• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Risalah Wilayah

1. Letak , luas dan batas wilayah

a. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada 104°27’ - 104°54’ BT dan 5°5’ - 5°22’ LS.

b. KPHL Batutegi meliputi sebagian kawasan Hutan Lindung Register 39 Kota Agung Utara, sebagian kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya dan sebagian kawasan Hutan lindung Register 32 Bukit Ridingan c. KPHL Batutegi terletak pada DAS Sekampung. DAS Sekampung Hulu

memiliki 3 sungai utama, yaitu: 1) Way Sekampung yang mengalir dari pegunungan di sebelah barat, 2) Way Sangharus yang mengalir dari Gunung Rindingan, dan 3) Way Rilau yang mengalir dari pegunungan sebelah utara.

d. Luas areal kelola KPHL Batutegi berdasarkan SK Menhut Nomor:

SK.68/Menhut-II/2010 tanggal 28 januari 2010 adalah 58.174 Ha.

e. Kawasan KPHL Batutegi sebagian besar merupakan cacthment area bendungan Batutegi yang menjadi salah satu area penting di Provinsi Lampung. Areal ini terdiri dari kawasan hutan seluas +35.711 Ha (82,28 %) dan areal penggunaan lainnya seluas + 7.693 Ha (17,72 %).

f. Batas-batas KPHL Batutegi adalah sebagai berikut : sebelah 1) Sebelah utara : Non Hutan (APL) dan KPHL Unit VII

2) Sebelah selatan : Non Hutan (APL)

3) Sebelah barat : Non Hutan (APL) dan KPHL Kota Agung Utara

4) Sebelah timur : Non Hutan (APL) dan KPHL Unit VII

Secara visual, batas wilayah tersebut baru bisa dilihat pada peta karena di lapangan belum dibuat batas definitif yang disepakati oleh para pihak terkait. Padahal batas wilayah kelola merupakan hal penting yang harus ditetapkan di lapangan untuk memberi kepastian kawasan.

Dalam tata hutan pada KPH, blok diartikan sebagai bagian dari wilayah KPH yang memiliki persamaan karakteristik biogeofisik dan sosial budaya, bersifat relatif permanen yang ditetapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan definisi tersebut, maka wilayah kelola KPHL Batutegi dibagi menjadi 2 blok, yaitu blok inti dan blok pemanfaatan.

a. Blok Inti, difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.

b. Blok Pemanfaatan Hutan Lindung, difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi hutan lindung.

Terdapat dua jenis blok pemanfaatan, yaitu yang telah digarap oleh masyarakat, baik yang sudah mendapatkan ijin maupun yang belum dengan visualisasi dan data sebagai berikut :

Gambar 1. Peta lokasi KPHL Batutegi

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 10

Tabel 1. Pembagian Blok Pengelolaan KPH Batutegi

No. Uraian Luas (ha)

1 Blok Inti 10.827,00

2 Blok Pemanfaatan 47,334.46

a. IUPHKm 11,103.65

b. Garapan petani yang belum mendapat IUPHKm tetapi telah

membentuk kelompok 30,570.58

c. Areal tidak ada kelompok tani 5,660.23 Jumlah 58.162,00

Melihat adanya IUPHKm seluas 11.103,65 hektar, maka wilayah tertentu merupakan kumulatif dari b dan c sehingga jumlahnya + 36.230,81 hektar, akan tetapi angka ini masih mungkin mengalami penurunan mengingat pada areal yang telah digarap petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagian telah diusulkan IUPHKm. Selain itu, perhitungan lebih lanjut dan evaluasi yang mendalam terhadap IUPHKm karena melihat kondisi di lapangan di dalam areal HKm masih terdapat lahan-lahan kosong yang tidak digarap oleh petani, sehingga perlu dilakukan penertiban agar tidak ada lahan open acces yang mendorong terjadinya perambahan baru.

Gambar 2. Peta Pembagian Blok

Untuk efisiensi pengelolaan, maka wilayah kelola KPHL Batutegi telah dibagi menjadi 6 (enam) resort yang mempertimbangkan keberadaan Gapoktan-Gapoktan agar pembinaan terhadap petani bisa lebih fokus dan intensif. Adapun keenam resort tersebut yaitu: Resort Ulu Semong, Resort Datar Setuju, Resort Way Sekampung, Resort Banjaran, Resort Batulima, dan Resort Way Waya. Pembagian resort di KPHL Batutegi tersebut didasarkan atas keberadaan areal pemanfaatan HKm dan satuan sub-DAS.

