ini dianggap tidak bisa dimiliki oleh

orang biasa, tetapi dianggap bersumber dari tuhan, dan atas dasar itu

individu bersangkutan diperlakukan sebagai pemimpin”. (Max Weber,

The Theory of Sosial and Economic Organization:1947).

Menurut Weber kharisma seorang pemimpin dapat diperoleh

melalui beberapa jalan: hubungan darah, keturunan, dan institusi. Dalam

autobigrafinya, Bung Karno mengatakan bahwa pada diri orang tuanya

mengalir darah kebangsawanan. Ayahnya adalah keturunan dari Raja

Kediri terakhir, sedangkan ibunya adalah kerabat dekat dari Raja Buleleng

(17)

Dengan demikian secara genealogis Bung Karno telah mewarisi

kharisma yang dimiliki oleh Raja Kediri Jayabaya. dan Raja Bali

Sisingaraja. Dalam konsep Max Weber, tipe kharisma seperti ini disebut

sebagai kharima rutinitas atau keturunan. Kharisma seperti ini biasanya

tidak dapat bertahan lama jika individu yang bersangkutan tidak dapat

mengaplikasikan kharismanya dalam bukti-bukti kongkrit, semisal

ketidakmampuan pemimpin dalam menjawab persoalan yang sedang

dihadapi oleh masyarakatnya.

Kriteria pemimpin seperti Obama dan Bung karno tersebut

memang dibutuhakan oleh suatu Negara. Hal ini berbanding terbalik

dengan sosok pemimpin atau raja dalam film The King Speech. Disaat

kondisi Negara sedang konflik, Raja yang diandalkan jauh dari harapan

rakyat hanya karena gagap saat berbicara didepan public. Jangankan

berbicara, melihat ribuan orang didepannya saja sudah merasa nervous,

bahkan raut muka memerah karena malu, seolah-olah tidak mempunyai

ketegasan dan wibawa sebagai seorang pemimpin. Hal ini menjadi

tantangan bagi Raja George VI, mampukah seorang raja yang gagap

mampu memimpin negaranya dan mengobarkan semangat rakyat di saat

Negara mendapat ancaman dari Negara lain?

Ketika gagap menjadi masalah nasional dan kesulitan berbicara

menjadi masalah Negara, maka akan membuatnya merasa sangat

terbebani. Ketika ketidakberdayaan dalam berkomunikasi menjadi

masalah serius bagi seorang pangeran yang tak menyangka “takdir”

(18)

paling tidak disukainya adalah bicara. Pekerjaan yang membuat hatinya

remuk redam.. Itulah sajian utama film “King`s Speech”.

Kesulitan berbicara saat berhadapan dengan publik atau massa

yang berjumlah puluhan ribu bahkan jutaan, jauh-jauh hari telah

dialaminya sebelum menjadi raja. Saat pangeran berpidato, rakyat hening

menunggu pangeran mengutarakan kata demi kata dengan susah payah.

Yang lebih parahnya lagi, gagapnya sang pangeran terlihat dan terdengar

jelas. Bukan hanya wajah pangeran yang merah padam karena malu,

rakyat pun menghela napas panjang, seolah mengatakan, “sosok Raja yang

tidak punya harapan”. Rakyat kecewa karena berpidato saja Raja sangat

kesulitan.

Penderita gagap cenderung memiliki rasa malu, rendah diri dan

menyebabkan tekanan sehingga kontrapoduktif sehingga serangan gagap

makin berkembang.Seperti dikisahkan dalam film The King's Speech, Raja

George yang menderita gagap seumur hidupnya karena terlambat diterapi.

Padahal seorang Raja di tuntut untuk dapat berpidato dengan baik karena

dengan kelancaran berbicara akan membuat masyarakat takjub, serta dapat

menerima pesan-pesan yang disampaikan seorang pemimpin.Ia memang

bisa mengatasi kekurangannya dan bisa berpidato mengobarkan semangat

rakyatnya, namun kegagapannya belum hilang seutuhnya.

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial

pemaknaan melalui system penandaan yang terdiri dari dialog, tulisan,

(19)

II.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan

masalah dari penelitian ini adalah “bagaimana seorang raja yang gagap

dituntut untuk bisa lancar berpidato yang dipresentasikan melalui tokoh

Raja George VI ( Bertie) di film The king Speech.

II.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini untuk mengetahui representasi seorang Raja melalui

tokoh Raja George VI(Bertie) di film The King Speech.

II.4 Manfaat Penelitian

1. Analisis ini bermanfaat untuk memberikan penggambaran tentang

seorang raja yang gagap ketika pidato, padahal seorang Raja dituntut

pandai berbicara untuk menyampaikan pesan kepada rakyatnya. yang

dipresentasikan melalui tokoh Raja George VI (Bertie) sebagai obyek

penelitian, dan fenomena kegagapan bukan lagi menjadi sesuatu yang

lucu tetapi sudah menjadi masalah nasional atau negara.

2. Analisis semiotic bagaimana seorang raja ketika pidato di film The King

Speech dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi penelitian

selanjutnya.

(20)
(21)

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

2.1.1 Film Sebagai Komunikasi Massa

Pada dasarnya, tontonan bergerak sudah ada sejak lama. Dalam

perkembangannya, film bukan hanya sekadar sebagai karya seni, namun

juga dijadikan sebagai industri bisnis (Erdinaya dan Ardianto, 2005).

"Menurut Lenin, seorang tokoh utama komunis Rusia. ia menyatakan

bahwa film juga digunakan sebagai alat propaganda yang sangat ampuh,

sehingga film juga digunakan sebagai alat politik. Presiden ke-40

Amerika Serikat yang juga mantan aktor, Reagen berpendapat bahwa

film merupakan alat komunikasi massa yang mampu mengubah pikiran

orang lain menjadi seperti apa yang dipikirkan oleh sutradara pembuat

film itu" (Tjasmadi, 2008, p. 1).

Film adalah gambar bergerak pada layar lebar yang diletakkan

pada suatu tempat yang besar dan gelap yang dapat menampung banyak

penonton. Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat.

Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Oleh

karenanya, film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya.

Melihat realita tersebut, berbagai penelitian akan film mulai merebak

(Sobur, 2006).

