ix ABSTRAK
Suyanti. 2014. “Peribahasa Berunsur Nama Binatang dalam Bahasa Indonesia”. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Objek penelitian ini adalah peribahasa yang berunsur nama binatang dalam bahasa Indonesia. Ada dua permasalahan yang dibahas pertama, nama bianatang apa saja yang digunakan dalam peribahasa bahasa Indonesia, dan kedua maksud apa yang direpresentasikan oleh nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, yaitu dengan menyimak peribahasa yang berunsur nama binatang dalam buku
Kumpulan Peribahasa & Pantun Plus Majas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
dan Kamus Peribahasa. Teknik yang digunakan adalah teknik catat. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah padan referensial. Hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode formal.
x
dan belacan, (51) kerbau dan ayam, (52) kerbau dan harimau, (53) kerbau dan kuda, (54) kerbau dan sapi, (55) kucing dan harimau, (56) kucing dan tikus, (57) kuda dan keledai, (58) kuda dan lembu, (59) lalat dan kerbau, (60) langau dan gajah, (61) musang dan ayam, (62) pipit dan enggang, (63) pipit dan gajah, (64) semut dan belalang, (65) sepat dan cacing, (66) serigala dan domba, (67) tikus dan kucing, (68) udang dan ikan, (69) ular dan belut, serta (70) ular dan ikan.
Kedua, ada 10 maksud yang direpresentasikan oleh nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia, yaitu (1) maksud memuji, (2) maksud menyindir, (3) maksud menasehati, (4) maksud menggambarkan perilaku baik, (5) maksud menggambarkan perilaku buruk, (6) maksud menggambarkan keadaan wajar, (7) maksud menggambarkan keadaan menyenangkan, (8) maksud menggambarkan keadaan menyedihkan, (9) maksud menggambarkan keadaan kecelakaan, dan (10) maksud menggambarkan keadaan sosial.
xi ABSTRACT
Suyanti. 2015. “The Proverbs Containing Names of the Animal in Indonesian”. Undergraduate Thesis. Indonesian Letters Study Programme. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.
The object of this research is the Indonesian proverbs containing names of animal. There are two problems discussed the first one is, the names of the animal used in Indonesian proverbs and the second is the meaning presented by names of the animal in Indonesian proverbs.
In data gathering, the writer employed reading method, in which the writer read the proverbs with elements of animal names in Kumpulan Peribahasa dan
Pantun Plus Majas, the unabridged dictionary of Indonesian Language (Kamus Besar Bahasa Indonesia), and proverbs dictionary (Kamus Peribahasa). The
technique used in this research was recording technique. Method used in analyzing the data was referential identity method (metode padan referensial). In data presentation the writer applied informal method and formal method.
The results of this research showed that. First, there are 63 animal names by one kind of animal in Indonesian proverbs that alphabetically covering, (1) anjing, (2) ayam, (3) babi, (4) badak, (5) balam, (6) bangau, (7) banteng, (8) belacan, (9) belalang, (10) belut, (11) beruk, (12) biawak, (13) buaya, (14) burung, (15) cacing, (16) capung, (17) cecak, (18) elang, (19) enggang, (20) gagak, (21) gajah, (22) harimau, (23) ikan, (24) itik, (25) kambing, (26) katak, (27) keledai, (28) kepiting, (29) kera, (30) kerbau, (31) kerong, (32) kijang, (33) kodok, (34) kucing, (35) kuda, (36) kuman, (37) kumbang, (38) kura-kura, (39) kutu, (40) laba-laba atau labah-labah, (41) lalat, (42) langau, (43) lebah, (44) lembu, (45) merak, (46) merpati, (47) monyet, (48) musang, (49) nyamuk, (50) pelanduk, (51) pipit, (52) rusa, (53) sapi, (54) semut, (55) sepat, (56) serigala, (57) tikus, (58) tuma, (59) tupai, (60) udang, (61) ular, (62) ulat, and (63) unta.
xii
and kerbau, (49) katak and lembu, (50) kera and belacan, (51) kerbau and ayam, (52) kerbau and harimau, (53) kerbau and kuda, (54) kerbau and sapi, (55) kucing and harimau, (56) kucing and tikus, (57) kuda and keledai, (58) kuda and lembu, (59) lalat and kerbau, (60) langau and gajah, (61) musang and ayam, (62) pipit and enggang, (63) pipit and gajah, (64) semut and belalang, (65) sepat and cacing, (66) serigala and domba, (67) tikus and kucing, (68) udang and ikan, (69) ular and belut, and (70) ular and ikan.
Second, there are 10 meanings presented by animal names in Indonesian proverbs. They are (1) meaning to praise, (2) meaning to satirize, (3) meaning to give and advice, (4) meaning to depict a good character, (5) meaning to depict a bad character, (6) meaning to depict a reasonable condition, (7) meaning to depict a pleasant condition, (8) meaning to depict a sad condition, (9) meaning to depict a condition of accident, and (10) meaning to depict social condition.
DALAM BAHASA INDONESIA
Skripsi
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh: Suyanti NIM: 104114012
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PERIBAHASA BERUNSUR NAMA BINATANG
DALAM BAHASA INDONESIA
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh: SUYANTI NIM: 104114012
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
vi
Tulisan ini ku persembahkan untuk:
Bapakku,
Sudardiharjo
Ibuku,
Parinem
Pamanku,
Trudo Anas Jafar Nurhairani
Terima kasih atas dukungan, kasih sayang, perhatian, dan bimbingannya
Kakak-kakakku tercinta,
Ninik Sunarti, Sutari, dan Ismiyati
dan adikku tersayang,
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat kesehatan dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peribahasa Berunsur Nama Binatang dalam Bahasa Indonesia”. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang sangat membantu dari awal sampai akhir
penulisan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang
telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis, serta banyak
memberikan rekomendasi buku bacaan sehingga penyusunan skripsi ini
dapat berjalan dengan lancar.
2. Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah
berkenan memberikan arahan serta masukan dalam proses penyusunan
sekripsi ini.
3. Drs. Hery Antono, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Drs. FX. Santosa,
M.S., Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum.,
S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum. atas segala bimbingan selama penulis
menjalani studi di Universitas Sanata Dharma.
4. Dr. F.X. Siswadi, M.A. sebagai Dekan Fakultas Sastra, Universitas Sanata
Dharma.
5. Segenap staf dan karyawan Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
6. Sudardiharjo dan Parinem, orang tua penulis yang selalu memberikan kasih
sayang yang tidak terhingga, doa, materi, dorongan, semangat, dan
perhatian kepada penulis.
7. Trudi Anas Jafar Nurhairani, paman penulis yang sudah penulis anggap
seperti orang tua sendiri yang telah memberikan kasih sayang, semangat,
ix ABSTRAK
Suyanti. 2014. “Peribahasa Berunsur Nama Binatang dalam Bahasa Indonesia”. Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Objek penelitian ini adalah peribahasa yang berunsur nama binatang dalam bahasa Indonesia. Ada dua permasalahan yang dibahas pertama, nama bianatang apa saja yang digunakan dalam peribahasa bahasa Indonesia, dan kedua maksud apa yang direpresentasikan oleh nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, yaitu dengan menyimak peribahasa yang berunsur nama binatang dalam buku
Kumpulan Peribahasa & Pantun Plus Majas, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
dan Kamus Peribahasa. Teknik yang digunakan adalah teknik catat. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah padan referensial. Hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode formal.
x
dan belacan, (51) kerbau dan ayam, (52) kerbau dan harimau, (53) kerbau dan kuda, (54) kerbau dan sapi, (55) kucing dan harimau, (56) kucing dan tikus, (57) kuda dan keledai, (58) kuda dan lembu, (59) lalat dan kerbau, (60) langau dan gajah, (61) musang dan ayam, (62) pipit dan enggang, (63) pipit dan gajah, (64) semut dan belalang, (65) sepat dan cacing, (66) serigala dan domba, (67) tikus dan kucing, (68) udang dan ikan, (69) ular dan belut, serta (70) ular dan ikan.
