32
Universitas Kristen Petra
4. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010-2017 berjumlah 152 perusahaan. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur memiliki lini produk yang lebih bervariasi dan jumlah perusahaan manufaktur lebih dominan dari perusahaan sektor lainnya di Indonesia. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran dewan, kepemilikan manajerial, direksi wanita dan komisaris independen, sedangkan variabel dependennya adalah agresivitas pajak. Berikut adalah kriteria yang telah ditetapkan dalam pemilihan sampel:
Tabel 4.1 Seleksi Pemilihan Sampel
Kriteria Sampel Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2017 152 Perusahaan tidak mempublikasikan laporan keuangan selama
periode pengamatan
(25)
Menggunakan mata uang USD dalam laporan keuangan (25) Laporan keuangan perusahaan mengalami kerugian selama
tahun 2010-2017
(57)
Perusahaan tidak memiliki kelengkapan data yang diperlukan (29)
Jumlah perusahaan sampe 16
Tahun 8
Jumlah data observasi 128
Reduksi data outlier (13)
Jumlah data penelitian setelah reduksi outlier 115
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa jumlah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2017 adalah sebesar 152 perusahaan. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menghasilkan 16 perusahaan setelah dikurangi 25 perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keuangan selama periode pengamatan, 25 perusahaan yang menggunakan mata
33
Universitas Kristen Petra
uang USD dalam laporan keuangan, 57 perusahaan yang mengalami kerugian dan 29 perusahaan yang tidak memiliki data yang diperlukan penulis dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan 8 tahun observasi dan terdapat 128 jumlah data observasi. Dari jumlah 128 data observasi, dikurangi 13 data dikarenakan terdapat data yang tidak terdistribusi secara normal, sehingga data tersebut terseleksi dan menghasilkan 115 data penelitian. Daftar perusahaan yang menjadi sampel tertera dalam lampiran.
4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai hasil nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi dari setiap variabel penelitian. Pada tabel dibawah, disajikan nilai maksimum, minimum, mean dan standar deviasi dari variabel dependen yaitu agresivitas pajak (ETR), variabel independen yaitu ukuran dewan (BSIZE), komisaris independen (INDEP), direksi wanita (DIV), kepemilikan manajerial (MO), dan variabel kontrol yaitu firm size (FSIZE), leverage (LEV) dan return on asset (ROA):
Tabel 4.2 Deskripsi Data Penelitian
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ETR 115 .171 .351 .25558 .034719
BSIZE 115 .477 1.079 .70911 .201989
INDEP 115 .250 .800 .41938 .144532
MO 115 .000 .256 .03112 .074870
DIV 115 .100 .667 .31710 .138967
FSIZE 115 25.083 32.151 28.27328 1.802573
LEV 115 .119 .844 .39699 .178999
ROA 115 .019 .564 .16028 .132401
Valid N (listwise) 115
Sumber : Hasil Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi dari variabel penelitian yang dideskripsikan sebagai berikut:
1. Variabel dependen: agresivitas pajak (ETR)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai minimum agresivitas pajak (ETR) sebesar 0.171 yaitu pada observasi data perusahaan CPIN tahun 2014,
34
Universitas Kristen Petra
dan nilai maksimum sebesar 0.351 yaitu pada observasi data perusahaan JECC tahun 2012. Rata-rata nilai agresivitas pajak yang didapat dalam penelitian sebesar 0.255 dengan standar deviasi sebesar 0.034. Berdasarkan hasil deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai agresivitas pajak yang diproksikan dengan effective tax rate dari 115 data observasi memiliki keragaman data yang rendah karena nilai standar deviasi lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata.
2. Variabel independen:
a. Ukuran Dewan (BSIZE)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa ukuran dewan memiliki nilai minimum sebesar 0.477 yaitu pada observasi data perusahaan CEKA tahun 2010-2012, EKAD tahun 2010-2017, INDS tahun 2011-2014 dan 2016- 2017, KICI tahun 2010, 2012-2014 dan 2017, LMSH tahun 2010-2011, 2013-2014 dan 2016-2017, PYFA tahun 2010-2013 dan 2015-2017.
Sedangkan nilai maksimum yang dimiliki variabel ukuran dewan sebesar 1.079 yaitu pada observasi data perusahaan TSPC tahun 2012-2013. Rata- rata nilai ukuran dewan yang didapat dalam penelitian ini adalah sebesar 0.709 dengan standar deviasi sebesar 0.201. Berdasarkan hasil deskripsi, dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran dewan dari 115 data observasi memiliki keragaman data yang rendah karena nilai standar deviasi lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata.
b. Komisaris Independen (INDEP)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa komisaris independen memiliki nilai minimum sebesar 0.250 yaitu pada observasi data perusahaan CEKA tahun 2012 dan INDF tahun 2013. Sedangkan nilai maksimum yang dimiliki variabel komisaris independen adalah 0.800 yaitu pada observasi data perusahaan UNVR tahun 2011-2017. Rata-rata nilai komisaris independen adalah sebesar 0.419 dengan nilai standar deviasi sebesar 0.144.
Berdasarkan hasil deskripsi dapat disimpulkan bahwa variabel komisaris independen dari 115 data observasi memiliki keragaman data yang rendah karena standar deviasi memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata.
