• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Struktur Atap Monobeam Kayu Glulam dan Baja Bentang 25 Meter.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Struktur Atap Monobeam Kayu Glulam dan Baja Bentang 25 Meter."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ix Universitas Kristen Maranatha

PERBANDINGAN STRUKTUR ATAP MONOBEAM

KAYU GLULAM DENGAN BAJA BENTANG 25

METER

REZA APRIADI NRP: 0621026

Pembimbing : Dr. YOSAFAT AJI PRANATA, S.T., M.T. Pembimbing Pendamping : DENI SETIAWAN, S.T., M.T.

ABSTRAK

Dengan pertambahan penduduk yang sangat cepat, berimplikasi pada pertumbuhan kebutuhan pembangunan baik dalam bentang pendek maupun bentang panjang, maka mau tidak mau akan berdampak kepada kebutuhan akan material bahan bangunan salah satunya adalah kayu dan baja. Kayu merupakan bahan bangunan yang sesuai sekali sebagai salah satu material konstruksi karena mudah didapat, mudah dikerjakan, bobotnya yang agak ringan, dan cukup tinggi kekuatannya tehadap gaya tarik, tekan maupun lendutan. Kayu ini dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan struktur sehinggal digunakan proses perlekatan yang disebut kayu glulam. Glulam adalah susunan beberapa lapis kayu direkatkan satu sama lain secara sempurna menjadi satu kesatuan tanpa terjadi diskontinuitas perpindahan tempat, sedangkan material lain yaitu baja berbentuk profil gilas atau pelat yang dibengkokkan merupakan bahan bangunan atap yang sesuai sekali untuk lebar bentang 10 - 30 m.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dan membandingkan

penggunaan material kayu glulam dan baja untuk perencanaan struktur atap

monobeam dan menghitung analisis biaya struktur dengan tinjauan monobeam

kayu glulam dan baja.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah, untuk analisis kekuatan dengan beban yangs sama IWF 350.175.7.11 mampu menahan kuat lentur sebesar 65,61% lebih besar dari gaya ultimitnya dan kayu glulam 150 x 900 mm menahan 22,41% lebih besar dari gaya lentur ultimitnya, sedangkan untuk gaya geser baja mampu menahan sebesar 62,5% lebih besar dari gaya geser ultimit dan glulam sebesar 59,3% lebih besar dari gaya ultimitnya. Untuk kekakuan diperoleh hasil lendutan sebesar 15,34 mm untuk kayu glulam dan 37,924 mm untuk baja. Material kayu lebih berat dibandingkan baja dengan persen beda sebesar 29,042 % dan harga material kayu glulam lebih tinggi dibandingkan material baja dengan persen beda sebesar 6,67%.

(2)

x Universitas Kristen Maranatha

COMPARISON OF STEEL AND GLULAM WOOD

FOR MONOBEAM ROOF STRUCTURE WITH SPAN

25 METER

REZA APRIADI NRP: 0621026

Supervisor : Dr. YOSAFAT AJI PRANATA, S.T., M.T. Co-Supervisor: DENI SETIAWAN, S.T., M.T.

ABSTRACT

Rapid population growth implies a growing nees for landscape development in both short and long spans, it wiil inevitably affect the demand for building materials such as wood and steel. Wood is a very suitable building material as a contruction material because it is easy to get, easy to work, a rather light weight, high strength adn tensile strength cosmos press and deflection. This wooden structure was developed to meet the needs of attachment process used glulam timber. Glulam is the formation of several layers of wood glued to each other perfectly into a single unit without any displacement discotinuity, while other material is stell roller or plate shaped profile which is curved roof building materials suitable for the wide landscape was 10-30 m.

The purpose of this research is to study and compare the use of glulam wood and steel for roof structure of the review monobem planning and cost analysis to calculate the structure of the review monobem glulam wood and steel. The conclusion of this research are, for glulam wood with the size 150 x 900 mm (arranged by 6 lamina 150 x 150 mm) and stell 350.175.7.11 found that the deflection of the timber monobeam is smaller (more rigid) than steel with a percent relative difference 9,29%, the timber monobema is heavier that steel with a percent relative difference 29,04%, and the fabrication cost of the timber monobeam is higherr than steel with a percent relative difference 6,67%.

(3)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... iv

SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR ... v

SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR NOTASI ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 3

1.4 Sistematika Penulisan ... 4

1.5 Lisensi Perangkat Lunak ... 4

1.6 Metodologi Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Desain Struktur ... 6

2.1.1 Struktur Atap Monobeam Baja ... 6

2.1.2 Pengertian Balok Laminasi Lem (Glulam) ... 7

2.1.3 Komponen atap monobeam ... 8

2.1.4 Pembebanan ... 9

2.2 Desain Berdasarkan Peraturan Baja ... 10

2.2.1 Kombinasi Pembebanan ... 11

2.2.2 Faktor Reduksi ... 12

2.2.3 Kontrol terhadap Lendutan ... 13

2.2.4 Kontrol Terhadap Kelangsingan ... 13

2.2.5 Kontrol Terhadap Lentur ... 14

2.2.6 Kontrol Terhadap Kuat Geser ... 15

2.3 Desain Berdasarkan Peraturan Kayu NDS 2005... 15

2.3.1 Dasar Perencanaan ... 18

2.3.2 Faktor Koreksi ... 19

2.3.3 Kontrol Terhadap Lentur ... 21

2.3.4 Kontrol Terhadap Geser ... 22

(4)

xii Universitas Kristen Maranatha 2.4 Desain Terhadap Beban Angin Berdasarkan Peraturan AS/NZS ...

2002 ... 23

2.5 Analisis Biaya ... 28

2.6 Perencanaan Sambungan... 29

2.6.1 Atap Monobeam Baja ... 29

2.6.2 Atap Monobeam Kayu Glulam ... 32

2.6.3 Sambungan Las ... 37

BAB III STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN ... 40

3.1 Data Struktur Atap ... 40

3.2 Preliminary Desain Struktur Atap Monobeam ... 41

3.2.1 Pendimensian Gording ... 42

3.2.2 Pembebanan ... 46

3.2.3 Atap Monobeam dengan Baja ... 47

3.2.4 Atap Monobeam dengan Kayu Glulam ... 49

3.3 Analisis Atap Monobeam Baja dengan SAP2000 ... 53

3.3.1 Langkah-langkah Pemodelan Struktur ... 53

3.3.2 Kontrol Lendutan ... 57

3.3.3 Kontrol Kekuatan ... 58

3.3.4 Perencanaan Sambungan Baja ... 60

3.4 Analisis Atap Monobeam Kayu Glulam dengan SAP2000 ... 72

3.4.1 Langkah-langkah Pemodelan Struktur ... 72

3.4.2 Kontrol Lendutan ... 74

3.4.3 Kontrol Kekuatan Kayu Glulam ... 75

3.4.4 Perencanaan Sambungan... 76

3.5 Analisis Biaya ... 90

3.6 Pembahasan ... 96

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

4.1 Kesimpulan ... 98

4.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(5)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Struktur Atap Dengan Kayu Glulam ... 2