Realita tersebut kemudian juga mendorong peneliti untuk

(22)

bagaimana film mempengaruhi khalayak, tetapi seorang Raja yang

digambarkan dalam film "The King Speech". Peneliti memilih untuk

meneliti film karena melihat bahwa ftlm saat ini secara eksplisit dan

implisit sebenarnya tidak lain adalah rekaman realitas yang tumbuh dan

berkembang pada masyarakat. Disebut eksplisit ketika isi pesan

dituangkan sesuai dengan realita atau keadaan sebenarnya dalam film

atau setidaknya mampu mewakili realita. Isi pesan dikatakan implisit

jikalau tidak dituangkan sesuai realita atau keadaan sebenarnya, atau

dengan kata lain penggambaran realitas disampaikan secara tersembunyi,

seperti yang tergambarkan daiam film-film fiksi.

2.1.1 Fungsi Film

"Dalam membuat film, seorang sutradara harus mengetahui fungsi

film tersebut. Fungsi film, dapat dibagi menjadi tiga, diantaranya"

(Tjasmadi, 200S, p. 44):

1.Film sebagai medium ekspresi seni peran, berhubungan erat

dengan seni.Film diproduksi secara kreatif dan memenuhi

imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika yang

sempurna

2. Film, sebagai tontonan yang bersifat dengar-pandang {audio

visual) sehingga berhubungan dengan hiburan. Lewat kelebihan

inilah yang membuat film bisa dinikmati oleh siapapun juga

(23)

3. Film sebagai alat penyampai pesan apa saja yang bersifat aitJio

visital, sehingga film berkaitan erat dengan informasi. Sebagai

medla massa, film mengangkat realitas masyarakat ke dalam

bentuk cerita yang bisa dilihat dan didengar sehingga membuat

masyarakat tahu apa yang sedang terjadi.

2.2. Kerajaaan Inggris

Inggris adalah suatu Negara Monarki atau kerajaan yaitu bentuk

pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan yang akhir atau

tertinggi pada personel atau seseorang, tanpa melihat pada sumber sifat – sifat

dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah monarki. Pendapat

lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau keputusan seseorang

yang akhirnya berlaku dalam segala perkara didalam pemerintahan. Monarki

diklasifikasikan sebagai tahta turun – temurun dan elektif, monarki secara

turun – menurun adalah tipe yang normal. Kebanyakan monarki dahulunya

dikenal dengan istilah turun – temurun. Dan kehidupan dari monarki ini

memiliki banyak karakter. Monarki ala turun – menurun mewarisi tahta sesuai

dengan peraturan rangkaian pergantian tertentu. Ahli waris laki- laki yang

tertua biasanya menjadi raja, menggantikan posisi raja atau ayahnya sendiri.

Rangkaian pergantian bias juga ditentukan dengan konstitusi atau melalui

(24)

Monarki adalah bentuk pemerintahan yang tertua. Garner

menyatakan; setiap pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan

yang akhir atau tertinggi pada personel atau seseorang, tampa melihat pada

sumber sifat – sifat dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah

monarki. Pendapat lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau

keputusan seseorang yang akhirnya berlaku dalam segala perkara didalam

pemerintahan.

Jellinek menegaskan; monarki adalah pemerintahan kehendak satu fisik dan menekankan bahwa karakteristik sifat – sifat dasar monarki adalah

kompetensi, untuk memperlihatkan kekuasaan tertinggi Negara.

Jika raja hanya sebagai gelar saja, sedangkan kekuatan sebenarnya terletak

pada oknum lainnya, maka realita pemerintahan ini adalah republik, walau

apapun gelar yang diberikan kepada kepala Negara, baik sumber pemilihan

atau sifat- sifat dasar dalam masa jabatannya. ( Garner ).

Monarki di Britania Raya (biasanya disebut sebagai kerajaan Inggris)

adalah monarki konstitusional Inggris dan wilayah di luar negeri. Raja ini,

Ratu Elizabeth II, telah memerintah sejak 6 Februari 1952. Dia dan keluarga

dia melakukan tugas resmi berbagai upacara dan representasional. Sebagai

sebuah monarki konstitusional, Ratu terbatas pada fungsi-fungsi non-partisan

seperti menganugerahkan penghargaan, membubarkan parlemen dan

menunjuk Perdana Menteri. Meskipun otoritas eksekutif tertinggi atas

pemerintahan Kerajaan Serikat masih oleh dan melalui hak prerogatif kerajaan

(25)

yang berlaku di parlemen atau dalam batasan konvensi dan presiden.

( The Mammoth Book of British Kings and Queens. London: Robinson.)

2.3 Retorika

Diantara karunia Tuhan yang paling besar bagi manusia adalah

kemampuan berbicara. Kemampuan untuk mengungkapkan isi hatinya

dengan bunyi yang dikeluarkan dari mulutnya. Berbicara telah

membedakan manusia dengan makhluk lain. Kambing dapat mengembik,

tetapi ia tidak mampu menceritakan pengalaman masa kecilnya kepada

kawan-kawannya. Dengan berbicara, manusia mengungkapkan dirinya,

mengatur lingkungannya, dan pada akhirnya menciptakan bangunan

budaya insani.

Lama sebelum lambang-lambang tulisan digunakan, orang sudah

menggunakan bicara sebagai alat komunikasi. Bahkan setelah tulisan

ditemukan sekalipun, bicara tetap lebih banyak digunakan. Ada beberapa

kelebihan bicara yang tidak dapat digantikan dengan tulisan. Bicara lebih

akrab, lebih pribadi (personal), lebih manusiawi. Tidak mengherankan bila

“ilmu bicara” telah dan sedang menjadi perhatian manusia.

Seorang kopral kecil, veteran Perang Dunia II berhasil naik

menjadi Kaisar Jerman. Dalam bukunya, Mein Kampf, dengan tegas Hitler

mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya

berbicara. Hitler berkata : Jede grosse Bewegung auf dieser Erde verdankt

(26)

(setiap gerakan besar di dunia dikembangkan oleh ahli-ahli pidato dan

bukan oleh jago-jago tulisan).

Kemampuan bicara bukan saja diperlukan didepan sidang

parlemen, di muka hakim atau dihadapan massa. Kemampuan ini

dihajatkan dalam hampir seluruh kegiatan manusia sehari-hari. Penelitian

membuktikan bahwa 75 % waktu bangun kita berada dalam kegiatan

komunikasi. Kita hampir dapat memastikan bahwa sebagian besar

kegiatan komunikasi itu dilakukan secara lisan. Bicara menunjukkan

bangsa, bicara mengungkapkan apakah anda orang terpelajar atau kurang

ajar.

