• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI HUTAN RAKYAT DI DESA RAMBUNG BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI HUTAN RAKYAT DI DESA RAMBUNG BARU KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

ESRA AGRO WIYANA 151201097

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)

KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

ESRA AGRO WIYANA 151201097

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk meemperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(3)
(4)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Esra Agro Wiyana NIM : 151201097

Judul : Sistem Pengelolaan dan Potensi Hutan Rakyat di Desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah

Medan, Februari 2020

Esra Agro Wiyana Nim 151201097

(5)

ESRA AGRO WIYANA: Sistem Pengelolaan dan Potensi Hutan Rakyat di Desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh DR. KANSIH SRI HARTINI, S.HUT., MP

Salah satu upaya untuk menunjang keseimbangan ekosistem alam dan kebutuhan ekonomi yaitu dengan pembentukan hutan rakyat. Salah satu desa yang mengelola hutan rakyat yaitu Desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem pengelolaan dan mendapatkan jenis yang berpotensi di hutan rakyat di Desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan survei, wawancara terstruktur, observasi, catatan lapangan dan dokumentasi. Jumlah sampel didapat dengan metode solvin yaitu 40 responden. Pemilihan responden menggunakan metode purposive sampling, selanjutnya sampel terpilih distratifikasi berdasarkan luas lahan sehingga diperoleh luas kepemilikan lahan pada strata I 0,26-0,78 hektar, strata II 0,79–1,30 hektar, sedangkan strata III 1,31-1,8 hektar. Pengukuran persepsi menggunakan skala likert untuk mendapatkan kategori baik, sedang, buruk dan melakukan analisis vegetasi serta menghitung INP guna untuk melihat jenis potensial di lokasi penelitian. Hasil yang didapat yaitu petani hutan rakyat dalam pengelolaan hutan terdapat beberapa kegiatan seperti teknik silvikulltur, persiapan lahan, pengaturan jarak tanam penyiangan, pendangiran, pemupukan evaluasi dan monitoring kategori baik, penyulaman dan sistem silvikultur kategori sedang, pemangkasan dan penjarangan kategori buruk dengan pola tanam yang sering digunakan yaitu pola campuran, serta jenis potensial di hutan rakyat Desa Rambung Baru yaitu karet, belimbing, jambu air, asam gelugur dan manggis.

Melihat jumlah INP yang cukup tinggi serta pemasaran jenis tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis tersebut berpotensi untuk dikembangkan agar menjaga peran hutan rakyat.

Kata kunci: Hutan Rakyat, Pengelolaan Hutan rakyat, Pola Tanam, Silvikultur

(6)

ESRA AGRO WIYANA: Forest Community Management system and Potential of Community Forests in Rambung Baru Village, Sibolangit District, Deli Serdang Regency, guided by DR. KANSIH SRI HARTINI, S.HUT., MP

One effort to support the balance of natural ecosystems and economic needs is the formation of community forests. One of the villages that manages community forests is Rambung Baru Village, Sibolangit District. The purpose of this study was to identify management systems and obtain potential species in community forests in Rambung Baru Village, Sibolangit District. The research method used a survey, structured interviews, observations, field notes and documentation. The number of samples obtained by the solvin method is 40 respondents. The selection of respondents used the purposive sampling method, then the selected sample was stratified based on the area of land so that the area of land ownership obtained in strata I is 0.26-0.78 hectares, strata II is 0.79-1.30 hectares, while strata III is 1.31-1. 8 hectares. Measurement of perception used a likert scale to obtain good, medium, bad categories and perform vegetation analysis and calculate INP in order to see potential types at the study site. The results obtained are community forest farmers in forest management there are several activities such as silviculltur techniques, land preparation, weeding spacing, weeding, fertilizing evaluation and monitoring of good categories, silviculture systems and refining of medium categories, pruning and thinning of bad categories with applying mixed plantation patterns. Then potential types in the community forests of Rambung Baru Village, namely rubber, star fruit, water guava, sour gelugur and mangosteen. Seeing the quite high number of INPs and the marketing of these species, it can be concluded that the species has the potential to be developed in order to maintain the role of community forests.

Keywords: Community Forest, Forest Management, Planting Pattern, Silviculture

(7)

Penulis dilahirkan di Kota Jambi pada tanggal 30 September 1997. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara oleh pasangan Jonson Sirait dan Arta Fatimah Silitonga Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 193 pada tahun 2003 -2009, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP 06 pada tahun 2009-2012, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Unggul Sakti pada tahun 2013-2015 Pada tahun 2015, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU melalui jalur SBMPTN.

Penulis memilih minat Departemen Budidaya Hutan semasa kuliah penulis merupakan anggota organisasi Himas-Sylva dan Rimbapala Kehutanan USU. Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di KHDTK Pondok Buluh Sumatera Utara pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT Wira Karya Sakti Jambi.

Pada tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pengelolaan dan Potensi Hutan Rakyat di Desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang” di bawah bimbingan Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP

(8)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“Sistem Pengelolaan dan Potensi Hutan Rakyat di Desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., MP selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, Bapak Jhonson Sirait yang bersedia memberikan dukungan materi dan moral untuk pelaksanaan dan penyusunan hasil penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kepala Desa Rambung Baru yang telah memberi ijin sebagai lokasi penelitian dan atas semua bantuan yang telah diberikan kepada peneliti.

Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat ke berbagai pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2020

Esra Agro Wiyana

(9)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Rakyat... 4

Pengembangan Hutan Rakyat ... 5

Pengelolaan dan Pola Tanam Hutan Rakyat ... 6

Potensi Hutan Rakyat ... 8

Manfaat Hutan Rakyat ... 8

Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Hutan Rakyat... 9

Kondisi Umum Penelitian ... . 10

Keadaan fisik Lingkungan ... . 10

Luas Wilayah ... . 10

Sarana Prasarana ... . 11

Hutan Rakyat Desa Rambung Baru ... . 11

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 13

Alat dan Bahan ... 13

Prosedur Penelitian Metode Pengumpulan Data... 13

Analisis Sistem Pengelolaan Hutan ... 14

Metode Analisis Potensi Hutan Rakyat ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Hutan Rakyat ... 18

Penerapan dan Teknik Silvikultur ... 20

Penanaman ... 21

Pemeliharaan ... 23

Pemanenan ... 28

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 45

(11)

No Teks Halaman

1 Analisis Skala Likert... 14

2 Kriteria Penafsiran... 14

3 Hasil Skala Likert Silvikultur... 20

4 Hasil Skala Likert Teknik Penanaman... 22

5 Hasil Skala Likert Untuk Teknik Pemeliharaan... 23

6 Hasil Skala Likert Pemanenan di Hutan Rakyat Desa Rambung Baru... 28 7 Jenis Pohon dan Nilai Kelimpahan Dan Penguasaannya di Desa Rambung Baru... 32 8 Jenis Tiang dan Nilai Kelimpahan Penguasannya di Desa Rambung Baru... 32 9 Jenis Pancang dan Nilai Kelimpahan Penguasannya di Desa Rambung Baru... 34 10 Jenis Semai dan Nilai Kelimpahan Penguasannya di Desa Rambun Baru... 34 11 Harga Komoditi MPTS di Desa Rambung Baru... 36

(12)

No Teks Halaman 1 Desain Petak Pengamatan Dalam Unit Sampling Sebaran Umur

Responden ...

16 2 Desain Petak dan Sub Petak Pengamatan Dalam Setiap Jalur

Pengamatan ...

16

3 Sebaran Umur Responden ... 18

4 Persentase Jenis Kelamin Responden... 19

5 Pekerjaan Utama Responden... 19

6 Pekerjaan Sampingan Responden... 20

7 Pendapatan Petani Desa Rambung Baru per Bulan... 21

8 Jarak Tanam ... 24

9 Bibit Penyulaman... 25

10 Kegiatan Penyiangan... 26

11 Kegiatan Pendangiran... 27

12 Persiapan Pemanenan Buah Jambu Biji... 29

13 Diagram Pola Tanam Hutan Rakyat Desa Rambung Baru... 31

(13)

No. Teks Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 48

2. Karakteristik Responden ... 51

3. Karakteristik Hutan Rakyat ... 52

4. Perhitungan Formula Solvin ... 53

5. Perhitungan Kriteria Interval Penafsiran ... 54

6. Perhitungan Interval Luas Strata ... 55

7. Rekapitulasi Skala Likert Kuisioner ... 56

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peranan dalam berbagai aspek kehidupan baik aspek ekonomi, aspek ekologi dan aspek sosial.