Berdasarkan hasil pemutakhiran data yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung pada tahun 2013, diperoleh data bahwa luas KPHL Batutegi yang aktual adalah sebagaimana table berikut:

Tabel 2. Hasil Pemutakhiran Data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Berdasarkan Luas KPHL Batutegi per Resort per Register.

No Resort Register

Jumlah

22 32 39

1 Way Waya 7,191 3,590 10,781

2 Way Sekampung 14,422 14,422

3 Datar Setuju 7,872 7,872

4 Ulu Semong 8,864 8,864

5 Banjaran 428 11,254 11,682

6 Batulima 8,397 8,397

Jumlah 7,191 428 54,399 62,018

Gambar 3. Peta Pembagian Wilayah Resort

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 12

2. Kondisi Biofisik

Wilayah kawasan KPHL Batutegi merupakan daerah tangkapan air hulu Way Sekampung, yang berada pada ketinggian antara 200 – 1.750 meter dari permukaan laut (mdpl). Daerah ini terbagi dalam beberapa satuan morfologi yaitu satuan morfologi pegunungan, satuan morfologi kerucut gunung api dan satuan morfologi perbukitan. Satuan morfologi pegunungan terdapat pada bagian barat dan barat laut KPHL Batutegi dengan elevasi 400 – 1.250 mdpl. Satuan morfologi kerucut gunung api terdapat di barat daya KPHL Batutegi dengan variasi elevasi 500 – 1.750 mdpl (G. Rindingan).

Satuan morfologi perbukitan bergelombang pada bagian utara, selatan, tenggara dan timur laut KPHL Batutegi dengan variasi elevasi 200 – 800 mdpl.

Selanjutnya berdasarkan peta topografi DAS Sekampung Hulu dapat dibagi menjadi kelas lereng landai (3-8%), bergelombang (8-15%), berbukit (15-30%), agak curam (30-45%), dan curam (>45%) (Banuwa, 2008). Hal itu menunjukkan bahwa wilayah KPHL Batutegi ini didominasi oleh daerah bergelombang hingga berbukit.

Gambar 4. Peta Identifikasi Kelas Aksesibilitas

Akses menuju areal KPHL Batutegi berupa jalan tanah dan jalan setapak yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Untuk beberapa lokasi, tidak bisa dilewati dengan kendaraan roda dua tanpa ada alat bantunya, seperti jalan menuju puncak Bukit Rindingan (setinggi 1600 mdpl) dan kawasan lindung di hulunya Way Sekampung aksesibilitasnya berat (1.068 mdpl), karena lokasinya yang terjal.

Dari peta aksesibilitas terlihat bahwa hanya sekitar 5% saja dari seluruh wilayah kelola KPHL Batutegi yang telah terbuka aksesibilitasnya. Tetapi bila data diatas ditumpangtindihkan dengan peta penutupan lahan dan melihat kondisi di lapangan, wilayah ini sudah cukup terbuka, hal ini terlihat dari dominasi penutupan vegetasi berupa pertanian campuran sekitar 53,73% dan banyak ditemukannya jalan-jalan setapak yang bisa dilewati oleh kendaraan roda 2 di hampir semua wilayah. Analisis spasial yang dilakukan melalui peta bisa jadi tidak mewakili kondisi sebenarnya mengingat jaringan jalan setapak belum tergambar sepenuhnya pada peta.

Jenis tanah di dalam wilayah KPHL Batutegi di sebelah barat secara umum didominasi oleh jenis tanah alluvial adapun di sebelah timur didominasi oleh jenis tanah latosol dan di beberapa bagian kecil di daerah ketinggian didominasi oleh jenis tanah regosol, sedangkan tipe geologinya adalah sebagai berikut : di sebelah timur didominasi oleh volcanic, di bagian tengah oleh granitoid dan disebelah barat oleh clastic sediment.

Berdasarkan hasil analisa peta lahan kritis yang diperoleh dari BPKH Wilayah II Palembang, di dalam wilayah kerja KPHL Batutegi terdapat lahan kritis seluas 14.405,10 hektar (24,77 %), dan sangat kritis 45,56 hektar (0,77%). Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat status kawasan merupakan hutan lindung. Akan tetapi dengan kondisi yang kondusif antara masyarakat penggarap dengan KPH diharapkan secara bertahap lahan kritis akan berkurang secara bertahap.