Gambar 1.2 Rangka Atap Menggunakan Baja IWF ... 3

Gambar 1.3 Diagram Alir Penelitian ... 5

Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Tumpu Kayu Pada Sambungan Baut ... 33

Gambar 2.2 Geometrik Sambungan Baut ... 34

Gambar 2.3 Tipe-tipe Sambungan Las ... 38

Gambar 2.4 Jenis-jenis Sambungan Las ... 39

Gambar 3.1 Denah Struktur ... 40

Gambar 3.2 Preliminary Desain Struktur Atap Monobeam ... 41

Gambar 3.3 Penampang Profil C ... 42

Gambar 3.4 Statis Momen Penampang Profil C ... 43

Gambar 3.5 Beban Mati Tambahan Pada Atap ... 46

Gambar 3.6 Beban Pekerja Pada Atap ... 46

Gambar 3.7 Beban Hujan Pada Atap ... 47

Gambar 3.8 Statis Momen Penampang IWF ... 48

Gambar 3.9 Denah Atap ... 49

Gambar 3.10 Input Plan Grid Secara Manual ... 53

Gambar 3.11 Tampilan Grid Data Sesuai Ukuran ... 54

Gambar 3.12 Mendefinisikan Material ... 54

Gambar 3.13 Input Data Property Material ... 54

Gambar 3.14 Input Dimensi Web dan Flens ... 54

Gambar 3.15 Model Struktur Atap Dua Dimensi Tampilan XZ ... 55

Gambar 3.16 Input Perletakan ... 55

Gambar 3.17 Mendefinisikan Static Load Case ... 56

Gambar 3.18 Input Beban Super Dead Load Pada Atap Monobeam ... 56

Gambar 3.19 Input Beban Live Load Pada Atap Monobeam ... 56

Gambar 3.20 Input Beban Hujan Pada Atap Monobeam ... 56

Gambar 3.21 Tampilan Input Kombinasi Pembebanan ... 57

Gambar 3.22 Tampilan Run Now Pada SAP2000 ... 57

Gambar 3.23 Tampilan Hasil Lendutan ... 57

Gambar 3.24 Tampilan Tegangan Maksimum σ11 ...58

Gambar 3.25 Tampilan Tegangan Maksium σ12 ...59

Gambar 3.26 Statis Momen Pada IWF ... 59

Gambar 3.27 Letak Sambungan ... 60

Gambar 3.28 Tegangan Lentur S11 Pada SAP2000 ... 60

Gambar 3.29 Tegangan Geser S12 Pada SAP2000 ... 61

Gambar 3.30 Sambungan Detail A ... 63

Gambar 3.31 Momen Sambungan ... 64

Gambar 3.32 Tegangan Lentur S11 Pada SAP2000 ... 65

Gambar 3.33 Tegangan Geser S12 Pada SAP2000 ... 65

Gambar 3.34 Sambungan Detail B ... 67

(6)

xiv Universitas Kristen Maranatha

Gambar 3.36 Perletakan Gording Pada Atap Monobeam ... 69

Gambar 3.37 Beban Geser Pada Gording ... 69

Gambar 3.38 Detail Sambungan Gording ... 70

Gambar 3.39 Tebal Las ... 71

Gambar 3.40 Input Data Material ... 72

Gambar 3.41 Material Type ... 72

Gambar 3.42 Input Data Property Material ... 72

Gambar 3.43 Input Dimensi Kruing, Lem , Flens, dan Web ... 73

Gambar 3.44 Model Struktur Atap Dua Dimensi Tampilan XZ ... 74

Gambar 3.45 Tampilan Hasil Lendutan ... 74

Gambar 3.46 Tegangan Lentur S11 Pada SAP2000 ... 75

Gambar 3.47 Tegangan Lentur S12 Pada SAP2000 ... 75

Gambar 3.48 Letak Sambungan ... 76

Gambar 3.49 Sambungan Kayu dan Pelat Baja 2 Irisan Menyambung 3 Komponen ... 76

Gambar 3.50 Tegangan Lentur S11 Pada Balok Glulam dari SAP2000 ... 78

Gambar 3.51 Detail Sambungan Kayu Detail A ... 81

Gambar 3.52 Tegangan Lentur S11 Kayu Pada SAP2000 ... 81

Gambar 3.53 Tegangan Lentur S11 Kayu Pada SAP2000 ... 81

Gambar 3.54 Sambungan Kayu Detail B ... 84

Gambar 3.55 Beban Geser Pada Gording ... 85

Gambar 3.56 Sambungan Gording Terhadap Kayu ... 86

Gambar 3.57 Detail Lem ... 87

Gambar 3.58 Denah Atap Tampak Atas ... 90

Gambar 3.59 Detail Lem ... 91

Gambar L1.1 Distribusi Beban Mati Pada Perletakan Sederhana ... 101

Gambar L1.2 Distribusi Beban Hidup Pada Perletakan Sederhana ... 101

Gambar L1.3 Distribusi Beban Hujan Pada Perletakan Sederhana ... 102

Gambar L1.4 Bagan Beban Angin ... 103

Gambar L1.5 Pembebanan Yang Dipikul Gording ... 103

Gambar L2.1 Reaksi Tumpuan Frame Pada Perletakkan Jepit Rol ... 113

Gambar L2.2 Reaksi Tumpuan Area Pada Perletakkan Jepit Rol ... 113

Gambar L2.3 Hasil Momen Maksimum Pada Frame ... 114

Gambar L2.4 Tegangan S11 Pada SAP2000 ... 115

(7)

xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Baja Struktural ... 11

Tabel 2.2 Faktor Reduksi (ϕ) Untuk Kekuatan Batas ... 12

Tabel 2.3 Batas Lendutan Maksimum ... 13

Tabel 2.4 Rasio Tebal Terhadap Lebar Untuk Elemen Profil I ... 14

Tabel 2.5 Faktor Konversi, KF. ...18

Tabel 2.6 Faktor Waktu, λ ... 19

Tabel 2.7 Faktor Tahanan ϕ ... 19

Tabel 2.8 Faktor Koreksi Layan Basah, CM ... 19

Tabel 2.9 Faktor Koreksi Suhu, Ct ... 19

Tabel 2.10 Faktor Penggunaan Datar, Cfu ... 20

Tabel 2.11 Korelasi, Esb, Fsb dan Fbu dengan G ... 22

Tabel 2.12 Terrain/Height Multipliers For Gust Wind Speeds Limit State Design-All Regions And Ultimate Limit State-Regions A, W And B ... 24

