• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1. Varian Produk

Kotler dan Armstrong (2012) mendefinisikan produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, akuisisi, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Stanton dalam Alma (2009) produk adalah seperangkat atribut, baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk di dalamnya masalah warna, harga, nama baik pabrik, nama baik perusahaan dan pelayanan serta pelayanan pengecer yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginannya. Produk tidak hanya berbentuk barang yang berwujud, akan tetapi juga sesuatu yang tidak berwujud, seperti pelayanan jasa, produk, dan lain sebagainya, dipergunakan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan (needs and wants) dari konsumen. Konsumen tidak hanya membeli produk sekedar memuaskan kebutuhan (needs), akan tetapi juga bertujuan memuaskan keinginan (wants) (Alma, 2009).

Menurut Tjiptono (2011) semakin beragamnya jumlah dan jenis produk yang dijual di suatu tempat, maka konsumen pun akan merasa puas, jika ia melakukan pembelian di tempat tersebut dan ia tidak perlu melakukan pembelian di tempat lain. Banyaknya ketersediaan macam produk membuat konsumen lebih mudah untuk berbelanja pada satu tempat saja. Variasi produk cocok dipilih, apabila perusahaan bermaksud memanfaatkan fleksibilitas produk sebagai strategi bersaing dengan para produsen misal produk-produk standar (Tjiptono, 2011). Variasi produk dapat mengatasi kejenuhan terhadap suatu produk, selain itu dapat memberikan kesempatan bagi konsumen untuk membandingkan dan membedakan suatu produk yang akan dibeli.

Menurut Kotler dan Keller (2013) varian atau bauran produk adalah kumpulan semua produk dan barang yang ditawarkan untuk dijual oleh penjual terdiri dari lebar, panjang, kedalaman, dan konsistensi tertentu. Berikut adalah dimensi varian produk menurut Kotler dan Keller (2013) :

(2)

7 1. Width (lebar)

Lebar bauran produk mengacu pada berapa banyak lini produk yang berbeda yang ditawarkan perusahaan.

2. Length (panjang)

Panjang varian produk mengacu pada jumlah total item dalam varian.

3. Depth (kedalaman)

Kedalaman varian produk mengacu pada berapa banyak varian yang ditawarkan dari setiap produk dalam lini.

4. Consistency (konsistensi)

Konsistensi varian produk menunjukan seberapa dekat hubungan berbagai lini produk dalam penggunaan akhirnya, persyaratan produksi, saluran distribusi atau hal lainnya.

2.2. Harga

Buchari Alma (2009) mendefinisikan harga sebagai nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang. Menurut Kotler dan Amstrong (2012) harga dapat didefenisikan secara sempit sebagai jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa. Harga juga dapat didefinisikan secara luas adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk produk atau jasa atau jumlah dari seluruh nilai yang ditukarkan konsumen untuk memiliki atau menggunakan manfaat dari suatu barang dan jasa. (Kotler dan Amstrong, 2012).

Dharmmesta dan Irawan (2001) mengungkapkan bahwa harga merupakan permasalahan dalam dunia usaha, karena itu penetapan harga harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Harga juga mengkomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan perusahaan tersebut kepada pasar tentang produk dan mereknya (Kotler dan Amstrong, 2012).

Harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu (Tjiptono, 2011):

1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya

(3)

8 pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.

2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi di mana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara objektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.

Indikator yang mencirikan harga yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (Kotler dan Amstrong, 2012):

1. Keterjangkauan harga

Harga yang terjangkau adalah harapan konsumen sebelum mereka melakukan pembelian. Konsumen akan mencari produk-produk yang harganya dapat mereka jangkau.

2. Kesesuaian harga dengan kualitas produk

Untuk produk tertentu, biasanya konsumen tidak keberatan apabila harus membeli dengan harga relatif mahal asalkan kualitas produknya baik. Namun konsumen lebih menginginkan produk dengan harga murah dan kualitasnya baik

3. Daya saing harga

Perusahaan menetapkan harga jual suatu produk dengan mempertimbangkan harga produk yang dijual oleh pesaingnya agar produknya dapat bersaing di pasar

4. Kesesuaian harga dengan manfaat

Konsumen terkadang mengabaikan harga suatu produk namun lebih mementingkan manfaat dari produk tersebut.

2.3. Citra Merek

Perusahaan harus memiliki merek yang berbeda dengan pesaingnya, begitu pula dengan citra merek yang tertanam di benak pelanggan. Karena citra merek merupakan salah satu hal yang dilihat pertama kali oleh pelanggan sebelum melakukan pembelian atau pemilihan produk. Merek mempengaruhi persepsi

(4)

9 pelanggan terhadap produk yang akan dibeli maka persaingan antar perusahaan adalah persaingan persepsi bukan produk (Tjiptono 2011). Menurut Kotler dan Keller (2013) brand Image menggambarkan sifat ekstrinsik dari suatu produk atau jasa termasuk cara dimana merek berusaha memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan.Menurut Tjiptono (2011), brand image yakni deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu.

