datang
5. Rencana Kegiatan, terdiri dari: a) Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, b) Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu;
c) Pemberdayaan masyarakat; d) Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal yang berijin; e) Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin;
f) Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan; g) Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam; h) Koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin; i) Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait; j) Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM; k) Penyediaan pendanaan; l) Pengembangan database; m) Rasionalisasi wilayah kelola; n) Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali); dan o) Pengembangan investasi.
6. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian 7. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
8. Penutup
9. Lampiran, meliputi : matriks rencana pengelolaan KPHL Batutegi dan berbagai jenis peta terkait
E. Batasan Pengertian
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
3. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.
4. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya di sebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 6
5. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung.
6. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi selanjutnya disebut KPHP adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan produksi.
7. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada Kesatuan Pengelolaan Hutan yang disusun oleh Kepala KPH berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dengan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan, memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan jangka pendek.
8. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL atau KPHP yang selanjutnya disebut RPHJP KPHL atau KPHP adalah rencana pengelolaan hutan untuk seluruh wilayah kerja KPHL atau KPHP dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun.
9. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPHL atau KPHP adalah rencana pengelolaan hutan untuk kegiatan KPHL atau KPHP dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
10. Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, pemanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
11. Penggunaan Kawasan Hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan.
12. Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah upaya memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
13. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali hutan atau lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat penggunaan kawasan hutan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
14. Perlindungan Hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
15. Inventarisasi Hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap.
16. Wilayah Tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga dan atau berada di luar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan untuk mengembangkan pemanfaatannya.
17. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.
18. Blok Pemanfaatan adalah blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan lindung.
19. Blok Inti adalah blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.
20. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur yang sama.
21. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPHL yang merupakan bagian dari wilayah KPHL yang dipimpin oleh Kepala Resort KPHL dan bertanggung jawab Kepada Kepala KPHL.
22. Verifikasi adalah suatu bentuk pengujian terhadap dokumen secara administratif dengan membandingkan terhadap pedoman yang berlaku.
23. Validasi adalah pencermatan terhadap substansi tertentu berdasarkan ketentuan untuk memastikan bahwa kualitas substansi tersebut memenuhi persyaratan kemanfaatan.
24. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.
25. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional yang selanjutnya disebut Kepala Pusdalbanghut Regional adalah satuan kerja di lingkup Kementerian Kehutanan yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan evaluasi perencanaan kehutanan di tingkat regional.
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 8
I I I I I I . . . D D D E E E S S S K K K R R R I I I P P P S S S I I I K K K A A A W W W A A A S S S A A A N N N
A. Risalah Wilayah
1. Letak, Luas dan Batas Wilayah
a. Secara geografis KPHL Batutegi terletak pada 104°27’ - 104°54’ BT dan 5°5’ - 5°22’ LS.
b. KPHL Batutegi meliputi sebagian kawasan Hutan Lindung Register 39 Kota Agung Utara, sebagian kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya dan sebagian kawasan Hutan lindung Register 32 Bukit Ridingan c. KPHL Batutegi terletak pada DAS Sekampung. DAS Sekampung Hulu
memiliki 3 sungai utama, yaitu: 1) Way Sekampung yang mengalir dari pegunungan di sebelah barat, 2) Way Sangharus yang mengalir dari Gunung Rindingan, dan 3) Way Rilau yang mengalir dari pegunungan sebelah utara.
d. Luas areal kelola KPHL Batutegi berdasarkan SK Menhut Nomor:
SK.68/Menhut-II/2010 tanggal 28 januari 2010 adalah 58.174 Ha.
e. Kawasan KPHL Batutegi sebagian besar merupakan cacthment area bendungan Batutegi yang menjadi salah satu area penting di Provinsi Lampung. Areal ini terdiri dari kawasan hutan seluas +35.711 Ha (82,28 %) dan areal penggunaan lainnya seluas + 7.693 Ha (17,72 %).
