STRIPTIS
(StudiDeskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis Di Kota Medan)
SKRIPSI
DEDI KASDI 110904047
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
2016
(StudiDeskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis Di Kota Medan)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Uniersitas Sumatera Utara.
DEDI KASDI 110904047 Public Relations
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
2016
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Dedi Kasdi
NIM : 110904047
Departemen : Ilmu Komunikasi (Humas)
Judul : Konsep Diri Perempuan Penari Striptis ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis Di Kota Medan )
Medan, 20 Agustus 2016
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Dr. Nurbani, M.Si Dra. Fatma WardyLubis,M.A
NIP. 196108021987012001 NIP. 196208281987012 .
Dekan FISIP USU
NIP. 196805251992031002 Prof. Dr.Muryanto Amin,S.Sos.M.Si.
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya
bersedia di proses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Nama : Dedi kasdi NIM : 110904047 Tanda Tangan : ………
Tanggal :………
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Dedi Kasdi
NIM : 110904047
Departemen : Ilmu Komunikasi (Humas)
Judul : Konsep Diri Perempuan Penari Striptis ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis Di Kota Medan)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Majelis Penguji
Ketua Penguji : ... (………..)
Penguji : ………. (………..)
Penguji Utama : ………. (………..)
Ditetapkan di :
Tanggal :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti persembahkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmatNya hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tanpa izinMu, peneliti tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam kepada junjungan Nabi Besar kita, Muhammad SAW semoga peneliti mendapat safa’atnya dikemudian hari, amin.
Penelitian skripsi dengan judul “Konsep Diri Perempuan Penari Striptis (Studi Deskriptif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis di Kota Medan)” ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi peneliti dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun penyusunan skripsi ini sudah dimulai peneliti sejak bulan Januari 2016 hingga awal bulan April 2016. Tentunya selama masa pengerjaannya, peneliti banyak mendapat doa dan dukungan serta bantuan dari orang-orang di sekeliling peneliti terutama my strong mommy yang selalu mendukung segala daya dan upaya tanpa pernah mengeluh sedikitpun.
Alaida Astuti untuk kasih sayang dan didikan yang sangat berharga dan tidak ternilai.
Skripsi ini merupakan hasil dari ilmu yang peneliti peroleh selama mengikuti proses perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan hasil penelitian yang peneliti peroleh selama di lapangan, buku-buku perpustakaan dan internet.
Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini, semoga semua kebaikan
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi serta Ibu Dra. Dayana Manurung selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi.
3. Ibu Dr. Nurbani, M.Si yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan ilmu dalam memperoleh gelar S1 sebagai dosen pembimbing skripsi.
4. Seluruh dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya para dosen di Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu dan pengalaman yang berikan selama masa perkuliahan.
5. Terima kasih juga kepada kak Rizka besera adik adik, Semoga kita bisa terus membahagiakan orang tua kita.
6. Raya Nur Aqiqah terima kasih selalu ada dan siap menjadi pendengar yang baik dan memberikan solusi di setiap masalah yang peneliti hadapi selama proses menyelesaikan skripsi
7. Teruntuk semua rekan yang melangkah, berlari, jatuh, bangkit, tertawa, menangis, lelah, bahagia, dan berjuta rasa lainnya yang hadir dalam lima tahun perjalanan kita bersama.Tomi, Noeg, Bebeb, Aldo, Gael, Adam, Boy, Juan, Atok, Bob, Iren, Khaidir, Sandi, Yohan, Icak, Haritz, Eki, Yuda, Awi, Zikra dan Ardi terima kasih telah menjadi teman terdekat peneliti selama masa perkuliahan dan selalu memotivasi peneliti untuk menyelesaikan skripsi.
8. Untuk keluarga yang membesarkanku. Etek raya, Uak medan terima kasih atas repetan yang membuat aku sadar untuk menyelesaikan skripsi ini
9. Faris dan Zefon terimakasih telah membantu peneliti mencari informan dan alat bantu untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita bisa sukses dikemudian hari dan tetap menjaga tali silaturahmi.
selalu kompak dan tidak putus hubungan.
11. Untuk keluarga kecilku. Iken,topek,ares,tyu,apis. Terima kasih sudah mambangun mimpi bersama sejak kecil
12. Bang Binsar, Meldi, bang Ozan, Bembi yang memberi saya kesempatan untuk bekerja sebagai Supervisor di Heritage Coffee Shop dan selalu mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi.
13. Terima kasih juga KUJOSEI atas pengalaman,cinta dan rasa nyaman.
14. Semua informan atas informasi yang sangat membantu dalam pengumpulan data skripsi ini. Semoga hasil usaha kita dapat bermanfaat.
Akhir kata peneliti sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Medan, 20 Agustus 2016
Peneliti
Dedi Kasdi
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Dedi Kasdi
NIM : 110904047
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
KONSEP DIRI PEREMPUAN PENARI STRIPTIS
(Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis di Kota Medan)
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di:
Pada Tanggal : Yang Menyatakan :
Penelitian ini berjudul Konsep Diri Perempuan Penari Striptis (Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis Di Kota Medan) dan mmenggunakan pendekatan konstruktivisme. Adapun fokus pada penelitian ini adalah pada konsep diri perempuan penari striptis di kota Medan dan tujuannya adalah untuk mengetahui konsep diri perempuan penari striptis di Medanserta mengetahui alasan serta hambatan dalam menjalani profesi sebagai perempuan penari striptis. Metode yang digunakan adalah adalah kualitatif dengan desain studi kasus menggunakan berbagai sumber data yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komperehensif berbagai aspek individu atau peristiwa secara sistematis, penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif yang menjelaskan fenomena sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data daan menggunakan teori konsep diri dalam komunikasi antar pribadi.
