• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS TERHADAP KETERIKATAN KERJA PADA PEGAWAI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK, AREA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS TERHADAP KETERIKATAN KERJA PADA PEGAWAI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK, AREA MEDAN"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIA TBK, AREA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

OLEH :

UMMUL KHOIRIAH 131301090

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)

Ummul Khoiriah dan Siti Zahreni

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja pada pegawai PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan. Subjek dalam penelitian ini adalah 142 orang pegawai PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan. Penelitian ini menggunakan metode regresi sederhana. Alat ukur yang digunakan adalah skala keterikatan kerja berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Schaufeli, Bakker, & Salanova (2006) dan skala kesejahteraan psikologis berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ryff (1989). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja pegawai (R = 0,553, p < 0,05). Dari hasil analisa yang telah dilakukan juga diketahui bahwa kesejahteraan psikologis memiliki kontribusi sebesar 30% terhadap keterikatan kerja pegawai PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan.

Kata Kunci : Kesejahteraan Psikologis, Keterikatan Kerja, Perusahaan Telekomunikasi

(5)

Ummul Khoiriah dan Siti Zahreni

ABSTRACT

This study aims to determine the impact of psychological well-being with work engagement on employees of PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan.

Subjects in this study were 142 employees of PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan. This study uses a simple regression methods. The measurement tool used is the work engagement scale based on theory by Schaufeli, Bakker, &

Salanova (2006) and the psychological well-being scale based on theory by Ryff (1989). The results of this study indicate that there is an impact of the psychological well-being on work engagement employees (R = 0,553, p < 0,05).

From the analysis results that indicate the psychological well-being contributed 30% to employees’s work engagement of PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan.

Keywords : Psychological Well-Being, Work Engagement, Telecommunication Company

(6)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Pengaruh Kesejahteraan Psikologis terhadap Keterikatan Kerja Pada Karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan”, sebagai syarat untuk dapat menyelesaikan ujian sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda tercinta Drs. H. Aswan Iriadi dan Ibunda tercinta Dra. Rosmina Ritonga serta kakak dan abang tersayang, Nurul Nadzfah Nanda, S.AB dan Muhammad Abduh, SKM yang telah senantiasa memberikan semangat, dukungan, fasilitas, serta doa kepada penulis, karena tanpa mereka penulis sadar tidak dapat berbuat banyak.

Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih kepada:

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A selaku Pembantu Dekan I, Bapak Ferry Novliadi, M.Si selaku Pembantu Dekan II dan Ibu Rika Eliana, M.Psi., Psikolog selaku Pembantu Dekan III.

2. Kakak Siti Zahreni, M.Psi, Psikolog, selaku dosen pembimbing skripsi yang tetap sabar dalam membimbing penulis dan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ferry Novliadi., M.Si dan Ibu Sherry Hadiyani., M.Psi selaku dosen penguji. Terima kasih karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan saran terbaiknya.

4. Ibu Eka Ervika, M.Si, Psikolog, selaku dosen pembimbing akademis penulis yang telah memberikan nasihat dan bimbingan yang diberikan selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

(7)

kepada penulis selama ini dan semoga penulis dapat memanfaatkan ilmu yang telah diberikan dengan sebaik-baiknya.

6. Teman-teman seperjuangan dalam menggapai cita-cita khususnya Susi Astriyani Br. Sembiring, Bella Negrini, Syaila Annury, Putri Utami Oktiawandhani dan Zelita Almira Br. Sembiring yang selalu ada untuk penulis dalam menyemangati, mendukung, membantu, mendoakan, dan menghibur penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

7. Kepada sahabat terbaik penulis, Isna Hanim dan Yenni Fitriyani Siregar yang telah bersedia mendengar keluh kesah penulis selama ini.

8. Nur’ainun, Endang, Dessy Aw, Nur Hasanah, Novemina, Maemunah, Mutia, Nochi dan Lindka, terima kasih atas doa dan dukungannya setiap saat selalu bertanya tentang skripsi dan membuat penulis terus tergerak untuk menyelesaikan skripsi ini samapai selesai.

9. Staf administrasi dan pendidikan yang sangat ramah, bersahabat, dan selalu membantu penulis dalam pengaturan administrasi selama menjalani masa perkuliahan.

10. Kepada teman-teman angkatan 2013 yang sama-sama berjuang selama kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang sukses.

11. Bapak Sutino Supriadi selaku MGR HR and CDC PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan serta Bapak M. Zardi dan Ibu Elviani yang telah mengizinkan penulis untuk mengambil data di perusahaan Telkom dan seluruh karyawan yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi subjek dalam penelitian ini.

12. Terima kasih kepada pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu baik yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung baik ketika menjalani perkuliahan maupun ketika menjalani proses penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas jasa dan budi baik yang telah mereka berikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa

(8)

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca serta peneliti selanjutnya.

Medan, Oktober 2017 Penulis,

Ummul Khoiriah 131301090

(9)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang Masalah ... 1

A.Rumusan Masalah ... 7

B.Tujuan Penelitian ... 7

C.Manfaat Penelitian ... 8

1.Manfaat Teoritis ... 8

2.Manfaat Praktis ... 8

D.Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A.Keterikatan Kerja ... 10

1.Definisi Keterikatan Kerja ... 10

2.Aspek-aspek Keterikatan Kerja ... 11

3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja ... 13

B.Kesejahteraan Psikologis ... 16

1.Definisi Kesejahteraan Psikologis ... 16

2.Dimensi Kesejahteraan Psikologis ... 18

3.Dampak dari Kesejahteraan Psikologis ... 21

C.Pengaruh Kesejahteraan Psikologis terhadap Keterikatan Kerja ... 22

D.Hipotesa Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A.Metode Penelitian ... 25

B.Identifikasi Variabel Penelitian ... 25

C.Definisi Operasional Penelitian ... 26

1.Keterikatan Kerja ... 26

2.Kesejahteraan Psikologis ... 26

D.Populasi Penelitian ... 27

E.Metode Pengumpulan Data ... 27

1.Skala Keterikatan Kerja ... 28

2.Skala Kesejahteraan Psikologis ... 29

(10)

3.Uji Reliabilitas ... 31

G.Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 32

1.Hasil Uji Coba Skala Keterikatan Kerja ... 32

2.Hasil Uji Coba Skala Kesejahteraan Psikologis . 33 H.Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 34

1.Tahap Persiapan Penelitian ... 34

2.Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 35

3.Tahap Pengolahan Data ... 36

I.Metode Analisa Data ... 36

1.Uji Normalitas ... 37

2.Uji Linearitas ... 37

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 38

A.Analisa Data ... 38

1.Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 38

2.Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 41

3.Hasil Penelitian ... 43

4.Deskripsi Data Penelitian ... 45

B.Pembahasan ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A.Kesimpulan ... 52

B.Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

Tabel 1. Blue Print Skala Keterikatan Kerja Sebelum Uji Coba ... 29

Tabel 2. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba ... 30

Tabel 3. Blue Print Skala Keterikatan Kerja Setelah Uji Coba ... 32

Tabel 4. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba ... 33

Tabel 5. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 39

Tabel 6. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

Tabel 7. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 40

Tabel 8. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 41

Tabel 9. Hasil Uji Asumsi Normalitas ... 42

Tabel 10. Hasil Uji Asumsi Linearitas ... 43

Tabel 11. Anova ... 43

Tabel 12. Koefisien Determinan (R2) ... 44

Tabel 13. Hasil Regresi Kesejahteraan Psikologis terhadap Keterikatan Kerja ... 44

