• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II, penulis hendak menjabarkan mengenai teori-teori yang relevan guna mendukung penelitian ini, diantaranya menjelaskan mengenai Teori Legislasi dan Regulasi, Pengertian dan Klasifikasi Norma, Teori Hirarki dan Prinsip-Prinsip Perundang-undangan.

A. Legislasi dan Regulasi

Dalam sistem demokrasi dan negara hukum modern, sudah umum diketahui bahwa kekuasaan negara dibagi dan dipisah-pisahkan antara cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pada hakikatnya setiap cabang kekuasaan baik legislatif, eksekutif maupun legislatif memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan. Akan tetapi pada dasarnya yang memiliki kuasa mengatur adalah legislatif dan eksekutif. Bentuk dari hasil pengaturan yang dibuat oleh lembaga legislatif disebut legislasi, sedangkan yang dibuat oleh lembaga eksekutif disebut dengan regulasi.

Hukum pada pokoknya adalah produk pengambilan keputusan yang ditetapkan oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum dengan hak-hak dan kewajiban hukum berupa larangan (prohibere), atau keharusan (obligatere), ataupun kebolehan (permittere). Hukum negara adalah hukum yang ditetapkan dengan keputusan kekuasaan negara sebagai hasil tindakan pengaturan, penetapan, atau pengadilan.1

1 Jimly Asshiddieqie, Perihal Undang-Undang, Cetakan kedua, RajaGrafindo, Jakarta 2011, h.7

(2)

Peraturan negara (staatsregelings) atau keputusan dalam arti luas (besluiten) dapat dibagi dalam 3 (tiga) kelompok yakni wetttelijk regeling (peraturan perundang-undangan), beleidsregels (peraturan kebijaksanaan) dan beschikking (penetapan). Termasuk dalam wetttelijk regeling (peraturan perundang-undangan), seperti UUD, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Desa, dan lain-lain. Termasuk dalam beleidsregels (peraturan kebijaksanaan), seperti instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain- lain. Sementara termasuk beschikking (penetapan), seperti surat keputusan dan lain- lain.2

Namun untuk lebih mudah dipahami, penulis membaginya menjadi 2 bagian, yakni regeling (peraturan) dan beschikking (penetapan). Regeling bersifat umum dan abstrak, sedangkan beschikking bersifat individual dan konkret.

Pengaturan (regeling) memiliki makna lebih luas dari pada peraturan perundang-undangan (wetgeving) dan keputusan (beschiking) Dalam tata pengaturan yang menjadi bagiannya adalah Peraturan Perundang-undangan dalam Konteks Hukum Tata Negara dan Peraturan Kebijakan yang masuk dalam Hukum Administrasi Negara.3

Unsur-unsur utama beschikking sebagai penetapan (keputusan) tertulis tersebut meliputi: (a) penetapan tertulis, (b) oleh badan atau pejabat tata usaha

2 Bayu Dwi Anggono, Tertib Jenis, Hierark i, dan Materi Muatan Peraturan Perundang - Undangan: Permasalahan dan Solusinya , Jilid 47 No. 1, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Januari 2018, h.2.

3 Ni Luh Gede Astariyani, Kewenangan Pemerintah Dalam Pembentuk an Peraturan Kebijak an, Vol. 4, No. 4, Udayana Master Law Journal, h.692

(3)

Negara, (c) Tindakan hukum tata usaha Negara, (d) konkrit, individual, (e) final, (f) akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Berdasarkan hukum positif di Indonesia, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara yang dimaksud “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yag berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Di lihat dari berbagai pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan dan dapat dirumuskan unsur-unsur beschikking, yakni meliputi; (a) pernyataan kehendak yang bersifat sepihak (bersegi satu), (b) dikeluarkan oleh organ pemerintah, (c) berdasarkan pada norma wewenang yang diatur dalam hukum publik (peraturan perundang-undangan), (d) ditunjukan untuk hal-hal yang bersifat khusus atau peristiwa konkret dan individual, (e) dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi.4

Legislasi adalah sebuah proses yang terjadi di lembaga legislatif, yaitu pembuatan peraturan perundang-undangan. Sedangkan regulasi adalah pembuatan peraturan yang bersifat sebagai pelaksana dari Undang-Undang. Regulasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Legislasi, sebab dimana terdapat legislasi, disitulah nantinya akan terbentuk regulasi. Keterkaitan antar legislasi dan regulasi ini tidak dapat dipisahkan begitu saja. Legilasi berperan sebagai norma yang diletakkan sebagai dasar sedangkan regulasi merupakan pelaksana

4 K. Haris, Good Governance (Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik ) Dalam Pemberian Izin Oleh Pemerintah Daerah Di Bidang Pertambangan , Vol. 3 No. 1, Jurnal Yuridika, Januari 2015, h.71.

