• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN EKSEKUTIF Maksud Penyusunan RPHJP KPHL Batutegi ini adalah : Adapun Tujuan Penyusunan RPHJP-KPHL ini, antara lain :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RINGKASAN EKSEKUTIF Maksud Penyusunan RPHJP KPHL Batutegi ini adalah : Adapun Tujuan Penyusunan RPHJP-KPHL ini, antara lain :"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

i

(4)

iii

(5)

iv

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Batutegi ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model di Lampung sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.650/Menhut-II/2010, dengan luas wilayah kerja 58.162 hektar, yang seluruhnya merupakan hutan lindung dan terbagi menjadi tiga register, yaitu sebagian Register 39 Kota Agung Utara, Register 32 Bukit Rindingan dan sebagian Register 32 Way Waya dan berada di 4 wilayah kabupaten, yaitu: Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Barat. Organisasi KPHL Model Batutegi adalah UPTD dibawah Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.

PP No. 6 tahun 2007 jo. PP No.3 tahun 2008 tentang fungsi dan tugas dari organisasi KPH telah mengamanatkan bahwa KPH mempunyai fungsi untuk menyelenggarakan pengelolaan hutan berupa tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.

Dokumen rencana pengelolaan yang disusun ini merupakan guidelines dalam pelaksanaan seluruh kegiatan KPHL Batutegi. Rencana pengelolaan jangka panjang ini memuat tujuan, strategi, kegiatan serta target kelayakan pengembangan pengelolaan hutan dan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan serta Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014.

Oleh karena itu, melalui kegiatan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Batutegi diharapkan informasi yang dimiliki oleh KPHL Batutegi yang meliputi kondisi kawasan baik biofisik, sosial, ekonomi, kelembagaan dilengkapi dengan isu dan permasalahan serta tantangan yang dihadapinya dapat tersusun sebagai sebuah baseline data yang menjadi dasar dalam penentuan prioritas pengelolaan. Sehingga kedepannya dapat memberikan hasil yang sesuai dengan rencana dan target dari dibentuknya KPHL Batutegi.

Maksud Penyusunan RPHJP KPHL Batutegi ini adalah :

1. Menyediakan rencana pengelolaan (management plan) jangka panjang kurun waktu 10 tahun (2014-2023) untuk mengarahkan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan pada setiap blok dan petak di wilayah KPHL Batutegi.

2. Memberikan arahan bagi parapihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Batutegi.

Adapun Tujuan Penyusunan RPHJP-KPHL ini, antara lain :

1. Mewujudkan tata hutan dalam bentuk rancang bangun wilayah KPH untuk mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan hutan.

2. Mewujudkan rencana pengelolaan hutan yang menjadi acuan KPH dalam pencapaian fungsi ekonomi, lingkungan dan sosial secara optimal

Dalam wilayah kelola KPH Batutegi dibagi menjadi 2 (dua) blok, yaitu ;

a. Blok Inti, difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan, seluas10.827 hektar

(6)

v b. Blok Pemanfaatan Hutan Lindung, difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi hutan lindung, seluas 47.334,46 hektar, yang terdiri dari areal berijin 11.103,65 hektar dan wilayah tertentu seluas 36.230,81 hektar.

Untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan kawasan hutan, maka wilayah kelola KPHL Batutegi dibagi menjadi enam wilayah resort yang masing-masing dikepalai oleh satu orang Kepala Resort. Adapun keenam resort tersebut adalah Resort Way Waya, Resort Banjaran, Resort Batulima, Resort Datar Setuju, Resort Way Sekampung dan Resort Ulu Semong.

Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat diketahui bahwa penutupan vegetasi wilayah kelola KPHL Batutegi didominasi dengan vegetasi non hutan, yaitu sebanyak 76,49 persen. Di dalamnya telah ada petani penggarap baik yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani dan memiliki ijin usaha HKm maupun yang belum.

Ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan cukup tinggi karena sebagian besar menjadikan kawasan hutan sebagai tempat mencari nafkah akan tetapi mereka memiliki persepsi yang cukup baik tentang kawasan hutan walaupun belum diimplementasikan dalam teknik budidaya yang sesuai. Dengan kondisi tersebut, maka potensi terbesar di wilayah kelola KPHL Batutegi adalah komoditi hasil petani penggarap berupa kopi, lada, kakao, karet, kemiri, pala, durian dll.

Pengelolaan hutan di KPHL Batutegi harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain adalah:

1. Adanya pertambahan penduduk, sedangkan areal hutannya tidak bertambah.

2. Hutan sebagai penyangga kehidupan harus dapat dipertahankan struktur dan fungsinya sebagai hutan lindung dan sebagai catchment area bendungan Batutegi dan Way Sekampung, serta prinsip-prinsip kelestarian SDAH juga akan terus menjadi tuntutan umum.

3. Keterlibatan masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan merupakan keharusan

4. Untuk keberhasilan pengelolaan KPHL Batutegi, maka diperlukan kerjasama dengan parapihak

Dengan kondisi tersebut maka KPHL Batutegi menetapkan visi yang ingin dicapai dalam pengelolaan kawasan hutan lindung adalah : “Tercapainya Fungsi Hutan Lindung yang Memberi Kesejahteraan Masyarakat”. Untuk mencapai visi tersebut, maka ditetapkan misi pengelolaan KPHL Batu Tegi sebagai berikut:

1. Memantapkan wilayah pengelolaan KPH Batu Tegi melalui penataan hutan dan administrasi KPHL serta pengelolaan hutan yang berbasis perencanaan.

2. Meningkatkan fungsi lindung daerah tangkapan air dan daya dukung DAS, dengan melakukan rehabilitasi lahan.

3. Memperkuat kelembagaan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan usaha masyarakat sekitar hutan.

4. Meningkatkan kerjasama parapihak dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, perlindungan, dan pengamanan hutan, serta pemasaran hasil hutannya.

5. Meningkatkan pemanfaatan hasil hutan nonkayu dan jasa lingkungan dalam mendukung revitalisasi hutan dan optimalisasi pemanfaatan hutan.

