• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISI MOTORIK KASAR PADA BAYI USIA 3-12 BULAN BERDASARKAN STATUS GIZI DAN PEMBERIAN ASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISI MOTORIK KASAR PADA BAYI USIA 3-12 BULAN BERDASARKAN STATUS GIZI DAN PEMBERIAN ASI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 34

ANALISI MOTORIK KASAR PADA BAYI USIA 3-12 BULAN BERDASARKAN STATUS GIZI DAN PEMBERIAN ASI

Indah Rahmadaniah1, Rini Anggeriani2, Marchatus Soleha3, Sagita Darma Sari4 Program studi DIII Kebidanan, STIKES Abdurahman Palembang1,2,3,4

Indahrahmadaniah@stikesabdurahman.ac.id1 AnggerianiRn@stikesabdurahman.ac.id2 Marchatus_soleha@stikesabdurahman.ac.id3

SagitaDS@stikesabdurahman.ac.id4 DOI: 10.36729

ABSTRAK

Latar belakang : Pertumbuhan dan perkembangan anak, di tahun pertama merupakan periode yang sangat penting, periode ini merupakan kesempatan emas dan masa yang rentan terhadap pengaruh negatif, status kesehatan yang baik, asupan nutrisi yang baik dan cukup, pola pengasuhan yang benar dan stimulasi yang tepat selama periode ini sangat membantu anak untuk tumbuh dengan sehat sehingga mampu mencapai kemampuan optimalnya. Tujuan : diketahuinya motorik kasar pada bayi usia 3-12 bulan berdasarkan status gizi dan pemberian ASI. Metode : jenis penelitian kuantitatif bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, sampel diambil dengan teknik purposive sampling dengan jumlah 45 responden. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April tahun 2020 di BPM Fauziah Hatta Palembang. Data yang digunakan data sekunder dan primer melalui metode melihat catatan bidan dan wawancara. Penilaian status gizi bayi menggunakan pengukuran antopometri berdasarkan IMT/U, untuk menilai motorik kasar bayi dengan menggunakan KPSP.

Analisis data menggunakan uji statistic chi square dengan tingkat kemaknaan 95%. Hasil : Pemberian ASI pada bayi usia 3-12 bulan sebesar 80%. Status gizi bayi usia 3-6 bulan dengan kategori baik sebesar 84,4%. Motorik kasar pada bayi usia 3-12 bulan dengan kategori sesuai sebesar 84,4%. Saran: Untuk mendapatkan motorik kasar yang sesuai sebaiknya orang tua mencukupi gizi seimbang untuk bayinya, serta perlunya memberikan mainan/latihan pada anak yang dapat merangsang motoriknya. Pemantauan perkembangan pada bayi usia 3-12 bulan sebaiknya dilakukan secara teratur minimal 3 bulan sekali, penilaian dengan menggunakan KPSP dapat dilakukan di puskesmas terdekat, sehingga orang tua dapat dengan mudah untuk mengetahui perkembangan anaknya.

Kata Kunci : Pemberian ASI, Status gizi, Motorik kasar ABSTRACT

Background: The growth and development of children, in the first year, is a very important period, this period is a golden opportunity and a period that is vulnerable to negative influences, good health status, good and adequate nutrition, proper parenting, and proper stimulation during this period It helps children to grow up healthily so they can reach their optimal abilities. Objective: to know gross motor skills in infants aged 3-12 months based on nutritional status and breastfeeding. Methods: this type of quantitative research is descriptive-analytic with a cross-sectional approach, the sample was taken by purposive sampling technique with a total of 45 respondents.

The research was conducted in March-April 2020 at BPM Fauziah Hatta Palembang. The data used are secondary and primary data through the method of looking at midwife's notes and interviews. Assessment of infant nutritional status using anthropometric measurements based on BMI/U, to assess the baby's gross motor skills using KPSP. Data analysis used a chi-square statistical test with a significance level of 95%. Result:

Breastfeeding for infants aged 3-12 months is 80%. The nutritional status of infants aged 3-6 months with a good category was 84.4%. Gross motor skills in infants aged 3-12 months with the appropriate category were 84.4%.

Suggestion: To get appropriate gross motor skills, parents should provide balanced nutrition for their babies, as well as the need to provide toys/exercises to children that can stimulate their motor skills. Monitoring the development of infants aged 3-12 months should be done regularly at least once every 3 months, an assessment using the KPSP can be done at the nearest puskesmas, so parents can easily find out the progress of their child.

Keywords: Breastfeeding, Nutritional Status, Gross Motor

(2)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 35

PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan perkembangan anak, pada tahun pertama merupakan periode yang sangat penting, periode ini merupakan kesempatan emas dan juga masa yang rentan terhadap pengaruh negatif, status kesehatan yang baik, asupan nutrisi yang baik dan cukup, pola pengasuhan yang benar dan adanya stimulasi yang tepat pada periode ini sangat membantu anak untuk tumbuh dengan sehat dan mampu mencapai kemampuan optimalnya sehingga dapat berkontribusi lebih baik dalam masyarakat (Kementrian Kesehatan, 2016).