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14 83.74

4.55

Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan

No Kriteria Luas (Ha) Persentase

1 Tidak kritis 863.98 1.49

2 Agak kritis 39,926.61 68.65

3 Potensial kritis 2,515.77 4.33

4 Kritis 14,405.10 24.77

5 Sangat kritis 450.56 0.77

Jumlah 58,162.00 100.00

3. Penutupan Vegetasi

a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.

b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :

c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.

d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :

Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010

2006 2010

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14 11.69 0.02

83.74 4.55

hutan…

Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan

No Kriteria Luas (Ha) Persentase

1 Tidak kritis 863.98 1.49

2 Agak kritis 39,926.61 68.65

3 Potensial kritis 2,515.77 4.33

4 Kritis 14,405.10 24.77

5 Sangat kritis 450.56 0.77

Jumlah 58,162.00 100.00

3. Penutupan Vegetasi

a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.

b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :

c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.

d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :

Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010

2006 2010

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14

Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan

No Kriteria Luas (Ha) Persentase

1 Tidak kritis 863.98 1.49

2 Agak kritis 39,926.61 68.65

3 Potensial kritis 2,515.77 4.33

4 Kritis 14,405.10 24.77

5 Sangat kritis 450.56 0.77

Jumlah 58,162.00 100.00

3. Penutupan Vegetasi

a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.

b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :

c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.

d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :

Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010

2006 2010

Tabel 4. Luasan penutupan lahan dan stratifikasi

No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Hutan

1 Hutan Lahan Kering Sekunder 13.577,22 23,51%

Non-Hutan

2 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 31.037,07 53,73%

3 Semak Belukar 11.418,22 19,77%

4 Lahan Terbuka 1.307,42 2,26%

5 Awan 413,64 0,72%

6 Permukiman 8,88 0,02%

Sub-Total 44.185,23 76,49%

Total 57.762,44 100,00%

B. Potensi Wilayah KPHL Batutegi 1. Massa Tegakan

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan oleh BPKH Wilayah II Palembang pada tahun 2012, massa tegakan di KPHL Batutegi termasuk dalam kategori masih berhutan dengan potensi total seluruh jenis pohon yang berdiameter 20 cm keatas sebanyak 80,17 batang/ha dan volume sebesar 132,02 m³/ha. Berdasarkan kelas komersil, potensi dibagi menjadi sebagai berikut :

a. Kelas komersil satu, untuk seluruh jenis yang ditemukan sebanyak14 jenis, jumlah batang 24,67batang/ha dan volume sebesar 45,31m³/ha

b. Kelas komersil dua, untuk seluruh jenis yang ditemukan sebanyak 49 jenis, jumlah batang 29,25 batang/ha dan volume sebesar 46,35 m³/ha

c. Kelas komersil empat, ditemukan sebanyak 25 jenis, jumlah batang 5,92 batang/ha dan volume sebesar 10,63 m³/ha.

d. Kelas komersil lima, ditemukan sabanyak 4 jenis, jumlah batang 6,92 batang/ha dan volume 8,49 m³/ha.

e. Kelas komersil enam (kayu rimba campuran), seluruh jenis ditemukan sebanyak 27 jenis, jumlah batang 13,67 batang/ha dan volume sebesar 21,67 m³/ha.

Adapun potensi pada tingkat permudaan adalah sebagai berikut:

a. Tingkat semai (seedling) terdapat 72 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 17.200 batang/ha yang didominasi oleh jenis medang (Dehaasia spp.) 9,79%, meranti (Shorea spp.) 7,46%, jambu-jambu (Eugenia) 5,72%, bandotan 5,14%, jatake 4,75%, dan pohon pasang (Quercu encloisocarpa Korth) 3,68%.

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 16

b. Tingkat pancang (sapling) terdapat 75 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 3.377,59 batang/ha yang didominasi oleh jenis meranti (Shorea spp.) sebanyak 10,44%, medang (Dehaasia spp.) sebanyak 8,85 %, jambu-jambu (4,91 %), salam (4,67 %), cempaka (4,05 %), dan bandotan (3,93 %).

c. Tingkat tiang (poles) terdapat 86 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 474,45 batang/ha yang didominasi oleh jenis medang (Cinnamomum spp.) sebanyak 15,94%, pasang 9,65%, meranti sebanyak 35,17 batang/ha atau 7,41%, cempaka sebanyak 30,52 batang/ha atau 6,43 %, suren sebanyak 21,23 batang/ha atau 4,48%, dan salam sebanyak 19,91 batang/ha atau 4,20%.

2. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu

Sampai saat ini belum ada survey khusus tentang potensi hasil hutan bukan kayu dalam wilayah kelola KPH Batutegi, akan tetapi sebagai gambaran dipakai data potensi pada 2 (dua) gapoktan yang sedang menyusun proposal pengajuan IUPHKm dengan luas areal yang diusulkan +2.877 hektar. Hasil rerata per hektar dari masing-masing jenis tanaman yang ada pada kedua areal Gapoktan tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis Tanaman Penghasil buah 1 Kopi 905,72 Batang

2 Kakao 35,19 Batang

3 Alpukat 0,95 Batang

4 Kemiri 20,04 Batang

5 Petai 20,84 Batang

6 Jengkol 3,75 Batang

7 Cengkeh 1,61 Batang

8 Lada 67,71 Batang

9 Nangka 0,30 Batang

10 Durian 1,84 batang

Jenis Tanaman Penghasil getah 1 Karet 54,82 batang Jenis Tanaman Penghasil kayu 1 Mahoni 6,81 batang

2 Cempaka 2,83 batang

3 Medang 1,81 batang

4 Albisia 0,18 batang

5 Jati 0,13 batang

3. Flora dan Fauna Langka

Berdasarkan hasil inventarisasi Tim BPKH Wilayah II Palembang pada tahun 2012, ditemukan jenis flora sebanyak 67 jenis flora yang didominasi oleh jenis tumbuhan balam merah (Palaqium gutra), medang (Litsea sp.),

balam putih (Palaqium spp.), damar babi, meranti (Shorea spp.), gerunggang (Cratoxylon arborencens), bunut, dan simpur (Dilleni agrandifolia)

Sedangkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Yayasan International Animal Rescue (Yayasan IAR) yang dilaporkan pada tahun 2010 pada areal seluas kurang lebih 10.000 ha di blok inti, diperoleh data sebagai berikut:

a. Flora: Di KPHL Batutegi masih terdapat flora yang beraneka ragam, yaitu sekitar 238 species dari 55 famili. Di antaranya ada tanaman endemik bunga bangkai raksasa (Amorphophalus titanum), cengal (Hopea sangal), mersawa (Anisoptera marginata), pasah (Aglaia smithii), ramin (Gonistylus macrophyllus), dan keruing (Dipterocarpus retusus).

b. Fauna: Ditemukan ada sekitar 17 famili dengan 29 jenis mamalia, dua diantaranya endemik, yaitu harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan bangsa monyet (Presbytis melalopus). Jenis burung yang ada sebanyak 38 famili dengan 140 spesies dan lima di antaranya endemik, yaitu sepah gunung (Pericrocotus miniatus), prenjak (Prima familiaris), cucak kerinci (Pycnonotus leucogrammicus), burung cabe (Dicaeum trochileum), dan bondol jawa (Lanchura leucogasstroides).

Gambar 6 . Flora Fauna di KPH Batutegi (IAR, Juli 2010)

1. Bunga bangkai (Amorphophallus titanum), 2. Shorea sp., 3. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), 4. Kancil (Muntiacus muntjak), 5. Monyet ekor panjang (Macaca nemestrina), 6. Burung elang (Spizaethus cirrhatus)

1 2 3

4 5 6

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 18

4. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam

Tipe hujan di wilayah studi ditentukan berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951), tipe iklim di klasifikasi menurut metode Koppen (1951 diacu dalam Manan 1980), dan zona agroklimat ditentukan berdasarkan Oldeman (1978). Data mengenai curah hujan wilayah studi menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2.378,8 mm (Banuwa, 2008).

Curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (83,4 mm) dan tertinggi pada bulan Desember (320,6 mm). Selanjutnya berdasarkan tipe hujan, wilayah studi termasuk tipe B, karena nilai Q (rata-rata bulan kering dibagi dengan rata-rata bulan basah) sebesar 18,89%, dengan tipe iklim Af, karena curah hujan terendah > 60 mm, dan suhu terendah > 18oC, dan zona agroklimat C2, karena mempunyai bulan basah (> 200 mm) sebanyak 6 kali berturut-turut dan bulan kering (< 100 mm) sebanyak 2 kali.