35
Universitas Kristen Petra
c. Kepemilikan manajerial (MO)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai minimum sebesar 0.000 yaitu pada observasi data perusahaan CEKA tahun 2010-2012, 2015, CPIN tahun 2010-2014, DVLA tahun 2010- 2017, EKAD tahun 2010-2017, INDS tahun 2010-2011, JECC tahun 2011- 2012, 2014, 2016-2017, MERK tahun 2010, 2014-2017, SCCO tahun 2010- 2012. Nilai maksimum dari kepemilikan manajerial adalah sebesar 0.256 yaitu pada observasi data perusahaan LMSH tahun 2010-2011, 2013. Rata- rata dari kepemilikan manajerial adalah 0.031 dan standar deviasi sebesar 0.074. Berdasarkan hasil deskripsi dapat disimpulkan bahwa nilai kepemilikan manajerial dari 115 observasi data memiliki keragaman data yang tinggi dikarenakan standar deviasi memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata.
d. Direksi Wanita (DIV)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa variabel direksi wanita memiliki nilai minimum sebesar 0.100 yaitu pada observasi data perusahaan DVLA tahun 2010-2011 dan INDF tahun 2015, 2017. Nilai maksimum yang dimiliki variabel direksi wanita adalah sebesar 0.667 yaitu pada observasi data perusahaan TSPC tahun 2012-2013. Rata-rata variabel direksi wanita adalah 0.317 dan standar deviasi sebesar 0.138. Berdasarkan hasil deskripsi dapat disimpulkan bahwa nilai direksi wanita dari 115 observasi data memiliki keragaman data yang rendah karena nilai standar deviasi memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata.
3. Variabel kontrol:
a. Firm Size (FSIZE)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa variabel firm size memiliki nilai minimum sebesar 25.083 yaitu pada observasi data perusahaan LMSH tahun 2010 dan nilai maksimum sebesar 32.151 yaitu pada observasi data perusahaan INDF tahun 2015. Rata-rata nilai dari firm size adalah 28.273 dan standar deviasi sebesar 1.802. Berdasarkan hasil deskripsi dapat disimpulkan bahwa nilai firm size dari 115 observasi data memiliki
36
Universitas Kristen Petra
keragaman data yang rendah karena standar deviasi memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata.
b. Leverage (LEV)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa variabel leverage memiliki nilai minimum sebesar 0.119 yaitu pada observasi data perusahaan INDS tahun 2017. Nilai maksimum dari variabel leverage adalah sebesar 0.844 yaitu pada observasi data perusahaan JECC tahun 2014. Rata-rata nilai dari leverage adalah sebesar 0.396 dan nilai standar deviasi sebesar 0.178.
Berdasarkan hasil deskripsi dapat disimpulkan bahwa nilai leverage dari 115 observasi data memiliki keragaman data yang rendah karena standar deviasi memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata.
c. Return On Asset (ROA)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai minimum dari variabel return on asset adalah sebesar 0.019 yaitu pada observasi data perusahaan JPFA tahun 2017, dan nilai maksimum sebesar 0.564 yaitu pada observasi data perusahaan UNVR tahun 2013. Rata-rata nilai return on assets adalah 0.160 dan nilai standar deviasi sebesar 0.132. Berdasarkan deskripsi dapat disimpulkan bahwa nilai return on assets dari 115 observasi data memiliki keragaman data yang rendah karena standar deviasi memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata.
4.1.3 Uji Asumsi Klasik
Tujuan dari uji asumsi klasik adalah memastikan bahwa persamaan regresi yang didapatkan memiliki ketepatan estimasi, tidak bias dan konsisten. Uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas dan autokorelasi.
4.1.3.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan pada nilai residual model regresi. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Apabila hasil dari uji normalitas memiliki nilai signifikan > α (α=0.05), dapat
37
Universitas Kristen Petra
disimpulkan bahwa data residual dari model regresi berdistribusi normal. Pada penelitian ini, uji normalitas juga dilakukan dengan metode analisis grafik Normal Probability Plot (Normal P-Plot). Kriteria dari grafik Normal P-Plot adalah apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Hasil analisis regresi dengan 128 observasi data menghasilkan model regresi yang tidak memenuhi asumsi normalitas, sehingga dilakukan reduksi data outlier berdasarkan casewise diagnostics supaya distribusi data pada residual dapat memenuhi asumsi normalitas. Berikut adalah tampilan grafik Normal P-Plot dan hasil uji kolmogorov smirnov setelah dilakukan outlier:
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Setelah Outlier
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 115
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .03021105
Most Extreme Differences Absolute .075
Positive .075
Negative -.041
Test Statistic .075
Asymp. Sig. (2-tailed) .158c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Gambar 4.1 Normal P-Plot setelah outlier Sumber: Hasil Output SPSS
38
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa distribusi data pada residual telah memenuhi asumsi normalitas, dilihat dari nilai kolmogorov-smirnov adalah sebesar 0.075 dengan tingkat signifikan sebesar 0.158 > α (α=0.05). Selain itu, berdasarkan gambar 4.1 juga menunjukkan bahwa residual telah memenuhi asumsi normal, hal tersebut terbukti dari plot-plot residual menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
4.1.3.2 Uji Heteroskedastisitas
Tujuan dari uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah ada ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Apabila varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain adalah tetap, maka hal tersebut dikatakan homoskedastisitas, apabila tidak maka disebut heteroskedastisitas. Dalam menguji apakah terjadi heteroskedastisitas, dilakukan analisis grafik Scatter Plot. Apabila pola titik-titik dalam grafik Scatter Plot membentuk pola tertentu dan teratur maka disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas, tetapi apabila pola titik-titik dalam grafik Scatter Plot tidak membentuk pola dan menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Berikut adalah hasil analisis grafik Scatter Plot:
Gambar 4.2 Grafik Scatter Plot Sumber: Hasil Output SPSS
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pola titik-titik yang ada di grafik Scatter Plot menyebar secara acak diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, dan tidak membentuk pola tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
39
Universitas Kristen Petra
heteroskedastisitas pada model regresi. Selain menggunakan Scatter Plot, untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas pada model regresi, dilakukan juga uji Spearman rho’s. Pada uji Spearman, apabila tingkat signifikan > 0.05 (α=5%) dinyatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Berikut adalah hasil dari uji Spearman:
Tabel 4.4 Hasil Uji Spearman No Variabel
Penelitian
Korelasi Rank Spearman
P-Value Keterangan
1 BSIZE 0.046 0.626 Tidak terjadi heteroskedastisitas 2 INDEP 0.017 0.858 Tidak terjadi heteroskedastisitas 3 MO -0.139 0.138 Tidak terjadi heteroskedastisitas 4 DIV 0.087 0.358 Tidak terjadi heteroskedastisitas 5 FSIZE -0.015 0.870 Tidak terjadi heteroskedastisitas 6 LEV -0.003 0.979 Tidak terjadi heteroskedastisitas 7 ROA 0.017 0.859 Tidak terjadi heteroskedastisitas Sumber: Hasil Outpus SPSS
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa antar residual dengan variabel bebas tidak terjadi heteroskedastisitas. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat signifikan atas variabel ukuran dewan (BSIZE), komisaris independen (INDEP), kepemilikan manajerial (MO), direksi wanita (DIV), firm size (FSIZE), leverage (LEV) dan return on assets (ROA) yang memiliki p-value > 0.05 (α=5%).