Tabel 14. Perbandingan Nilai Empirik dan Hipotetik Keterikatan Kerja ... 46

Tabel 15. Kategorisasi Data Keterikatan Kerja ... 46

Tabel 16. Perbandingan Nilai Empirik dan Hipotetik Kesejahteraan Psikologis ... 47

Tabel 17. Kategorisasi Data Kesejahteraan Psikologis ... 48

(12)

LAMPIRAN A

1.Surat Keterangan Pengambilan Data Penelitian

LAMPIRAN B

1.Skala Penelitian Sebelum Uji Coba 2.Skala Penelitian Setelah Uji Coba

LAMPIRAN C

1.Skor Mentah Skala Uji Coba Keterikatan Kerja

2.Skor Mentah Skala Uji Coba Kesejahteraan Psikologis

LAMPIRAN D

1.Reliabilitas Skala Keterikatan Kerja

2.Reliabilitas Skala Kesejahteraan Psikologis

LAMPIRAN E – HASIL PENELITIAN 1.Uji Normalitas

2.Uji Linearitas

3.Koefisien Determinan (R2) 4.Uji Anova

5.Hasil Regresi Kesejahteraan Psikologis terhadap Keterikatan Kerja

(13)

A. Latar Belakang Masalah

Menghadapi persaingan yang sangat ketat dan kompetitif saat ini, organisasi harus mampu bersaing dengan para kompetitornya. Perusahaan tidak hanya merekrut pegawai-pegawai terbaik tetapi juga harus mampu mendorong para pegawai untuk memberikan kemampuan terbaiknya. Oleh karena itu, organisasi mengharapkan para pegawainya untuk proaktif dan inisiatif, mengambil tanggung jawab sebagai bagian dari perkembangan profesional mereka dan berkomitmen terhadap standar kinerja yang tinggi (Bakker & Leiter, 2010).

Dengan memandang pegawai sebagai hal yang sangat penting bagi perusahaan, organisasi harus memberikan perhatian khusus bagi pegawainya dan berusaha untuk memberikan kenyamanan selama bekerja sehingga pegawai dapat merasa pekerjaan mereka sebagai salah satu pengalaman hidup yang menyenangkan. Hal ini mengharuskan organisasi untuk dapat membuat pegawai mereka terikat (engaged) dengan pekerjaan dan organisasi (Ivanovic, Galicic, &

Krstevska, 2010).

Keterikatan pegawai dengan pekerjaannya atau disebut dengan work engagement adalah kondisi pemikiran positif menyangkut pekerjaan yang dikarakteristikkan dengan adanya kondisi penuh semangat, keterlibatan yang penuh, dan konsentrasi tinggi selama melakukan pekerjaan (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker, 2002). Seseorang yang memiliki tingkat keterikatan kerja yang tinggi akan menunjukkan level energi yang tinggi, merasa pekerjaan

(14)

yang dilakukan bermanfaat, merasa tertantang dengan tugas-tugas yang diberikan, memiliki level konsentrasi yang tinggi, dan selalu antusias serta senang ketika mengerjakan tugas-tugas. Sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat keterikatan kerja yang rendah digambarkan memiliki sedikit tenaga, memiliki sedikit kesenangan dan stamina dalam hal yang berkaitan dengan pekerjaan, tidak merasa pekerjaannya bermakna atau menantang, tidak menghayati pekerjaan, dan sulit lepas dari pekerjaannya (Schaufeli dan Bakker, 2004).

Organisasi yang memiliki sumber daya manusia dengan keterikatan kerja yang tinggi mampu mempertahankan dan meningkatkan performa meskipun kondisi di sekitarnya kurang kondusif. Selain itu, keterikatan kerja juga mampu meminimalisir job demands yang dapat mengakibatkan terjadinya burnout (Bakker & Demerouti, 2007; Bakker, Hakanen, Demerouti, & Xanthopoulou, 2007) serta mampu memberikan performa terbaik seseorang yang ditunjukkan pada peran yang lebih banyak di dalam pekerjaan (Bakker & Leiter, 2010).

Riset membuktikan bahwa keterikatan kerja merupakan kunci sukses bagi organisasi karena dapat membawa organisasi pada profit besar (Kouzes & Posner, 2002). Hal ini bisa terjadi karena pegawai yang terikat dengan pekerjaannya memiliki sejumlah kemampuan positif yaitu memiliki kemampuan dalam merespon perubahan, dapat beradaptasi secara cepat dengan situasi baru dan mampu menyelesaikan satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Seluruh hal tersebut dapat mendorong kemajuan suatu organisasi.

Faktanya pegawai yang memiliki tingkat keterikatan kerja yang tinggi semakin sulit di temukan di dalam sebuah organisasi. Hasil penelitian dari American Management Consulting Company Gallup menemukan bahwa hanya

(15)

13% pegawai yang memiliki tingkat keterikatan kerja yang tinggi di kantor (Conventry, 2016). Selain itu, hasil penelitian Gallup’s Global Workplace Analytics mengenai engagement juga menyebutkan suramnya kondisi engagement di Indonesia. Hasilnya adalah hanya 8 persen pekerja di Indonesia yang feeling engaged dengan pekerjaannya (Marajohan, 2016).

Untuk meningkatkan engagement pegawai, organisasi harus mengetahui hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi engagement tersebut. Simon (2011) menyebutkan seseorang dapat engaged jika ia menemukan arti dan motivasi personal dalam bekerja, mendapat dukungan interpersonal yang positif, memiliki kesempatan untuk mengungkapkan ide, berkesempatan untuk mengembangkan diri, bekerja dalam lingkungan kerja yang efisien, memiliki keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dan organisasi menunjukkan kepedulian terhadap well- being (kesejahteraan) pegawai.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aggarwal- Gupta, Vohra, dan Bhatnagar (2010) yang menyatakan bahwa meningkatnya well- being pegawai dapat mengarahkan terjadinya peningkatan reaksi afektif terhadap pekerjaan yang mempengaruhi tingkat turnover serta absensi dan memiliki peran penting yang dapat mempengaruhi performa kerja seseorang.

Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai suatu keadaan individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengatur lingkungan, memiliki tujuan dalam hidupnya dan mampu mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan.

(16)

Kesejahteraan psikologis merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan seseorang, tidak terkecuali dalam dunia kerja. Jika dikaitkan dengan dunia kerja, pegawai yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi akan memiliki performa kerja yang baik (Wright & Bonnett, 1997).

Selain itu, pegawai yang memiliki kesejahteraan psikologis tinggi akan merasa puas dan lebih menikmati pekerjaannya, lebih mampu dan terampil menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dalam organisasi (Wright, Cropanzano & Bonett, 2007).

Hasil penelitian dari Keyes, Hysom, & Lupo (2000) mengatakan bahwa salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi ditandai dengan pegawai yang memiliki kesejahteraan (well-being) di tempat kerjanya. Kesejahteraan yang dimaksud tidak hanya pada aspek fisik saja, namun lebih kepada aspek psikologis.

Hal ini berarti bahwa kesejahteraan psikologis akan membantu individu untuk mengontrol aspek dalam kehidupannya.

