• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KARAKTER TOKOH DALAM NOVEL HUJAN BULAN JUNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBANDINGAN KARAKTER TOKOH DALAM NOVEL HUJAN BULAN JUNI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

35 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0

PERBANDINGAN KARAKTER TOKOH DALAM NOVEL HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DENGAN FILM

HUJAN BULAN JUNI SUTRADARA RENI NURCAHYO: KAJIAN INTERTEKSTUAL

Syukrina Rahmawatia, Isnaini Yulianita Hafib , Sukran Makmunc Purnawarmand

a b c d Universitas Nahdlatul Wathan

Abstract

Perkembangan pengubahan novel menjadi film di masa sekarang ini merupakan hal yang lazim digunakan. Karya yang dihasilkan menjadi hak milik penciptanya meskipun telah diubah ke dalam beberapa karya lainnya. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi tidak menjadi masalah sebab novel dan film merupakan dua karya yang medianya berbeda. Salah satu perubahan yang dapat dilihat ialah dari sudut pandang tokoh dan penokohan masing-masing karya. Novel dan film Hujan Bulan Juni menampilkan tokoh utama yakni Sarwono yang memiliki perbedaan karakter.

Perbedaan tersebut diperoleh melalui pendekatan teori intertekstual dan teori resepsi serta metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan karakter tokoh mengalami transformasi, haplologi, dan modifikasi sehingga memberi dampak keunikan tersendiri pada masing-masing karya baik novel maupun film Hujan Bulan Juni. Karakter tokoh Sarwono yang lemah lembut dan pencemburu masih sama antara novel dengan film.

Keywords: perbandingan, karakter, tokoh, novel, film, intertekstual

PENDAHULUAN

Film yang diadaptasi dari karya sastra seperti prosa merupakan sebuah karya fiktif yang menginterpretasikan cerita yang ada di dalam prosa melalui media visual dari pengambilan gambar setiap adegan dan audio dari suara-suara ilustrasi yang mengiringi pemutaran film di setiap adegannya. Pada masa sekarang ini, film-film Indonesia sudah banyak yang diadaptasi dari karya-karya sastra seperti film fenomenal Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

Film tersebut berhasil menginterpretasikan apa yang disampaikan pengarang novel, mulai dari gaya bahasa sampai kepada tingkah laku tokoh-tokoh dan latar yang ada digambarkan dalam novel itu.

Berdasarkan penuturan Damono (2018: 105) bahwa pengubahan dari novel ke film disebut dengan aksara menjadi gambar. Dari imajinisasi melalui kata-kata menjadi audio- visual yang menggambarkan kata-kata. Kata lainnya adalah alih wahana. Hal itu diungkapkan pula oleh Rahmawati dkk. (2018) berdasarkan karya sastra atau novel yang dibaca, mereka telah memiliki modal dasar untuk membuat skenario tanpa memikirkan alur cerita yang DOI 10.21776/ub.hastawiyata.2020.003.01.05

(2)

36 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 berbeda, sebab mereka hanya mengalihkan tulisan-tulisan dalam karya sastra tersebut menjadi tulisan-tulisan yang siap difilmkan.

Unsur-unsur pembangun fiksi yang ada dalam novel merupakan bagian penting yang harus diinterpretasikan seacara detail oleh sutradara yang akan menjadikan novel tersebut ke dalam bentuk film. Aspek penokohan (karakter tokoh) termasuk salah satu aspek yang dialihwahanakan dari novel ke film. Menurut Sehandi (2014: 55) bahwa watak atau karakter tokoh dilukiskan pengarang dengan cara langsung maupun tidak langsung. Karakter tokoh utama yang paling menonjol menggerakkan isi cerita dalam novel sehingga hal itu menarik untuk dikaji lebih mendalam dalam penelitian ini.