Tabel 2.13 Terrain/Height Multipliers For Gust Wind Speeds Limit State Design-All Regions And Ultimate Limit State-Regions C And D ... 25

Tabel 2.14 Walls-External Pressure Coefficient Cp,e) For Rectangular Enclosed Buildings-Windward Wall (W) ... 26

Tabel 2.15 Faktor Reduksi Area (Ka) ... 27

Tabel 2.16 Action Factors For Wind Pressure Contributing From Two Or More Building Surfaces To EffectsOn Major Structural Elements ... 27

Tabel 2.17 Faktor Panjang Efektif ... 28

Tabel 2.18 Jarak Tepi Minimum Baut ... 31

Tabel 2.19 Faktor Koreksi Layan Basah pada Sambungan Kayu ... 33

Tabel 2.20 Faktor Koreksi Suhu untuk Sambungan ... 34

Tabel 2.21 Faktor Koreksi Sambungan Baut ... 34

Tabel 2.22 Tahanan Lateral Acuan Satu Baut (Z) Pada Sambungan Dengan Dua Irisan yang Menyambung Tiga Komponen ... 36

Tabel 2.23 Kuat Tumpu Kayu (Fe) Dalam Psi... 37

Tabel 2.24 Ukuran Minimum Las Sudut. ... 39

Tabel 3.1 Perhitungan Zu ... 79

Tabel 3.2 Perhitungan Zu ... 82

Tabel 3.3 Harga Material ... 90

Tabel 3.4 Perhitungan Biaya Kuda-kuda Baja ... 95

Tabel 3.5 Perhitungan Biaya Kuda-kuda Kayu ... 95

Tabel 3.6 Perbandingan Atap Monobeam Baja dan Kayu ... 96

(8)

xvi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR NOTASI

Ab Luas penampang bruto, mm2

Aw Luas dari badan, tinggi keseluruhan dikalikan dengan ketebalan

badan, dtw (mm2)

b Lebar elemen penampang, mm

b lebar komponen struktur (mm) CL Faktor stabilitas balok

CM Faktor koreksi layan basah

Ct Faktor koreksi suhu

Cv Koefisien geser badan

Cv Faktor Volume untuk kayu laminasi struktural dilem atau kayu

Cfu Faktor penggunaan datar

Cg Faktor koreksi Geometrik

d tinggi komponen struktur (mm).

d Diameter baut

db Diameter baut nominal pada daerah tak berulir, mm

DL beban mati nominal, Kg

E Modulus elastis baja = 29.000 ksi (200.000 Mpa)

E beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989, atau penggantinya.

Emin’ Modulus elastisitas lentur rerata terkoreksi, MPa

b u

f Tegangan tarik putus baut, MPa Fcm kuat tumpu kayu utama MPa

Fcs Kuat tumpu pelat sekunder MPa

Fu Kekuatan tarik minimum yang disyaratkan, Mpa.

Modulus elastis geser baja = 80.000 Mpa

Fy Tegangan leleh minimum yang disyaratkan, Mpa. Seperti yang

(9)

xvii Universitas Kristen Maranatha titik leleh minimum yang disyaratkan ( untuk baja yang mempunyai titik leleh) atau kekuatan leleh yang disyaratkan ( untuk baja yang tidak mempunyai titik leleh.

Fyb tahanan lentur baut, MPa

Fb Kuat lentur kayu, MPa

Fb’ Kuat lentur kayu terkoreksi

fb Tegangan normal/ lentur, MPa

Fv Kuat geser, MPa

Fb* Referensi desain lentur, nilai dikalikan dengan semua faktor

koreksi kecuali CL, MPa

Fbe Nilai desain tekuk kritis untuk penampang lentur

fu Tegangan tarik putus pelat, MPa

fv tegangan geser,MPa

Fv Kuat geser kayu, MPa

Fv’ Kuat geser sejajar serat terkoreksi, MPa

G Berat jenis kayu

h untuk penampang tersusun yang dilas, jarak bersih antara sayap (mm)

Ha beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.

kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin,hujan,dan lain-lain.

Ie adalah panjang efektif tak terkekang yang digunakan pada

perencanaan batang tekan, mm. KF Faktor konversi

KF Tahanan terkoreksi

Kv Koefisien tekut geser pelat badan

L Panjang komponen struktur, (mm)b

L panjang komponen struktur lentur di antara titik-titik dengan momen nol (mm).

La beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh

(10)

xviii Universitas Kristen Maranatha lm tebal kayu utama, mm

lmax Panjang maksimum bentang bersih

ls tebal pelat sekunder, mm

m permukaan penampang terhadap berat kering oven Mn Kuat lentur nominal

MP Momen lentur plastis

Mu Momen lentur terfaktor

n jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam pada baris ke i nf jumlah total alat pengencang

nr jumlah baris alat pengencang dalam sambungan

ri 0.5 untuk baut tanpa ulir dan 0.4 untuk baut dengan ulir pada

bidang geser

Rb Faktor kelangsingan balok

Rd Kuat rencana, N

Rn kuat nominal.

tw Tebal badan baja, mm

tp Tebal pelat, mm

Td Kuat tarik rencana, N

tf Tebal sayap baja, mm

Vn Kuat geser nominal

Vd kuat geser rencana baut,N

W beban angin

x 10 untuk semua spesies kayu Z tahanan lateral acuan satu baut Zu Tahanan perlu sambungan

Zx Modulus penampang plastis di sumbu x, (mm3)

Z’ Tahanan terkoreksi sambungan

λ Faktor waktu kayu komposit struktural.

λ Parameter kelangsingan

λp Parameter batas kelangsingan

λr Parameter batas kelangsingan untuk elemen nonkompak

(11)

xix Universitas Kristen Maranatha

ФMn Kuat lentur rencana / momen desain

ϕRn kuat rencana.