Individu yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi adalah individu yang dapat membangun hubungan positif dengan orang lain, yaitu hubungan interpersonal yang didasari oleh kepercayaan, empati dan kasih sayang yang kuat (Ryff, 1989). Kesejahteraan psikologis merupakan kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis yang ditandai dengan kemampuan individu mengoptimalkan fungsi psikologisnya (Ryff dan Singer, 1996).

Pryce & Jones (dalam Prasetyo, 2015) mangatakan bahwa kebahagiaan yang dimiliki pekerja dapat memberikan manfaat bagi individu maupun organisasi.

Manfaat bagi individu yaitu dapat mengelola dan memaksimalkan kinerja sehingga memberikan kepuasan dalam bekerja, sedangkan manfaat yang diperoleh

(17)

organisasi adalah para pekerja dalam organisasi memiliki perasaan positif disetiap waktu dan terjadinya penurunan angka turnover pada pekerja.

Merasa bahagia di tempat kerja menjadi salah satu penunjang utama bagi pegawai untuk menghasilkan kinerja yang cemerlang. Menurut Gretchen Rubin, penulis buku The Happiness Project, kebahagiaan pegawai ternyata memiliki peran signifikan bagi kesuksesan perusahaan. Pegawai yang bahagia lebih produktif ketimbang mereka yang merasa tidak bahagia atau tidak puas pada pekerjaannya, pegawai yang bahagia adalah pemimpin yang lebih baik, pegawai yang bahagia lebih kreatif, pikiran mereka lebih terbuka, serta siap melakukan inovasi bagi perusahaan, dan terakhir pegawai yang bahagia adalah anggota tim yang baik. Dalam perusahaan, kerja sama antar rekan kerja tentu saja sangat dibutuhkan agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal (Wulandri & Widyastuti, 2014). Hal ini dapat menjadi bukti bahwa kebahagiaan yang dimiliki pegawai akan menuntun organisasi dalam mencapai tujuannya.

Individu yang bekerja dengan rasa bahagia adalah individu yang memiliki perasaan positif disetiap waktu kerja, sebab individu tersebut mengetahui bagaimana mengelola dan mempengaruhi dunia kerjanya sehingga me- maksimalkan kinerja dan memberikan kepuasan dalam bekerja (Pryce & Jones dalam Prasetyo 2015).

Menurut fisioterapis dan pengarang buku, Diane Lang, pegawai yang bahagia akan bekerja lebih baik dan lebih cepat dibandingkan mereka yang tidak merasa bahagia. Pegawai yang mempunyai hubungan baik dengan rekan kerja lainnya akan lebih sering masuk kerja dan lebih betah di kantor. Untuk mempunyai pegawai yang bahagia, perusahaan harus terus mencari cara untuk

(18)

memenuhi kebutuhan pegawai dengan mengubah kantor menjadi tempat yang menyenangkan (Rizki, 2015).

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk atau yang biasa dikenal sebagai PT.

Telkom adalah satu-satunya BUMN telekomunikasi serta penyelenggara layanan telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia. PT. Telkom merupakan perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi, informasi, media dan edutainment (TIME). PT. Telkom melayani jutaan pelanggan di seluruh Indonesia dengan rangkaian lengkap layanan telekomunikasi yang mencakup sambungan telepon kabel tidak bergerak dan telepon nirkabel tidak bergerak, komunikasi seluler, layanan jaringan dan interkoneksi serta layanan internet dan komunikasi data.

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa pegawai yang bekerja di PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan diketahui bahwa perusahaan tempat mereka bekerja saat ini merupakan perusahaan yang sangat mengutamakan kesejahteraan para pegawainya. Bentuk dari kesejahteraan yang didapatkan oleh pegawai PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan seperti terciptanya lingkungan kerja yang kondusif bagi para pegawai yang membuat mereka merasa aman dan nyaman selama melaksanakan pekerjaan serta terjalinnya hubungan yang baik antar pegawai maupun dengan atasan.

Kesejahteraan tidak hanya didapat oleh pegawai yang bekerja di dalam ruangan saja, tetapi pegawai yang bekerja di lapangan juga merasakan kebahagiaan selama melaksanakan tugas yang membuat para pegawai bekerja lebih hati-hati dan teliti yang mengakibatkan rendahnya angka kecelakaan yang dialami oleh pegawai.

(19)

Dengan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi para pegawainya tak heran jika perusahaan ini menjadi salah satu perusahaan yang banyak diminati bagi pelamar. Tidak hanya itu, lingkungan kerja yang menyenangkan ini membuat para pegawai tidak ingin keluar atau pindah dari PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan. Hal ini terlihat dari tidak dibukanya rekrutmen pegawai dalam setahun terakhir ini dan tidak terjadinya turnover bagi para pegawai.

Dengan demikian, maka muncul pertanyaan mengenai apakah terdapat pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja pada pegawai PT.

Telekomunikasi Indonesia Tbk, Area Medan ? Mengacu dari pertanyaan ini, maka dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja pada pegawai PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Area Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja pada pegawai PT.

Telekomunikasi Indonesia Tbk, Area Medan ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja pada pegawai PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Area Medan.

(20)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

a.Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya mengenai teori yang berkaitan dengan kesejahteraan psikologis dan keterikatan kerja.

b.Penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan terutama untuk mahasiswa Fakultas Psikologi khususnya di bidang Psikologi Industri dan Organisasi yang akan meneliti dan menggali lebih dalam mengenai kesejahteraan psikologis dan keterikatan kerja.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada PT.

Telekomunikasi Indonesia Tbk, Area Medan mengenai tingkat kesejahteraan psikologis dan keterikatan kerja pada pegawai dan melalui hasil penelitian ini dapat diketahui apakah ada pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja pada pegawai PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Area Medan.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini, yaitu:

(21)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisikan uraian mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian, yaitu teori kesejahteraan psikologis dan teori keterikatan kerja serta hipotesa penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini berisikan uraian mengenai identifikasi variabel, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian yang telah dilakukan.

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisikan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil uji asumsi, hasil penelitian, deskripsi data penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini berisikan mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta dilengkapi dengan saran penelitian berupa saran metodologis dan saran praktis.

(22)

A.Keterikatan Kerja

1. Definisi Keterikatan Kerja

Telah banyak studi yang dilakukan mengenai engagement. Penggunaan istilah engagement yang dikemukakan oleh berbagai peneliti masih berbeda-beda, ada yang menyebut dengan istilah employee engagement dan istilah work engagement. Istilah employee engagement dengan work engagement seringkali digunakan bergantian, tetapi work engagement dianggap lebih spesifik. Work engagement mengacu pada hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya, sedangkan employee engagement terkait hubungan antara pegawai dengan organisasi (Schaufeli, 2012).

Konsep engagement pertama kali dikemukakan oleh Kahn (1990) sebagai penguasaan pegawai terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikat diri dengan pekerjaannya, kemudian akan bekerja dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif dan emosional selama memerankan performanya. Aspek kognitif mengacu pada keyakinan pekerja terhadap organisasi, pemimpin dan kondisi pekerjaan. Aspek emosional mengacu pada bagaimana perasaan pekerja apakah positif atau negatif terhadap organisasi dan pemimpinnya. Sedangkan aspek fisik mengenai energi fisik yang dikerahkan oleh pegawai dalam melaksanakan perannya.