Penelitian ini melibatkan 4 (empat) informan yaitu perempuan penari striptis yang dipilih secara sengaja oleh peneliti sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian dengan menggunakan teknik purposif sampling. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, dan dalam menganalisis data digunakan teknik analisis data kualitatif yang dikembangkan oleh Miller dan Huberman (1992) untuk mereduksi, menyajikan dan menyimpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 3 dari 4 informan menilai dirinya sebagai seorang perempuan penari striptis yang memiliki konsep diri positif sehingga timbul rasa percaya diri dari diri mereka.
Pandangan orang lain membentuk konsep diri seorang perempuan penari striptis.
Pandangan tersebut disampaikan melalui proses komunikasi orang lain dengan perempuan penari striptis.
Kata kunci:
Konsep Diri, Komunikasi,Permpuan Penari Striptis
Concept female striptease in Medan) and uses a constructivist paradigm. As for focuses on the self concept in female stripteast dancer in Medan and The purpose of this study is to recognize the adolescent self concept and to know and find out the reasons and barriers in his profession as a female striptease dancer and The method used in this study is qualitative with case study design using variety of data sources that can be used to observe, describe, and explain comprehensively the various aspects of individuals or events systematically, methodology that explains the phenomenon deeply through the collection data. This study uses the self concept theory in interpersonal communication. In this study, researchers recruited four (4) informants that female striptease are chosen deliberately by researchers in accordance with the objectives and needs of the research by using purposif sampling technique. The interview is data collection technique that used in this study, and in data analyzing is used qualitative data analysis technique developed by Miller and Huberman (1992) to reduce, present and conclude that the data obtained from interviews. The final conclusion is 3 from 4 female striptease assess himself as a female striptease who has a positive self concept so that resulting self confident. The views of others form the female striptease self concept. This view is conveyed through the communication process with female striptease.
Keywords:
Self Concept, Communication, Female Striptease
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS iv
LEMBAR PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii
ABSTRAK x
DAFTAR ISI xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Konteks Masalah 1
1.2. Fokus Masalah 5
1.3. Tujuan Penelitian 5
1.4. Manfaat Penelitian 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Paradigma Kajian 7
2.2. Kajian Pustaka 8
2.2.1. Komunikasi Antarpribadi 9
2.2.2. Komunikasi Verbal 12
2.2.3. Komunikasi Non-Verbal 15
2.2.4. Interaksinonisme Simbolik 16
2.2.5.Konsep Diri 20
2.2.5.1. Pengertian Konsep Diri 20 2.2.5.2. Pembentukan Konsep Diri 25 2.2.5.3. Dimensi Konsep Diri 26 2.2.5.4. Sumber Informasi Konsep Diri30 2.2.5.5 Jenis-Jenis Konsep Diri31
2.2.6.Permpuan dan Gender 34 2.2.6.1. Perspektif Gender 35 2.2.7. Striptis 36
2.2.3. Model Teoritik 37
3.1. Metode Penelitian 38
3.2. Objek Penelitian 39
3.3. Subjek Penelitian 39
3.4. Kerangka Analisis 40
3.5. Teknik Pengumpulan Data 40
3.5.1. Wawanca 40
3.5.2. Observasi 41
3.5.3. Studi Kepustakaan 42
3.5.4. Penentuan Informan 43
3.5.5 Keabsahan Data 44
3.6. Teknik Analisis Data 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 48
4.1.1. Proses Penelitan 48
4.1.2. Profil Informan 50
4.1.3. Konsep Diri Informan 67
4.2. Pembahasan 70
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan 71
5.2. Saran 72
5.3. Implikasi Teoritis 73
5.4. Implikasi Praktis 73
DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN
1.1 Konteks Masalah
Pengaruh zaman yang memang tak terelakkan telah begitu kuat melanda negara-negara Barat di mana keterbukaan dan kebebasan menjadi ciri sekaligus aspirasi masyarakatnya. Seiring dengan arus deras globalisasi teknologi yang menyeruak ke seluruh permukaan planet ini, maka perkembangan budaya zaman itu terimbas ke mana mana dengan dampak yang sangat dahsyat.
Kalangan remaja atau anak baru gede (ABG), boleh di kata merupakan generasi yang paling cepat menyerap dan menerapkan segala jenis produk perubahan karena mereka adalah kelompok lapisan masyarakat yang paling terpengaruh langsung oleh budaya populer.
Kita tak dapat menutup mata terhadap pergeseran nilai-nilai budaya yang terus menerus terjadi akibat perubahan zaman. Pembangunan di satu sisi menjanjikan perbaikan kondisi hidup, tapi di sisi lain ia juga meninggalkan bahkan meningkatkan berbagai permasalahan negatif yang tidak kurang seriusnya. Bahkan tidak jarang dampak destruktifnya lebih cepat menyebar, lebih kuat dan lebih gawat dibandingkan daya konstruktifnya. Contoh yang paling aktual adalah seks bebas di kota-kota besar tanah air seperti medan.