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Peta Situasi ... iii

Ringkasan Eksekutif ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

I. Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Maksud dan Tujuan ... 3

C. Sasaran ... 4

D. Ruang Lingkup ... 4

E. Batasan Pengertian ... 5

II. Deskripsi Kawasan ... 8

A. Risalah Wilayah ... 8

1. Letak , luas dan batas wilayah ... 8

2. Kondisi biofisk ... 12

3. Penutupan vegetasi ... 14

B. Potensi Wilayah KPHL Batutegi ... 15

1. Massa Tegakan ... 15

2. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu ... 16

3. Flora Fauna Langka ... 16

4. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam ... 18

C. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan ... 19

D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan ... 22

E. Kondisi Posisi KPHL Batutegi dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah ... 29

(8)

vii

F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ... 29

III. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan ... 36

A. Visi KPHL Batutegi ... 36

B. Misi KPHL Batutegi ... 37

C. Tujuan ... 38

IV. Analisis dan Proyeksi ... 39

A. Analisis Data dan Informasi ... 39

B. Analisis Lingkungan Eksternal ... 40

C. Analisis Lingkungan Internal ... 41

D. Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal ... 42

E. Proyeksi Kondisi Wilayah Kelola KPHL Batutegi 10 Tahun Yang Akan Datang ... 49

V. Rencana Kegiatan ... 52

Rencana Kegiatan Strategis ... 52

VI. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian ... 69

A. Pembinaan ... 69

B. Pengawasan ... 70

C. Pengendalian ... 71

VII. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan ... 72

A. Pemantauan dan Evaluasi ... 72

B. Pelaporan ... 72

VIII. Penutup ... 74 Lampiran-lampiran

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pembagian blok pengelolaan KPHL Batutegi ... 10

Tabel 2. Hasil Pemutakhiran Data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung berdasarkan Luas KPHL Batutegi per Resort per Register ... 11

Tabel 3. Klasifikasi Lahan berdasarkan Tingkat Kekritisan Lahan ... 14

Tabel 4. Luas penutupan lahan dan stratifikasi ... 15

Tabel 5. Rekapitulasi hasil pengolahan data primer inventarisasi sosial budaya masyarakat di sekitar KPHL Batutegi ... 19

Tabel 6. Keadaan Penduduk di Kecamatan yang Berhimpitan dengan Wilayah Kelola KPHL Batutegi ... 22

Tabel 7. Luas Wilayah Tertentu pada Blok Pengelolaan KPHL Batutegi ... 29

Tabel 8. Rangkuman Analisis SWOT ... 42

Tabel 9. Komparasi Urgensi Faktor Internal ... 43

Tabel 10. Komparasi Urgensi Faktor Eksternal ... 44

Tabel 11. Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal ... 45

Tabel 12. Faktor- Faktor Kunci Keberhasilan ... 48

Tabel 13. Alternatif Strategi... 49

Tabel 14. Proyeksi Kondisi KPHL Batutegi Sepuluh Tahun Yang Akan Datang .. 50

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Lokasi KPHL Batutegi ... 9

Gambar 2. Peta Pembagian Blok... 10

Gambar 3. Peta Pembagian Wilayah Resort ... 11

Gambar 4. Peta Identifikasi Kelas Aksesibilitas ... 12

Gambar 5. Perbandingan tutupan lahan menurut hasil penafsiran citra Landsat tahun 2006 dan 2008 ... 14

Gambar 6. Flora Fauna di KPHL Batutegi ... 17

Gambar 7. Potensi Wisata Alam di KPHL Batutegi ... 18

Gambar 8. Peta Kekuatan Organisasi ... 47

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Matriks Rencana Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Batutegi Provinsi Lampung

2. Peta Wilayah KPHL Batutegi Provinsi Lampung 3. Peta Tata Hutan KPHL Batutegi Provinsi Lampung

4. Peta Pembagian Resort Wilayah Kelola KPH Batutegi Provinsi Lampung 5. Peta Aksesibilitas KPHL Batutegi Provinsi Lampung

6. Peta Geologi KPHL Batutegi Provinsi Lampung 7. Peta Iklim KPHL Batutegi Provinsi Lampung

8. Peta Perijinan Penggunaan Kawasan Hutan KPHL Batutegi Provinsi Lampung 9. Peta Lahan Kritis KPHL Batutegi Provinsi Lampung

10. Peta Lereng KPHL Batutegi Provinsi Lampung 11. Peta Moratorium KPHL Batutegi Provinsi Lampung

12. Peta Penutupan Lahan KPHL Batutegi Provinsi Lampung 13. Peta Potensi KPHL Batutegi Provinsi Lampung

14. Peta RKTN KPHL Batutegi Provinsi Lampung 15. Peta Tanah KPHL Batutegi Provinsi Lampung

16. Peta Identifikasi Kelompok Tani Penggarap Dalam Wilayah Kelola KPHL Batutegi Provinsi Lampung

17. Peta Posisi KPHL Batutegi dalam Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung 18. Peta Rencana Pengembangan Wisata Alam Terbatas dalam Wilayah Kelola

KPHL Batutegi Provinsi Lampung

19. Peta Rencana Budidaya Bambu dalam Wilayah Kelola KPHL Batutegi Provinsi Lampung

20. Peta Rencana Budidaya Pala dan Tanaman Bawah Tegakan dalam Wilayah Kelola KPHL Batutegi Provinsi Lampung

21. Peta Rencana Pengembangan Industri Pengolahan Hasil dalam Wilayah Kelola KPHL Batutegi Provinsi Lampung

22. Deklarasi Penyelamatan Bendungan Batutegi Provinsi Lampung

(12)
(13)

I I I . . . P P P E E E N N N D D D A A A H H H U U U L L L U U U A A A N N N

A. Latar Belakang

Selama beberapa dekade terakhir kerusakan sumberdaya hutan alam di Indonesia terus meningkat. Puncaknya adalah sejak dimulainya era reformasi tahun 1998 sampai dengan 2004. Pada saat itu perubahan kondisi politik yang dramatis tidak hanya menerpa perubahan tata kelola pemerintah pusat dan daerah tetapi juga menerpa tata kelola kewenangan dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Pembentukan otonomi daerah ternyata tidak membawa kondisi yang lebih baik terhadap kondisi sumberdaya hutan. Kerusakan sumberdaya hutan ternyata semakin berat karena pemerintah daerah sebagai pemerintahan otonomi telah menjadikan kawasan hutan juga sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mengalami situasi seperti diuraikan di atas. Kawasan hutan di Provinsi Lampung pada kenyataan lapangan telah mengalami perubahan penggunaan. Di sisi lain kebutuhan akan hasil sumberdaya hutan ternyata semakin lama semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk.

Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan berusaha mencari format kebijakan untuk menciptakan model pengelolaan hutan yang optimal, efisien, dan lestari melalui pembentukan kelembagaan pengelolaan hutan di tingkat tapak dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) pada setiap fungsi kawasan hutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. PP Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dijelaskan bahwa Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah unit terkecil pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Sesuai dengan PP Nomor 44 tahun 2004 pasal 32 ayat (1) bahwa institusi pengelola kehutanan

(14)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 2

bertanggung jawab terhadap pengelolaan hutan yang meliputi antara lain:

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengelolaan, serta pengendalian dan pengawasan.

Berkaitan dengan kebijakan Pemerintah tersebut, Pemerintah Provinsi Lampung telah menyusun Rancang Bangun KPH dan Action Plan KPH Provinsi Lampung yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian kehutanan RI dengan menetapkan 16 wilayah yang terdiri dari 9 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan 7 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 68/Menhut-II/2010 tanggal 28 Januari 2010. Dengan dibaginya kawasan hutan menjadi wilayah-wilayah KPH yang selanjutnya akan dibentuk institusi pengelolanya, maka diharapkan hutan akan dikelola secara lebih baik.

Dari 16 wilayah KPH tersebut, tiga diantaranya adalah unit KPH provinsi, yaitu KPHP Muara Dua di Kabupaten Way Kanan dan Tulang Bawang Barat, KPHP Gedong Wani di Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur serta KPHL Batutegi yang berada di empat wilayah administrasi kabupaten, yaitu Kabupaten Tanggamus, Pringsewu, Lampung Barat dan Lampung Tengah.