4.1.3.3 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat apakah model regresi memiliki korelasi dengan variabel bebas. Dalam uji asumsi klasik apabila terdapat korelasi antara variabel independen dan menyebabkan adanya multikolinieritas, maka data tersebut tidak memenuhi uji asumsi multikolinearitas yang ada. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak memiliki korelasi antar variabel independennya atau tidak ada multikolinearitas. Untuk mendeteksi apakah ada multikolinieritas, dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai Tolerance > 0.10 dan nilai VIF < 10, dapat disimpulkan bahwa
40
Universitas Kristen Petra
tidak ada multikolinieritas dalam model regresi. Berikut merupakan hasil dari uji multikolinieritas:
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinieritas
No Variabel Penelitian Tolerance VIF Keterangan
1. BSIZE 0.354 2.823 Tidak ada multikolinieritas 2. INDEP 0.528 1.892 Tidak ada multikolinieritas
3. MO 0.715 1.398 Tidak ada multikolinieritas
4. DIV 0.778 1.285 Tidak ada multikolinieritas 5. FSIZE 0.354 2.822 Tidak ada multikolinieritas 6. LEV 0.780 1.282 Tidak ada multikolinieritas 7. ROA 0.585 1.709 Tidak ada multikolinieritas Sumber: Hasil Output SPSS
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa ketujuh variabel penelitian memiliki nilai tolerance > 0.10 dan nilai VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas atau tidak ada multikolinieritas dan memenuhi uji asumsi multikolinieritas.
4.1.3.4 Uji Autokorelasi
Tujuan dari uji autokorelasi adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linear terdapat korelasi antar residual pada periode t dengan residual periode t-1. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Cara dalam mendeteksi apakah ada autokorelasi dapat dilakukan dengan Uji Durbin Watson (DW test). Model regresi dikatakan bebas dari masalah autokorelasi apabila nilai durbin watson berada di antara -2 dan +2. Berdasarkan tabel 4.6 hasil dari uji autokorelasi menggunakan durbin watson memiliki nilai sebesar 1.515. Hasil tersebut terletak diantara -2 dan +2. Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak terjadi autokorelasi pada residual model regresi dan memenuhi uji asumsi autokorelasi. Berikut adalah tabel hasil uji autokorelasi:
Tabel 4.6 Hasil Uji Durbin Watson
Variabel Dependen Durbin-Watson Keterangan
ETR 1.515 Non autokorelasi
Sumber: Hasil Output SPSS
41
Universitas Kristen Petra
4.1.4 Analisis Regresi Linier Berganda 4.1.4.1 Hasil Analisis Regresi
Tujuan dari analisis regresi linier berganda adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan, komisaris independen, direksi wanita, kepemilikan manajerial, firm size, leverage dan return on asset terhadap agresivitas pajak.
Berikut adalah hasil analisis regresi pada penelitian ini:
Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi
Model Koefisien t Sig. Kesimpulan
(Constant) 0.397 5.683 0.000
BSIZE 0.030 1.217 0.226 Tidak Berpengaruh
INDEP 0.031 1.100 0.274 Tidak Berpengaruh
MO 0.112 2.430 0.017 Berpengaruh
DIV -0.084 -3.538 0.001 Berpengaruh
FSIZE -0.006 -2.042 0.044 Berpengaruh
LEV 0.040 2.138 0.035 Berpengaruh
ROA -0.063 -2.174 0.032 Berpengaruh
Sumber: Hasil Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.7 persamaan regresi dapat dirumuskan sebagai berikut:
ETR= 0.397 + 0.030 BSIZE + 0.031 INDEP + 0.112 MO - 0.084 DIV - 0.006 FSIZE + 0.040 LEV - 0.063 ROA + ε
Dari persamaan regresi diatas diperoleh penjelasan sebagai berikut:
1. β0 = 0.397
Nilai konstanta menunjukkan besarnya nilai agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR (Y). Jika variabel ukuran dewan, komisaris independen, direksi wanita, kepemilikan manajerial, firm size, leverage dan return on asset sama dengan nol (0) atau konstan, maka ETR (Y) sebesar 0.397.
2. β1 = 0.030
Koefisien β1 adalah koefisien regresi untuk ukuran dewan (BSIZE), yang artinya setiap adanya peningkatan pada variabel ukuran dewan (BSIZE) sebesar satu satuan, mengakibatkan variabel ETR (Y) mengalami peningkatan sebesar 0.030 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan.
42
Universitas Kristen Petra
3. β2 = 0.031
Koefisien β2 adalah koefisien regresi untuk variabel komisaris independen (INDEP), yang artinya setiap adanya peningkat pada variabel komisaris independen (INDEP) sebesar satu satuan, mengakibatkan variabel ETR (Y) mengalami peningkatan sebesar 0.031 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan.
4. β3 = 0.112
Koefisien β3 adalah koefisien regresi untuk variabel kepemilikan manajerial (MO), yang artinya setiap adanya peningkatan pada variabel kepemilikan manajerial (MO) sebesar satu satuan, mengakibatkan variabel ETR (Y) mengalami peningkatan sebesar 0.112 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan.