Hutan dan ekosistemnya merupakan sumberdaya alam yang dapat dijadikan modal dasar bagi pembangunan nasional (Ismail dkk, 2016). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Definisi tersebut menekankan komponen pohon yang dominan terhadap komponen lainnya dari ekosistem tersebut, dan mensyaratkan adanya kondisi iklim dan ekologis yang berbeda dengan kondisi luarnya. Penekanan hutan sebagai suatu ekosistem mengandung maksud bahwa di dalam hutan terjadi hubungan saling tergantung satu komponen dengan lainya yang terjalin sebagai suatu system. Apabila salah satu komponen terganggu maka akibatnya sistem itu tidak dapat berjalan normal. Hutan merupakan bagian dari ekosistem yang lebih besar, sehingga apabila hutan rusak akan mengganggu system yang lebih besar itu. Menurut Nizar dkk, (2016) keberadaan hutan harus tetap dipertahankan melalui pengaturan fungsi hutan, potensi hutan berupa keanekaragaman hayati perlu dikaji, keanekaragaman hayati berupa potensi vegetasi sangat berperan terhadap suatu ekosistem

Salah satu upaya untuk menunjang keseimbangan ekosistem alam dan kebutuhan ekonomi adalah dengan pembentukan hutan rakyat. Hutan rakyat sudah berkembang sejak lama di kalangan masyarakat Indonesia, dan dikelola secara tradisional oleh pemiliknya. Irundu dkk, (2018) menyatakan hutan rakyat dewasa ini banyak dikelola tanpa memperhatikan teknik dan sistem silvikultur mayoritas hutan rakyat dikelolah dengan sistem monokultur atau campuran, walaupun terdapat beberapa hutan rakyat yang pengelolaannya menggunakan sistem tumpang sari. Semakin baik pemahanaman petani dalam pengelolaan lahannya

(15)

maka hutan rakyat tersebut dapat menjadi sumber penghasilan yang menjajikan untuk kehidupan para petani hutan rakyat.

Masyarakat pedesaan dapat menanam pohon kayu-kayuan di sawah atau menanam pohon kayu-kayuan secara monokultur di hutan rakyat dan juga dapat mengelola hutan rakyat untuk menghasilkan satu jenis produk atau beragam produk, yang dikenal sebagai hasil pertanian dan hasil hutan. Dalam kondisi yang demikian, semua hasil hutan, baik kayu maupun bukan kayu secara potensial dapat diusahakan di hutan rakyat (Puspitojati dkk, 2014).

Hutan yang mendapatkan perhatian lebih banyak yaitu hutan alam sebagai sumber pendapatan negara. Namun pada akhirnya pengelolaan hutan alam yang didukung oleh pengusaha kehutanan terbukti tidak mampu melestarikan hutan.

Sehingga pihak tersebut beralih ke pengelolaan hutan rakyat, kemudian diakui sebagai salah satu solusi permasalahan kehutanan di Indonesia. Namun dalam pengelolaan hutan rakyat masih memiliki beberapa kendala yang sesuai dengan pernyataan Rizal dkk, (2012) yang menyatakan bahwa beberapa hal yang menjadi kendala dalam optimalisasi pemanfaatan lahan hutan rakyat, antara lain:

kurangnya pemahaman masyarakat tentang teknik budidaya seperti pengaturan pola tanam, jarak tanam dan pemilihan jenis tanaman. Pengelolaan hutan rakyat kedepannya semakin berkembang sehingga dibutuhkan penelitian-penelitian yang mendukung sistem pengelolaan hutan rakyat tersebut serta memberikan pemahaman dalam menanggulangi kendala pemanfaatan hutan rakyat tersebut.

Desa Rambung Baru adalah salah satu desa yang mengelola hutan rakyat dengan luas 475 ha dan jumlah petani yaitu 382 petani hutan rakyat. Desa Rambung Baru merupakan lokasi hutan rakyat yang mudah dijangkau peneliti, didukung oleh banyaknya transportasi umum dengan jalan yang baik untuk dilalui. Masyarakat Desa Rambung Baru sudah banyak yang melakukan pengelolaan terhadap hutan rakyat sehingga desa tersebut sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Menurut Lestari dkk, (2018) tingginya minat masyarakat dalam mengelola hutan rakyat dipengaruhi oleh jaminan/kepastian atas pemanfaatan hasil hutan. Desa Rambung Baru dikelilingi oleh bukit-bukit dan juga banyak terdapat mata air sehingga lokasi tersebut lebih terjamin dalam kesuburan lahannya.

(16)

Pelaksanaan dalam pengelolaan hutan rakyat berbeda dengan hutan lainya diperlukan perencanaan yang tepat agar kelestarian hutan rakyat tetap terjaga, pemerintah daerah juga perlu melakukan penyuluhan dan monitoring kepada masyarakat sehingga dalam pengelolaan hutan rakyat dapat menerapkan teknik- teknik atau sistem pengelolaan yang baik. Menurut Sudiana dkk, (2009) pengelolaan hutan rakyat pada umumnya dilakukan secara sederhana dan tradisional oleh masyarakat setempat, biasanya ditanami tumbuhan berkayu dan juga tanaman pangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Pratama dkk, (2015) menyatakan bahwa sistem pengelolaan di hutan rakyat di Desa Bandar Dalam terdiri dari aspek perencanaan, organisasi, pemeliharaan, pemasaran dan keseluruhan sistem pengelolaan di hutan rakyat tersebut dikategorikan sedang dan tidak terlalu baik.

Penelitian mengenai bagaimana pengelolaan hutan rakyat dan potensinya penting untuk dilaksanakan mengingat kontribusi hutan rakyat itu sendiri yang cukup besar.

Hutan rakyat memiliki kontribusi yang sangat besar dalam kebutuhan masyarakat di beberapa daerah, oleh karena itu perlu diadakan suatu penelitian tentang cara pengelolaan, serta jenis yang berpotensi di hutan rakyat. Suhartono (2019) potensi hutan rakyat di suatu daerah memiliki peran cukup penting bagi perkembangan perekonomian daerah. Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan suatu sistem yang mampu dengan cepat dan akurat dalam menghasilkan data potensi dan pengelolaan hutan rakyat khususnya di desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem pengelolaan hutan rakyat dan mendapatkan jenis yang berpotensi di hutan rakyat Desa Rambung Baru, Kecamatan Sibolangit.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi maupun kontribusi dalam memberikan gambaran mengenai sistem pengelolaan dan jenis potensial hutan rakyat di Desa Rambung Baru Kecamatan Sibolangit.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan Rakyat

Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas lahan yang dibebani hak milik, jadi hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat (Undang-Undang pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999). Hutan dengan segala komponen yang berada di dalamnya merupakan sumber daya alam yang perlu dilestarikan karena memiliki peranan dan manfaat yang sangat besar. Sanjaya dkk, (2017) menyatakan bahwa pemanfaatan hutan yang tidak disertai dengan upaya pelestarian akan menimbulkan gangguan terhadap hutan seperti menurunnya produktivitas sumber daya alam hutan. Saat ini, hutan tanaman hanya menghasilkan kayu, sedangkan hutan rakyat menghasilkan beragam produk.

Hutan rakyat merupakan tanaman yang tumbuh pada lahan milik masyarakat, baik itu lahan pekarangan (di sekitar rumah), lahan tegalan (agak jauh dari rumah, biasanya untuk tanaman palawija), dan lahan hutan atau kebun campuran (Syaiful dkk, 2015). Hutan rakyat salah satu model pengelolaan sumber daya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat, hutan rakyat ini di bangun secara swadaya oleh masyarakat, ditunjukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas lainnya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan masyarakat dan bertujuan untuk produktivitas lahan kritis memperbaiki tata air dan lingkungan juga membantu masyarakat dalam penyedia kayu bangunan bahan prabotan rumah tangga dan bahan kayu bakar (Silviadale, 2012).