(4)

dari legislasi. Yang artinya regulasi memiliki peran untuk menjabarkan legislasi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh legislasi tersebut.

Legislasi atau legislation pada hakikatnya merupakan “The act of giving or enacting laws; the power to make laws; the act of legislating; preparation and anactment of laws; the making of laws by express decree”. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa legislasi sebenarnya menyangkut perencanaan dan penyusunan hukum, misalnya, perundang-undangan (hukum positif tertulis).

Oleh karena itu, maka fungsi legislasi adalah “The determination of legislative policy and its formulation as a rule of conduct.”5

Menurut A.V.Dicey teori legislasi ini disebut sebagai prinsip kedaulatan parlemen. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:6

1) Parlemen mempunyai hak untuk membuat atau membatalkan hukum apapun;

2) Tidak ada satu orang/ lembaga pun yang dikenal dalam hukum Inggris yang berhak menolak/mengesampingksn legislasi parlemen;

3) Hak dan kekuasaan Parlemen meluas kesetiap bagian dominion-dominion raja.

Di negara Indonesia legislasi dan regulasi dibuktikan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945 berisi “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang” serta Pasal 20A ayat (1) yang berisi “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan”, Pasal 5 ayat (2) UUD NRI 1945 “Presiden menetapkan peraturan

5 Soerjono Soekanto, Legislasi dan Sistem Kemasyarak at, Vol. 16 No.3, Jurnal Hukum Dan Pembangunan, 1986, h. 233

6 Tanto Lailam, Teori & Huk um Perundang-Undangan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2017, h.45.

(5)

perintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.”, Pasal 22D ayat (1)

“Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.”,

dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum “c. Membuat Peraturan KPU dalam setiap tahapan pemilu;”

dan yang lain sebagainya. Dari beberapa contoh di atas, kita bisa mengelompokan bahwa dalam Pasal 20A ayat (1) dan Pasal 22D ayat (1) menunjukan bahwa pasal tersebut tergolong dalam legislasi, yang mana lembaga yang memiliki kuasa legislasi yakni lembaga legislatif yaitu DPR dan DPD, sedangkan dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Pemilu salah satu bentuk regulasi yang mana KPU diberikan delegasi untuk membentuk Peraturan berdasarkan perintah dari Undang- Undang. Yang mana KPU dalam kontek ini berkedudukan sebagai lembaga eksekutif.

Dalam Hukum Administrasi Negara kita mengenal adanya pelimpahan kewenangan, yakni atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan atribusi dalam pembentukan pembentukan peraturan perundang-undangan (attributie van wetgevingsbevoegdheid) adalah pemberian atau penciptaan kewenangan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh groundwet (UUD) atau oleh wet (UU) kepada suatu lembaga negara atau lembaga pemerintahan.

Sedangkan Kewenangan delegasi dalam pembentukan peraturan perundang- undangan (delegatie van wetgevingsbevoegdheid) adalah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan

(6)

perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan yang lebih rendah. Dan sedangkan mandat adalah kewenangan yang diberikan oleh suatu organ pemerintahan kepada orang lain untuk atas nama atau tanggung jawabnya sendiri mengambil keputusan.

B. Pengertian dan Klasifikasi Norma 1. Pengertian

Norma menurut Maria Farida adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya. Istilah norma berasal dari bahasa Latin, atau kaidah dalam bahas Arab, sedangkan dalam bahasa Indonesia sering juga disebut dengan pedoman, patokan, atau aturan. Norma mula-mula diartikan dengan siku-siku, yaitu garis tegak lurus yang menjadi ukuran atau patokan untuk membentuk suatu sudut atau garis yang dikehendaki. Dalam perkembangannya, norma itu diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat, jadi inti suatu norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi. 7 Norma hukum itu dapat dibentuk secara tertulis maupun tidak tertulis oleh lembaga-lembaga yang berwenang membentuknya, sedangkan norma-norma moral, adat, agama dan lainnya, terjadi secara tidak tertulis tetapi tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat.