Kedua, ada 10 maksud yang direpresentasikan oleh nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia, yaitu (1) maksud memuji, (2) maksud menyindir, (3) maksud menasehati, (4) maksud menggambarkan perilaku baik, (5) maksud menggambarkan perilaku buruk, (6) maksud menggambarkan keadaan wajar, (7) maksud menggambarkan keadaan menyenangkan, (8) maksud menggambarkan keadaan menyedihkan, (9) maksud menggambarkan keadaan kecelakaan, dan (10) maksud menggambarkan keadaan sosial.
xi ABSTRACT
Suyanti. 2015. “The Proverbs Containing Names of the Animal in Indonesian”. Undergraduate Thesis. Indonesian Letters Study Programme. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.
The object of this research is the Indonesian proverbs containing names of animal. There are two problems discussed the first one is, the names of the animal used in Indonesian proverbs and the second is the meaning presented by names of the animal in Indonesian proverbs.
In data gathering, the writer employed reading method, in which the writer read the proverbs with elements of animal names in Kumpulan Peribahasa dan
Pantun Plus Majas, the unabridged dictionary of Indonesian Language (Kamus Besar Bahasa Indonesia), and proverbs dictionary (Kamus Peribahasa). The
technique used in this research was recording technique. Method used in analyzing the data was referential identity method (metode padan referensial). In data presentation the writer applied informal method and formal method.
The results of this research showed that. First, there are 63 animal names by one kind of animal in Indonesian proverbs that alphabetically covering, (1) anjing, (2) ayam, (3) babi, (4) badak, (5) balam, (6) bangau, (7) banteng, (8) belacan, (9) belalang, (10) belut, (11) beruk, (12) biawak, (13) buaya, (14) burung, (15) cacing, (16) capung, (17) cecak, (18) elang, (19) enggang, (20) gagak, (21) gajah, (22) harimau, (23) ikan, (24) itik, (25) kambing, (26) katak, (27) keledai, (28) kepiting, (29) kera, (30) kerbau, (31) kerong, (32) kijang, (33) kodok, (34) kucing, (35) kuda, (36) kuman, (37) kumbang, (38) kura-kura, (39) kutu, (40) laba-laba atau labah-labah, (41) lalat, (42) langau, (43) lebah, (44) lembu, (45) merak, (46) merpati, (47) monyet, (48) musang, (49) nyamuk, (50) pelanduk, (51) pipit, (52) rusa, (53) sapi, (54) semut, (55) sepat, (56) serigala, (57) tikus, (58) tuma, (59) tupai, (60) udang, (61) ular, (62) ulat, and (63) unta.
xii
and kerbau, (49) katak and lembu, (50) kera and belacan, (51) kerbau and ayam, (52) kerbau and harimau, (53) kerbau and kuda, (54) kerbau and sapi, (55) kucing and harimau, (56) kucing and tikus, (57) kuda and keledai, (58) kuda and lembu, (59) lalat and kerbau, (60) langau and gajah, (61) musang and ayam, (62) pipit and enggang, (63) pipit and gajah, (64) semut and belalang, (65) sepat and cacing, (66) serigala and domba, (67) tikus and kucing, (68) udang and ikan, (69) ular and belut, and (70) ular and ikan.
Second, there are 10 meanings presented by animal names in Indonesian proverbs. They are (1) meaning to praise, (2) meaning to satirize, (3) meaning to give and advice, (4) meaning to depict a good character, (5) meaning to depict a bad character, (6) meaning to depict a reasonable condition, (7) meaning to depict a pleasant condition, (8) meaning to depict a sad condition, (9) meaning to depict a condition of accident, and (10) meaning to depict social condition.
xiii
DAFTAR LAMBANG
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... xi
DAFTAR LAMBANG ... xiii
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.5 Tinjauan Pustaka ... 7
1.6 Landasan Teori ... 9
1.6.1 Peribahasa ... 9
1.6.2 Representasi ... 10
1.6.3 Konteks ... 10
1.6.4 Makna ... 11
1.6.5 Maksud ... 12
xv
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 14
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 14
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis data ... 16
1.8 Sistematika Penyajian ... 16
BAB II NAMA BINATANG YANG DIGUNAKAN DALAM BAHASA INDONESIA ... 18
2.1 Pengantar ... 18
2.2 Peribahasa yang Berunsur Satu Nama Binatang ... 20
2.2.1 Anjing ... 20
2.2.2 Ayam ... 22
2.2.3 Babi ... 25
2.2.4 Badak ... 25
2.2.5 Balam ... 26
2.2.6 Bangau ... 26
2.2.7 Banteng ... 27
2.2.8 Belacan ... 27
2.2.9 Belalang ... 27
2.2.10 Belut ... 28
2.2.11 Beruk ... 29
2.2.12 Biawak ... 29
2.2.13 Buaya ... 30
2.2.14 Burung ... 31
2.2.15 Cacing ... 32
2.2.16 Capung ... 33
2.2.17 Cecak ... 33
xvi
2.2.19 Enggang ... 34
2.2.20 Gagak ... 34
2.2.21 Gajah ... 35
2.2.22 Harimau ... 37
2.2.23 Ikan ... 38
2.2.24 Itik ... 40
2.2.25 Kambing ... 41
2.2.26 Katak ... 42
2.2.27 Keledai ... 43
2.2.28 Kepiting ... 43
2.2.29 Kera ... 43
2.2.30 Kerbau ... 44
2.2.31 Kerong ... 46
2.2.32 Kijang ... 46
2.2.33 Kodok ... 47
2.2.34 Kucing ... 48
2.2.35 Kuda ... 49
2.2.36 Kuman ... 50
2.2.37 Kumbang ... 50
2.2.38 Kura-Kura ... 51
2.2.39 Kutu ... 51
2.2.40 Laba-Laba/Labah-Labah ... 52
2.2.41 Lalat ... 52
2.2.42 Langau ... 53
2.2.43 Lebah ... 53
2.2.44 Lembu ... 54
xvii
2.2.46 Merpati ... 55
2.2.47 Monyet ... 55
2.2.48 Musang ... 55
2.2.49 Nyamuk ... 56
2.2.50 Pelanduk ... 57
2.2.51 Pipit ... 57
2.2.52 Rusa ... 58
2.2.53 Sapi ... 58
2.2.54 Semut ... 59
2.2.55 Sepat ... 59
2.2.56 Serigala ... 60
2.2.57 Tikus ... 60
2.2.58 Tuma ... 61
2.2.59 Tupai ... 61
2.2.60 Udang ... 62
2.2.61 Ular ... 62
2.2.62 Ulat ... 63
2.2.63 Unta ... 64
2.3 Peribahasa yang Berunsur Dua Nama Binatang ... 65
2.3.1 Anjing dan Babi ... 65
2.3.2 Anjing dan Kucing ... 65
2.3.3 Anjing dan Kuda ... 66
2.3.4 Anjing dan Musang ... 66
2.3.5 Anjing dan Gajah ... 67
2.3.6 Ayam dan Elang ... 67
2.3.7 Ayam dan Itik ... 68
xviii
2.3.9 Ayam dan Penyu ... 69
2.3.10 Balam dan Ketitiran ... 70
2.3.11 Bangau dan Badak ... 70
2.3.12 Bangau dan Kerbau ... 71
2.3.13 Beruk dan Kera ... 71
2.3.14 Buaya dan Harimau ... 72
2.3.15 Buaya dan Ikan ... 72
2.3.16 Burung dan Ketam ... 73
2.3.17 Burung dan Punai ... 73
2.3.19 Cacing dan Ular ... 74
2.3.20 Cecak dan Kaper ... 74
2.3.21 Elang dan Agas ... 75
2.3.22 Elang dan Ayam ... 75
2.3.23 Elang dan Belalang ... 76
2.3.24 Elang dan Buaya ... 76
2.3.25 Elang dan Burung Pungguk... 77
2.3.26 Elang dan Murai ... 77
2.3.27 Elang dan Musang ... 78
2.3.28 Elang dan Punai ... 78
2.3.29 Enggang dan Pipit ... 79
2.3.30 Gagak dan Bangau ... 79
2.3.31 Gagak dan Murai ... 80
2.3.32 Gajah dan Babi ... 80
2.3.33 Gajah dan Harimau ... 81
2.3.34 Gajah dan Kancil ... 81
2.3.35 Gajah dan Katak ... 82
xix
2.3.37 Gajah dan Kuman ... 83
2.3.38 Gajah dan Pelanduk ... 84
2.3.39 Gajah dan Rusa ... 84
2.3.40 Gajah dan Tuma ... 85
2.3.41 Gajah dan Udang ... 85
2.3.42 Gajah dan Ular ... 86
2.3.43 Harimau dan Kambing ... 86
2.3.44 Harimau dan Pelanduk ... 87
2.3.45 Harimau dan Tikus ... 88
2.3.46 Ikan dan Belalang ... 88