Perkembangan pada anak dapat dilihat dari perkembangan motoriknya yaitu motorik kasar dan motorik halus, banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan motorik pada bayi, salah satunya faktor gizi baik selama kehamilan maupun setelah kelahiran, gizi pada masa kehamilan berpengaruh terhadap proses pembentukan sel-sel otak yang berperan dalam perkembangan bayi setelah lahir (Ranuh, 2015).

Untuk mengoptimalkan tumbuh kembang bayi diperlukan Pemberian Air Susu Ibu (ASI), ASI sangat penting bagi tumbuh kembang bayi baik fisik, mental dan kecerdasan bayi, pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar, dengan

pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi, apabila bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif, maka risikonya akan sangat berpengaruh pada kekebalan tubuh bayi dan perkembangan motorik bayi yang tidak optimal (Karina, 2015).

ASI mengandung komposisi yang sarat dengan nutrisi lengkap, termasuk DHA dan AA yang dibutuhkan untuk perkembangan otak bayi, dalam studi systematic review dan meta analisis menemukan pemberian ASI dapat meningkatkan performa tes intelegen, dengan memberikan ASI menghasilkan efek positif pada perkembangan kognitif yang di observasi secara random, dimana anak yang memiliki rata-rata IQ yang lebih tinggi 2,62 point adalah anak yang diberi ASI (Horta, Loret de Mola dan Victora, 2015).

Penelitian Azhari (2019), menyatakan bahwa bayi yang diberikan ASI secara eksklusif lebih mengarah mempunyai perkembangan motorik kasar yang tergolong normal, ibu yang memberi ASI eksklusif lebih banyak dari ibu yang memberikan ASI non eksklusif yaitu sebesar 31%, sedangkan bayi yang diberikan ASI non eksklusif mempunyai perkembangan motorik kasar yang tergolong normal yaitu sebesar 19%.

Pantauan gizi pada bayi usia di bawah lima tahun (balita) yang mengalami

(3)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 36

masalah gizi pada tahun 2017 mencapai 17,8%, jumlah tersebut terdiri dari balita yang mengalami gizi buruk 3,8% dan 14%

gizi kurang, menurut status gizi berdasarkan indeks tinggi badan terhadap usia (TB/U), balita Indonesia yang mengalami stunting atau kerdil pada tahun 2016 mencapai 29,6% pada usia 0-59 bulan, dengan kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek, sedangkan menurut indeks berat badan terhadap usia (BB/U), sebanyak 9,5% balita masuk kategori kurus, sedangkan balita yang mengalami kegemukan (obesitas) mencapai 4,6% (Kementrian Kesehatan, 2017).

Penilaian tumbuh kembang anak secara medis atau secara statistik diperlukan untuk membuat diagnosis tentang pertumbuhan dan status gizi anak dalam keadaan sehat maupun sakit, dan untuk mengetahui apakah seorang anak tumbuh dan berkembang normal atau tidak. Anak yang sehat akan menunjukkan tumbuh kembang yang optimal apabila diberikan lingkungan bio-fisiko- psikososial adekuat. Penilaian tumbuh kembang anak dilakukan dengan mengukur antropometrik dengan parameter penilaian pertumbuhan fisik, antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, lipatan kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan,

proporsi tubuh/perawakan, dan panjang tungkai (Wahyuni, 2018).

Untuk menentukan status gizi anak digunakan tabel standar antropometri anak dan grafik pertumbuhan anak, pada grafik lebih menggambarkan kecenderungan pertumbuhan anak, untuk menentukan status gizi anak, dengan menggunakan tabel maupun grafik perlu memperhatikan keempat indeks standar antropometri secara bersamaan sehingga dapat menentukan masalah pertumbuhan, untuk dilakukan tindakan pencegahan dan tata laksana lebih lanjut (Menteri Kesehatan, 2020).

Penelitian Wauran menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Bitung Kecamatan Amurang Kabupaten Minahasa Selatan dengan nilai Odds Ratio yang didapatkan dari analisis kedua variabel yang diteliti ialah 19,333 yang menjelaskan bahwa anak usia 1-3 tahun dengan status gizi baik mempunyai peluang atau kesempatan 19,333 kali mengalami perkembangan motorik kasar yang normal dibandingkan anak dengan status gizi kurang, status gizi kurang mengakibatkan perkembangan anak yang lambat, karena asupan gizi yang didapat tidak memenuhi kebutuhan zat-zat gizi yang diterima oleh tubuh terutama oleh otak, sehingga mengakibatkan gangguan

(4)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 37

perkembangan anak, dengan asupan nutrisi yang baik dapat membuat kinerja otak dan otot yang baik pula sehingga kemampuan motori kasar menjadi baik (Wauran, Kundre dan Silolonga, 2016).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi diketahui bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar pada anak, hal ini ditunjukkan dengan analisis data menggunakan uji Kendal tau didapatkan hasil p-value 0,000< 0,05, status gizi sangat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan anak, anak yang kekurangan gizi akan membuat anak menjadi lemah serta pasif, sebaliknya anak yang berlebihan gizi juga tidak baik, karena membuat anak menjadi obesitas, hal ini membuat anak cenderung tidak aktif serta akan mengganggu perkembangannya, asupan gizi yang cukup juga akan berpengaruh pada perkembangan otak anak usia toodler sehingga akan berdampak pada tingkat kemampuan motorik yang sesuai perkembangannya (Hadi, 2019).

