ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh rancangan modul pelatihan yang dapat meningkatkan Self-efficacy siswa kelas XII dalam rangka persiapan menghadapi ujian nasional.
Adapun yang menjadi sampel penelitian ini adalah siswa kelas XII SMU “X” kota Bandung yang akan menempuh ujian nasional. Pemilihan sampel memakai metode purposive sampling. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian Quasi Experimental One Group Pretest – Postest Design (Before – After), dimana pelatihan yang dilaksanakan menggunakan metoda Experiential Learning.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur derajat Self-efficacy, berupa kuesioner yang disusun oleh Rachel Chalista. A (2006, Skripsi) berdasarkan teori Self-efficacy Pajares & Urdan (2006), yang kemudian dimodifikasi seperlunya oleh penulis. Adapun Hasil Try-Out Test Self-efficacy yang dilakukan terhadap 16 responden, menunjukkan Validitas antara 0.202 – 0.738 dan Reliabilitas sebesar 0.818. Data yang diperoleh berskala ordinal, selanjutnya diolah dengan uji statistik peringkat bertanda dari Wilcoxon. Alat ukur evaluasi pelatihan, berupa kuesioner disusun oleh penulis berdasarkan teori evaluasi pelatihan Posavac & Carey (2003).
Berdasarkan pengolahan data dan perhitungan statistik peringkat bertanda dari Wilcoxon dengan derajat kepercayaan 0.05, diperoleh J-hitung 20, dan dari N = 16, diperoleh J-tabel 30. Hal ini, menunjukkan Ho ditolak, yang artinya terdapat perbedaan derajat Self-efficacy pada siswa kelas XII SMU “X” kota Bandung dalam rangka menghadapi ujian nasional setelah mengikuti pelatihan Self-efficacy. Derajat Self-efficacy yang meningkat disertai dengan efektivitas rancangan modul pelatihan yang disusun, dimana secara keseluruhan siswa merasa puas serta berpendapat bahwa materi menarik dan bermanfaat dalam menghadapi ujian nasional.
Saran yang diberikan bagi penelitian berikutnya, agar merancang modul pelatihan dengan empat sesi yang sesuai dengan masing-masing aspek Self-efficacy dan dilakukan selama dua hari (16 jam efektif) serta dilaksanakan di luar lingkungan sekolah. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat melakukan penelitian mengenai korelasi antara Self-efficacy dengan orientasi masa depan di bidang pendidikan, yang selanjutnya dapat meningkatkan efektivitas rancangan modul pelatihan Self-efficacy selanjutnya.
ABSTRACT
This research is held to obtain training module plan that can increase Self -efficacy for 12th grade students in order as a preparation for facing national test.
The sample used for this research are12th grade students in “X” High School at Bandung that are going to participate in national test. Sample election is done using purposive sampling method. Research plan that used is quasi experimental one group pretest - posttest design (before - after), and the training is using experiential learning method.
Instrument that is used to measures self-efficacy degree, was a questioner that is composed by Rachel Chalista A. (2006, Script) based on Self-efficacy theory of Pajares & Urdan (2006), and furthermore modified by author. Try out test result for Self-efficacy that is done towards 16 respondents, show validity between 0.202 - 0.738 and reliability 0.818. This questioner has an ordinal value, furthermore cultivated with marked rank statistics test from Wilcoxon. Training evaluation instrument, is composed by author based on training evaluation theory of Posavac & Carey (2003).
Based on data processing and marked rank statistics calculation from Wilcoxon with belief degree 0.05, the result for J-count is 20, and with N=16, the result for J-table is 30. This means that Ho is rejected, the result showed that there is a self-efficacy difference on 12th grade students in “X” High School at Bandung in order to face national test after follow Self efficacy training. Enhancement in Self- efficacy espoused with effectiveness of the training module plan, where a whole student felt satisfied with a positive opinion that Self-efficacy is interesting and useful in facing national test.