Permasalahan yang telah ditemukan adalah adanya perbedaan karakter yang tampak sedikit memengaruhi cerita pada karya hasil transformasi atau alih wahana tersebut. Hal tersebut tampak jelas dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono dengan film Hujan Bulan Juni sutradara Reni Cahyono. Hujan Bulan Juni menceritakan perjalanan kisah

cinta antara Sarwono dan Pingkan, dua dosen muda Universitas Indonesia dari jurusan yang berbeda. Keduanya mengalami rintangan yang berbeda-beda. Rintangan yang paling menonjol ialah perbedaan budaya atau adat-istiadat keduanya. Sarwono berasal dari Jawa sedangkan Pingkan berasal dari Sumatera. Berdasarkan perbedaan budaya tersebut menunjukkan perbedaan karakter keduanya. Sarwono yang puitis dan sedikit pendiam dengan Pingkan yang lincah dan ekspresif membuat irama hubungan percintaan mereka menjadi komplet.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah, metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kaulitatif. Hasil penelitian ini akan mendeskripsikan perbandingan antara novel dan film terutama dari aspek karakter tokoh utama. Dalam hal ini tokoh utama yang dimaksud ialah Sarwono.

PENOKOHAN DAN INTERTEKSTUAL

Tokoh cerita ditampilkan pengarang bisa dalam bentuk lahiriah bisa pula batiniah.

Dalam bentuk batiniah, misalnya menggambarkan pandangan hidupnya, perilakunya, sikapnya, keyakinannya, adat-istiadat kebiasaannya, dan lain-lain. Dalam cerita prosa, ada bermacam-macam tokoh yang bertindak sebagai pemeran cerita, antara lain tokoh utama, tokoh pembantu, tokoh protagonis, tokoh antagonis, dan sejumlah jenis tokoh lain pendukung cerita (Sehandi, 2014: 56).

(3)

37 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 Sastera bandingan merupakan kajian sastera di luar batas sebuah negara dan kajian tentang hubungan di antara sastera dengan bidang ilmu serta kepercayaan yang lain seperti seni (misalnya, seni lukis, seni ukir, senibina, falsafah, sejarah, sains sosial (misalnya politik, ekonomi, sosiologi), sains, agama dan lain-lain (Stallknecht dan Frenz, 1990: 1).

Secara luas, interteks adalah jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain.

Produksi makna terjadi dalam interteks, yaitu melalui proses oposisi, permutasi, dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan hubungan-hubungan terkait yang bermakna di antara dua teks atau lebih (Sehandi, 2014: 162).

Interteks dapat dilakukan antara novel dan novel, novel dengan puisi, novel dengan mitos, dan lain-lain. Teori intertekstual bertujuan menggali secara maksimal makna-makna yang terkandung dalam sebuah teks (Sehandi, 2014: 163).

Teori intertekstual adalah ruang metodologis di mana pembaca mampu untuk mengadakan asosiasi bebas terrhadap pengalaman pembacaan terdahulu yang memungkinkan untuk memberikan kekayaan bagi teks yang sedang dibaca (Sehandi, 2014:165).

Teori intertekstual menjadi alat yang digunakan untuk membandingkan antara novel dengan film yang telah diadaptasi dari novel. Menurut Damono (2009: 100) jika diteliti dengan cermat akan tampak perbedaan antara sastra dengan film yang didasarkan atasnya, yang menyangkut sejumlah unsur strukturnya.

Napiah dalam Rokhani (1994: xxiv-xxv) menjelaskan beberapa prinsip yang dapat dipergunakan dalam penerapan teori intertekstual adalah sebagai berikut:

1) Transformasi

Transformasi adalah penjelmaan, pemindahan, atau penukaran suatu teks ke teks yang lain. Penerapan unsur ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu formal dan abstrak.

Secara formal, transformasi adalah pemindahan, penjelmaan, atau penukaran teks secara keseluruhan atau hamper keseluruhan.

2) Haplologi

Haplologi merupakan unsur intertekstual berupa pengguguran, pembuangan, atau penghilangan sehingga tidak seluruh teks dihadirkan.

3) Ekserp

Ekserp adalah unsur intertekstual yang dalam penerapannya mengambil intisari dari sebagian episode, petikan, atau suatu aspek secara sama atau hampir sama dengan teks yang telah ada sebelumnya.

(4)

38 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 4) Modifikasi

Modifikasi adalah penyesuaian atau perubahan suatu teks terhadap teks yang telah ada sebelumnya. Biasanya, prinsip ini dipergunakan dengan tujuan untuk melakukan penyesuaian, perbaikan ataupun perlengkapan dalam teks yang muncul kemudian berdasarkan pada teks yang telah ada sebelumnya. Pada umumnya, penyesuaian atau perubahan berlaku pada pemikiran, alur atau gaya yang ingin dibangun dalam karya tersebut.