Kelebihan dari sistem hutan rakyat adalah keanekaragaman hayati di dalam ekosistem ini tinggi daripada ekosistem hutan tanaman. Jenis yang ditanam terutama yang mempunyai nilai ekonomi untuk daerah setempat. Belum ada keberanian untuk menanam jenis introduksi, karena ada kekhawatiran terhadap ketidakpastian pasar (uncertainly) (Ethika dkk, 2014).

Pengembangan Hutan Rakyat

Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu,

(18)

mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumber daya potensial saja, melainkan memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka. Menurut Dako (2019) perkembangan hutan rakyat di Indonesia, juga didorong oleh keadaan kondisi hutan negara yang dikelola oleh pemerintah mengalami kerusakan, kerusakan hutan tersebut juga disebabkan oleh kesalahan pengelolaan yang kurang memperhatikan aspek sosial, sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat. Kelembagaan hutan dalam pengelolaan hutan dibutuhkan untuk mewadahi terselenggaranya pengelolaan hutan rakyat sehingga dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan hutan. Menurut Fahmi dkk, (2013) pengembangan hutan rakyat oleh pemerintah menjadi alternatif dalam program konservasi dan pemenuhan kebutuhan permintaan kayu, baik kayu untuk bahan baku pertukangan, kayu industri dan kayu bakar

Berkembangnya hutan rakyat tidak hanya berkaitan dengan produksi kayu semata namun juga berhubungan dengan sistem penghidupan masyarakat, khususnya di pedesaan. Menurut Suryaningsih dkk, (2012) pengembangan hutan rakyat telah lama dilakukan oleh masyarakat meski belum ada kebijakan yang mengaturnya dengan demikian masyarakat dapat memperoleh keuntungan ganda dari hasil kayu dan tanaman pangan tersebut pola percampuran berbagai jenis tanaman dalam satu lahan (mix plantation) memiliki nilai lebih bagi petani.

Pengembangan hutan rakyat menjadi semakin strategis untuk dapat berkontribusi terhadap berbagai permasalahan yang sedang terjadi saat ini diantaranya krisis pangan, krisis energi, pemanasan global, kemiskinan, degradasi hutan dan lahan dikarenakan nilai manfaat hutan rakyat yang potensial memberikan manfaat baik sosial, ekonomi dan lingkungan keberadaan lahan kritis di hutan rakyat dapat dikelola untuk menghasilkan kayu, bahan pangan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan disisi lain positif dalam usaha konservasi tanah dan air serta penyerapan karbon (Handayani dan Sudomo 2013).

Pengelolaan Hutan rakyat

Pengelolaan hutan rakyat merupakan cara masyarakat setempat dalam melaksanakan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan rakyat. Pemilik hutan rakyat umumnya masih mengusahakan hutan rakyat sebagai kegiatan sambilan

(19)

dimana masih sebatas penanaman saja tanpa ada biaya pemeliharan yang dilakukan oleh pemilik lahan (Taher, 2017).

Pada dasarnya para petani hutan rakyat masih tergabung dalam kelompok tani yang sederhana, dimana seluruh kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan seperti penebangan, produksi, pemasaran, penanaman dan lain- lain diatur oleh keluarga masing-masing kelompok tani. Djelau dkk, (2014) menyatakan bahwa pada umumnya sistem pengelolaan hutan rakyat menganut sistem pengelolaan mandiri artinya, segala aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan berasal dari pemilik lahan atau keluarga yang mengusahakan hutan rakyat tersebut, pola pengelolaan tersebut tidak mengelompok tetapi tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha taninya.

Pengelompokan hutan rakyat terbagi berdasarkan pengelompokan pola tanamnya, hutan rakyat dibagi dalam 3 Kelompok, yaitu hutan rakyat murni ditanami satu jenis tanaman kayu-kayuan, hutan rakyat campuran ditanami lebih dari satu jenis tanaman keras dan hutan rakyat agroforestri ditanami kombinasi antara tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian, berdasarkan kebijakan HHBK maka hutan rakyat juga dapat dibedakan berdasarkan produk utama yang dihasilkan, menjadi 3 kelompok yaitu hutan rakyat monokultur yang dikelola untuk kayu, hutan rakyat monokultur yang dikelola untuk HHBK dan hutan rakyat agroforestri yang dikelola untuk kayu dan HHBK, masing-masing usaha pengeloaan hutan rakyat tersebut mempunyai karakteristik (jangka waktu usaha, pengelolaan, kompleksitas pengelolaan, penggunaan input produksi dan penutupan tajuk) dan menghasilkan manfaat (lingkungan, sosial dan ekonomi) tertentu, yang berbeda satu dengan lainnya (Puspitojati dkk, 2014)

Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan. Pola tanam monokultur mempunyai kelemahan yaitu keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit tanaman) namun menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan

(20)

perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam (Warsiyah dan Basuki, 2013)

Perpaduan antara jenis tanaman pepohonan dengan tanaman semusim tertentu pada hutan rakyat akan membentuk pola tanam yang khas. Pola tanam hutan rakyat akan membentuk tajuk yang berlapis-lapis dengan tingkat keragaman yang tinggi. Achmad dan Purwanto (2014) menyatakan bahwa pola tanam pada hutan rakyat dipengaruhi oleh jenis tanaman yang dikembangkan, budaya setempat dan ekonomi petani. Jika jenis yang dikembangkan hanya satu macam dinamakan monokultur, sedangkan jika jenis yang dikembangkan beragam, maka pola tanamnya dinamakan agroforestri.

Pola agroforestri adalah campuran komposisi tanaman jangka pendek berupa tanaman semusim, jangka menengah berupa tanaman sela, dan jangka panjang berupa tanaman kehutanan dengan menerapkan pola tersebut, pendapatan masyarakat dapat meningkat melalui perolehan hasil dari tanaman, pola agroforestri yang mengkombinasikan produksi tanaman pertanian dan tanaman hutan dan/atau hewan, secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama dapat meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan (Rizal dkk, 2012).

Agroforestri adalah salah satu upaya konservasi dalam bentuk sistem pertanaman yang merupakan kegiatan kehutanan, pertanian, perikanan, dan peternakan ke arah usaha tani terpadu sehingga tercapai optimalisasi penggunaan lahan.

Bermacam jenis tanaman pada hutan rakyat berkaitan erat dengan variasi kebutuhan yang beragam kualitas. Jariyah dan Wahyuningrum (2008) menyatakan bahwa pola percampuran berbagai jenis tanaman dalam satu lahan (mixed plantation) memiliki nilai lebih bagi petani jika salah satu produk harganya jatuh, diharapkan akan tertutupi oleh produk lain yang stabil atau bahkan meningkat harganya. Aneka jenis tanaman dengan musim panen yang berbeda-beda juga mencerminkan prinsip kelestarian hasil. Kebun campuran dinilai lebih memenuhi asas kelestarian dan asas kelayakan usaha dibandingkan hutan rakyat dengan pola murni, karena kebun campuran menghasilkan produksi kayu yang cukup tinggi dan mampu meningkatkan panda-patan petani pemiliknya. Hasil penelitian Aminah dkk, (2013) diperoleh hasil sistem pengelolaan yang dilakukan,

(21)

pendapatan dari agroforestri memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan dengan pola campuran maupun murni.

Potensi Hutan Rakyat

Hutan rakyat memiliki potensi sebagai penghasil pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai langkah awal diperlukan rencana prioritas pengembangan kawasan-kawasan yang memiliki keunggulan kompratif dalam hal potensi hutan rakyat karena memiliki peran yang cukup penting bagi perkembangan perekonomian daerah. Potensi hutan berupa keanekaragaman hayati perlu dikaji guna mendapatkan informasi jenis vegetasi yang mendominasi di kawasan hutan. Berdasarkan hasil penelitian Setiawan dkk, (2014) hasil analisis ditetapkan tanaman yang potensial untuk dikembangkan adalah jenis sengon, mahoni, dan jati yang diharapkan akan memberikan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial bagi masyarakat.