Di kota Palembang pada tahun 2019 jumlah balita sebanyak 52.569 jiwa, bayi yang diberikan ASI eksklusif sebanyak 72,6% dan status gizi balita berdasarkan BB/U dengan kategori gizi baik 89,6%, gizi lebih 3,28%, gizi kurang 6,22% dan gizi buruk 0,90% (Dinas Kesehatan Kota Palembang, 2019). Masih adanya balita

dengan gizi buruk dikota Palembang ini membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana motorik kasar bayi berusia 3- 12 bulan berdasarkan status gizi dan pemberian ASI.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan bayi yang berusia 3-12 sebanyak 61 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu bayi sehat usia 3-12 bulan, orang tua bersedia menjadi responden dan kriteria eksklusi yaitu bayi lahir premature, bayi dengan kelainan kongenital sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 45 responden. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret- Mei 2020 di BPM Fauziah Hatta, Kel 26 ilir Palembang.

Data yang digunakan adalah data sekunder dan primer untuk data berat badan dan tinggi badan bayi didapatkan dari catatan bayi yang melakukan pemeriksaan di BPM Fauziah Hatta dan untuk data pemberian ASI dan motorik kasar didapatkan dari hasil wawancara melalui telepon. Untuk menilai motorik kasar bayi dilakukan dengan menggunakan lembar KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan). Untuk

(5)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 38

penilaian status gizi bayi dihitung berdasarkan IMT/U, dengan menggunakan rumus :

Perhitungan Z-score menggunakan rumus yaitu :

Teknik analisa data menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistic chi square. Uji ini merupakan uji komparatif yang

digunakan dalam data di penelitian ini.

Tingkat signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan dalam batas kemaknaan ɑ=

0,05.

HASIL PENELITIAN Karakteristik Respoden

Pada penelitian ini karakteristik responden dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Hasil distribusi frekuensi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur dan Paritas No. Karakteristik Kategori Frekuensi Persentase

1 Usia (bulan) 3 5 11,1

4 5 11,1

5 1 2,2

6 3 6,7

7 4 8,9

8 3 6,7

9 4 8,9

10 7 15,6

11 6 13,3

12 7 15,6

Jumlah 45 100

2 Jenis kelamin Laki-laki 27 60

Perempuan 18 40

Jumlah 45 100

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui karakteristik responden berdasarkan usia, dari 45 responden, usia terbanyak berada pada kategori usia 10 dan 12 bulan yaitu sebanyak 7 responden (15,6%), sedangkan kategori usia 3 dan 4

bulan sebanyak 5 responden (11,1%), kategori usia 7 dan 9 bulan 4 responden (8,9%), kategori usia 6 dan 8 bulan 3 responden (6,7%) dan usia 5 bulan hanya 1 responden (2,2%). Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari tabel 1 Rumus IMT hitung= BB (Kg)

(PB (m))2

Z-Score = IMT hitung - Median baku rujukan Simpangan baku rujukan

(6)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 39

diketahui bahwa dari 45 responden, sebanyak 27 responden (60%) berjenis kelamin Laki-laki dan 18 responden (40%) berjenis kelamin perempuan.

Pemberian ASI

Dalam penelitian ini variabel Pemberian ASI dikategorikan menjadi 2

yaitu ASI jika ibu memberikan ASI pada bayinya dan Tidak ASI jika ibu tidak memberikan ASI pada bayinya. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2.

Distribusi Frekuensi Pemberian ASI pada Bayi Usia 3-12 bulan No Pemberian ASI Frekuensi Persentase

1. ASI 36 80

2. Tidak ASI 9 20

Jumlah 45 100

Dari tabel 3 diketahui bahwa dari 45 responden, terdapat 36 responden (80%) yang diberikan ASI, dan 9 responden (20%) tidak diberikan ASI.

Status Gizi

Dalam penelitian in variabel status gizi dinilai berdasarkan IMT/U, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.

Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi Usia 3-12 bulan berdasarkan IMT

No Status gizi Frekuensi Persentase

1. Gizi kurang 2 4,4

2. Gizi Baik 38 84,4

3. Gizi Lebih 5 11,1

Jumlah 45 100

Dari tabel 2 diketahui bahwa dari 45 responden, yang memiliki gizi baik sebanyak 38 responden (84,4%), Gizi lebih 5responden (20%) dan gizi kurang hanya 2 responden (4,4%).

Motorik Kasar

Dalam penelitian ini variabel motorik kasar, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

(7)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 40

Tabel 4.

