18 BAB II
SEJARAH SOSIAL DESA KULUR A. Sejarah Singkat
Desa Kulur merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka. Desa Kulur berada di sebelah Timur wilayah Kabupaten Majalengka dengan tinggi rata-rata wilayahnya berada antara 200-400 m dari permukaan laut. Batas-batas wilayah Desa kulur, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cigasong. Sebelah Barat berbatasan dengan kelurahan Sindangkasih, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kawunghilir.
Sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cibodas.17
17 Disadur dari laporan data profil Desa kulur Tahun 2015 dengan nomor: 005/07/pemdes/II/2015.
Gambar 1: Peta Desa Kulur Sumber foto: dokumen pribadi
19 Desa Kulur dipimpin oleh seorang perempuan yang bernama Nyai Yunengsih dengan Sekdesnya bernama Maman. Sedangkan jabatan lainnya sebagai berikut: Kaur Pemerintahan (Oyon Suryana), Kaur Keuangan (Ai Yati R), Kaur Ekbang (Muhali), Kaur Umum (Ramdan Kawidara), Kaur Kesra (Anwarudin), Kadus Saptu (Yayan Irdaya), Kadus Ahad (Otong Jaka), Kadus Tarikolot (Mety K), Kadus Liunggunung (Mulus), Kadus Telargedang (Carman), kadus Cijurey (Rustandi).18
Lingkungan Desa Kulur masih sangat asri, hamparan sawah mengelilingi wilayah Desa Kulur. Padi menjadi komoditas utama warga Desa Kulur, tanah yang subur membuat pertanian di Desa Kulur bertahan dan menjadi mata pencaharian utama warganya. Ketika musim kemarau tiba biasanya petani menanam jagung. Penanaman padi dan jagung ini membuat lahan pertanian tak pernah kosong, ini membuktikan bahwa tanah di Desa Kulur sangat produktif.
18 Ibid.,
Gambar 2: Profil Desa Kulur Sumber foto: dokumen pribadi
20 B. Penduduk
Jumlah penduduk Desa Kulur sebanyak 4121 jiwa dengan kepadatan 0,34 jiwa/KM2. Banyaknya penduduk Desa kulur yang bekerja menurut jenis mata pencahariannya sebagai berikut: Petani (724), Buruh Tani (249), Pengrajin (10), Pedagang (68), Angkutan (6), Buruh Jasa (63), PNS (32), Lain-Lain (272).19
Dari data di atas terlihat jelas bahwa mayoritas penduduk Desa Kulur adalah petani, karena tanah sawah di sana masih luas. Luas lahan sawah Desa Kulur berdasarkan klasifikasinya terdiri dari : irigasi teknis (90 Ha), irigasi setengah teknis (36 Ha), tadah hujan (60 Ha).20
Mayoritas penduduk Desa Kulur beragama Islam, ini bisa terlihat dengan jumlah tempat ibadah yaitu masjid berjumlah 6 dan mushola berjumlah 20.
Walaupun mayoritas beragama islam nilai lokalitas masih dijunjung tinggi, kita masih bisa menyaksikan kesenian Gaok. Akulturasi budaya dengan agama membaur, contohnya ketika acara tujuh bulanan diawali dengan acara keagamaan
19 Ibid.,
20 Ibid.,
Mata Pencaharian Penduduk Desa Kulur
Petani Buruh Tani Pengrajin Pedagang Angkutan Buruh Jasa PNS lain-lain
21 berupa tahlil, membaca Al-Quran, atau marhabanan dilanjutkan dengan pertunjukan budaya lokal berupa kesenian Gaok.
C. Sarana Prasarana
Dalam hal sarana pendidikan, Desa Kulur hanya memiliki TK berjumlah 4 dan SD berjumlah 2. Jumlah prasarana air bersih di Desa Kulur yaitu: sumur gali berjumlah 252, sedangkan untuk MCK berjumlah 6. Selanjutnya prasarana olahraganya terdiri dari: lapangan bola berjumlah 1, dan lapangan voli sebanyak 5. Untuk sarana ibadah terdapat masjid berjumlah 6 dan mushola berjumlah 20.21 D. Kesenian
Selain memiliki lahan sawah yang subur, Desa Kulur memiliki kesenian yang sampai sekarang masih terjaga yaitu kesenian “Gaok”. Kesenian Gaok apabila diamanati dalam cara penampilannya merupakan seni tradisional yang telah mengalami sinkretisme antara nilai-nilai budaya etnis Sunda buhun dan budaya bernuansa Islam yang dibawa dari Cirebon. Misalnya dapat diamati ketika dalam pertunjukan, ternyata selalu diawali dengan bahasa Sunda, tetapi gayanya terkadang seperti orang yang sedang mengumandangkan adzan, kemudian busana yang dikenakan para pemainnya busana khas Sunda.22
Kesenian tradisional Gaok mulai ada dan berkembang di Majalengka diperkirakan setelah masuknya agama Islam di wilayah Kabupaten Majalengka yaitu sekitar abad ke 15 pada saat pangeran Muhammad berusaha menyebarkan ajaran Islam, yang dilaksanakan sebagai upaya dakwah Islam.23