Suggestion can be given for furthermore research, is to design training module that contain four sessions that appropriate with each aspect of Self-efficacy and done in two days (16 effective hours) also carried outside school environment. For science development, research about Self-efficacy interrelated with Future orientation at educational can be a fine consideration, because later on can increase effectiveness for furthermore Self-efficacy training module plan.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pengolahan Data 76
4.2 Pembahasan 81
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 88
5.2 Saran 90
DAFTAR PUSTAKA xv
DAFTAR RUJUKAN xvi
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Tipe-tipe Evaluasi 36
Tabel 3.1 Tabel Alat Ukur Self-Efficacy 68
Tabel 3.2 Tabel Tabulasi Silang Norma Kelompok Self-Efficacy 69
Tabel 4.1.1 Tabel Evaluasi Keseluruhan Pelatihan 76
Tabel 4.1.2 Tabel Distribusi Frekuensi Evaluasi Pelatihan Sesi 1 77
Tabel 4.1.3 Tabel Distribusi Frekuensi Evaluasi Pelatihan Sesi 2 77
Tabel 4.1.4 Tabel Distribusi Frekuensi Evaluasi Pelatihan Sesi 3 78
Tabel 4.1.5 Tabel Distribusi Frekuensi Evaluasi Pelatihan Sesi 4 78
Tabel 4.1.6 Tabel Derajat Self-Efficacy Sebelum dan Sesudah Mengikuti Pelatihan 79
Tabel 4.1.7 Tabel Distribusi Frekuensi Self-Efficacy Sesudah Mengikuti Pelatihan 79
Tabel 4.1.8 Tabel Distribusi Frekuensi Aspek Self-Efficacy Sesudah Mengikuti Pelatihan 80
Tabel 4.1.9 Tabel Pengujian Peringkat Bertanda Wilcoxon 80
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.2 : Kerangka Pemikiran 63
Bagan 3.1 : Rancangan Penelitian 65
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner Self-Efficacy
Lampiran 2 : Kuesioner Evaluasi Setiap Sesi Pelatihan
Lampiran 3 : Kuesioner Evaluasi Pelatihan Self-Efficacy
Lampiran 4 : Rundown Acara Pelatihan Self-Efficacy
Lampiran 5 : Materi Self-Efficacy
Lampiran 6 : Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi ini, banyak terjadi perubahan dan perkembangan di
berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan
dan perkembangan tersebut dapat berdampak positif ataupun negatif, dimana
salah satunya mengakibatkan persaingan antar individu semakin tinggi.
Masyarakat berusaha dengan berbagai cara untuk dapat mempertahankan hidup
dan meningkatkan kualitas hidupnya. Satu hal yang paling mendasar dan diyakini
oleh masyarakat untuk dapat mengikuti perkembangan di berbagai bidang
kehidupan tersebut dan meningkatkan kualitas hidupnya adalah melalui jalur
pendidikan.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berusaha untuk merancang sistem
pendidikan yang mampu menjawab tantangan kemajuan jaman, yaitu proses
pendidikan di sekolah harus dapat menciptakan sumber daya manusia yang
kompeten, dimana pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang dapat
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Pusat Kurikulum, Balitbang
Depdiknas: 2002). Tetapi saat ini, kualitas pendidikan di Indonesia masih
tergolong rendah, dimana peringkat pendidikannya di dunia menempati urutan
ke-114. Hal ini, disinyalir karena pemerintah Indonesia mengalokasikan dana yang
sangat kecil untuk bidang pendidikan (Central Intelligence Agency (CIA), 2004;
2
dana yang sangat minimal, maka fasilitas atau sarana dan prasarana belajar di
banyak sekolah pun menjadi minimal pula. Selain permasalahan dana, rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia dipengaruhi pula oleh kelemahan dalam hal
konsep, sistem, dan metodologi pendidikan yang berlaku saat ini.