Distribusi Frekuensi Motorik Kasar Bayi Usia 3-12 bulan

No Motorik kasar Frekuensi Persentase

1. Sesuai 38 84,4

2. Meragukan 6 13,3

3. Menyimpang 1 2,2

Jumlah 45 100

Dari tabel 4 diketahui dari 45 responden, terdapat 38 responden (84,4%) yang motorik kasarnya sesuai, 6responden (13,3%) dengan motorik kasar meragukan dan, 1 responden (2,2%) dengan motorik kasar menyimpang.

Hubungan Pemberian ASI dengan Motorik Kasar Pada Bayi Usia 3-12 Bulan

Hasil uji analisa bivariat antara variabel pemberian ASI dengan motorik kasar bayi usia 3-12 bulan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.

Hubungan Pemberian ASI dengan Motorik Kasar Pada Bayi Usia 3-12 Bulan

Dari tabel 5 diketahui bahwa sebanyak 36 responden (80%) yang diberikan ASI, terdapat 34 responden (75,5%) dengan motorik kasar sesuai, 2 responden (4,4%) meragukan dan 0 responden (0%) menyimpang. Hasil uji statistic chi square didapatkan nilai P value 0,001 < 0,05 yang berarti bahwa ada

hubungan antara pemberian ASI dengan Motorik kasar bayi usia 3-12 bulan

Hubungan Status Gizi dengan Motorik Kasar pada bayi usia 3-12 bulan

Hasil uji analisa bivariat antara variabel status gizi dengan motorik kasar bayi usia 3-12 bulan dengan menggunakan uji statistik chi square dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No. Pemberian ASI

Motorik Kasar Jumlah p-

value Sesuai Meragukan Menyimpang

n % n % n % N %

1. ASI 34 75,5 2 4,4 0 0 36 80

0,001

2. Tidak ASI 4 8,9 4 8,9 1 2,2 9 20

Jumlah 38 84,4 6 13,3 1 2,2 45 100

(8)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 41

Tabel 6.

Hubungan Status Gizi dengan Motorik Kasar pada Bayi Usia 3-12 Bulan

Dari tabel 6. diatas diketahui bahwa dari 38 responden (84,4%) yang memiliki gizi baik, sebanyak 35 responden (77,8%) dengan motorik kasar sesuai, sedangkan 2 responden (4,4%) motorik kasarnya meragukan, dan sebanyak 1 responden (2,2%) motorik kasarnya menyimpang.

Hasil uji statistic chi square didapatkan nilai P value 0,001 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara status gizi dengan Motorik kasar bayi usia 3-12 bulan

PEMBAHASAN Pemberian ASI

Dari hasil penelitian yang telah didapatkan diketahui bahwa mayoritas responden 80% diberikan ASI, dan hanya 20% bayi yang tidak diberikan ASI, pada penelitian ini responden berusia 3-12 bulan, dan seperti yang telah diketahui bahwa pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan sampai bayi berusia 6 bulan, dan dilanjutkan memberikan ASI sampai dengan usia dua tahun. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Kemenkes pada Pekan ASI sedunia yaitu pemberian ASI eksklusif dianjurkan selama 6 bulan dan pemberian ASI lanjutan secara optimal hingga 2 tahun atau lebih merupakan hal mutlak untuk meningkatan kesehatan bayi (Kemenkes, 2019).

Dalam penelitian ini terdapat bayi yang tidak diberikan ASI oleh ibunya sebanyak 20%, hal ini tidak sejalan dengan penelitian Azhari, terdapat 57,1% dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian ibu tidak dapat memberikan ASI kepada anaknya karena beberapa faktor, diantaranya tidak dapat memproduksi ASI karena kondisi fisik ibu yang tidak mendukung, ibu yang sedang bekerja, tingkat psikologis atau sikap ibu seperti contohnya ibu sedang stress, daya refleks bayi saat menyusu dan keluarga yang mendukung ibu dalam proses menyusui (Azhari, 2019).

Menurut peneliti dengan diberikannya ASI pada bayi telah memenuhi kebutuhan

No. Status Gizi Motorik Kasar Jumlah p-

value Sesuai Meragukan Menyimpang

n % n % n % N %

1. Gizi kurang 0 0 2 4,4 0 0 2 4,4

0,001 2. Gizi Baik 35 77,8 2 4,4 1 2,2 38 84,4

3. Gizi Lebih 3 6,7 2 4,4 0 0 5 11,1

Jumlah 38 84,4 6 13,3 1 2,2 45 100

(9)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 42

nutrisi yang baik pada bayi, sehingga anak tumbuh dengan baik sesuai usianya, telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pemberian ASI pada bayi seperti telah dibuatnya pojok ASI/

ruang menyusui ditempat-tempat umum, adanya konseling laktasi dan juga berbagai penyuluhan tentang pemberian ASI. Dalam proses pemberian ASI banyak faktor yang dapat mempengaruhinya seperti pemberian makanan pendamping ASI, pemberian susu formula, dan ibu bekerja.