Manfaat Hutan Rakyat

Hutan rakyat dalam perkembangannya, telah banyak memberikan manfaat yang positif baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat positif bagi pemiliknya yaitu dapat memberikan hasil hutan yang diperoleh secara langsung, baik berupa sumber kayu perkakas, kayu bakar, pangan, pakan ternak. Manfaat positif hutan rakyat secara tidak langsung yaitu terpeliharanya fungsi hidrologi, klimatologis, estetika dan lainnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat (Dako, 2019)

Secara ekonomi, hutan rakyat memiliki peran sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat dari hasil kayu dan non kayu. Secara sosial-budaya, hutan rakyat berfungsi memperluas kesempatan kerja, yang sejalan dengan budaya masyarakat desa yaitu budaya bercocok tanam (bertani) (Widayanti, 2013). Pratama, dkk (2015) menyatakan bahwa hutan rakyat dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam pengelolaan hutan rakyat seperti peningkatan pendapatan, pemenuhan kebutuhan kayu dan pangan, serta peningkatan produktivitas lahan milik rakyat dan juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar hutan sebagai penyedia oksigen, penyerap karbon dioksida, pencegah erosi, pencegah banjir, penjerap air, dan banyak hal lainnya.

(22)

Hutan rakyat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologi. Manfaat ekonomi berupa peningkatan pendapatan masyarakat terutama petani hutan rakyat, sementara untuk manfaat sosial dan ekologi berupa lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan perbaikan kondisi lingkungan dengan menciptakan iklim mikro yang baik (Butar, dkk, 2019).

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengembangan Hutan Rakyat

Berbagai faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat, seperti faktor ekologi, ekonomi dan budaya, hutan rakyat umumnya dibudidayakan di areal- areal lahan kering daerah atas. Achmad dkk, (2015) menyatakan bahwa kegiatan pembangunan hutan rakyat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh petani sebagai pemilik dan pengelolanya. Faktor internal adalah faktor yang melekat atau dimiliki oleh petani dan keluarganya diantarnya: tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jenis pekerjaan dan kepemilikan lahan sedangkan faktor eksternal terdiri dari berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, sarana dan prasarana pendukung pembangunan hutan rakyat

Faktor eksternal memberikan pengaruh terhadap preferensi masyarakat mengembangkan hutan rakyat. Dalam penelitian Amin dkk, (2017) menyatakan bahwa peran Dinas Kehutanan dalam pengembangan hutan rakyat di Desa Lekopancing yaitu dengan memfasilitasi masyarakat melalui petugas teknis di lapangan yangmengajarkan para petani bagaimana membibit dan merawat tanamannya, memberi peluang usaha kepada para petani di sektor kehutanan pada kegiatan temu usaha HR (Hutan Rakyat), mempertemukan pengusaha-pengusaha meubel dengan para petani, serta merincikan keuntungan dari penanaman pohon penghasil kayu yang semakin memberi dorongan kepada masyarakat dalam meningkatkan penanaman pohon pada lahan miliknya.

Menurut hasil hasil wawancara dan diskusi dari penelitian Rizal dkk, (2012) dengan para pihak, disepakati adanya beberapa faktor dalam program optimalisasi pemanfaaan lahan hutan rakyat yakni pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dengan cakupan yang luas meliputi regulasi, program instansi, kapasitas pelaku, status dan daya dukung lahan, akses pasar, pola tanam, kelembagaan, permintaan dan persediaan komoditas, ketahanan pangan, potensi

(23)

konflik, dan sebagainya. Selanjutnya, secara partisipatif faktor-faktor tersebut dikelompokkan dalam faktor pendorong dan faktor penghambat.

Analisis Vegetasi

Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat dimana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik diantara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut (Cahyanto dkk, 2014). Analisis vegetasi hutan merupakan studi yang bertujuan untuk mengetahui struktur dan komposisi hutan tersebut. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk menghitung indeks nilai penting (INP) dari suatu jenis yang ada di hutan tersebut dimana INP mencerminkan kedudukan ekologi suatu jenis dalam komunitasnya.

Analisis vegetasi terhadap hutan perlu dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman hayati yang terdapat di hutan tersebut sehingga mempermudah didalam melakukan pemeliharaan dan pemberdayaan hutan. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data jenis tumbuhan, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut

Skala Likert

Penelitian-penelitian tentang perilaku personal yang mengukur sifat-sifat individu selalu menggunakan alat ukur yang dirancang sendiri oleh peneliti. Alat ukur yang digunakan adalah butir-butir pertanyaan yang dianggap sebagai indikator dari perilaku tertentu misalnya pengetahuan atau sikap yang kemudian diberikan kepada responden. Penggunaan butir-butir pertanyaan mengikuti pedoman skala pengukuran yang digunakan

Skala yang paling mudah digunakan adalah skala likert yang merupakan suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei (Syofian dkk, 2015). Skala likert menggunakan beberapa butir pertanyaan untuk mengukur perilaku individu dengan merespon 5 titik pilihan pada setiap butir pertanyaan, sangat setuju, setuju, normal, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Desmiwati (2016) menyatakan bahwa metode yang digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat adalah metode skala likert. Metode skala likert, yaitu metode untuk mengukur luas atau dalamnya persepsi atau pendapat dari responden

(24)

Kondisi Umum Lokasi Keadaan Fisik Lingkungan

Kecamatan Sibolangit berasal dari bahasa karo, yaitu si bau langit.

Sibaulangit artinya yang berbau langit, dikatakan Sibaulangit karena Sibolangit adalah suatu daerah yang terletak didataran tinggi dan berada di sekitar kaki Gunung Sibayak sehingga pada zaman dahulu dari Sibolangit telah tercium belerang dari gunung Sibayak dan orang yang melintas di Sibolangit menganggap itu adalah bau/aroma langit, maka dinamakanlah desa ini “SIBOLANGIT”.

Desa Rambung Baru adalah salah satu desa yang berada di kecamatan sibolangit. Desa Rambung Baru sendiri berasal dari Bahasa “Rambung” yang artinya pohon karet dahulu desa ini menanam rambung lebih dominan sehingga di katakan Desa Rambung Baru,

Secara Geografis Desa Rambung Baru langsung berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kecamatan Pancur Batu

Sebelah Timur : Kecamatan Biru-Biru Sebelah Selatan : Kabupaten Karo

Sebelah Barat : Kecamatan Kutalimbaru

Wilayah desa ini bertoprografi berbukit-bukit, dimana lahan yang ada dimanfaatkan sebagai pemukiman masyarakat dan juga lahan pertanian. Iklim Sibolangit sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan. Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di desa ini.

Luas Wilayah

Data kepala desa Rambung Baru desa ini awalnya mempunyai luas 475 Ha sebelum beberapa warga yang menjualkan lahannya dengan PT. Ira, PT. Graha Nusantara, PT. Nirwana. Desa ini terbagi menjadi 4 dusun yaitu; dusun 1, dusun 2, dusun 3 dan dusun 4.

Sarana dan Prasarana

Transportasi di Desa Rambung Baru lancar dan baik. Penduduk menggunakan jalan aspal sebagai jalan menuju desa untuk jalan menuju lahan penduduk sudah sangat baik sudah menggunakan batako sampai ke daerah lahan

(25)

yang paling dalam, karena dari kepala desa sendiri sedang melaksanakan progaram pemberdayaan pertanian dan pendidikan.

Hutan Rakyat di Desa Rambung Baru

Desa Rambung Baru merupakan salah satu desa didalam Kecamatan Sibolangit yang berada di sekitar kawasan hutan. Masyarakat Desa ketergantungan akan hutan yang berada disekitarnya. Hutan yang dimiliki masyarakat di Desa Rambung Baru ditanami jenis HHBK yang langsung dijual di jalan dan juga di pasar Berastagih. Informasi yang didapat dari kepala desa setempat dulu pemerintah pernah memberikan banyak bibit jenis mahoni (Swetenia mahagoni) lalu kemudian di tanam oleh masyarakat hingga kemudian dapat dipanen, namun pada saat pemasarannnya kayu tersebut sulit untuk dijual karena tidak ada legalitas sehingga hanya bisa dijual dengan harga rendah dan masyarakat sekarang memilih untuk menanam HHBK dilahan mereka.

