PENDAHULUAN
Masa remaja adalah peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif dan psikososial.
Pada masa ini, remaja mulai mengambil keputusan-keputusan tentang masa depan (Papalia dan Olds, (2009), salah satunya adalah bagaimana siswa memandang seberapa penting tugas-tugas yang diberikan. Agar relevan dengan pembelajaran di sekolah dan situasi berprestasi lainnya maka diperlukan suatu efikasi diri. Bandura (dalam Schunk, 1990) mendefinisikan efikasi diri sebagai pertimbangan seseorang terhadap kemampuannya mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi tertentu. Efikasi diri adalah evaluasi diri individu tentang kemampuan diri atau kompetensi untuk mengerjakan tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi tantangan (Bandura (1977). Alwisol (2005) mengemukakan bahwa cara individu berperilaku dalam situasi tertentu tergantung pada hubungan antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berkaitan dengan keyakinannya bahwa dirinya mampu atau tidak mampu memunculkan perilaku yang sesuai dengan harapan.
SMA Yos Sudarso merupakan sekolah yang menganut pendidikan yang beraneka ragam mulai dari agama sampai pada kecerdasan emosi yang dimiliki masing- masing siswa tentu beragam. Selain itu SMA ini juga termasuk favorit sebagai sekolah swasta. Fenomena yang nampak di kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap melalui hasil wawancara yang sudah dilakukan kepada wali kelas maupun beberapa siswa yaitu dalam hal banyaknya tugas-tugas yang didapatkan dan juga nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan kriteria. Siswa menjadi tidak memperhatikan, tidak mengikuti dan tidak memahami tiap materi pelajaran menjadikan hal-hal tersebut sebagai suatu beban bagi
siswa sehingga berpengaruh kepada efikasi diri atau keyakinan diri yang dimiliki siswa.
Para siswa yang jarang bahkan tidak pernah mempelajari terlebih dahulu materi yang akan diterima pada pertemuan dikelas sehingga tidak terlalu paham tentang materi yang disampaikan dan juga hanya mengerjakan semampu siswa dan hanya bisa pasrah dengan apapun nilai yang akan didapat, bahkan ketika mengikuti UTS siswa tidak mengambil pusing karena adanya tes dan jika hasilnya tidak sesuai dengan KKM yang telah ditentukan. Karena adanya tuntutan-tuntutan tersebut membuat siswa menjadi kurang bersemangat mengikuti pelajaran, hal-hal tersebut merupakan gambaran yang bisa diberikan. Murid-murid sebenarnya sudah mengerti tujuan atau apa yang seharusnya mereka lakukan ketika menghadapi tantangan-tantangan yang sedang mereka hadapi tetapi juga ada hal lain yang mempengaruhi efikasi diri, ini diungkapkan oleh Myers dalam (Carlos, dkk, 2006) bahwa individu dengan tingkat efikasi diri yang tinggi akan memperlihatkan sikap yang lebih gigih, tidak cemas dan tidak mengalami tekanan dalam menghadapi suatu hal. Warsito (2004) mengatakan bahwa murid dengan keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya, dapat mengatur waktu belajar yang dibutuhkannya untuk dapat memahami materi. Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk melihat apakah ada hubungan kecerdasan emosi yang dimiliki siswa terhadap efikasi diri akademik siswa.
Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain http://eprints.ums.ac.id/3693/2/F100040097.pdf. Kecerdasan emosi menurut Pellitteri (2002) merupakan proses untuk mencari sukses dalam bidang sosial, tentunya dengan beberapa faktor diantaranya: persepsi diri, pengetahuan dan lain-lain http://digilib.uin- suka.ac.id/6317/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf. Remaja yang sukses dalam bidang kecerdasan emosi dan kematangan sosial maka akan memiliki efikasi diri yang baik.
Salovey dan Mayer dalam (Goleman, 1998) mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Kecerdasan Emosional juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat.
Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional (Shapiro, 1998).
Gardner (1983) menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain. Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan akses menuju perasaan- perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya. Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi; menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Efikasi diri adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan dan kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan (Bandura, 1977). Bandura (2002) mengungkapkan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan mengenai kemampuan seseorang dalam mengorganisir dan melaksanakan arah-arah tindakannya yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang prospektif. Pada umumnya orang akan bertindak untuk mencapai tujuan, jika ia merasa akan mendapat hasil dari tindakannya tersebut. Jika ia tidak yakin bahwa tindakannya akan berhasil, maka ia merasa imbalan untuk tindakannya cenderung tidak ada atau relatif hanya sedikit (Bandura, 1999).