Фf Faktor reduksi kekuatan saat fraktur

ϕz Faktor tahanan sambugan

(EA)m kekakuan aksial kayu utama

(EA)s kekakuan aksial kayu samping

(12)

xx Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Preliminary Gording ... 98

Lampiran II Verifikasi Software ... 109

(13)

101 Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN I

(Preliminary Gording)

L.1. Pendimensian gording

Berat sendiri gording dapat dihitung dengan menggunakan atau dengan

memisalkan berat sendiri gording (q) , Pembebanan yang dipikul oleh gording menggunakan persamaan :

L1.1. Beban Mati (q)

Gambar L1.1 Distribusi Beban Mati Pada Perletakan Sederhana

VA = VB =

1

2 x q x j

Mmax = 1

8 x q x j 2

L1.2. Beban Pekerja (qL)

Gambar L.1.2 Distribusi Beban Hidup Pada Perletakan Sederhana

VA = VB =

1 2 x P

Mmax = 1

4 x P x j j

VB

P

VA

j

VA

q

(14)

102 Universitas Kristen Maranatha

L1.3. Beban Air Hujan (q hujan)

Gambar L1.3 Distribusi Beban Hujan Pada Perletakan Sederhana

VA = VB =

1

2 x (q hujan)x j

Mmax = 1

8 x (qa hujan)x j 2

L1.4. Beban Angin

Beban Angin di hitung menurut peraturan Pembebanan Indonesia untuk gedung 1983. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positip dari tekanan negatif ( hisapan) yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatip ini dinyatakan dalam kg/m2. untuk gedung tertutup, koefisien angin ( + berarti tekanan dan – berarti hisapan), adalah sebagai berikut :

(1) Dinding vertikal :

Dipihak angin + 0,9

Di belakang angin - 0,4

Sejajar dengan arah angin - 0,4 (2) Atap segi tiga dengan sudut kemiringan ɑ

Dipihak angin : ɑ < 65° ( 0,002ɑ - 0,4) 65° < ɑ < 90° ( +0,9) Dibelakang angin untuk semua ɑ - 0,4

j

VA VB

(15)

103 Universitas Kristen Maranatha

Gambar L1.4 Bagan Beban Angin

L1.5. Menghitung Pembebanan yang dipikul gording:

Gambar L1.5 Pembebanan Yang Dipikul Gording

a. Akibat beban mati:

Berat gording C = q kg/m

Berat sendiri atap (Berat atap x Jarak Gording) = 5,85 kg/m qd = (5,85 + q) kg/m

(

)

A B d 5,85

1 1

V =V = x q x j= + x 4 = (23,4 +

(16)

104 Universitas Kristen Maranatha

(

)

2 2

max d

1 1

M = x q x j = x 5 x 4 = (11,7 + 2q) kgm 8 ,85 q

8 +

(

)

x d

D =q xsinα = 5,85 + q x sin18° = (1,8077 + 0,309q ) kg/m

(

)

y d

D =q x cosα = 5,85 q+ x cos18°= ( 5,56 + 0,951q ) kg/m

b. Akibat beban hidup:

1. Beban Pekerja (La)

Berdasarkan pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, besarnya beban La = 100 kg

A B

1 1

V =V P 100 50 kg

2 2

= = =

max

1 1

M = x P x j = x 100 x 4=100 kgm

4 4

ax

L =P x sinα =100 x sin18° =30, 902kg

ay

L =P x cosα =100 x cos18° =95,106 kg

2. Beban air hujan (Ha)

Berdasarkan pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, beban terbagi rata-rata per m2 dari beban air hujan sebesar (40-0,8) kg/m2. Ha = (40 - 0,8 α)

= (40 – 0,8 x 18°)

= 25,6 kg/m2, maka diambil 20 kg/m2 untuk beban air hujan yang diijinkan

ql = Ha x jarak gording = 20 x 1,4583 = 29,166 kg/m

A B l

1 1

V V = x q x j = x 29,166 x 4 =

2 2

= 58,332 kg

2 2

max l

1 1

M = x q x j = x 29,166 x 4 58, 332 kgm

8 8 =

x

D = ql x sinα = 29,166 x sin18° = 9,01278 kg/m

y

(17)

105 Universitas Kristen Maranatha

3. Beban Angin

Perhitungan beban angin berdasarkan peraturan AS/NZS 1170.2:2002 dilakukan sesuai persamaan (2.10), sehingga diperoleh tekanan angin rencana (p).

Tekanan angin desain diperoleh dengan mengalikan beberapa koefisien faktor. Kecepatan angin yang digunakan adalah sebesar 120 km/jam (33,333 m/detik), kecepatan angin ini diasumsikan sebagai VR (batas kecepatan angin minimum). Karena cuaca di Jawa barat sering terjadi hujan dan disertai petir, struktur termasuk dalam region A, W dan B. Sementara lokasi struktur yang terletak di pinggiran kota maka struktur atap termasuk ke dalam wilayah (Terrain

category) 3. Sehingga akan diperoleh nilai Mz, cat (faktor pengali untuk ketinggian suatu lahan) sebesar 1,052 yang diambil dari hasil interpolasi pada Tabel Tabel 2.12, dengan H (tinggi) struktur 14 meter.

Faktor pengali yang lain yaitu Md diperoleh berdasarkan data stasiun meteorologikal lokal, karena orientasi struktur di lokasi tidak diketahui maka diasumsikan Md = 1

sedangkan berdasarkan lokasi struktur dapat dilihat kemampuan struktur untuk melawan arah angin, sehingga Ms = 1. Dengan permukaan daerah yang bebas dari halangan, yaitu lokasi di atas permukaan laut, maka Mt = 1. Setelah semua koefisien faktor pengali ditentukan maka kecepatan angin rencana diperoleh sebagai berikut:

Vsit,β = VR x Md ( Mz,cat x Ms x M) = 33,333 X 1 ( 1,052 X 1×1) = 35,1 m/detik

Nilai Vsit, β dibandingkan dengan batas minimum kecepatan yaitu sebesar 50 m/det untuk diambil nilai yang paling besar, sehingga Vdes, θ (kecepatan angin rencana berdasarkan kecepatan angin di lokasi) adalah 52,6 m/detik. Untuk faktor pengali lainnya yaitu Cfig, dengan H (tinggi) struktur = 14 meter dapat diperoleh nilai Cp, e =0,7 karena H kurang dari 25 meter. Faktor reduksi area (Ka) dapat dilihat pada Tabel 2.15, dengan ukuran b (lebar) sruktur = 36 meter, (tinggi)

struktur = 8 meter dan h (tinggi) atap = 4 meter, maka besarnya Ka adalah :

Tinggi struktur → A = b x tinggi struktur = 36 x 8 = 360 m2

; Ka = 0,8

Tinggi atap → A = b x h = 36 x 4 = 144 m2

(18)

106 Universitas Kristen Maranatha

Kc = 1(AS/NZS 1170.2:2002) dan ρair = 1,2 kg/m3. Diperoleh Cfig adalah Cfig = Cp,e x Ka x Kc

= 0,8 x 0,8 x 1 = 0,64

Faktor respon dinamik, Cdyn = 1.0 (“natural frequencies” > 1.0 Hertz) (AS/NZS 1170.2:2002), sehingga besarnya Pa (tekanan angin rencana ) adalah sebagai berikut:

Pa = (0,5x ρair) [ Vdes,θ]2 x Cfig x Cdyn = ( 0,5 x 1,2) [35,1]2 x 0,64 x 1 = 473,09184 Pa = 48,225kg/m2

Setelah besarnya tekanan angin rencana diperoleh, maka dilakukan pendistribusian gaya menjadi beban.