Dari sisi kepentingan wilayah KPHL Batutegi memiliki peran yang cukup strategis. Dengan wilayah kelola yang cukup luas yaitu 58.162 hektar (SK Menteri Kehutanan Nomor 650/Menhut-II/2010) dan berada di kawasan hutan Register 39 Kota Agung Utara (sebagian), Register 22 Way Waya (sebagian), dan Register 32 Bukit Rindingan, yang seluruhnya mempunyai fungsi sebagai hutan lindung, areal ini menjadi salah satu DAS prioritas di Provinsi Lampung karena berfungsi sebagai catchment area bendungan Batutegi dan mengairi salah satu sungai besar, yaitu Way Sekampung.

Dengan peran strategis yang menjadi tantangan bagi KPHL Batutegi, maka kegiatan pengelolaan hutan yang dilaksanakan harus direncanakan dengan baik agar profesional dan akuntabel. Dengan demikian, maka tahapan kegiatannya dapat dilakukan secara terarah dan tujuan pengelolaan diharapkan dapat tercapai. Atas dasar pemikiran tersebut maka disusunlah naskah Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Batutegi Provinsi Lampung untuk periode 2014 - 2023.

(15)

Operasionalisasi KPHL Batutegi dilaksanakan setelah terbit SK Menhut Nomor : 650/Menhut-II/2010, melaui berbagai kegiatan diantaranya:

a. Kegiatan prakondisi pengelolaan hutan: 1) Pengadaan sarana dan prasarana, 2) Tata Hutan, 3) Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (RPH), yang difasilitasi oleh BPKH Wilayah II Palembang.

b. Konvergensi kegiatan teknis dari UPT Kemenhut, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan Dinas Kehutanan Kabupaten Tanggamus, Pringsewu, Lampung Barat dan Lampung Tengah.

c. Mengingat pedoman pengesahan baru terbit pada tahun 2013 melalui Permenhut No. P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL dan KPHP, dan hasil diskusi dengan para Kepala KPH lingkup Regional Sumatera telah disepakati periode tahun RPHJP adalah 2014 – 2023, maka periode RPHJP KPHL Model Batutegi adalah Tahun 2014 – 2023.

Penyusunan RPHJP KPHL Batutegi telah dilaksanakan sejak tahun 2012 dengan diawali pelaksanaan inventarisasi potensi dan sosial budaya, yang dilanjutkan dengan penyusunan tata hutan. Kegiatan yang difasilitasi oleh Kementerian Kehutanan melalui BPKH Wilayah II Palembang ini melibatkan pihak akademisi sebagai pendamping. Selama proses penyusunan RPHJP, operasional KPHL Batutegi terus berjalan mengikuti alur rencana kegiatan yang telah disusun sebelumnya, sehingga rencana kegiatan yang tercantum dalam RPHJP sebagian merupakan kegiatan yang tidak terputus dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh KPHL Batutegi sejak beroperasi pada tahun 2011.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan RPHJP KPHL Batutegi ini adalah :

1. Menyediakan rencana pengelolaan (management plan) jangka panjang kurun waktu 10 tahun (2014-2023) untuk mengarahkan pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan pada setiap blok dan petak di wilayah KPHL Batutegi.

2. Memberikan arahan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Batutegi.

Adapun tujuan penyusunan RPHJP KPHL Batutegi, antara lain :

1. Mewujudkan tata hutan dalam bentuk rancang bangun wilayah KPH untuk mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan hutan.

(16)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 4

2. Mewujudkan rencana pengelolaan hutan yang menjadi acuan KPH dalam pencapaian fungsi ekonomi, lingkungan dan sosial secara optimal

C. Sasaran

Sasaran lokasi pengelolaan KPHL Batutegi berdasarkan pada SK. 650/Menhut-II/2010 meliputi Kelompok Hutan Kota Agung Utara (Reg 39), Bukit Rindingan (Reg 32) dan Way Waya (Reg 22) seluas 58.162 hektar.

Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah :

1. Mantapnya wilayah pengelolaan KPHL Batutegi melalui penataan hutan dan administrasi KPHL serta pengelolaan hutan yang berbasis perencanaan.

2. Kembalinya fungsi hutan lindung di wilayah kelola KPHL Batutegi melalui peningkatan presentase penutupan vegetasi hutan.

3. Kuatnya kelembagaan masyarakat penggarap yang mampu melaksanakan usaha.

4. Meningkatnya kerjasama parapihak dalam pengelolaan, perlindungan, dan pengamanan hutan, serta pemasaran hasil hutan.

5. Meningkatnya pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan dalam mendukung revitalisasi hutan dan optimalisasi pemanfaatan hutan.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penyusunan RPHJP KPHL Batutegi, meliputi :

1. Pendahuluan, berisi: latar belakang; maksud dan tujuan; sasaran; dasar hukum; ruang lingkup; dan pengertian.

2. Deskripsi Kawasan KPHL Batutegi, yang terdiri dari: a) Risalah wilayah (letak, luas, aksesibilitas kawasan, batas-batas, sejarah wilayah, dan pembagian blok); b) Potensi wilayah (penutupan vegetasi, potensi kayu dan bukan kayu, keberadaan flora dan fauna, potensi jasa lingkungan dan wisata alam); c) Data dan informasi sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitar hutan termasuk keberadaan masyarakat hukum adat; d) Data dan informasi ijin-ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di wilayah kelola;

e) Kondisi posisi KPHL Batutegi dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah; dan f) Isu strategis, kendala dan permasalahan.

3. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, menguraikan tentang kondisi yang ingin dicapai oleh KPHL Batutegi di masa depan serta target capaian-capaian utama yang diharapkan.

(17)

4. Analisis dan Proyeksi, meliputi: a) Analisis data dan informasi yang tersedia; dan b) Proyeksi kondisi wilayah KPHL Batutegi di masa yang akan datang

5. Rencana Kegiatan, terdiri dari: a) Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, b) Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu;

c) Pemberdayaan masyarakat; d) Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal yang berijin; e) Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin;

f) Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan; g) Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam; h) Koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin; i) Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait; j) Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM; k) Penyediaan pendanaan; l) Pengembangan database; m) Rasionalisasi wilayah kelola; n) Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali); dan o) Pengembangan investasi.

6. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian 7. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan

8. Penutup

9. Lampiran, meliputi : matriks rencana pengelolaan KPHL Batutegi dan berbagai jenis peta terkait

E. Batasan Pengertian

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.

4. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya di sebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

(18)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 6

5. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung.

6. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi selanjutnya disebut KPHP adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan produksi.

7. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada Kesatuan Pengelolaan Hutan yang disusun oleh Kepala KPH berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dengan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan, memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan jangka pendek.

8. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL atau KPHP yang selanjutnya disebut RPHJP KPHL atau KPHP adalah rencana pengelolaan hutan untuk seluruh wilayah kerja KPHL atau KPHP dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun.

9. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL atau KPHP adalah rencana pengelolaan hutan untuk kegiatan KPHL atau KPHP dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.

10. Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, pemanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

11. Penggunaan Kawasan Hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan.

12. Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah upaya memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

13. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali hutan atau lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat penggunaan kawasan hutan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.

14. Perlindungan Hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh

(19)

perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

15. Inventarisasi Hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap.

16. Wilayah Tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga dan atau berada di luar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan untuk mengembangkan pemanfaatannya.

17. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.

18. Blok Pemanfaatan adalah blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan lindung.

19. Blok Inti adalah blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.

20. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur yang sama.

21. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPHL yang merupakan bagian dari wilayah KPHL yang dipimpin oleh Kepala Resort KPHL dan bertanggung jawab Kepada Kepala KPHL.

22. Verifikasi adalah suatu bentuk pengujian terhadap dokumen secara administratif dengan membandingkan terhadap pedoman yang berlaku.

23. Validasi adalah pencermatan terhadap substansi tertentu berdasarkan ketentuan untuk memastikan bahwa kualitas substansi tersebut memenuhi persyaratan kemanfaatan.

24. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.

25. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional yang selanjutnya disebut Kepala Pusdalbanghut Regional adalah satuan kerja di lingkup Kementerian Kehutanan yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan evaluasi perencanaan kehutanan di tingkat regional.

(20)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 8

I I I I I I . . . D D D E E E S S S K K K R R R I I I P P P S S S I I I K K K A A A W W W A A A S S S A A A N N N

A. Risalah Wilayah

1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

a. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada 104°27’ - 104°54’ BT dan 5°5’ - 5°22’ LS.

b. KPHL Batutegi meliputi sebagian kawasan Hutan Lindung Register 39 Kota Agung Utara, sebagian kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya dan sebagian kawasan Hutan lindung Register 32 Bukit Ridingan c. KPHL Batutegi terletak pada DAS Sekampung. DAS Sekampung Hulu

memiliki 3 sungai utama, yaitu: 1) Way Sekampung yang mengalir dari pegunungan di sebelah barat, 2) Way Sangharus yang mengalir dari Gunung Rindingan, dan 3) Way Rilau yang mengalir dari pegunungan sebelah utara.

d. Luas areal kelola KPHL Batutegi berdasarkan SK Menhut Nomor:

SK.68/Menhut-II/2010 tanggal 28 januari 2010 adalah 58.174 Ha.

e. Kawasan KPHL Batutegi sebagian besar merupakan cacthment area bendungan Batutegi yang menjadi salah satu area penting di Provinsi Lampung. Areal ini terdiri dari kawasan hutan seluas +35.711 Ha (82,28 %) dan areal penggunaan lainnya seluas + 7.693 Ha (17,72 %).

f. Batas-batas KPHL Batutegi adalah sebagai berikut : sebelah 1) Sebelah utara : Non Hutan (APL) dan KPHL Unit VII

2) Sebelah selatan : Non Hutan (APL)

3) Sebelah barat : Non Hutan (APL) dan KPHL Kota Agung Utara

4) Sebelah timur : Non Hutan (APL) dan KPHL Unit VII

Secara visual, batas wilayah tersebut baru bisa dilihat pada peta karena di lapangan belum dibuat batas definitif yang disepakati oleh para pihak terkait. Padahal batas wilayah kelola merupakan hal penting yang harus ditetapkan di lapangan untuk memberi kepastian kawasan.

(21)

Dalam tata hutan pada KPH, blok diartikan sebagai bagian dari wilayah KPH yang memiliki persamaan karakteristik biogeofisik dan sosial budaya, bersifat relatif permanen yang ditetapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan definisi tersebut, maka wilayah kelola KPHL Batutegi dibagi menjadi 2 blok, yaitu blok inti dan blok pemanfaatan.

a. Blok Inti, difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.

b. Blok Pemanfaatan Hutan Lindung, difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi hutan lindung.

Terdapat dua jenis blok pemanfaatan, yaitu yang telah digarap oleh masyarakat, baik yang sudah mendapatkan ijin maupun yang belum dengan visualisasi dan data sebagai berikut :

Gambar 1. Peta lokasi KPHL Batutegi

(22)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 10

Tabel 1. Pembagian Blok Pengelolaan KPH Batutegi

No. Uraian Luas (ha)

1 Blok Inti 10.827,00

2 Blok Pemanfaatan 47,334.46

a. IUPHKm 11,103.65

b. Garapan petani yang belum mendapat IUPHKm tetapi telah

membentuk kelompok 30,570.58

c. Areal tidak ada kelompok tani 5,660.23 Jumlah 58.162,00

Melihat adanya IUPHKm seluas 11.103,65 hektar, maka wilayah tertentu merupakan kumulatif dari b dan c sehingga jumlahnya + 36.230,81 hektar, akan tetapi angka ini masih mungkin mengalami penurunan mengingat pada areal yang telah digarap petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagian telah diusulkan IUPHKm. Selain itu, perhitungan lebih lanjut dan evaluasi yang mendalam terhadap IUPHKm karena melihat kondisi di lapangan di dalam areal HKm masih terdapat lahan-lahan kosong yang tidak digarap oleh petani, sehingga perlu dilakukan penertiban agar tidak ada lahan open acces yang mendorong terjadinya perambahan baru.

Gambar 2. Peta Pembagian Blok

(23)

Untuk efisiensi pengelolaan, maka wilayah kelola KPHL Batutegi telah dibagi menjadi 6 (enam) resort yang mempertimbangkan keberadaan Gapoktan-Gapoktan agar pembinaan terhadap petani bisa lebih fokus dan intensif. Adapun keenam resort tersebut yaitu: Resort Ulu Semong, Resort Datar Setuju, Resort Way Sekampung, Resort Banjaran, Resort Batulima, dan Resort Way Waya. Pembagian resort di KPHL Batutegi tersebut didasarkan atas keberadaan areal pemanfaatan HKm dan satuan sub-DAS.

Berdasarkan hasil pemutakhiran data yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung pada tahun 2013, diperoleh data bahwa luas KPHL Batutegi yang aktual adalah sebagaimana table berikut:

Tabel 2. Hasil Pemutakhiran Data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Berdasarkan Luas KPHL Batutegi per Resort per Register.

No Resort Register

Jumlah

22 32 39

1 Way Waya 7,191 3,590 10,781

2 Way Sekampung 14,422 14,422

3 Datar Setuju 7,872 7,872

4 Ulu Semong 8,864 8,864

5 Banjaran 428 11,254 11,682

6 Batulima 8,397 8,397

Jumlah 7,191 428 54,399 62,018

Gambar 3. Peta Pembagian Wilayah Resort

(24)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 12

2. Kondisi Biofisik

Wilayah kawasan KPHL Batutegi merupakan daerah tangkapan air hulu Way Sekampung, yang berada pada ketinggian antara 200 – 1.750 meter dari permukaan laut (mdpl). Daerah ini terbagi dalam beberapa satuan morfologi yaitu satuan morfologi pegunungan, satuan morfologi kerucut gunung api dan satuan morfologi perbukitan. Satuan morfologi pegunungan terdapat pada bagian barat dan barat laut KPHL Batutegi dengan elevasi 400 – 1.250 mdpl. Satuan morfologi kerucut gunung api terdapat di barat daya KPHL Batutegi dengan variasi elevasi 500 – 1.750 mdpl (G. Rindingan).