Berdasarkan data DHKP (Daftar Himpunan Ketetapan Pajak) 2019 desa Rambung Baru jumlah penduduk yang mempunyai lahan hutan rakyat sebesar 382 petani. Hutan rakyat Desa Rambung Baru merupakan hutan yang menjadi tanah warisan dari leluhur mereka. Hutan yang dimiliki masyarakat di Desa Rambung Baru termasuk hutan rakyat karena hutan berada diatas tanah hak milik masyarakat setempat, hutan tersebut dijaga dan dipelihara untuk kelangsungan kehidupannya sebagai tempat mencari nafkah dan kebutuhan mereka sehari – hari.

(26)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juli sampai Agustus 2019 lokasi penelitian dilakukan di Desa Rumbang Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

Alat dan Objek Penelitian

Objek penelitian yang diperlukan dalam penelitian ini adalah dokumen yang berkaitan dengan lokasi penelitian, kuisioner untuk pengambilan primer, tali plastic, tally sheet. Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah kamera digital untuk kegiatan dokumentasi, alat tulis menulis (pensil dan buku), roll meter digunakan untuk mengukur plot pengamatan, pita meter digunakan untuk mengukur diameter pohon, alat perekam suara (Recorder), komputer/laptop.

Prosedur Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner yang telah disusun), sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka/literatur yaitu dengan cara membaca dan mengutip teori-teori yang relevan dari berbagai sumber.

Metode Pengumpulan Responden

Responden yang dipilih adalah responden yang bertempat tinggal dan memiliki lahan di desa Rambung Baru. Pengumpulan responden dilakukan dengan secara purposive sampling dengan ketentuan responden yang diambil adalah responden yang mengelola hutan rakyat di desa tersebut. Jumlah kelompok tani di Desa Rambung Baru ada 382 anggota sehingga Jumlah sampel yang diambil mengikuti rumus atau formula Slovin (Wahyuningsih, 2017).

n N

N Keterangan

n = Jumlah sampel yang dicari

(27)

N = Jumlah populasi

e = Standar error sebesar 15%

Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah responden pada penelitian ini adalah 40 orang dengan metode purposive sampling kepada penduduk yang memiliki lahan hutan rakyat.

Kepemilikan lahan dibagi menjadi 3 strata berdasarkan luas lahan kepemilikan hutan rakyat dengan menggunakan rumus Sari dkk, (2016) menyatakan untuk menentukan interval strata menggunakan rumus :

I= Luas lahan terluas- luas lahan tersempit Jumlah strata

Berdasarkan rumus di atas diperoleh nilai interval strata yaitu 0,51 ha untuk setiap tingkatan strata dengan lahan terluas yaitu 1,8 ha dan tersempit yaitu 0,26. Sehingga didapat tingkatan luas berdasarkan strata yaitu pada stratum 1diperoleh interval luas lahan 0,26 ha - 0,78 ha, stratum 2 interval 0,79ha - 1,30 ha dan stratum 3 interval luas 1,31 ha- 1,8 ha (Lampiran 5). Kemudian dilakukan pengelompokan pola tanam hutan rakyat berdasarkan strata luas lahan untuk mengetahui pola tanam yang digunakan untuk masing-masing luas lahan.

Analisis Data Sistem Pengelolaan Hutan

Data informasi yang diperoleh dari kuisioner dengan sistem tabulasi guna mengetahui tingkat pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan kelompok pemilik hutan rakyat dari setiap aspek persiapan lahan, pemilihan jenis, penanaman, pemeliharaan, pemanenan. Kuisioner yang digunakan yaitu kuisioner tertutup yang telah diberikan ke responden.

Pengumpulan data yang telah di terima dari reponden diolah menggunakan skala likert dapat di lihat pada tabel berikut

Tabel 1. Tabel Analisis Skala Likert

No Kegiatan Skor Kategori

1 2 3

Menurut Yitnosumarto (2006) dalam Sanjaya (2016), untuk mengetahui bobot nilai pada masing-masing pertanyaan menggunakan rumus sebagai berikut:

I = NT- NR K

(28)

Keterangan : I = Interval

NT = Total nilai tertinggi NR = Total nilai terendah

K = Kategori kelas (Baik, Sedang, Buruk)

Perhitungan interval (Lampiran 6) didapat interval nilai untuk mengetahui bobot nilai dari pertanyaan yaitu sebesar 53. Kemudian interval ini digunakan untuk menentukan tabel kriteria penafsiran sebagai berikut.

Tabel 2. Tabel Kriteria Penafsiran

No. Skala Kategori

1 148-200 Baik

2 94-147 Sedang

3 40-93 Buruk

Hasil kuisioner yang diperoleh diolah dan disusun berdasarkan kriteria penafsiran (Tabel 2) kemudian disusun secara deskriptif sesuai dengan pernyataan yang ada dalam kuisioner sehingga dapat menggambarkan pengelolaan di hutan rakyat tersebut.

Analisis Vegetasi Potensi Hutan

Data potensi hutan rakyat dikelompokan berdasarkan jenis pohon, analisis data digunakan untuk mengetahui potensi vegetasi yang ada di kawasan hutan rakyat dilakukan perhitungan berupa indeks nilai penting (INP). Setelah memperoleh sampel responden, maka selanjutnya adalah menentukan sampel vegetasi guna menaksir potensi hutan rakyat dengan melakukan pengamatan terhadap komposisi jenis tanaman dengan metode analisis vegetasi. Menurut Oktaviyani dkk, (2017) mengatakan bahwa analisis vegetasi dengan membuat satu plot persegi pada setiap lahan pemilik hutan rakyat yang menjadi responden.

Metode ini dipilih karena lahan petani hutan rakyat tidak tergabung dalam satu hamparan, melainkan terpencar dengan luasan kecil terpetak-petak.

Pembagian tingkat pertumbuhan menurut Almarief (2018) ini berdasarkan diameter dan tinggi menjadi tingkatan berikut:

a. Semai (seedling) adalah permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m) b. Pancang (sapling) adalah permudaan dengan tinggi > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter <10 cm)

c. Tiang (poles) adalah pohon muda berdiameter 10 s.d. 20 cm d. Pohon (tree) (diameter > 20 cm)

(29)

Gambar 1. Desain Petak Pengamatan Dalam Unit Sampling Keterangan : ... = Batasan Jalur Pengamatan

= Arah Rintisan

= Jarak Antar Jalur (50 m) = Jarak Antar Petak (20 m)

Gambar 2. Desain Petak dan Sub Petak Pengamatan Dalam Setiap Jalur Pengamatan Keterangan :

A : plot pengamatan tingkat pohon (20 m x 20 m) B : plot pengamatan tingkat tiang (10 m x 10 m) C : plot pengamatan tingkat pancang (5 m x 5 m) D : plot pengamatan tingkat semai (2 m x 2 m) ,2,3,4,…. 5 : no petak pengamatan

Perhitungan untuk mengetahui kondisi permudaan dijelaskan dengan menggunakan perhitungan terhadap kerapatan, frekuensi, dominasi serta indeks

(30)

nilai penting suatu jenis, dengan menggunakan rumus Soerianegara dan Indrawan, (1988) dalam Haryanto, dkk (2015) :

a. Kerapatan Suatu Jenis K = ∑ individu suatu jenis

luas petak contoh KR= K suatu jenis x 100%

K seluruh jenis

b. Frekuensi Suatu Jenis Frekuensi F = Σ plot ditemukan suatu jenis

Σ seluruh plot FR= F suatu jenis x 100%

F seluruh jenis

c. Dominasi Suatu Jenis Dominasi D = luas bidang dasar suatu jenis

luas petak contoh

DR = D suatu jenis x 100%

D seluruh jenis d. Indek Nilai Penting (INP)

INP = KR + FR + DR (untuk tiang dan pohon) INP = KR + FR (untuk semai dan pancang)

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Petani Hutan Rakyat

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada petani responden di Desa Rambung Baru diperoleh data mengenai karakteristik responden salah satunya yaitu, data sebaran umur.