Hampir setiap hari kita membaca atau mendengar terungkapnya kasus berkaitan dengan seks bebas. Itu baru yang terbongkar, belum terhitung berapa lagi kasus yang tak sempat terungkap.Budaya populer mengangkat tentang gender, seksualitas, seksisme, feminisme, konsumerisme, lembaga, kekuasaan, pemberdayaan, eksploitasi dan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat kontemporer. Hal itu tampak jelas dalam industri-industri hiburan kelas bawah seperti club malam yang menyediakan penari striptis yang mengarah kepada budaya populer dari seks positiv (Chaterin, 2007:8).
masuknya budaya modern seringkali menyisihkan nilai-nilai lokal yang sudah dianut sejak lama dan menjadi ciri kebudayaan setempat (Agus Susanto,2012:3). Seperti yang telah kita ketahui bahwa pada zaman dahulu Indonesia masih menganggap bahwa tarian jaipong, gambyong, pendet adalah
tarian yang indah, namun lama kelamaan asumsi itu mulai ditinggalkan. Hal ini dapat kita lihat dari semakin sedikitnya anak – anak bangsa kita yang tidak dapat melakukan tarian tersebut.Perempuan, penari eksotis dan dunia malam biasanya menjadi masalah bagi setiap orang yang mempunyai nilai moral lebih.
Lebih dalam artian mengikuti norma yang ada dan tidak melenceng pada jalur yang sudah di tetapkan. Pandangan masyarakat terhadap industri striptis sangat buruk, bagi masyarakat industri itu dapat mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Sering penari striptis dikaitkan dengan obat obatan berbahaya, ketergantungan alkohol, organisasi kriminal dan tentunya pada kekerasan seksual.
Tetapi semua persepsi diatas adalah steorotipe kepada penari striptis yang sering di salahkan kepada mereka. Di satu sisi, penari striptis juga wanita.
Dalam hal ini sebagian wanita yang berada dalam industri striptis adalah korban. Striptis adalah tarian, tetapi dalam bentuk yang di lebih lebihkan.
Bentuk yang di lebih lebihkan ini mempunyai ketertarikan yang jelas untuk melihat cara kerja gender. Seperti Freud ( chaterin,2007:9 ) mempelajari saraf karena sifat psikologi yang berlebihan mengizinkan dia untuk melihat lebih mudah cara kerja pikiran dan dengan demikian dapat mengembangkan teori dari psikologi manusia, begitu juga dengan tarian yang di lebih lebihkan dalam arti kata lebih dari sekedar tarian.
Selain hal - hal yang telah disebutkan diatas ada beberapa hal lagi yaitu salah satunya yaitu gaya hidup masyarakat kita sekarang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan yang mengatakan bahwa Kehidupan pribadi para penari erotis cukup menarik untuk disimak. Mereka rata-rata berusia belia, antara 19 hingga 24 tahunan. Dan kalau diteliti betul wajah mereka rata-rata sebetulnya tidak cantik-cantik betul, kalau tak boleh dibilang jelek. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab pelaku terjun ke dunia striptis adalah mayoritas karena pemenuhan kebutuhan ekonomi, sedangkan sisanya karena pengaruh lingkungan atau teman pergaulan dan karena pemenuhan kepuasan atau kesenangan semata. Jadi dapat kita simpulkan bahwa tari striptis muncul di Indonesia karena gaya hidup masyarakat kita yang sudah seperti orang barat,
kebutuhan ekonomi yang mendesak, pengaruh lingkungan dan sebagainya (Agus Susanto,2012:4)
Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain dalam (Kaelan dan Zubaidi, 2007:43). Setiap bangsa mempunyai identitas sendiri-sendiri sesuai keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Dimana Bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan norma-norma yang berlaku di Indonesia, namun sekarang ini banyak terjadi penyimpangan identitas nasional yang terjadi. Salah satu contoh penyimpangan yang beredar luas adalah tarian striptis. Bahkan sekarang tarian ini bukan hal yang tabu lagi. Banyak orang yang melakukan tarian ini didepan umum. Mereka tidak malu-malu lagi umtuk mempertontonkan tubuh bugilnya didepan umum.
Dimana peristiwa ini sangat melanggar dari norma-norma yang ada di Indonesia. Norma hanya dianggap sebagai suatu aturan yang sudah tidak berlaku lagi dan hanya sebagai formalitas saja. Jika dipandang dari segi aspek hukum, tarian striptis ini melanggar dari pasal yang berlaku di Indonesia yaitu, pasal 281 KUHP yang berisi tentang kegiatan atau praktek striptease adalah suatu kejahatan yang merusak kesusilaan. Ini merupakan suatu bentuk pelanggaran asusila yang terjadi di Indonesia (Agus Susanto,2012:5). I ndustri striptis menarik perhatian peneliti untuk melihat lebih jelas tentang cara kerja gender dalam sistem yang di transmisikan, dibentuk dan diselenggarakan.
Situasi seperti ini tentunya akan mempengaruhi konsep diri dari penari striptis, dimana lingkungan dan pola asuh merupakan salah satu faktor pembentuk konsep diri seseorang.
Konsep diri dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali dirinya sendiri. Kemampuan ini sangat penting dibutuhkan oleh setiap orang, karena tanpa disadari masalah masalah rumit yang terjadi pada manusia seringkali dan bahkan hampir semua sebenarnya berasal dari individu tersebut (Rini, 2002:18). Mereka tanpa sadar menciptakan mata rantai masalah yang berakar dari permasalahan konsep diri atau kemampuan individu menilai diri sendiri. Manusia mampu berfikir dan menilai yang macam macam terhadap
dirinya sendiri maupun orang lain dan meyakini persepsinya yang belum tentu obyektif, oleh sebab itu muncul permasalahan seperti inferioritas, kurang percaya diri dan mengkritik diri sendiri.