Satuan morfologi perbukitan bergelombang pada bagian utara, selatan, tenggara dan timur laut KPHL Batutegi dengan variasi elevasi 200 – 800 mdpl.

Selanjutnya berdasarkan peta topografi DAS Sekampung Hulu dapat dibagi menjadi kelas lereng landai (3-8%), bergelombang (8-15%), berbukit (15-30%), agak curam (30-45%), dan curam (>45%) (Banuwa, 2008). Hal itu menunjukkan bahwa wilayah KPHL Batutegi ini didominasi oleh daerah bergelombang hingga berbukit.

Gambar 4. Peta Identifikasi Kelas Aksesibilitas

(25)

Akses menuju areal KPHL Batutegi berupa jalan tanah dan jalan setapak yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Untuk beberapa lokasi, tidak bisa dilewati dengan kendaraan roda dua tanpa ada alat bantunya, seperti jalan menuju puncak Bukit Rindingan (setinggi 1600 mdpl) dan kawasan lindung di hulunya Way Sekampung aksesibilitasnya berat (1.068 mdpl), karena lokasinya yang terjal.

Dari peta aksesibilitas terlihat bahwa hanya sekitar 5% saja dari seluruh wilayah kelola KPHL Batutegi yang telah terbuka aksesibilitasnya. Tetapi bila data diatas ditumpangtindihkan dengan peta penutupan lahan dan melihat kondisi di lapangan, wilayah ini sudah cukup terbuka, hal ini terlihat dari dominasi penutupan vegetasi berupa pertanian campuran sekitar 53,73% dan banyak ditemukannya jalan-jalan setapak yang bisa dilewati oleh kendaraan roda 2 di hampir semua wilayah. Analisis spasial yang dilakukan melalui peta bisa jadi tidak mewakili kondisi sebenarnya mengingat jaringan jalan setapak belum tergambar sepenuhnya pada peta.

Jenis tanah di dalam wilayah KPHL Batutegi di sebelah barat secara umum didominasi oleh jenis tanah alluvial adapun di sebelah timur didominasi oleh jenis tanah latosol dan di beberapa bagian kecil di daerah ketinggian didominasi oleh jenis tanah regosol, sedangkan tipe geologinya adalah sebagai berikut : di sebelah timur didominasi oleh volcanic, di bagian tengah oleh granitoid dan disebelah barat oleh clastic sediment.

Berdasarkan hasil analisa peta lahan kritis yang diperoleh dari BPKH Wilayah II Palembang, di dalam wilayah kerja KPHL Batutegi terdapat lahan kritis seluas 14.405,10 hektar (24,77 %), dan sangat kritis 45,56 hektar (0,77%). Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat status kawasan merupakan hutan lindung. Akan tetapi dengan kondisi yang kondusif antara masyarakat penggarap dengan KPH diharapkan secara bertahap lahan kritis akan berkurang secara bertahap.

(26)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14 83.74

4.55

Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan

No Kriteria Luas (Ha) Persentase

1 Tidak kritis 863.98 1.49

2 Agak kritis 39,926.61 68.65

3 Potensial kritis 2,515.77 4.33

4 Kritis 14,405.10 24.77

5 Sangat kritis 450.56 0.77

Jumlah 58,162.00 100.00

3. Penutupan Vegetasi

a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.

b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :

c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.

d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :

Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010

2006 2010

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14 11.69 0.02

83.74 4.55

hutan…

Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan

No Kriteria Luas (Ha) Persentase

1 Tidak kritis 863.98 1.49

2 Agak kritis 39,926.61 68.65

3 Potensial kritis 2,515.77 4.33

4 Kritis 14,405.10 24.77

5 Sangat kritis 450.56 0.77

Jumlah 58,162.00 100.00

3. Penutupan Vegetasi

a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.

b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :

c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.

d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :

Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010

2006 2010

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14

Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan

No Kriteria Luas (Ha) Persentase

1 Tidak kritis 863.98 1.49

2 Agak kritis 39,926.61 68.65

3 Potensial kritis 2,515.77 4.33

4 Kritis 14,405.10 24.77

5 Sangat kritis 450.56 0.77

Jumlah 58,162.00 100.00

3. Penutupan Vegetasi

a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.

b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :

c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.

d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :

Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010

2006 2010

(27)

Tabel 4. Luasan penutupan lahan dan stratifikasi

No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Hutan

1 Hutan Lahan Kering Sekunder 13.577,22 23,51%

Non-Hutan

2 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 31.037,07 53,73%

3 Semak Belukar 11.418,22 19,77%

4 Lahan Terbuka 1.307,42 2,26%

5 Awan 413,64 0,72%

6 Permukiman 8,88 0,02%

Sub-Total 44.185,23 76,49%

Total 57.762,44 100,00%

B. Potensi Wilayah KPHL Batutegi 1. Massa Tegakan

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan oleh BPKH Wilayah II Palembang pada tahun 2012, massa tegakan di KPHL Batutegi termasuk dalam kategori masih berhutan dengan potensi total seluruh jenis pohon yang berdiameter 20 cm keatas sebanyak 80,17 batang/ha dan volume sebesar 132,02 m³/ha. Berdasarkan kelas komersil, potensi dibagi menjadi sebagai berikut :

a. Kelas komersil satu, untuk seluruh jenis yang ditemukan sebanyak14 jenis, jumlah batang 24,67batang/ha dan volume sebesar 45,31m³/ha

b. Kelas komersil dua, untuk seluruh jenis yang ditemukan sebanyak 49 jenis, jumlah batang 29,25 batang/ha dan volume sebesar 46,35 m³/ha

c. Kelas komersil empat, ditemukan sebanyak 25 jenis, jumlah batang 5,92 batang/ha dan volume sebesar 10,63 m³/ha.

d. Kelas komersil lima, ditemukan sabanyak 4 jenis, jumlah batang 6,92 batang/ha dan volume 8,49 m³/ha.

e. Kelas komersil enam (kayu rimba campuran), seluruh jenis ditemukan sebanyak 27 jenis, jumlah batang 13,67 batang/ha dan volume sebesar 21,67 m³/ha.

Adapun potensi pada tingkat permudaan adalah sebagai berikut:

a. Tingkat semai (seedling) terdapat 72 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 17.200 batang/ha yang didominasi oleh jenis medang (Dehaasia spp.) 9,79%, meranti (Shorea spp.) 7,46%, jambu-jambu (Eugenia) 5,72%, bandotan 5,14%, jatake 4,75%, dan pohon pasang (Quercu encloisocarpa Korth) 3,68%.