Tekanan angin (Pa) = 48,225 kg/m2 Dipihak Angin (w1)

Untukα < 65° C1 = 0,02α-0,4 C1 = 0,02 (18) – 0,4 C1 = -0,04 kg/m w1 = C1 x Pa x d

w1 = -0,04 x 48,225 x 1,458 w1 = -2,81248 kg/m

Dibelakang angin C2 = -0,4 (untuk semua) w2 = C2 x Pa x d

w2 = -0,4 x 48,225 x 1,458 w2 = -28,12482 kg

Melalui perhitungan diatas didapatkan nilai w1 dan w2 negatif sehingga beban angin bersifat hisapan dan tidak diperhitungkan.

Perhitungan beban terfaktor: Diketahui:

DLx = (1,8077 + 0,309q ) kg/m DLy = ( 5,56 + 0,951q ) kg/m

Lax = 30,902 kg

Lay = 95,106 kg

Hx = 9,01278 kg/m

(19)

107 Universitas Kristen Maranatha

Kombinasi pembebanan yang digunakan yaitu: Kombinasi 1 = 1,4DL

Kombinasi 2 = 1,2 DL + 1,6 LL + 0,5 La Kombinasi 3 = 1,2 DL + 1,6 La + 0,8 WL Kombinasi 4 = 1,2 DL + 1,3 WL + 0,5 Ha Kombinasi 5 = 1,2 DL + 0,8 W + 1,6 Ha Kombinasi 6 = 0,9 DL + 1,3 WL + 0,5 Ha

Kombinasi 1 (1,4 DL)

Mx1 = 1 (1,4 (1,8077 + 0,309 )) x j = 2 1x1,4 ((1,8077 + 0,309q )) 2

8 x 4

8

= 5,0616 + 0,8652q kgm

My1 = 1 (1,4 DL ) x j = y 2 1x1,4 (5,56 + 0,951q 2

8 ) x 4

8

= 15,568 + 2,663q kgm Qx1 = 1

2 (1,4 DLx) x

(

)

1

j = x 1,4 1,8077 + 0,309q x 4 2

= 5,0616 + 0,8652q kg Qy1 = 1

2 (1,4 DLy) x 1

j = x 1,4(5,56 + 0,951q) x 4 2

= 15,568 + 2,663q kg

Kombinasi 2 (1,2DL+1,6LL+0,5 La or H)

Mx2 = x 2 ax

1 1

(1,2DL ) j + 0,5 ( L ) j

8 4

= 1 2 1

(1,2 (1,8077 + 0,309q) ) 4 + 0,5 ( 30,902) 4

8 4

= 4,33848 + 0,7416q + 15,451 kgm = ( 19,7895 + 0,7416q ) kgm

My2 = y 2 ay

1 1

(1,2DL ) j + 0,5 ( L ) j

8 4

= 1 2 1

(1, 2 x (5,56 + 0,951q))4 +0,5( 95,106)4

8 4

(20)

108 Universitas Kristen Maranatha

Qx2 =

(

x

)

x

1

1,2DL j + 0,5 La 2

= 1(1, 2(1,8077 + 0,309q)) 4 + 0,5 (130, 902)

2 2

= 4,3385 + 0,1854q + 7,7255 kg = 12.064 + 0,1854q kg

Qy2 =

(

y

)

ay

1

1,2DL j + 0,5 L 2

= 1(1, 2(5,56 + 0, )) 4 + 0,5 (195,106)

2 951q 2

= 13,344 + 2,282q + 23,7765 kg = 37,12 + 2,282q kg

Kombinasi 3 ( 1,2DL+1,6La+0,8WL)

Mx3 = x 2 ax

1 1

(1,2DL ) j + 1,6 ( L ) j

8 4

= 1 2 1

(1,2 (1,8077 + 0,309q) ) 4 + 1,6 ( 30,902) 4

8 4

= 4,33848 + 0,7416q + 49,443 kgm = 53,782 + 0,7416q kgm

My3 = 2 ay

1 1

(1,2DL ) j + 1,6 ( L ) j

8 y 4

= 1 2 1

(1,2 (5,56 + 0,951q) ) 4 + 1,6 ( 95,106) 4

8 4

= 13,344 + 2,2824q + 152,17 kgm = 165,516 + 2.2824q kgm

Qx3 =

(

x

)

ax

1

1,2DL j + 1,6 L 2

= 1(1, 2(1,8077 + 0,309q)) 4 + 1,6 (130, 902)

2 2

= 4,3385 + 0,1854q + 24,722 kg = 29,06 + 0,1854q kg

Qy3 =

(

y

)

ay

1

1,2DL j + 1,6 L 2

= 1(1, 2(5,56 + 0 )) 4+ 1,6 (195,106)

2 ,951q 2

(21)

109 Universitas Kristen Maranatha

Kombinasi 4 (1,2DL+1,3WL+0,5 Ha)

Mx4 = x 2 ax

1 1

(1,2DL ) j + 0,5 ( H ) j

8 4

= 1 2 1

(1,2 (1,8077 + 0,309q) ) 4 + 0,5 ( 9,01278) 4

8 4

= 4,33848 + 0,7416q + 4,51 kgm = 8,845 + 0,7416q kgm

My4 = y 2 ay

1 1

(1,2DL ) j + 0,5 ( H ) j

8 4

= 1 2 1

(1, 2 x (5,56 + 0,951q)) 4 + 0,5 ( 27,7385) 4

8 4

= 13,344 + 2,2824q + 13,87 kgm = 27,213 + 2,2824q kgm

Qx4 =

(

x

)

ax

1

1,2DL j + 0,5 H 2

= 1(1, 2(1,8077 + )) 4 + 0,5 (19, 01278)

2 0,309q 2

= 4,3385 + 0,1854q + 2,2532 kg = 6,592 + 0,185q kg

Qy4 =

(

y

)

ay

1

1,2DL j + 0,5 H 2

= 1(1, 2(5,56 + 0,9 )) 4 + 0,5 (127, 7385)

2 51q 2

= 13,344 + 2,282q + 6,935 kg = 20,28 + 2,282q kg

Kombinasi 5 ( 1,2DL+0,8 W +1,6 Ha)