5) Ekspansi

Ekspansi adalah perluasan atau pengembangan terhadap suatu teks.

Perbandingan dua karya antara novel dengan film dapat dianalisis melalui kajian intertekstual. Hal itu berkaitan dengan film Hujan Bulan Juni yang telah tayang merupakan hasil adaptasi dari novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.

PERBANDINGAN KARAKTER TOKOH UTAMA SECARA INTERTEKSTUAL Karakter tokoh merupakan salah satu penggerak jalannya sebuah cerita karena sebagai salah satu faktor munculnya masalah. Berkaitan dengan itu, tokoh utama dalam novel dan film Hujan Bulan Juni yakni Sarwono dan Pingkan. Sarwono dan Pingkan adalah pasangan yang

sedang dilanda asmara sehingga pada saat sedang berjauhan, mereka berdua selalu saja diliputi oleh rasa rindu yang mendalam. Pada novel dan film, Sarwono dan Pingkan adalah dua dosen muda yang ada di Universitas Indonesia. Sarwono adalah dosen Jurusan Antropologi dan Pingkan adalah asisten dosen dari Jurusan Sastra Jepang. Permasalahan bermulai dari rencana Pingkan yang akan melanjutkan studi pasca ke Jepang dan saat bertemu sepupu Pingkan yang bernama Benny dalam perjalanan Sarwono dan Pingkan di Manado dalam rangka audiensi dengan pihak kampus Sam Ratulangi Jurusan Antropologi.

Berdasarkan cerita dalam novel, semua persitiwa yang dilalui oleh Sarwono dan Pingkan diceritakan secara mendetail oleh Damono sedangkan pada film, cerita-cerita tersebut disajikan dengan singkat atau hanya mengambil intisarinya saja. Namun, unsur puitis yang melekat pada Sarwono tidak hilang begitu saja pada film yang disutradarai oleh Reni Nurcahyo tersebut. Selain itu, pengarang cerita dalam novel Hujan Bulan Juni yakni Sapardi Djoko Damono ikut terlibat aktif dalam pembuatan film Hujan Bulan Juni.

Novel merupakan karya sastra atau cerita fiksi berupa teks yang dibaca sehingga menimbulkan imajinasi bagi pembaca dalam menguraikan semua peristiwa yang ada dalam

(5)

39 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 cerita. Lain halnya dengan film yang lebih mengutamakan audio-visual. Cerita sudah disajikan sedemikian rupa dengan rentetan adegan para tokoh yang bermain sesuai dengan arahan sutradara.

Karakter tokoh utama yakni Sarwono dalam novel dan film dapat dikatakan unik karena Sarwono memiliki sifat yang pada umumnya tidak dimiliki oleh laki-laki kebanyakan. Sarwono orang yang sangat puitis. Perasaan sayangnya terhadap Pingkan begitu mendalam. Namun di sisi lain, dia adalah orang yang humoris sekaligus sedikit pendiam. Karakter Sarwono dapat dianalisis beradasarkan teori intertekstual berikut.

Transformasi

Transformasi atau perpindahan karya yang tampak ialah dari novel ke film. Novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono (2015) ditransformasi ke dalam sebuah film

dengan disutradarai oleh Reni Nurcahyo (2017). Dengan demikian, hipogram pada analisis perbandingan ini ialah novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. Perbandingan pada penelitian hanya terfokus pada karakter tokoh utama yakni Sarwono.

Haplologi

Haplologi atau penghilangan beberapa peristiwa yang ada dalam novel, tampak jelas terdapat pada film. Haplologi yang terdapat dalam film berdasarkan hipogram (novel), tentunya melalui proses pertimbangan oleh sutradara terkait durasi film yang terbatas.

NO NOVEL FILM PENJELASAN

1 Ketika pertama kali mendengar berita Pingkan akan berangkat ke Jepang...

“Lha sekarang aku merasa jadi samurai yang akan ditinggalkan anak buahnya yang akan berangkat menjadi ronin.” (HBJ, hal.: 13)

“Anggap saja... ini perjalanan perpisahan sebelum kamu berangkat ke Jepang..”