(28)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 16

b. Tingkat pancang (sapling) terdapat 75 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 3.377,59 batang/ha yang didominasi oleh jenis meranti (Shorea spp.) sebanyak 10,44%, medang (Dehaasia spp.) sebanyak 8,85 %, jambu- jambu (4,91 %), salam (4,67 %), cempaka (4,05 %), dan bandotan (3,93 %).

c. Tingkat tiang (poles) terdapat 86 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 474,45 batang/ha yang didominasi oleh jenis medang (Cinnamomum spp.) sebanyak 15,94%, pasang 9,65%, meranti sebanyak 35,17 batang/ha atau 7,41%, cempaka sebanyak 30,52 batang/ha atau 6,43 %, suren sebanyak 21,23 batang/ha atau 4,48%, dan salam sebanyak 19,91 batang/ha atau 4,20%.

2. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu

Sampai saat ini belum ada survey khusus tentang potensi hasil hutan bukan kayu dalam wilayah kelola KPH Batutegi, akan tetapi sebagai gambaran dipakai data potensi pada 2 (dua) gapoktan yang sedang menyusun proposal pengajuan IUPHKm dengan luas areal yang diusulkan +2.877 hektar. Hasil rerata per hektar dari masing-masing jenis tanaman yang ada pada kedua areal Gapoktan tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis Tanaman Penghasil buah 1 Kopi 905,72 Batang

2 Kakao 35,19 Batang

3 Alpukat 0,95 Batang

4 Kemiri 20,04 Batang

5 Petai 20,84 Batang

6 Jengkol 3,75 Batang

7 Cengkeh 1,61 Batang

8 Lada 67,71 Batang

9 Nangka 0,30 Batang

10 Durian 1,84 batang

Jenis Tanaman Penghasil getah 1 Karet 54,82 batang Jenis Tanaman Penghasil kayu 1 Mahoni 6,81 batang

2 Cempaka 2,83 batang

3 Medang 1,81 batang

4 Albisia 0,18 batang

5 Jati 0,13 batang

3. Flora dan Fauna Langka

Berdasarkan hasil inventarisasi Tim BPKH Wilayah II Palembang pada tahun 2012, ditemukan jenis flora sebanyak 67 jenis flora yang didominasi oleh jenis tumbuhan balam merah (Palaqium gutra), medang (Litsea sp.),

(29)

balam putih (Palaqium spp.), damar babi, meranti (Shorea spp.), gerunggang (Cratoxylon arborencens), bunut, dan simpur (Dilleni agrandifolia)

Sedangkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Yayasan International Animal Rescue (Yayasan IAR) yang dilaporkan pada tahun 2010 pada areal seluas kurang lebih 10.000 ha di blok inti, diperoleh data sebagai berikut:

a. Flora: Di KPHL Batutegi masih terdapat flora yang beraneka ragam, yaitu sekitar 238 species dari 55 famili. Di antaranya ada tanaman endemik bunga bangkai raksasa (Amorphophalus titanum), cengal (Hopea sangal), mersawa (Anisoptera marginata), pasah (Aglaia smithii), ramin (Gonistylus macrophyllus), dan keruing (Dipterocarpus retusus).

b. Fauna: Ditemukan ada sekitar 17 famili dengan 29 jenis mamalia, dua diantaranya endemik, yaitu harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan bangsa monyet (Presbytis melalopus). Jenis burung yang ada sebanyak 38 famili dengan 140 spesies dan lima di antaranya endemik, yaitu sepah gunung (Pericrocotus miniatus), prenjak (Prima familiaris), cucak kerinci (Pycnonotus leucogrammicus), burung cabe (Dicaeum trochileum), dan bondol jawa (Lanchura leucogasstroides).

Gambar 6 . Flora Fauna di KPH Batutegi (IAR, Juli 2010)

1. Bunga bangkai (Amorphophallus titanum), 2. Shorea sp., 3. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), 4. Kancil (Muntiacus muntjak), 5. Monyet ekor panjang (Macaca nemestrina), 6. Burung elang (Spizaethus cirrhatus)

1 2 3

4 5 6

(30)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 18

4. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam

Tipe hujan di wilayah studi ditentukan berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951), tipe iklim di klasifikasi menurut metode Koppen (1951 diacu dalam Manan 1980), dan zona agroklimat ditentukan berdasarkan Oldeman (1978). Data mengenai curah hujan wilayah studi menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2.378,8 mm (Banuwa, 2008).

Curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (83,4 mm) dan tertinggi pada bulan Desember (320,6 mm). Selanjutnya berdasarkan tipe hujan, wilayah studi termasuk tipe B, karena nilai Q (rata-rata bulan kering dibagi dengan rata-rata bulan basah) sebesar 18,89%, dengan tipe iklim Af, karena curah hujan terendah > 60 mm, dan suhu terendah > 18oC, dan zona agroklimat C2, karena mempunyai bulan basah (> 200 mm) sebanyak 6 kali berturut-turut dan bulan kering (< 100 mm) sebanyak 2 kali.

Keadaan iklim tersebut sangat mendukung dikembangkannya potensi lainnya, seperti jasa lingkungan. Keberadaan tiga sungai yang bermuara di sungai Way Sekampung, yaitu Way Sangarus dan Way Rilau, dan Way Serkampung itu sendiri dapat dinikmati ol leh masyarakat di hilir. Selain itu, kawasan hutan yang berada di hulu Way Sekampung dan Way Rilau Besar juga telah menjadi lokasi pelepasliaran beberapa satwa terutama jenis monyet ekor panjang (Macaca nemestrina) dan kukang (Nycticebus coucang) yang dilaksanakan oleh Yayasan IAR dan BKSDA Lampung. Hal tersebut dapat menjadi lokasi penelitian dan atau jenis wisata minat khusus lain seperti arung jeram, tubbing dan kegiatan lain yang memanfaatkan aliran sungai serta keindahan alam di lokasi tersebut.

Gambar 7. Poteni Wisata Alam di KPHL Batutegi : a) Jeram, b) Air Terjun, c) Geothermal

a b c

(31)

Di sekitar kawasan hutan yang berada di Kecamatan Ulu Belu pada saat ini telah dimanfaatkan potensi panas bumi dan telah menghasilkan energi listrik sebanyak 110 MW dan akan segera dibangun beberapa titik lagi yang diantaranya berada dalam KHL Reg 39 yang termasuk wilayah kelola KPHL Batutegi. Pemanfaatan panas bumi selain sebagai sumber pembangkit listrik, tetapi juga memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai tempat wisata sebagaimana yang telah dikembangkan di Kamojang Kabupaten Bandung. Oleh sebab itu, potensi ini akan terus dijajagi agar bisa terbina sinergi antara Pertamina Geothermal Energi sebagai pengolah panas bumi dengan KPHL Batutegi sebagai pengelola kawasan hutan.

C. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan

1. KPHL Batutegi berhimpitan dengan sekitar 20 wilayah desa di tiga kecamatan di Kabupaten Tanggamus dan satu desa di Kabupaten Pringsewu, satu desa di Kabupaten Lampung Barat, dan dua desa di Kabupaten Lampung Tengah.

2. Mata pencaharian penduduk sekitar KPHL Batutegi adalah di sektor pertanian dengan dengan produk unggulan kopi dan kakao. Sebagian kecil lainnya sebagai pegawai negeri dan sektor jasa.