Mx5 = x 2 ax

1 1

(1,2DL ) j + 1,6 ( H ) j

8 4

= 1 2 1

(1,2 (1,8077 + 0,309q) ) 4 + 1,6 ( 9,01278) 4

8 4

= 4,33848 + 0,7416q + 14,4245 kgm = 18,76 + 0,742q kgm

My5 = y 2 ay

1 1

(1,2DL ) j + 1,6 ( H ) j

8 4

= 1 2 1

(1, 2 x (5,56 + 0,951q))4 + 1,6 ( 27,738

8 4 5) 4

= 13,344 + 2,2824q + 44,382 kgm =57,73 + 2,2824q kgm Qx5 = 1 1,2DL

(

x

)

j + 1,6 Hx
(22)

110 Universitas Kristen Maranatha

=1(1, 2(1,8077 + )) 4 + 1,6 (19, 01278)

2 0,309q 2

= 4,3385 + 0,1854q + 7,21 kg = 11,55 + 0,1854q kg

Qy5 =

(

y

)

ay

1

1,2DL j + 1,6H 2

= 1(1, 2(5,56 + 0,9 )) 4 + 1,6 (127, 7385)

2 51q 2

= 13,344 + 2,282q + 22,191 kg = 35,535 + 2,282q kg

Kombinasi 6 ( 0,9DL+1,3 W +0,5 Ha)

Mx6 = x 2 ax

1 1

(0,9DL ) j + 0,5 ( H ) j

8 4

= 1 2 1

(0,9 (1,8077 + 0,309q ) ) 4 + 0,5 ( 9,01278) 4

8 4

= 3,254 + 0,5562q + 4,51 kgm = 7,7604 + 0,5562q kgm

My6 = y 2 y

1 1

(0,9DL ) j + 0,5 ( H ) j

8 4

= 1 2 1

(0,9 ( 5,56 + 0,951q ) ) 4 + 0,5 ( 27,7385) 4

8 4

= 10,008 + 1,712q + 13,869 kgm = 23,877 + 1,712q kgm

Qx6 =

(

x

)

x

1

0,9DL j + 0,5 H 2

=1(0, 9(1,8077 + 0,309q )) 4 + 0,5 (19, 01278)

2 2

= 3,254 + 0,5562q + 2,2532 kg = 5,51 + 0,5562q kg

Qy6 =

(

y

)

ay

1

0,9DL j + 0,5H 2

= 1(0, 9 ( 5,56 + 0,951q )) 4 + 0,5 (127, 7385)

2 2

(23)

111 Universitas Kristen Maranatha

Tabel L1.1 Kombinasi Pembebanan

No Kombinasi Beban M (kg.m) Q (Kg)

Arah x Arah y Arah x Arah y

1 1,4DL 5,0616 + 0,8652q 15,568 + 2,663q 5,0616 + 0,8652q 15,568 + 2,663q

2 1,2 DL+1,6 La+0,5 (La or H) ( 19,7895 + 0,7416q ) ( 60,897 + 2,2824q ) 12.064 + 0,1854q 37,12 + 2,282q

3 1,2 DL+1,6 La+0,8 WL 53,782 + 0,7416q 165,516 + 2.2824q 29,06 + 0,1854q 89,429 + 2,282q

4 1,2 DL+1,3 WL+0,5 Ha 8,845 + 0,7416q 27,213 + 2,2824q 6,592 + 0,185q 20,28 + 2,282q

5 1,2 DL+0,8 W+1,6 Ha 18,76 + 0,742q 57,73 + 2,2824q 11,55 + 0,1854q 35,535 + 2,282q

6 0,9DL +1,3 WL+0,5 Ha 7,7604 + 0,5562q 23,877 + 1,712q 5,51 + 0,5562q 16,943 + 1,712q

Dalam perhitungan beban terfaktor yang menentukan yaitu kombinasi 3 terbesar: Mx = 53,782 + 0,7416q kgm

(24)

112 Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN II

VERIFIKASI SOFTWARE

L2.1 Verifikasi Software

Untuk memvalidasi hasil dengan menggunakan profil frame dengan area maka pada Lampiran II ini disertakan hasil perhitungan dengan

SAP2000, dengan tinjauan studi kasus portal. Secara umum dapat

disimpulkan bahwa hasil gaya dalam maupun tegangan valid. Diketahui struktur :

B = 0,2 m h = 0,2 m

L = 3 m p = 100 kg

H1 = 8 m I = 0,0002296 m4

H2 = 4 m E = 2.039.1010 kg/m2

Dengan Menggunakan frame pada program SAP2000 didapatkan gaya tumpuan sebagai berikut

(25)

113 Universitas Kristen Maranatha

Gambar L2.1 Reaksi Tumpuan Frame Pada Perletakkan Jepit Rol

Pada perletakan jepit didapatkan hasil V = 100 kg

M = 61,079 kgm H = 17,59 kg

Pada perletakan roll didapatkan hasil H = 17,6 kg

Dengan Menggunakan area pada program SAP2000 didapatkan gaya tumpuan sebagai berikut

(26)

114 Universitas Kristen Maranatha

Tabel L.2.1 Hasil Reaksi Tumpuan Jepit Pada Area

V1 = 301 kg H1 = -557,70 kg V2 = 37,84 kg H2 = 204,87 kg V3 = -238,83 kg H3 = 369,22 kg Vtotal =100,01 kg Htotal = 16,39 kg

Untuk tumpuan rol didapatkan hasil reaksi tumpuan H sebesar 16,39 kg

Untuk memvalidasi tegangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Gambar L2.3 Hasil Momen Maksimum Pada Frame

Dari Gambar L2.3 didapatkan momen maksimum sebesar -79,66 kgm maka dapat dihitung tegangan pada daerah dimana momen maksimum terjadi yaitu dengan cara :

11 x

M Y

σ =

I

Dimana : y = 0,1 m dan Ix = 1,3333 10-4 kgm4

11 4

x

M x Y 79,66 x 0,1

σ = = = 59759,933 kgm

I 1, 3333 10−

(27)

115 Universitas Kristen Maranatha

Gambar L2.4 Tegangan S11 pada SAP2000

Melalui Gambar L2.4 didapatkan hasil tegangan pada area sebesar 54648,164 kgm dan dengan perhitungan manual dari hasil frame sebesar

(28)

116 Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN III

PERENCANAAN SAMBUNGAN Baja

BALOK KE BALOK

(a) Sambungan Baja Balok Ke Balok

(b) Tegangan Lentur S11 Balok (c) Tegangan Normal S12 Balok

(d) Detail Sambungan Baja

(29)

