• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PAJAK DAERAH, DANA BAGI HASIL, DANA ALOKASI UMUM, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN KEMISKINAN TERHADAP TINGKAT

KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2017-2019

OLEH

WILLY CHRISTIAN 170503080

PROGRAM STUDI STRATA 1 DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2022

(2)
(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal 29 November 2021

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua Penguji : Dra. Naleni Indra, MM., Ak., CA.

Penguji : Dr. Abdillah Arif Nasution, SE., M.Si., Ak.

Pembanding : Drs. Rustam, M.Si., Ak.

(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan, dan Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 29 November 2021

Yang Membuat Pernyataan

Willy Christian NIM. 170503080

(6)

ABSTRAK

PENGARUH PAJAK DAERAH, DANA BAGI HASIL, DANA ALOKASI UMUM, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN KEMISKINAN TERHADAP TINGKAT

KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2017-2019

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara periode 2017-2019 yang berjumlah 33 kabupaten/kota. Sampel dalam penelitian diambil menggunakan metode purposive sampling sehingga jumlah kabupaten/kota yang terpilih menjadi 33 kabupaten/kota. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Variabel independen yang digunakan adalah Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan. Variabel dependen yang digunakan adalah Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda dan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pajak Daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, (2) Dana Bagi Hasil secara parsial tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, (3) Dana Alokasi Umum secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, (4) Pertumbuhan Ekonomi secara parsial tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, (5) Kemiskinan secara parsial tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, (6) Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan secara simultan berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Kata kunci : Kemandirian Keuangan Daerah, Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan

(7)

ABSTRACT

EFFECT OF LOCAL TAXES, SHARED REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUND, ECONOMIC GROWTH, AND POVERTY

TOWARD DEGREE OF FINANCIAL INDEPENDENCE OF THE REGION GOVERNMENT IN DISTRICT/CITY AT

NORTH SUMATERA PROVINCE ON 2017-2019

The purpose of this study is to determine how the influence of Local Taxes, Shared Revenue, General Allocation Fund, Economic Growth, and Poverty toward Regional Financial Independence in districts/cities in North Sumatera Province in 2017-2019.

The population in this study is whole districts/cities in North Sumatera Province in 2017-2019 totaling 33 districts/cities. In this study, samples were taken using purposive sampling method so the number of districts/cities selected is 32 districts/cities. The type of data used is secondary data. Independent variables used are Local Taxes, Shared Revenue, General Allocation Fund, Economic Growth, and Poverty. The dependent variable is the Level of Financial Independence.

The data analysis techniques used were multiple linear regression and descriptive statistics. The results showed that (1) The Local Taxes partially have a significant effect on the financial independence of the region, (2) Shared Revenue partially did not have an effect on the financial independence of the region, (3) General Allocation Fund partially has a significant effect on the financial independence of the region, (4) Economic Growth partially did not affect the financial independence of the region, (5) Poverty partially did not affect the financial independence of the region, (6) The Local Taxes, Shared Revenue, General Allocation Fund, Economic Growth, and Poverty simultaneously affect the financial independence of the region.

Keywords : Degree of Financial Independence, Local Taxes, Shared Revenue, General Allocation Fund, Economic Growth, Poverty

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, kasih, dan karunia-Nya yang telah memampukan peneliti untuk meyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019” ini dengan baik dan pada waktunya. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini, peneliti banyak menemukan berbagai kendala dan kesulitan. Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, motivasi, saran, semangat, dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, khususnya untuk kedua orang tua penulis

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Fadli, SE., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Rina Br. Bukit, SE., M.Si., Ak., C.A, selaku Ketua Departemen/Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

(9)

3. Dra. Naleni Indra, MM., Ak. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak waktu, bimbingan, dan arahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Abdillah Arif Nasution, SE., M.Si., Ak. selaku Dosen Penguji dan Drs.

Rustam, M.Si., Ak. selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan untuk kesempurnaan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan telah memberikan pelayanan terbaik serta kemudahan dalam proses administrasi selama masa perkuliahaan.

6. Orang tua, keluarga, dan sahabat-sahabat seperjuangan saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat dan dukunganya kepada saya.

Akhir kata, peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 29 November 2021

Yang Membuat Pernyataan

Willy Christian NIM. 170503080

(10)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN………..I ABSTRAK ……….II ABSTRACT ………..………III KATA PENGANTAR ……….…...…IV DAFTAR ISI ...…...……VI DAFTAR TABEL ...…...….IX DAFTAR GAMBAR ...…...….X DAFTAR LAMPIRAN ……….………..…XI BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ...…...………...…..…………... 1

1.2 Rumusan Masalah ...………...…... 6

1.3 Tujuan Penelitian ...………....…...…... 7

1.4 Manfaat Penelitian ...………...….……….….……....…8

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Landasan Teori...……...………...10

2.1.1 Teori Stewardess………...………..…..10

2.1.2 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah…………....10

2.1.3 Pajak Daerah……...……….……….……....12

2.1.4 Dana Bagi Hasil ……….……….….13

2.1.5 Dana Alokasi Umum...………..…...15

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi...…….…...….…..…………..16

2.1.7 Kemiskinan .…………..…….……...……...……...18

2.2 Penelitian Terdahulu………..………..….……….19

2.3 Kerangka Konseptual……….…………....…24

2.4 Hipotesis……….…..……….……25

2.4.1 Pengaruh Pajak Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah………..…...26

2.4.2 Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah………...26

2.4.3 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah……….…26

2.4.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah……….…...….27

2.4.5 Pengaruh Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandiran Keuangan Daerah………..……..…………..28

2.4.6 Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah………….……….28

BAB III Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian ………..………..……..29

(11)