f. Batas-batas KPHL Batutegi adalah sebagai berikut : sebelah 1) Sebelah utara : Non Hutan (APL) dan KPHL Unit VII
2) Sebelah selatan : Non Hutan (APL)
3) Sebelah barat : Non Hutan (APL) dan KPHL Kota Agung Utara
4) Sebelah timur : Non Hutan (APL) dan KPHL Unit VII
Secara visual, batas wilayah tersebut baru bisa dilihat pada peta karena di lapangan belum dibuat batas definitif yang disepakati oleh para pihak terkait. Padahal batas wilayah kelola merupakan hal penting yang harus ditetapkan di lapangan untuk memberi kepastian kawasan.
Dalam tata hutan pada KPH, blok diartikan sebagai bagian dari wilayah KPH yang memiliki persamaan karakteristik biogeofisik dan sosial budaya, bersifat relatif permanen yang ditetapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan definisi tersebut, maka wilayah kelola KPHL Batutegi dibagi menjadi 2 blok, yaitu blok inti dan blok pemanfaatan.
a. Blok Inti, difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.
b. Blok Pemanfaatan Hutan Lindung, difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi hutan lindung.
Terdapat dua jenis blok pemanfaatan, yaitu yang telah digarap oleh masyarakat, baik yang sudah mendapatkan ijin maupun yang belum dengan visualisasi dan data sebagai berikut :
Gambar 1. Peta lokasi KPHL Batutegi
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 10
Tabel 1. Pembagian Blok Pengelolaan KPH Batutegi
No. Uraian Luas (ha)
1 Blok Inti 10.827,00
2 Blok Pemanfaatan 47,334.46
a. IUPHKm 11,103.65
b. Garapan petani yang belum mendapat IUPHKm tetapi telah
membentuk kelompok 30,570.58
c. Areal tidak ada kelompok tani 5,660.23 Jumlah 58.162,00
Melihat adanya IUPHKm seluas 11.103,65 hektar, maka wilayah tertentu merupakan kumulatif dari b dan c sehingga jumlahnya + 36.230,81 hektar, akan tetapi angka ini masih mungkin mengalami penurunan mengingat pada areal yang telah digarap petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagian telah diusulkan IUPHKm. Selain itu, perhitungan lebih lanjut dan evaluasi yang mendalam terhadap IUPHKm karena melihat kondisi di lapangan di dalam areal HKm masih terdapat lahan-lahan kosong yang tidak digarap oleh petani, sehingga perlu dilakukan penertiban agar tidak ada lahan open acces yang mendorong terjadinya perambahan baru.
Gambar 2. Peta Pembagian Blok
Untuk efisiensi pengelolaan, maka wilayah kelola KPHL Batutegi telah dibagi menjadi 6 (enam) resort yang mempertimbangkan keberadaan Gapoktan-Gapoktan agar pembinaan terhadap petani bisa lebih fokus dan intensif. Adapun keenam resort tersebut yaitu: Resort Ulu Semong, Resort Datar Setuju, Resort Way Sekampung, Resort Banjaran, Resort Batulima, dan Resort Way Waya. Pembagian resort di KPHL Batutegi tersebut didasarkan atas keberadaan areal pemanfaatan HKm dan satuan sub-DAS.
Berdasarkan hasil pemutakhiran data yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung pada tahun 2013, diperoleh data bahwa luas KPHL Batutegi yang aktual adalah sebagaimana table berikut:
Tabel 2. Hasil Pemutakhiran Data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Berdasarkan Luas KPHL Batutegi per Resort per Register.