Konsep diri berkembang melalui hubungan dan interaksi dengan orang lain, supaya orang mempunyai konsep diri yang positif maka seseorang tersebut seharusnya memiliki lingkungan yang aman bagi perkembangan konsep dirinya. Citra diri atau konsep diri yang positif akan mewarnai pola sikap, cara pikir, corak penghayatan dan ragam perbuatan yang positif pula, demikian pula sebaliknya. Citra diri yang negatif akan mewarnai pola sikap, cara pikir, corak penghayatan dan ragam perbuatan yang positif pula. Berdasarkan pernyataan tersebut, konsep diri pada seseorang khusunya pada hal ini adalah perempuan penari striptis menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena menurut penulis, ketika perempuan penari striptis mempunyai konsep diri yang positif maka pola pikir, sikap dan perbuatannya akan positif pula, namun ketika perempuan penari striptis mempunyai konsep diri yang negatif maka pola pikir, sikap dan perbuatan yang negatif akan lebih besar (Bastman 2005:43)
Pembentukan konsep diri adalah salah satu dari fungsi komunikasi sosial. Manusia yang tidak akan pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak akan mungkin memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah manusia. Aspek- aspek konsep diri seperti jenis kelamin, agama suku, orientasi seksual, rupa fisik merupakan unsur penting dalam pembentukan identitas sebagai manusia.
Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia (Mulyana, 2007 : 7). Menurut LaRossan dan Reitzes dalam (West & Turner, 2009) pentingnya konsep diri memiliki dua asumsi yaitu individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain dan konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku.
Asumsi individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain menyatakan bahwa seseorang membangun perasaan akan diri tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri artinya seseorang belajar tentang dirinya melalui interaksi. Konsep diri memberikan motif penting untuk perilaku. Pemikiran bahwa keyakinan,
nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting.
Mead dalam (West & Turner, 2009) berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri.
Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Mead melihat diri sebagai sebuah proses, bukan struktur dalam (West & Turner, 2009 : 102).Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya. Keberhasilan komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri seseorang dan konsep diri yang positif lahir pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan seseorang dengan cermat pula. Komunikan yang mempunyai konsep diri positif adalah orang-orang yang terbuka kepada orang lain (Rakhmat, 1994 : 104)
Berdasarkan konteks masalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan konsep diri perempuan penari striptis. Lokasi penelitian ini dilakukan di Medan. Club malam tempat perempuan penari striptis bekerja berada di Medan.
Adapun tempat penelitian nya adalah Enterence dan Marin lounge, Peneliti melihat di setiap club malam terdapat perempuan penari striptis dan peneliti ingin mengetahui bagaimana konsep diri dari perempuan penari striptis.
1.2 Fokus Maslah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Konsep diri penari striptis di kota Medan“
1.3.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui alasan memilih menjadi perempuan penari striptis 2. Untuk mengetahui hambatan perempuan penari striptis
3. Untuk mengetahui konsep diri perempuan penari striptis
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum kepada masyarakat untuk kemudian mencari solusi dari masalah sosial tersebut.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan menambah atau memperluas pengetahuan dan dapat bermanfaat khususnya mahasiswa ilmu komunikasi dan umumnya bagi semua pihak yang ingin mengetahui atau tertarik dengan hasil penelitian ini.
3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan menambah pengetahuan dan wawasan peneliti maupun orang lain.
2.1 Paradigma kajian
Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai dasar dalam menyusun kerangka penelitian. Menurut Harmon (dalam Moleong, 2004: 49), paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas.
Bogdan & Biklen (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi, konsep, atau proposisi yang berhubungan secara logis, yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Sedangkan Baker (dalam Moleong, 2004: 49) mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan yang membangun atau mendefinisikan batas-batas dan menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batas-batas itu agar berhasil. Cohenn & Manion (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) membatasi paradigma sebagai tujuan atau motif filsofis pelaksanaan suatu penelitian.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan seperangkat konsep, keyakinan, asumsi, nilai, metode, atau aturan yang membentuk kerangka kerja pelaksanaan sebuah penelitian.
Adapun metodologi yang digunakan peneliti dalam pembahasannya adalah metode deskriptif kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.
Asumsi ontologis pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku
sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu, realita juga dianggap sebagai hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap sebagai hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu. Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Didalam paradigma ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksi realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.
Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali di bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011:221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya. Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu.
Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami orang lain. Para individu berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya.
Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu cenderung melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki perbedaan secara kognitif, maka individu akan melakukan perbedaan-perbedaan
secara lebih halus dan lebih sensitif. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain.
Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan strategi atau strategy-choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengkalsifikasikannya yang berkenaan dengan kategori-kategori strategi (Budyatna dan Ganiem,2011:225).
2.2. Kajian Pustaka
Teori dalam arti luas mampu untuk menyatukan semua pengetahuan tentang komunikasi yang kita miliki kedalam suatu kerangka teori yang terintegrasi. Hal ini mungkin dapat atau tidak dapat menjadi tujuan yang berarti (West & Turner,2009:49). Berdasarkan defenisi dan alasan tersebut, peneliti menggunakan teori-teori yang relevan dengan topik permasalahan yang akan di teliti, yakni sebagai berikut :
2.2.1. Komunikasi Antarpribadi
Secara kontekstual, komunikasi antarpribadi digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun,memberikan definisi kontekstual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi antarpribadi karena setiap interaksi antar satu individu dengan individu lain berbeda-beda. Muhammad menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya (Muhammad, 2005 : 15)
Komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh persepsi antarpribadi; konsep diri, atraksi interpersonal dan hubungan interpersonal. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal, yaitu: Yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara
dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya (Rakhmat,1994:33). Komunikasi antarpribadi adalah proses komunikasi dalam jarak dekat antara komunikan dan komunikator. Adanya diskusi atau pembicaraan (disourse) dan terdapat tingkat keterhubungan, meyakini bahwa komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal; konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal, yaitu: Yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Komunikasi antar pribadi adalah proses komunikasi dalam jarak dekat antara komunikan dan komunikator. Adanya diskusi atau pembicaraan (disourse) dan terdapat tingkat keterhubungan (Rakhmat, 1994:34)
Komunikasi antarpribadi mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Menemukan diri sendiri 2. Menemukan dunia luar
3. Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti 4. Berubah sikap dan tingkah laku
5. Untuk bermain dan kesenangan 6. Untuk membantu
Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa sesuatu komunikasi antara dua merupakan sikap komunikasi antar pribadi dan bukannya komunikasi lainnya yaitu (1) melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal; (2) melibatkan pernyataan ataupun ungkapan yang spontan, scripted, dan contrived; (3) tidak statis, namun dinamis; (4) melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi (pernyataan satu dan harus berkaitan dengan sebelumnya ); (5) dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik; (6) komunikasi.