Gambar 3. Sebaran Umur Responden

Berdasarkan sebaran umur responden Gambar 3 (Lampiran 2) didapat hasil bahwa sebagaian besar responden berumur diatas 30 tahun, dengan jumlah responden terbesar pada rentang umur 41–50 tahun yaitu 53% dan terendah yaitu 2% dengan rentang umur 20-30. Rendahnya persentase pada sebaran umur 20-30 dikarenakan banyak yang memilih untuk bekerja di luar daerah Desa Rambung Baru dan tidak bekerja menjadi petani dan tertarik ke bidang pekerjaan lainnya seperti kerja di mall, salon dan lainnya. Menurut Sanudin dan Priambodo (2013) masyarakat yang berusia muda lebih banyak yang tertarik bekerja di sektor lain bukan di sektor hutan rakyat.

Responden (petani) yang dikumpulkan sebanyak 40 orang memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda yaitu berpendidikan Sekolah Dasar (SD) sebesar 12.5%, tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 17.5%, tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 62.5% dan yang berpendidikan sarajana (S1) sebesar 7.5% (Lampiran 2). Perbedaan tingkat pendidikan tersebut dikarenakan kurangnya dana untuk membayar uang sekolah, serta jauhnya lokasi sekolah di daerah tersebut sehingga sulit untuk mendapatkan pendidikan tinggi.

Perbedaan tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan responden terhadap pengelolaan hutan rakyat. Menurut Pratama dkk, (2015) tingkat

0 20 40 60

Persentase

Umur (Th)

20-30 31-40 41-50

>50

(32)

pendidikan akan mempengaruhi proses penyerapan informasi, penerapan pengetahuan, sikap dan prilaku responden dalam mengelola hutan rakyat.

Gambar 4. Persentase Jenis Kelamin Responden

Gambar 4 menunjukan persentase jenis kelamin dari responden dimana 78% dikuasai oleh petani berjenis kelamin laki-laki sedangkan untuk jenis kelamin wanita 22% (Lampiran 2). Petani perempuan yang ikut serta dalam pengelolaan hutan rakyat dikarenakan suami sudah meninggal dan tidak ada lagi tenaga kerja yang dapat mengurus usaha hutan rakyat yang dimilikinya. Menurut responden sebaiknya petani laki-laki yang mengelola hutan rakyat karena memiliki tenaga yang lebih kuat serta lebih banyak mempunyai waktu luang. Ini sesuai dengan hasil penelitian Suwardi (2010) yang menyatakan bahwa secara keseluruhan petani laki-laki lebih banyak mencurahkan waktu kerjanya pada kegiatan pengelolaan hutan rakyat yaitu sebesar 56,63%. Sedangkan perempuan hanya 35,7% dan waktu lain untuk kegiatan domestik.

Gambar 5. Pekerjaan Utama Responden

Responden Desa Rambung Baru status kepemilikan lahan 100%

merupakan milik pribadi yang dikelola secara pribadi (Lampiran 3). Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa persentase paling besar yaitu 85% dimana banyak

0 20 40 60 80 100

Perempuan Laki-laki

Persentase

Jenis Kelamin

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Persentase

Pekerjaan Utama

Petani supir truk kepala desa PNS

Kepala dusun

(33)

responden yang menjadikan petani sebagai pekerjaan utama yang mereka lakukan dikarenakan tidak ada lagi perkerjaan yang dapat mereka lakukan. Selain itu pekerjaan menjadi petani merupakan pekerjaan turun menurun dan sudah menjadi keahlian mereka. Menjadikan petani sebagai pekerjaan utama dapat meningkatkan pendapatan petani, dikarenakan banyaknya waktu yang tersedia untuk mengelola dengan baik lahan hutan rakyat. Hal ini sesuai dengan pendapat Fauziah dkk, (2014) curahan waktu kerja yang besar akan menghasilkan pendapatan dari hasil hutan rakyat yang paling tinggi. Sedangkan untuk pekerjaan sampingan paling kecil adalah kepala desa dan kepala dusun yaitu 2% (Lampiran 2).

Gambar 6. Pekerjaan Sampingan Responden

Gambar 6 dapat dilihat bahwa 77% petani tidak memiliki pekerjaan sampingan dikarenakan ingin fokus dalam mengelola hutan raky at yang mereka miliki. Namun terdapat 13% responden yang mengatakan bahwa petani menjadi pekerjaan sampingannya dikarenakan tidak menghasilkan pendapatan yang tetap serta pendapatan utama tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan pendapat Sabilla (2016) menyatakan bahwa jumlah pendapatan atau kontribusi yang tinggi tidak dapat diterima secara kontinu, menunjukkan hutan rakyat atau hutan milik belum menjadi tumpuan penghidupan rumah tangga petani.

0 20 40 60 80 100

Persentase

Pekerjaan Sampingan Petani Pedagang tidak ada

(34)

Gambar 7. Pendapatan Petani Desa Rambung Baru per bulan

Perbedaan harga jual ini dapat mempengaruhi penghasilan petani, dari Gambar 7 (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa 26 petani menyatakan pendapatan Rp.1.000.000-2.000.000/bulan dari hasil buah maupun getah karet. Perbedaan pendapatan ini dipengaruhi oleh baik ataupun buruknya sistem pengelolaan hutan rakyat tersebut dan luas dari lahan petani. Hal ini sesuai dengan pendapat Firani (2011) menyatakan faktor-faktor yang menetukan besarnya pendapatan petani tidak hanya berdasarkan besarnya luas hutan rakyat yang mereka miliki, tetapi ada faktor-faktor lain seperti pemilihan jenis tanaman, jumlah tanaman, serta sistem pengelolaan yang diterapkan pada hutan rakyat tersebut

Penerapan Teknik dan Sistem Silvikultur

Hasil wawancara petani hutan rakyat menunjukkan bahwa terdapat beberapa teknik silvikultur yaitu, penanaman terdiri dari persiapan lahan dan pengaturan jarak tanam. selanjutnya pemeliharaan terdiri dari penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan, pemangkasan, penjarangan. Kemudian kegiatan pemanenan terdiri dari perisapan pemanenan serta evaluasi dan monitoring.

Tabel 3. Hasil Skala Likert Silvikultur

No Kegiatan Skor Kategori

1. Teknik Silvikutur 157 Baik

2. Sistem Silvikultur 129 Sedang

Tabel 3 hasil pengolahan skala likert yang dilakukan oleh petani teknik silvikultur tergolong baik dengan skor 157 dimana di kategori ini dapat mempengaruhi hasil produksi petani, semakin baik pemahaman tentang teknik maupun sistem silvikultur maka akan meningkat hasil produksi petani. Ini sesuai

0 10 20 30 40 50 60 70

Persentase

Pendapatan per Bulan (Rp) 1.000.000- 2.000.000 2.100.000- 3.000.000 3.100.000- 4.000.000

>4.000.000

(35)

dengan pendapat Mile (2007) menyatakan bahwa rendahnya tingkat pengetahuan petani dan kurangnya modal yang dimiliki sehingga produksi yang dihasilkan pada umumnya kualitas relatif rendah dan tidak dapat bersaing khususnya di pasar global.

Sistem silvikultur Desa Rambung Baru tergolong sedang dengan skor 129 pada Tabel 3 berdasarkan hasil rekapitulasi wawancara (Lampiran 7). Hal ini menunjukan bahwa petani mengerti tentang penggunaan sistem silvikultur namun masih perlu pengetahuan lebih tentang sistem silvikultur. Sistem yang sering digunakan pada hutan rakyat di desa ini adalah pola tebang habis dimana semua pohon dalam satu area tertentu ditebang seluruhnya karena banyaknya jenis yang ditanam seumur. Pola tebang pilih juga menjadi salah satu pilihan sistem silvikultur yang digunakan di desa ini dimana pohon yang ditebang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan pada hutan campuran. Hasil penelitian Sanudin dan Priambodo (2013) Desa Suka Maju juga menggunakan sistem tebang pilih atau tebang butuh, yaitu kegiatan penebangan yang diakibatkan oleh kepentingan ekonomi yang mendesak (kebutuhan anak sekolah, hajatan/pesta, membangun rumah dan sebagainya lain-lain).