Kahn (1990) juga berpendapat bahwa engagement meliputi kehadiran baik secara psikologis maupun fisik saat menunjukkan peran organisasi. Menurut

(23)

Kahn, aspek-aspek ini secara signifikan dipengaruhi oleh tiga domain psikologis, yaitu kebermaknaan, keamanan dan ketersediaan. Domain inilah yang akan mempengaruhi bagaimana pegawai menerima dan melaksanakan peran mereka di tempat kerja.

Schaufeli, dkk (2002) menjelaskan pendekatan mengenai engagement dengan istilah work engagement (keterikatan kerja). Mereka mendefinisikan keterikatan kerja sebagai keadaan positif, serta pandangan terhadap kondisi kerja yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication dan absorption. Vigor mengacu pada tingkat energi dan resiliensi mental yang tinggi ketika sedang bekerja, kemauan berusaha sungguh-sungguh dalam pekerjaan dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Dedication mengacu pada perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan tantangan. Absorption dikarakteristikkan dengan konsentrasi penuh, minat yang mendalam terhadap pekerjaan dimana waktu terasa berlalu begitu cepat dan sulit melepaskan diri dari pekerjaan.

Berdasarkan uraian di atas, mengacu pada pendapat Schaufeli dkk. (2002), maka definisi keterikatan kerja dalam penelitian ini adalah keadaan positif pegawai pada pekerjaan yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication, dan absorption.

2. Aspek-Aspek Keterikatan Kerja

Menurut Schaufeli, Bakker, & Salanova (2006) keterikatan kerja memiliki aspek-aspek sebagai berikut :

a. Vigor

Vigor mengacu pada level energi yang tinggi dan resiliensi, kemauan

(24)

Biasanya individu yang memiliki skor vigor yang tinggi memiliki energi, semangat, dan stamina yang tinggi ketika bekerja, sementara individu yang memiliki skor rendah pada vigor memiliki energi, semangat dan stamina yang rendah selama bekerja.

b. Dedication

Dedication mengacu pada perasaan penuh makna, antusias dan bangga dalam pekerjaan, dan merasa terinspirasi atau tertantang dalam pekerjaan. Individu yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat mengidentifikasi pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan menantang. Disamping itu, mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. Sedangkan individu dengan skor rendah pada aspek dedication berarti tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena mereka tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka.

c. Absorption

Absorption mengacu pada konsentrasi secara penuh dan mendalam, tenggelam dalam pekerjaan dimana waktu berlalu terasa cepat dan kesulitan memisahkan diri dari pekerjaan, sehingga melupakan segala sesuatu disekitarnya. Individu yang memiliki skor tinggi pada absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan.

Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupakan dan waktu terasa berlalu dengan cepat. Sebaliknya individu dengan skor absorption yang rendah

(25)

tidak merasa tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterikatan Kerja

Menurut Bakker dan Demerouti (2008) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keterikatan kerja, yaitu :

a.Tuntutan Kerja (Job Demands)

Job demands adalah aspek-aspek fisik, psikologis, sosial dan organisasi dari pekerjaan yang membutuhkan usaha dalam bentuk fisik, kognitif maupun emosional secara terus menerus demi mencapai dan mempertahankannya. Bentuk-bentuk dari job demands, yaitu :

1.Workload, merupakan sejauh mana pegawai perlu melakukan banyak tugas dalam jangka waktu yang singkat. Workload ditandai dengan bekerja secara terus menerus dalam jam kerja yang lama, beban kerja yang terlalu banyak dan terbatasnya waktu yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

2.Emotional demands, merupakan tuntutan pekerjaan yang berhubungan dengan emosional individu terhadap pekerjaan.

3.Change in tasks, merupakan tuntutan pekerjaan yang menggambarkan karakteristik dari pekerjaan yang berpotensi menimbulkan ketegangan.

Dalam hal ini tuntutan pekerjaan memerlukan kemampuan pegawai untuk beradaptasi. Perubahan-perubahan dalam tugas yang diberikan organisasi terhadap pegawainya termasuk salah satu tuntutan kerja.

(26)

4.Computer and technology problems, merupakan dimensi lain dari tuntutan pekerjaan terkait dengan masalah komputer dan teknologi. Masalah- masalah ini terkadang menimbulkan ketegangan bagi pegawai.

b. Job Resources

Job resources adalah sumber daya yang dapat memainkan peran motivasi sebagai pencapaian tujuan kerja yang dapat menurunkan dampak dari job demands. Job resources meliputi aspek fisik, sosial, psikologis, atau organisasional dari pekerjaan yang memungkinkan untuk mengurangi tuntutan pekerjaan dalam kaitannya dengan pengorbanan psikologis (psychological cost) yang diberikan pegawai, memberikan pengaruh pada pencapaian tujuan, dan menstimulasi pengembangan dan pembelajaran.

Bentuk-bentuk dari Job Resources, yaitu :

1.Social support, merupakan sumber daya yang secara langsung mempengaruhi dalam mencapai tujuan kerja. Dukungan dari rekan-rekan kerja dapat membantu untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan pada waktunya dan karena itu dapat mengurangi dampak dari kelebihan beban kerja.

2.Kualitas hubungan dengan atasan, dapat mengurangi pengaruh job demands karena apresiasi dan dukungan pemimpin menempatkan tuntutan dalam perspektif lain. Apresiasi dan dukungan pemimpin juga dapat membantu pekerja dalam menghadapi job demands, memfasilitasi kinerja, dan bertindak sebagai pelindung terhadap kesehatan yang buruk.

3.Performance feedback, umpan balik (feedback) yang konstruktif tidak hanya membantu pegawai melakukan pekerjaan agar lebeih efektif, tetapi

(27)

dapat meningkatkan komunikasi antara atasan dan pegawai. Ketika informasi yang spesifik dan akurat disediakan dalam cara yang konstruktif, baik pegawai dan atasan dapat meningkatkan atau mengubah kinerja mereka.

4.Time control, pegawai dapat menunjukkan kinerja yang baik jika sumber daya pekerjaannya memberikan pengaruh yang kuat. Salah satu bentuk kontrol waktu adalah waktu untuk beristirahat. Waktu untuk beristirahat bagi pegawai juga penting agar pegawai tidak merasa kelelahan dan menunjukkan performa kinerja yang baik.

c. Personal Resources

Personal resources merujuk kepada karakteristik yang dimiliki oleh pegawai seperti kepribadian, sifat, usia, dan lain-lain. Personal resources merupakan aspek diri dan pada umumnya dihubungkan dengan kegembiraan dan perasaan bahwa diri mampu memanipulasi, mengontrol dan memberikan dampak pada lingkungan sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Bentuk-bentuk dari personal resources, yaitu :

1.Self-efficacy, merupakan persepsi individu terhadap kemampuan dirinya untuk melaksanakan dan menyelesaikan suatu tugas atau tuntutan dalam berbagai konteks. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memilih suatu tugas yang menantang untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi kesulitan atau hambatan pada pekerjaan atau tugas.

2.Organizational-based self-esteem, didefinisikan sebagai tingkat keyakinan anggota organisasi bahwa mereka dapat memuaskan kebutuhan mereka

(28)

dengan berpartisipasi dan mengambil peran atau tugas dalam suatu organisasi.

3.Optimism, merupakan individu yang mempunyai stabilitas dan gambaran umum yang positif dan menanggapi keadaan yang negatif secara realistis berkaitan dengan bagaimana seseorang meyakini bahwa dirinya mempunyai potensi untuk bisa berhasil dan sukses dalam hidupnya.