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ..…...…...……...…... 29

3.2.1 Populasi Penelitian .…...…...…...…...……... 29

3.2.2 Sampel Penelitian .…...…...…….……..………….….. 29

3.3 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel .……....…. 32

3.3.1 Variabel Dependen ...…………...…... 32

3.3.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah…………...…….33

3.3.2 Variabel independen ...…...…... 33

3.3.2.1 Pajak Daerah ....…..…...….…..……….….…….. 33

3.3.2.2 Dana Bagi Hasil .………...……...……..…….... 34

3.3.2.3 Dana Alokasi Umum.……...…...…... 34

3.3.2.4 Pertumbuhan Ekonomi...……... 35

3.3.2.5 Kemiskinan……...………...……..35

3.4 Jenis dan Sumber Data ...……... 38

3.5 Teknik Pengumpulan Data ...………... 38

3.6 Metode Analisis Data ...…...……... 39

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif...……..………... 38

3.6.2 Uji Asumsi Klasik ....……...…….…...…………... 38

3.6.2.1 Uji Normalitas………..……….……38

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas……….………39

3.6.2.3 Uji Heterokedastisitas………..……..……40

3.6.2.4 Uji Autokorelasi………..………..41

3.6.3 Analisis Regresi Linear Berganda...…....…... 42

3.6.4 Uji Hipotesis………..…………42

3.6.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) …....…..…...….. 42

3.6.4.2 Uji Signifikasi Parsial (t-test) ...……... 43

3.6.4.3 Uji Signifikasi Simultan (f-test) ………...43

BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Gambaran Umum ………..………..……..45

4.2 Hasil Penelitian………..…...…...……...…... 45

4.2.1 Analisis Statistik Deskritif .…...…...……... 45

4.2.2 Uji Asumsi Klasik .…...…...…….……..………….….. 47

4.2.2.1 Uji Normalitas………...…….47

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas ……….………...……48

4.2.2.3 Uji Heterokedastisitas………...…….49

4.2.2.4 Uji Autokorelasi………...…….50

4.2.3 Analisis Regresi Linear Berganda ……..………….….. 51

4.2.4 Uji Hipotesis .………....…...…….……..………….….. 53

4.2.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) .…………...…….53

4.2.4.2 Uji Signifikasi t (Parsial) ……….….……...…….54

4.2.4.3 Uji Signifikasi F (Simultan) ……..………...…….56

4.3 Pembahasan …………...……... 57

4.3.1 Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah…………...…………57

4.3.2 Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah…………...…………58

(12)

4.3.3 Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Tingkat

Kemandirian Keuangan Daerah……….…………59

4.3.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah……….…………59

4.3.5 Pengaruh Kemiskinan Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah……….…………60

4.3.6 Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah………...………62

BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan……..………..………..……..63

5.2 Keterbatasan Penelitian..………..…...…...……...…... 64

5.3 Saran ………..………..…...…...……...…... 64

DAFTAR PUSTAKA ...………... 66

LAMPIRAN ……...………... 69

(13)

DAFTAR TABEL

NOMOR JUDUL HALAMAN

1.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2017-2019 .………….…... 1

1.2 Research Gap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah …....…..…..….... 6

2.1 Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah...…………..……….………..….... 12

2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu……….……….…….……….……19

3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria.…....….…...…....……... 31

3.2 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel....…... 36

3.3 Kriteria Terjadinya Autokorelasi……….………41

4.1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif………..46

4.2 Hasil Uji Normalitas Metode Kolomogorov-Smirnov………...48

4.3 Hasil Uji Multikolinearitas………..……..49

4.4 Hasil Uji Autokorelasi………51

4.5 Hasil Uji Analisis Regresi Berganda………..52

4.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi………54

4.7 Hasil Uji Signifikasi t (Parsial)………..55

4.8 Hasil Uji Signifikasi F (Simultan) ……….56

(14)

DAFTAR GAMBAR

NOMOR JUDUL HALAMAN

2.1 Kerangka Konseptual ...…………... 25 4.1 Hasil Uji Normalitas Metode Grafik Normal P -P Plot ………….47 4.2 Hasil Uji Heterokedastisitas Metode Scatterplot ….……….50

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

NOMOR JUDUL HALAMAN 1. D a t a V a r i a b e l D e p e n d e n … … … . . … … … … . 6 9 2. D a t a V a r i a b e l I n d e p e n d e n … … … . … … … … . 7 0 3. D a t a V a r i a b e l I n d e p e n d e n … … … . … … . 7 2 4. D a t a V a r i a b e l I n d e p e n d e n … … … . . 7 4 5. D a t a V a r i a b e l I n d e p e n d e n … … … . . 7 6 6. D a t a V a r i a b e l I n d e p e n d e n … … … . . 7 8 7. H a s i l O u t p u t S P S S … … … . . 7 9

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah otonom yang terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota diharapkan dapat mandiri dalam mengelola pemerintahannya, khususnya dalam mengelola keuangan daerahnya agar tidak bergantung pada bantuan pemerintah pusat. Namun kenyataannya, pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara masih jauh dari harapan mandiri tersebut.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), rata-rata Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017-2019 tergolong sangat rendah, seperti yang disajikan pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2017-2019