Penanaman

a. Pengadaan Bibit

Penanaman yang dilakukan di lokasi penelitian cenderung hanya menggunakan jenis yang sama karena dipengaruhi oleh musim dari serta belum ada keberanian dari masyarakat untuk menanam untuk di hasilkan kayunya karena ketidakpastian harga pasar dan lama panen. Hal ini sesuai dengan pendapat Ethika dkk, (2014) menyatakan bahwa jenis yang ditanam terutama yang mempunyai nilai ekonomi untuk daerah setempat belum ada keberanian untuk menanam jenis introduksi, karena ada kekhawatiran terhadap ketidakpastian pasar (uncertainly).

Menurut Pratama dkk, (2015) kegiatan penanaman ini terdiri dari kegiatan penyediaan bibit, persiapan lahan, dan penanaman. Dalam kegiatan penyediaan bibit 100% petani mendapatkan bibit dengan cara membeli dengan jenis tanaman yang ditanam yaitu MPTS duku (Lansium domesticum), coklat (Theobroma cacao), Jeruk nipis (Citrus × aurantiifolia) dan lainnya.

(36)

Bibit yang diperoleh adalah bibit yang belum tersertifikasi dimana bibit yang ditanam dibeli dari petani desa yang melakukan pengadaan bibit di lahan mereka. Bibit tersebut merupakan bibit generatif yang didapatkan masyarakat dari jenis-jenis yang tumbuh alami diladang mereka lalu kemudian dijual ke petani lainnya. Sehingga bibit yang di dapat tidak sama kualitasnya dan terdapat bibit yang mati karena tidak mampu beradaptasi. Menurut Pasaribu dkk, (2016) bibit generatif adalah bibit dengan teknik perbanyakan tanaman dengan biji.

Penanaman menggunakan bibit yang ditanam telah berumur 3-5 bulan, berbatang lurus, telah berkayu dan tinggi 25-35 cm dengan terlebih dahulu membuat lubang tanam yang lebih besar dari bibit karena menurut petani agar bibit tidak mati karena patah akar. Puspitojati dkk, (2014) menyatakan bahwa lubang tanam berfungsi memberi tempat tumbuh bagi akar tanaman muda untuk berkembang, semakin besar lubang tanam semakin banyak tanah gembur dan semakin mudah akar tanaman muda berkembang, namun semakin besar biayanya.

Tabel 4. Hasil Skala Likert Teknik penanaman

No Kegiatan Skor Kategori

1. Persiapan lahan 185 Baik

2. Pengaturan jarak tanam 165 Baik

Hasil skala likert teknik penanaman (Tabel 4) berdasarkan pengolahan Lampiran 7 didapat bahwa persiapan lahan dan pengaturan jarak tanam hutan rakyat di Desa Rambung Baru tergolong baik dengan skor 185 dan 165. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik hutan rakyat telah memahami dan melaksanakan penanaman dengan baik.

b. Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan sudah dilakukan lama sehingga pada saat melaksanakan penelitian di lapangan peneliti tidak melihat langsung proses persiapan lahan. Menurut Badan Litbang Kehutanan (2007) menyatakan penyiapan lahan untuk penanaman tanaman kehutanan, pertanian atau perkebunan pada dasarnya adalah kegiatan pembersihan lapangan dan pengendalian kesuburan tanah agar tercipta kondisi lahan yang optimal untuk keperluan penanaman. Masyarakat setempat melakukan persiapan lahan dengan cara membersihkan lahan dengan cara mekanik dan kimiawi membersikan alang- alang, gulma dan semak belukar biasanya dilakukan satu bulan sebelum tanam.

(37)

c. Jarak Tanam

Pemilik hutan rakyat juga memperhatikan jarak tanam dalam pengelolaan lahannya. Penanaman dilakukan mengikuti lereng, hal ini dilakukan agar tanaman dapat menahan erosi dan banjir. Jarak tanam yang digunakan pemilik hutan rakyat berbeda-beda biasanya 4x5 meter, 6x4 meter, 8x8 meter (biasanya untuk karet).

Gambar 8. Pengaturan Jarak Tanam

Gambar 8 merupakan gambar yang tampak pengaturan jarak tanam yang baik dengan jarak yaitu 4x5 meter di lahan agroforestri dan jenis yang belum lama ditanami. Menurut Sanudin dan Priambodo (2013) semakin luas lahan suatu areal maka semakin banyak penanaman yang dilakukan, semakin besar jarak tanam, maka jumlah pohon dalam suatu areal akan semakin sedikit. Responden melakuakan rotasi tanaman dilahan mereka sesuai dengan kebutuhan mereka, hal ini dilakukan responden untuk menjaga tanah agar tetap baik. Menurut Pratama dkk, (2015) tujuan dilakukannya rotasi tanaman adalah untuk memperbaiki struktur tanah serta menghambat penyebaran hama dan penyakit.

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dapat membantu pengelolaan hutan rakyat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pemeliharaan yang dilakukan petani sederhana dan tidak memerlukan tenaga kerja lebih banyak namun hasil didapatkan beragam dikarenakan adanya perbedaan jenis yang ditanam. Katergori teknik pemeliharaan berdasarkan hasil kuisoner dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

(38)

Tabel 5. Hasil Skala Likert Teknik Pemeliharaan

No Kegiatan Skor Kategori

1. Penyulaman 141 Sedang

2. Penyiangan 186 Baik

3. Pendangiran 162 Baik

4. Pemupukan 183 Baik

5. Pemangkasan 99 Buruk

6. Penjarangan 86 Buruk

a. Penyulaman

Penyulaman adalah kegiatan penanaman kembali bagian-bagian yang kosong bekas tanaman mati/akan mati dan rusak sehingga jumlah tanaman normal dalam satu kesatuan luas tertentu sesuai dengan jarak tanamnya (Oktaviani dkk, 2017).

Penyulaman di Desa Rambung Baru berdasarkan data wawancara (Lampiran 7) hasil skala likert Tabel 5 tergolong sedang dengan skor 141, dikarenakan petani di desa ini hanya sebagian yang melaksanakan penyulaman dikarenakan bibit yang diperoleh petani adalah bibit beli, jumlah bibit yang dibeli tidak banyak sehingga petani jarang melakukan penyulaman dikarenakan kurangnya stok bibit.

Gambar 9. Bibit Penyulaman Asam Gelugur

Penyulaman dilakukan petani dengan bibit yang hampir sama umur bibit dengan yang ditanam sebelumnya. Gambar 9 menunjukkan bibit asam gelugur (Garcinia atroviridis) baru yang menggantikan tanaman sebelumnya yang mati karena tidak mampu beradaptasi sehingga tidak dapat hidup di lahan tersebut.

b. Penyiangan

Kegiatan penyiangan ini hal yang penting bagi petani dapat dilihat dari hasil wawancara hasil skala likert Tabel 5 penyiangan yang tergolong baik (Lampiran 7) dengan skor 186 hal ini menunjukan bahwa petani melaksanakan penyiangan dengan baik dan mengerti manfaat kegiatan penyiangan bagi tanaman mereka

(39)

untuk dapat tumbuh dengan baik, dikarenakan kurangnya persaingan tumbuh tanaman dengan gulma. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawerissa (2008) menyatakan bahwa kegiatan penyiangan tanaman pengganggu (gulma) adalah kegiatan pengendaliaan gulma untuk mengurangi jumlah populasi gulma agar berada di bawah ambang ekonomi atau ekologi dengan tujuan untuk membersihkan lahan dari gulma, rumput dan tanaman penggangu lainnya.