(HBJ, menit 7:46)

Pada bagian ini, Sarwono tidak berpuisi seperti dalam novel tetapi tetap romantis. Sikap romantis pada novel terlihat pada kata-kata, sedangkan pada film diperlihatkan dari tindakan Sarwono yang memegang tangan Pingkan. Unsur penghilangan pada film adalah ungkapan puisi Sarwono untuk Pingkan.

2 Kepada mahasiswa yang mengantar itu Sarwono menjelaskan bahwa Pingkan adalah calon istrinya...

“Tahun depan kami mau kawin,” lanjut Sarwono.

Ngawur ya biar. (HBJ, hal:

30)

Sarwono dan Pingkan dijemput di bandara oleh mahasiswa Sam Ratulangi tanpa ada adegan perbincangan tetapi yang adalah Pingkan yang menjadi narator tentang asal- usulnya dan Sarwono. (HBJ, menit: 11.32)

Sarwono blak-blakan mengungkapkan perasaan cintanya kepada Pingkan sehingga mengatakan bahwa Pingkan adalah calon istrinya.

Hal itu tampak jelas di dalam novel sedangkan pada film tidak tampak. Justru adegan yang tampak Sarwono diam saja di dalam mobil sementara Pingkan berbicara dalam hatinya

(6)

40 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 mengenai asal-usulnya dan Sarwono.

3 “Di sini,” kata Sarwono sambil menepuk iPad pemberian pamannya yang punya bisnis furnitur, “ada Paco de Lucia, Pepe Romero, dan bahkan Joaquin Rodrigo sendiri, tapi bagiku sentuhan jari-jari Williams mewakili siutan angin Firdaus.” (HBJ:

hal.: 36)

Perjalanan singkat dari bandara menuju hotel tempat Sarwono dan Pingkan menginap, tidak menampakkan dialog yang begitu berarti.

Perjalanan singkat itu hanya dilatarbelakangi oleh narator dari Pingkan tentang Sarwono.

(HBJ, menit 11.35)

Sarwono tipe orang yang tidak mudah melupakan kenangan di masa lalu bahkan dari hal sekecil apapun itu.

Sikapnya yang tergambar di dalam novel secara gamblang ia mengungkapkan isi hatinya mengenai beberapa hal yang dianggapnya memang layak diperdengarkan oleh Pingkan sedangkan pada film, kebiasaan sehari-hari Sarwono justru lebih banyak diceritakan oleh Pingkan.

4 Menemani ibu Pingkan menyaksikan pernikahan Toar. Menyaksikan itu menjadi saksi artinya.

Menjadi saksi bahwa Bu

Pelenkahu sudah

menganggapnya

menantunya. Yes! Tapi yes apa pula kalau Pingkan tidak ada nanti? Kalau Pingkan masih di Kyoto malam- malam keluar-masuk restoran menikmati sake mungkin sampai mabok.

Lho, kan. Malah takut.

Pingkan kok mabok, minum bir saja gak mau. Sarwono tahu benar, gadis ... tapi kan dia di Jepang, sama Sontoloyo itu pula. Siapa tahu? (HBJ, hal.: 99)

Adegan perpisahan Sarwono dengan Pingkan di bandara.

Sarwono dan Pingkan merasa sedih. Sarwono memberikan secarik kertas yang bertuliskan puisi karyanya kepada Pingkan.

Tampak juga Ibu Pingkan tetapi tidak ada dialog antara Sarwono dan Ibunya Pingkan (HBJ, menit 1.06.25)

Perasaan cemburu sangat mengganggu hati dan pikiran Sarwono di saat detik-detik kepergian Pingkan di dalam novel. Mereka berpisah di bandara. Ibu Pingkan juga turut mengantar kepergian Pingkan sambil berbincang-bincang dengan Sarwono tentang rencana pernikahan Toar sedangkan di dalam film tak ada perasaan cemburu yang berlebihan pada Sarwono. Adegan yang paling menonjol ialah saat Sarwono memberikan secarik kertas seperti biasanya kepada Pingkan yang berisi ungkapan hati melalui puisi yang ia buat.