2.3.47 Ikan dan Burung ... 88
2.3.48 Ikan dan Kucing ... 89
2.3.49 Kambing dan Kerbau ... 89
2.3.50 Katak dan Lembu ... 90
2.3.51 Kera dan Belacan ... 91
2.3.52 Kerbau dan Ayam ... 91
2.3.53 Kerbau dan Harimau ... 92
2.3.54 Kerbau dan Kuda ... 92
2.3.55 Kerbau dan Sapi ... 93
2.3.56 Kucing dan Harimau ... 93
2.3.57 Kucing dan Tikus ... 94
2.3.58 Kuda dan Keledai ... 95
2.3.59 Kuda dan Lembu ... 95
2.3.60 Lalat dan Kerbau ... 96
2.3.61 Langau dan Gajah ... 96
2.3.62 Musang dan Ayam ... 97
xx
2.3.65 Pipit dan Gajah ... 98
2.3.66 Semut dan Belalang ... 98
2.3.67 Sepat dan Cacing ... 99
2.3.68 Serigala dan domba ... 99
2.3.69 Tikus dan Kucing ... 100
2.3.70 Udang dan Ikan ... 100
2.3.71 Ular dan Belut ... 101
2.3.72 Ular dan Ikan ... 101
2.4 Tabel dan Penjelasan ... 102
2.4.1 Peribahasa yang Berunsur Satu Nama Binatang ... 102
2.4.2 Peribahasa yang Berunsur Dua Nama Binatang ... 104
BAB III MAKSUD YANG DIREPRESENTASIKAN OLEH NAMA BINATANG DALAM BAHASA INDONESIA ... 109
3.1 Pengantar ... 109
3.2 Maksud Memuji ... 109
3.3 Maksud Menyindir ... 113
3.4 Maksud Memberi Nasihat ... 116
3.5 Maksud Menggambarkan Perilaku Baik ... 119
3.6 Maksud Menggambarkan Perilaku Buruk ... 122
3.7 Maksud Menggambarkan Keadaan Wajar ... 125
3.8 Maksud Menggambarkan Keadaan Menyenangkan ... 128
3.9 Maksud Menggambarkan Keadaan Menyedihkan ... 131
3.10Maksud Menggambarkan Keadaan Kecelakaan ... 134
3.11 Maksud Menggambarkan Keadaan Sosial ... 138
xxi
4.1 Kesimpulan ... 142
4.2 Saran ... 144
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Objek penelitian ini adalah peribahasa yang berunsur nama binatang dalam
bahasa Indonesia. Peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap
susunannya dan biasanya mengiaskan maksud tertentu (dulu peribahasa termasuk
juga bidal, ungkapan, perumpamaan) (Sugono, dkk., 2008: 1055). Peribahasa juga
disebut sebagai ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan,
perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku. Peribahasa juga
merupakan ungkapan yang dibentuk dari kalimat ringkas dan padat, yang biasa
berisikan perbandingan, perumpamaan, sindiran, dan nasihat (Widjoputri, 2009:
iii). Peribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim
juga disebut dengan nama perumpamaan. Kata-kata seperti, bagai, bak, laksana,
dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa. Memang banyak juga peribahasa
yang tanpa menggunakan kata-kata tersebut, namun kesan peribahasanya itu tetap
saja tampak (Chaer, 1990: 79).
Binatang tahan palu, manusia tahan kias (Sarwono, 2003: 54) peribahasa
tersebut memiliki makna mengajar binatang dengan pukulan, mengajar manusia
dengan kiasan dan sindiran. Memberi sindiran dan memberi nasihat dengan
peribahasa yang berunsur nama binatang dalam bahasa Indonesia, dianggap oleh
penulis sebagai kekuatan dalam mengidentifikasi pengetahuan masyarakat lokal
menyindir dan memuji anggota masyarakat yang menyimpang dari konvensi.
Artinya, ada tuntutan dari masyarakat secara keseluruhan agar anggota
masyarakat yang menyimpang tersebut dapat membaik dengan cara disindir dan
diberi nasihat dengan menggunakan peribahasa yang diambil dari nama binatang.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa binatang mempunyai peran penting
dalam kebudayaan masyarakat suatu bangsa. Dalam suatu bangsa, penilaian
baik-buruknya binatang-binatang tertentu mempunyai dampak psikologis terhadap
penggunaan bahasa dan pandangan hidup masing-masing individunya.
Peribahasa dapat berunsur berbagai referen seperti kalah jadi abu menang
jadi arang „pertengkaran tak akan menguntungkan pihak mana pun‟ (Sarwono,
2003: 1), dan air beriak tanda tak dalam „orang yang banyak cakap (sombong)
biasanya kurang ilmu‟ (Sarwono, 2003: 3) termasuk peribahasa yang berunsur
benda, yaitu abu dan air. Cepat kaki ringan tangan „suka menolong‟ (Sarwono,
2003: 161), hilang di mata di hati jangan „walau jauh jangan melupakan orang
yang ditinggalkan‟ (Sarwono, 2003: 229) termasuk peribahasa yang berunsur
bagian tubuh manusia, yaitu kaki, tangan, mata dan hati. Penelitian ini membatasi
diri pada peribahasa yang berunsur nama binatang dalam bahasa Indonesia.
Hal pertama yang dibahas dalam skripsi ini adalah nama binatang apa saja
yang digunakan dalam peribahasa bahasa Indonesia, seperti tampak pada
contoh-contoh berikut:
(1) Bagai katak di dalam tempurung (Widjoputri, 2009: 15)
(2) Anak harimau tak akan menjadi anak kambing (Widjoputri, 2009:
7)
Uraian (1), (2), dan (3) membuktikan bahwa peribahasa dalam bahasa
Indonesia memiliki unsur nama binatang, yaitu katak, harimau + kambing, dan
kera. Katak pada (1), harimau serta kambing pada (2), dan semut pada (3)
merupakan unsur nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia. Uraian (1)
Katak merupakan binatang amfibi pemakan serangga yang hidup di air tawar atau
di daratan, berkulit licin, berwarna hijau atau merah kecokelat-cokelatan, kaki
belakang lebih panjang daripada kaki depan, pandai melompat dan berenang
(Sugono, dkk., 2008: 634). Pada contoh (2), harimau merupakan binatang buas,
pemakan daging, wujud seperti kucing besar (Sugono, dkk., 2008:484). Dan
semut pada contoh (3), merupakan serangga kecil yang berjalan merayap, hidup
secara bergerombol, termasuk suku Formicidae, terdiri atas bermacam jenis
(Sugono, dkk., 2008: 1265).
Masalah kedua yang dikaji dalam penelitian ini adalah apa maksud yang
direpresentasikan oleh nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia, seperti
terlihat dalam contoh berikut:
(4) Seperti anjing berebut tulang (Sarwono, 2003: 16)
(5) Ayam bertelur di padi (Sarwono, 2003: 24)
(6) Berhakim kepada beruk (Widjoputri, 2009: 23)
Uraian (4), seperti anjing berebut tulang, bermakna „orang tamak yang
memperebutkan harta‟. Dari makna tersebut, anjing merepresentasikan orang yang
tamak. Pada kenyataannya anjing menyukai tulang. Apabila di suatu tempat
terdapat beberapa ekor anjing dan di tempat itu terdapat tulang, sudah pasti para
dimaknai dengan memperebutkan harta. Orang yang suka memperebutkan harta
dimaknai dengan orang yang tamak. Berdasarkan makna tersebut, contoh (4)
mempunyai maksud menggambarkan perilaku buruk seseorang, yakni satu tuturan
yang diberikan oleh penutur kepada mitra tutur dengan tujuan menggambarkan
tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat yang jahat atau tidak menyenangkan.
Uraian (4) misalnya diucapkan seseorang untuk menggambarkan perilaku
buruk suatu keluarga yang saling berebut harta warisan keluarga. Perebutan harta
warisan itu sampai terdengar ke tetangga-tetangga kampung. Hingga ada satu
orang yang menuturkan peribahasa tersebut seperti tampak dalam kalimat berikut:
“Lihatlah keluarga itu seperti anjing berebut tulang”.
Uraian (5), ayam bertelur di padi bermakna „hidup senang dan mewah‟.