Baron dan Byrne (2006) mengatakan bahwa efikasi diri adalah kepercayaan bahwa individu dapat mencapai tujuan sebagai hasil dari tindakannya sendiri. Seseorang berperilaku ditentukan oleh hasil (outcome) dari suatu pengalaman yang dialami oleh individu tersebut. Umpan balik positif terhadap kemampuan seseorang meningkatkan efikasi diri (Bandura, 1986). Efikasi diri menurut Alwisol (2005) dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi, pengalaman vikarius, persuasi sosial dan pembangkitan emosi. Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu.
Penelitian tentang efikasi diri akademik yang mendukung penelitian ini adalah Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Self Efficacy pada remaja SMU Negeri 9 Yogyakarta. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi juga
efikasi diri akademiknya, begitu juga sebaliknya. (JURNAL PSIKOLOGI 2002, NO. 2, 112 – 123).
A.Efikasi Diri Akademik
1. Pengertian Efikasi diri akademik
Efikasi diri menurut Bandura (1977) adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan dan kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan. Efikasi diri juga didapatkan dari role model yang mengajari kitabahwa ambisi kita merupakan ambisi yang dapat kita raih (Bandura, 2006) sehingga menunjukkan efikasi diri merupakan faktor yang kuat. Bandura (1986) menjelaskan bahwa individu yang memiliki efikasi diri akademik yang tinggi cenderung memilih terlibat langsung dalam mengerjakan suatu tugas, sedangkan individu yang memiliki efikasi diri akademik rendah cenderung mengerjakan tugas tertentu meskipun dirasa sulit
Performa fisik, tugas akademik, performa dalam pekerjaan, dan kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan depresi ditingkatkan melalui perasaan yang kuat akan efikasi diri. Pada umumnya orang akan bertindak untuk mencapai tujuan, jika ia merasa akan mendapatkan hasil dari tindakannya tersebut. Jika ia tidak yakin bahwa tindakannya akan berhasil, maka ia akan merasa imbalan untuk tindakannya cenderung tidak ada atau relatif hanya sedikit (Bandura, 1999).
Efikasi diri akademik berhubungan dengan keyakinan siswa akan kemampuannya melakukan tugas-tugas, mengatur kegiatan belajar mereka sendiri, dan hidup dengan harapan-harapan akademis mereka sendiri dan orang lain (Bandura,
1997). Efikasi diri cenderung konsisten sepanjang waktu, tetapi bukan berarti tidak berubah. Umpan balik positif terhadap kemampuan seseorang akan meningkatkan efikasi diri (Bandura, 1986). Berkaitan dengan efikasi diri akademik maka diharapkan siswa dapat menerapkan hal tersebut sepanjang mengenyam pendidikan.
2.Aspek-aspek Efikasi Diri Akademik yaitu:
a. Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu tingkat masalah berkaitan dengan derajat kesulitan tugas siswa. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba siswa berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan-kesulitan siswa dalam menyesuaikan diri dengan tugas yang ada diluar batas kemampuannya.
b. Strength (kekuatan keyakinan), yaitu komponen yang berkaitan dengan kekuatan keyakinan individu atas kemampuannya. Orang akan bertindak untuk mencapai tujuan, jika ia merasa akan mendapat hasil dari tindakan tersebut. Jika ia tidak yakin bahwa tindakannya akan berhasil, maka ia merasa imbalan untuk tindakannya cenderung tidak ada atau relatif hanya sedikit.
c. Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan dengan luas cakupan tingkah laku yang diyakini oleh individu mampu untuk dilaksanakan.
Keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya bergantung pada pemahaman diri individu tentang kemampuannya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri akademik:
a. Keadaan Fisiologis dan Emosional ( Physiological and Affective States) : individu akan melihat kondisi fisiologis dan emosional dalam menilai
kemampuan, kekuatan dan kelemahan dari disfungsi tubuh. Keadaan emosional yang sedang dihadapi individu akan mempengaruhi keyakinan individu dalam menjalankan tugas dan akan mempengaruhi keyakinan individu dalam menyelesaikan tugas.
b. Pengalaman Individu ( Enactive Mastery Experience) : interpretasi individu terhadap keberhasilan yang dicapai individu pada masa lalu akan mempengaruhi efikasi dirinya. Individu dalam melakukan suatu tugas akan menginterpretasikan hasil yang dicapai, dan interpretasi tersebut akan mempengaruhi kemampuan dirinya pada tugas-tugas selanjutnya.
c. Pengalaman keberhasilan orang lain (Vicarious Experience) : proses modeling atau belajar dari orang lain akan mempengaruhi efikasi diri. Efikasi diri individu akan meningkat apabila dipengaruhi model yang relevan. Pengalaman orang lain menentukan persepsi akan keberhasilan atau kegagalan individu.