Selain dari fakor-faktor yang dijelaskan oleh Bakker dan Demerouti diatas, peneliti lain mengatakan bahwa ada faktor lain yang juga dapat mempengaruhi tingkat keterikatan kerja seseorang yaitu kesejahteraan psikologis (psychological well-being). Robertson dan Cooper (2010) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi engagement seseorang, yang mana semakin tinggi tingkat well-being seseorang maka akan meningkatkan engagement dan sebaliknya jika semakin rendah tingkat well-being seseorang maka akan menyebabkan rendahnya engagement.

B. Kesejahteraan Psikologis

1. Definisi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis (psychological well- being) sebagai suatu keadaan individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengatur lingkungan, memiliki tujuan dalam hidupnya dan mampu mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan.

(29)

Menurut Ryan dan Deci (2001) ada dua pendekatan dalam menjelaskan mengenai well-being, yaitu pendekatan eudaimonic dan hedonic. Pendekatan eudaimonic memandang well-being tidak hanya sebagai pencapaian kesenangan, tetapi juga realisasi potensi diri seorang individu dalam mencapai kesesuaian tujuannya yang melibatkan pemenuhan dan pengidentifikasian diri individu yang sebenarnya. Pendekatan Hedonic memandang well-being tersusun atas kebahagiaan subjektif dan berfokus pada pengalaman yang mendatangkan kenikmatan. Pandangan hedonic memperhatikan pengalaman menyenangkan versus tidak menyenangkan yang didapatkan dari penilaian baik atau buruknya hal-hal yang ada dalam kehidupan seseorang.

Harter, Schmidt dan Keyes (2002) menjelaskan kesejahteraan (well-being) dalam dunia kerja berhubungan dengan produktivitas suatu organisasi.

Kesejahteraan yang dimaksud adalah suatu keadaan yang terlihat ketika pegawai memiliki loyalitas, kepuasan kerja, daya tahan dan produktivitas yang tinggi sehingga dapat menuntun organisasi dalam mencapai tujuannya. Selanjutnya, kesejahteraan yang dimiliki pekerja dimaknai sebagai suatu keadaan yang berkontribusi positif dengan produktivitas suatu organisasi (Spector, 1997; Keyes, Hysom & Lupo, 2000). Artinya ketika pegawai dalam suatu organisasi merasakan kesejahteraan di tempat kerjanya, maka produktivitas organisasi tersebut juga akan meningkat.

Kesejahteraan psikologis juga didefinisikan sebagai suatu emosi positif yang dimiliki individu dan berlangsung lama sehingga individu dapat melakukan keberfungsiannya dalam kehidupan sehari-hari (Huppert, 2009). Kesejahteraan dalam bekerja didefinisikan sebagai suatu keadaan yang meliputi perasaan positif

(30)

yang diperoleh pegawai dari pemikirannya yang baik dan dapat membuatnya menjadi lebih kreatif, lebih interaktif dengan rekan kerjanya dan lebih sehat secara fisik dan mental (Fredrickson, 1998; Wright, Cropanzano & Bonett, 2007).

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah keadaan individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengatur lingkungan, memiliki tujuan dalam hidupnya dan mampu mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan.

2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Menurut Ryff (1989) ada enam dimensi kesejahteraan psikologis, yaitu : a.Penerimaan diri

Penerimaan diri adalah bagaimana individu dapat menerima diri sendiri dan pengalamannya secara apa adanya. Dengan adanya penerimaan diri secara apa adanya, individu lebih memungkinkan memiliki sikap positif terhadap diri sendiri. Adanya penerimaan diri secara positif, maka sikap menerima pengalaman yang tidak menyenangkan akan meningkat. Dimensi ini merupakan karakteristik aktualisasi diri, kesehatan mental yang baik dan keberfungsian yang optimal.

Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai oleh sikap positif terhadap diri sendiri, menerima dan mengakui berbagai aspek kelebihan dan kekurangan dalam dirinya dan memandang pengalaman masa lalu sebagai hal yang positif. Sebaliknya, individu dengan tingkat

(31)

penerimaan dirinya kurang baik akan merasa tidak puas dengan pengalaman masa lalunya dan tidak dapat menerima kelebihan dan kekurangan dirinya sehingga menimbulkan perasaan ingin menjadi orang lain.

b. Hubungan positif dengan orang lain

Hubungan positif dengan orang lain merupakan tingkat kemampuan dalam berhubungan hangat dengan orang lain, hubungan interpersonal yang didasari oleh kepercayaan, serta perasaan empati, mencintai dan memiliki kasih sayang yang kuat.

Individu yang mampu menjalin hubungan positif dengan orang lain ditandai dengan adanya hubungan yang berlandaskan rasa saling percaya, memeiliki perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, memiliki rasa empati, menyayangi, menjalin keintiman dengan orang lain, memahami konsep memberi dan menerima dalam menjalin sebuah hubungan. Demikian sebaliknya, individu yang tidak dapat menjalin hubungan positif dengan orang lain akan merasa kesulitan untuk menjalin hubungan yang akrab, sulit peduli dan percaya pada orang lain, kurang terbuka, tidak dapat memperhatikan kesejahteraan orang lain, serta merasa terisolasi dalam hubungan interpersonal dengan orang lain.

c. Otonomi

Otonomi adalah tingkat kemampuan individu dalam menentukan nasib sendiri, kemandirian, dan pengaturan perilaku secara internal. Dimensi ini merupakan dasar kepercayaan bahwa pikiran dan tindakan individu berasal dari dirinya sendiri, tanpa ada kendali dari orang lain. Individu yang memiliki tingkat otonomi yang tinggi memiliki kemampuan dalam

(32)

mengatur perilakunya, mengambil keputusan, berpotensi untuk menolak tekanan sosial dengan cara tertentu, mampu mengevaluasi diri, tidak bergantung pada orang lain serta mampu menentukan mana yang terbaik untuk dirinya. Sebaliknya, individu yang memiliki tingkat otonomi yang rendah akan cenderung bergantung pada orang lain dan membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain.

d. Penguasaan terhadap lingkungan

Penguasaan terhadap lingkungan adalah kemampuan untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikis. Individu yang memiliki penguasaan terhadap lingkungan yang tinggi akan mampu dan merasa kompeten dalam mengelola lingkungan yang kompleks dan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Sebaliknya, individu yang memiliki penguasaan terhadap lingkungan yang rendah akan memiliki kesulitan dalam mengontrol lingkungannya, tidak mampu mengubah keadaan lingkungan dan tidak menyadari kesempatan yang ada.

e. Tujuan hidup

Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan individu dalam mencapai tujuan hidup. Individu yang mempunyai dimensi tujuan hidup yang baik ditandai dengan memiliki target dalam hidupnya, mampu mengarahkan hidupnya, memandang kehidupannya saat ini dan masa lalu sebagai sesuatu yang bermakna dan memegang keyakinan dalam mencapai tujuan hidup.

Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan memandang masa lalu sebagai sesuatu yang tidak bermakna dan tidak memiliki target yang ingin dicapai dalam hidupnya.

(33)

f. Perkembangan pribadi

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kemmapuan individu dalam mengembangkan potensinya secara terus-menerus. Individu yang memiliki perkembangan pribadi yang baik memiliki perasaan untuk terus berkembang, menyadari potensi yang ada dalam dirinya dan terbuka terhadap pengalaman baru. Sebaliknya, individu yang memiliki perkembangan pribadi yang kurang baik ditandai dengan ketidaktertarikannya dengan kehidupan yang dijalani, kurang merasakan adanya perbaikan diri dan tidak mau menerima sesuatu yang baru.