Dari makna tersebut ayam merepresentasikan kehidupan seseorang yang
menyenangkan. Pada kenyataannya seekor ayam apabila bertelur di padi sudah
tentu ayam itu tidak perlu mengais di luar untuk memperoleh makanan, karena ia
sudah bertelur di padi. Padi merupakan makanan ayam. Padi mendeskripsikan
„kemewahan‟, sedangkan ayam bertelur mendeskripsikan „kesenangan‟.
Berdasarkan makna tersebut, maksud dari penutur adalah menggambarkan
keadaan menyenangkan, yakni satu tuturan yang diberikan penutur dengan tujuan
memberi gambaran tentang rasa senang hati, memuaskan, menarik (hati) kepada
mitra tutur. Uraian (5), menjadi wajar ketika dituturkan untuk menggambarkan
menikah hidup dengan kemewahan karena mendapatkan suami yang kaya raya.
Peribahasa tersebut muncul seperti berikut:
“Lihatlah Rini sekarang bagai ayam bertelur di padi”.
Uraian (6), berhakim kepada beruk bermakna „meminta pertimbangan
kepada orang yang tamak‟. Dari makna tersebut, beruk merepresentasikan orang
yang tamak. Pada kenyataannya seekor beruk merupakan binatang yang rakus
atau tamak. Seekor beruk jika melihat makanan kesukaannya entah itu milik siapa
sudah pasti ia akan merebutnya. Karena sifatnya yang suka merebut makanan
beruk terkenal dengan binatang yang tamak. Berhakim di sini dimaknai dengan
meminta pertimbangan. Jika kita meminta pertimbangan kepada orang yang
tamak, kita tidak akan mendapatkan solusi yang benar. Seharusnya kita meminta
pertimbangan kepada orang yang murah hati atau baik hati dan bijaksana.
Berdasarkan maknanya tersebut, contoh (6), mempunyai maksud
mengejek, yakni satu tuturan yang diberikan oleh penutur kepada mitra tutur
dengan tujuan memberi kritikan (celaan, ejekkan, dsb) kepada mitra tutur . Dalam
konteks ini, misalnya penutur memberi celaan kepada mitra tuturnya yang
meminta pertimbangan kepada orang yang tamak. Celaan muncul karena bagi
penutur apa yang dilakukan oleh mitra tuturnya itu perbuatan yang salah,
seharusnya mitra tutur meminta pertimbangan kepada orang yang murah hati dan
bijaksana. Munculah tuturan seperti contoh berikut:
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam butir 1.1, permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Nama binatang apa saja yang digunakan dalam peribahasa bahasa
Indonesia?
1.2.2 Apa maksud yang direpresentasikan oleh nama binatang dalam
peribahasa bahasa Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peribahasa yang
berunsur nama binatang. Secara khusus penelitian ini dapat dirinci sebagai
berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan nama binatang apa saja yang digunakan di dalam
peribahasa bahasa Indonesia.
1.3.2 Mendeskripsikan maksud yang direpresentasikan oleh nama-nama
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini berupa deskripsi tentang nama-nama binatang yang digunakan di dalam peribahasa bahasa Indonesia dan deskripsi tentang maksud
yang direpresentasikan oleh nama-nama binatang dalam peribahasa bahasa
Indonesia. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis.
Manfaat teoretisnya adalah memperkaya khazanah linguistik, terutama dalam
kajian semantik dan pragmatik. Manfaat praktis hasil penelitian ini adalah
mendokumentasikan atau mendaftar peribahasa yang berunsur nama binatang
dalam bahasa Indonesia. Bagi pengguna bahasa hasil penelitian tentang
peribahasa nama binatang dapat menjadi rujukan untuk digunakan kembali dalam
kehidupan sehari-hari.
1.5 Tinjauan Pustaka
Tulisan tentang peribahasa Bahasa Indonesia telah dikemukakan
sebelumnya oleh Kartono (2004: 62-66) dan Antono (2011: 59-66). Kartono
(2004: 62-66), dalam artikel yang berjudul “Pembelajaran Peribahasa: Mengasah
Budi Membangun Pekerti” dalam buku Bahasa Merajut Sastra Merunut Budaya,
menjelaskan peribahasa adalah bahasa berkias yang berupa kalimat atau kelompok
kata yang tetap susunannya. Kartono memberi sumbangan tentang pembelajaran
peribahasa, yakni tentang budi pekerti. Kartono memaparkan pembelajaran
peribahasa tentang budi pekerti kepada siswa adalah makna bijak yang terkandung
nasihat yang tidak terbantahkan. Setiap siswa diajak untuk merefleksikan
peribahasa yang akan mendorong mereka mengambil setiap pengalamannya yang
berkaitan dengan pesan-pesan nan bertuah.
Antono (2011: 59-66), dalam artikel yang berjudul “Kreativitas dalam
Peribahasa dan Pemendekan” dalam buku Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia
dalam Jebakan Kapitalisme, menjelaskan bahwa peribahasa merupakan sesuatu
yang dimiliki masyarakat yang bersifat mapan. Antono memberi sumbangan
tentang kreativitas yang terjadi dalam peribahasa yang memberikan nuansa lain
dalam berbahasa.
Setelah dilakukan tinjauan pustaka dari Kartono (2004) dan Antono (2011),
dapat dicatat bahwa sudah dilakukan kajian tentang peribahasa. Hal tersebut
berupa peribahasa secara umum. Namun, Peribahasa Berunsur Nama Binatang
dalam Bahasa Indonesia belum pernah diteliti. Oleh karena itu, penelitian tentang
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini dipaparkan pengertian peribahasa, pengertian
representasi, pengertian konteks, pengertian makna, dan pengertian maksud.
1.6.1 Peribahasa
Topik tentang peribahasa secara luas telah dikemukakan antara lain oleh
Widjoputri (2009: iii). Widjoputri merumuskan peribahasa adalah bentuk
pengucapan atau kata kiasan yang sering dijumpai dalam kesusasteraan lama yang
mengandung makna tersembunyi. Peribahasa juga merupakan ungkapan yang
dibentuk dari kalimat ringkas dan padat, yang biasa berisikan perbandingan,
perumpamaan, sindiran, dan nasihat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1055), peribahasa adalah
kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan
maksud tertentu (dulu peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, perumpamaan).
Peribahasa juga disebut sebagai ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi
perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku.
Menurut Sadikin (2010 : 31-32), peribahasa ialah bentuk pengucapan yang
banyak dijumpai dalam kesusastraan lama, sebagai wakil cara berpikir bangsa kita
di zaman lama itu. Perhubungan mereka yang rapat dengan sekelilingnya
menimbulkan ilham dan kaca perbandingan bagi mereka terutamanya ahli-ahli
orang pada masa dahulu untuk memberi nasihat, teguran atau sindiran dan mudah
pula ditangkap oleh pihak yang dinasehatinya.
1.6.2 Representasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1167), representasi adalah
perbuatan mewakili, keadaan diwakili, dan apa yang mewakili; perwakilan.
Menurut Barker (2005: 259), representasi merupakan suatu ekspresi
langsung realitas sosial dan atau suatu distorsi potensial dan distorsi aktual atas
realitas tersebut.
1.6.3 Konteks
Menurut Lubis (2011) dalam Analisis Wacana Pragmatik, konteks
pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu; (1) konteks fisik
(physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu
komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan
atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu; (2) konteks
epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama
diketahui oleh pembicara ataupun pendengar; (3) konteks linguistik (linguistics
context) yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului
satu kalimat atau satu tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks
sosial (social context), yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi
Dalam bahasa, tuturan patut dilandasi oleh konteks. Mengenai hal ini,
Baryadi (2002) dalam Dasar-dasar Analisis Wacana Dalam Ilmu Bahasa-nya,
perihal wacana dan konteks, mencantumkan apa yang pernah Hymes kemukakan,
yakni: SPEAKING. Setiap huruf pada akronim tersebut bila dipanjangkan satu
persatu, ialah: S (setting and scene), P (participants), E (end), A (act sequences),
K (key), I (instrumentalities), N (norms), dan G (genres). Baryadi menyatakan
(2002: 40), “Dari delapan butir konteks tersebut, sebenarnya yang mendasar
hanyalah tiga jenis, yaitu pembicara (speaker/addresser/writer), isi bicara
(topic/information), dan mitra bicara (listener/hearer/reader/addressee).” Begitu
pula peribahasa juga membutuhkan setidaknya tiga butir kontesk yang mendasar
tersebut.