5. β4 = -0.084
Koefisien β4 adalah koefisien regresi untuk variabel direksi wanita (DIV), yang artinya setiap adanya peningkatan pada variabel direksi wanita (DIV) sebesar satu satuan, mengakibatkan variabel ETR (Y) mengalami penurunan sebesar 0.084 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan.
6. β5 = -0.006
Koefisien β5 adalah koefisien regresi untuk variabel firm size (FSIZE), yang artinya setiap adanya peningkatan pada variabel firm size (FSIZE) sebesar satu satuan, mengakibatkan variabel ETR (Y) mengalami penurunan sebesar 0.006 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan.
7. β6 = 0.040
Koefisien β6 adalah koefisien regresi untuk variabel leverage (LEV), yang artinya setiap adanya peningkatan pada variabel leverage (LEV) sebesar satu satuan, mengakibatkan variabel ETR (Y) mengalami peningkatan sebesar 0.040 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan.
8. β7 = -0.063
Koefisien β7 adalah koefisien regresi untuk variabel return on asset (ROA), yang artinya setiap adanya peningkatan pada variabel return on asset (ROA) sebesar satu satuan, mengakibatkan variabel ETR (Y) mengalami penurunan sebesar 0.063 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya adalah konstan.
43
Universitas Kristen Petra
4.1.4.2 Uji F
Tujuan dilakukan Uji F adalah untuk mengetahui apakah variabel independen yang digunakan dalam model penelitian berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen, dengan ketentuan jika Fhitung > Ftabel dan nilai signifikansi < 0.05 (α=5%). Berikut adalah hasil uji F dalam penelitian ini:
Tabel 4.8 Hasil Uji F Anova
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .033 7 .005 4.902 .000b
Residual .104 107 .001
Total .137 114
a. Dependent Variable: ETR
b. Predictors: (Constant), ROA, LEV, DIV, MO, BSIZE, INDEP, FSIZE
Sumber: Hasil Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.8, nilai Fhitung sebesar 4.902 > Ftabel sebesar 2.100, (df1=7, df2=107, α=0.05) dan nilai signifikansi sebesar 0.000 < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran dewan (BSIZE), komisaris independen (INDEP), direksi wanita (DIV), kepemilikan manajerial (MO), firm size (FSIZE), leverage (LEV), dan return on assets (ROA) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu agresivitas pajak (ETR).
4.1.4.3 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar variasi pada variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Besarnya pengaruh variabel ukuran dewan (BSIZE), komisaris independen (INDEP), direksi wanita (DIV), kepemilikan manajerial (MO), firm size (FSIZE), leverage (LEV), dan return on assets (ROA) terhadap agresivitas pajak (ETR) dapat dilihat dari nilai R2 pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
1 .493a .243 .193
a. Predictors: (Constant), ROA, LEV, DIV, MO, BSIZE, INDEP, FSIZE b. Dependent Variable: ETR
Sumber: Hasil Output SPSS
44
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan tabel 4.9 angka dari R Square (R2) adalah sebesar 0.243 yang berarti bahwa persentase pengaruh variabel independen ukuran dewan (BSIZE), komisaris independen (INDEP), direksi wanita (DIV), kepemilikan manajerial (MO), firm size (FSIZE), leverage (LEV), dan return on assets (ROA) terhadap variabel dependen agresivitas pajak (ETR) dari perusahaan manufaktur dalam penelitian ini adalah sebesar 24.3% sedangkan sisanya sebesar 75.7% dipengaruhi oleh variabel bebas lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4.1.4.4 Uji T
Tujuan dilakukannya uji T adalah untuk mengetahui variabel independen yang dimasukkan dalam model secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, dengan ketentuan jika thitung > ttabel dan nilai signifikansi < 0.05.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t variabel ukuran dewan memiliki nilai thitung
1.217 < ttabel 1.982 (df=107, α/2=0.025) dengan nilai signifikansi sebesar 0.226.
Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai signifikansi (p-value) variabel ukuran dewan lebih tinggi dari tingkat signifikansi yaitu 0.05 (α=5%) yang berarti variabel ukuran dewan secara parsial tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu ukuran dewan berpengaruh terhadap agresivitas pajak tidak dapat diterima.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t variabel komisaris independen memiliki nilai thitung 1.100 < ttabel 1.982 (df=107, α/2=0.025) dengan nilai signifikansi sebesar 0.274. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai signikansi (p-value) variabel komisaris independen lebih tinggi dari tingkat signifikansi yaitu 0.05 (α=5%) yang berarti variabel komisaris independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu komisaris independen berpengaruh terhadap agresivitas pajak tidak dapat diterima.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai thitung 2.430 > ttabel 1.982 (df=107, α/2=0.025) dengan nilai signifikansi sebesar 0.017. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai signikansi (p-value) variabel kepemilikan manajerial lebih rendah dari tingkat signifikansi yaitu 0.05 (α=5%) dan menandakan bahwa variabel kepemilikan manajerial secara parsial berpengaruh
45
Universitas Kristen Petra
terhadap agresivitas pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap agresivitas pajak diterima.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t variabel direksi wanita memiliki nilai thitung
3.538 > ttabel 1.982 (df=107, α/2=0.025) dengan nilai signifikansi sebesar 0.001.
Atas hasil tersebut diketahui bahwa nilai signifikansi (p-value) variabel direksi wanita lebih rendah dari tingkat signifikansi yaitu 0.05 (α=5%) yang berarti variabel direksi wanita secara parsial berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang sudah ditetapkan sebelumnya yaitu direksi wanita berpengaruh terhadap agresivitas pajak diterima.