d. Persuasi verbal ( Verbal Persuasion) : persuasi verbal yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi panutan dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan dapat meningkatkan efikasi diri individu. Persuasi verbal yang diberikan kepada individu bahwa individu memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas menyebabkan individu semakin termotivasi untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Kecerdasan emosi sendiri masuk dalam faktor yang pertama yaitu Keadaan Fisiologis dan Emosional, dapat dilihat dari pengalaman-pengalaman yang telah dilalui dimana individu mengintepretasikan hasil yang telah dicapai dan akan mempengaruhi kemampuannya di tugas-tugas selanjutnya.
B. Kecerdasan Emosi
1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Bar-On (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu rangkaian emosi, pengetahuan emosi dan kemampuan-kemampuan yang mempengaruhi kemampuan keseluruhan individu untuk mengatasi masalah tuntutan lingkungan secara efektif. Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.
Mayer dan Solovey (Goleman, 1999; Davies, Stankov, dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan- perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan.
2. Aspek-aspek orang yang memiliki Kecerdasan Emosi tinggi meliputi lima hal:
a. Kesadaran diri: Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
b. Pengaturan diri: Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran; mampu pulih kembali dari tekanan emosi
c. Motivasi: menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun kita menuju ssaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
d. Empati: merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
e. Ketrampilan Sosial: menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang laindan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial;
berinteraksi dengan lancar; menggunakan ketrampilan-ketrampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan berkerja dalam tim.
C. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Efikasi Diri Akademik
Kecerdasan emosi merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Ketrampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan ketrampilan kognitif, orang-orang berprestasi tinggi memilki keduanya (Goleman 2001).
Kecerdasan emosional mempunyai hubungan dengan kemampuan efikasi diri akademik dalam diri masing-masing siswa di lingkungan pendidikannya, siswa yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dapat mengatur dan menjaga keseimbangan emosinya (Goleman 2001).
Siswa akan menghadapi kendala-kendala yang bervariasi dalam proses penyelesaian tugas akademik. Pada akhirnya kendala-kendala itu dapat menyebabkan
siswa tersebut menjadi cemas dan stres sehingga menjadi ragu untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas yang ada. Oleh karena itu, diperlukan suatu kecerdasan emosi yang memadahi supaya efikasi diri akademik siswa yang diharapkan dalam mewujudkan target akademik yang diinginkan dapat tercapai. Efikasi diri akademik jika disertai dengan tujuan-tujuan yang spesifik dan pemahaman mengenai prestasi akademik akan menjadi penentu suksesnya akademik (Bandura dalam Alwisol, 2009).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa dengan memiliki kecerdasan emosi yang baik menjadikan pengendalian diri yang ada pada siswa menjadi baik dan siswa tentu akan memiliki efikasi diri yang baik pula.
D. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan signifikan antara kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik pada siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel X: Efikasi Diri Akademik b. Variabel Y: Kecerdasan Emosi
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 10 di SMA Yos Sudarso Cilacap sebanyak 166 siswa. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampling jenuh.
Teknik sampling jenuh merupakan sensus teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan menjadi sampel.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode angket atau skala pengukuran psikologi. Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pernyataan yang diajukan pada responden untuk mendapat jawaban.
Menurut Azwar (2012), istilah skala biasa disamakan dengan istilah tes namun dalam pengembangan instrumen ukur umumnya istilah tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai untuk manamakan alat ukur atribut non kognitif khususnya yang disajikan dalam format tulisan.
Data penelitian didapatkan dari dua skala yaitu skala kecerdasan emosi untuk mengukur variabel kecerdasan emosi dan skala efikasi diri akademik untuk mengukur variabel efikasi diri akademik. Skala kecerdasan emosi yang digunakan adalah skala kecerdasan emosi yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Goleman (2001). Perhitungan daya beda item diketahui dari perhitungan dengan SPSS 16.0. Skala Efikasi Diri Akademik yang digunakan adalah skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Bandura (1977).
Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistika deskriptif dan uji statistik korelasional. Uji deskriptif berupa pengkategorian kecerdasan emosional dengan efikasi diri akademik sedangkan uji korelasional menggunakan korelasi Product Moment dari Spearman.