No Resort Register
Jumlah
22 32 39
1 Way Waya 7,191 3,590 10,781
2 Way Sekampung 14,422 14,422
3 Datar Setuju 7,872 7,872
4 Ulu Semong 8,864 8,864
5 Banjaran 428 11,254 11,682
6 Batulima 8,397 8,397
Jumlah 7,191 428 54,399 62,018
Gambar 3. Peta Pembagian Wilayah Resort
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 12
2. Kondisi Biofisik
Wilayah kawasan KPHL Batutegi merupakan daerah tangkapan air hulu Way Sekampung, yang berada pada ketinggian antara 200 – 1.750 meter dari permukaan laut (mdpl). Daerah ini terbagi dalam beberapa satuan morfologi yaitu satuan morfologi pegunungan, satuan morfologi kerucut gunung api dan satuan morfologi perbukitan. Satuan morfologi pegunungan terdapat pada bagian barat dan barat laut KPHL Batutegi dengan elevasi 400 – 1.250 mdpl. Satuan morfologi kerucut gunung api terdapat di barat daya KPHL Batutegi dengan variasi elevasi 500 – 1.750 mdpl (G. Rindingan).
Satuan morfologi perbukitan bergelombang pada bagian utara, selatan, tenggara dan timur laut KPHL Batutegi dengan variasi elevasi 200 – 800 mdpl.
Selanjutnya berdasarkan peta topografi DAS Sekampung Hulu dapat dibagi menjadi kelas lereng landai (3-8%), bergelombang (8-15%), berbukit (15-30%), agak curam (30-45%), dan curam (>45%) (Banuwa, 2008). Hal itu menunjukkan bahwa wilayah KPHL Batutegi ini didominasi oleh daerah bergelombang hingga berbukit.
Gambar 4. Peta Identifikasi Kelas Aksesibilitas
Akses menuju areal KPHL Batutegi berupa jalan tanah dan jalan setapak yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua. Untuk beberapa lokasi, tidak bisa dilewati dengan kendaraan roda dua tanpa ada alat bantunya, seperti jalan menuju puncak Bukit Rindingan (setinggi 1600 mdpl) dan kawasan lindung di hulunya Way Sekampung aksesibilitasnya berat (1.068 mdpl), karena lokasinya yang terjal.
Dari peta aksesibilitas terlihat bahwa hanya sekitar 5% saja dari seluruh wilayah kelola KPHL Batutegi yang telah terbuka aksesibilitasnya. Tetapi bila data diatas ditumpangtindihkan dengan peta penutupan lahan dan melihat kondisi di lapangan, wilayah ini sudah cukup terbuka, hal ini terlihat dari dominasi penutupan vegetasi berupa pertanian campuran sekitar 53,73% dan banyak ditemukannya jalan-jalan setapak yang bisa dilewati oleh kendaraan roda 2 di hampir semua wilayah. Analisis spasial yang dilakukan melalui peta bisa jadi tidak mewakili kondisi sebenarnya mengingat jaringan jalan setapak belum tergambar sepenuhnya pada peta.
Jenis tanah di dalam wilayah KPHL Batutegi di sebelah barat secara umum didominasi oleh jenis tanah alluvial adapun di sebelah timur didominasi oleh jenis tanah latosol dan di beberapa bagian kecil di daerah ketinggian didominasi oleh jenis tanah regosol, sedangkan tipe geologinya adalah sebagai berikut : di sebelah timur didominasi oleh volcanic, di bagian tengah oleh granitoid dan disebelah barat oleh clastic sediment.
Berdasarkan hasil analisa peta lahan kritis yang diperoleh dari BPKH Wilayah II Palembang, di dalam wilayah kerja KPHL Batutegi terdapat lahan kritis seluas 14.405,10 hektar (24,77 %), dan sangat kritis 45,56 hektar (0,77%). Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat status kawasan merupakan hutan lindung. Akan tetapi dengan kondisi yang kondusif antara masyarakat penggarap dengan KPH diharapkan secara bertahap lahan kritis akan berkurang secara bertahap.