117 Universitas Kristen Maranatha

11 x

M Y

σ =

I

11 x

4

σ I

M = Y

1,116 x 13600 x 10

= = 867291,428 kgmm

175

Mu = 867,2914 Kgm S12 = 0,306 kg/mm2 A = 6314 mm2

P = S12 x A = 1932,084 kg

h` = tinggi profil – tebal flange = 350 – 11

= 339 mm

Asumsi menggunakan baut Ø16 mm (jumlah baut diasumsikan terlebih dahulu)

SAP2000

Mu max = 867,2914 Kgm Vu max = 1932,084 Kg

Baut terhadap geser :

u

f n f 1 b b

Vd = f V = φ r f A

Ab= ¼ π D2 = 0.25 x 3.14 x 162 = 200,96 mm

f n

Vd = f V = 0.75 x 0.4 x 825 x 200,96 = 49737,6 N = 4973,76 kg

Baut terhadap tumpu :

d f n f b p u

R =φ R =2.4 φ d t f

Rd = 2.4 x 0.75 x (16+2) x 10 x 410 = 132840 N = 13284 Kg

(30)

118 Universitas Kristen Maranatha

akibat gaya geser = 1932,084 N / 4 = 483,021 N 4973,76 Kg > 483,021 Kg

Baut terhadap tarik :

b

d f u b

T = 0.75f Aφ

= 0.75 x 0.75 x 825 x ¼ π d2 = 93258 N = 9325,8 Kg

Pelat Penyambung :

Pelat Penyambung Badan t = 10 mm

Syarat yang harus dipenuhi ; Vu < Φ.(0.6 fu) An An = 2 ( 6314 – 2(16+2).10) = 5280 mm2

Φ.(0.6 fu) An = 0.75.(0.6.380).5280

= 879120 N > Vu = 19320,84 N

Pelat penyambung sayap : t = 17 cm

Gaya tarik yang harus dipikul : Tu = Mu / h` Tu = 8672914,28/ 339 = 25583,817 N

Syarat yang harus dipenuhi : Tu < Φ.Ag.fy

25583,817 < 0.9 ( 300.15) 240 = 972000 N Tu < Φ.An.fu

(31)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seiring pesatnya pertambahan jumlah penduduk saat ini, maka hal ini sangat berdampak pada kebutuhan akan tempat tinggal. Peluang ini dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis di bidang properti. Dengan pertambahan penduduk yang sangat cepat, berimplikasi pada pertumbuhan kebutuhan pembangunan, maka mau tidak mau akan berdampak kepada kebutuhan akan material bahan bangunan. Pemilihan bahan material konstruksi, apakah kayu atau baja adalah tahapan penting dalam suatu perencanaan.

Kayu merupakan bahan bangunan yang sesuai sekali sebagai salah satu material konstruksi karena mudah didapat, mudah dikerjakan, bobotnya yang agak ringan, dan cukup tinggi kekuatannya tehadap gaya tarik, tekan maupun lendutan. Pada umumnya kayu yang dihasilkan mempunyai diameter kecil, sehingga kayu sebagai bahan alamiah berupa balok atau log belum merupakan produk yang efisien sebagai komponen struktural. Adanya ketersediaan balok dengan diameter kecil, sedangkan kebutuhan sebagian komponen struktural memerlukan dimensi cukup besar, maka perlu suatu metoda yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk memenuhi ketersediaan komponen struktural dengan Pada umumnya kayu yang dihasilkan mempunyai diameter kecil, sehingga kayu sebagai bahan alamiah berupa balok atau log belum merupakan produk yang efisien sebagai komponen struktural. dimensi yang tidak tergantung dengan diameter kayu, dikembangkanlah bentuk struktur bukan kayu utuh melainkan komponen laminasi yang dibuat melalui perekatan atau biasa disebut dengan balok laminasi atau

Glulam (Glued Laminated). Glulam adalah susunan beberapa lapis kayu

(32)

2 Universitas Kristen Maranatha

dicapai secara maksimal, sehingga laminasi merupakan desain ekonomis dengan tetap memenuhi prinsip struktural (Bodig dan Jayne, 2003).

[image:32.595.134.523.119.286.2]

a. Proses pengangkutan ke lokasi. b. Proses pemasangan Gambar 1.1 Struktur Atap Dengan Kayu Glulam

Baja berbentuk profil gilas atau pelat yang dibengkokkan merupakan bahan bangunan atap yang sesuai sekali untuk lebar bentang 10.0 – 30.0 m. Konstruksi atap baja umumnya adalah konstruksi rangka batang yang dilas atau dibaut dan yang biasanya disediakan secara prakilang di bengkel tertentu sebelum dimuat ke tempat bangunan. Material baja unggul jika ditinjau dari segi kekuatan, kekakuan dan daktilitasnya. Kelebihan material baja dibandingkan material beton atau kayu adalah karena buatan pabrik, yang tentunya mempunyai kontrol mutu yang baik. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa kualitas material baja yang dihasilkannya relatif homogen dan konsisten dibanding material lain, yang berarti juga lebih dapat diandalkan mutunya.

[image:32.595.136.512.550.691.2]
(33)

3 Universitas Kristen Maranatha

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penggunaan kayu glulam ataupun baja sebagai bahan konstruksi atap. Bahasan penulisan ini terfokus pada aspek ekonomis dan aspek perencanaan yang membahas konsep-konsep design, antara struktur atap kayu glulam dan struktur atap baja.

Data-data yang dikumpulkan dari lapangan meliputi perbandingan antara: konsep desain dari atap kayu maupun baja, serta data-data properti kedua bahan tersebut yang akan berguna dalam perencanaan atap dan untuk pembahasan penelitian ini.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian Tugas Akhir ini adalah:

1. Mempelajari dan membandingkan penggunaan material kayu glulam dan baja untuk perencanaan struktur atap monobeam.

2. Menghitung analisis biaya struktur dengan tinjauan monobeam kayu glulam dan baja.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bahasan yang ditinjau adalah struktur atap gedung olah raga dengan bentang bersih yaitu 25 meter.

2. Untuk perencanaan struktur atap dengan baja, profil baja yang digunakan adalah IWF.

3. Untuk perencanaan struktur atap dengan kayu, digunakan tipe kayu laminasi lem atau glulam.

4. Perangkat lunak yang digunakan adalah SAP2000.

5. Peraturan yang digunakan adalah peraturan baja SNI 1729-201X, peraturan kayu NDS 2005, dan peraturan pembebanan untuk gedung 1987.