Tahun Total Realisasi Pendapatan Asli

Daerah (Rp)

Total Realisasi Pendapatan Daerah

(Rp)

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah 2017 5.444.532.698.818 41.151.944.703.213 13,23%

2018 5.161.090.548.645 41.630.928.086.477 12,40%

2019 5.551.134.985.318 45.517.417.223.853 12,20%

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah oleh peneliti)

(17)

Berdasarkan tabel 1.1, tingkat kemandirian keuangan daerah (TKKD) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 sampai tahun 2019 selalu menurun. Pola hubungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat tahun 2017-2019 yaitu Pola Hubungan Instruktif (0-25%). Artinya, tingginya ketergantungan pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah pusat menunjukkan pemerintah kabupaten/kota belum sepenuhnya maksimal dalam menggali potensi pendapatan asli daerahnya agar bisa mendanai daerahnya sendiri.

Artinya, kemandiran keuangan daerah masih tergolong sangat rendah.

Masih kecilnya kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah serta masih tergantungnya daerah terhadap bantuan dari pemerintah pusat menjadi pekerjaan rumah yang sulit bagi mayoritas daerah. Oleh sebab itu, diperlukan langkah- langkah untuk penguatan kapasitas keuangan di daerah.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut ada 3 hal yang perlu dilakukan oleh daerah untuk meningkatkan PAD menuju kemandirian daerah, yaitu:

1. Ekstensifikasi Pendapatan

Ekstensifikasi pendapatan daerah dapat dilakukan dengan pengelolaan sumber penerimaan baru serta penjaringan wajib pajak atau wajib retribusi baru.

Pengelolaan sumber penerimaan baru terutama untuk lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah karena untuk Penerimaan dari pajak dan retribusi daerah sudah close list, close list, artinya sudah dibatasi atas pemungutan pajak tertentu atau tidak memiliki keleluasaan memungut pajak lain di luar pajak tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Penjaringan Wajib Pajak baru

(18)

dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk tukar menukar data pajak. Selain itu, untuk menarik minat yang mendaftar menjadi Wajib Pajak daerah diperlukan kemudahan dalam pendaftaran salah satunya bisa melalui sistem daring.

2. Intensifikasi Pendapatan

Intensifikasi pendapatan daerah dapat dilakukan dengan optimalisasi penerimaan sesuai potensi daerah serta optimalisasi penerimaan dari piutang.

Salah satu kunci untuk mencapai potensi pajak daerah yaitu melalui pemutakhiran atau validasi data pajak daerah. Validasi data pajak daerah dapat dilakukan dengan pengecekan di lapangan secara bertahap apakah data wajib pajak masih sama atau sudah berubah. Jika terdapat perubahan perlu penyesuaian pada basis data. Untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) perlu dilakukan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) agar tidak terlalu jauh dari nilai pasar yang ada.

3. Penguatan Kelembagaan

Pengutan kelembagaan dapat dilakukan melalui restrukturisasi organisasi sesuai kebutuhan daerah, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), modernisasi administrasi perpajakan daerah serta penyederhanaan proses bisnis.

Kendala yang dihadapi oleh banyak daerah saat ini yaitu kurangnya SDM yang memiliki keahlian di bidang perpajakan khususnya penilai pajak dan juru sita. Peningkatan wawasan SDM melalui penyertaan aparat dalam setiap Diklat, Workshop, Focus Group Discussion (FGD) dan forum-forum lainnya. Selain itu,

(19)

saat ini daerah dapat mengajukan permintaan kepada Kementerian Keuangan untuk mendapatkan penempatan dari lulusan PKN STAN.

Modernisasi administrasi perpajakan daerah dilakukan melalui penguatan mekanisme pemungutan pajak daerah yang dimulai dari pendataan, pendaftaran, pembayaran, pengawasan, penagihan hingga pemeriksaan. Selain itu pemungutan perpajakan dilakukan melalui pendekatan teknologi informasi dalam pengelolaan pajak daerah dan kerjasama dengan instansi terkait antara lain Badan Pertanahan Nasional dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk sinergi pengelolaan PBB P2 dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kejaksaan Negeri untuk pendampingan dalam penagihan pajak daerah, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk sinergi perizinan dan integrasi sistem informasi.

Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD), seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, seperti dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Salah satu pendapatan asli daerah yang akan diteliti adalah pendapatan pajak daerah. Pajak daerah merupakan salah sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk menetapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Penelitian yang dilakukan oleh oleh Nggilu, Sabijono, dan Tariyoh pada tahun 2016

(20)

menyatakan bahwa Pendapatan Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Selain pendapatan pajak daerah, faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah yaitu dana bagi hasil. Penelitian Rizka (2016) menyatakan bahwa dana bagi hasil berpengaruh negatif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Sebaliknya, Maya dan Lita (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dana bagi hasil tidak mempengaruhi Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Dana Alokasi Umum turut mempengaruhi Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Dali, dan Abdullah (2016) menjelaskan bahwa dana alokasi umum berpengaruh negatif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Yulianto (2018) menyatakan bahwa dana alokasi umum tidak mempengaruhi Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Faktor lainnya yang mempengaruhi Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah yaitu pertumbuhan ekonomi. Penelitian Renny dkk (2013) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Sebaliknya, Krest (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Kemiskinan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Penelitian dari Findi (2013) menyatakan bahwa kemiskinan berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

(21)

Machfud (2020) menyatakan bahwa kemiskinan tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Fiskal.