Keadaan iklim tersebut sangat mendukung dikembangkannya potensi lainnya, seperti jasa lingkungan. Keberadaan tiga sungai yang bermuara di sungai Way Sekampung, yaitu Way Sangarus dan Way Rilau, dan Way Serkampung itu sendiri dapat dinikmati ol leh masyarakat di hilir. Selain itu, kawasan hutan yang berada di hulu Way Sekampung dan Way Rilau Besar juga telah menjadi lokasi pelepasliaran beberapa satwa terutama jenis monyet ekor panjang (Macaca nemestrina) dan kukang (Nycticebus coucang) yang dilaksanakan oleh Yayasan IAR dan BKSDA Lampung. Hal tersebut dapat menjadi lokasi penelitian dan atau jenis wisata minat khusus lain seperti arung jeram, tubbing dan kegiatan lain yang memanfaatkan aliran sungai serta keindahan alam di lokasi tersebut.

Gambar 7. Poteni Wisata Alam di KPHL Batutegi : a) Jeram, b) Air Terjun, c) Geothermal

a b c

Di sekitar kawasan hutan yang berada di Kecamatan Ulu Belu pada saat ini telah dimanfaatkan potensi panas bumi dan telah menghasilkan energi listrik sebanyak 110 MW dan akan segera dibangun beberapa titik lagi yang diantaranya berada dalam KHL Reg 39 yang termasuk wilayah kelola KPHL Batutegi. Pemanfaatan panas bumi selain sebagai sumber pembangkit listrik, tetapi juga memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai tempat wisata sebagaimana yang telah dikembangkan di Kamojang Kabupaten Bandung. Oleh sebab itu, potensi ini akan terus dijajagi agar bisa terbina sinergi antara Pertamina Geothermal Energi sebagai pengolah panas bumi dengan KPHL Batutegi sebagai pengelola kawasan hutan.

C. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan

1. KPHL Batutegi berhimpitan dengan sekitar 20 wilayah desa di tiga kecamatan di Kabupaten Tanggamus dan satu desa di Kabupaten Pringsewu, satu desa di Kabupaten Lampung Barat, dan dua desa di Kabupaten Lampung Tengah.

2. Mata pencaharian penduduk sekitar KPHL Batutegi adalah di sektor pertanian dengan dengan produk unggulan kopi dan kakao. Sebagian kecil lainnya sebagai pegawai negeri dan sektor jasa.

3. Dari hasil inventarisasi sosial budaya yang dilaksanakan pada 4 titik sampel di desa sekitar wilayah kelola KPHL Batutegi diperoleh data sebagai berikut : Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data Primer Inventarisasi Sosial

Budaya Masyarakat di Dalam/Sekitar KPHL Batutegi

No. Uraian Hasil Rata-Rata di Lokasi Desa Sampel

Sendang Baru Margosari Datar Lebuay Air Abang

1 2 3 4 5

I. Jati Diri Responden 12 Kegt utama 3 bulan terakhir : - di subsektor kehutanan - sektor pertanian non kehutanan - mengurus rumah tangga

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 20

1 2 3 4 5

II. Asal Usul Masyarakat 1

2

3

4

Lama tinggal di desa : - kurang 10 tahun - 10 s/d 20 tahun - 21 s/d 40 tahun - lebih dari 40 tahun

Apakah mrpkn penduduk asli : a. Ya

Kegt. ekonomi yg dikembangkan:

a. m’elola & memanfaatkan KH b.berdagang 5 Cara mendapat lahan hutan :

a. jual beli

b. dpt bagian dr msyrk setempat c. lainnya

a. sama dg penduduk asli b. dg cara sendiri

88 %12 % 64 %

36 % 100 %

0 % 86 %

14 % III. Akses hutan thd masyarakat

1

Pengethuan ttg batas desa : a. tahu, berdasarkan data/cerita b. tidak tahu

Letak rumah/tempat tinggal : a. Tepi hutan (luar kawasan hutan) b. dalam hutan

Jarak rumah ke kawasan hutan Akses utama ke kawasan hutan a. jalan aspal

Pengethuan ttg KH sekitar rumah a. tahu

Adakah batas desa dg KH a. ada

b. tidak ada c. tidak tahu

Jika ada, jenis batas yg diketahui:

a. Pal/tanda batas

Dari data di atas terlihat bahwa responden rata-rata berumur 39 tahun dengan pendidikan terbanyak lulus SMP dan bekerja pada sektor kehutanan, yaitu mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan.