Salah satu usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia adalah melakukan perubahan pada sistem ujian akhir tiap
jenjang pendidikan. Sistem kebijakan ujian akhir tersebut, sampai saat ini
seringkali berubah seiring dengan pergantian pejabat pemerintah dalam bidang
pendidikan. Pada tahun 1950-1960 ujian akhir disebut Ujian Penghabisan yang
diadakan secara nasional dan seluruh soal disusun oleh Depdikbud. Tahun
1965-1971 ujian akhir disebut sebagai Ujian Negara dan soal disusun oleh pemerintah
pusat. Tahun 1972-1979 ujian akhir disusun dan diselenggarakan oleh sekolah.
Tahun 1980-2001 disebut Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS).
Tahun 2002-2004 disebut Ujian Akhir Nasional (UAN). Selanjutnya pada tahun
2005-2007, pemerintah kembali mengubah nama Ujian Akhir Nasional menjadi
Ujian Nasional (UN).
Standar kelulusan Ujian Akhir Nasional setiap tahun ditingkatkan, dimana
kebijakan tersebut diharapkan dapat memacu siswa untuk meningkatkan motivasi
belajarnya, tetapi justru menimbulkan reaksi pro dan kontra dari masyarakat
(Kompas, 31 Oktober 2001). Salah satu alasan banyak pihak yang kontra adalah
karena Ujian Nasional seolah-olah merupakan satu-satunya tolak ukur siswa
untuk lulus, sedangkan hasil kerja keras atau prestasi siswa selama tiga tahun di
3
selama ini berprestasi tetapi dinyatakan tidak lulus karena gagal dalam hasil Ujian
Nasional. Pada tahun 2006, persentase siswa SMU yang tidak lulus Ujian
Nasional, yaitu 53% (www.pikiran-rakyat.com).
Standar kelulusan tahun 2003 yaitu jika memiliki nilai minimal 3.01 pada
tiap mata pelajaran dan nilai rata-ratanya minimal 6.0. Siswa yang tidak lulus
UAN masih diberi kesempatan untuk mengikuti UAN ulangan satu minggu
sesudahnya. Apabila dalam UAN ulangan siswa tetap memiliki nilai kurang dari
3.01 maka akan dinyatakan tidak lulus atau hanya tamat sekolah. Pada UAN tahun
2004 standar kelulusan siswa dinaikkan menjadi 4.01 dan syarat rata-rata nilai
minimal tidak lagi diberlakukan. Selanjutnya tahun 2005 standar kelulusan
dinaikkan dari 4.01 menjadi 4.25 dimana konversi nilai UAN tidak lagi
diberlakukan. Pada tahun 2007 dinaikkan lagi menjadi 5.0. Siswa yang tidak lulus
masih diberikan kesempatan untuk mengulang melalui ujian kesetaraan paket C
untuk siswa SMU. Pemerintah juga memutuskan untuk memberikan Surat Tanda
Kelulusan (STK) hanya kepada siswa yang memenuhi kriteria kelulusan dalam
Ujian Nasional (UN), sedangkan bagi siswa yang tidak lulus hanya diberikan
Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) sehingga siswa tidak dapat melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi. Tahun 2008 pun, standar kelulusan dinaikkan
menjadi 5.25.
Selain permasalahan standar kelulusan, mata pelajaran yang diujikan
dalam Ujian Nasional juga menimbulkan kontroversi karena hanya mencakup tiga
mata pelajaran. Jurusan IPA (SMU) yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan
4
Inggris, dan ekonomi. Kebijakan hanya mengujikan tiga mata pelajaran tersebut
berarti hanya mengukur aspek pengetahuan atau kognitif saja, dimana hal tersebut
kurang sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang diterapkan pada saat
ini. Dimana Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menuntut siswa dalam tiga
aspek yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan
(psikomotorik). Sedangkan untuk Ujian Nasional tahun 2008, mata pelajaran yang
diujikan menjadi 6 mata pelajaran. Jurusan IPA (SMU) yaitu Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi; sedangkan jurusan IPS
(SMU) yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, ekonomi, Sosiologi,
dan geografi.
Meskipun untuk tahun 2008, keputusan lulus atau tidaknya siswa tidak
hanya tergantung dari hasil Ujian Nasional tetapi juga ditentukan guru, masih
banyak siswa yang merasa khawatir dalam menghadapi Ujian Nasional nanti.