Kemampuan bicara bisa merupakan bakat. Tetapi, kepandaian

bicara yang baik memerlukan pengetahuan dan latihan. Orang sering

memperhatikan cara dan bentuk pakaian yang dikenakannya, agar

kelihatan pantas, tetapi ia sering lupa memperhatikan cara dan bentuk

pembicaraan yang diucapkannya supaya kedengaran baik. Retorika

sebagai “ilmu bicara” sebenarnya diperlukan setiap orang. Bagi ahli

komunikasi atau komunikator retorika adalah adalah condition sine qua

(27)

2.4 Kepemimpinan

Kepemimpinan sebagai seni menempatkan bakat sebagai factor

yang penting dan berpengaruh besar terhadap kemampuan

mewujudkannya. Bakat kepemimpinan sebagaimana bakat yang lain

dimiliki oleh setiap orang, namun berbeda kualitas dan kuantitasnya,

antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pendapat ini berarti

kepemimpinan akan berlangsung efektif dan efisien di tangan orang-orang

yang kuantitas bakatnya besar dan kualitasnya tinggi.

Sebaliknya kepemimpinan sebagai ilmu menitikberatkan pada

proses belajar dan latihan (empiri). Kepemimpinan akan berlangsung

efektif dan efisien menurut pendapat ini, bilamana berada di tangan orang

yang terampil dan ahli dalam memimpin. Kemampuan itu diperoleh

melalui proses belajar dan melatih diri secara intensif. Untuk itu seseorang

harus menguasai teori-teori kepemimpinan yang bersifat ilmiah dan

berusaha menerapkannya dalam praktek memimpin.

Pendapat bahwa kepemimpinan sebagai seni, tidak boleh menjadi

ekstrem dengan menyatakan bahwa factor bakat merupakan satu-satunya

untuk mewujudkan kepemimpinan yang sukses. Dengan kata lain

kepemimpinan tidak sepenuhnya tergantung pada bakat. Kepemimpinan

bukan sekedar proses keturunan (penurunan bakat) dari orang tua kepada

anaknya. Dalam kenyataannya seorang anak raja, presiden dan lain-lain

(28)

kepemimpinannya penuh arif kebijaksanaan, sehingga dicintai rakyatnya.

tidak sekedarnya saja memiliki bakat kepemimpinan. Dalam keadaan itu

ternyata bahwa bakat, yang dimilikinya, tidak banyak menolong untuk

menjadi pemimpin yang efektif dan efisien.

Demikian pula pendapat bahwa kepemimpinan merupakan ilmu,

tidak boleh menjadi ekstrem dengan menyatakan factor bakat sama sekali

tidak berperan dalam kepemimpinan. Seseorang melalui proses belajar

dapat memiliki pengetahuan yang banyak dan mendalam tentang

kepemimpinan yang efektif dan efisien. Kemudian mungkin pula telah

berusaha melatih diri untuk menjadi pemimpin yang sukses. Dalam

kenyataannya tanpa memiliki atau hanya sedikit memiliki bakat

memimpin, maka kepemimpinannya akan sulit berkembang dan

dikembangkan. Kenyataan itu menunjukkan bahwa kepemimpinan sebagai

masalah manusia sifatnya unik dan bervariasi, yang tidak mudah

dijalankan jika hanya mengandalkan teori-teori dan manifestasinya dalam

kegiatan yang dilakukan secara rutin. Kepemimpinan yang bersifat

situasional sangat memerlukan ketajaman penalaran yang harus didasari

oleh inteligensi (factor keturunan) yang memadai dan bakat-bakat

penunjang lainnya di bidang kepemimpinan.(Hadari Nawawi,1993,

p.21-22).

Setiap pemimpin harus memiliki perasaan percaya diri yang besar.

(29)

mempengaruhi, mengarahkan, mengendalikan dan membimbing orang

yang dipimpinnya. Ada beberepa tipe kepemimpinan antara lainnya:

1. Tipe kepemimpinan kharismatik.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa

“karismatik” berarti bersifat karisma. Sedang perkataan karisma diartikan

sebagai “keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang

luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan

pemujaaandan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya” atribut

kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu.”

Sejalan dengan pengertian dari segi bahasa itu, maka tipe

kepemimpinan Kharismatik dapat diartikan sebagai “kemampuan

menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau

kelebihan dalam sifat kepribadiaan yang dimiliki pemimpin, sehingga

menimbulkan rasa hormat, segan dan kepatuhan pada orang-orang yang

dipimpinnya. Dengan kata lain pemimpin diterima sebagai seseorang yang

istimewa oleh orang yang dipimpinnya, karena pengaruh kepribadiannya

yang dapat menimbulkan kepercayaan, sehingga semua pendapat dan

keputusan dipatuhi secara rela dan iklas. Kepemimpinan ini terlihat pada

seorang raja ataupun presiden yang memiliki karisma pada rakyatnya

Kharisma bagaikan mata air yang tak pernah habis. Ia membujuk,

tidak memaksa. Menurut Joseph Nye dalam buku The Powers to Lead,

(30)

Max Weber mendefinisikan “kharisma” sebagai: “Kualitas tertentu dari

seorang individu yang karenanya ia berbeda jauh dari orang-orang biasa

dan dianggap memiliki kekuatan-kekuatan supranatural, manusia super

atau setidaknya luar biasa. Kualitas ini dianggap tidak bisa dimiliki oleh

orang biasa, tetapi dianggap bersumber dari tuhan, dan atas dasar itu

individu bersangkutan diperlakukan sebagai pemimpin”. (Max Weber,

The Theory of Sosial and Economic Organization:1947).

2. Tipe Kepemimpinan Simbol

Tipe kepemimpinan ini menempatkan seseorang pemimpin sekedar

sebagai lambang atau symbol, tanpa menjalankan kepemimpinan

sebenarnya. Penempatan itu disebabkan oleh berbagai alasan/ sebab yang

berhubungan dengan kepentingan tertentu. Dalam sejarah suatu suku atau

bangsa, dapat menjadi sebab seseorang diangkat sebagai pemimpin

symbol. Seseorang raja mungkin tetap diakui sebagai kepala negara,

namun pelaksanaan pemerintahan dijalankan oleh seorang perdana mentri

yang dipilih rakyat.