Tabel 1.2

Research Gap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Variabel times new romans Hasil Penelitian Peneliti Pajak Daerah Berpengaruh positif Nggilu dkk (2016)

Berpengaruh positif Mutiasari (2019) Dana Bagi Hasil Berpengaruh negatif Rizka (2016)

Tidak Berpengaruh Maya dan Lita (2016) Dana Alokasi Umum Berpengaruh negatif Lestari dkk (2016)

Tidak Berpengaruh Yuliyanto (2018) Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Renny dkk (2013)

Tidak Berpengaruh Krest (2018) Kemiskinan Berpengaruh negatif Findi (2013)

Tidak Berpengaruh Machfud dkk (2020)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, berikut perumusan masalah dalam penelitian ini :

1. Apakah Pajak Daerah berpengaruh parsial terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019?

2. Apakah Dana Bagi Hasil berpengaruh parsial terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019?

(22)

3. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh parsial terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019?

4. Apakah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh parsial terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019?

5. Apakah Kemiskinan berpengaruh parsial terhadap Tingkat Kemandiran Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019?

6. Apakah Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan berpengaruh secara simultan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitan ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019.

2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019.

(23)

3. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019.

4. Untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019.

5. Untuk mengetahui pengaruh Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandiran Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019.

6. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan secara bersama- sama terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan mafaat sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai Kemandirian Keuangan Daerah.

2. Bagi pemerintah daerah dan instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikian mengenai Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan

(24)

Ekonomi, dan Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, serta menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk terus memperbaiki kinerja keuangannnya agar lebih siap dalam melaksanakan otonomi daerah.

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi mahasiswa untuk digunakan sebagai acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Stewardship

Teori stewardship didefinisikan sebagai keadaan dimana manajer lebih mengutamakan kepentingan principal dibanding kepentingan sendiri. Dalam organisasi sektor publik, masyarakat digambarkan sebagai principal dan pemerintah sebagai steward. Pemerintah sebagai pihak yang lebih banyak memiliki informasi khususnya dalam bidang keuangan memiliki wewenang untuk mengelola anggaran sesuai dengan harapan dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Dalam hal ini masyarakat memiliki hak untuk menilai dan mengevaluasi kemandirian keuangan pemerintah daerah agar pemerintah daerah mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

2.1.2 Kemandirian Keuangan Daerah

Halim (2008:232), kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah dapat diukur dengan ukuran Derajat Kemandirian Fiskal Daerah atau Derajat Otonomi Fiskal Daerah, yaitu rasio antara realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan realisasi Total Penerimaan Daerah (TPD) (Zaenuddin, 2012:6). Bahl dalam Fatmala (2015) menyatakan bahwa kemandirian keuangan daerah harus diikuti dengan adanya kemampuan pajak (taxing power) dari

(26)

pemerintah daerah. Dengan adanya kemampuan pajak, pemerintah daerah akan memiliki sumber dana yang besar, dimana pajak tersebut akan digunakan untuk membangun berbagai infrastruktur dan membiayai pengeluaran publik.

Rasio kemandirian keuangan daerah menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal dan juga menggambarkan tingkat pastisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian keuangan daerah, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah, atau dapat dikatakan daerah tersebut semakin mandiri, begitu juga sebaliknya. Halim (2007:232) menyatakan, rasio kemandirian keuangan daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Kemandirian =

100%

Daerah x Pendapatan

Total

Daerah Asli

Pendapatan

Secara konsepsional, pola hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Paul Hersey dan Keneeth Blanchard memperkenalkan empat jenis pola hubungan situasional tentang pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah dalam melaksanakan kebijkaan otonomi daerah, yaitu (Dwiranda, 2008:7) :

1. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian keuangan pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial),

2. Pola hubungan konsultatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang serta lebih banyak memberikan konsultasi.

Hal ini dikarenakan daerah dianggap perlahan dapat melaksanakan otonomi daerah,

(27)

3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan telah mendekati mampu dalam melaksanakan urusan otonomi, dan

4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat akan selalu siap dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.

Tabel 2.1

Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubungan

Sangat Rendah 0-25 Instruktif

Rendah 25-50 Konsultatif

Sedang 50-75 Partisipatif

Tinggi 75-100 Delegatif

Sumber : Halim (2004) 2.1.3 Pajak Daerah

Menurut UU No. 34 Tahun 2000 menyebutkan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilaksanakan oleh orang pribadi/badan kepada daerah tanpa adanya imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dari sudut pandang kewenangan pemungutannya, pajak daerah secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah di tingkat Provinsi (Pajak Provinsi), berupa pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air pemukiman, dan Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah di

(28)

tingkat kabupaten/kota (pajak kabupaten/kota), antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir (Mardiasmo, 2009).

2.1.4 Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil merupakan bagian dari dana perimbangan yang memiliki peranan penting, karena penerimaanya diperoleh dari potensi sumber penerimaan daerah sebagai tambahan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah yang potensial. Pasal 289 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa dana bagi hasil yang ditransfer pemerintah terdiri dari tiga jenis, yaitu Dana Bagi Hasil Pajak, Cukai, dan Sumber Daya Alam (SDA).