Kekhawatiran siswa karena standar kelulusan serta jumlah mata pelajaran yang
diujikan bertambah menjadi latar belakang maraknya tren ini, sehingga banyak
siswa yang mengaku harus meluangkan banyak waktu mengerjakan soal-soal
latihan, baik di sekolah maupun di tempat bimbingan les. Pilihan mengikuti
bimbingan les, tidak semata mengikuti tren, tetapi diakui sebagai bekal menambah
kepercayaan diri dan optimisme siswa (Pikiran Rakyat, Rabu, 19 Desember
2007).
Permasalahan Ujian Nasional merupakan tantangan yang besar untuk
lembaga pendidikan, baik sekolah ataupun tempat bimbingan les dan siswa SMU
5
sudah memiliki pemikiran yang lebih logis, abstrak dan ideal dalam pencarian
identitas diri dan kemandirian (Steinberg, 1993). Oleh karena itu, diharapkan
siswa SMU sudah memiliki kesadaran pribadi untuk dapat mencapai keberhasilan
dalam menghadapi Ujian Nasional, yang salah satunya melalui pengenalan diri
dan potensi pribadi, dimana selanjutnya akan mempengaruhi kepercayaan dirinya
dalam menghadapi Ujian Nasional.
Kepercayaan diri pada efektivitas menghadapi tantangan Ujian Nasional,
menurut Pajares & Urdan (2006) dapat dipengaruhi oleh derajat Self-Efficacy
siswa yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian Pajares & Urdan (2006),
kepercayaan diri yang dimiliki siswa akan sejalan dengan prestasi akademiknya.
Self-Efficacy adalah keyakinan akan efektivitas seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang spesifik, dimana merujuk pada penilaian subyektif siswa SMU
akan kemampuannya mengorganisasikan dan melakukan tindakan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam hal ini lulus Ujian Nasional
(Zimmerman & Cleary dalam Pajares & Urdan, 2006).
Menurut Bandura (2002), Self-Efficacy adalah keyakinan seseorang akan
kemampuannya untuk mengorganisasikan dan menjalankan rencananya melalui
tindakan yang diperlukan untuk mengatasi situasi-situasi yang akan datang.
Sumber-sumber Self-Efficacy itu sendiri diperoleh melalui mastery experience,
vicarious experience, social persuasion, dan physical & emotional state. Self-Efficacy akan mengaktifkan proses kognitif, motivasional, afeksi, dan seleksi
siswa SMU dalam menghadapi Ujian Nasional; yang selanjutnya akan terlihat
6
depannya, dan penghayatan perasaan dalam menghadapi Ujian Nasional.
Diharapkan dengan semakin tingginya Self-Efficacy Siswa tersebut maka peluang
keberhasilan dalam mengerjakan Ujian Nasional pun menjadi lebih besar, karena
mereka akan menetapkan target belajar/prestasi serta menunjukkan usaha yang
lebih keras dan daya tahan yang tinggi dalam menghadapi hambatan.
Kepercayaan diri siswa, sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan
dalam menghadapi Ujian Nasional, juga dirasakan kepentingannya oleh salah satu
institusi pendidikan SMU “X” di kota Bandung. SMU “X” baru terbentuk pada
tahun 2004, sehingga tahun 2007 merupakan tahun pertama bagi SMU “X” dalam
menghadapi Ujian Nasional, dimana hanya satu siswa yang pada tahun tersebut
dinyatakan tidak lulus Ujian Nasional. Tahun 2007 kemarin, SMU “X”
meluluskan 34 siswa, dimana 11 siswa diantaranya melanjutkan studi ke luar
negeri, yaitu ke Australia, China, Malaysia, Swiss dan USA. Sedangkan 23 siswa
lainnya melanjutkan studi di dalam negeri, yaitu diantaranya sembilan siswa
melanjutkan studi ke Universitas Parahyangan, tujuh siswa melanjutkan ke
Universitas Kristen Maranatha, dan tiga siswa lainnya melanjutkan studi ke
Universitas Pelita Harapan.