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14 83.74
4.55
Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan
No Kriteria Luas (Ha) Persentase
1 Tidak kritis 863.98 1.49
2 Agak kritis 39,926.61 68.65
3 Potensial kritis 2,515.77 4.33
4 Kritis 14,405.10 24.77
5 Sangat kritis 450.56 0.77
Jumlah 58,162.00 100.00
3. Penutupan Vegetasi
a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.
b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :
c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.
d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :
Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010
2006 2010
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14 11.69 0.02
83.74 4.55
hutan…
Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan
No Kriteria Luas (Ha) Persentase
1 Tidak kritis 863.98 1.49
2 Agak kritis 39,926.61 68.65
3 Potensial kritis 2,515.77 4.33
4 Kritis 14,405.10 24.77
5 Sangat kritis 450.56 0.77
Jumlah 58,162.00 100.00
3. Penutupan Vegetasi
a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.
b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :
c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.
d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :
Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010
2006 2010
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 14
Tabel 3. Klasifikasi lahan berdasarkan tingkat kekritisan lahan
No Kriteria Luas (Ha) Persentase
1 Tidak kritis 863.98 1.49
2 Agak kritis 39,926.61 68.65
3 Potensial kritis 2,515.77 4.33
4 Kritis 14,405.10 24.77
5 Sangat kritis 450.56 0.77
Jumlah 58,162.00 100.00
3. Penutupan Vegetasi
a. Berdasarkan Peta Citra Landsat Provinsi Lampung Tahun 2008, tutupan lahan pada areal KPHL Batutegi adalah hutan lahan kering 0,71%, hutan lahan kering sekunder 1,92%, semak belukar 2,22%, dan pertanian lahan kering bercampur dengan semak/ kebun campur 95%.
b. Kawasan hutan ini sebagian besar telah digarap oleh masyarakat dengan tanaman pokok kopi dan cokelat. Hasil penafsiran citra landsat pada tahun 2006 dan 2009 sebagai berikut :
c. Berdasarkan perbandingan hasil penafsiran citra landsat pada wilayah kerja KPHL Batutegi, areal ini telah kehilangan hutan primer sebanyak 0,02% atau ±11,6 hektar dan peningkatan hutan sekunder semak belukar dalam jumlah yang signifikan. Hal yang mengkhawatirkan adalah munculnya tanah terbuka pada tahun 2010 seluas ±1.800 hektar dan ini terjadi hanya dalam waktu 4 tahun.
d. Dari hasil penafsiran citra landsat resolusi tinggi yang dilaksanakan oleh Dirjen Planologi Kehutanan tahun 2011 diketahui penutupan lahan dalam wilayah kelola KPHL Batutegi sebagai berikut :
Gambar 5. Perbandingan Tutupan Lahan Menurut Hasil Citra Landsat Tahun 2006 dan 2010
2006 2010
Tabel 4. Luasan penutupan lahan dan stratifikasi
No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
Hutan
1 Hutan Lahan Kering Sekunder 13.577,22 23,51%
Non-Hutan
2 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 31.037,07 53,73%
3 Semak Belukar 11.418,22 19,77%
4 Lahan Terbuka 1.307,42 2,26%
5 Awan 413,64 0,72%
6 Permukiman 8,88 0,02%
Sub-Total 44.185,23 76,49%
Total 57.762,44 100,00%
B. Potensi Wilayah KPHL Batutegi 1. Massa Tegakan
Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan oleh BPKH Wilayah II Palembang pada tahun 2012, massa tegakan di KPHL Batutegi termasuk dalam kategori masih berhutan dengan potensi total seluruh jenis pohon yang berdiameter 20 cm keatas sebanyak 80,17 batang/ha dan volume sebesar 132,02 m³/ha. Berdasarkan kelas komersil, potensi dibagi menjadi sebagai berikut :
a. Kelas komersil satu, untuk seluruh jenis yang ditemukan sebanyak14 jenis, jumlah batang 24,67batang/ha dan volume sebesar 45,31m³/ha
b. Kelas komersil dua, untuk seluruh jenis yang ditemukan sebanyak 49 jenis, jumlah batang 29,25 batang/ha dan volume sebesar 46,35 m³/ha
c. Kelas komersil empat, ditemukan sebanyak 25 jenis, jumlah batang 5,92 batang/ha dan volume sebesar 10,63 m³/ha.
d. Kelas komersil lima, ditemukan sabanyak 4 jenis, jumlah batang 6,92 batang/ha dan volume 8,49 m³/ha.
e. Kelas komersil enam (kayu rimba campuran), seluruh jenis ditemukan sebanyak 27 jenis, jumlah batang 13,67 batang/ha dan volume sebesar 21,67 m³/ha.