Aminuddin (2002: 36) mengutarakan, “Konteks ujaran merupakan konteks
pertuturan berupa situasi, lokasi, persona yang terlibatkan, kondisi saat pertuturan
berlangsung dan berbagai situasi dan kondisi pada umumnya yang memungkinkan
terjadinya peristiwa tuturan.” Apa yang dinyatakan oleh Hamid Hasan Lubis,
Baryadi, dan Aminuddin memacu kerangka pikir peneliti dalam memandang
konteks tuturan. Dalam hal ini, konteks bersifat luas dan dinamis.
1.6.4 Makna
Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling mengerti
(Aminuddin, 1988: 53). Dari batasan pengertian itu dapat diketahui adanya tiga
antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena
kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.
Harimurti (2008: 148) berpendapat makna (meaning, linguistic meaning,
sense) yaitu: (1) maksud pembicara, (2) pengaruh satuan bahasa dalam
pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia, (3)
hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam
di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya, (4) cara
menggunakan lambing-lambang bahasa.
Hubungan antara bentuk dan makna bersifat arbitrer dan konvensional. Sifat
arbitrer mengandung pengertian tidak ada hubungan klaisal, logis, alamiah
ataupun historis, dsb. antara bentuk dan makna itu. Sementara itu, sifat
konvensional menyarankan bahwa hubungan antara bentuk dan kebahasaan dan
maknanya terwujud atas dasar konvensi atau kesepakatan bersama (Wijana, 2011:
3). Makna bersifat umum dan tidak tertentu. Makna juga bersifat internal, jadi
unsur ini ada di dalam bahasa. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa makna merupakan arti dari suatu kata atau maksud pembicara yang
membuat kata-kata tersebut berbeda dengan kata-kata lain.
1.6.5 Maksud
Chaer (1989: 35), dalam bukunya yang berjudul Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia, menjelaskan maksud adalah suatu gejala yang ada di luar
pihak subjeknya. Di sini orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah
berupa kalimat maupun frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan
makna lahiriah ujaran itu sendiri. Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk
ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain.
Selama masih menyangkut segi bahasa, maka maksud itu masih dapat disebut
sebagai persoalan bahasa.
Baryadi (2012: 17), bagi penutur, maksud merupakan kehendak yang
dijadikan pangkal tolak melakukan komunikasi dengan mitra tutur. Tuturan
beserta informasi yang dikandungnya adalah sarana mengungkapkan maksud.
Bagi mitra tutur, maksud merupakan sesuatu yang diperjuangkan untuk dipahami.
Sarana untuk memahami maksud itu adalah tuturan berikut informasi yang ada di
dalamnya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan ciri-ciri maksud. Pertama,
maksud merupakan unsur luar-tuturan (ekstralingual). Kedua, maksud bersifat
subjektif, yaitu ada di dalam subjek penutur. Ketiga, maksud menjadi titik tolak
penutur melakukan komunikasi dengan mitra tutur. Keempat, maksud merupakan
sesuatu yang dikejar untuk dipahami mitra tutur. Kelima, maksud berada dibalik
tuturan yang mengandung informasi. Keenam, maksud sangat terikat konteks,
yaitu diungkapkan dan dipahami melalui tuturan yang berada dalam konteks
tertentu. ( Baryadi 2012:17).
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data, (ii)
analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan
masing-masing tahap dalam penelitian ini.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah peribahasa berunsur nama binatang dalam
bahasa Indonesia. Objek ini berada dalam data yang berupa kalimat. Data
diperoleh dari sumber tertulis, yaitu buku Kumpulan Peribahasa & Pantun Plus
Majas karya Widjoputri, Kamus Peribahasa karya Sarwono Pusposaputro, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia karya Dendy Sugono, dkk., (edisi. 2008).
Data yang dikumpulkan adalah berupa peribahasa yang berunsur nama
binatang dalam bahasa Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode simak. Metode simak adalah metode pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengamati dan menyimak langsung penggunaan
bahasa. Teknik yang digunakan dalam tahap pengumpulan data adalah teknik
nonpartisipan atau teknik simak bebas libat cakap dengan mengamati dan
mencatat data berupa peribahasa dalam bahasa Indonesia yang berunsur nama
binatang. Data yang sudah terkumpul diklasifikasikan berdasarkan referen nama
binatang dan maksud yang terkandung di dalam peribahasa bahasa Indonesia.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Langkah kedua adalah menganalisis data. Setelah data terklasifikasikan, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah
bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Dalam penelitian ini metode
padan yang dipilih adalah metode padan referensial dan metode padan pragmatis.
Metode padan referensial adalah metode yang alat penentunya berupa
referen (Sudaryanto, 1993: 15). Metode padan referensial digunakan untuk
menentukan identitas satuan kebahasaan menurut referen yang dirujuk. Metode ini
diterapkan untuk menjawab masalah “nama binatang apa saja yang digunakan
dalam peribahasa bahasa Indonesia”, sebagai contoh:
(7) Anjing galak babi berani (Widjoputri, 2009: 8)
Dengan metode padan referensial, anjing galak babi berani dalam contoh (7)
dapat ditentukan apakah peribahasa itu berunsur nama binatang atau tidak. Kata
anjing galak babi berani menunjukkan bahwa peribahasa tersebut berunsur nama
binatang, yakni anjing dan babi. Anjing adalah binatang menyusui yang biasa
dipelihara untuk menjaga rumah, berburu, dsb. (Sugono, dkk., 2008: 71),
sedangkan babi adalah binatang menyusui yang bermoncong panjang, berkulit
tebal, dan berbulu kasar (Sugono, dkk., 2008: 108). Jadi anjing galak babi berani
termasuk peribahasa yang berunsur nama binatang.
Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan
atau mitra tutur. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan
kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau
mitra wicaranya ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicaranya
(8) Seperti tikus jatuh ke beras (Widjoputri, 2009: 96)
Pada (8), seperti tikus jatuh ke beras, bermakna „mendapatkan tempat yang
membahagiakan dan menguntungkan‟ ditemukan maksud menggambarkan
keadaan menyenangkan. Penentuan seperti itu dilakukan menurut jalur kerja
metode padan pragmatis, yaitu contoh (8), ditentukan sebagai maksud
menggambarkan keadaan menyenangkan, yakni ketika penutur (penulis) melihat
temannya (mitra tutur) yang sedang bahagia karena ia baru saja diangkat menjadi
direktur di sebuah perusahaan maka tuturan ini pun muncul seperti berikut ini:
“Kau ini Ta seperti tikus jatuh ke beras saja”.
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah tahap analisis data, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil analisis data. Analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan
metode formal dan informal. Hasil penelitian ini disajikan dengan menggunakan
metode informal, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang biasa, yaitu kata-kata
yang bersifat denotatif dan bukan kata yang bersifat konotatif. Penyampaian hasil
analisis data dalam penelitian ini juga menggunakan metode formal, yaitu
memanfaatkan berbagai lambang, tanda, singkatan dan sejenisnya.
1.8 Sistematika Penyajian
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,
dan sistematika penyajian. Bab II berisi tentang daftar peribahasa yang berunsur
nama binatang dalam peribahasa bahasa Indonesia. Bab III berisi uraian dan
analisis maksud yang direpresentasikan oleh nama-nama binatang dalam
18 BAB II
NAMA BINATANG YANG DIGUNAKAN
DALAM PERIBAHASA BAHASA INDONESIA
2.1Pengantar
Dalam bab ini dibahas tentang nama binatang apa saja yang digunakan
dalam peribahasa bahasa Indonesia. Binatang yang dipakai sebagai unsur
pembentuk peribahasa bahasa Indonesia yang berupa satu nama binatang
berjumlah 63 peribahasa dan yang berupa dua nama binatang berjumlah 70
peribahasa. Peribahasa bahasa Indonesia yang berunsur satu nama binatang
berjumlah 63 yang secara alfabetis meliputi, (1) anjing, (2) ayam, (3) babi, (4)
badak, (5) balam, (6) bangau, (7) banteng, (8) belacan, (9) belalang, (10) belut,
(11) beruk, (12) biawak, (13) buaya, (14) burung, (15) cacing, (16) capung, (17)
cecak, (18) elang, (19) enggang, (20) gagak, (21) gajah, (22) harimau, (23) ikan,
(24) itik, (25) kambing, (26) katak, (27) keledai, (28) kepiting, (29) kera, (30)
kerbau, (31) kerong, (32) kijang, (33) kodok, (34) kucing, (35) kuda, (36) kuman,
(37) kumbang, (38) kura-kura, (39) kutu, (40) laba-laba atau labah-labah, (41)
lalat, (42) langau, (43) lebah, (44) lembu, (45) merak, (46) merpati, (47) monyet,
(48) musang, (49) nyamuk, (50) pelanduk, (51) pipit, (52) rusa, (53) sapi, (54)
semut, (55) sepat, (56) serigala, (57) tikus, (58) tuma, (59) tupai, (60) udang, (61)
ular, (62) ulat, dan (63) unta.