Menurut Kotler dan Keller (2013), merek merupakan simbol yang dapat menyampaikan enam pengertian sebagai berikut.

1. Atribut: suatu merek dapat mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.

2. Manfaat: atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

3. Nilai: suatu merek juga mengayakan sesuatu tentang nilai produsennya.

4. Budaya: suatu merek mungkin juga melambangkan budaya tertentu.

5. Kepribadian: suatu merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu.

6. Pemakai: suatu merek menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan suatu produk.

Menurut Kotler dan Keller (2013) pengukuran citra merek dapat dilakukan berdasarkan pada aspek sebuah merek yaitu:

1. Kekuatan (Strengthness): Kekuatan asosiasi merek adalah seberapa kuat seseorang terpikir tentang informasi suatu brand diantaranya logo dan nama brand, serta bagaimana memproses segala informasi yang diterima konsumen dan bagaimana informasi tersebut dikelola oleh data sensoris di otak sebagai bagian dari Brand Image. Ketika konsumen secara aktif memikirkan dan menguraikan arti informasi pada suatu produk atau jasa maka akan tercipta asosiasi yang semakin kuat pada ingatan konsumen. Konsumen memandang suatu objek stimuli sensasi-sensasi yang mengalir lewat kelima indera: mata, telinga, hidung, kulit dan lidah.

2. Keunikan (Uniqueness): Sebuah merek haruslah unik dan menarik sehingga produk tersebut memiliki ciri khas dan sulit untuk ditiru oleh para produsen pesaing. Melalui keunikan suatu produk maka akan memberikan kesan yang cukup membekas terhadap ingatan pelanggan akan keunikan brand atau merek produk tersebut yang membedakannya dengan produk sejenis lainnya

(5)

10 3. Kesukaan (Favorable): Keunggulan asosiasi merek dapat membuat konsumen percaya bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh suatu merek dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga menciptakan sikap yang positif terhadap merek tersebut. Tujuan akhir dari setiap konsumsi yang dilakukan oleh konsumen adalah mendapatkan kepuasan akan kebutuhan dan keinginan mereka.

2.4. Keputusan Beli

Kotler dan Amstrong (2012) keputusan beli merupakan proses pengambilan keputusan akan pembelian yang mencakup penentuan apa yang akan dibeli atau tidak melakukan pembelian. Menurut Tjptono (2011) produk yang akan dibeli merupakan high involvement product yang membutuhkan beberapa pertimbangan untuk mengenal masalahnya, mencari informasi mengenai produk atau merek tertentu dan mengevaluasi secara cermat masing-masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya, yang kemudian mengarah kepada keputusan beli. Dalam pencarian informasi, keluarga dan teman dekat menjadi faktor yang dominan setelah harga yang diinginkan (Dharmesta dan Handoko, 2012). Menurut Schiffman dan Kanuk (2010) ada beberapa faktor penting seperti kegunaan produk dan seberapa besar resiko yang ada pada high involvement product.

Produk dari singkong keju D-9 merupakan high involvement product dikarenakan produk oleh-oleh khas dari Kota Salatiga, sehingga konsumen perlu melakukan keputusan beli secara cermat. Sebagai produk oleh-oleh, menjadikan Singkong Keju D-9 memiliki banyak kompetitor dengan harga bervariasi sehingga konsumen perlu pengambilan keputusan yang tepat dalam memutuskan pembelian singkong keju. Berikut ini merupakan lima tahap proses pembelian konsumen menurut Kotler dan Amstrong (2012):

Gambar 2.1. Proses Keputusan Pembelian Sumber : Kotler dan Amstrong (2012) Need

Recognition

Postpurchase behavior Purchase

decision Evaluation

of alternatives Information

search

(6)

11 1. Need recognition (pengenalan masalah)

Proses dimulai saat pembeli menyadari adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan aktual dan sejumlah keadaan yang diinginkan. Kebutuhan ini disebabkan karena adanya rangsangan internal maupun eksternal.

Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, para pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan kategori produk tertentu. Para pemasar kemudian dapat menyusun strategi pemasaran yang mampu memicu minat konsumen.