Adapun potensi pada tingkat permudaan adalah sebagai berikut:
a. Tingkat semai (seedling) terdapat 72 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 17.200 batang/ha yang didominasi oleh jenis medang (Dehaasia spp.) 9,79%, meranti (Shorea spp.) 7,46%, jambu-jambu (Eugenia) 5,72%, bandotan 5,14%, jatake 4,75%, dan pohon pasang (Quercu encloisocarpa Korth) 3,68%.
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 16
b. Tingkat pancang (sapling) terdapat 75 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 3.377,59 batang/ha yang didominasi oleh jenis meranti (Shorea spp.) sebanyak 10,44%, medang (Dehaasia spp.) sebanyak 8,85 %, jambu-jambu (4,91 %), salam (4,67 %), cempaka (4,05 %), dan bandotan (3,93 %).
c. Tingkat tiang (poles) terdapat 86 jenis, total jumlah batang seluruh jenis sebanyak 474,45 batang/ha yang didominasi oleh jenis medang (Cinnamomum spp.) sebanyak 15,94%, pasang 9,65%, meranti sebanyak 35,17 batang/ha atau 7,41%, cempaka sebanyak 30,52 batang/ha atau 6,43 %, suren sebanyak 21,23 batang/ha atau 4,48%, dan salam sebanyak 19,91 batang/ha atau 4,20%.
2. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu
Sampai saat ini belum ada survey khusus tentang potensi hasil hutan bukan kayu dalam wilayah kelola KPH Batutegi, akan tetapi sebagai gambaran dipakai data potensi pada 2 (dua) gapoktan yang sedang menyusun proposal pengajuan IUPHKm dengan luas areal yang diusulkan +2.877 hektar. Hasil rerata per hektar dari masing-masing jenis tanaman yang ada pada kedua areal Gapoktan tersebut adalah sebagai berikut :
Jenis Tanaman Penghasil buah 1 Kopi 905,72 Batang
2 Kakao 35,19 Batang
3 Alpukat 0,95 Batang
4 Kemiri 20,04 Batang
5 Petai 20,84 Batang
6 Jengkol 3,75 Batang
7 Cengkeh 1,61 Batang
8 Lada 67,71 Batang
9 Nangka 0,30 Batang
10 Durian 1,84 batang
Jenis Tanaman Penghasil getah 1 Karet 54,82 batang Jenis Tanaman Penghasil kayu 1 Mahoni 6,81 batang
2 Cempaka 2,83 batang
3 Medang 1,81 batang
4 Albisia 0,18 batang
5 Jati 0,13 batang
3. Flora dan Fauna Langka
Berdasarkan hasil inventarisasi Tim BPKH Wilayah II Palembang pada tahun 2012, ditemukan jenis flora sebanyak 67 jenis flora yang didominasi oleh jenis tumbuhan balam merah (Palaqium gutra), medang (Litsea sp.),
balam putih (Palaqium spp.), damar babi, meranti (Shorea spp.), gerunggang (Cratoxylon arborencens), bunut, dan simpur (Dilleni agrandifolia)
Sedangkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Yayasan International Animal Rescue (Yayasan IAR) yang dilaporkan pada tahun 2010 pada areal seluas kurang lebih 10.000 ha di blok inti, diperoleh data sebagai berikut:
a. Flora: Di KPHL Batutegi masih terdapat flora yang beraneka ragam, yaitu sekitar 238 species dari 55 famili. Di antaranya ada tanaman endemik bunga bangkai raksasa (Amorphophalus titanum), cengal (Hopea sangal), mersawa (Anisoptera marginata), pasah (Aglaia smithii), ramin (Gonistylus macrophyllus), dan keruing (Dipterocarpus retusus).
b. Fauna: Ditemukan ada sekitar 17 famili dengan 29 jenis mamalia, dua diantaranya endemik, yaitu harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan bangsa monyet (Presbytis melalopus). Jenis burung yang ada sebanyak 38 famili dengan 140 spesies dan lima di antaranya endemik, yaitu sepah gunung (Pericrocotus miniatus), prenjak (Prima familiaris), cucak kerinci (Pycnonotus leucogrammicus), burung cabe (Dicaeum trochileum), dan bondol jawa (Lanchura leucogasstroides).