Status Gizi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 38 responden (84,4%) dengan gizi baik, 5 responden (11,1%) gizi lebih dan 2 responden (4,4%) gizi kurang. Responden dengan status gizi baik telah mendapatkan asupan gizi yang baik, hal ini sejalan dengan penelitian Rezky yaitu rata-rata anak usia prasekolah di Posyandu Kalisonggo Kecamatan Dau memiliki status gizi baik sebanyak 25 (58,1%) anak, sehingga untuk menjaga anak agar tetap memiliki status gizi yang baik maka diperlukan peran orang tua untuk memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi anak, gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental anak, tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal

terpenuhi (Rezky, Utami and Andinawati, 2017).

Dari hasil penelitian, menurut peneliti adanya responden dengan gizi lebih sebanyak 11,1% dapat dipengaruhi oleh asupan makanan dan pola makan dari bayi tersebut seperti pemberian MP ASI dini dan juga pemberian susu formula pada bayi sehingga berat badan bayi meningkat dengan cepat dan berlebih. Hal ini sesuai dengan penelitian, Hopkins et al., (2015), yang meneliti tentang pertumbuhan anak yang diberi susu formula sebagai pengganti ASI dan jumlah susu formula yang diberikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan pada masa kanak-kanak dapat dipengaruhi oleh jenis dan volume susu yang diberikan pada bayi.

Menurut Rezky, untuk menurunkan status gizi lebih pada anak maka perlu adanya pengontrolan makanan yang diberikan orang tua kepada anak sehingga anak tidak mengkonsumsi makanan yang berlebihan. Asupan yang dikonsumsi anak harus seimbang antara kalori, protein dan vitamin A, yodium, zat besi, vitamin, dan mineral lainnya (Rezky, Utami and Andinawati, 2017).

Penelitian Wauran, Kundre dan Silolonga (2016), yang menunjukkan bahwa sebanyak 32 anak (84,2%) dengan kategori gizi baik dan sebanyak 6 orang anak (15,8%) dengan kategori gizi kurang, adanya anak dengan status gizi kurang akan

(10)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 43 mengakibatkan anak mengalami pertumbuhan

dan perkembangan yang lambat, dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara jumlah asupan gizi yang didapat dengan kebutuhan penggunaan zat-zat gizi oleh tubuh, terutama oleh otak.

Gizi kurang pada bayi dapat disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi pada bayi, hal ini sesuai dengan penelitian Chikhungu, Madise dan Padmadas (2014) yang menyatakan bahwa gizi buruk pada anak secara langsung dipengaruhi oleh asupan nutrisi sedangkan secara tidak langsung disebabkan oleh penyakit infeksius dimana kedua hal tersebut berhubungan dengan faktor maternal, social ekonomi, demografi dan perilaku.

Status gizi merupakan tolak ukur bagi pertumbuhan bayi, sehingga untuk mendapatkan status gizi yang baik maka perlu mengkonsumsi gizi yang baik pula, kelebihan asupan gizi oleh anak bukan berarti hal yang baik, ini dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak tersebut, asupan gizi anak haruslah seimbang untuk mendapatkan hasil yang baik.

Motorik Kasar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 45 responden, terdapat 38 responden (84,4%) dengan motorik kasar sesuai, 6 responden (13,3%) dengan motorik kasar meragukan dan, 1 responden (2,2%) dengan motorik kasar menyimpang,

penelitian ini sejalan dengan penelitian Timuda (2017), menunjukkan bahwa terdapat 86 responden (70,5%) yang memiliki perkembangan motorik kasar yang normal, sedangkan sisanya berada dalam keadaan keterlambatan perkembangan motorik kasar.

Menurut Hidayat (2012), motorik kasar adalah gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, serta menggunakan otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Misalnya, kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya.

Menurut peneliti, adanya bayi dengan motorik kasar meragukan 13,3% dan motorik kasar menyimpang 2,2% dalam penelitian ini dikarenakan banyak faktor yang memungkinkan dapat mempengaruhi motorik kasar pada bayi tersebut, seperti

genetik, jenis kelamin,

rangsangan/stimulasi, dan lingkungan.

Penelitian Kholifah et al (2014), menyatakan semakin baik pemberian tindakan stimulasai yang dilakukan pada anak maka anak akan memperoleh hasil perkembangan motorik kasar yang normal dan sesuai.

Motorik kasar pada bayi dapat dilakukan dengan stimulasi oleh orang tua, orang tua dapat menilai sendiri perkembangan motorik anaknya dengan menggunakan KPSP, sebagai orang tua

(11)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 44

hendaknya selalu memperhatikan perkembangan anak sehingga jika terjadi penyimpangan atau kelainan pada anak tersebut dapat segera terdeteksi secara dini.