Menurut Kepala sekolah SMU “X” persiapan yang serius telah dilakukan
oleh pihak sekolah, misalnya dengan dilakukannya jam-jam pelajaran tambahan
maupun dibukanya kesempatan untuk mengadakan konsultasi dengan guru yang
bersangkutan apabila mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran di kelas.
7
keyakinan, dan kepercayaan diri yang tinggi apabila ingin berhasil menghadapi
Ujian Nasional 2008.
SMU “X” merupakan sekolah swasta, dimana para siswa pada umumnya
memiliki tingkat ekonomi keluarga yang termasuk menengah ke atas. Jumlah
siswa SMU kelas XII tahun 2007 adalah 25 siswa, 12 siswa kelas IPA dan 13
siswa kelas IPS. Jumlah siswa yang sedikit dan jam sekolah yang lebih
lama/intensif, yaitu 8.5 jam setiap harinya diharapkan dapat memberikan dampak
yang positif untuk kemajuan prestasi akademiknya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BP, pada umumnya siswa di
SMU tersebut dirasakan kurang memiliki kesadaran mengenai pentingnya
pendidikan, sehingga hanya sedikit siswa yang peduli terhadap permasalahan
Ujian Nasional. Sekitar 50% dari jumlah siswa merasa takut dan tidak ingin
memikirkan permasalahan Ujian Nasional untuk saat ini, karena mereka menilai
Ujian Nasional merupakan sesuatu yang tidak jelas. Siswa tersebut pada
umumnya merasa tidak senang atau suka dengan sistem Ujian Nasional yang
diberlakukan pemerintah sebagai tolak ukur kelulusan, dan seringkali
menimbulkan kekhawatiran dalam dirinya apabila nanti tidak lulus Ujian
Nasional. Bahkan beberapa diantara mereka, merasa tidak peduli apabila tidak
lulus Ujian Nasional, karena merasa dapat membeli ijasah ataupun melanjutkan
studinya ke luar negeri.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru BP, diperoleh informasi
bahwa sekitar 50% siswa menunjukan kesadarannya dalam menghadapi Ujian
8
di perguruan tinggi kepada beberapa guru di sekolahnya. Bahkan sudah banyak
pula yang mengikuti bimbingan belajar untuk menghadapi Ujian Nasional.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada dua siswa, dimana diperoleh
informasi bahwa mereka dan teman-teman pada umumnya merasa takut ataupun
kurang percaya diri mengenai Ujian Nasional nanti, karena menurut informasi
terakhir standar kelulusan akan dinaikkan lagi dan mata pelajaran yang diujikan
akan ditambah jumlahnya. Hal ini, mengundang reaksi yang berlainan dari para
siswa, ada yang tidak peduli ataupun yang memersiapkan diri lebih baik lagi
untuk menghadapi Ujian Nasional nanti. Kedua siswa tersebut, semester ini selalu
mengikuti pelajaran tambahan dan mengikuti bimbingan les di luar sekolah.
Menurut mereka, berdasarkan pengalaman kakak-kakak kelasnya, bimbingan les
mampu menghadirkan soal-soal yang kemungkinan dikeluarkan dalam Ujian
Nasional, memang tidak sama persis, tetapi model-modelnya sama. Baginya,
mengikuti bimbingan les dan pelajaran tambahan di sekolah sangat membantu
rasa percaya diri dan keyakinannya untuk menghadapi Ujian Nasional nanti.
Kenyataan bahwa faktor kognitif bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi keberhasilan siswa untuk lulus ujian nasional, dimana faktor
kepercayaan diri, dalam hal ini Self-Efficacy juga memiliki peranan yang sangat
penting, maka diperlukan suatu kegiatan yang dapat membantu memfasilitasi
siswa untuk meningkatkan Self-Efficacy-nya dalam menghadapi ujian nasional.