Pola bagi hasil penerimaan tersebut dilakukan dengan presentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil.

Penerimaan Dana Bagi Hasil bersumber dari:

a. Dana bagi hasil pajak, bersumber dari:

1. Pajak penghasilan Pasal 25, Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh 21

2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

b. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari:

1. Kehutanan

2. Petambangan umum 3. Perikanan

4. Pertambangan Minyak Bumi

(29)

5. Pertambangan Gas Bumi 6. Pertambangan Panas Bumi

c. Dana bagi hasil yang bersumber dari cukai adalah cukai hasil tembakau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dana bagi hasil dari penerimaan pajak penghasilan pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan pasal 21 yang merupakan bagian daerah adalah sebesar 20%. Dana bagi hasil dari penerimaan pajak penghasilan ini dibagi antara pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dana bagi hasil dari penerimaan pajak penghasilan pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan pasal 21 dibagi dengan imbangan 60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk provinsi (Djaenuri, 2014:58). Besarnya bagian hasil yang diterima Kabupaten/Kota tersebut lebih lanjut ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar daerah kabupaten/kota.

Dana bagi hasil pajak ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 untuk mengatasi kurangnya sumber pajak dan menyelesaikan masalah menyangkut ukuran bagi hasil pungutan pajak pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Masalah tersebut muncul karena pemerintah pusat atau pemerintah daerah pada tingkat yang lebih atas memungut pajak-pajak di wilayah pemerintah pada tingkat bawah yang dinilai tidak adil, sehingga dibuat kebijakan untuk mengembalikan sebagian pajak ke daerah masing-masing (Darwin, 2010:148). Pemerintah daerah yang menginginkan transfer dana bagi hasil yang

(30)

tinggi dapat mengupayakan salah satu penerimaan dana bagi hasil yaitu melalui optimalisasi potensi pajak milik masing-masing daerah yang kemudian disebut dana bagi hasil pajak (Marizka, 2013:5).

2.1.5 Dana Alokasi Umum

Dalam Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar (Sidik, 2004:96) dalam (Muliana, 2009). DAU untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk seluruh daerah kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntunan keadaan yang ada. Terdapat tiga komponen pokok dari defenisi ini, yaitu; 1) kenaikan output secara berkesinambungan adalah

(31)

manisfestasi atau perwujudan dari pada yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi, sedangkan kemampuan penyediaan berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) disuatu negara yang bersangkutan, 2) perkembangan teknologi merupakan dasar prakondisi bagi berlansungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan dan ini adalah suatu kondisi yang diperlukan (disamping kemajuan teknologi diperlukan faktor-faktor lain), 3) guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkadang di dalam teknologi baru, maka perlu diadakan serangkaian kelembagaan, sikap, dan ideologi (Todaro, 1999: 130).

Pengukuran akan kemajuaan sebuah perekonomian memerlukan alat ukur yang tepat, antara lain (Kristanto, 2014):

a. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) atau ditingkat ragional Bruto (PDRB), merupakan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasikan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun yang dinyatakan dalam harga pasar.

Baik PDB maupun PDRB merupakan ukuran yang global fisiknya, dan bukan alat ukur ekonomi yang tepat, karena belum dapat dicerminkan kesehjateraan penduduk sessungguhnya, pada hal sesungguhnya kesehjateraan yang harus dinikmati oleh setiap penduduk Negara atau daerah yang bersangkutan.

b. Produk Domestik Bruto perkapita/ pendapatan per kapita

Produk Domestik Bruto perkapita atau Produk Regional Bruto (PDRB) per kapita pada skala daerah dapat digunakan sebagai pengukur pertumbuhan ekonomi yang lebih baik karena lebih cepat mencerminkan kesejahteraaan penduduk di suatu Negara dari pada nilai PDB atau PDRB saja, produk domestik brutoper kapita baik tingkat nasional maupun PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk di Negara manapun didaerah yang bersangkutan, atau dapat disebut juga sebagai PDB atau PDRB rata- rata.

Cara menghitung laju pertumbuhan ekonomi pada suatu tahun tertentu dapat dihitung dengan cara sebagai berikut (Arsyad,2004:18) :

%

×

= 100

t y - g y

1 - t

1 - t t

(32)

Dimana g adalah pertumbuhan ekonomi(dalam Persen), Yt adalah produk domestik regional bruto (PDRB) tahun sekarang (dalam Rupiah), dan Yt-1 adalah produk domestik regional bruto (PDRB) tahun sebelumnya (dalam Rupiah).

2.1.7 Kemiskinan

Kemiskinan umumnya menggambarkan rendahnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pengukuran kemiskinan di Indonesia menggunakan kriteria BPS. BPS menentukan kriteria kemiskinan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs).

Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada 3 indikator kemiskinan yang digunakan, yaitu: (1) Headcount Index, (2) indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index), dan (3) indeks keparahan kemiskinan (Poverty Severity Index). Headcount Index digunakan untuk mengukur kebutuhan absolut yang

terdiri dari dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line). Garis kemiskinan BPS sebagai dasar untuk perhitungan Headcount index ditentukan berdasarkan batas pengeluaran minimum untuk konsumsi makanan setara dengan 2.100 kalori per hari dan konsumsi non makanan.

Kemiskinan tidak hanya berkenaan dengan tingkat pendapatan, tetapi juga dari aspek sosial, lingkungan, bahkan keberdayaan dan tingkat partisipasi.