antar pribadi merupakan satu kegiatan dan tindakan; (7) melibatkan didalamnya bidang persuasif (Liliweri, 1991 : 31).
Lima komponen penting yang menyebabkan suatu komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu: who (komunikator), says what (pesan), in which channel (media), to whom (komunikan), with what effect (efek). Pola-pola komunikasi antar pribadi mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Semakin sering seseorang melakukan komunikasi dengan orang lain, semakin baik hubungan. Beberapa faktor lain yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal yaitu percaya, sikap suportif dan sikap terbuka. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, faktor percaya adalah yang paling penting. Percaya meningkatkan komunikasi antar pribadi karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Jika seseorang tidak mau mengungkapkan bagaimana perasaan dan pikirannya, maka akan sulit untuk memahami tentang diri orang tersebut (Rakhmat, 2008 : 130)
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Sudah jelas, dengan sikap defensif komunikasi antar pribadi akan gagal.
Karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi dibandingkan memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif, dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional (Rakhmat, 2008 : 133).
Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme sehingga untuk memahami sikap terbuka harus mengidentifikasi terlebih dahulu karakteristik orang dogmatis yaitu menilai pesan berdasarkan motif pribadi, berpikir simplistis, berorientasi pada sumber, mencari informasi dari sumber sendiri, secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya, dan tidak mampu membiarkan inkonsistensi (Rakhmat, 2008 : 129).
Agar komunikasi antarpribadi yang dilakukan melahirkan hubungan antar pribadi yang efektif, dogmatis harus diganti dengan sikap terbuka. Bersama- sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling penting adalah saling mengembangkan kualitas hubungan antarpribadi (Rakhmat, 2007 : 138).
2.2.2. Komunikasi Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal.
Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untukmengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas (Deddy Mulyana,2005:38). Bahasa secara fungsional diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya.
Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
(Deddy Mulyana,2005:38) agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:
- Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.
· - Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita
- mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.
Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan- kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita (Deddi Mulyana, 2005:39)
Keterbatasan Bahasa:
A. Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu:
orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.
B. Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek.
C. Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.
Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama.
Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama.
Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.
D. Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud bekerja adalah melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis, maka membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di antara jam-jam kerjanya.
Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman. Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Makna konotatif adalah makna yang subyektif, mengandung penilaian tertentu atau emosional ( Onong Uchjana Effendi, 1994: 12)
2.2.3. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal menempati porsi penting. Banyak komunikasi verbal tidak efektif hanya karena komunikatornya tidak menggunakan komunikasi non verbal dengan baik dalam waktu bersamaan. Melalui komunikasi non verbal,orang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenai suatu kesimpulan tentang berbagai macam persaan orang,baik rasa senang,benci,cinta,kangen dan berbagai macam perasaan lainnya. Kaitannya dengan dunia bisnis,komunikasi non verbal bisa membantu komunikator untuk lebih memperkuat pesan yang disampaikan sekaligus memahami reaksi komunikan saat menerima pesan(
Muhammad,2005:15). Bentuk komunikasi non verbal sendiri di antaranya adalah, bahasa isyarat, ekspresi wajah, sandi, symbol-simbol, pakaian sergam, warna dan intonasi suara.
contoh :
A. Sentuhan
Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan dan lain-lain.
B. Gerakan tubuh
Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi kontak mata,ekspresi wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya
digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan,
C. Vokalik
Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan,yaitu cara berbicara. Contohnya adalah nada bicara,nada suara,keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara,intonasi dan lain-lain.
D. Kronemik
Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality). Secara kontekstual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun, memberikan definisi kontekstual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi interpersonal karena setiap interaksi antar satu individu dengan individu lain berbeda-beda.
Muhammad menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya (Muhammad, 2005 : 15).
2.2.4. Interaksinonisme Simbolik a. Interaksionisme Simbolik
Manusia mempunyai sejumlah kemungkinan tindakan dan pemikiranya sebelum ia memulai tindakan yang sebenarnya dengan melalui pertimbangan. Karena itu, dalam tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang tertutup yang mendahului proses tindakan yang sesungguhnya. Berpikir adalah suatu proses individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan memilih dan menggunakan simbol-simbol yang
bermakna. Melaui proses interaksi dengan dirinya sendiri itu, individu memilih mana diantara stimulus yang tertuju padanya akan ditanggapinya.