Hubungan Pemberian ASI dengan Motorik Kasar pada Bayi Usia 3-12 Bulan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa motorik kasar sesuai pada bayi yang diberikan ASI sebanyak 75,6%, lebih besar dibandingkan pada bayi yang tidak diberikan ASI hanya 8,9%. Hasil uji statistic chi square didapatkan nilai p-value 0,001 < 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan antara pemberian ASI dengan motorik kasar bayi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Azhari (2019), diketahui bahwa bayi yang diberikan ASI secara eksklusif lebih mengarah mempunyai perkembangan motorik kasar yang tergolong normal, ibu yang memberi ASI eksklusif lebih banyak dari ibu yang memberikan ASI non eksklusif yaitu sebesar 31%, sedangkan bayi yang diberikan ASI non eksklusif mempunyai perkembangan motorik kasar yang tergolong normal yaitu sebesar 19%, dari hasil uji statistic chi-square didapatkan nilai p-value sebesar 0,033 sehingga ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif dengan perkembangan motorik kasar pada bayi.

Menurut peneliti adanya 2 responden (4,4%) yang diberikan ASI tetapi motorik

kasarnya meragukan, hal ini dikarenakan kurangnya stimulasi yang diberikan orang tua kepada bayinya, dikarenakan orang tua bekerja sehingga anak diasuh oleh neneknya atau pengasuh. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitia Ara, Sudaryati dan Lubis (2018) yaitu dalam penelitiannya terdapat 3 orang (4,8%) bayi yang diberi ASI eksklusif mengalami perkembangan motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa serta sosial kemandirian yang meragukan yaitu 2 orang berusia 6 bulan dan 1 orang berusia 7 bulan, hal ini antara lain karena kurangnya stimulasi yang diberikan, pekerjaan ibu selain mengurus rumah tangga juga bekerja disawah atau dikebun, dimana pada saat bekerja bayi di letakkan atau digendong dipunggung sambil bekerja.

Menurut Ara, Sudaryati dan Lubis (2018) hasil KPSP yang meragukan dapat diulang 2 minggu kemudian sambil dilakukan intervensi dengan stimulasi yang lebih sering diasfek mana bayi mengalami perkembangan yang masih meragukan, melakukan perbaikan pola makan dan pola asuh. Umumnya bila intervensi dilakukan dengan baik dan tidak ada komplikasi kesehatan pada bayi maka perkembangan yang meragukan akan kembali normal, bayi yang memiliki perkembangan meragukan masih memiliki waktu 3 bulan menyelesaikan tugas perkembangannya.

(12)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 45

Dalam penelitian ini juga terdapat 4 responden (8,9%) meragukan dan 1 responden (2,2%) menyimpang yang tidak diberikan ASI, sejalan dengan penelitian Ara, Sudaryati dan Lubis (2018) dalam penelitiannya juga terdapat 3 orang dengan penyimpangan perkembangan pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif, menurut Kementrian Kesehatan (2016), bayi yang mengalami penyimpangan sebaiknya langsung dirujuk terutama ke fasilitas yang memiliki klinik tumbuh kembang anak agar dapat diberikan intervensi dan stimulasi yang lebih efektif.

Pemberian ASI merupakan cara terbaik untuk menimbulkan ikatan cinta antara ibu dan bayinya, sehingga dengan adanya ikatan ibu dan bayi maka diharapkan ibu akan semakin dekat dengan bayinya dan dapat mengetahui apabila ada kelainan pada bayinya, dengan pemberian ASI bayi dapat menjadi lebih pintar dan sehat karena kandungan nutrisi yang terdapat dalam ASI adalah yang terbaik untuk bayi, sehingga untuk dapat merangsang motorik kasar pada bayi yang telah diberikan ASI ibu hanya perlu menstimulasi bayi dengan ringan untuk melihat perkembangannya.

Hubungan Status Gizi dengan Motorik Kasar pada Bayi Usia 3-12 Bulan

Dari hasil penelitian tabel 5 diketahui bahwa responden dengan status gizi baik yang memiliki motorik kasar sesuai

sebanyak 35 responden (77,8%), 2 responden (2,2%) meragukan, dan 1 responden (6,7) menyimpang. Responden dengan status gizi lebih memiliki motorik kasar sesuai sebanyak 6,7%, sedangkan yang meragukan sebanyak 4,4% dan tidak ada yang menyimpang. Responden dengan status gizi kurang hanya terdapat 4,4%

dengan motorik kasar meragukan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Timuda (2017) yang menunjukkan bahwa anak yang memiliki status gizi normal lebih banyak yang memiliki perkembangan motorik kasar yang normal 78,4%

dibandingkan dengan anak yang perkembangan motorik kasar yang mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar 21,6%, responden yang memiliki status gizi kurus sebagian besar memiliki perkembangan motorik kasar terlambat 64,3%, responden yang memiliki status gizi sangat kurus sekali semuanya (100%) mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar. Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai P value 0,001 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara status gizi dengan motorik kasar bayi usia 3-12 bulan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wauran, Kundre dan Silolonga (2016), pada penelitiannya Nilai yang diperoleh yaitu p=0,006 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perkembangan motorik

(13)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 46

kasar pada anak usia 1-3 tahun di Kelurahan Bitung Kecamatan Amurang Kabupaten Minahasa Selatan, dengan nilai Odds Ratio 19,333 yang menjelaskan bahwa anak usia 1-3 tahun dengan status gizi baik mempunyai peluang atau kesempatan 19,333 kali mengalami perkembangan motorik kasar yang normal dibandingkan anak dengan status gizi kurang.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Timuda (2017), analisis yang diperoleh dengan menggunakan chi- square didapatkan hasil koefisiensi chi- square dengan signifikansi sebesar 0,0001.