Kemiskinan tidak hanya dianggap sebagai pendapatan rendah, tetapi juga dianggap sebagai ketidakmampuan kapabilitas. Kemiskinan di daerah pedesaan adalah masalah ketidakberdayaan, keterisolasian, kerentanan dan kelemahan fisik,

(33)

dimana satu sama lain saling terkait dan mempengaruhi. Namun demikian, kemiskinan merupakan faktor penentu yang memiliki pengaruh paling kuat dari pada yang lainnya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan dan referensi dalam melakukan penelitian ini. Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pajak daerah, dana bagi hasil pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan hibah terhadap kemandirian keuangan daerah dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Peneliti (tahun)

Variabel

Hasil Penelitian Dependen Independen

1 Nggilu dkk (2016)

Kemandirian Keuangan Daerah

Pajak Daerah, Retribusi Daerah

Pajak Daerah berpengaruh secara signifikan positif terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dan Retribusi Daerah juga

berpengaruh secara signifikan terhadap Kemandirian

Keuangan Daerah. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan daerah.

2 Rizka (2016) Kemandirian Keuangan Daerah

Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain- lain Pendapatan Daerah yang Sah, Dana Bagi Hasil Pajak

Pajak Daerah, Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, dan Dana Bagi Hasil Pajak berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah. Retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah.

3 Maya dan Lita (2016)

Kemandirian Keuangan

Pajak Daerah, Retribusi

Pajak daerah, retribusi daerah, dan belanja modal

(34)

Daerah Daerah, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi

berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Sedangkan dana bagi hasil dan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Secara silmutan pajak daerah, retribusi daerah, dana bagi hasil, belanja modal, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.

4 Lestari, Dali, Abdullah (2016)

Kemandirian Keuangan Daerah

Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Belanja Modal

Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kemandirian

keuangan daerah.

5 Yuliyanto (2018)

Kemandirian Keuangan Daerah

Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal

Pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi khusus (DAK)

mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah. Sementara itu, variabel dana alokasi umum (DAU) dan belanja modal tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

6 Ningrum (2015)

Kemandirian Keuangan Daerah

Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus

Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.

7 Krest (2018)

Kemandirian Keuangan Daerah

Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

8 Renny dkk (2013)

Kemandririan Keuangan Daerah

Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

9 Machfud dkk Kemandirian Pendapatan Asli Pendapatan Asli Daerah,

(35)

(2020) Keuangan Daerah

Daerah, Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, Kemiskinan

Dana Perimbangan, dan Dana Otonomi Khusus

berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Kemiskinan tidak

berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

10 Findi (2013)

Kemandirian Fiskal

Kemiskinan, Ketersediaan Infrastruktur Sekolah, Pertumbuhan Ekonomi

Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Kemandirian Fiskal.

Ketersediaan Infrastruktur Sekolah tidak berpengaruh terhadap Kemandirian Fiskal.

Nggilu, Sabijono, dan Tariyoh (2016) melakukan penelitian dengan Judul

“Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pajak daerah berpengaruh secara signifikan positif terhadap kemandirian keuangan daerah dan retribusi daerah juga berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan daerah.

Rizka (2016) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah dan Dana Bagi Hasil Pajak terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak daerah, lain-lain pendapatan daerah yang sah (yang didalamnya terdapat hibah), dan dana bagi hasil pajak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah, sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.

(36)

Maya dan Lita (2016) meneliti tentang “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemandirian Daerah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak daerah, retribusi daerah, dan belanja modal berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Sedangkan dana bagi hasil dan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Secara silmutan pajak daerah, retribusi daerah, dana bagi hasil, belanja modal, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.

Lestari, Dali, dan Abdullah (2016) meneliti tentang “Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal dan Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan belanja modal berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.

Yuliyanto (2018) melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi umum, Dana Alokasi Khusus, dan Belanja Modal terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi khusus (DAK) mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah. Sementara itu, variabel dana alokasi umum (DAU) dan belanja modal tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Ningrum (2015) melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Kota Bandung (Studi Kasus pada Dinas Pengelolaan Keuangan

(37)

dan Aset Daerah Kota Bandung)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah.

Krest (2018) meneliti tentang “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Tomohon”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah. Sementara itu, variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Findi (2013) melakukan penelitian tentang “Analisis Tingkat Kemiskinan, Ketersediaan Infrasatruktur Sekolah, dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemandirian Fiskal di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2007- 2011”. Hasil penelitian menyatakan bahwa Tingkat Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Kemandirian Fiskal. Sebaliknya, Ketersediaan Infrastruktur Sekolah tidak berpengaruh terhadap Kemandirian Fiskal.

Machfud (2020) meneliti tentang “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, dan Tingkat Kemiskinan Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Aceh”. Hasil penelitian menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Sebaliknya, kemiskinan tidak berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

(38)

H6

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konspetual menjelaskan secara teoritis hubungan antar variabel dalam penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teoritis, dan penelitian terdahulu, peneliti menggambarkan kerangka konseptual penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

H1 : Pengaruh Pajak Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

H2 : Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah H3 : Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

H4 : Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

H5 : Pengaruh Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandiran Keuangan Daerah H6 : Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pajak Daerah (X1) Dana Bagi Hasil (X2) Dana Alokasi Umum (X3) Pertumbuhan Ekonomi (X4)

Kemiskinan (X5)

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

(Y) H1

H2

H3

H4

H5

(39)

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka penelitian, hipotesis pada penelitian ini yaitu sebagai berikut :

2.4.1 Pengaruh Pajak Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada epemrintah daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (UU No. 34 Tahun 2000). Semakin tinggi pajak yang diterima pemerintah daerah, semakin tinggi kemampuan daerah dalam menerima pendapatan dan mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat.