3. Dampak dari Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis dalam dunia kerja memiliki dampak positif bagi organisasi. Berikut merupakan dampak dari kesejahteraan psikologis:

1. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa produktifitas dapat diprediksi oleh kesejahteraan psikologis (komitmen organisasi dan komunikasi juga merupakan faktor penting untuk mempertahankan kesejahteraan psikologis) (Donald, dkk, 2005).

2. Kesejahteraan psikologis merupakan prediktor bagi kinerja individu (Wright, Cropanzano & Bonnet, 2000).

3. Berdasarkan hasil meta-analisis, kesejahteraan psikologis memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja, meningkatkan profit organisasi dan mampu memprediksi kepuasan pelanggan (Harter, Schmidt,

& Keyes, 2002).

4. Mengurangi tingkat kehadiran pegawai menjadi tinggi (Spector, 1997).

(34)

C. Pengaruh Kesejahteraan Psikologis terhadap Keterikatan Kerja

Keterikatan kerja merupakan keadaan positif, pemenuhan, pandangan terhadap kondisi kerja yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication dan absorption (Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker, 2002).

Keterikatan kerja mengacu pada hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya (Schaufeli, 2012) dan berperan sebagai prediktor signifikan bagi komitmen organisasi (Schaufeli, Bakker & Salanova, 2006).

Menurut Bakker dan Demerouti (2008) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterikatan kerja adalah Job Demands (workload, emotional demands, change in tasks, dan computer and technology problems), Job resources (social support, kualitas hubungan dengan atasan, performance feedback, dan time control), serta Personal resources (self-efficacy, organizational-based self-esteem, dan optimism).

Seseorang yang memiliki tingkat keterikatan kerja yang tinggi akan menunjukkan level energi yang tinggi, merasa pekerjaan yang dilakukan bermanfaat, merasa tertantang dengan tugas-tugas yang diberikan, memiliki level konsentrasi yang tinggi, dan selalu antusias serta senang ketika mengerjakan tugas-tugas (Schaufeli dan Bakker, 2004).

Penelitian Schaufeli dan Bakker (2004) mengatakan bahwa keterikatan kerja berkaitan dengan kesehatan pegawai yaitu rendahnya tingkat depresi atau stres yang dimiliki pegawai. Pegawai dengan tingkat depresi atau stres yang rendah merupakan pegawai yang bahagia, yaitu pegawai yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik, ingin melaksanakan pekerjaan yang menantang, selalu berpikir positif, dapat menjalin hubungan baik dengan rekan kerja, dan lebih produktif.

(35)

Sedangkan pegawai yang tidak bahagia akan mudah stres, sulit fokus, membawa banyak masalah ke tempat kerja, tidak mampu membedakan persoalan kerja dan persoalan pribadi, selalu berpikir negatif, dan tidak produktif (Djajendra, 2015).

Tingkat stres pegawai ini dapat berdampak pada menurunnya performa kerja seorang pegawai. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Page dan Vella- Brodrick (2009) yang mengatakan bahwa menjaga dan meningkatkan kesehatan pegawai dapat meningkatkan performa kerja pegawai dan menurunkan tingkat turnover dalam organisasi.

Selain itu, keterikatan kerja juga berkaitan dengan sikap positif pegawai terhadap pekerjaan dan organisasinya, seperti komitmen organisasi, kepuasaan kerja, dan rendahnya tingkat turnover. Sikap positif yang ditunjukkan pegawai dengan tingkat keterikatan kerja yang tinggi adalah bahagia, senang, antusias, merasakan kondisi kesehatan yang lebih baik, dapat membuat sumber-sumber personalnya sendiri, dan yang sangat penting bagi organisasi adalah mampu menyebarkan keterlibatannya tersebut kepada rekan kerjanya (Bakker, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Robertson dan Cooper (2010) juga mengatakan bahwa engagement berkaitan dengan kesejahteraan psikologis (psychological well-being) seseorang. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa interaksi antara kesejahteraan psikologis dan engagement yang dimiliki pegawai dapat mengarah pada kondisi full engagement. Artinya semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang maka akan meningkatkan engagement dan sebaliknya jika semakin rendah tingkat kesejahteraan seseorang maka akan menyebabkan rendahnya engagement.

(36)

Harter, Schmidt dan Keyes (2002) menjelaskan kesejahteraan yang dimiliki pegawai adalah suatu keadaan yang terlihat ketika pegawai memiliki loyalitas, kepuasan kerja, daya tahan dan produktivitas yang tinggi sehingga dapat menuntun organisasi dalam mencapai tujuannya. Selanjutnya, kebahagiaan kerja dimaknai sebagai suatu keadaan individu yang lebih termotivasi, terlibat di tempat kerja, memiliki energi positif, menikmati pekerjaan yang diberikan dan cenderung bertahan dalam suatu perusahaan (Berger, 2010). Artinya ketika pegawai dalam suatu organisasi bahagia di tempat kerjanya, maka produktivitas organisasi tersebut juga akan meningkat.

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesa penelitian yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu “Adanya pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja, dimana semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis pegawai maka akan berkontribusi terhadap peningkatan keterikatan kerja pada Pegawai PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan.”

(37)

A. Metode Penelitian

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena hal ini menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2012). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yang konkrit dan empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis (Sugiyono, 2012).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu atribut yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Menurut Azwar (2012) variabel adalah suatu konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif dan kualitatif.

Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan yaitu :

1.Variabel Tergantung (dependent) : Keterikatan Kerja 2.Variabel Bebas (independent): Kesejahteraan Psikologis

(38)

C. Definisi Operasional Penelitian 1. Keterikatan Kerja

Keterikatan kerja adalah keadaan positif pegawai pada pekerjaan yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication, dan absorption. Keterikatan kerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan tiga karakteristik individu yang engaged terhadap pekerjaannya yang dikemukakan oleh Schaufeli, Bakker, & Salanova (2006), yaitu vigor, dedication, dan absorption. Semakin tinggi skor keterikatan kerja yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat keterikatan kerja yang dimiliki individu. Sebaliknya, semakin rendah skor keterikatan kerja yang diperoleh, maka semakin rendah tingkat keterikatan kerja yang dimiliki individu.

2. Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis dapat diartikan sebagai keadaan individu yang dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu mengatur lingkungan, memiliki tujuan dalam hidupnya dan mampu mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan. Kesejahteraan psikologis diukur dengan skala kesejahteraan psikologis berdasarkan dimensi kesejahteraan psikologis oleh Ryff (1989) yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan terhadap lingkungan, tujuan hidup, dan perkembangan pribadi. Tingkat kesejahteraan psikologis dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh seseorang dari skala tersebut. Semakin tinggi nilai skala kesejahteraan psikologis yang dimiliki individu maka semakin tinggi kesejahteraan psikologis

(39)

yang dimiliki individu. Demikian sebaliknya semakin rendah nilai skala kesejahteraan psikologis maka semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis yang dimiliki individu.

D. Populasi Penelitian

Azwar (2012) mengungkapkan bahwa populasi adalah sekelompok subjek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi mempunyai karakteristik yang dapat diklasifikasikan dan diperkirakan sesuai dengan keperluan peneliti dalam penelitian. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh pegawai yang bekerja di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan.