Dengan demikian, individu tidak secara langsung menanggapi stimulus, tetapi terlebih dahulu memilih dan kemudian memutuskan stimulus yang akan ditanggapinya. Simbol atau tanda yang diberikan oleh manusia dalam melakukan interaksi mempunyai makna-makna tertentu , sehingga dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi secara murni baru terjadi bila masing-masing pihak tidak saja memberikan makna pada perilaku mereka sendiri, tetapi memahami atau berusaha memahami makna yang diberikan oleh pihak lain. Dalam hubungan ini, Habermas mengemukakan dua kecendrungan fungsional dalam argument bahasa dan komunikasi serta hubungan dengan perkembangan manusia. Pertama, manusia dapat mengarahkan orientasi perilaku mereka pada konsekuensi-konsekuensi yang paling positif . Kedua, sebagai kenyataan bahwa manusia terlibat dalam interaksi makna yang kompleks dengan orang yang lain, dapat memaksa mereka untuk cepat berinteraksi dengan apa yang diinginkankan orang lain. Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan kelompok atau masyarakat.
Diri sendiri “ the self ”, dalam pandangan ahli interaksionalisme simbolik merupakan obyek sosial dalam hubungan dengan orang lain disebuah proses interaksi. Dengan demikian, individu melihat dirinya sendiri ketika ia berinteraksi dengan orang lain. Kesadaran akan “diri”
berarti menjadi suatu “diri” dalam pengalaman seseorang sejauh “suatu sikap yang dimilikinya sendiri membangkitkan sikap serupa dalam upaya social . kesadaran akan konsep “diri” akan muncul ketika individu memasuki pengalaman dirinya sendiri sebagai suatu obyek (West- Turner,2009:96).
Tiga konsep untuk menyusun diskusi yang mendasari interaksi simbolik :
a. Pentingnya makna bagi perilaku manusia, b. Pentingnya konsep mengenai diri,
c. Hubungan antara individu dengan masyarakat
Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama, asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut: Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif (West-Turner 2009: 99).
Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-Concept”. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, West- Turner (2009: 101), antara lain: Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain, Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku(West-Turner, 2009: 101).
Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubunganantara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya (West-Turner, 2009:102).
Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi- asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah:
1. Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial,
2. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
1. Mind
- Mind adalah fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang dalam proses sosial sebagai hasil dari interaksi.
- Mind lebih merupakan proses daripada sebuah produk. Hal ini berarti bahwa kesadaran bukanlah hasil tangkapan dari luar, melainkan secara aktif selalu berubah dan berkembang.
Dalam kaitan ini, ada kolaborasi antara relasi bahasa dan mind.
mind membantu bahasa meningkatkan kapasitas:
a. Menentukan objek dalam lingkungan sosial, melalui pembentukan simbol yang signifikan.
b. Menggunakan simbol sebagai stimulus untuk menghasilkan respon dari orang lain.
c. Membaca dan menginterpretasikan gesture orang lain dan menggunakan stimulus ini sebagai respon.
d. Menyediakan imajinasi alternatif dari stimulus dan respon dari lingkungan. (West-Turner, 2009:103)
2. Self
Self [diri] memiliki dua unsur yakni:
1. “I” yang dapat diterjemahkan sebagai “aku” merupakan bagian yang unik, impulsif, spontan, tidak terorganisasi, tidak bertujuan, dan tidak dapat diramal dari seseorang.
2. “Me” yang diterjemahkan dengan “daku” adalah generalized others, yang merupakan fungsi bimbingan dan panduan. Me merupakan prilaku yang secara sosial diterima dan diadaptasi.
3. Baik “I” maupun “me” keduanya diperlukan untuk melakukan hubungan sosial.
4. “I” merupakan rumusan subjektif tentang diri ketika berhadapan dengan orang lain
5. Sedangkan “me” merupakan serapan dari orang lain, yang melalui proses interanalisasi kemudian diadopsi untuk membentuk “I” selanjutnya.
6. Dalam setiap interaksi akan terjadi perubahan “I” dan “me”
secara dinamis.
Dalam konteks komunikasi, perubahan tersebut menimbulkan optimisme, yakni bagaimanapun komunikasi akan menimbulkan perubahan. Soal besar kecilnya perubahan dan seperti apa perubahan yang diinginkan itu tergantung pada strategi dan efektivitas komunikasi yang dilakukan. (West-Turner, 2008:103)
3. Society
1. Soceity merupakan kumpulan self yang melakukan interaksi dalam lingkungan yang lebih luas yang berupa hubungan personal, kelompok intim, dan komunitas. Institusi society karenanya terdiri dari respon yang sama.
2. Society dipelihara oleh kemampuan individu untuk melakukan role-taking dan generalized others (West-Turner, 2008:104).
2.2.5. Konsep Diri (Self Concept) 2.2.5.1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencangkup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai pribadi,bagaimana kita merasa tentang diri sendiri dan bagaimana kitamenginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kitaharapkan. Konsep diri adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenaidiri sendiri yang terorganisasi dengan kata lain, konsep diri tersebut bekerjasebagai skema dasar. Diri memberikan sebuah kerangka berpikir yang menentukan bagai mana mengolah informasi tentang diri sendiri, termasuk motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan dan banyak hallaianya. Konsep diri (self-concept) ialah gambaran diri sendiri yang bersifat menyeluruh terhadap keberadaan diri seseorang. Konsep diri ini bersifat
multi-aspek yaitu meliputi empat aspek seperti (1) aspek fisiologis, (2) psikologis, (3) psikososiologis, (4)psiko-etika dan moral. Gambaran konsep diri berasal dari interaksi antaradiri sendiri maupun antara diri dengan orang lain (lingkungan sosiainya). Oleh karna itu, konsep diri sebagai cara pandang seseorang mengenai dirisendiri untuk memahami keberadaan diri sendiri maupun memahami orang lain (Rakhmat, 2005:105)
Konsep diri adalah hubungan antara sikapdan keyakinan tentang diri kita sendiri. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Paraahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi darikonsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentangdirinya, yang dibentuk oleh pengalaman pengalaman yang diperoleh dariinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan bawaan,melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terusterdeferensiasi. Dasar dasar dari konsep diri individu yang ditanamkam padasaat anak-anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yangmerupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yangmemiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan iasadar akan keberadaan dirinya. Orang cenderung menolak perubahan dansalah memahami atau berusaha meluruskan informasi yang tidak konsistendengan konsep diri mereka. (Rakhmat, 2005:106)
Konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert danHoffnung (Rakhmat, 2005:105), mendefinisikan konsep diri sebagai suatupemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri. Sementara itu,Atwater menyebutkan bahwa konsep diriadalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentangdiri, perasaan, keyakinan dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya (Rakhmat, 2005:106) selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya,yaitu bagaimana seseorangmelihat dirinya sendiri. Kedua,ideal self, yaitu bagaimana cita-cita danharapan-harapan seseorang mengenai dirinya.