Peribahasa bahasa Indonesia yang berunsur dua nama binatang berjumlah
anjing dan kuda, (4) anjing dan musang, (5) anjing dan gajah, (6) ayam dan elang,
(7) ayam dan itik, (8) ayam dan musang, (9) ayam dan penyu, (10) balam dan
ketitiran, (11) bangau dan badak, (12) bangau dan kerbau, (13) beruk dan kera,
(14) buaya dan harimau, (15) buaya dan ikan, (16) burung dan ketam, (17) burung
dan punai, (18) cacing dan ular, (19) cecak dan kaper, (20) elang dan agas, (21)
elang dan ayam, (22) elang dan belalang, (23) elang dan buaya, (24) elang dan
burung pungguk, (25) elang dan murai, (26) elang dan musang, (27) elang dan
punai, (28) enggang dan pipit, (29) gagak dan bangau, (30) gagak dan murai, (31)
gajah dan babi, (32) gajah dan harimau, (33) gajah dan kancil, (34) gajah dan
katak, (35) gajah dan kera, (36) gajah dan kuman, (37) gajah dan pelanduk, (38)
gajah dan rusa, (39) gajah dan tuma, (40) gajah dan udang, (41) gajah dan ular,
(42) harimau dan kambing, (43) harimau dan pelanduk, (44) harimau dan tikus,
(45) ikan dan belalang, (46) ikan dan burung, (47) ikan dan kucing, (48) kambing
dan kerbau, (49) katak dan lembu, (50) kera dan belacan, (51) kerbau dan ayam,
(52) kerbau dan harimau, (53) kerbau dan kuda, (54) kerbau dan sapi, (55) kucing
dan harimau, (56) kucing dan tikus, (57) kuda dan keledai, (58) kuda dan lembu,
(59) lalat dan kerbau, (60) langau dan gajah, (61) musang dan ayam, (62) pipit
dan enggang, (63) pipit dan gajah, (64) semut dan belalang, (65) sepat dan cacing,
(66) serigala dan domba, (67) tikus dan kucing, (68) udang dan ikan, (69) ular dan
2.2Peribahasa yang Berunsur Satu Nama Binatang
2.2.1 Anjing
Anjing adalah binatang menyusui yang biasa dipelihara untuk menjaga
rumah, berburu, dsb. (Sugono, dkk., 2008: 71). Berdasarkan penelitian ada 33
peribahasa nama binatang anjing, berikut ini 33 peribahasa nama binatang anjing.
(9) Anjing diberi makan nasi, bilakah kenyang?
Tak ada gunanya menanamkan kebaikan pada orang yang jahat (10) Anjing ditepuk menjungkit ekor
Orang yang tidak berbudi kalau dihormati malah menyombongkan diri
(11) Anjing itu jika dipukul sekalipun, berulang juga dia ke tempat yang banyak tulang
Orang jahat pasti akan mengulang kejahatannya meskipun kerap mendapat hukuman
(12) Anjing mengulangi bangkai
Laki-laki yang mengulangi perbuatan tak senonoh (13) Anjing tiada bercawat ekor
Sesuatu yang hina tak indah dan tak berguna bagi mata sekalian orang
(14) Anjing manyalak kafilaf berlalu
Jalan terus, tak mengindahkan rintangan (15) Anjing menyalak tak akan menggigit
Ancaman yang tidak berbahaya (16) Anjing bersepit ekor
Lari
(17) Arangnya tak termakan oleh anjing
Bicaranya tajam dan sangat menyinggung perasaan
(18) Anjing itu meskipun dirantai dengan rantai emas sekalipun, niscaya berulang-ulang juga ia ke tempat najis
Orang yang dasarnya hina tidak akan dapat mengubah tingkah lakunya, meskipun ia diberi tempat yang baik dan layak
(19) Bagai anjing beranak enam
Perihal orang yang kurus sekali bagai tidak terurus (20) Bagai anjing kedahuluan
Hal seseorang yang sangat kecewa dan gelisah, karena laba yang diharap-harap telah didapat orang lain
(21) Bagai anjing melintang denai
Seseorang yang dalam kesusahan; halnya serba salah (23) Bagai disalak anjing bertuah
Tak dapat bertangguh, permintaan pasti dikabulkan (anak-anak yang tak dapat ditolak kehendaknya)
(24) Bangsa anjing kalau biasa makan tahi, tak dimakan, dicium ada juga
Orang yang biasa berbuat jahat walau bagaimana teringat berbuat jahat juga
(25) Habis minyak sepasu, ekor anjing tak mau lurus
Mengubah/memperbaiki orang yang pada dasarnya jahat itu sangat susah, karena apabila ada kesempatan ia akan berbuat jahat lagi (26) Intan itu jika keluar dari mulut anjing sekalipun, akan tetap intan
juga
Kebenaran nasihat yang baik itu harus diterima, dari siapapun datangnya
(27) Licin bagai dijilat anjing kurus
Makanan habis licin tandas
(28) Masakan gunung akan runtuh, walaupun seribu anjing menyalak
Keagungan (kemuliaan) yang telah nyata itu, sulit untuk menghindarinya
(29) Meskipun sepuluh kapal masuk, anjing bercawat ekor juga
Orang yang dungu, tidak mengindahkan perubahan yang terjadi di sekitarnya
(30) Rakus seperti anjing kurus
Sangat rakus
(31) Seperti anjing beroleh bangkai
Orang yang sangat rakus dengan mudah mendapatkan benda (32) Seperti anjing berebut tulang
Orang yang suka memperebutkan harta benda orang lain (33) Seperti anjing kepala busuk
Jika sudah diketahui kejahatannya kemanapun dia pergi pasti dihina orang
(34) Seperti anjing makan muntahannya
Perihal seseorang yang memuji atau menyenangi sesuatu yang dahulu dicela dan dianggap jijik
(35) Seperti anjing makan tulang
Perihal seseorang yang bersungut-sungut seolah-olah tidak senang atas sesuatu yang diperolehnya karena kurang memuaskan
(36) Seperti anjing menggonggong tulang
Orang yang berusaha merebut harta benda orang lain (37) Seperti anjing terpanggang ekor
Orang yang kesusahan minta pertolongan kesana-kemari
(38) Seperti anjing lapar mendapat tulang, daging segumpal dan sekeping apam
(39) Seperti anjing menggonggong bangkai
Orang laki-laki membawa perempuan jahat
(40) Sepuluh kapal datang, anjing masih bercawat ekor
Meskipun banyak orang yang berilmu/pandai, tetapi kalau yang dididik tidak mau meniru dan tetap malas, tentu mereka akan tetap bodoh
(41) Waktu seribu anjing menyalak, gunung bolehkah runtuh
Perkataan orang kecil tidak akan mempengaruhi orang besar
2.2.2 Ayam
Ayam termasuk unggas yang pada umumnya tidak dapat terbang, dapat
dijinakkan dan dipelihara, berjengger, yang jantan berkokok dan bertaji,
sedangkan yang betina berkotek dan tidak bertaji (Sugono, dkk., 2008: 105).
Berdasarkan penelitian ada 46 peribahasa nama binatang ayam, berikut ini 46
peribahasa nama binatang ayam.