Dalam hal ini, jumlah populasi yang sesuai dengan karakteristik tersebut sebanyak 160 orang. Tetapi, ketika penelitian dilaksanakan, jumlah subjek menjadi 142 orang. Hal ini disebabkan karena pegawai PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Area Medan memiliki beberapa kantor cabang dan responden penelitian yang berada di kantor cabang tersebut tidak mengembalikan skala yang diberikan tanpa alasan yang jelas. Dengan demikian, peneliti hanya menggunakan sebesar 88,7% dari keseluruhan populasi yang ada dalam penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada kegiatan penelitian bertujuan untuk mengungkapkan fakta mengenai variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode skala. Metode skala adalah suatu metode pengumpulan data yang terdiri dari sejumlah peryataan yang

(40)

disusun untuk mengungkap atribut tertentu melalui respon yang diberikan oleh subjek terhadap pernyataan tersebut (Azwar, 2012).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala dengan model skala Likert yang terdiri dari dua buah skala, yaitu skala skala kesejahteraan psikologis dan skala keterikatan kerja. Model item yang digunakan, yaitu item favorable dan unfavorable. Terdapat lima kategori respon yang dapat diberikan oleh subjek, yaitu sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), netral (N), sesuai (S), sangat sesuai (SS).

Skor subjek untuk item favorable jika memberikan respon sangat tidak sesuai adalah 1, tidak sesuai adalah 2, netral adalah 3, sesuai adalah 4, dan sangat sesuai adalah 5. Sebaliknya, skor subjek untuk item unfavorable jika memberikan respon sangat tidak sesuai adalah 5, tidak sesuai adalah 4, netral adalah 3, sesuai adalah 2, dan sangat sesuai adalah 1.

1. Skala Keterikatan Kerja

Skala keterikatan kerja bertujuan untuk mengukur tingkat keterikatan kerja individu. Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek keterikatan kerja yang dikemukakan oleh Schaufeli, Bakker, & Salanova (2006) yaitu vigor, dedication, dan absorption.

(41)

Tabel 1

Blueprint Skala Keterikatan Kerja Sebelum Uji Coba

No Aspek

Item Jumlah

Item Favourable Unfavourable

1. Vigor

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

8, 9, 10 10

2. Dedication

11, 12, 13, 14, 15

16, 17, 18, 19,20

10

3. Absorption

21, 22, 23, 24, 25, 26

27, 28, 29, 30 10

Total 30

2. Skala Kesejahteraan Psikologis

Skala kesejahteraan psikologis bertujuan untuk mengukur seberapa besar tingkat kesejahteraan psikologis yang dimiliki individu. Skala ini disusun berdasarkan dimensi kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Ryff (1989) yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan terhadap lingkungan, tujuan hidup, dan perkembangan pribadi.

(42)

Tabel 2

Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis Sebelum Uji Coba

No Dimensi

Item Jumlah

Item Favourable Unfavourable

1. Penerimaan diri 1, 2, 3, 4 5, 6 6

2. Hubungan positif dengan orang lain

7, 9, 27 10, 11, 12 6

3. Otonomi 13, 14, 30 15, 16, 17 6

4. Penguasaan terhadap lingkungan

18, 19, 20 21, 22, 23 6

5. Tujuan hidup 24, 25, 26 8, 28, 29 6

6. Perkembangan pribadi 31, 32, 33, 36 34, 35 6

Total 36

F.Uji Instrumen Penelitian 1.Uji Validitas

Alat ukur dapat dikatakan valid apabila alat ukur itu dapat mengukur apa yang hendak diukur oleh peneliti (Sugiyono, 2012). Bentuk validitas yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity).

Validitas isi akan mengukur sejauh mana item yang terdapat dalam alat tes dapat mencakup objek yang ingin diukur secara keseluruhan.

Teknik yang digunakan untuk melihat validitas isi (content validity) dalam penelitian ini adalah professional judgement (Azwar, 2012), pendapat profesional diperoleh dari dosen pembimbing peneliti.

(43)

2.Uji Daya Beda Item

Uji daya beda item digunakan untuk melihat sejauh mana setiap item dapat membedakan antara individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang ingin diukur (Azwar, 2012). Dalam uji daya beda item ini dengan melihat nilai corrected item total correlation yang dilakukan dengan bantuan komputerisasi SPSS 20.0 for Windows.

Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2012). Batasan nilai indeks daya beda item (riX)d dalam penelitian ini adalah 0,3. Sehingga setiap item yang memiliki nilai riX ≥ 0,3 saja yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

3.Uji Reliabilitas

Alat ukur yang memiliki kualitas baik adalah alat ukur yang reliabel (Azwar, 2012). Alat ukur yang reliabel adalah sejauh mana alat ukur itu dapat digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama dan akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2012). Dalam uji reliabilitas ini menggunakan metode internal consistency dengan melakukan sekali uji coba instrumen dan kemudian dianalisis dengan teknik alfa cronbach. Teknik alfa cronbach dapat dilakukan dengan bantuan komputerisasi SPSS 20.0 for Windows.

Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1, yang artinya semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1 berarti semakin tinggi reliabilitas,

(44)

sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2012).

G.Hasil Uji Coba Alat Ukur

1.Hasil Uji Coba Skala Keterikatan Kerja

Jumlah aitem yang diujicobakan sebanyak 30 item dan terdapat 26 item yang memenuhi indeks diskriminasi rix ≥ 0,3. Azwar (2012) mengungkapkan bahwa kriteria berdasarkan korelasi item total biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,3. Semua item yang mencapai korelasi minimal 0,3 daya bedanya dianggap memuaskan. Jumlah item yang dinyatakan gugur sebanyak 4 item, yaitu item dengan nomor 6, 9, 24 dan 26. Item-item yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari rix = 0,314 sampai dengan rix = 0,647. Distribusi item-item yang memiliki daya beda tinggi disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3

Blueprint Skala Keterikatan Kerja Setelah Uji Coba

No Aspek

Item Jumlah

Item Favourable Unfavourable

1. Vigor 1, 2, 3, 4, 5, 7 8, 10 8

2. Dedication

11, 12, 13, 14, 15

16, 17, 18, 19,

20 10

3. Absorption 21, 22, 23, 25 27, 28, 29, 30 8

Total 26

Uji reliabilitas dilakukan terhadap 26 item dalam skala keterikatan kerja.

(45)

2. Hasil Uji Coba Skala Kesejahteraan Psikologis

Jumlah item yang diujicobakan sebanyak 36 item dan terdapat 25 item yang memenuhi indeks diskriminasi rix ≥ 0,3. Azwar (2012) mengungkapkan bahwa kriteria berdasarkan korelasi item total biasanya digunakan batasan rix ≥ 0,3.

Semua item yang mencapai korelasi minimal 0,3 daya bedanya dianggap memuaskan. Jumlah item yang dinyatakan gugur sebanyak 11, yaitu item dengan nomor 2, 3, 9, 14, 18, 26, 27, 30, 31, 33 dan 34. Item-item yang memiliki daya beda tinggi bergerak dari rix = 0,303 sampai dengan rix = 0,640. Distribusi item- item yang memiliki daya beda tinggi disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4

Blueprint Skala Kesejahteraan PsikologisSetelah Uji Coba

No Dimensi

Item Jumlah

Item Favourable Unfavourable

1. Penerimaan diri 1, 4 5, 6 4

2. Hubungan positif dengan orang lain

7 10, 11, 12 4

3. Otonomi 13 15, 16, 17 4

4. Penguasaan terhadap lingkungan

19, 20 21, 22, 23 5

5. Tujuan hidup 24, 25 8, 28, 29 5

6. Perkembangan pribadi 32, 36 35 3

Total 25

Uji reliabilitas dilakukan terhadap 25 item dalam skala kesejahteraan psikologis. Hasil uji coba reliabilitas item adalah sebesar 0,815.