Pemimpin sebagai symbol pada dasarnya tidak menjalankan fungsi

kepemimpinan, namun kedudukannya itu tidak dapat dan tidak boleh

digantikan orang lain. Pemimpin yang berstatus sebagai lambang itu

(31)

2.4.1 Kepemimpinan Raja –Raja Inggris

Jejak-jejak kerajaan Inggris berasal dari Raja dari Sudut dan

Skotlandia awal Kings. Pada tahun 1000, kerajaan Inggris dan Skotlandia

telah berkembang dari kerajaan kecil dari Inggris awal abad pertengahan.

Raja Anglo-Saxon terakhir (Harold II) dikalahkan dan dibunuh di invasi

Norman dari 1066 dan monarki Inggris diteruskan ke penakluk Norman.

Pada abad ketiga belas, yang azas Wales diserap oleh Inggris, dan Magna

Carta memulai proses mengurangi kekuasaan politik raja.

Setelah serangan Viking dan pemukiman di abad kesembilan,

kerajaan Anglo-Saxon dari Wessex muncul sebagai kerajaan Inggris yang

dominan. Alfred the Wessex dijamin Besar, mencapai dominasi atas

Mercia barat, dan mengambil judul "Raja Inggris". cucu Athelstan adalah

raja pertama yang memerintah sebuah kerajaan kesatuan kira-kira sesuai

dengan batas-batas sekarang Inggris, meskipun yang bagian pokok ditahan

identitas regional yang kuat. Abad ke-11 melihat Inggris menjadi lebih

stabil, meskipun sejumlah perang dengan Denmark, yang menghasilkan

monarki Denmark untuk satu generasi William, Duke of penaklukan

Normandia's dari Inggris tahun 1066. sangat penting baik dari segi politik

dan sosial berubah. Raja baru terus sentralisasi kekuasaan dimulai pada

periode Anglo-Saxon, sementara Sistem feodal terus berkembang.

William I digantikan oleh dua anaknya: William II, maka Henry

membuat keputusan kontroversial untuk nama putrinya Matilda (hanya

(32)

tahun 1135, salah satu cucu William I, Stephen, mengklaim takhta, dan

merebut kekuasaan dengan dukungan sebagian besar baron. Matilda

menantang pemerintahannya, sebagai akibatnya Inggris turun ke periode

gangguan yang dikenal sebagai Anarchy. Stephen mempertahankan daya

tahan genting tetapi sepakat untuk kompromi di mana anak Matilda Henry

akan menggantikannya. Henry sehingga menjadi raja pertama dari dinasti

Plantagenet Angevin atau sebagai Henry II. Dari sebagian besar raja

Angevin telah dirusak oleh perselisihan sipil dan konflik antara raja dan

kaum bangsawan. Henry II menghadapi pemberontakan dari anaknya

sendiri, masa depan penguasa Richard I dan Yohanes. Namun demikian,

Henry berhasil memperluas kerajaannya. Setelah kematian Henry, anak

tertuanya Richard berhasil naik tahta, ia tidak hadir dari Inggris untuk

sebagian besar pemerintahannya, ketika ia pergi untuk berperang di

Perang Salib. Dia dibunuh dikepung di sebuah benteng, dan John

menggantikan. Pemerintahan John ditandai dengan konflik dengan baron,

khususnya atas batas-batas kekuasaan kerajaan. Pada 1215, para baron

memaksa raja ke mengeluarkan Magna Carta (Latin untuk "Piagam

Besar") untuk menjamin hak-hak dan kebebasan dari kaum bangsawan.

Tak lama kemudian perselisihan lebih lanjut Inggris terjun ke dalam

perang saudara yang dikenal sebagai Barons 'Perang. Perang pun berakhir

mendadak setelah John meninggal pada 1216, meninggalkan Crown untuk

sembilan tahun, putra Henry III memerintah, Kemudian dalam

(33)

pemberontakan lain, mulai Kedua Baron perang. Perang berakhir dengan

kemenangan royalis yang jelas, dan dalam kematian banyak pemberontak,

tetapi tidak sebelum raja telah setuju untuk memanggil parlemen pada

1265.

Raja berikutnya, Edward I, jauh lebih berhasil dalam

mempertahankan kekuasaan raja, dan bertanggung jawab atas penaklukan

Wales. Ia berusaha untuk mendirikan dominasi Inggris Skotlandia.

Namun, keuntungan di Skotlandia yang dibalik pada masa pemerintahan

penerusnya, Edward II, yang juga menghadapi konflik dengan kaum

bangsawan. Edward II, pada tahun 1311, terpaksa banyak melepaskan

kekuasaannya kepada komite yang berkenaan dengan baron "ordainers" ;.

Namun, kemenangan militer membantunya mendapatkan kembali kontrol

di 1322. Namun demikian, pada 1327, Edward digulingkan dan kemudian

dibunuh oleh Isabella istrinya. Putranya 14 tahun menjadi Edward III.

Edward III mengklaim Mahkota Perancis, pengaturan dari Perang Seratus

Tahun antara Inggris dan Perancis. Ia hadir gaya penuh Berdaulat dan

bergelar adalah "Elizabeth Kedua, oleh Grace Allah, Kerajaan Inggris

Raya dan Irlandia Utara dan Alam lainnya Nya dan Wilayah Ratu, Kepala

Persemakmuran, Pembela Iman". bergelar "Kepala Commonwealth"

dipegang oleh Ratu secara pribadi, dan tidak berada di tangan Kerajaan

Inggris.

Paus Leo X. pertama yang mendapat gelar "Pembela Iman" untuk

(34)

dukungannya terhadap Kepausan selama tahun-tahun awal Reformasi

Protestan, terutama untuk bukunya Pertahanan dari Tujuh Sakramen

Setelah Henry pecah dari Gereja Roma, Paus Paulus III dicabut hibah,

tetapi Parlemen mengeluarkan peraturan membolehkan penggunaan yang

terus menerus. Penguasa ini dikenal sebagai "Yang Mulia" atau "Yang

Mulia Her". Bentuk "Britannic Mulia" muncul dalam perjanjian

internasional dan paspor untuk membedakan raja Inggris dari penguasa

asing. Raja itu memilih namanya masa pemerintahan, belum tentu nama

pertama.