Ekserp

Bagian ini adalah mengambil intisari atau petikan peristiwa dalam novel lalu ditayangkan dalam film. Proses mengambil intisati pada novel ke dalam cerita film, disebabkan karena pada film lebih memfokuskan pada pengambilan gambar sehingga terlihat jelas maksud dari adegan yang ditayangkan tersebut tanpa harus menceritakan secara lengkap sperti yang ada dalam novel.

NO NOVEL FILM PENJELASAN

1 Sarwono juga belum pernah, dan mungkin tidak akan pernah, menerapkan isi buku pakem itu ke keluarganya. Jangan-jangan Bapak dan Ibu malah bingung kalau aku paksa memilih kotak yang mana, katanya

Tokoh Toar (sahabat Sarwono) yang menjadi kakak Pingkan dinarasikan oleh Pingkan secara singkat pada saat perjalanan dari bandara menuju hotel (HBJ, menit 11.14)

Di dalam novel Sarwono adalah orang yang memiliki karakter dan pendirian yang kuat mengenai latar belakangnya sebagai orang Jawa sedangkan di dalam film karakternya yang kuat tidak terlalu digambarkan secara gamblang karena lebih

(7)

41 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 kepada dirinya sendiri. Kalau

dalam percakapan sehari-hari ayahnya menyebut-nyebut Gusti atau Pangeran atau Kanjeng, apa sebenarnya acuannya....

Sarwono menjadi sadar, atau berpikir harus menyadari, bahwa bahkan puisi yang ditulis ketika seorang merasa sepenuhnya tenang masih juga dibaca sebagai ungkapan yang kisruh (HBJ, hal.: 24-25)

cenderung yang tampak adalah aktivitasnya saat menjalani hari- hari bersama Pingkan yang berbeda latar belakang dengan Sulawesi.

2 Eric Patiasina, Kaprodi yang lebih Betawi dari Betawi yang tinggal di Kampung Ambok Rawamangun itu mengirim sms memintanya untuk membuka e-mail. “ Ada tugas mendadak untukmu,”

pesannya. Ternyata ia diminta melanjutkan perjalanan ke Universitas Negeri Gorontalo.

“Mereka mau membuka prodi baru,”....

Adegan Sarwono yang diberikan tiket oleh staf kampus yang menandakan bahwa Sarwono akan pergi ke Manado tepatnya Sam Ratulangi sebagai utusan kampus untuk menjalin kerja sama (HBJ, menit: 8.42)

Pada awal cerita dalam novel, Sarwono memiliki sikap yang amanah terbukti diceritakan Sarwono akan melakukan perjalanan jauh menuju Pulau Sulawesi untuk melaksanakan tugas dari Kaprodi yakni menjalin kerja sama antara UI dengan Universitas Negeri Gorontalo. Ia langsung mengiyakan tugas yang diberikan kepadanya tersebut sedangkan pada film, adegan Sarwono saat staf kampus memberikan tiket pesawat untuknya di hadapan Pingkan.

Pada adegan tersebut, terlihat bahwa Sarwono sangat antusias untuk berangkat karena selama di Pulau Sulawesi, ia akan ditemani oleh Pingkan.

3 Di jalan Sarwono merasa lega telah diingatkan Pingkan bahwa sudah hampir lohor. Ia tidak tergesa-gesa sebab jarak antara keraton, terletak di sebelah barat Alun-alun Utara, meskipun ia tahu benar bahwa priyayi Solo umumnya bukan santri yang taat (HBJ, hal.: 75).

Adegan Sarwono sedang di dalam mobil yang melaju untuk melakukan perjalanan menuju Gorontalo lalu di tengah jalan suara azan magrib berkumandang. Seketika itu mobil yang dikendarainya pun terhenti dan ia turun untuk melaksankan ibadah solat (HBJ, menit: 27.05).

Sarwono adalah orang yang termasuk taat dalam mengikuti syariat agama Islam meskipun ia tak begitu jelas tingkat ketaatannya. Agama yang menjadi keyakinan dan kepercayaannya. Pada novel, Pingkan mengingatkannya untuk solat tepat waktu sedangkan pada film, adegan Sarwono sedang berada di dalam mobil bersama Pingkan dan Benny kemudian terdengar azan saat magrib tiba, seketika itu Sarwono meminta untuk berhenti. Hal itu menandakan bahwa ia tidak lupa akan kewajibannya sebagai orang muslim meskipun sedang dalam perjalanan jauh.