Hasil Penelitian
Hasil Analisa Deskriptif a. Kecerdasan emosi
Variabel kecerdasan emosi memiliki 10 item tidak gugur dengan rentang daya beda item antara 0,428-0,803. Memiliki skor item 1 sampai dengan 5. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:
a.Skor tertinggi: 4x10= 40
b.Skor terendah: 1x10 = 10
Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut, maka didapati data kecerdasan emosi sebagai berikut:
Kritreria skor kecerdasan emosi
Tabel 1. Kriteria Skor Kecerdasan Emosi
No Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
1 Sangat tinggi 23 13,93%
24.91 7.048
2 Tinggi 36 21,81%
3 28 Sedang 35 21,21%
4 Rendah 54 32,72%
5 10 16 Sangat
rendah
17 10,30%
Data diatas menunjukkan tingkat kecerdasan emosi. Pada kategori sangat rendah terdapat sebanyak 17 subjek, kategori rendah sebanyak 54 subjek, kategori sedang 35 subjek, kategori tinggi 36 subjek dan kategori sangat tinggi sebanyak 23 subjek. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 24,91 yang berarti bahwa kecerdasan emosi yang dimiliki oleh siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap berada pada kategori rendah dengan standar deviasi sebesar 7,048.
b. Efikasi Diri Akademik
Variabel efikasi diri akademik memiliki 14 item tidak gugur, rentang daya beda item antara 0,278-0,515. Variabel efikasi diri akademik memiliki skor item antara 1 sampai dengan 4. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:
a.Skor tertinggi: 4x14 = 56
b.Skor terendah: 1x14 = 14
Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi,sedang, rendah, dan sangat rendah. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
Berdasarkan hasil pembagian interval tersebut, maka didapati data efikasi diri akademik sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Skor Efikasi Diri Akademik
No Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean SD
1 Sangat tinggi 8 4,81%
39.70
4.433
2 Tinggi 79 47,59%
3 Sedang 77 46,38%
4 Rendah 2 1,20%
5 14 Sangat rendah 0 0
Data diatas menunjukkan tingkat efikasi diri akademik. Pada kategori sangat rendah sebanyak 0 subjek, kategori rendah 2 subjek, kategori sedang 77 subjek, kategori tinggi sebesar 79 subjek, dan kategori sangat tinggi 8 subjek. Berdasarkan rata-rata sebesar
39,70 dapat diatakan bahwa rata-rata efikasi diri akademik siswa SMA Yos Sudarso Cilacap berada pada kategori rendah dengan standar deviasi sebesar 4.433.
Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data yang telah memenuhi asumsi analisis sebagai syarat untuk melakukan analisis dengan teknik korelasi Pearson Product Moment. Untuk uji Normalitas digunakan Kolmogorov – Smirnov (K-SZ). Syarat data penelitian dikatakan berdistribusi normal apabila p digunakan uji F.
Uji Normalitas
Uji Normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov.
Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p yang didapat dari hasil analisa menggunakan program SPSS 16.0. Hasil uji normalitas sebagai berikut:
Uji ini menghasilkan bahwa skala kecerdasan emosi (K-S-Z= 1.392 nilai sig 0.041 (p 0,05) menunjukkan data-data yang tidak normal dan skala efikasi diri akademik (K-S-Z= 1.055 nilai sig 0,216 (p 0,05) menunjukkan data-data berdistribusi normal.
Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Uji linearitas dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0. Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel diatas, variabel kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik pada tabel diatas, variabel kecerdasan emosi pada siswa
diperoleh Fbeda= 1.843 (p yang menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut tidak linear.
Hasil dari uji korelasi menunjukkan tidak adanya korelasi positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap dengan r = 0,073 (p <0.05). Hal ini berarti hipotesis penelitian yang menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik pada siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap ditolak.
PEMBAHASAN
Hasil uji korelasi yang menunjukkan tidak adanya korelasi positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap ( r = 0,073). Ini menunjukkan semakin rendah kecerdasan emosi siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap maka semakin rendah efikasi diri akademik. Sebaliknya, makin tinggi kecerdasan emosi siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso maka semakin tinggi pula efikasi diri akademik siswa.
Tidak adanya korelasi positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik pada siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya mengenai hubungan kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik. Dalam penelitian sebelumnya Irene dan Yohanis menemukan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan efikasi diri akademik. Semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi juga efikasi diri akademiknya.
Kecerdasan emosional (Goleman 2001) mempunyai hubungan dengan kemampuan efikasi diri akademik dalam diri masing-masing siswa di lingkungan pendidikannya.
Contohnya siswa yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi dapat memiliki pengaturan diri yang kuat dalam pemilihan perilaku yang akan dicoba siswa berdasarkan ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan-kesulitan siswa dalam menyesuaikan diri dengan tugas yang ada diluar batas kemampuannya.