2. Information search (pencarian informasi)

Konsumen yang ingin memenuhi kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi produk. Pencarian informasi terdiri dari dua jenis menurut tingkatannya. Pertama adalah perhatian yang meningkat, yang ditandai dengan pencarian informasi secara aktif yang dilakukan dengan mencari informasi dari segala sumber. Sumber informasi konsumen digolongkan kedalam empat kelompok:

a) Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.

b) Sumber komersial : iklan, penjual, pengecer, pajangan di toko.

c) Sumber publik : media massa, organisasi pemberi peringkat.

d) Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian dan pemakaian produk.

3. Evaluation of alternatives (evaluasi alternatif)

Setelah pencarian informasi, konsumen akan menghadapi sejumlah pilihan mengenai produk yang sejenis. Pemilihan alternatif ini melalui beberapa tahap suatu proses evaluasi tertentu. Sejumlah konsep dasar akan membantu memahami proses ini. Yang pertama adalah sifat-sifat produk, bahwa setiap konsumen memandang suatu produk sebagai himpunan dari sifat atau ciri tertentu dan disesuaikan dengan kebutuhannya.

4. Purchase decision (keputusan beli)

Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi antar merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga membentuk maksud untuk

(7)

12 membeli merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud pembelian, konsumen dapat membentuk lima sub keputusan: merek, penyalur, kuantitas, waktu dan metode pembayaran.

5. Postpurchase behavior (perilaku pasca pembelian)

Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antara harapan akan hasil dan kinerja anggapan produk. Jika kinerja tidak memenuhi harapan, konsumen kecewa, jika memenuhi harapan maka konsumen puas. Perasaan ini menentukan apakah pelanggan membeli produk kembali dan menjadi pelanggan setia.

2.5. Hipotesis dan Model Penelitian

2.5.1. Pengaruh Varian Produk dan Harga Terhadap Citra Merek

Simamora (2011) mengatakan citra adalah persepsi yang relatif konsisten dalam jangka waktu panjang, sehingga tidak mudah untuk membentuk citra yang sekali terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya, saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek lain.Varian produk dan harga dapat memperkuat citra merek. Dalam menilai suatu produk, konsumen menggunakan harga sebagai dasar utama menilai manfaat yang bisa didapatkan. Harga yang relatif mahal memberi kesan pada konsumen akan memberikan manfaat yang lebih besar besar ketimbang harga yang relatif murah. Menurut Saraswati dan Rahyuda (2017) bauran harga menjadi salah satu strategi utama bagi perusahaan untuk bertahan pasar yang kompetitif, serta diperlukan inovasi produk untuk menarik konsumen seperti varian produk yang dapat menarik minat pembeli. Dalam benak konsumen akan tertanam kuat citra produk tersebut dan memberikan perasaan puas sesuai yang konsumen inginkan. Banyaknya variasi produk dari sebuah merek dinilai akan membuat merek itu lebih dipilih oleh konsumen. Hal ini akan menimbulkan citra merek positif bagi perusahaan. Hal tersebut sejalan dengan yang dipaparkan Alma (2009) bahwa citra yang positif terhadap perusahaan dapat dibentuk dengan mengembangkan strategi pemasaran, diantaranya yaitu variasi produk dan harga.

H1= Varian produk berpengaruh signifikan terhadap citra merek singkong keju D-9.

H2= Harga berpengaruh signifikan terhadap citra merek singkong keju D-9.

(8)

13 2.5.2. Pengaruh Varian Produk dan Harga Terhadap Keputusan Beli

Produk yang dirasa cocok dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, maka akan membuat konsumen melakukan pengambilan keputusan beli lagi setelahnya. Harga merupakan hal yang diperhatikan konsumen saat melakukan pembelian, sebagian konsumen bahkan mengidentifikasikan harga dengan nilai sebelum melakukan keputusan beli. Hasil penelitian Nurrahman dan Utama (2016) menunjukkan varian produk memiliki pengaruh positif terhadap keputusan beli smartphone Nokia series X. Hasil penelitian Efendi (2018) juga menunjukkan bahwa varian produk berpengaruh signifikan terhadap keputusan beli ice cream Campina pada mini market di Kediri. Hasil penelitian Navianur (2017) menunjukkan bahwa variabel harga berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen pada UKM Center Samarinda. Hasil penelitian Trihaksami (2018) juga menunjukkan variabel harga berpengaruh signifikan terhadap keputusan beli beras lokal di pasar tradisional Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara.

H3= Varian Produk berpengaruh signifikan terhadap keputusan beli singkong keju D-9.

H4= Harga berpengaruh signifikan terhadap keputusan beli singkong keju D-9.