kebiasaan-kebiasaan yang terjadi, mengenai sesuatu yang baik dan buruk, yang berulang kali terjadi, akan selalu sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat

7 Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan 1 Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2007, h.18

(7)

tersebut, berbeda dengan norma-norma hukum negara yang kadang-kadang tidak selalu sesuai dengan rasa keadilan/pendapat masyarakat.8

Menurut Sudikno M., kaidah hukum berasal dari luar diri manusia. Kaidah hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom). Masyarakatlah secara resmi diberi kuasa untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat menjatuhkan hukuman.9

2. Pembagian Norma a. Berdasarkan Isi

Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, kaidah hukum yang berisi perintah, yang mau tidak mau harus dijalankan atau ditaati. Kedua, kadidah hukum yang berisi larangan, dan ketiga, kaidah hukum yang berisi perkenan. Kaidah hukum yang berisi perkenan hanya mengikat sepanjang para pihak yang bersangkutan tidak menentukan lain dalam perjanjian. Fungsi kaidah ini adalah untuk mengisi kekosongan dalam peraturan yang dibuat oleh para pihak.10

b. Berdasarkan Bentuk

Ditinjau dari bentuknya, kaidah hukum ada yang berbentuk tidak tertulis dan tertulis. Kaidah hukum yang tidak tertulis itu tumbuh didalam dan bersam masyarakat secara spontan dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Karena tidak dituangkan dalam bentuk yang tertulis, maka seringkali tidak mudah untuk diketahui. Kaidah hukum yang tertulis, yaitu yang

8ibid

9 Ni‟matul Huda & R. Nazriyah, Teori & Pengujian Peraturan Perundang -undangan, Nusa Media, Bandung, 2011, h. 16

10 ibid

(8)

dituangkan dalam bentuk tulisan pada daun lontar, alam bentuk undang-undang dan sebagainya mudah diketahui dan lebih menjamin kepastian hukum.11

c. Berdasarkan Sifat

Ditinjau dari sifatnya ada dua macam kaidah hukum, yaitu kaidah hukum yang imperatif dan fakultatif. Kaidah hukum itu imperatif apabila kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat atau memaksa. Kaidah hukum itu fakultatif apabila kaidah hukum itu tidak secara a priori mengikat.

Kaidah hukum fakultatif ini sifatnya melengkapi, subsidiair atau disosistif.

Kaidah hukum yang isinya perintah dan larangan bersifat imperatif sedangkan yang isinya perkenan bersifat fakultatif.12

Norma hukum dapat pula dibedakan antara yang bersifat umum dan abstrak (general and abstract norm) dan yang bersifat konkrit dan individual (concrete and individual norm). Kaidah umum selalu bersifat abstrak karena ditujukan kepada semua subyek yang terkait tanpa menunjuk atau mengaitkannya dengan subyek konkrit, pihak, atau individu tertentu. Norma hukum yang bersifat umum dan abstrak inilah yang biasanya materi peraturan hukum yang berlaku bagi setiap orang atau siapa saja yang dikenai perumusan kaidah hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.13

Dalam hukum terdapat pembagian atau klasifikasi mengenai norma hukum. terdapat norma hukum yang bersifat primer dan terdapat norma hukum yang bersifat sekunder.

11 Ibid h. 17-18

12 Ibid, h. 17

13 Ibid.

(9)

Norma hukum primer, adalah norma hukum yang berisi aturan/patokan bagaimana cara seseorang harus berperilaku didalam masyarakat. Norma hukum primer ini juga merupakan „das Sollen‟ dan biasanya dirumasukan dengan kalimat sebagai berikut:14

- Hendaknya engkau tidak mencuri.

- Hendaknya engkau tidak menghilangkan nyawa orang lain.

- Hendaknya engkau tidak menganiaya orang lain.

Norma hukum sekunder adalah norma hukum yang berisi tata cara penanggulangannya apabila norma hukum primer itu tidak dipenuhi, atau tidak dipatuhi. Norma hukum sekunder ini memberikan pedoman bagi para penegak hukum untuk tidak bertindak apabila suatu norma hukum primer itu tidak dipatuhi, dan norma hukum sekunder ini mengandung sanksi bagi seseorang yang tidak memenuhi suatu ketentuan dalam norma hukum primer. Norma hukum sekunder ini merupakan juga „das Sollen’ yang biasanya dirumuskan dengan kalimat sebagai berikut:15

- ... hendaknya engkau yang mencuri dihukum.