(42) Ayam putih terbang siang
Mudah ketahuan (tentang perkara dan sebagainya) (43) Ayam hitam terbang malam
Sukar ketahuan (tentang perkara dan sebagainya) (44) Ayam baru belajar berkokok
Baru cukup umur (untuk inginkan perempuan) (45) Ayam bertelur di atas padi mati kelaparan
Orang menderita kesusahan di tempat yang mewah
(46) Ayam hitam terbang malam,siapa tahu berdebus bunyinya
Perkara gelap, dasar penentuan pun gelap pula Debus: bunyi burung terbang
(47) Ayam menang kampuh tergadai
Orang dapat uang lalu ditagih hutangnya, terpaksa menggadaikan selimut; menerima uang yang tak mencukupi
Kampuh: selimut rangkap 3 helai (48) Ayam seekor bertambang dua
Seorang bapak yang merundingkan hubungan menikahkan anak gadisnya dengan dua tiga bujang yang ingin menikahinya
(49) Ayam patah kalau-kalau dapat menikam
Orang yang sudah jatuh melarat, mungkin kelak dapat bangun kembali
Melindungi yang lemah supaya selamat
(51) Ayam beroga itu kalau diberi makan di pinggan emas sekalipun, ke hutan juga perginya
Orang yang merantau, biarpun senang di negeri orang, pada suatu masa akan pulang juga ke negerinya.
(52) Ayam hitam terbang malam, hinggap ke rimba dalam, bertali ijuk bertambang tanduk
Perkara kejahatan yang amat sukar dilacak (53) Ayam laga sekandang
Pertengkaran dalam suatu rumah tangga atau dalam suatu keluarga (54) Ayam lepas, tangan bertahi
Suatu usaha yang gagal, sedangkan orang yang mengerjakan mendapat malu juga
(55) Ayam putih terbang siang, hinggap di kayu merarasi, bertali benang, bertambang tulang
Sesuatu perkara kejahatan yang sudah benar-benar jelas, cukup dengan saksi keterangannya
(56) Ayam tangkas di gelanggang
Orang pandai berbicara dan berpidato di muka umum (57) Baik membawa resmi ayam betina
Tak usah menyombongkan keberanian, karena itu akan membawa kemeralatan
(58) Bagai ayam dibawa ke lampok
Tercengang-cengang seperti orang desa masuk kota besar Lampok: onggokan padi yang telah disabit
(59) Bagai ayam mabuk tahi
Pucat lesi lemah karena sakit (60) Bagai ayam mengerang telur
Paras elok kemerah-merahan (61) Bagai ayam lepas bertaji
Seseorang tertimpa kesusahan dibiarkan; serba susah. Orang lain dalam bahaya diurus, tapi diri sendiri tertimpa bahaya
(62) Bagai ayam kena kepala
Tak dapat menjawab atau berbuat sesuatu lagi, karena tepat benar kenanya
(63) Bagai ayam kurik panjang ekornya
Seseorang yang cantik dan pandai berdandan
(64) Celaka malang berayam, padi masak makan ke hutan
Sudah berjirih-payah melakukan pekerjaan dan hampir berhasil tapi tiba-tiba harus ditinggalkan karena kemalangan
(65) Cabik-cabik bulu ayam, cencang air tidak putus
Persaudaraan berdasarkan pertalian darah tidak akan putus hubungan hanya karena perselisihan
(66) Carik-carik bulu ayam, lama-lama tercantum pula
Berganti hari atau tidak tetap mengerjakan suatu pekerjaan (68) Ibarat ayam, tidak mengais tidak makan
Untuk mencukupi segala kebutuhan kita harus bekerja keras (69) Kusut-kusut bulu ayam
Perselisihan keluarga, lama-lama juga akan rukun kembali (70) Muncung seperti seekor ayam
Selalu mau berkata-kata, tak mau diam Muncung: moncong
(71) Menerka ayam di dalam telur
Menentukan sesuatu yang mustahil dapat ditentukan/diketahui (72) Nasib seperti ayam, mengais dahulu baru makan
Seseorang yang miskin, sehingga terpaksa bekerja keras dahulu untuk dapat makan
(73) Panas-panas tahi ayam
Bekerja giat hanya pada waktu permulaan saja (74) Seekor ayam tak berkokok hari tak siangkah
Bukan seorang saja yang pandai dalam suatu negeri; bukan karena seorang saja pekerjaan selesai, orang lain masih banyak
(75) Seperti ayam, kais pagi makan pagi, kais petang makan petang
Orang miskin kalau tak bekerja keras tak dapat makan (76) Seperti ayam termakan rambut
Napas orang bengek
(77) Seperti ayam gadis bertelur
Tak tetap melakukan pekerjaan, terhenti-henti (78) Seperti ayam mendapat ubi
Girang mendapatkan barang yang disukainya (79) Sedap bagai ayam, sedencing bagai besi
Orang yang senasib sepenanggungan/seia sekata (80) Seperti anak ayam kehilangan induknya
Menderita kesusahan karena kehilangan panutan/pemimpinnya (81) Seperti ayam betina
Orang laki-laki tetapi penakut (82) Seperti ayam makan rumput
Orang yang kesusahan menanggung hidup (83) Seperti menggili induk ayam
Menggalakkan orang penakut supaya timbul keberanian (84) Terbulang di ayam betina
Menyuruh orang yang dikira pemberani, ternyata sangat penakut (85) Tuah ayam boleh dilihat, tuah manusia siapa tahu
Tidak ada seorang pun yang dapat menentukan nasibnya
(86) Yang buta peniup lesung, yang peka pelepas bedil, yang lumpuh menghalau ayam
Tenaga atau keahlian tiap-tiap orang itu dapat dipergunakan menurut kemampuannya masing-masing
Setiap orang ada gunanya, sesuai dengan kelebihan yang dimilikinya
2.2.3 Babi
Babi adalah binatang menyusui yang bermoncong panjang, berkulit tebal,
dan berbulu kasar (Sugono, dkk., 2008: 108). Berdasarkan penelitian ada dua
peribahasa nama binatang babi, berikut ini dua peribahasa nama binatang babi.
(88) Bagai babi merasai gulai
Orang hina tak layak mendapatkan bantuan dari bangsawan (89) Diidam seperti babi
Musuh itu selalu dicari untuk dibinasakan
2.2.4 Badak
Badak adalah binatang menyusui yang berkulit tebal, ada yang bercula
satu, ada yang bercula dua, termasuk keluarga Rhinocerotidae (Sugono, dkk.,
2008: 110). Berdasarkan penelitian ada lima peribahasa nama binatang badak,
berikut ini lima peribahasa nama binatang badak.
(90) Anak badak dihambat-hambat
Dengan sengaja mencari bahaya (91) Berkulit badak
Tak tahu malu (tak berperasaan)
(92) Sayang anak badak tamping, cucu konon badak raya
Heran seseorang bukan bangsawan mengaku kerabat raja (93) Pekak-pekak badak
Pura-pura tak dengar; dikatakan tentang anak gadis atau bujang yang dipercakapan orang tua bahwa orang akan memperistri atau mempersuamikan dia; padahal ia ingin sekali.
(94) Badak makan anak
2.2.5 Balam
Balam termasuk tekukur; burung yang hidup berpasangan, kadang-kadang
membentuk kelompok kecil, dan bersuara merdu (Sugono, dkk., 2008:125 dan
1423). Berdasarkan penelitian ada empat peribahasa nama binatang balam,
berikut ini empat peribahasa nama binatang balam.
(95) Ibarat seekor balam, mata lepas badan terkurung
Orang yang tidak mempunyai kebebasan (96) Memikat balam dengan balam
Menangkap penjahat harus dengan penjahat pula (97) Seperti tanah pelempar balam
Mencoba-coba melakukan sesuatu, kalau berhasil bersyukur, jika tidak berhasil tidak kecewa
(98) Sangkar sudah balam terlepas
Keperluan untuk sesuatu sudah dipersiapkan, tiba-tiba yang diperlukan lepas dari tangan (misal persiapan untuk berumah tangga sudah selesai, tiba-tiba tunangan diambil orang)
2.2.6 Bangau
Bangau termasuk _ngags besar yang kaki, leher, dan paruhnya panjang,
pemangsa ikan, hidup di tempat yang berair, seperti tepi pantai, sawah, paya-paya,
jenisnya bermacam-macam (Sugono, dkk., 2008: 132). Dalam penelitian ini hanya
ada satu peribahasa nama binatang bangau. Berikut ini peribahasa nama binatang
bangau.
(99) Setinggi-tinggi bangau terbang, surutnya ke kubangan
2.2.7 Banteng
Banteng termasuk lembu hutan (lembu yang masih liar) (Sugono, dkk.,
2008: 137). Dalam penelitian ini hanya ada satu peribahasa nama binatang
banteng. Berikut ini peribahasa nama binatang banteng.