2.5.3. Pengaruh Citra Merek Terhadap Keputusan Beli

Sebelum melakukan pembelian menempatkan citra merek sebagai salah satu pertimbangan penting dalam proses keputusan beli. Citra akan terbentuk setelah konsumen membeli dan merasakan manfaat dari produk tersebut. Merek yang kuat dapat menarik konsumen untuk menggunakannya sebagai faktor penentu dalam pemilihan keputusan beli (Ervando dan Tiarawati, 2014). Apabila produk tersebut dirasa sudah memenuhi harapan konsumen setelah digunakan, secara otomatis seseorang tersebut akan mempersepsikan produk tersebut memiliki citra yang baik.

Keputusan beli merupakan tahap dimana konsumen membentuk pilihan mereka diantara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan, kemudian pada akhirnya melakukan suatu pembelian pada suatu altenatif yang paling disukainya atau proses yang dilalui konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa yang didasari oleh bermacam-macam pertimbangan salah satunya adalah citra merek.

(9)

14 Gul et al. (2012) menyatakan bahwa brand image atau citra merek dianggap sebagai faktor penentu pilihan konsumen tentang suatu produk dan hal tersebut juga menentukan lingkungan yang kompetitif bagi perusahaan dalam persaingan pasar.

Kaliyamoorthy dan Parithi (2013) mengemukakan bahwa citra merek harus positif, unik, dan instan, karena citra merek mendifinisikan kesan terhadap pikiran konsumen mengenai kepribadian dari suatu merek yang dapat memperkuat komunikasi dalam pemasaran, karena ketika konsumen membeli suatu produk, mereka juga membeli citra dari sebuah merek produk tersebut. Penelitian Raharjo dan Mulyanto (2018) menemukan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara citra merek terhadap minat beli keripik singkong Qtela. Penelitian Setiawan, Sulistyowati & Restuti (2015) menemukan bahwa brand image dan bauran pemasaran berpengaruh langsung dan signifikan secara parsial terhadap keputusan beli pada ice cream Wall’s di Pekanbaru.

H5= Citra Merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan beli singkong keju D-9.

2.5.4. Citra Merek Memediasi Pengaruh Varian Produk dan Harga Terhadap Keputusan Beli

Citra merek memegang peranan penting, bahkan dalam banyak kasus justru sangat dominan, karena merek merupakan salah satu elemen penting dalam memasarkan produk, sebagai pembeda dengan produk sejenis (Oktaviana, Suseno &

Susanti, 2016). Citra merek diperlukan untuk memperkuat keberadaan bauran pemasaran terhadap keputusan beli. Ketika konsumen tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang produk, maka konsumen akan menggunakan citra merek sebagai dasar memilih produk (Suryani, 2013). Citra Merek yang kuat dapat memediasi pengaruh varian produk dan harga terhadap keputusan beli konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil penelitian Saraswati dan Rahyuda (2017) menemukan bahwa brand image berpengaruh positif dan signifikan memediasi pengaruh produk dan harga terhadap keputusan beli produk Smartphone Apple di Kota Denpasar.

H6= Citra merek memediasi pengaruh varian produk terhadap keputusan beli singkong keju D-9.

(10)

15 H7= Citra merek memediasi pengaruh harga terhadap keputusan beli singkong keju

D-9.

2.5.6. Model Penelitian

Gambar 2.2. Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Walau ancaman itu belum terjadi saat ini, desas-desus yang ada sudah mulai menyebutkan bahwa besi baja produksi negeri China akan segera masuk Indonesia dengan harga yang lebih

Berdasarkan penyajian data dalam Tabel 4.11 terlihat bahwa target dalam penelitian ini telah tercapai pada siklus II sehingga penelitian dapat diakhiri pada siklus

Pada infeksi bakteri biasanya menyebabkan limfadenopati lokalisata, tetapi dapat juga terjadi limfadenopati generalisata pada penyakit demam tifoid, endokarditis, tuberculosis

Sistem ini disusun untuk memastikan telah diterapkannya persyaratan pengendalian terhadap proses- proses penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat baik penyelenggaran upaya

Uraikan secara singkat dan jelas tentang tanggapan masyarakat terhadap perilaku Klien sehari-hari dan tanggapan terhadap tindak pidana yang dilakukan Klien. Jelaskan pula

kinerja tenaga klinis, analisis, dan tindak lanjut dalam peningkatan mutu klinis 40.Dokumentasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dalam peningkatan kompetensi tenaga

Beragam bahan ajar tertulis dapat dikembangkan oleh guru, termasuk guru seni rupa dalam kerangka pengembangan profesinya antara lain dalam bentuk buku pelajaran, diktat dan

Gambar 6.26 Potongan urutan aktivitas pada Skenario 3 Sementara itu untuk Skenario 2, dimana terjadi aktivitas yang tidak tercatat memiliki kinerja yang cukup baik karena