21 Ibid.,
22 Disadur dari Koran Lingkar Jabar (Edisi 143 – Tahun 1 – Rabu – 12 – September 2012.
23 Ibid.,
22 Hingga sekarang seni tradisional Gaok masih dipertahankan yaitu yang dikembangkan di Desa Kulur Kecamatan Majalengka oleh seorang seniman bernama Sabda Wangsaharja sejak sekitar tahun 1920. Kesenian Gaok termasuk seni sastra jenis “mamacan” (membaca teks) atau juga bisa disebut wawacan yang merupakan singkatan dari wawar nu ka anu acan (memberitahu kepada yang belum mengetahui). Kesenian ini ditampilkan pada acara sunatan24, nikahan25, ngayun26, babarit pare27, tingkeban28, dan lainnya. Kesenian Gaok di Desa Kulur masih ada, sekarang dipimpin oleh sesepuh Desa Kulur yang biasa dipanggil Abah Rukmin. Dia lah satu-satunya yang masih menjaga dan mempertahankan kesenian Gaok ini.
Abah Rukmin belajar seni Gaok selama 4 bulan dengan dua gurunya yaitu Suninta mengajari lagu dan Syukur mengajari aksara pegon. Abah Rukmin belajar seni Gaok pada tahun 1962 dan pada tahun 1963 ia sudah tampil sendiri sebagai dalang. Ia menceritakan bahwa seni Gaok ini merupakan warisan leluhur dan
24 Upacara khitanan
25 Acara pernikahan
26 Upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah dengan maksud mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi tersebut sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah.
27 Upacara pada saat padi sedang hamil sebelum malai padi keluar.
28 Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si Ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai 40 hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan.
Gambar 3: Foto Kesenian Gaok di Media Massa
23 dipertahankan secara turun temurun. Pimpinan seni Gaok sebelum Abah Rukmin yaitu Aki Surmina lalu diturunkan ke Ulis Marta diwariskan ke Suatma yang terakhir diwariskan kepada Abah Rukmin sampai sekarang.
Pada awalnya Abah Rukmin setiap tampil bersama pemain Gaok lainnya, namun seiring berjalannya waktu mulai tahun 2014 ia tampil sendiri. Banyak faktor yang membuat Abah tampil sendiri saat membawakan seni Gaok. Pertama, faktor umur pemain seangkatan Abah Rukmin sudah banyak yang meninggal, ada dua yang masih hidup namun sudah sakit-sakitan dan kurang pendengarannya.
Kedua, minat pemuda terhadap kesenian Gaok tidak ada, ini terlihat ketika mencoba mengajak para pemuda tidak ada yang mau diajari kesenian ini. Ketiga, pemerintah desa pun tidak bisa berbuat banyak dalam upaya pelestarian kesenian ini. Padahal kalau ada yang mau belajar kesenian Gaok, Abah Rukmin tidak
Gambar 4: Dokumen susunan pengurus Kesenian Gaok
zaman dahulu Sumber foto: dokumen pribadi
24 meminta imbalan apapun, ia hanya berharap ada yang bisa melanjutkan warisan nenek moyangnya. Abah Rukmin merasa malu ketika tampil dimana-mana tidak ada temannya hanya sendirian.29
Tidak adanya regenerasi untuk mempertahankan kesenian Gaok membuat Abah Rukmin tidak bisa berbuat banyak. Segala upaya telah ia lakukan agar kesenian ini bisa tetap terjaga, karena ia sadar umurnya sudah sepuh. Walaupun ia menjalankan dan mempertahankan kesenian Gaok sendirian, namun setiap ada permintaan pertunjukan kesenian Gaok ia berusaha untuk memenuhi panggilan itu. Berbagai daerah telah ia kunjungi untuk mementaskan kesenian Gaok mulai dari daerah Bandung, Jakarta, Sumedang, dan seterusnya.30
Ketika ia mementaskan kesenian Gaok di luar Majalengka, ada sebuah kegelisahan saat ditanya “Abah kok sendirian saja pentasnya?”. Kalimat itulah yang Abah Rukmin selalu ingat ketika pulang ke rumah. Dalam hatinya ingin
29 Wawancara dengan Abah Rukmin pada tanggal 27 Januari 2015 pukul 14:24:18 dikediaman rumahnya Desa Kulur.
30 Ibid.,
Gambar 5: Pementasan kesenian Gaok Sumber foto: screenshots dari yutube
25 rasanya kesenian ini diwariskan kepada generasi muda, karena ia sudah sepuh tenaganya sudah berkurang untuk pentas di luar Majalengka.31
Saat pentas di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung, banyak mahasiswa yang terkagum-kagum atas pementasan kesenian Gaok. Mayoritas mahasiswa baru mengetahui kesenian Gaok, sehingga Abah Rukmin dicecar beberapa pertanyaan dari mahasiswa karena rasa penasaran erhadap kesenian Gaok.32
Beginilah nasih budaya lokal kita yang berjalan tertatih-tatih melawan perkembangan jaman. Padahal dari budaya lokal seperti kesenian Gaok inilah identitas kita sebagai bangsa berbudaya. Sepertinya budaya lokal kita sudah terlalu lama dicap kuno, jadul, ketinggalan jaman, dan sebagainya. Sehingga generasi muda kita lebih suka budaya kebarat-baratan yang dianggap kekinian.
31 Ibid.,
32 Ibid.,