4 Bu Pelenkahu

memeluknya di pintu

rumahnya, dan

memerintahkan agar Pingkan segera menyiapkan diri ke rumah sakit. Keduanya tidak banyak bicara di becak.

Adegan Pingkan bersama ibunya di dalam taksi berjalan menuju rumah sakait tempat Sarwono dirawat. Tidak banyak dialog antara Pingkan dengan ibunya (HBJ, menit: 1.21.17)

Tampak pada novel, Sarwono orang yang tidak ingin berbagi kesedihannya kepada orang yang dicintainya yakni Pingkan. Penyakit yang ia derita selama ini tak seorang pun tahu sehingga pada akhirnya ia harus

(8)

42 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 Ibunya hanya samar-samar

mencoba menjelaskan bahwa sudah seminggu Sarwono di rumah sakit menjalani perawatan intensif karena menderita paru-paru basah (HBJ, hal.: 129)

dirawat secara intensif di rumah sakit. Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu Pingkan kepada Ibu pingkan saat mengendarai becak menuju rumah sakit tempat Sarwono dirawat, sedangkan pada film penjelasan ibunya Pingkan mengenai penyakit Sarwono diceritakan melalui telepon kepada Pingkan tetapi tidak diperdengarkan secara langsung.

Ekspansi

Ada beberapa unsur yang terkait dengan ekspansi atau pengembangan teks yang terjadi dalam film berdasarkan novel Hujan Bulan Juni. Pengembangan teks dilakukan oleh sutradara pada bagian-bagian yang dianggap penting agar penonton lebih jelas memahami tujuan utama film tersebut dibuat.

NO NOVEL FILM PENJELASAN

Sarwono sangat ingin mendengar penjelasan calon ronin itu selanjutnya.

Maksudnya, penjelasan yang cerdas karena ia tahu bahwa gadis yang duduk di depannya selalu saja bisa menjelaskan hal sesulit apa pun yang kadang-kadang mengganggu pikiran Jawa-nya. Ia tahu, dan diberi tahu, bahwa Pingkan sangat cerdas sehinggan ketika wisuda ... Sarwono mendoyongkan mukanya, tetapi perempuan di depannya ... (HBJ, hal.: 13)

Adegan pada saat Sarwono dan Pingkan sedang berada di dalam perpustakaan kampus.

Sarwono menanyakan perasaan Pingkan melalui bahasa kias yang biasa dia ungkapkan saat bersama Pingkan. “Tapi Sakura, ndak pernah berkhianat,” (HBJ, menit 2.03).

Pada novel tampak jelas diceritakan bahwa Sarwono begitu mencintai Pingkan. Hal itulah yang mendorong ia membuat bahasa kiasan tentang perasaannya kepada Pingkan.

Selain itu, dia tampak lebih agresif, sedangkan dalam film pada adegan ini, ia tidak menampakkan keagresifannya.

Ia hanya mengungkapkan perasannya kepada Pingkan melalui kata-kata kiasan.

Modifikasi

Novel dan film merupakan dua karya yang berbeda. Oleh karena itu, pada saat sebuah novel ditransformasi menjadi sebuah film, ada beberapa bagian peristiwa yang dimodifikasi di dalam film.

NO NOVEL FILM PENJELASAN

1 Mereka berpisah di depan Gedung 7 tempat para guru besar ngelamun kalau tidak sedang rapat. Sarwono sempat mencuri cium sebelum

Adegan Pingkan dan Sarwono berpisah di depan gedung perpustakaan. Lalu Pingkan mencium kilat pipi sarwono sambil bersegera

Pada novel, Sarwono mencuri cium saat berpisah dengan Pingkan di depan gedung perpustakaan kampus dengan ekspresi bahagia tanpa kata-kata sedangkan pada film, Pingkan

(9)

43 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 berjalan ke fakultasnya yang

bersebelahan (HBJ, hal: 14).

menuju sensei (HBJ, menit:

3.30).

yang mencium Sarwono sambil mengucapkan beberapa kata.

2 Kalau sudah ngambek tidak mau dipanggil Wono dengan alasan itu, Pingkan malah melanjutkan, “Haha, kalau begitu Sarwono berarti kesasar di hutan, dong.”

“Lho, kan ngawur.