Raja George VI, Raja Edward VII dan Ratu Victoria tidak

menggunakan nama pertamanya. Jika hanya satu raja telah menggunakan

nama tertentu, ordinal tidak digunakan, misalnya, Queen Victoria tidak

dikenal sebagai "Victoria I", dan ordinals tidak digunakan untuk penguasa

Inggris yang memerintah sebelum penaklukan Norman dari Inggris.

Pertanyaan apakah penomoran untuk raja Inggris didasarkan pada

penguasa Inggris atau Skotlandia sebelumnya dibesarkan pada tahun 1953

ketika nasionalis Skotlandia ditantang menggunakan Ratu dari "Elizabeth

II", dengan alasan bahwa tidak pernah ada sebuah "Elizabeth I" di

Skotlandia. Dalam MacCormick v. Tuhan Advokat, Pengadilan Skotlandia

memerintah Sidang terhadap penggugat, menemukan bahwa judul Ratu

adalah masalah pilihan sendiri dan hak prerogatif. Sekretaris Beranda

mengatakan kepada House of Commons bahwa penguasa sejak Kisah

(35)

Inggris dan Skotlandia, yang dalam empat kasus yang berlaku telah

menjadi ordinal Inggris. Perdana Menteri dikonfirmasi praktek ini, tetapi

mencatat bahwa "baik Ratu maupun penasehat dia bisa berusaha untuk

mengikat penerus mereka".Raja masa depan akan menerapkan kebijakan

ini. (The History of the Kings of Britain, Geoffrey of Monmouth )

Sepanjang sejarah Inggris, Ratu Elizabeth I adalah raja yang

paling terkemuka. Empat puluh lima tahun pemerintahannya merupakan

masa kemakmuran ekonomi, berkembangnya kesusastraan, dan

munculnya Inggris jadi kekuatan armada laut nomor satu di atas samudera.

Ketika Inggris tak lagi punya raja-raja yang menonjol, muncullah yang

mengangkat Inggris ke jaman keemasan. Elizabeth lahir tahun 1533 di

Greenwich, Inggris. Ayahnya, Raja Henry VIII, perintis babak

pembaharuan Inggris. Ibunya, Anne Boleyn, adalah istri kedua Henry.

Anne dipenggal kepalanya hingga menggelinding seperti sebutir nyiur

tahun 1536 dan beberapa bulan kemudian parlemen keluarkan

pengumuman bahwa Elizabeth yang waktu itu berumur tiga tahun sebagai

"anak sundal." (Ini merupakan sikap umumnya kaum Katolik Inggris yang

tidak menganggap sah perceraian Henry dengan istri pertamanya).

Meski ada kutukan parlemen,Elizabeth dibesarkan dalam rumah

tangga kerajaan dan memperoleh pendidikan yang baik.

Henry VIII tutup usia tahun 1547 ketika Elizabeth berumur tiga belas

tahun. Sebelas tahun sesudah itu tidak ada penguasa Inggris yang bisa

(36)

tahun 1547 sampai 1553. Di bawah pemerintahannya, terlihat sekali

politik pro Protestannya. Ratu Mary I memerintah lima tahun sesudah itu

mendukung supremasi kepausan dan pengokohan kembali Katolik

Romawi. Selama pemerintahannya kaum Protestan Inggris dikejar-kejar

dan ditindas, bahkan sekitar tiga ratus pemeluknya dihukum mati. (Ini

menyebabkan ratu dapat julukan tak bagus : "Mary yang

berdarah."Elizabeth sendiri ditahan dan disekap di Menara London.

Kendati akhirnya dibebaskan, hidupnya dalam beberapa waktu berada

dalam ancaman bahaya. Ketika Mary tutup usia (tahun 1558)Elizabeth

yang sudah berumur dua puluh lima tahun naik tahta. Kenaikan ini

memberi kecerahan buat penduduk Inggris.

Banyak masalah yang menghalangi ratu muda ini: peperangan

melawan Perancis; hubungan tegang dengan Skotlandia dan Spanyol;

kondisi moneter pemerintah; dan di atas segala-galanya itu adalah awan

gelap perpecahan agama yang bergantung di atas kepala Inggris.Kemelut

terakhir ini ditangani lebih dulu. Tak lama sesudah Elizabeth naik tahta,

undang-undang tentang "Supremasi dan Persamaan" disahkan tahun 1559,

menetapkan Anglican sebagai agama resmi Inggris. Ini memuaskan pihak

kaum Protestan moderat, tetapi kaum Puritan menghendaki perubahan

yang lebih drastis. Meskipun menghadapi oposisi kaum Puritan di satu

pihak dan kaum Katolik di lain pihak, selama masa pemerintahannya tetap

bertahan memantapkan kompromi yang tertera dalam undang-undang

(37)

berkaitan dengan Ratu Mary dari Skotlandia. Mary dipaksa meninggalkan

Skotlandia dan melarikan diri ke Inggris. Sesampai di Inggris dia menjadi

tahanan Ratu Elizabeth. Langkah Elizabeth ini bukanlah atas dasar

kekerasan dan semau-maunya: Mary penganut Katolik Romawi dan juga

punya tuntutan yang layak menggantikan tahta Elizabeth . Ini berarti,

andaikata ada pemberontakan atau pembunuhan yang berhasil, Inggris

akan punya lagi ratu beragama Katolik. Selama penahanan Mary yang

sembilan belas tahun itu memang ada beberapa kali komplotan

menghadapi Elizabeth dan ada cukup bukti keterlibatan Mary. Akhirnya di

tahun 1587 Mary dihukum mati. Elizabeth menandatangani vonis

hukuman itu dengan agak ogah-ogahan. Para menterinya dan umumnya

anggota parlemen menginginkan supaya Mary dibunuh lebih cepat lebih

baik.