3. Dari hasil inventarisasi sosial budaya yang dilaksanakan pada 4 titik sampel di desa sekitar wilayah kelola KPHL Batutegi diperoleh data sebagai berikut : Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data Primer Inventarisasi Sosial

Budaya Masyarakat di Dalam/Sekitar KPHL Batutegi

No. Uraian Hasil Rata-Rata di Lokasi Desa Sampel

Sendang Baru Margosari Datar Lebuay Air Abang

1 2 3 4 5

I. Jati Diri Responden 12

3

45

UmurPendidikan : - Tidak sekolah - SD

- SMP - SMA - D3- Sarjana

Status Perkawinan - Belum Kawin - Kawin

Jumlah anggota keluarga Kegt utama 3 bulan terakhir : - di subsektor kehutanan - sektor pertanian non kehutanan - mengurus rumah tangga - sektor lainnya …

43 tahun 0 %33 % 47 %13 % 0 %0 %

87 % 13 %3–4orang

47 %4 % 13 %2 %

39,5 tahun 29 %0 % 36 %21 % 7 %0 %

93 % 4 orang7 %

83 %9 % 1 %8 %

36,5 tahun 33 %0 % 13 %2 % 13 %13 %

93 % 3-4 orang7 %

23 %8 % 15 %54 %

36 tahun 0%29 % 43 %21 % 7 %0 %

87 % 13 %4 orang

14 %14 % 14 %57 %

(32)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 20

1 2 3 4 5

II. Asal Usul Masyarakat 1

2

3

4

Lama tinggal di desa : - kurang 10 tahun - 10 s/d 20 tahun - 21 s/d 40 tahun - lebih dari 40 tahun

Apakah mrpkn penduduk asli : a. Ya

b. bukan Alasan menetap : a. turun temurun b. tugas

c. mencari nafkah d. lainnya

Kegt. ekonomi yg dikembangkan:

a. m’elola & memanfaatkan KH b.berdagang

c. lainnya

0 %15 % 46 %38 %

50 %50 %

53 % 0 %27 % 2 % 53 %7 % 4 %

5 %8 % 25 %17 %

60 %40 %

53 % 47 %0 % 7 % 87 %0 % 40 %

7 %4 % 27 %27 %

73 %27 %

53 % 13 %2 % 13 % 67 %13 % 2 %

60 %0 % 27 %13 %

73 %27 %

63 % 25 %6 % 6 % 73 %27 %

0 % 5 Cara mendapat lahan hutan :

a. jual beli

b. dpt bagian dr msyrk setempat c. lainnya

13 % 63 %25 %

23 % 31 %46 %

10 % 30 %60 %

33 % 33 %33 % 6 Bagaimana cara pengelolaannya

a. sama dg penduduk asli b. dg cara sendiri

88 %12 % 64 %

36 % 100 %

0 % 86 %

14 % III. Akses hutan thd masyarakat

1

2

3 4

5

6

7

8

9

Pengethuan ttg batas desa : a. tahu, berdasarkan data/cerita b. tidak tahu

Letak rumah/tempat tinggal : a. Tepi hutan (luar kawasan hutan) b. dalam hutan

Jarak rumah ke kawasan hutan Akses utama ke kawasan hutan a. jalan aspal

b. jalan diperkeras c. jalan tanah d. sungai e. jalan setapak f. lainnya ….

Pengethuan ttg KH sekitar rumah a. tahu

b. tidak tahu

Darimana pengetahuan ttg KH a. lurah/camat

b. petugas kehutanan c. orang sekitar

d. mengikuti penyuluhan e. plang

f. lainnya …

Adakah batas desa dg KH a. ada

b. tidak ada c. tidak tahu

Jika ada, jenis batas yg diketahui:

a. Pal/tanda batas b. jalan diperkeras c. sungai

d. lainnya …

Kondisi hutan sekitar rumah a. baik

b. rusak

57 %43 %

93 % 1,09 km7 %

0 % 15 %62 % 15 %0 % 8 % 86 % 14 % 62 %0 % 38 %0 % 0 %0 %

100 % 0 %0 %

100 % 0 %0 % 0 %

100 % 0 %

64 %36 %

54 % 5,72 km46 %

0 % 80 %0 % 20 %0 % 0 % 73 % 27 % 33 %7 % 27 %20 % 7 %7 %

93 % 0 %7 %

73 % 0 %7 % 20 %

93 %7 %

73 %27 %

93 % 2,12 km7 %

0,0 % 0,0 % 80 % 20 %0 % 0 % 80 % 20 % 46 %0 % 38 %8 % 8 %0 %

100 % 0 %0 %

100 % 0 %0 % 0 %

67 %33 %

64 %36 %

100 % 1,29 km0 %

0 % 80 %0 % 20 %0 % 0 % 69 % 31 % 60 %0 % 30 %10 % 0 %0 %

91 % 0 %0 %

100 % 0 %0 % 0 %

79 %21 %

(33)

Dari data di atas terlihat bahwa responden rata-rata berumur 39 tahun dengan pendidikan terbanyak lulus SMP dan bekerja pada sektor kehutanan, yaitu mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan.

Persepsi ini agak bias mengingat sebenarnya walaupun para responden menggarap kawasan hutan tetapi pada saat ini masih membudidayakan jenis-jenis tanaman perkebunan dan pertanian.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas bahwa ketergantungan responden terhadap kawasan hutan cukup tinggi karena sebagian besar menjadikan kawasan hutan sebagai tempat mencari nafkah, akan tetapi mereka memiliki persepsi yang cukup baik tentang kawasan hutan walaupun belum diimplementasikan dalam teknik budidaya yang sesuai. Dari kondisi tersebut, maka KPH sebagai institusi kehutanan baru di tingkat tapak harus meningkatkan pengetahuan mereka khususnya dari sisi kelembagaan dan teknik.

Berdasarkan hasil pengamatan di dalam dan di sekitar wilayah kelola KPHL Batutegi tidak terdapat masyarakat adat. Desa-desa yang berbatasan merupakan desa baru yang dihuni oleh masyarakat dengan multikultur karena berasal dari berbagai suku. Walaupun tidak melalui inventarisasi yang mendalam tetapi secara umum dapat diketahui bahwa terdapat 4 suku dominan, yaitu Suku Jawa, Sunda, Semendo dan Lampung. Keempat suku tersebut telah berasimilasi dan bertoleransi satu sama lain dengan baik sehingga dapat hidup berdampingan tanpa konflik yang berarti.

Sesungguhnya ketersediaan data untuk mengetahui kondisi masyarakat yang berada di sekitar wilayah kelola KPHL Batutegi sangat terbatas. Survey inventarisasi sosial budaya yang dilakukan tidak memiliki keterwakilan yang cukup. Karena adanya kendala tersebut, maka untuk mengetahui keadaan masyarakat dilakukan pendekatan dengan melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) masing-masing kabupaten. Tabel 6 menyajikan intisari dari data yang tersedia di BPS pada empat kabupaten, yaitu Lampung Barat, Tanggamus, Pringsewu dan Lampung Tengah. Dari data di atas terlihat bahwa kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar wilayah kelola KPHL Batutegi sudah cukup baik karena tidak ada satu kecamatan pun yang menunjukkan angka di atas 10 baik untuk Keluarga Pra Sejahtera maupun Keluarga Sejahtera I seusai kriteria BPS.