Persepsi ini agak bias mengingat sebenarnya walaupun para responden menggarap kawasan hutan tetapi pada saat ini masih membudidayakan jenis-jenis tanaman perkebunan dan pertanian.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas bahwa ketergantungan responden terhadap kawasan hutan cukup tinggi karena sebagian besar menjadikan kawasan hutan sebagai tempat mencari nafkah, akan tetapi mereka memiliki persepsi yang cukup baik tentang kawasan hutan walaupun belum diimplementasikan dalam teknik budidaya yang sesuai. Dari kondisi tersebut, maka KPH sebagai institusi kehutanan baru di tingkat tapak harus meningkatkan pengetahuan mereka khususnya dari sisi kelembagaan dan teknik.

Berdasarkan hasil pengamatan di dalam dan di sekitar wilayah kelola KPHL Batutegi tidak terdapat masyarakat adat. Desa-desa yang berbatasan merupakan desa baru yang dihuni oleh masyarakat dengan multikultur karena berasal dari berbagai suku. Walaupun tidak melalui inventarisasi yang mendalam tetapi secara umum dapat diketahui bahwa terdapat 4 suku dominan, yaitu Suku Jawa, Sunda, Semendo dan Lampung. Keempat suku tersebut telah berasimilasi dan bertoleransi satu sama lain dengan baik sehingga dapat hidup berdampingan tanpa konflik yang berarti.

Sesungguhnya ketersediaan data untuk mengetahui kondisi masyarakat yang berada di sekitar wilayah kelola KPHL Batutegi sangat terbatas. Survey inventarisasi sosial budaya yang dilakukan tidak memiliki keterwakilan yang cukup. Karena adanya kendala tersebut, maka untuk mengetahui keadaan masyarakat dilakukan pendekatan dengan melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) masing-masing kabupaten. Tabel 6 menyajikan intisari dari data yang tersedia di BPS pada empat kabupaten, yaitu Lampung Barat, Tanggamus, Pringsewu dan Lampung Tengah. Dari data di atas terlihat bahwa kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar wilayah kelola KPHL Batutegi sudah cukup baik karena tidak ada satu kecamatan pun yang menunjukkan angka di atas 10 baik untuk Keluarga Pra Sejahtera maupun Keluarga Sejahtera I seusai kriteria BPS.

RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 22

Tabel 6. Keadaan Penduduk di Kecamatan yang Berhimpitan dengan Wilayah Kelola KPHL Batutegi

D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

Dengan kondisi seperti dijelaskan di atas, sudah tergambar bahwa dalam wilayah kelola KPHL Batutegi didominasi pemanfaatan oleh masyarakat untuk berkebun. Sampai saat ini terdapat ijin pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) sebanyak 10 unit gabungan kelompok tani (Gapoktan) dari total 24 Gapoktan yang ada. 14 Gapoktan sisanya terdiri dari 8 Gapoktan yang telah diverifikasi Kementerian Kehutanan dan 6 Gapoktan sedang dalam tahap fasilitasi pengajuan permohonan IUPHKm.

Adapun penyebaran Gapoktan dalam masing – masing resort adalah sebagai berikut :

1. Resort Ulu Semong

a. Berada di Kabupaten Tanggamus dan Lampung Barat.

b. Terdapat 2 Gapoktan HKm yaitu Gapoktan HKm Tribuana dan Wanajaya.

1) Gapoktan HKm Tribuana : a) Jumlah anggota ± 440 orang.

No Wilayah Administrasi Jumlah penduduk Densitas Org/km2 Pra S

(%) KS 1

L P Total (%)

Kab. Tanggamus

1 Kec. Air Naningan 14,439 12,612 27,051 198.32 5,9 1 4.95

2 Kec. Ulu Belu 15,241 22,863 38,104 110.68 3,54 5.30

3 Kec. Pulau Panggung 16,910 17,759 34,669 133.82 8.99 3.45 Kab. Pringsewu

4 Kec. Pagelaran Utara *) *) 14,592 *) *)

5 Kec. Banyumas *) *) 19,245 482.92 *) *)

Kab. Lampung Barat

6 Kec. Kebun Tebu 19,060 10,030 29,090 1,307.00 2.95 3.69 7 Kec. Gedung Surian 7,262 6,862 14,124 165.53 8.23 7.93

Kab. Lampung Tengah

8 Kec. Sendang Agung *) *) - *) *)

Keterangan :

Sumber BPS Lampung, data 2012

*) : tidak tersedia data di BPS Lampung

Dokumen terkait