- ... hendaknya engkau yang membunuh dihukum paling lama 15 tahun penjara..

- ... hendaknya engakau yang menganiaya orang lain dihukum paling lama 10 tahun penjara.

Kelompok norma hukum yang terakhir adalah peraturan pelaksanaan (Verordung) dan peraturan otonom (Autonome Satzung). Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom ini merupakan peraturan-peraturan yang terletak dibawah

14 Maria Farida, Op.Cit. h. 31.

15 Ibid, h. 31-32.

(10)

undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang. Peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi sedangkan peraturan otonom berasal dari kewenangan atribusi. Atribusi kewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan (attributie van wetgevingsbevoegdheid) ialah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Grondwet (Undang-Undang Dasar) atau wet (Undang-Undang) kepada suatu lembaga negara/pemerintahan.16

Delegasi kewenangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan (delegatie van wetgevingsbevoegdheid) ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupaun tindakan.17

C. Teori Hierarki

Menurut Hans Klesen, fungsi norma hukum adalah memerintah, melarang, menguasakan, membolehkan, dan menyimpangkan dari ketentuan. Dalam suatu sistem norma hukum misalnya, terdapat hierarki norma hukum yang berjenjang, yang menetapkan bahwa norma yang dibawah adalah absah dan memiliki daya laku (valid) apabila dibentuk oleh atau berdasar serta bersumber pada norma yang lebih tinggi. Hal itu berlangsung berjenjang-jenjang seterusnya, hingga sampai norma yang tertinggi (hukum dasar/ grundnorm). Berlakunya sebuah

16 Ibid, h. 55

17 Ibid, h. 56

(11)

norma yang tertinggi sistem norma hukum adalah relatif, ia bergantung norma yang lebih tinggi membentuk dan menentukan daya lakunya.18

Dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum, Hans Kelsen mengemukakan teori mengenai jenjang norma hukum (Stufentheorie). Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang–jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu Norma Dasar (Grundnorm).19

Teori Hans Kelsen ini kemudian dikembangkan oleh seorang muridnya yang bernama Hans Nawiasky, dalam teorinya yang mengaitkan jenjang norma hukum dengan keberadaan suatu negara, jenjang norma hukum tersebut tidak hanya berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang tetapi juga berkelompok-kelompok.

Struktur sistem norma yang berlapis atau berjenjang itu oleh Hans Nawiasky kemudian dikualifikasikan menjadi empat tingkat norma hukum yang berurutan, terdiri atas:

1. Tingkat pertama: Staatsfundamentalnorm atau staatsgrundnorm, yaitu norma fundamental negara, norma pertama atau norma dasar;

2. Tingkat kedua: Staatsgrundgesetz, yaitu norma hukum dasar negara, aturan pokok, atau konstitusi;

18 A. Hammid S. Attamimi, 1990, Op.Cit., h. 309

19 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russell & Russell, New York, 1945, h.113

(12)

3. Tingkat ketiga: formall gesetz, norma hukum tertulis, undang-undang, dan norma hukum konkrit;

4. Tingkat keempat: verordnung dan autonome satzung, aturan pelaksana dan aturan hukum.20

D. Prinsip-Prinsip Pembentukan Perundang-Undangan

Dalam sistem hukum yang berlaku diberbagai negara, baik itu negara yang menganut sistem hukum common law atau civil law atau yang lain sebagainya, kehadiran peraturan perundang- undangan sangat diperlukan.

Sebelum melangkah lebih jauh, peraturan perundang-undangan, sebagimana dikutip Ni‟matul Huda dan R. Nazriyah dalam buku “Teori &

Pengujian Peraturan Perundang-undangan” menurut S.J. Fockema Andrea, dalam bukunya “Rechtsgeleerd Handwoorden Boek”, perturan perundang- undangan atau diistilahkan dengan legislation/wetgeving/gezetgebung mempunyai dua pengertian yang berbedaa, yaitu:21

1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan perundang-undangan negara, baik di Pusat, maupun di Daerah;

dan;

2. Peraturan Perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan perundang-undangan, baik di Pusat maupun di Daerah.