Gambar 6 . Flora Fauna di KPH Batutegi (IAR, Juli 2010)
1. Bunga bangkai (Amorphophallus titanum), 2. Shorea sp., 3. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), 4. Kancil (Muntiacus muntjak), 5. Monyet ekor panjang (Macaca nemestrina), 6. Burung elang (Spizaethus cirrhatus)
1 2 3
4 5 6
RPHJP KPHL Batutegi Tahun 2014 - 2023 18
4. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Tipe hujan di wilayah studi ditentukan berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951), tipe iklim di klasifikasi menurut metode Koppen (1951 diacu dalam Manan 1980), dan zona agroklimat ditentukan berdasarkan Oldeman (1978). Data mengenai curah hujan wilayah studi menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2.378,8 mm (Banuwa, 2008).
Curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (83,4 mm) dan tertinggi pada bulan Desember (320,6 mm). Selanjutnya berdasarkan tipe hujan, wilayah studi termasuk tipe B, karena nilai Q (rata-rata bulan kering dibagi dengan rata-rata bulan basah) sebesar 18,89%, dengan tipe iklim Af, karena curah hujan terendah > 60 mm, dan suhu terendah > 18oC, dan zona agroklimat C2, karena mempunyai bulan basah (> 200 mm) sebanyak 6 kali berturut-turut dan bulan kering (< 100 mm) sebanyak 2 kali.
Keadaan iklim tersebut sangat mendukung dikembangkannya potensi lainnya, seperti jasa lingkungan. Keberadaan tiga sungai yang bermuara di sungai Way Sekampung, yaitu Way Sangarus dan Way Rilau, dan Way Serkampung itu sendiri dapat dinikmati ol leh masyarakat di hilir. Selain itu, kawasan hutan yang berada di hulu Way Sekampung dan Way Rilau Besar juga telah menjadi lokasi pelepasliaran beberapa satwa terutama jenis monyet ekor panjang (Macaca nemestrina) dan kukang (Nycticebus coucang) yang dilaksanakan oleh Yayasan IAR dan BKSDA Lampung. Hal tersebut dapat menjadi lokasi penelitian dan atau jenis wisata minat khusus lain seperti arung jeram, tubbing dan kegiatan lain yang memanfaatkan aliran sungai serta keindahan alam di lokasi tersebut.
Gambar 7. Poteni Wisata Alam di KPHL Batutegi : a) Jeram, b) Air Terjun, c) Geothermal
a b c
Di sekitar kawasan hutan yang berada di Kecamatan Ulu Belu pada saat ini telah dimanfaatkan potensi panas bumi dan telah menghasilkan energi listrik sebanyak 110 MW dan akan segera dibangun beberapa titik lagi yang diantaranya berada dalam KHL Reg 39 yang termasuk wilayah kelola KPHL Batutegi. Pemanfaatan panas bumi selain sebagai sumber pembangkit listrik, tetapi juga memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai tempat
Di sekitar kawasan hutan yang berada di Kecamatan Ulu Belu pada saat ini telah dimanfaatkan potensi panas bumi dan telah menghasilkan energi listrik sebanyak 110 MW dan akan segera dibangun beberapa titik lagi yang diantaranya berada dalam KHL Reg 39 yang termasuk wilayah kelola KPHL Batutegi. Pemanfaatan panas bumi selain sebagai sumber pembangkit listrik, tetapi juga memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai tempat