Peneliti tertarik untuk membekali siswa suatu softskill berupa Self-Efficacy untuk
meningkatkan kepercayaan diri dalam rangka menghadapi ujian nasional, melalui
9
kepada siswa mengenai makna ujian nasional dan mempersiapkan diri melalui
suatu perencanaan proses belajar, serta menumbuhkan motivasi dan perasaan yang
positif dalam proses menghadapi ujian nasional. Dengan demikian, setelah
diberikan pelatihan siswa diharapkan memiliki Self-Efficacy yang tinggi, yang
selanjutnya dapat berhasil dan lulus dalam ujian nasional nanti.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Bagaimana hasil evaluasi rancangan modul pelatihan Self-Efficacy siswa SMU
“X” kota Bandung dalam rangka persiapan menghadapi ujian nasional?”
1.3Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terhadap rancangan
modul pelatihan Self-Efficacy siswa dalam rangka persiapan menghadapi ujian
nasional dan mendapatkan informasi mengenai perubahan derajat Self-Efficacy
siswa SMU “X” yang dipengaruhi oleh modul pelatihan ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi dan memperoleh
rancangan modul pelatihan yang dapat meningkatkan Self-Efficacy siswa yang
tercermin melalui besarnya usaha, daya tahan, pilihan yang dibuat, dan
penghayatan perasaan yang positif dalam rangka persiapan menghadapi ujian
10
Adapun kegunaan penelitian ini adalah mendapatkan rancangan modul
pelatihan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan Self-Efficacy Siswa
SMU untuk mencapai keberhasilan dalam rangka menghadapi Ujian Nasional.
1.4Metodologi
Penelitian ini mencoba menyusun suatu rancangan modul pelatihan untuk
siswa SMU “X” di kota Bandung dalam rangka menghadapi Ujian Nasional.
Rancangan Penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pretest (Y1):
Derajat Self-Efficacy
Pelatihan
Self-Efficacy
Posttest (Y2):
Derajat Self- Efficacy Siswa kelas XII SMU “X”
Evaluasi Modul Pelatihan
Modul Pelatihan Self-Efficacy untuk siswa kelas
88
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang evaluasi perancangan
modul pelatihan Self-efficacy terhadap siswa kelas XII SMU “X” di kota bandung
dalam rangka persiapan menghadapi ujian nasional, didapatkan kesimpulan:
1. Pelatihan yang dilakukan selama satu hari (delapan jam efektif) memiliki
pengaruh dalam meningkatkan Self-efficacy siswa kelas XII dalam rangka
persiapan ujian nasional.
2. Keurutan aspek Self-efficacy yang memiliki signifikasi peningkatan yang
tertinggi sampai yang terendah yaitu: aspek daya tahan (siswa bertahan lebih
lama ketika dihadapkan pada kesulitan dalam proses belajar mengajar); aspek
penghayatan perasaan (siswa mampu mengendalikan kecemasan, keadaan
stres maupun depresi secara positif); aspek pilihan (siswa mengenali dan
memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya sehingga memilih dan siap
mengatasi aktivitas yang lebih menantang dan mampu ditangani); dan aspek
daya juang (siswa mengerahkan usaha yang lebih besar selama proses belajar
mengajar).
3. Secara keseluruhan pelatihan dinilai secara positif dimana siswa merasa puas
(sebesar 94% siswa) dan pelatihan yang dilaksanakan dirasakan bermanfaat
dan menarik (sebesar 100% siswa).
89
• Sesi 1 (Knowledge) termasuk efektif, dimana data menunjukkan sebesar
81.5% merasa memiliki gambaran yang lebih jelas mengenai aspek-aspek
Self-efficacy dan hubungannya dalam proses belajar mengajar menghadapi
ujian nasional. Efektivitas sesi 1 ini didukung oleh materi, trainer,
pemanfaatan waktu, dan fasilitas yang efektif pula.
• Sesi 2 (Target Point), perlu mempertimbangkan masalah menambahkan
durasi waktu, materi tentang motivasi, dan orientasi masa depan dalam
bidang pendidikan, karena diperoleh data mengenai sebesar 32% siswa
yang tidak memiliki minat untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi
ternyata kurang tertarik dan mampu mengambil manfaat yang positif dari
sesi 2 ini.