6. Beban yang ditinjau adalah beban gravitasi dan beban angin ( AS/NZS 1170.2:2002)

7. Pembahasan meliputi kontrol kekuatan, kekakuan, dan analisis biaya

(34)

4 Universitas Kristen Maranatha

8. Data harga satuan untuk material baja, kayu, baut, dan lem diperoleh dari data primer melalui survei.

1.4 Sistematika Penelitian

Sistematika penelitian adalah sebagai berikut:

BAB I, berisi pendahuluan, latar belakang, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, lisensi perangkat lunak dan metodologi penelitian.

BAB II, berisi tinjauan pustaka yang berupa desain struktur, desain berdasarkan peraturan baja SNI 1729-201X, desain berdasarkan peraturan kayu NDS 2005, desain terhadap beban angin berdasarkan peraturan AS/NZX 2002 dan analisis biaya.

BAB III, berisi studi kasus dan pembahasan yang berupa data struktur gedung,

preliminary desain struktur atap monobeam, analisis atap monobeam baja dengan

SAP2000, analisis atap monobeam kayu glulam dengan SAP2000, analisis biaya

dan pembahasan.

BAB IV, berisi kesimpulan dan saran

1.5Lisensi Perangkat Lunak

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah SAP2000 v.15 dengan sifat lisensi akademik student version.

1.6 Metodelogi Penelitian

(35)

5 Universitas Kristen Maranatha

Gambar 1.3 Diagram Alir Penelitian Mulai

Data Struktur Gedung Studi Literatur

Preliminary Desain Struktur Atap

M b

Perhitungan Struktur Atap Kayu dan Sambungan

Perhitungan Struktur Atap Baja dan Sambungan

Perhitungan biaya

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Cek Cek

Ok Ok

Tidak Ok Tidak Ok

(36)

97 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis perbandingan atap

monobeam dengan material baja dan kayu glulam adalah sebagai berikut :

1. Pada hasil analisis kekuatan dengan beban yang sama diperoleh hasil bahwa baja IWF 350.175.7.11 mampu menahan kuat lentur sebesar 65,61% lebih besar dari momen ultimit nya dan untuk gaya geser sebesar 62,5% lebih besar dari gaya geser ultimitnya dan untuk kayu glulam 150 x 900 mm mampu menahan kuat lentur sebesar 22,41% lebih besar dari gaya lentur ultimit nya dan untuk gaya geser sebesar 59,3% lebih besar dari gaya geser ultimitnya.

2. Pada hasil analisis kekakuan dengan beban yang sama diperoleh hasil bahwa baja IWF 350.175.7.11 didapatkan lendutan sebesar 37,924 dengan lendutan izin sebesar 104,17 mm dan kayu glulam dengan ukuran 150 x 900 mm didapatkan lendutan sebesar 15,34 mm dengan lendutan izin sebesar 100 mm keduanya memenuhi persyaratan.

3. Material kayu lebih berat dibandingkan baja dengan persen beda sebesar 29,042%.

4. Harga material kayu glulam lebih tinggi dibandingkan material baja dengan persen beda sebesar 6,67% .

4.2. Saran

1. Perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan model rangka atap truss.

(37)

98 Universitas Kristen Maranatha 3. Dilakukan studi lebih lanjut dengan bentang atau bentuk struktur yang

(38)

99 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifwan, D. Sukma., 2007. “Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok

dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las dan Baja”. Universitas

Sumatera Utara. Medan.

2. Berutu, Beni. 2007. “Efisiensi dan Optimalisasi Pemakaian Baja Sebagai

Bahan Konstruksi”. Universitas Sumatera Utara. Medan.

3. Computer and Structures, Inc. (2011), SAP2000, Version 15, Integrated Building Design Software, California, Berkeley.

4. Frick, H. 1982. ”Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu”, Kanisius. Yogyakarta. 5. Frick, H. 2001. ”Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan”. Kanisius. Yogyakarta. 6. Herawati, Evalina. 2008. “Balok Laminasi Sebagai Bahan Struktural”.

Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

7. Hesna, Y. 2009. ”Komparasi Penggunaan Kayu dan Baja Ringan Sebagai

Konstruksi Rangka Atap”.

8. http://evstudio.info/structural-wood-framing-connectors-from-simpson- strong-tie-and-usp/ diakses 27 juni 2012

9. P. Widyastani, Linda., Ulya, Takhmid. 2010. “Perencanaan Bangunan

Gedung Kuliah Diploma III Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Semarang”. Universitas Diponegoro. Semarang.

10. Salmon, Charles G., Jhonson, John E.,Malhas, Faris A., 2009. “Steel

Structures Design and Behaviour”. Pearson. Prentice Hall.

11. Sembiring, Rudiyar. 2004. “Pengaruh Jumlah Baut Terhadap Kekakuan

Sambungan Pada Konstruksi Baja”. Universitas Sumatera Utara. Medan.

12. Setiawan, Agus. 2008. “ Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD”. Erlangga.

13. SN1 1726–2002.(2003),”Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Struktur Bangunan Gedung”. Departemen Permukiman dan Prasarana

(39)

100 Universitas Kristen Maranatha

14. SN1 2847–2002. (2003),“Tata Cara Perhitungan Struktur Baja Untuk

Bangunan Gedung”.

15. Sulistyawati, I., Nugroho, N., Surjokusumo, S., dan Hadi, Y. S. 2008. “Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam dan Utuh Kayu

Akasia”.

16. Wiyanto, D. 2011. “Prospek dan Kendala Pada Pemakaian Material Baja

Untuk Konstruksi Bangunan di Indonesia”.

Gambar

Gambar L.1.2  Distribusi Beban Hidup Pada Perletakan Sederhana
Gambar L1.3 Distribusi Beban Hujan Pada Perletakan Sederhana
Gambar L1.5 Pembebanan Yang Dipikul Gording
Tabel L1.1 Kombinasi Pembebanan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan dan pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan akan jumlah lahan yang tidak sedikit, sehingga lahan yang dapat dimanfaatkan semakin terbatas ,

Berdasarkan perhitungan dan analisis struktur rumah tinggal untuk kayu glulam dan kayu solid yang menggunakan material dasar, baik kayu Bangkirai (kelas I) maupun

Hasil perbandingan dari segi harga kebutuhan material yang terlihat pada Gambar 2 menunjukkan bahwa untuk bentang 40 m harga kebutuhan material struktur rangka batang

Pertumbuhan penduduk yang berkembang dengan cepat berimplikasi pada makin besarnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan fasilitas lainnya. Fenomena ini merupakan

Meskipun pola pertumbuhan pada belangkas betina menunjukkan pertambahan panjang karapasnya lebih cepat daripada pertambahan beratnya, namun nilai faktor kondisinya

Berdasarkan perbandingan waktu dan biaya maka pada proyek pembangunan gedung ruang kuliah Universitas Trunojoyo Madura, untuk pekerjaan agar cepat selesai sebaiknya

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,