2.4.2 Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Dana bagi hasil merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka peresntase tertentu. Semakin besar presentase dana yang dibagihasilkan kepada daerah, semakin besar kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap penerimaan daerah. Sebaliknya, semakin kecil presentase dana yang dibagihasilkan kepada daerah, semakin kecil kontribus yang diberikan dana bagi hasil terhadap penerimaan daerah.

(40)

2.4.3 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Menurut Sidik (2004: 96) distribusi dana alokasi umum kepada daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah- daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh dana alokasi umum yang relatif besar. Artinya, jika pemerintah pusat mengalokasikan dana alokasi umum yang relatif besar maka daerah tersebut akan semakin kurang mandiri. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pendapatan asli daerah tesebut relatif kecil karena daerah tersebut masih mengandalkan dana dari pemerintah pusat sebagai penerimaan utamanya sehingga pemerintah pusat perlu mengalokasikan dana kepada daerah tersebut.

2.4.4 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pendapatan daerah secara teoritis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah jumlah penduduk serta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PRDB merupakan indikator ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi (pertumbuhan ekonomi). PRDB menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, apabila PRDB disuatu daerah mengalami peningkatan artinya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut meningkat. Daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi akan banyak diminati oleh investor pun untuk berinvestasi. Hal ini merupakan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya dan sekaligus peluang bagi pemerintah daerah

(41)

untuk meningkatkan pendapatan daerahnya tersebut. Dengan meningkatnya PDRB maka semakin tinggi kapasitas fiskal daerah yang sehingga tingkat kemandirian keuangan daerah meningkat. Semakin meningkat pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerah.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

2.4.5 Pengaruh Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandiran Keuangan Daerah

Kemiskinan juga berkaitan erat dengan kemandirian suatu daerah dalam mengelola keuangan yang berasal dari pendapatan daerah tersebut dan besarnya bantuan dari pusat untuk masing-masing daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian keuangan suatu daerah maka daerah tersebut dikatakan mampu menjalankan desentralisasi keuangan dan dikatakan semakin mandiri dalam mengelola berbagai sumber-sumber yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah tersebut. Jika rasio kemandirian keuangan daerah tersebut menunjukkan mandiri, maka daerah tersebut juga mampu mengatasi masalah kemiskinan dan pengentasan kemiskinan di daerah tersebut. Pemerintah daerah diberikan wewenang untuk menentukan arah kebijakan pembangunan daerah yang dapat mempengaruhi target-target pembangunan nasional, antara lain penciptaan lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan, peningkatan daya saing dan pertumbuhan sektor-sektor primer dan sekunder.

(42)

2.4.6 Pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan merupakan penerimaan daerah. Penerimaan daerah akan dipergunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintah daerah.

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif kausal. Sugiyono (2013: 30) menyatakan bahwa desain kausal adalah penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan sebab akibat antara variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi). Penelitian ini menguji pengaruh Pajak Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan sebagai variabel independen (X) terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara sebagai variabel dependen (Y).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari, dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 180).

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 33 kabupaten dan 8 kota yang bersumber dari www.djpk.kemenkeu.go.id

3.2.2 Sampel Penelitian

(44)

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2013: 73). Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode metode purpose sampling, yaitu dengan mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan atau dipilih berdasarkan kriteria. Adapun kriteria pengambilan sampel yang ditentukan oleh peneliti yaitu :

1. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan Laporan Realisasi APBD dalam situs Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selama tahun 2017-2019.

2. Tersedianya data Pertumbuhan Ekonomi masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara di situs Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara tahun 2017-2019.

3. Tersedianya data Kemiskinan masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara di situs Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara tahun 2017-2019.

Berdasarkan kriteria pemilihan sampel di atas, didapat sebanyak 33 sampel yang memenuhi kriteria yang terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota di Provinsi Sumatera Utara. Prosedur pemilihan sampel disajikan dalam tabel 3.2 berikut:

No Keterangan Jumlah

1 Jumlah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2021

33

2 Dikurangi Jumlah Kabupaten/Kota yang tidak memenuhi kriteria tersedianya data tahun 2017-2019

0

(45)

3 Jumlah Kabupaten/Kota yang memenuhi data tahun 2017- 2019 dan dijadikan sampel dalam penelitian (3 tahun)

33

Jumlah pengamatan yang akan diteliti (33 x 3 tahun) 99

Berdasarkan prosedur pemilihan sampel, didapat 33 kabupaten/kota yang dapat dijadikan sebagai sampel penelitian yang disajikan dalam tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1

Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria

No Kabupaten/Kota

Tahun

Sampel

2017 2018 2019

1 Kabupaten Asahan √ √ √ 1

2 Kabupaten Dairi √ √ √ 2

3 Kabupaten Deli Serdang √ √ √ 3

4 Kabupaten Karo √ √ √ 4

5 Kabupaten Labuhanbatu √ √ √ 5

6 Kabupaten Langkat √ √ √ 6

7 Kabupaten Mandailing Natal

√ √ √ 7

8 Kabupaten Nias √ √ √ 8

9 Kabupaten Simalungun √ √ √ 9

10 Kabupaten Tapanuli Selatan

√ √ √ 10

11 Kabupaten Tapanuli Tengah

√ √ √ 11

12 Kabuptaten Tapanuli Utara √ √ √ 12

13 Kabupaten Toba Samosir √ √ √ 13

14 Kota Binjai √ √ √ 14

15 Kota Medan √ √ √ 15

16 Kota Pematang Siantar √ √ √ 16

17 Kota Sibolga √ √ √ 17

18 Kota Tanjung Balai √ √ √ 18

19 Kota Tebingtinggi √ √ √ 19

20 Kota Padangsidempuan √ √ √ 20

21 Kabupaten Pakpak Bharat √ √ √ 21

22 Kabupaten Nias Selatan √ √ √ 22

23 Kabupaten Humbang Hasundutan

√ √ √ 23

24 Kabupaten Serdang Bedagai

√ √ √ 24

25 Kabupaten Samosir √ √ √ 25

(46)

26 Kabupaten Batubara √ √ √ 26

27 Kabupaten Padang Lawas √ √ √ 27

28 Kabupaten Padang Lawas Utara

√ √ √ 28

29 Kabupaten Labuhan Batu Selatan

√ √ √ 29

30 Kabupaten Labuhan Batu Utara

√ √ √ 30

31 Kabupaten Nias Utara √ √ √ 31

32 Kabupaten Nias Barat √ √ √ 32

33 Kabupaten Gunungsitoli √ √ √ 33

Sumber : www.djpk.kemenkeu.go.id

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel adalah sesuatu yang dapat membedakan atau mengubah nilai.

Nilai dapat berbeda pada waktu yang berbeda untuk objek atau orang yang sama, atau nilai dapat berbeda dalam waktu yang sama untuk orang atau objek yang berbeda (Erlina, 2011: 36).

3.3.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang tidak bebas yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen adalah variabel yang yang menjadi akibat dan variabel independen adalah variabel yang konsekuensi dari variabel dependen.

3.3.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah

Halim (2008: 232), kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah dapat diukur dengan ukuran Derajat Kemandirian Fiskal Daerah atau Derajat Otonomi Fiskal Daerah, yaitu rasio antara realisasi Pendapatan Asli

(47)

Daerah (PAD) dengan realisasi Total Penerimaan Daerah (TPD) (Zaenuddin, 2012: 6). Rasio kemandirian keuangan daerah menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal dan juga menggambarkan tingkat pastisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian keuangan daerah, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah, atau dapat dikatakan daerah tersebut semakin mandiri, begitu juga sebaliknya.

3.3.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang bebas yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel dependen. Variabel independen diduga sebagai sebab dari varibel dependen.

3.3.2.1 Pajak Daerah

UU No. 34 Tahun 2000 menyebutkan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilaksanakan oleh orang pribadi/badan kepada daerah tanpa adanya imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

3.3.2.2 Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil pajak ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 untuk mengatasi kurangnya sumber pajak dan menyelesaikan masalah menyangkut ukuran bagi hasil pungutan pajak pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Masalah tersebut muncul karena pemerintah pusat atau pemerintah daerah pada tingkat yang lebih atas memungut pajak-pajak di wilayah

(48)

pemerintah pada tingkat bawah yang dinilai tidak adil, sehingga dibuat kebijakan untuk mengembalikan sebagian pajak ke daerah masing-masing (Darwin, 2010:148). Pemerintah daerah yang menginginkan transfer dana bagi hasil yang tinggi dapat mengupayakan salah satu penerimaan dana bagi hasil yaitu melalui optimalisasi potensi pajak milik masing-masing daerah yang kemudian disebut dana bagi hasil pajak (Marizka, 2013: 5).

3.3.2.3 Dana Alokasi Umum

Dalam Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar (Sidik, 2004: 96) dalam (Muliana, 2009). DAU untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk seluruh daerah kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

3.3.2.4 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan oleh adanya

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru ]alur seleksi Mandiri (sM) Gelombang II universitas Negeri yogyakarta memberikan. penghargaan dan mengucapkan terima kasih,

KESATU Membentuk Panitia Peringatan Hari Jadi Ke-184 Kabupaten Bantul Tahun 2015, dengan susunan dan personalia sebagaimana tersebut dalam Lampiran yang merupakan bagian

Sistem informasi geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara

Selanjutnya kepada peserta yang lulus administrasi dan teknis akan diundang untuk kelanjutan pelaksanaan pekerjaan, terima kasih kepada seluruh peserta yang telah

Untuk dapat menjalankan aplikasi ini, sebaiknya telepon selular harus yang mendukung GPRS dan terkoneksi dengan internet agar server dapat terhubung dengan

Simpulannya yakni terdapat pengaruh pemberian tomat dan zink terhadap jumlah oosit tikus putih betina galur Sprague dawley yang diinduksi gelombang

نكيارخد غي ليماح يرسيا يضاب ةدع دا قديت. سوتوف غي ناوفمرف يضاب

Peneliti mengambil posisi sebagai perempuan dengan menggunakan perspektif psikologi perempuan untuk melihat diri ibu dan anak perempuan dalam keluarga Tionghoa secara holistik