Kesimpulan lainnya adalah variabel kontrol firm size, leverage dan return on asset secara parsial berpengaruh terhadap agresivitas pajak:
1. Firm Size: berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t variabel firm size memiliki nilai thitung
2.042 > ttabel 1.982 (df=107, α/2=0.025) dengan nilai signifikansi sebesar 0.044 lebih rendah dari tingkat signifikansi yaitu 0.05 (α=5%) yang berarti variabel firm size secara parsial berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
2. Leverage: berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t variabel leverage memiliki nilai thitung
2.138 > ttabel 1.982 (df=107, α/2=0.025) dengan nilai signifikansi sebesar 0.035 lebih rendah dari tingkat signifikansi yaitu 0.05 (α=5%) yang berarti variabel leverage secara parsial berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
3. Return on asset: berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t variabel return on asset memiliki nilai thitung sebesar 2.174 > ttabel 1.982 (df=107, α/2=0.025) dengan nilai signifikansi sebesar 0.032 lebih rendah dari tingkat signifikansi yaitu 0.05 (α=5%) yang berarti variabel return on asset secara parsial berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
4.2 Temuan dan Interpretasi
4.2.1 Pengaruh Ukuran Dewan terhadap Agresivitas Pajak
Pengujian pengaruh variabel ukuran dewan terhadap agresivitas pajak yang diuji secara parsial menggunakan uji T memiliki nilai thitung 1.217 < ttabel 1.982 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.226 (0.226 > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran dewan tidak berpengaruh terhadap agresivitas
46
Universitas Kristen Petra
pajak yang diproksikan dengan ETR. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1) yaitu ukuran dewan berpengaruh terhadap agresivitas pajak tidak dapat diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khaoula & Ali (2012) dan juga penelitian Boussaidi & Hamed (2015) yang menyatakan bahwa ukuran dewan tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Ukuran dewan adalah jumlah dewan direksi dalam perusahaan. Ukuran dewan direksi dapat mempengaruhi efektivitas dewan dalam menjalankan tanggungjawabnya. Dewan direksi adalah organ perusahaan yang memiliki wewenang dan tanggungjawab mengenai operasional perusahaan sesuai dengan tujuan perusahaan, selain itu dewan direksi menjadi wakil perusahaan dalam mengambil keputusan. Ukuran dewan direksi dalam perusahaan sangat penting guna pencapaian komunikasi yang efektif antara anggota dewan direksi (Yermack, 1996). Hasil dari penelitian ini menolak penelitian Lanis & Richardson (2011) yang menyatakan bahwa ukuran dewan berpengaruh terhadap agresivitas pajak dan juga menolak hasil penelitian dari Minnick & Noga (2010) yang menyatakan bahwa ukuran dewan direksi kecil cenderung tidak melakukan agresivitas pajak sedangkan ukuran dewan direksi yang besar cenderung untuk melakukan agresivitas pajak karena kurang efektif dan sulit dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan agresivitas pajak. Penelitian Khaoula & Ali (2012) menyatakan bahwa jumlah dewan direksi tidak mempengaruhi strategi perusahaan untuk meminimalkan biaya pajak.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang membuktikan bahwa ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan sampel penelitian, perusahaan INDS tahun 2016 dan 2017 menunjukkan nilai ukuran dewan yang sama yaitu sebesar 0.47 dengan nilai ETR tahun 2016 dan 2017 secara berturut-turut sebesar 0.17 dan 0.29. Sedangkan untuk perusahaan UNVR pada tahun 2010 dan 2011 memiliki nilai ukuran dewan secara berturut-turut sebesar 0.90 dan 1.00 dengan nilai ETR yang sama sebesar 0.25. Berdasarkan penjelasan diatas membuktikan bahwa keputusan perusahaan dalam melakukan agresivitas pajak tidak melihat jumlah dewan direksi karena pada perusahaan INDS tahun 2016 dan 2017 memiliki jumlah dewan direksi yang sama tetapi nilai ETR pada kedua tahun tersebut berbeda jauh, sedangkan pada perusahaan UNVR pada
47
Universitas Kristen Petra
tahun 2010 dan 2011 memiliki jumlah dewan direksi yang berbeda tetapi memiliki nilai ETR yang sama. Berdasarkan penjelasan diatas membuktikan bahwa ukuran dewan direksi yang kecil tidak selalu memiliki nilai ETR yang tinggi sehingga semakin rendah agresivitas pajak, atau ukuran dewan direksi yang besar tidak selalu memilili nilai ETR yang rendah dan menandakan semakin tinggi agresivitas pajak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak karena ukuran dewan direksi tidak menentukan keunggulan dan keahlian dewan direksi dalam pengambilan keputusan.
4.2.2 Pengaruh Komisaris Independen terhadap Agresivitas Pajak
Pengujian pengaruh variabel komisaris independen terhadap agresivitas pajak yang diuji secara parsial menggunakan uji T memiliki nilai thitung 1.100 < ttabel
1.982 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.274 (0.274 > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) yaitu komisaris independen berpengaruh terhadap agresivitas pajak tidak dapat diterima. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ying (2011) yang menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Dalam penelitiannya Fama & Jensen (1983) menjelaskan bahwa komposisi dewan dalam perusahaan adalah faktor penting dalam membentuk jajaran dewan yang efektif dalam mengawasi tindakan manajemen. Komposisi dewan yang baik adalah gabungan antara pihak insider dan outsider (independen). Ying (2011) menjelaskan komposisi komisaris insider yang lebih banyak cenderung tidak independen karena peran pengawasan yang tidak efektif, dan memiliki kesempatan untuk menaikkan laba perusahaan supaya mendapatkan bonus dan deviden. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Lanis & Richardson (2011) yang menunjukkan bahwa dewan komisaris independen berhubungan negatif dengan agresivitas pajak karena peran pengawasan yang lebih ketat dari dewan komisaris independen dapat menghalangi perusahaan untuk melakukan agresivitas pajak.
Menurut Fama & Jensen (1983) dewan komisaris independen yang lebih banyak cenderung memiliki pengawasan terhadap kinerja manajer yang lebih efektif,
48
Universitas Kristen Petra
pengawasan yang lebih ketat dan efektif dapat mengurangi kesempatan manajer untuk melakukan agresivitas pajak perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian Ying (2011) mengatakan bahwa dewan komisaris independen tidak mempengaruhi agresivitas pajak, meskipun jumlah dari dewan komisaris ditambah ataupun dikurangi. Hal tersebut dikarenakan besar kecilnya komposisi dewan komisaris independen dalam perusahaan tidak dapat menentukan efektivitas pengawasan terhadap manajemen pajak yang lebih baik.