(46)

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan di lapangan, maka peneliti harus melakukan beberapa prosedur, yaitu: tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Sebelum alat-alat dalam penelitian ini digunakan pada sampel yang sebenarnya, maka terlebih dahulu dilakukan beberapa tahapan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Pencarian Informasi

Pada tahap pencarian informasi, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1.Mencari informasi mengenai organisasi atau perusahaan yang tepat untuk dijadikan tempat pengambilan data dalam penelitian.

2.Peneliti mendatangi perusahaan dan menemui pihak Manager Sumber Daya Manusia dan meminta izin untuk melakukan penelitian dan pengambilan data di perusahaan tersebut.

3.Setelah pihak perusahaan memberikan izin, peneliti mengurus surat izin untuk melakukan penelitian dari pihak Fakultas Psikologi USU.

4.Setelah menerima surat dari pihak Fakultas Psikologi USU, peneliti kembali mendatangi perusahaan untuk memberikan surat keterangan akan melakukan penelitian di perusahaan tersebut.

(47)

b. Pembuatan Alat Ukur

Menyusun alat ukur penelitian merupakan awal dari tahap persiapan penelitian. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesejahteraan psikologis dan keterikatan kerja. Pembuatan alat ukur diawali dengan mengkaji teori-teori ataupun hasil penelitian yang terkait dengan variabel yang diteliti dan dilanjutkan dengan membuat indikator-indikator untuk mempermudah dalam penjabarannya. Penyusunan skala ini dilakukan dengan membuat blue print dan kemudian dituangkan dalam bentuk item-item pernyataan. Setelah semua item tersusun, peneliti meminta penilaian dari profesional judgement yaitu pada dosen pembimbing untuk mendiskusikan apakah item yang telah dibuat bisa diterima oleh subjek penelitian dan dapat digunakan dalam penelitian ini.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah item yang terdapat dalam skala direvisi, peneliti melakukan pengambilan data ke PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan.

Pengambilan data dilakukan dengan bantuan Bapak Zardi dan Ibu Elvi selaku Asisten Manager di kantor tersebut. Peneliti kemudian melakukan penyebaran data kepada pegawai yang bekerja di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan.

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menggunakan sistem try out terpakai. Penggunaan try out terpakai dilakukan untuk efektivitas waktu, tenaga dan biaya peneliti dalam melangsungkan penelitian. Selain itu juga, penggunaan

(48)

try out terpakai dilakukan agar tidak terlalu mengganggu aktivitas kerja pegawai PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan.

3.Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data dilaksanakan setelah semua skala terkumpul. Dalam pengolahan data ini, peneliti menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS version 20.0 for Windows.

I.Metode Analisa Data

Pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh bertujuan untuk mengorganisasikan data sedemikian rupa agar dapat dibaca dan diinterpretasikan Azwar (2012). Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa regresi sederhana.

Teknik analisa regresi sederhana digunakan untuk menguji pengaruh kesejahteraan psikologis terhadap keterikatan kerja dengan menggunakan persamaan regresi sebagai berikut:

Y = a + b (X) Dimana :

a = Konstanta

b = Koefisien Regresi

Y = Variabel Tergantung (Keterikatan Kerja) X = Variabel Bebas (Kesejahteraan Psikologis)

Sebelum analisa data dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap hasil penelitian termasuk didalamnya uji normalitas dan uji linearitas (Field, 2009).

(49)

1.Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini digunakan untuk membuktikan bahwa nilai yang diperoleh dari setiap variabel yang diukur dapat tersebar secara normal sehingga dapat digeneralisasikan pada populasi. Dalam penelitian ini, untuk melakukan uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-smirnov (Azwar, 2012).

Keseluruhan analisa data dilakukan dengan bantuan komputerisasi SPSS 20.0 for Windows.

2.Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel yang diukur memiliki hubungan yang linear dimana kenaikan/penurunan variabel X akan diikuti oleh kenaikan/penurunan variabel Y, dalam hal ini kenaikan/penurunan variabel kesejahteraan psikologis akan diikuti oleh kenaikan/penurunan variabel keterikatan kerja. Uji asumsi linearitas dilakukan dengan menggunakan uji F. Dapat dikatakan linear apabila p < 0.05 dan sebaliknya, apabila nilai p > 0,05 maka hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung dikatakan tidak linear (Azwar, 2012). Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 20.0 for windows.

(50)

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan secara keseluruhan sesuai dengan data yang telah didapatkan.

Pembahasan akan diawali dengan memberikan gambaran mengenai subjek dalam penelitian, dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisa terhadap hasil penelitian.

A. Analisa Data

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Penelitian ini secara keseluruhan melibatkan 142 orang subjek yang merupakan pegawai yang bekerja di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Area Medan. Berikut ini gambaran umum subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan masa kerja.

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Gambaran umum subjek penelitian berdasarkan usia dikategorikan menggunakan teori Papalia, Old, dan Feldman (2007) yang mengungkapkan bahwa kategori dewasa terbagi menjadi tiga, yaitu: dewasa awal (20–40 tahun), dewasa tengah/madya (41–65 tahun), dan dewasa akhir (> 65 tahun). Berdasarkan kategori ini, maka gambaran umum subjek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat dan diketahui melalui tabel berikut:

(51)

Tabel 5

Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase (%)

Dewasa Awal (20-40 tahun) 72 50,7%

Dewasa Madya (41-65 tahun) 70 49,3%

Total 142 100%

Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah subjek penelitian yang berada pada periode dewasa awal (20-40 tahun) berjumlah 72 orang (50,7%), subjek penelitian yang berada pada periode dewasa tengah/madya (41-65 tahun) berjumlah 70 orang (49,3%), dan tidak ada subjek penelitian yang berada pada periode dewasa akhir (> 65 tahun). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa subjek yang berada pada periode dewasa awal (20-40 tahun) lebih banyak daripada subjek yang berada pada periode dewasa tengah/madya.

2.Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6

Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)

1. Laki-laki 114 80,29%

2. Perempuan 28 19,71%

Total 142 100%

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sedangkan bakteri Gram negatif, mempunyai struktur dinding sel yang lebih tipis (2 – 3 nm), dan mengandung peptidoglikan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri Gram

Siswa yang memahami konsep secara padu dapat dikatakan sudah mengalami proses belajar bermakna (dengan meminjam istilah Ausubel). Sedangkan siswa yang mengikuti

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas fitoplankton; kesuburan perairan dan perhitungan nilai Saprobitas Perairan; dan keterkaitan unsur hara (N, P)

Bulu mata lentik dari pangkal hingga ujung* Efek lentik yang tahan lebih lama* Kuas super lengkung, membantu melentikkan &amp; menarik setiap bulu mata.. BULU

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran Numbered Heads Together dalam

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi Pekerja di PT.STTC (Sumatra Tobacco Trading Company)

8 Pelatihan yang saya ikuti hanya pada saat akan menjelang adanya kejuaraan nasional sudah cukup untuk menambah persiapan saat menghadapi kejuaraan tersebut. 9 Pelatihan yang