reference) dalam berinteraksi dalamlingkungan. Menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya memberi akan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berartia iamenunjukan kesadaran diri (self awarenees) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang dilakukan terhadapdunia di luar dirinya. Diri secara keseluruhan (total self) seperti yang dialami individu disebut juga diri fenomenal (Fitts,1971:38) diri fenomenal adalah diri yang diamati, dialami dan dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang disadari. Kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep diri individu. Konsep diri adalah pandangan kita tentang diri sendiri, yang meliputidimensi: pengetahuan tentang diri sendiri,pengharapan mengenai dirisendiri dan penilaian tentang diri sendiri. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang maka akanlebih mudah meramalkan dan memmahami tingkah orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagsan tentang diriya sendiri sebagai orang yang infirior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ditampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsikanya secara subjektif.
Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns dalam (Rahmat 2008:108) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang dipikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai dirinya dan seperti apa diri yang di inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu Menurut Brooks (Rakhmat, 2008:108), bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Sedangkan Centi (1993) mengemukakan konsep diri (self concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihatdiri sendiri sebagai pribadi menjadi manusia sebagaimana yang di harapkan. Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandanganatau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu (Desmita, 2008:56)
reference) dalam berinteraksi dalamlingkungan. Menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya memberi akan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berartia iamenunjukan kesadaran diri (self awarenees) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang dilakukan terhadapdunia di luar dirinya. Diri secara keseluruhan (total self) seperti yang dialami individu disebut juga diri fenomenal (Fitts,1971:38) diri fenomenal adalah diri yang diamati, dialami dan dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang disadari. Kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep diri individu. Konsep diri adalah pandangan kita tentang diri sendiri, yang meliputidimensi: pengetahuan tentang diri sendiri,pengharapan mengenai dirisendiri dan penilaian tentang diri sendiri. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang maka akanlebih mudah meramalkan dan memmahami tingkah orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagsan tentang diriya sendiri sebagai orang yang infirior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ditampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsikanya secara subjektif.
Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns dalam (Rahmat 2008:108) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang dipikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai dirinya dan seperti apa diri yang di inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu Menurut Brooks (Rakhmat, 2008:108), bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Sedangkan Centi (1993) mengemukakan konsep diri (self concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihatdiri sendiri sebagai pribadi menjadi manusia sebagaimana yang di harapkan. Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandanganatau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu (Desmita, 2008:56)
Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuatindividu menuju kesuksesan.
Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya. Orang yang percaya diri biasanya mempunyai inisitiaf, kreatif danoptimis terhadap masa depan,mampu menyadari kelemahan dan kelebihandiri sendiri, berpikir positif, menganggap semua permasalahan pasti adajalan keluarnya. Orang yang tidak percaya diri ditandai dengan sikap-sikapyang cenderung melemahkan semangat hidupnya, seperti minder, pesimis, pasif dan cenderung apatis.
Orang yang memiliki tingkat penghargaan diri yang tinggi biasanya memiliki pemahaman yang jelas tentang kualitas personalinya. Menganggap dirinya baik, punya tujuan yang tepat, menggunakan umpan balik dengan cara yang memperkaya wawasan dan menikmati pengalaman-pengalaman positif serta bisa mengatasi situasi sulit. Misalnya, ketika orang yang memiliki harga diri yang tinggi mendapat kabar bahwa dirinya ditolak orang lain, maka orang ini mungkin merespons dengan mengingatkan dirinya sendiri tentang kualitas positif yang dimilikinya. Konsep diri dapat digambarkan sebagai sistem operasi yang menjalankan komputer mental yang mempengaruhi kemampuan berfikir seseorang. Setelah ter install, konsep diri akan masuk kepikiran bawah sadardan akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang pada suatu waktu.
Semakin baik atau positif konsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Sebab, dengan konsep diri yangbaik/positif, seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru,berani sukses dan berani pula gagal, penuh percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berfikir secara positif. Sebaliknya, semakin jelek atau negatif konsep diri, maka akan semakin sulit seseorang untuk berhasil.
Sebab,dengan konsep diri yang jelek atau negatif akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal yang
Berdasarkan pada beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencangkup keyakinan, pandangan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai pribadi,bagaimana kita merasa tentang diri sendiri dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan. Dan dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandangsecara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.