Dalam teori dan hukum perundang-undangan berlaku beberapa asas-asas hukum yang menjadi rujukan universal, menurut Sudikno Mertokusumo bahwa asas-asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum konkrit, tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum

20 Tanto Lailam, Op.Cit., h.50

21 Ni‟matul Huda dan R. Nazriyah, Op.Cit., h.12.

(13)

yang berlaku dan pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas atau prinsip hukum, sehingga dengan kata lain asas atau prinsip hukum adalah dasar- dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Asas-asas umum adalah asas-asas hukum dan memberikan pedoman bagi perilaku, sekalipun tidak secara langsung sebagaimana terjadi dengan norma-norma perilaku.22

Dalam suatu peraturan perundang-undangan terdapat beberapa asas yang menjadi acuan para pembentuk perundangan tersebut. Menurut Van der Vlies, perumusan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (algemene beginselen van behoorlijke regelgeving) dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu asas formal (formele beginselen) dan asas materiil (materiele beginselen). Asas formal meliputi:23

1. het beginsel van duidelijke doelstellingi (asas tujuan yang jelas);

2. het beginsel van het juiste orgaan (asas organ/lembaga yang tepat);

3. het noodzakelijkheids beginsel (asas perlunya);

4. het beginsel van uitvoerbaarheid (asas dapat dilaksanakan);

5. het beginsel van consensus (asas konsensus).

Asas-asas materiil meliputi:24

1. het beginsel van duidelijke terminologie en duidelijke systematiek (asas terminologi dan sistematika yang jelas);

2. het beginsel van de kenbaarheid (asas dapat dikenali);

3. het rechtsgelijkheidsbeginsel (asas perlakuan yang sama dalam hukum);

4. het rechtszekerheidsbeginsel (asas kepastian hukum);

5. het beginsel van de individuele rechtsbedeling (asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan tertentu).

22 Tanto Lailam, Op.Cit., h.87.

23 Yuliandri, Asas-Asas Pembentuk an Peraturan Perundang -undangan yang Baik , Cet.

Ke-4, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, h.113.

24 Ibid.

(14)

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto memperkenalkan enam asas Undang-Undang, yaitu:25

1. Undang-Undang tidak berlaku surut;

2. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;

3. Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-Undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generalis);

4. Undang-Undang yang berlaku belakangan membatalkan Undang-Undang yang berlaku terdahulu (Lex posteriore derogat lex priori);

5. Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat; dan

6. Undang-Undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai keseejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas Welvaarstaat).

Sementara itu Amiroeddin Syarief menetapkan adanya lima asas perundang- undangan, yaitu:26

1. Asas tingkatan hirarkhis;

2. Undang-Undang tak dapat diganggu gugat;

3. Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-Undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat lex generalis);

4. Undang-Undang tidak berlaku surut; dan

5. Undang-Undang yang baru menyampingkan Undang-Undang yang lama (Lex posteriore derogat lex priori).

25 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Alumni, Bandung, 1979, h. 15-19.

26 B. Hestu Cipto Handoyo, Prinsip-Prinsip Legal Drafting & Desain Nask ah Ak ademik , Cahaya Atma Pustaka, , Yogyakarta, 2014, h. 70.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

“ Pemimpin perubahan adalah mereka yang bisa menjadi teladan (role model) untuk perubahan; yang bersedia. memberi dukungan, otorisasi, dan bimbingan kepada orang lain

Tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan secara mendalam berbagai aspek yang terkait dengan realisasi kredit pembiayaan mikro pertanian, termasuk aksesibilitas petani

Selanjutnya Domain Menteri Keuangan dalam konteks Pengelolaan Barang Milik Negara / Kekayaan Negara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006

Strategi keibubapaan tradisi atau dunia nyata amat sesuai untuk diamalkan dalam keibubapaan siber, di mana ibu bapa melindungi anak-anak kecil dengan mengawasi mereka secara

Berdasarkan hasil perhitungan secara simultan, dapat diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang terdiri dari gaya kepemimpinan instruksi, gaya kepemimpinan konsultasi, gaya

Buah pepaya yang sudah dipanen dilakukan uji kualitas, yaitu bobot buah, panjang buah, diameter buah, kekerasan kulit buah, kekerasan daging buah, tebal daging buah, jumlah

Kedua, pengelolaan aliran material dan aliran finansial supply chain yang baik berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja kontraktor. Semakin tinggi pengelolaan

Aktivitas penangkal radikal bebas paling tinggi terdapat pada santan kelapa genjah dengan nilai presentase sebesar diikuti santan kelapa dalam dan santan