Penelitian Tiaras & Wijaya (2015) menyatakan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak, dikarenakan adanya indikasi bahwa dewan komisaris independen tidak melakukan fungsi pengawasan dengan baik terhadap manajemen. Penelitian ini juga mendukung penelitian Putranti dan Setiawanta (2014) yang menyatakan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak, dikarenakan peran komisaris independen yang tidak signifikan dalam pengambilan keputusan pajak perusahaan di Indonesia. Lebih dominannya pihak komisaris yang terafiliasi dalam perusahaan dapat mempengaruhi fungsi independensi yang kemudian dapat mengendalikan dewan komisaris secara keseluruhan dan dapat menghambat proses pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen. Selain itu, penempatan dewan komisaris dalam perusahaan mungkin dilakukan perusahaan hanya untuk memenuhi ketentuan formal seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 bab III pasal 20 dimana perusahaan di Indonesia wajib memiliki komisaris independen minimal 30% dari seluruh jumlah komisaris.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang membuktikan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan sampel penelitian, perusahaan CPIN tahun 2013 dan 2014 memiliki persentase komisaris independen yang sama yaitu sebesar 0.33 dengan nilai ETR tahun 2013 dan 2014 secara berturut-turut sebesar 0.26 dan 0.17. Sedangkan pada perusahaan EKAD tahun 2012 dan 2013 menunjukkan persentase komisaris independen secara berturut-turut sebesar 0.33 dan 0.5 dengan nilai ETR yang sama yaitu 0.24.
Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa persentase komisaris independen tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Pada perusahaan CPIN memiliki persentase komisaris independen yang tetap sama dalam dua tahun, tetapi
49
Universitas Kristen Petra
memiliki nilai ETR yang berbeda. Selain itu, persentase komisaris independen yang meningkat pada tahun berikutnya di perusahaan EKAD juga tidak menjadi faktor atau penyebab perusahaan untuk melakukan agresivitas pajak, dapat dilihat perusahaan memiliki nilai ETR yang sama pada tahun 2012 dan 2013. Berdasarkan deskripsi diatas membuktikan bahwa semakin besar persentase komisaris independen dalam perusahaan tidak selalu memiliki nilai ETR yang tinggi dan menandakan semakin rendah agresivitas pajak atau semakin rendah persentase komisaris independen tidak selalu memiliki nilai ETR yang rendah dan membuktikan semakin tinggi agresivitas pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak, karena besar kecilnya komposisi dewan komisaris independen dalam perusahaan tidak dapat menentukan efektivitas pengawasan terhadap manajemen pajak yang lebih baik.
4.2.3 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Agresivitas Pajak
Pengujian pengaruh variabel kepemilkan manajerial terhadap agresivitas pajak yang diuji secara parsial menggunakan uji T memiliki nilai thitung 2.430 > ttabel
1.982 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.017 (0.017 < 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kepemilkan manajerial berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR. Variabel kepemilkan manajerial berpengaruh positif terhadap ETR, dapat dilihat dari koefisien β kepemilikan manajerial yang positif. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar jumlah kepemilkan manajerial dalam perusahaan, maka nilai ETR semakin tinggi dan menandakan agresivitas pajak yang semakin rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H3) yaitu kepemilkan manajerial berpengaruh terhadap agresivitas pajak diterima. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian Boussaidi & Hamed (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial memiliki dampak signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan.
Kepemilikan manajerial adalah situasi disaat manajer perusahaan juga memiliki saham perusahaan sehingga terjadi peran ganda antara manajer dan pemegang saham. Kepemilikan manajerial sering dikaitkan dengan agency problem. Agency problem terjadi ketika adanya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajer, hal tersebut dapat mengancam pemilik
50
Universitas Kristen Petra
perusahaan apabila manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan perusahaan. Dengan adanya kepemilikan manajerial dimana manajer juga menjadi pemegang saham, dapat mengurangi agency problem dalam perusahaan karena manajer memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik perusahaan yaitu memperoleh keuntungan dan memotivasi manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Christiawan & Tarigan, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Boussaidi & Hamed (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Kepemilikan manajerial menyebabkan manajer lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan, karena kerugian dan resiko yang diterima perusahaan atas keputusan yang diambil akan berdampak langsung kepada manajer sehingga manajemen akan meminimalkan kesalahan yang muncul dari pengambilan keputusan dan menyebabkan manajer untuk tidak melakukan agresivitas pajak perusahaan.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap ETR dan berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan sampel penelitian, perusahaan LMSH tahun 2016 dan 2017 memiliki nilai kepemilikan manajerial secara berturut-turut sebesar 0.24 dan 0.21 dengan nilai ETR tahun 2016 dan 2017 secara berturut-turut sebesar 0.34 dan 0.26. Sedangkan perusahaan SCCO pada tahun 2012 dan 2013 memiliki persentase kepemilikan manajerial secara berturut-turut sebesar 0.00 dan 0.06 dengan nilai ETR secara berturut-turut sebesar 0.24 dan 0.28. Berdasarkan penjelasan diatas membuktikan bahwa semakin besar persentase kepemilikan manajerial, semakin tinggi ETR dan membuktikan agresivitas pajak yang semakin rendah, berbanding terbalik apabila persentase kepemilikan manajerial semakin kecil, memiliki ETR yang lebih rendah dan membuktikan bahwa agresivitas pajak semakin tinggi. Hal tersebut memperlihatkan bahwa manajer yang memiliki saham perusahaan cenderung lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan dan memilih untuk tidak melakukan agresivitas pajak karena kerugian atau resiko yang mungkin akan diterima oleh akan dirasakan langsung oleh manajer.