(a) (b)

Gambar 10. Kegiatan Penyiangan: a. Penyiangan manual, b. Penyiangan Kimiawi

Petani melakukan penyiangan di musim kemarau dengan menggunakan teknik manual dan kimiawi. Dilihat dari Gambar 10a petani melakukan penyiangan teknik manual petani menggunakan cangkul, parang dan mencabut langsung dengan tangan sedangkan cara kimiawi Gambar 10b petani penyemprotan dengan jarak 50cm dari tanaman pokok menggunakan round up, dikarenakan jenis yang lain seperti gromoxone menurut petani sudah banyak yang tidak asli sehingga kurang berhasil mengendalikan gulma. Namun petani jarang menggunakan herbisida karena khawatir akan merusak tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Akbar (2007) menyatakan kegiatan penyiangan melalui penebasan gulma akan menjamin keamanan lingkungan dan akan lebih banyak menyerap tenaga kerja dibanding penyiangan menggunakan herbisida.

c. Pendangiran

Meningkatan hasil produksi dapat dilakukan dengan memperbaiki kondisi tanah dengan cara pendangiran yaitu dengan menggemburkan tanah agar tetap subur dan gembur sehingga tanaman dapat bertumbuh dengan baik. Pendangiran tanah bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga tercipta kondisi aerasi dan drainase tanah yang baik (Lewerissa, 2008). Hasil penelitian Abolla (2019)

(40)

menyatakan perlakuan tunggal pendangiran menunjukkan pengaruh nyata terhadap nilai nisbah tajuk pada umur 60 hst dan 90 hst.

(a) (b)

Gambar 11. Kegiatan Pendangiran: a. Pengukuran luas dangiran b. Setelah pendangiran

Di lokasi penelitian data Tabel 5 skala likert hasil wawancara responden (Lampiran 7) pelaksanaan pendangiran tergolong sedang dengan skor 162, dimana lahan petani tidak terlalu kering sehingga petani tidak terlalu rutin dalam melaksanakan pendangiran. Penggemburan tanah pada Gambar 11 dilakukan pengukuran dari tanaman kurang lebih 25cm disekeliling tanaman agar dapat tumbuh dengan baik, petani melakukan pendangiran dalam jangka waktu 1-2 kali dalam 1 tahun dengan menggunakan alat sederhana yaitu cankul dan parang pada tanaman berumur 1-5 tahun.

d. Pemupukan

Petani Desa Rambung baru melakukan pemupukan secara intensif 2-3 kali setahun, di lihat dari hasil wawancara (Lampiran 7) Tabel 5 pengolahan skala likert pemupukan tergolong baik dengan skor 183 ini menujukan bahwa petani mengerti dengan baik tentang peran pupuk bagi tanaman. Pupuk merupakan salah satu input faktor yang mampu memenuhi kebutuhan hara tanaman untuk pertumbuhan, pemupukan yang tepat dosis, waktu, cara dan jenis dapat mendukung peningkatan produksi tanaman (Haq dan Karyudi, 2013). Petani melakukan pemupukan pada musim hujan atau pada saat akhir musim kemarau dan petani mengetahui bahwa pupuk dibutuhkan agar tanaman mereka menjadi lebih meningkat produktivitasnya. Pupuk yang sering digunakan oleh petani adalah pupuk kandang, NPK (15:15:15), urea dan KCL.

(41)

Penggunaan pupuk kandang dan NPK biasa digunakan petani, petani menggunakan pupuk kandang untuk tanamannya sebanyak 1 goni/pohon, masyarakat banyak yang menggunakan pupuk kandang karena menurut petani pupuk ini lebih baik untuk pertumbuhan tanaman serta baik untuk tanah karena tidak menyebabkan tanah kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewanto, dkk (2013) pemberian pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikan bahan serap tanah terhadap air, menaikan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman.

e. Pemangkasan Cabang

Pemangkasan cabang merupakan salah satu kegiatan dalam pemeliharaan untuk memudahkan pemanenan dan memberikan ruang tumbuh bagi tanaman.

Pemangkasan cabang dilakukan agar tinggi pohon bebas cabang tetap tinggi, memudahkan pemanenan, dan berguna untuk mengurangi serangan hama dan penyakit (Pratama, dkk, 2015). Pemangkasan cabang pohon maupun ranting sangat jarang dilakukan petani dikarenakan khawatir kegiatan tersebut dapat merusak tanaman, sehingga pada pemangkasan cabang berdasarkan hasil skala likert Tabel 5 (Lampiran 7) tergolong buruk dengan skor 99, hal ini menunjukan bahwa kurangnya pemahaman tentang pentingnya pemangkasan cabang bagi tanaman.

f. Penjarangan

Kebanyakan responden belum mengetahui pentingnya penjarangan, penjarangan di desa ini tergolong buruk dengan skor 86 berdasarkan perhitungan hasil skala likert Tabel 5 (Lampiran 7), hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman serta keahlian responden dalam kegiatan penjarangan. Selain itu, pada saat penanaman jarak tanam sudah diatur sehingga mereka berasumsi tidak perlu lagi dilakukan penjarangan dan hanya dilakukan saat kondisi tertentu saja.

Hal ini sesuai dengan pendapat Lewerissa (2008) menyatakan bahwa kegiatan pemangkasan cabang biasanya bersifat kondisional karena tanaman tahunan sudah cukup besar sehingga menaungi tanaman pertanian sehingga mengganggu produktivitas tanaman pertanian.

(42)

Pemanenan

Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang pemilik hutan rakyat lakukan untuk mengambil hasil dari tanaman baik berupa kayu, daun, akar, buah, dan sebagainya yang bersumber dari tanaman. Pemanenan petani Desa Rambung baru tidak ada yang mengusahakan hasil hutan kayu dikarenakan lamanya masa panen sehingga masyarakat setempat memanfaatkan HHBK untuk kelangsungan hidupnya.

Tabel 6. Hasil Skala Likert Pemanenan di Hutan Rakyat Rambung Baru

No Kegiatan Skor Kategori

1. Persiapan Pemanenan 141 Sedang

2. Evaluasi dan Monitoring 166 Baik

a. Persiapan pemanenan

Kegiatan persiapan pemanenan berdasarkan hasil rekapitulasi wawancara (Lampiran 7) petani dari skala likert Tabel 6 tergolong sedang dengan skor 141, hal ini menunjukan bahwa pemilik hutan rakyat telah mengetahui waktu pemanenan yang cukup baik sehingga mendapatkan hasil yang baik pula. Hasil yang akan dipanen merupakan buah yang tidak terlalu matang karena pedagang mengatakan bahwa jika buah matang yang dipanen maka buah akan cepat busuk sebelum buah laku terjual. Ini bertolak belakang dengan pernyataan Zulkarnain (2017) menyatakan tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis, untuk mendapatkan kualitas konsumsi yang maksimal buah hendaknya dipanen pada saat sudah mencapai matang penuh serta mutu buah sangat tergantung pada tingkat kematangan saat panen. Tingkat kematangan buah saat dipanen akan menentukan kualitas buah secara keseluruhan yang dicirikan oleh aroma, warna dan tekstur serta kadar air daging buah.

Gambar 12. Persiapan Pemanenan Buah Jambu Biji

Referensi

Dokumen terkait

Download Ribuan Bank Soal Matematika di :

Kajian ini dibuat bertujuan untuk mengesan kecenderungan keusahawanan di kalangan pesara tentera yang mengikuti program keusahawanan anjuran Jabatan Hal-Ehwal

mengurangkan masalah dalam hubungan manusia dan untuk memperbaiki kehidupan melalui interaksi manusia yang lebih baik.Selain itu,terdapat ramai pekerja dalam profesion bantuan

Segala puji dan syukur atas berkat rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan segala anugerahn-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

[r]

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Kramat melalui wawancara dengan petugas kesehatan menunjukkan dari ke lima desa wilayah kerja Puskesmas

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep rancangan combination tool yang merupakan alat bantu pembuatan produk menggunakan bahan dasar lembaran pelat

a Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Melalui ceramah bervariasi, guru mengajak siswa untuk memperhatikan koran atau majalah yang dibawa oleh guru.