Pertentangan agama betul-betul membahayakan Elizabeth. Di

tahun 1570 Paus Pius V mengucilkan dan memerintahkannya turun tahta;

dan di tahun 1580 Paus Gregory XIII mengeluarkan pengumuman bahwa

tidaklah berdosa membunuh Elizabeth. Tetapi, keadaan juga yang

menguntungkan Elizabeth. Sepanjang masa pemerintahannya, kaum

Protestan tercekam rasa takut terhadap kebangunan kembali Agama

Katolik di Inggris. Elizabeth menampakkan dirinya bagai perisai

menghadapi kebangunan itu. Dan ini merupakan sumber penyebab pokok

(38)

Elizabeth menangani politik luar negeri dengan cermat, luwes, dan

berpandangan jauh. Di awal-awal tahun 1560 dia merampungkan

"Perjanjian Edinburgh" yang menjamin penyelesaian damai dengan

Skotlandia. Perang dengan Perancis berakhir dan hubungan kedua negara

membaik. Tetapi, angsur-berangsur keadaan memaksa Inggris terlibat

pertentangan dengan Spanyol. Elizabeth berusaha menghindari perang,

tetapi buat Katolik militan Spanyol abad ke-16, perang antara Spanyol

dengan Protestan Inggris sulit terelakkan. Pemberontakan di Negeri

Belanda melawan penguasa Spanyol merupakan faktor pembantu:

pemberontak Belanda umumnya penganut Protestan dan tatkala Spanyol

menggenjot pemberontak, Elizabeth membantu Negeri Belanda, meskipun

sebenarnya Elizabeth pribadi tak punya gairah berperang. Umumnya

rakyat Inggris seperti juga para menteri dan parlemen lebih bernafsu

angkat senjata daripada Elizabeth. Karena itu, ketika perang dengan

Spanyol akhirnya meletus juga di tahun 1580an, Elizabeth memperoleh

dukungan yang kuat dari rakyat Inggris.

Bertahun-tahun Elizabeth secara tekun membangun Angkatan Laut

Inggris; tetapi, Raja Philip II dari Spanyol juga bergegas membangun

armada besar Armada Spanyol untuk melabrak Inggris. Armada Spanyol

punya kapal-kapal yang hampir seimbang banyaknya dengan kepunyaan

Inggris, tetapi kelasinya lebih sedikit; lebih dari itu, pelaut Inggris lebih

(39)

Pertarungan pun pecah tahun 1588, dan pertempuran laut yang seru itu

berakhir dengan kekalahan mutlak pihak Spanyol. Sebagai akibat

kemenangan ini, Inggris menjadi mantap selaku kekuatan Angkatan Laut

paling jempol di dunia, posisi yang tetap dipegangnya hingga abad ke 20

ini.

Elizabeth sangat cermat dalam soal keuangan. Di awal-awal

pemerintahannya kondisi keuangan kerajaan Inggris sungguh sehat.

Tetapi-tentu saja bermasalah dengan Spanyol meminta biaya mahal dan di

akhir pemerintahannya keadaan keuangannya amat miskin. Tetapi, kendati

kerajaan miskin, keadaan negara secara keseluruhan berkondisi lebih

makmur ketimbang pada waktu Elizabeth melekatkan mahkota di

ubun-ubunnya.

Pemerintahan Elizabeth selama empat puluh lima tahun (dari tahun

1558 sampai 1603) sering dianggap "Jaman keemasan Inggris." Beberapa

penulis termasyhur Inggris, termasuk William Shakespeare, hidup di

jaman itu. Jelas-jelas Elizabeth punya saham dalam perkembangan

kultural ini. Dia beri semangat teater Shakespeare menghadapi oposisi

pemerintahan lokal kota London. Tetapi, tak ada perkembangan musik

atau lukisan yang bisa menandingi perkembangan kesusastraan.

Era Elizabeth juga menyaksikan bangkitnya Inggris selaku

penjelajah. Ada berulang kali perjalanan ke Rusia dan

percobaan-percobaan oleh Martin Frobisher dan oleh John Davis mencari jalan arah

(40)

(dari tahun 1577 hingga 1580), menjejakkan kaki di California dalam

perjalanan itu. Juga ada percobaan yang gagal (oleh Sir Walter Raleigh

dan lain-lainnya) mendirikan pemukiman di Amerika Utara.

Kekurangan Elizabeth terbesar mungkin tidak mau menyediakan

peluang buat pergantian tahtanya. Bukan saja dia tak pernah kawin, tetapi

dia selalu menghindari menetapkan penggantinya. (Mungkin karena dia

takut, jika dia tunjuk seseorang jadi penggantinya akan segera jadi

rivalnya). Apa pun alasan Elizabeth tidak mau menyebut penggantinya,

kalau saja dia mati muda (atau kapan saja sebelum matinya Mary dari

Skotlandia), Inggris mungkin sudah kecemplung dalam kancah perang

saudara sesudah penggantian. Nasib baik buat Inggris,Elizabeth hidup

sampai umur tujuh puluh tahun. Di atas tempat tidur menjelang rohnya

melayang, dia sebut Raja James II dari Skotlandia (putera Mary dari

Skotlandia) menjadi penggantinya. Meskipun ini berarti persatuan antara

Inggris dan Skotlandia di bawah satu mahkota, ini merupakan pilihan yang

membingungkan. Baik James maupun puteranya Charles I terlampau

otoriter buat selera Inggris, dan di abad tengah perang saudara pun

meledaklah.

Elizabeth punya kecerdasan yang melebihi orang biasa dan seorang

politikus yang cakap, tegas, punya pandangan luas. Berbarengan dengan

itu dia punya kehati-hatian dan konservatif. Dia mengidap ketidaksukaan

(41)

bersiteguh. Seperti halnya ayahnya, dia menjalankan pemerintahan dengan

kerjasama parlemen dan bukan melawannya. Karena dia tidak kawin,

maka tampaknya dia masih perawan seperti dikemukakannya di muka

umum. Tetapi, tidaklah pula terlalu benar jika dianggap dia itu termasuk

jenis perempuan pembenci lelaki. Malah sebaliknya, dia jelas menyukai

pria dan gemar bergaul dengannya. Elizabeth punya kemampuan memilih

menteri-menterinya yang bagus. Sebagian dari hasil-hasil yang dicapainya

antara lain berkat Williarn Cecil (Lord Burghley), yang menjadi penasihat

utamanya sejak tahun 1558 hingga matinya di tahun 1598.

(The History of the Kings of Britain, Geoffrey of Monmouth)

2.5. Representasi

Representasi visual berarti menghadirkan kembali,

memproyeksikan gambaran mengenai seseorang atau sesuatu.

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial

pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan,

video, fllm, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah

produksi makna melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda

tertulis, lisan, atau gambar) tersebut itulah seseorang dapat

mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu (Juliastuti,

2000).