51
Universitas Kristen Petra
4.2.4 Pengaruh Direksi Wanita terhadap Agresivitas Pajak
Pengujian pengaruh variabel direksi wanita terhadap agresivitas pajak yang diuji secara parsial menggunakan uji T memiliki nilai thitung 3.538 > ttabel 1.982 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.001 (0.001 < 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel direksi wanita berpengaruh terhadap agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR. Variabel direksi wanita berpengaruh negatif terhadap ETR, dapat dilihat dari koefisien β direksi wanita yang negatif. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar jumlah direksi wanita dalam perusahaan, maka nilai ETR semakin rendah dan menandakan agresivitas pajak yang semakin tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat (H4) yaitu direksi wanita berpengaruh terhadap agresivitas pajak diterima. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian Khaoula et al. (2011) , Richardson et al.
(2016) dan Lanis et al. (2015) yang menyatakan bahwa direksi wanita berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Direksi wanita adalah perwakilan wanita dalam dewan direksi. Adanya wanita dalam dewan direksi perusahaan akan memberikan tingkat kreatifitas yang lebih tinggi, inovasi dan pengambilan keputusan yang lebih berkualitas (Erhardt et al., 2003). Adanya wanita dalam dewan direksi cenderung membantu dewan direksi untuk berpikir lebih luas dan dari berbagai perspektif sehingga lebih efektif dalam menangani masalah keberagaman dalam tenaga kerja dan produk pasar yang merupakan salah satu competitive advantage perusahaan (Bilimoria & Wheeler, 2000). Banyak penelitian yang menyatakan bahwa direksi wanita memiliki pemikiran independen yang dibutuhkan perusahaan karena pengawasan yang lebih efektif (Carter et al., 2003) dan memiliki karakter risk-averse yang lebih berhati- hati dalam pengambilan keputusan sehingga cenderung untuk tidak melakukan agresivitas pajak (Betz et al., 1989). Tetapi dalam penelitian ini direksi wanita memiliki hasil yang berbeda, yaitu direksi wanita berpengaruh secara negatif terhadap ETR dan menandakan bahwa dengan adanya direksi wanita semakin tinggi agresivitas pajak. Menurut Jacobs & Acosta (2002) adanya gender diversity dapat mengurangi efektivitas dewan karena meningkatnya perbedaan dan menghambat kemampuan dewan dalam bertindak. Pada dasarnya baik wanita maupun laki-laki dalam dewan direksi cenderung memiliki persamaan keinginan
52
Universitas Kristen Petra
untuk melakukan agresivitas pajak. Hasil penelitian ini menolak penelitian dari Khaoula & Ali (2012) dengan konteks perusahaan di Amerika yang menyatakan bahwa direksi wanita tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang membuktikan bahwa direksi wanita berpengaruh negatif terhadap ETR dan berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan sampel penelitian, perusahaan DVLA tahun 2013 dan 2014 memiliki persentase dewan direksi secara berturut-turut sebesar 0.33 dan 0.57 dengan nilai ETR tahun 2013 dan 2014 secara berturut-turut sebesar 0.28 dan 0.24. Sedangkan untuk perusahaan MERK tahun 2010 dan 2011 memiliki persentase direksi wanita secara berturut-turut sebesar 0.29 dan 0.43 dengan nilai ETR secara berturut-turut sebesar 0.24 dan 0.18. Berdasarkan penjelasan diatas membuktikan bahwa semakin tinggi persentase direksi wanita, semakin rendah ETR dan membuktikan agresivitas pajak yang semakin tinggi. Tingginya jumlah wanita dalam dewan direksi cenderung memiliki nilai ETR yang rendah dikarenakan direksi wanita yang banyak cenderung mengendalikan pengambilan keputusan dalam dewan dan meningkatkan perbedaan pendapat. Apabila hasil penelitian mengenai hubungan direksi wanita terhadap agresivitas pajak dikaitkan dengan tabel 4.2, dimana nilai rata-rata ETR adalah sebesar 25.5% membuktikan bahwa dengan adanya direksi wanita, perusahaan cenderung untuk menekan atau meminimalkan pembayaran pajak perusahaan supaya jumlah pajak yang dibayarkan tidak terlalu besar tetapi masih dalam taraf wajar sesuai dengan ketentuan pajak.
4.2.5 Pengaruh Firm Size terhadap Agresivitas Pajak
Pengujian pengaruh variabel firm size terhadap agresivitas pajak yang diuji secara parsial menggunakan uji T memiliki nilai thitung 2.042 > ttabel 1.982 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.044 (0.044 < 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel firm size berpengaruh terhadap agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR. Variabel firm size berpengaruh negatif terhadap ETR, dapat dilihat dari koefisien β firm size yang negatif. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka nilai ETR semakin rendah dan menandakan agresivitas pajak yang semakin tinggi. Hasil dari penelitian ini
53
Universitas Kristen Petra
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ying (2011) dan Boussaidi & Hamed (2015) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari nilai pasar saham, kapitalisasi pasar, dan total aset perusahaan. Richardson & Lanis (2007) mengatakan bahwa perusahaan besar cenderung melakukan agresivitas pajak jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar dapat membayar ahli pajak untuk mengelola pajak perusahaan mereka, selain itu total asset perusahaan yang semakin besar menunjukkan perusahaan yang semakin kompleks, maka transaksi yang dilakukan perusahaan juga semakin kompleks. Ukuran perusahaan besar tentu memiliki sumber daya manusia yang lebih besar dan berkualitas, sehingga dapat memanfaatkan sumber daya manusia (ahli perpajakan) dalam mengefisiensikan beban pajak. Hidayanti (2013) menyatakan ukuran perusahaan yang besar memiliki ETR yang rendah karena perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk melakukan perencanaan pajak. Hasil penelitian ini menolak penelitian Khaoula & Ali (2012) dengan konteks perusahaan di Amerika yang menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang membuktikan bahwa firm size berpengaruh negatif terhadap ETR dan berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan sampel penelitian, perusahaan CEKA tahun 2012 dan 2015 memiliki nilai firm size secara berturut-turut sebesar 27.66 dan 28.03 dengan nilai ETR sebesar 0.30 dan 0.25. Sedangkan perusahaan SCCO pada tahun 2010 dan 2017 memiliki nilai firm size secara berturut-turut sebesar 27.78 dan 29.02 dengan ETR secara berturut-turut sebesar 0.26 dan 0.22. Berdasarkan penjelasan diatas membuktikan bahwa bahwa semakin tinggi firm size, semakin rendah ETR dan membuktikan agresivitas pajak yang semakin tinggi. Nilai firm size dari perusahaan diatas mengalami kenaikan tetapi nilai ETR cenderung semakin rendah, karena perusahaan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mengefisiensikan beban pajak perusahaan dan dapat disimpulkan bahwa firm size yang semakin besar cenderung melakukan agresivitas pajak.