Karena signifikansi dari koefisien chi square kurang dari nilai α = 0,05, sehingga H0 ditolak yang artinya terdapat hubungan yang sangat signifikan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar.

Menurut peneliti adanya responden yang status gizi kurang dengan motorik kasar meragukan sebanyak 2 responden 4,4%, status gizi kurang pada bayi tersebut dikarenakan kurangnya asupan nutrisi yang baik sehingga mengakibatkan gangguan pada motorik kasar bayi tersebut, menurut Wauran, Kundre dan Silolonga (2016) status gizi kurang akan mengakibatkan anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lambat, dimana menandakan ketidakseimbangan antara jumlah asupan gizi yang didapat dengan kebutuhan penggunaan zat-zat gizi oleh

tubuh terutama oleh otak, akibatnya akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, kemampuan motorik kasar memerlukan kinerja otak dan otot yang baik, karena itu tubuh sangat memerlukan asupan nutrisi yang baik.

Berdasarkan teori Hasdianah, Siyoto dan Peristyowati (2014), menyatakan bahwa anak yang mendapatkan asupan gizi yang baik biasanya terlihat lebih aktif, sedangkan anak yang mendapatkan asupan zat gizi yang kurang atau tidak sesuai akan menyebabkan gangguan perkembangan karena mempengaruhi tingkat kecerdasan dan perkembangan otak.

Adanya 1 responden dengan status gizi baik tetapi motorik kasarnya menyimpang dalam penelitian ini dapat dikaitkan dengan adanya banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan motorik kasar pada bayi seperti genetik, stimulasi, lingkungan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wauran, Kundre dan Silolonga (2016), dalam penelitiannya juga menemukan anak yang status gizi baik tetapi mempunyai perkembangan motorik kasar peringatan dan anak yang status gizi kurang tetapi mempunyai perkembangan motorik kasar normal, menurutnya adanya faktor lain yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar anak selain dari status gizi yaitu stimulasi, berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti saat penelitian para orang tua tidak

(14)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 47

memberikan stimulasi yang tepat bahkan para orang tua tidak tahu bagaimana memberikan stimulasi yang tepat berdasarkan umur dan tingkat perkembangan motorik kasar anak.

Status gizi sangat berkaitan dengan perkembangan motorik anak, banyak penelitian telah membuktikannya, anak dengan status gizi baik sangat diharapkan memiliki motorik kasar yang baik pula, tetapi tidak menutup kemungkinan anak dengan status gizi baik memiliki motorik kasar yang tidak sesuai/menyimpang, hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor seperti adanya penyakit bawaan dari anak tersebut, kurangnya gizi, kurangnya stimulasi yang diberikan pada anak, hal tersebut bisa diatasi dengan cara melakukan pemantauan secara rutin pada anak mulai dari usia 0-6 tahun.

KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pemberian ASI pada bayi usia 3-12 bulan sebesar 80%.

2. Status gizi bayi usia 3-6 bulan dengan kategori baik sebesar 84,4%.

3. Motorik kasar pada bayi usia 3-12 bulan dengan kategori sesuai sebesar 84,4%.

4. Ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI dengan motorik kasar pada bayi usia 3-12 bulan dengan p value 0,001.

5. Ada hubungan antara status gizi dengan motorik kasar pada bayi usia 3- 12 bulan dengan p value 0,001

Saran:

Untuk mendapatkan motorik kasar yang sesuai sebaiknya orang tua mencukupi gizi seimbang untuk bayinya, serta perlunya memberikan mainan/latihan pada anak yang dapat merangsang motoriknya.

Untuk mengetahui perkembangan bayi apakah sesuai dengan usianya, sebaiknya dilakukan penilaian perkembangan motorik kasar pada bayi secara rutin, minimal 3 bulan sekali, penilaian dengan menggunakan KPSP dapat dilakukan di puskesmas terdekat, sehingga orang tua dapat dengan mudah untuk mengetahui perkembangan anaknya.

(15)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 48

DAFTAR PUSTAKA

Ara, M., Sudaryati, E. and Lubis, Z. (2018) ‘Perbedaan Perkembangan Bayi Usia 6-12 Bulan Berdasarkan Pemberian ASI’, Muara Sains, Teknologi, Kesehatan dan Ilmu Kesehatan,

2(1), pp. 216–224. Available at:

https://journal.untar.ac.id/index.php/jmistki/article/download/1760/1399.

Azhari, A. (2019) ‘Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif dan Non Eksklusif dengan Perkembangan Motorik Kasar Bayi Usia 6-12 Bulan Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Makam Haji’, Program studi S1 Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, pp. 1–9.