Sarwono itu adalah ‘sarwo’

dan ‘ono’, artinya serba ada.”

(HBJ, hal.: 16).

Adegan saat Sarwono sedang duduk di bawah pohon diiringi narator (Pingkan) yang menjelaskan arti nama Sarwono (HBJ, menit: 4.10).

Pada novel, ungkapan arti nama Sarwono diucapkan secara gamblang oleh Pingkan di hadapan Sarwono dengan nada lelucon sedangkan pada film hal tersebut diucapkan oleh Pingkan sebagai latar belakang adegan Sarwono yang menunggu Pingkan di bawah pohon. Pada saat itu, Sarwono tidak sedang ngambek seperti yang diceritakan dalam novel.

Itulah beberapa analisis perbandingan karakter Sarwono dalam novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono (2015) dan dalam film Hujan Bulan Juni karya Reni Nurcahyo (2017). Secara garis besar karakter Sarwono yang ada dalam novel Hujan Bulan Juni diceritakan secara detail melalui kata-kata. Perwujudan karakter tersebut ditunjukkan dari situasi perasaannya, pikirannya pada waktu-waktu tertentu, sikapnya dalam merespon tokoh lainnya terutama tokoh-tokoh yang dianggapnya akan merebut perhatian Pingkan. Lain halnya dalam film. Karakter Sarwono diperlihatkan langsung dari perilakunya dan ekpresi wajahnya sehingga tidak banyak kata-kata puitis yang keluar dari lisannya dibandingkan yang terdapat dalam novel.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa perbandingan karakter Sarwono yang ada dalam novel dengan yang ada dalam film berdasarkan kajian intertekstual yakni ditemukan adanya unsur transformasi, haplologi, ekserp, ekspansi, dan modifikasi. Pada umumnya karakter Sarwono dalam novel yakni, romantis, humoris, puitis, pencemburu, dan blak-blakan, sedangkan dalam film karakter Sarwono yakni romantis, puitis, pencemburu, dan orang yang tidak lupa kewajibannya sebagai muslim untuk beribadah solat.

DAFTAR RUJUKAN

Damono, Sapardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan: Pengantar Ringkas (edisi khusus). Jakarta: Editium ___________________. 2018. Alih Wahana. P.T. Gramedia: Jakarta

___________________. 2015. Hujan Bulan Juni. P.T. Gramedia: Jakarta

Stallknecht, Newton P. Dan Horst Frenz. 1990. Sastera Perbandingan: Kaedah dan Perspektif Edisi Semakan. Dewan Bahasa dan Pustaka: Kuala Lumpur

(10)

44 | J u r n a l H a s t a W i y a t a V o l . 3 , N o . 1 J a n u a r i 2 0 2 0 Rokhani, Umilia. 2007. Transformasi Novel ke Bentuk Film: Analisis Ekranisasi Terhadap Novel Ca

Bau Khan.

Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra. Ombak: Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan olah data pada masing-masing lokasi penelitian sebagaimana telah dikemukakan di atas tentang identifikasi penyebab konflik lahan,

Sagala (2010:158) tujuan-tujuan afektif adalah tujuan- tujuan yang banyak berkaitan dengan aspek perasaan, nilai, sikap, dan minat perilaku peserta didik atau siswa. Ranah

Penentuan daerah rentan secara seismik ini berdasarkan hasil penelitian : (1) Nilai periode dominan tanah tinggi yakni lebih dari 0.25 detik, (2) Daerah endapan aluvial

a) Perangkat Keras (Hardware) komputer adalah komponen yang ada pada komputer dan bisa dilihat secara kasat mata serta mampu disentuh secara fisik. b) Pada dasarnnya,

Jika dalam satu jam tempat parkir terisi penuh dan tidak ada kendaraan yang datang dan pergi, pendapatan maksimum tempat parkir tersebut adalah ...... Fungsi eksponen yang

Retribusi izin gangguan yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan dilokasi tertentu yang

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan kondisi optimum pada pengeringan adonan bubur bawang dengan menggunakan pengering oven dan konsentrasi penambahan

8.4 Memperaktikan variasi dan kombinasi teknik dasar salah satu permainan olahraga beladiri lanjutan dengan tepat dan lancar serta nilai keberanian, kejujuran,