(100)Terajar pada banteng pincang
Tidak ada gunanya mengajar orang keras kepala
2.2.8 Belacan
Belacan termasuk kucing hutan (Sugono, dkk., 2008: 159) atau dapat
disebut sebagai kuwuk, yakni kucing liar berukuran kecil, bulu berwarna dasar
kuning kecokelatan dengan tutul-tutul hitam, pandai memanjat dan berenang,
makanannya, seperti tikus, kelelawar, burung, ular, kadal, hidup
berpasang-pasangan, tidak mengenal musim kawin, yang jantan ikut mengasuh anaknya
(Sugono, dkk., 2008: 749). Berdasarkan penelitian ada dua peribahasa nama
binatang belacan, berikut ini dua peribahasa nama binatang belacan.
(101)Bagai belacan dikerat dua, yang pergi busuk, yang diam anyir
Kedua-duanya menjadi aib/buruk
(102)Karam Kantam oleh Kuantan, karam sambal oleh belacan
Seseorang yang kita kasihi dan kita sayangi merusakkan sesuatu yang telah kita berikan kepadanya
2.2.9 Belalang
Belalang termasuk serangga yang bersayap dua lapis dan mempunyai
daun-daunan (Sugono, dkk., 2008: 160). Berdasarkan penelitian ada enam peribahasa
nama binatang belalang, berikut ini enam peribahasa nama binatang belalang.
(103)Bagai mencari belalang di atas akar
Pekerjaan yang tidak mendapatkan hasil/sia-sia (104)Belalang dapat menuai
Mendapat rejeki yang tidak sengaja diperoleh (105)Tenung-tenung Pak Belalang
Diterka-terka dan pura-pura tidak tahu, padahal ia sudah tahu benar dimana benda itu berada
(106)Mata belalang belum pecah sudah hendak membuta
Tidur malam terlalu awal (sore) (107)Bagai belalang di atas kacang
Mengerjakan pekerjaan yang mustahil akan berhasil (108)Pak Belalang
Orang yang selalu mujur tanpa sengaja
2.2.10 Belut
Belut termasuk ikan air tawar dan payau, berbentuk memanjang mencapai
100 cm, hidup di dasar perairan tropis dan berlumpur, tersebar di perairan sungai
dan lembah wilayah Asia (Sugono, dkk., 2008: 166). Berdasarkan penelitian ada
11 peribahasa nama binatang belut, berikut ini 11 peribahasa nama binatang belut.
(109)Bagai belut dalam lumpur
Karena kecerdikannya maka tidak mudah kena tipu orang (110)Bagai belut digetir ekor
Orang yang sangat tangkas/serba cepat (111)Belut kena ranjau
Orang yang licik atau licin tapi kena tipu juga (112)Licin bagai belut
Tak pernah tertangkap karena sangat cerdik dan waspada (113)Seperti belut jatuh ke lumpur
Seseorang yang telah pulang ke kampung halaman jangan harap akan kembali lagi
(114)Menyukat belut
Pekerjaan yang sia-sia atau tidak mungkin berhasil (115)Belut kena ranjau
(116)Belut pulang ke lumpur
Kembali ke asalnya
(117)Kena kecipak orang berbelut
Terlibat dalam perkara orang lain (kena kecelakaan karena kesalahan orang lain)
(118)Bagai si kudung pergi berbelut
Pekerjaan sia-sia karena tidak berupaya melakukannya (119)Bagai belut diregang
Orang tinggi kurus
2.2.11 Beruk
Beruk termasuk kera besar yang berekor pendek dan kecil, dapat diajar
memetik buah kelapa (Sugono, dkk., 2008: 181). Berdasarkan penelitian ada enam
peribahasa nama binatang beruk, berikut ini enam peribahasa nama binatang
beruk.
(120)Bagai beruk kena ipuh
Menggeliat-geliat kesakitan
(121)Anak dipangku dilepaskan, beruk dirimba disusukan
Menyelesaikan urusan orang lain, sedangkan urusannya sendiri diabaikan/dilupakan
(122)Di rumah beraja-raja, di rimba berberuk-beruk
Berbuat sesuatu, hendaklah menurut keadaan tempatnya (123)Dirintang beruk berayun
Asyik melihat sesuatu dengan menghabiskan waktu (124)Mabuk melihat beruk berayun
Mengharapkan sesuatu yang tak mungkin bisa tercapai (125)Terambil muka beruk
Maksud hendak memperoleh pujian, tetapi celaan yang didapat
2.2.12 Biawak
Biawak adalah binatang melata serupa dengan bengkarung besar, panjang
seluruh tubuhnya kira-kira 2,5 m (dapat lebih), jenis Varamus dan banyak
peribahasa nama binatang biawak, berikut ini enam peribahasa nama binatang
biawak.
(126)Biawak kudung masuk kampung
Tersesat di daerah musuh (127)Lidah biawak
Orang yang tidak mempunyai pendirian tetap (128)Mendukung biawak hidup
Melakukan sesuatu (mempunyai anak-bini) yang sangat menyusahkan
(129)Bila pula biawak duduk
Hal yang mustahil
(130)Bercabang bagai lidah biawak
Orang palsu, lain hati lain bicara (131)Merendah terbang biawak
Perempuan yang mempertontonkan diri kepada lelaki yang menginginkannya
2.2.13 Buaya
Buaya adalah binatang melata (reptilia) berdarah dingin bertubuh besar
dan berkulit keras, bernapas dengan paru-paru, hidup di air (sungai, laut) (Sugono,
dkk., 2008: 213). Berdasarkan penelitian ada lima peribahasa nama binatang
buaya, berikut ini lima peribahasa nama binatang buaya.
(132)Adakah buaya menolak bangkai
Orang yang serakah dan tamak itu, tidak akan menolak keuntungan yang datang kepadanya, biarpun sedikit
(133)Air yang tenang jangan disangka tidak berbuaya
Orang yang pendiam jangan disangka orang yang baik-baik saja (134)Tak terlawan buaya menyelam air
Orang kecil yang melawan orang yang besar, tidak akan bisa menang
(135)Tak usah diajar anak buaya berenang ia sudah pandai juga
Orang yang sudah tahu tak usah diajar (136)Buaya melangsar
Pemuda yang mengintai-intai 2 gadis yang sedang menumbuk padi di muka rumahnya (Palembang)
2.2.14 Burung
Burung adalah binatang berkaki dua, bersayap dan berbulu, dan biasanya
dapat terbang; unggas (Sugono, dkk., 2008: 228). Berdasarkan penelitian ada 17
peribahasa nama binatang burung, berikut ini 17 peribahasa nama binatang
burung.
(137) Bagai burung terbang di udara
Kehidupan yang sangat bebas dan tidak ada yang mengganggu (138)Burung membadai di atas langit, merendah diharap jangan
Barang yang belum sampai di tangan janganlah terlampau diharapkan
(139)Burung tergenggam terlepas
Barang yang telah ada di tangan tiba-tiba hilang (140)Dengarkan cerita burung, anak dipangku dilepaskan
Karena mendengar pengaduan orang, kita tidak mempercayai sahabat atau kekasih kita
(141)Lebih manusia karena akal, lebih burung karena sayap
Segala sesuatu yang diciptakan Tuhan memiliki kelebihan masing-masing
(142)Niat hati menggetah bayan, tergetah burung selindit
Lain yang dimaksud atau diingini, lain pula yang didapat (143)Satu sangkar dua burung
Dua orang perempuan sama-sama menghendaki seorang lelaki (144)Burung terbang dipipiskan lada
Sudah bersedia untuk bersenang-senang dan sebagainya karena barang sesuatu yang belum lagi diperoleh
(145)Kuat burung karena sayap
Tiap-tiap orang ada kemampuannya atau kekuatannya
(146)Burung gagak itu jikalau dimandikan dengan air mawar sekalipun, tiada akan menjadi putih warnanya
Orang yang sudah bertabiat jahat tak dapat diperbaiki lagi
(147)Burung yang liar jangan dilepaskan, kabar yang mustahil jangan didengarkan
Jangan mempercayai kabar yang belum diketahui dengan sah kebenarannya
(148)Harapkan burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan
Karena mengharapkan keuntungan besar yang belum tentu, keuntungan kecil yang pasti, dilepaskan
(149)Ibarat burung, mata terlepas badan terkurung