Chikhungu, L. C., Madise, N. J. and Padmadas, S. S. (2014) ‘How important are community characteristics in influencing children ׳ s nutritional status? Evidence from Malawi population-based household and community surveys’, Health & Place, 30, pp. 187–195.

Dinas Kesehatan Kota Palembang (2019) ‘Diseminasi Surveilans Gizi Tahun 2019’, p. 88.

Hadi, S. P. I. (2019) ‘Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Desa Sambirejo, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang’, Jurnal Kebidanan Kestra (Jkk), 1(2), pp. 1–7. doi: 10.35451/jkk.v1i2.126.

Hasdianah, H. R., Siyoto, S. and Peristyowati, Y. (2014) ‘Gizi, pemanfaatan gizi, diet, dan obesitas’, Yogyakarta: Nuha Medika, pp. 24–42.

Hidayat, A. A. A. (2012) ‘Pengantar Ilmu Keperawatan Anak: Jakarta: Salemba Medika’.

Hopkins, D. et al. (2015) ‘Effects on childhood body habitus of feeding large volumes of cow or formula milk compared with breastfeeding in the latter part of infancy’, American Journal of Clinical Nutrition, 102(5), pp. 1096–1103. doi: 10.3945/ajcn.114.100529.

Horta, B. L., Loret de Mola, C. and Victora, C. G. (2015) ‘Breastfeeding and intelligence: a systematic review and meta‐analysis’, Acta paediatrica, 104, pp. 14–19.

Karina (2015) ‘ASI sebagai Pilihan untuk Perbaiki Perkembangan Motorik Bayi’, Majority, 4(7), pp. 85–90.

Kemenkes, R. (2019) ‘Berikan ASI untuk Tumbuh Kembang Optimal’. Available at:

https://www.kemkes.go.id/article/view/19080800004/berikan-asi-untuk-tumbuh- kembang-optimal.html.

Kementrian Kesehatan, R. (2016) ‘Pedoman pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Ntervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar’.

Kementrian Kesehatan, R. (2017) ‘Pemantauan Status Gizi’, Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kholifah, S. N. et al. (2014) ‘Perkembangan motorik kasar bayi melalui stimulasi ibu di kelurahan kemayoran Surabaya’, Jurnal Sumber Daya Manusia Kesehatan, 1(1).

Menteri Kesehatan, R. (2020) ‘Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antopometri Anak’, Menteri Kesehatan Repuplik Indonesia, 21(1), pp. 1–9.

Ranuh, S. (2015) ‘Tumbuh Kembang Anak Edisi 2’, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(16)

Jurnal ‘Aisyiyah Medika | 49

Rezky, Utami, N. W. and Andinawati, M. (2017) ‘Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Prasekolah di Wilayah Kerja Posyandu Kalisongo Kecamatan Dau’, jurnal Nursing News, 2, pp. 93–102.

Santoso, B., Sulistiowati, E. and Sekartuti, L. A. (2013) ‘Kementrian Kesehatan RI, Pokok- Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013’, Jakarta: Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes.

Timuda, C. E. (2017) ‘Hubungan Status Gizi Anak Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia Bayi Dan Balita (0-59 Bulan) Di Puskesmas Pandanwangi Malang’, Saintika Medika, 10(2), p. 115. doi: 10.22219/sm.v10i2.4159.

Wahyuni, C. (2018) Panduan Lengkap Tumbuh Kembang Anak. STRADA PRESS.

Wauran, C. G., Kundre, R. and Silolonga, W. (2016) ‘Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 1-3 Tahun Di Kelurahan Bitung Kecamatan Amurang Kabupaten Minahasa Selatan’, Jurnal Keperawatan, 4(2).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini akan dibangun sebuah sistem deteksi pada rambu lalu lintas (larangan, peringatan, dan perintah) pada Raspberry Pi menggunakan metode pengenalan bentuk (

Tingkat kecukupan protein balita berkorelasi langsung terhadap peran orang tua, penelitian menunjukkan sebagian besar balita pemilih makan yang ada di wilayah Kerja

This study will help the English teachers of TK Kanisius Kotabaru , Yogyakarta, to add the over-sized Snake-Ladder game as their existing teaching media in class,

Awan yang bentuknya aneh itu terjadi karena adanya gelombang elektromagnetis berkekuatan hebat dari dasar bumi, sehingga gelombang elektromagnetis

Mengembangkan manajemen pengetahuan melalui kemitraan dengan ITB dalam rangka meningkatkan kualitas sistem perencanaan. meningkatkan

Ibu Marta, Bapak Agung, Mas Ega, Mas Wahyu, Bapak Arik, Mbak Anjar, Mbak Ella dan Fiqi, terima kasih telah membantu dalam kelengkapan data dan informasi yang diberikan

Model pendugaan debit suatu DAS dapat dilakukan menggunakan software fisik berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG), salah satu software tersebut adalah Soil and

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran KKPI antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model