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek

(42)

yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi'.

Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama Jika

manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama. membagi

kode-kode kebudayaan yang sama. berbicara dalam 'bahasa yang sama,

dan saling berbagi konsep konsep yang sama.

2.6. Semiotika

Dalam melihat suatu tanda sering tidak kita sadari bahwa tanda

mempunyai makna yang berbeda dalam tiap penggunaannya, maka itu

ada pentingnya juga kita belajar semiotika. "Semiotika adalah studi

tentang pertandaan dan makna dari sistem tanda, ilmu tentang tanda,

bagaimana makna dibangun dalam "teks", media, atau studi tentang

bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang

mengkonsumsi makna" (Fiske, 2004, p. 282).

Dalam teori Semiotika, pokok studinya adalah tanda, atau studi

ini atau bagaimana cara tanda-tanda itu bekerja Juga dapat disebut

semiologi. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri,

dengan kata lain jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka hurut,

kata, dan kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda

itu hanya mengemban arti {significanl) dalam kaitan dengan

pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa

yang ditandakan (signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang

(43)

teks, contohnya di dalam film, televisi, iklan, majalah, koran, brosur,

novel, bahkan di dalam surat cinta sekalipun (Fiske, 2004).

Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis Semiotik

{semiotical analysis) merupakan cara atau metode untuk menganatisis

dan memberikan makna-makna terhadap suatu lambang yang terdapat

dalam suatu pesan atau teks. 'Teks yang dimaksud dalam hubungan ini

adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada

media massa seperti tayangan televisi, karikatur media cetak, film,

sandiwara. radio, dan berbagai bentuk iklan" (Pawito, 2007, p. 155)

Menurut Pierce, menggunakan istilah representamen yang tak lain

adalah lambang (sign) dengan pengertian sebagai something which stands

to somebody for something in some respect or capacity

Yang terjemahannya adalah :

Sesuatu yang mewakili sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal

atau kapasitas. Dari pemaknaan ini dapat dilihat bahwa bagi Pierce,

lambang mencakup keberadaan yang luas, termasuk pahatan, gambar,

tulisan, ucapan lisan, isyarat bahasatubuh, music, dan lukisan (Pawito,

2007)

"Pokok perhatian dari semiotika adalah tanda. Studi tentang tanda

dan cara tanda-tanda itu bekerja dinamakan semiotika atau semiologi"

(Fiske, 2004, p. 60). Semiotic sebagai suatu modal dari ilmu pengetahuan

(44)

dasar yang disebul dengan "tanda". Dengan demikian semiotik

mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.

Umberto Eco (1995) menyebut tanda tersebut sebagai

'kebohongan’, dalam tanda terdapat sesuatu yang tersembunyi

dibelakangnya dan bukan merupakan tanda itu sendiri (Sobur, 2003)

Jika diterapkan pada tanda - tanda bahasa. maka huruf, kata.

kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu

hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan

pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa

yang ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa

yang bersangkutan. Sebuah teks apakah itu surat cinta, makalah, iklan,

cerpen, puisi, pidato, poster, komik, kartun dan semua hal yang mungkin

menjadi "tanda" bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni suatu proses

signifikasi yang menggunakan tanda dan menghubungkan obyek dan

interpretasi (Sobur, 2004).

Berdasarkan pengertian pengertian dari para tokoh tadi maka

dapat disimpulkan bahwa serniotika adalah ilmu yang mempelajari

tentang tanda dan lambang, yang nantinya dari kumpulan tanda dan

lambang tersebut akan merujuk pada suatu makna tertentu.

John Fiske (Fiske, 2004) dalam bukunya yang berjudul Cultural

and Communication Studies menjelaskan mengenai tiga bidang studi

(45)

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai

tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam

menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia

yang menggunakannya. Tanda adalah konstruks) manusia dan hanya bisa

dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini

mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan

suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran

komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya

bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk

keberadaan dan bentuknya sendiri.

2.6.1. Tanda Dan Makna

Semiotika merupakan sebuah studi tentang pertandaan dan makna

dari sistem tanda, sehingga tiga unsur utama yang harus ada dalam setiap

studi tentang makna adalah tanda, acuan landa dan pengguna landa

(Fiske, 2004). Tanda bersifat fisik dan bisaditerima oleh panca indra kita.

Tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri serta bergantung

pada pengenalan oleh penggunanya hingga disebut sebagai tanda.

Sedangkan makna merupakan hasil interaksi antara tanda, interpretant

dan obyek yang secara historis ditempatkan dan mungkin akan berubah

(46)

Ada dua model korelasi tanda dan makna yang sangat

berpengaruh dalam bidang semiotika, yaitu niodel dari ahli linguistie,

yaitu Ferdinand de Saussure dan model dari filsuf dan ahli logika, yaitu

Charles Sanders Pierce. Sebagai ahli linguistic, menurut prinsip Saussure,

bahasa adalah suatu sistem tanda. Tanda merupakan objek flsik dengan

sebuah makna. atau tanda terdiri atas penanda (signifier) dan pertanda

(signified) dimana relasi keduanya disebut sebagai pertandaan

(signifikasi). Penanda adalah citra tanda dari persepsi kita. sedangkan

pertanda adalah konsep mental atau konsep dari persepsi kita akan suatu

tanda.

Sedangkan menurut Pierce, korelasi tanda dan makna tergambar

dalam teori segi tiga makna (triangle meaning)-nya, yailu:

Tanda

Interpretant objek

Gambar2.l

Unsur makna dari Pierce

Sumber: Fiske (2004, p. 60)

Teori Pierce ini terdiri dari sign (tanda), object (objek) dan

interpretant (efek di benak penggunanya). Tanda menunjukkan sesuatu

yakni citra tanda dari persepsi kita. Sesuatu yang ditunjuk oleh tanda

disebut sebagai objek, dan inilah yang yang kurang diperhatikan dalam

(47)

persepsi kita akan suatu tanda, pemaknaan berdasarkan pengalaman

pengguna objek. "Ketiganya dihubungkan dengan tanda panah dua arah

yang menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya

dalam relasinya dengan yang lain " (Fiske, 2004, p.63).

2.6.2. Kode-Kode Televisi

Television codes adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske

atau biasa yang disebut dengan kode-kode yang digunakan dalam dunia

pertelevisian. Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang

digunakan dalam acara televisi tersebut saling berhubungan sehingga

terbentuk sebuah makna. Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidak

muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah

melalui penginderaan serta referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa

televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang

yang berbeda juga.