54
Universitas Kristen Petra
4.2.6 Pengaruh Leverage terhadap Agresivitas Pajak
Pengujian pengaruh variabel leverage terhadap agresivitas pajak yang diuji secara parsial menggunakan uji T memiliki nilai thitung 2.138 > ttabel 1.982 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.035 (0.035 < 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel leverage berpengaruh terhadap agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR. Variabel leverage berpengaruh positif terhadap ETR, dapat dilihat dari koefisien β leverage yang positif. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar leverage, maka nilai ETR semakin tinggi dan menandakan agresivitas pajak yang semakin rendah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ying (2011) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Penelitian Richardson & Lanis (2007) menyatakan bahwa jika perusahaan lebih banyak mengandalkan pembiayaan hutang, perusahaan akan memiliki ETR yang rendah. Tingkat hutang digunakan untuk mengukur jumlah aset yang dibiayai oleh hutang. Leverage merupakan rasio penting untuk melihat kemampuan solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan segala kewajiban utangnya. Ada hubungan positif antara ETR dan leverage karena perusahaan menggunakan beban bunga untuk mengurangi laba bersih perusahaan, sehingga beban bunga juga mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan. Dalam penelitiannya Ying (2011) mengatakan bahwa perusahaan menggunakan hutang untuk menghindari agresivitas pajak, dengan adanya hutang perusahaan menggunakan beban bunga sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Hasil penelitian ini menolak penelitian yang dilakukan oleh Robert (2011) yang menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak karena hutang yang tinggi menyebabkan perusahaan menghadapi resiko ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban membayar hutang.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang membuktikan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap ETR dan berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan sampel penelitian, perusahaan MERK pada tahun 2011 dan 2012 memiliki nilai leverage secara berturut-turut sebesar 0.15 dan 0.27 dengan ETR secara berturut-turut sebesar 0.18 dan 0.26. Sedangkan untuk perusahaan TSPC pada tahun 2014 dan 2015 memiliki tingkat leverage secara
55
Universitas Kristen Petra
berturut-turut sebesar 0.27 dan 0.31 dengan ETR secara berturut-turut sebesar 0.21 dan 0.25. Berdasarkan deskripsi diatas membuktikan bahwa semakin tinggi leverage, nilai ETR juga semakin tinggi dan menandakan agresivitas pajak yang semakin rendah. Tingginya nilai leverage yang diikuti dengan semakin tingginya nilai ETR dikarenakan perusahaan menggunakan beban bunga untuk mengurangi penghasilan kena pajak.
4.2.7 Pengaruh Return On Asset terhadap Agresivitas Pajak
Pengujian pengaruh variabel return on asset terhadap agresivitas pajak yang diuji secara parsial menggunakan uji T memiliki nilai thitung sebesar 2.174 > ttabel
1.982 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.032 (0.032 > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel return on asset berpengaruh terhadap agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR. Variabel return on asset berpengaruh negatif terhadap ETR, dapat dilihat dari koefisien β return on asset yang negatif. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar return on asset, maka nilai ETR semakin rendah dan menandakan agresivitas pajak yang semakin tinggi. Penelitian ini mendukung hasil penelitian Ying (2011) dan Chen et al. (2010) yang mengatakan bahwa rasio profitabilitas yang tinggi menunjukkan adanya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan, salah satunya adalah efisiensi beban pajak.
Tandelilin (2010) menjelaskan ROA menggambarkan sejauh mana kemampuan aset yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Chan et al. (2013) ROA menunjukkan profitabilitas. Profitabilitas adalah gambaran kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan aktiva yang diukur dengan rasio return on asset (ROA) yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan. ROA adalah pengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva, semakin tinggi nilai ROA, semakin tinggi pula nilai dari laba bersih perusahaan dan profitabilitas perusahaan. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi memiliki kesempatan untuk melakukan tax planning dengan tujuan mengurangi beban perpajakan perusahaan (Chen et al., 2010). Hasil penelitian ini menolak penelitian Lanis & Richardson (2011) yang menyatakan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
56
Universitas Kristen Petra
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang membuktikan bahwa return on asset berpengaruh negatif terhadap ETR dan berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan sampel penelitian, perusahaan CEKA tahun 2014 dan 2015 memiliki nilai ROA secara berturut-turut sebesar 0.04 dan 0.10 dengan nilai ETR secara berturut-turut sebesar 0.28 dan 0.25. Selain itu, pada perusahaan MERK pada tahun 2010 dan 2011 memiliki nilai ROA secara berturut-turut sebesar 0.36 dan 0.48 dengan nilai ETR secara berturut-turut sebesar 0.24 dan 0.18.
Berdasarkan deskripsi diatas membuktikan bahwa ROA yang semakin tinggi memiliki nilai ETR yang rendah dan membuktikan agresivitas pajak yang semakin tinggi. Nilai ROA dari perusahaan diatas mengalami kenaikan tetapi nilai ETR cenderung semakin rendah, karena perusahaan dengan nilai profitabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memperoleh keuntungan atau laba yang tinggi, sehingga perusahaan cenderung melakukan agresivitas pajak untuk mengurangi beban pajaknya.