Rerata siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap memiliki kecerdasan emosi dan efikasi diri akademik yang berada pada kategori rendah. Berdasarkan hasil uji korelasi, adapun sumbangan yang diberikan oleh kecerdasan emosi terhadap efikasi diri akademik pada siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap adalah sebesar 39,70% Ini berarti kecerdasan emosi memiliki kontribusi sebesar 39,70% terhadap efikasi diri akademik, sedangkan 60,30% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
Hal ini sesuai dengan hasil analisis deskriptif mengenai kategorisasi efikasi diri akademik siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap, diketahui bahwa terdapat siswa yang memiliki efikasi diri akademik yang sangat rendah ditunjukkan dengan nilai 0% (0 siswa), rendah 1,20% (2 siswa), sedang 46,38% (77 siswa), tinggi 47,59 % (79 siswa), sangat tinggi 4,81 (8 siswa).
Efikasi diri menurut Alwisol (2005) dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi, pengalaman vikarius, persuasi sosial dan pembangkitan emosi. Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu.
Hasil deskriptif kategorisasi skala kecerdasan emosi menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosi sangat rendah ditunjukkan dengan nilai 10,30% (17 siswa), 32,72% (54 siswa) yang tergolong rendah kecerdasan emosinya, 21,21% (35 siswa) yang tergolong sedang kecerdasan emosinya, 21,81% (36 orang) yang tergolong
tinggi kecerdasan emosinya dan 13,93% (23 siswa) yang tergolong sangat inggi kecerdsan emosinya. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rata-rata siswa kelas `10 SMA Yos Sudarso Cilacap memiliki kecerdasan emosi yang rendah. Artinya siswa tidak mempunyai kecerdasan emosi yang baik. Menurut Bandura (1999) pada umumnya orang akan bertindak untuk mencapai tujuan, jika ia merasa akan mendapatkan hasil dari tindakannya tersebut. Jika ia tidak yakin bahwa tindakannya akan berhasil, maka ia akan merasa imbalan untuk tindakannya cenderung tidak ada atau relatif hanya sedikit.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan antara kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap, kesimpulan sebagai berikut:
Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan efikasi diri akademik pada siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap. Rerata siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap memiliki skor kecerdasan emosi yang berada pada kategori rendah dan siswa kelas 10 SMA Yos Sudarso Cilacap memiliki skor efikasi diri akademik yang berada pada kategori tinggi.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi sekolah
Guru dan pihak sekolah agar lebih memperhatikan peningkatan efikasi diri akademik di sekolah dengan cara membenahi dan melengkapi fasilitas- fasilitas, pelayanan sekolah, dan sarana pemenuhan diri siswa yang terbatas sehingga siswa merasa lebih menghadapi tantangan di sekolah.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya lebih memperhatikan penyususnan ala ukur kecerdasan emosi. Peneliti berikutnya dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, sehingga terungkap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efikasi diri akademik.
Daftar Pustaka
http://digilib.uin-suka.ac.id/6317/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf.
http://eprints.ums.ac.id/3693/2/F100040097.pdf.
Alwisol. (2005). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baumeister, R.F. (ed.). (1999). The Self in social psychology.Philadelphia:Psychology Press
Baron, R.A., and Byrne, D. (1997). Social psychology (8th edition) Allyn and Bacon Boston.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward Unifying Theory of Behavioral Change.
Psychological.
Bandura, A. (1995). Self efficacy: Chaning in Society. United States of America:
Cambridge University Press. Review, 84 (2), 191-215.
Bandura. (1986). Social Cognitive Theory. New Jersey. Pretice Halls, Inc.
Bandura.A. 2002. Self-Efficacy: The Exercise of Control. 5th printing. New York: W.H.
Freeman and Company.
Darista, Y. (2016). Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Stres Akademik pada Pelajar SMAN 1 Tuntang. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Elisabeth, E. (2014). Perbedaan Kecerdasan Emosional Ditinjau Dari Urutan Kelahiran. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Gardner, H., (1983), Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York:
Basic Books.
Goleman, (2001). Emotional Intelligence Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Alih Bahasa : Alex Tri K.W, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Goleman, (2000). Working with Emotional Intelligence Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Goleman, Daniel. (2007). Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mayer, JD & P. Salovey. (1997). What is Emotional Intelligence? In: Emotional Development and Emotional Intelligence. USA: Basic Books
Papalia D.E., Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia edisi 10 buku 2). (Penerj. Brian Marwensdy). Jakarta:
Salemba Humanika
Setiani, T. (2016). Hubungan Antara Efikasi Diri Akademik Dengan Pengambilan Keputusan Karir Pada Siswa SMK Kristen Salatiga. Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Shapiro, L. E. (1997). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada anak. Terjemahan oleh Alex Tri Kantjono. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.