Dalam kode-kode televisi yang diungkapkan dalam teori John

Fiske, bahwa peristiwa yang ditayangkan dalam dunia televisi telah

dienkode oleh kode-kode sosial yang terbagi dalam tiga level sebagai

berikut:

a. Level Pertama adalah Reality (Realitas), kode sosialnya antara

lain, appearance (penampilan), dress (kostum), make-up (riasan),

environment (lingkungan), behavior (kelakuan), speech (dialog), gesture

(48)

b. Level Kedua adalah Representation (Representasi) dengan

teknikal kode sosialnya antara lain camera (kamera), lighting

(pencahayaan), editing (perevisian), music (musik), sound (suara).

Melalui representasi mampu memahami perbedaan dari tiap-tiap jenis

program. Meskipun kita tidak mengerti bahasa yang sebenarnya dari

sebuah program, kita masih bisa membaca dengan menginterpretasikan

tanda-tanda dan kode-kode yang ada. Meliputi: narasi, konflik, karakter,

aksi, dialog, latar, aktor.

c. Kode Ideologi

Kode kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan dalam

koherensi sosial. Serta menjelaskan sebuah program acara yang

ditayangkan oleh televisi popular memiliki kompleksitas dan

dipengaruhi oleh paham ideologi. Meliputi individualisme, patriarki,

ras, materialisme, kapitalisme.Dalam film The King Speech, peneliti

menggunakan level realitas untuk membaca realitas yang terjadi melalui

kode-kode sosialnya. Setelah melihat level realitas, peneliti akan

merepresentasikan Seorang Raja yang ada dalam film “The King

Speech”melalui teknikal kode sosialnya.

2.6.3 Kode-Kode Sosial dalam film “The King Speech”

Unit analisis yang digunakan oleh peneliti meliputi level realiitas.

level representasi dan level ideologi. Kode kode tersebut adalah: Level

(49)

a. Kostum (dress)

Setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang dikenakan oleh

seseorang akan menyampaikan penanda sosial (social sign) tentang si

pemakai. Pakaian merupakan 'bahasa diam" (silent language) yang

berkomunikasi melalui pemakaian simbol-simbol verbal. Pakaian

merupakan indikator yang tepat dalam menyatakan kepribadian dan gaya

hidup seseorang yang mengenakan pakaian tertentu. (Sobur. 2006)

"Dalam hal lainnya. pakaian adalah cara yang digunakan individu

untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan menyatakan

beberapa bentuk keunikan" (Barnard, 2006, p.85). Setiap orang, memiliki

selera dan maksud tertentu ketika ia memilih suatu pakaian tertentu untuk

digunakan. Pakaian yang kita kenakan juga dapat menjelaskan banyak

hal. Misalnya, ketika seorang wanita berpakaian gaun panjang berwama

hitam, tentu dia akan menghadiri suatu pesta, tidak mungkin dia ingin

berbelanja sayur di pasar. Atau ketika seorang remaja mengenakan jas

kulit dan kaos berwarna hitam, lengkap dengan celana jeans gelap yang

sobek-sobek akan memperlihatkan bahwa remaja itu suka dengan musik

beraliran rock yang keras dan macho. Setiap fase dalam kehidupan kita

pun ditandai dengan busana tertentu. (Mulyana, 2007). Misalkan,

seragam putih merah adalah seragam sekolah tingkat dasar, toga

dikenakan oleh para sarjana ketika wisuda, dan lain sebagainya. Bahkan,

(50)

kepribadiannya. Pakaian juga digunakan unttik memproyeksikan citra

tertentu yang diinginkan pemakainya.

Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi cara kita berdandan

antara lain. nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis

atau tidak), nilai kenyamanan. dan tujuan pencitraan.

b. Penampilan (appearance)

Tidak dapat kita pungkiri, bahwa pertama kali kita menilai atau

melihat seseorang adalah melalui penampilan fisiknya. Setiap orang

punya persepsi mengenai penampilan fisik. Seringkali orang memberi

makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti

bentuk tubuh, warna kulit, model rarnbut dan sebagainya (Mulyana,

2007). "Begitu pentingnya sebuah penampilan, maka ada yang

mengatakan bahwa penampilan adalah segalanya" (Chaney,2003, p. 15).

Beberapa kelompok masyarakat beranggapan bahwa penampilan

bagi dirinya merupakan suatu yang mutlak. Bahkan sebagian orang

berpendapat bahwa penampilan merupakan kebutuhan yang mutlak untuk

dipenuhi. Ketika kita melihat penampilan seseorang, maka kita akan

mempersepsi kehidupan orang tersebut. Misalnya, seorang laki-laki

berpenampilan kumuh. Baju yang ia kenakan tampak kotor, tubuhnya

kurus dan bongkok, rambutnya tumbuh tak beraturan, mukanya dipenuhi

dengan kumis dan jenggot panjang berwarna putih. Maka kita akan

mempersepsi bahwa laki-laki tua itu adalah seorang pemulung atau orang

Gambar

Gambar 4.1 Poster Film The King Speech
Gambar 4.1 Sumber : DVD “The King Speech
Gambar 4.2 Sumber : DVD “The King Speech”
Gambar 4.4 penampilan Bertie setelah sukses pidato Sumber : DVD “The King Speech”
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan dalam analisis semiotik makna laten film King Kong melalui representasi karakter penokohan, adalah sebagai berikut : konstruksi makna

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah ditentukan di atas, maka perumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana pengaruh volume dan lama

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kompetensi komunikasi terhadap

Berdasarkan latar belakang yang telah ditulis sebelumnya, perumusan masalah yang dapat diangkat pada penelitian kali ini adalah bagaimana perbandingan nilai tensile

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk kekuasaan itu bisa muncul dari seorang perempuan yang digambarkan dalam lirik lagu “Tokek Racun”, masih sesuaikah

Berdasarkan latar belakang yang sudah di jabarkan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Representasi dan Konsep Maskulinitas Dalam Iklan

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan fokus permasalahannya dalam penelitian ini adalah: “Apa makna

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang bisa diuraikan adalah sebagai berikut: “Bagaimana Peran Media Sosial Twitter dalam memenuhi