2.2.5.2. Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri tidak langsung terbentuk sejak lahir, namun berkembang seiring berjalannya waktu hingga seseorang mulai mengenal dunia. Dalam perkembangan psikologis manusia, manusia terus mengalami perubahan. Baik itu positif maupun negatif. Perkembangan psikologis mengacu pada tumbuh kembang seseorang sewajarnya pertumbuhan manusia hingga dewasa. Saat seseorang dapat kemampuan dalam berpikir dengan baik, mulai merasakan dan mengerti pribadi dirinya hingga mampu memberikan persepsi, saat itulah konsep diri mulai terbentuk . Karena saat memberikan persepsi, mempengaruhi seseorang menilai dirinya sendiri. (Rakhmat, 2008:110)
Konsep diri pada dasarnya persepsi mengenai diri sendiri. Persepsi yang dimulai dari diri sendiri lalu sejalannya kita berinteraksi dengan lingkungan maka persepsi yang tadinya dari diri sendiri mulai dipengaruhi dengan nilai-nilai yang kita peroleh setelah kita berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri terus berkembang melalui pemahaman sikap orang lain terhadap kita. Dapat dikatakan konsep diri adalah hasil dari proses interaksi lingkungan sosial seseorang.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan konsep diri menjadi tidak stabil atau berubah yaitu :
- Perubahan fisik,ini akan mempengaruhi penilaian dan perasaan terhadap diri sendiri perubahan misalnya seseorang yang tadinya
- gemuk yaa?, selama ini saya ngapain aja yaa? Pertanyaan – pertanyaan inilah yang akan mengubah pikiran.
- Perubahan lingkungan, ini sudah pasti akan menimbulkan sebuah pengalaman baru, pola pikir baru, sudut pandang baru, tingkah laku yang baru dan masih banyak lagi aspek yang akan mengubah konsep diri kita. Misalnya, seseorang yang biasa hidup mewah tiba tiba harus hidup sederhana, sudah pasti aka nada perubahan dalam diri, karena menyesuaikan keadaan .
- Perubahan peran, maksudnya adalah peran kita di keluarga atau di masyarakat. Misalnya, seseorang yang tadinya jadi seorang adik, ternyata jadi kakak. Tentu akan membawa pengaruh terhadap orang tersebut setelah menjadi kakak. Entah menjadi lebih dewasa atau lebih dekat dengan keluarga. (Rakhmat, 2008:113)
2.2.5.3. Dimensi Konsep Diri a. Diri identitas (identity sett)
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, "Siapakah saya?" Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya,misalnya "Saya x". Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya,pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan halhal yang lebih kompleks,seperti "Saya pintar tetapi terlalu gemuk " dan sebagainya. (Rakhmat,2008:115)
b. Diri Pelaku (behavioral self)
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan
Menunjukan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.
c. Diri Penerimaan/penilai (judging self)
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan evaluator.
Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenal pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai.
Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. (Rahmat,2008.117)
Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk merupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif.
Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh.
Terdapat dua demensi konsep diri 1. Dimensi Internal
Dimensi internal adalah keseluruhan penghayatan pribadi sebagai kesatuan yang unik. Penilaian diri berdasarkan dimensi internal ini meliputi penilaian seseorang terhadap identitas dirinya, kepuasan diri dan tingkah lakunya (Fitz,1971:70). Dimensi ini terdiri dari 3 bentuk:
a. Diri identitas ( identity self)
Diri sebagai identitas merupakan aspek dasar dari konsep diri. Dalam diri identitas, terkumpullah seluruh label dan symbol yang dipergunakan seseorang untuk menggambarkan dirinya yang didasarkan pada pertanyaan : “Siapakah saya?”. Label yang melekat pada diri seseorang dapat berasal dari orang lain atau
orang itu sendiri. Semakin banyak label yang dimiliki seseorang, maka semakin terbentuklah orang itu untuk mencari jawaban tentang identitas dirinya.Diri identitas dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan juga dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, diri identitas mempunyai hubungan dengan diri pelaku dan hubungan ini umumnya berlaku timbal balik.
b. Diri perilaku (behaviour self)
Diri pelaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya atau caranya bertindak, yang terbentuk dari suatu tingkah laku biasanya diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi dari luar diri, dari dalam diri sendiri atau dari keduanya.
Konsekuensi menentukan apakah suatu tingkah laku cenderung dipertahankan atau tidak. Disamping itu juga menetukan apakah tingkah laku tersebut akan diabstraksikan, disimbolisasikan dan dimasukkan kedalam diri identitas seseorang. Contohnya, seorang anak kecil mempunyai dorongan untuk berjalan.
Ketika ia bisa berjalan ia merasa puas, dan lama kelamaan kemampuan berjalan serta kesadaran bahwa ia bisa berjalan merupakan label baru yang ada dalam diri identitasnya. Tindakkan berjalan itu sendiri merupakan bagian dari diri pelakunya.
c. Diri penerimaan atau penilaian ( judging self )
Penilaian diberikan terhadap label-label yang ada dalam identitas diri pelaku secara terpisah, contohnya, seseorang menggambarkan dirinya tinggi dan kuat (identitas diri); selain itu gambaran diri juga disertai perasaan suka atau tidak suka terhadap bentuk tubuhnya. Seseorang merasa tegang dan letih (diri pelaku);
ia juga memikirkan apakah perasaannya baik atau tidak. Selain itu, penilaian juga dapat diberikan kepada kedua macam bagian diri sekaligus. Misalnya, seseorang berkata, saya melakukan ini dan saya nakal”. Hal ini berarti orang tersebut memberikan label secara keseluruhan dirinya, bukan terhadap tingkah laku tertentu. Atau orang itu bisa juga mengatakan, “saya melakukan ini, tetapi saya bukan orang yang biasa berbuat demikian”. Hal ini berarti bahwa orang itu tidak setuju dengan tingkah lakunya.