• Sesi 3 (Nonton Film) diperoleh data bahwa film Men Of Honour ini
termasuk sesuai dengan tujuan pelatihan, dimana sebesar 63% siswa
sangat setuju bahwa dirinya memiliki gambaran yang lebih jelas mengenai
Self-efficacy dan aspek-aspeknya, serta manfaatnya dalam proses belajar mengajar menghadapi ujian nasional. Hal yang perlu diperhatikan adalah
permasalahan waktu untuk feedback yang perlu ditambah sehingga siswa
dapat memperoleh gambaran aplikasi yang lebih jelas.
• Sesi 4 (Simulasi games) termasuk efektif, dimana didukung oleh
kesesuaian games dengan materi Self-efficacy, trainer dan fasilitator,
pemanfaatan waktu, serta fasilitas yang menunjang. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa sebesar 94% siswa berpendapat sesi 4 bermanfaat
90
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa
saran yang sekiranya dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi para peneliti atau Trainer yang ingin meneliti topik serupa:
• Merancang empat sesi pelatihan sesuai dengan masing-masing aspek
Self-efficacy, sehingga efektivitas setiap sesi dapat dilihat secara lebih jelas dan teliti melalui hasil peningkatan aspek Self-efficacy yang bersangkutan.
• Mempertimbangkan permasalahan tempat pelaksanaan pelatihan diluar
sekolah, sehingga menghindari kejenuhan dan “situasi” keseharian di
lingkungan sekolah.
• Dapat dilaksanakan selama 2 hari (16 jam efektif) sehingga materi
pelatihan dapat diterima secara lebih intensif oleh siswa.
• Memberikan informasi mengenai teori motivasi dan orientasi masa depan
dalam bidang pendidikan, sehingga siswa dapat lebih termotivasi dan
memiliki gambaran yang lebih jelas pada saat pelatihan sesi 2 (Target point).
2. Bagi instansi sekolah ataupun pihak pengajar dapat memberikan informasi
kepada siswa mengenai arti pentingnya pendidikan dan jurusan-jurusan studi
di perguruan tinggi yang seluas-luasnya, dimana diharapkan dapat
membangkitkan motivasi kepada siswa untuk dapat berhasil dalam ujian
nasional serta melanjutkan studi ke perguruan tinggi.
3. Bagi perkembangan ilmu psikologi dapat melakukan penelitian mengenai
korelasi antara Self-efficacy dengan Orientasi masa depan di bidang
Daftar Pustaka
Bandura, Albert. 2002. The Exercise of Control. Freeman and Company: Stanford University, New York.
Pajares and Urdan. 2006. Self Efficacy Beliefs Of Adolescents. Information Age Publishing: Emory & Santa Clara University, Connecticut.
Posavac and Carey. 1992. Program Evaluation, Method and Case Studies 4th edition. Prentice-Hall, Inc. A Simon & Schuster Company, New Jersey. Steinberg, Laurence. 1993. Adolescence Psychology 3rd edition. The Mc.
Graw-Hill Companies, Inc All rights reserved, inc 1221.
Steinberg, Laurence. 2002. Adolescence Psychology 6th edition. The Mc. Graw-Hill Companies, Inc All rights reserved, inc 1221.
Sudjana, Prof. DR. 1996. Metoda Statistika. Edisi keenam. Bandung: Penerbit TARSITO.
Winkel, W. S. 1983. Psikologi Pengajaran. PT Gramedia, Jakarta.
Zinser, Otto, 1984. Basic Principles of Experimental Psychology. McGraw-Hill Company: East Tennesse State University, USA.
Daftar Rujukan
Chalista, Rachel. 2006. Studi Deskriptif Mengenai Self Efficacy Pada Siswa Yang Mengikuti Program Kelas Akselerasi Di SMUN "X" Bandung. Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
---, Oktober 2001. Jakarta: Kompas.
---, Desember 2007. Bandung: Pikiran Rakyat.
www. kompas.com www. pikiran-rakyat.com