(34)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 22

Tabel 6. Keadaan Penduduk di Kecamatan yang Berhimpitan dengan Wilayah Kelola KPHL Batutegi

D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

Dengan kondisi seperti dijelaskan di atas, sudah tergambar bahwa dalam wilayah kelola KPHL Batutegi didominasi pemanfaatan oleh masyarakat untuk berkebun. Sampai saat ini terdapat ijin pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) sebanyak 10 unit gabungan kelompok tani (Gapoktan) dari total 24 Gapoktan yang ada. 14 Gapoktan sisanya terdiri dari 8 Gapoktan yang telah diverifikasi Kementerian Kehutanan dan 6 Gapoktan sedang dalam tahap fasilitasi pengajuan permohonan IUPHKm.

Adapun penyebaran Gapoktan dalam masing – masing resort adalah sebagai berikut :

1. Resort Ulu Semong

a. Berada di Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat.

b. Terdapat 2 Gapoktan HKm yaitu Gapoktan HKm Tribuana dan Wanajaya.

1) Gapoktan HKm Tribuana : a) Jumlah anggota ± 440 orang.

No Wilayah Administrasi Jumlah penduduk Densitas Org/km2 Pra S

(%) KS 1

L P Total (%)

Kab. Tanggamus

1 Kec. Air Naningan 14,439 12,612 27,051 198.32 5,9 1 4.95

2 Kec. Ulu Belu 15,241 22,863 38,104 110.68 3,54 5.30

3 Kec. Pulau Panggung 16,910 17,759 34,669 133.82 8.99 3.45 Kab. Pringsewu

4 Kec. Pagelaran Utara *) *) 14,592 *) *)

5 Kec. Banyumas *) *) 19,245 482.92 *) *)

Kab. Lampung Barat

6 Kec. Kebun Tebu 19,060 10,030 29,090 1,307.00 2.95 3.69 7 Kec. Gedung Surian 7,262 6,862 14,124 165.53 8.23 7.93

Kab. Lampung Tengah

8 Kec. Sendang Agung *) *) - *) *)

Keterangan :

Sumber BPS Lampung, data 2012

*) : tidak tersedia data di BPS Lampung

(35)

b) Luas areal penetapan oleh Menhut 2547,22 Ha, yang sudah terbit IUPHKm ± 678,37 Ha (yang sudah dilakukan pengukuran per bidang).

c) SK Menhut No. 433/Menhut-II/2007 tanggal 11 Desember 2007 dan SK Bupati No. B.337/23/03/2007 tanggal 12-12-2007.

2) Gapoktan HKm Wana Jaya : a) Luas areal 1.781,20 Ha.

b) Jumlah anggota 801 orang.

c) Terdiri dari 13 kelompok.

d) Proses pengajuan IUPHK baru sampai tahap usul penetapan areal ke Menteri Kehutanan.

e) Kondisi tutupan lahannya berupa lahan pertanian campuran, tanah terbuka, semak belukar dan sedikit terdapat hutan sekunder.

c. Semua areal di resort ini termasuk ke dalam blok pemanfaatan.

2. Resort Datar Setuju

a. Berada di Kabupaten Tanggamus dalam kawasan hutan lindung Register 39 Kota Agung Utara.

b. Kondisi tutupan lahannya umumnya berupa lahan pertanian campuran dan semak belukar.

c. Di dalam resort ini yang ada adalah blok pemanfaatan.

d. Wilayah resortnya terbagi habis menjadi 3 areal kelola Gapoktan HKm yaitu Gapoktan Bina Wana Jaya 1, Bina Wana Jaya 2 dan Gapoktan Sinar Harapan.

1) Gapoktan Bina Wana Jaya 1 : a) Jumlah anggota ± 414 orang,

b) Luas areal yang sudah terbit IUPHKM ± 1592,40 Ha.

c) SK Menhut No. 751/Menhut-II/2009 tanggal 2-11-2009 dan SK Bupati No. B.266/39/12/2009 tanggal 11-12-2009.

2) Gapoktan Bina Wana Jaya II : a) Jumlah anggota ± 281 orang,

b) Luas areal yang sudah terbit IUPHKM ± 1.044,80 Ha.

c) SK Menhut No. 751/Menhut-II/2009 tanggal 2-11-2009 dan SK Bupati No. B.265/39/12/2009 tanggal 11-12-2009.

(36)

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 24

3) Gapoktan Sinar Harapan :

a) Usulan IUPHKm telah diverifikasi tahun 2009 dan tetapi belum mendapatkan penetapan Areal Kerja HKm.

b) Jumlah anggota ± 471 orang, dengan luas areal yang diusulkan

± 5.031,44 Ha.

3. Resort Way Sekampung

a. Berada di Kabupaten Tanggamus dalam kawasan hutan lindung Register 39 Kota Agung Utara.

b. Kondisi tutupan lahannya umumnya berupa hutan sekunder, semak belukar dan lahan pertanian campuran.

c. Di dalam resort ini seharusnya sebagian besar berupa blok inti, karena merupakan catchment area Way Sekampung, namun ternyata pengelolaan oleh masyarakat sudah merambah ke blok inti.

d. Terdapat 2 Gapoktan HKm yaitu Gapoktan Mandiri Lestari dan Gapoktan Wana Tani Lestari.

1) Gapoktan Mandiri Lestari : a) Jumlah anggota ± 235 orang,

b) Luas areal yang sudah terbit IUPHKM ± 1.401,80 Ha.

c) SK Menhut No. 751/Menhut-II/2009 tanggal 2 November 2009 dan SK Bupati No. B.262/39/12/2009 tanggal 11 Desember 2009.

2) Gapoktan Wana Tani Lestari :

a) Proses pengusulan HKm saat ini masih dalam tahap penyusunan proposal dan pembuatan peta usulan dengan difasilitasi oleh KPHL Batutegi.

b) Jumlah anggota ± 423 orang.

c) Luas areal kerja HKm yang diusulkan ± 3.200 Ha.

4. Resort Banjaran

a. Berada di Kabupaten Tanggamus dalam kawasan hutan lindung Register 39 Kota Agung Utara dan Register 32 Bukit Rindingan.

b. Kondisi tutupan lahan umumnya berupa semak belukar, lahan pertanian campuran dan sedikit terdapat hutan sekunder.

c. Sebagian dari resort ini menjadi blok inti di Bukit Rindingan, karena menjadi catchment area Way Sangharus.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi KPHL Batutegi
Gambar 2.  Peta Pembagian Blok
Tabel  2. Hasil  Pemutakhiran  Data  Dinas  Kehutanan  Provinsi  Lampung Berdasarkan Luas KPHL Batutegi per Resort per Register.
Gambar 4.  Peta Identifikasi Kelas Aksesibilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait