• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT INDOFARMA (PERSERO) TBK TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT INDOFARMA (PERSERO) TBK TAHUN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

8 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT INDOFARMA (PERSERO) TBK

TAHUN 2010-2019

Lia Sariˡ, Ita Purmnama Sari²

liasari505@yahoo.co.id ; itapurnamasariab2709@gmail.com

Dosen PNSD Universtas Sjakhyakirti

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the financial performance of PT Indofarma (Persero) Tbk. 2010-2019 years. Analysis of the data used in this study is the analysis of financial ratios used to measure the company's financial performance, namely, liquidity ratios (current assets and cash ratios), solvency ratios (debt to equity ratios), profitability ratios (return on assets), and activity ratios. (working capital turnover). The sample taken from this research is the 2010-2019 financial statements. The data used is taken from the official website of the Indonesia Stock Exchange. The results of the study found that the financial performance of PT Indofarma (Persero) Tbk's current ratio and cash ratio showed that the company's financial performance in 2010-2019 was not good because the company had debt that was not covered by assets. Debt to equity ratio shows the company's financial performance is not good because the company is financed by debt. Return on assets shows the company's financial performance is not good because it has not been able to generate overall profits. Working capital turnover and total assets turnover shows that the company's financial performance is not good because the turnover of all assets is less effective.

Keywords: current ratio, cash ratio, debt to equity ratio, return on assets, working capital turnover, total assets turnover

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Kinerja keuangan merupakan hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh manajemen perusahaan dalam mengelola asset perusahaan secara efektif selama periode tertentu. Kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengetahui dan mengevaluasi tingkat keberhasilan perusahaan berdasarkan aktivitas keuangan yang telah dilaksanakan (Rudianto, 2013:189). Kinerja keuangan suatu perusahaan dapat diukur dan dilihat melalui laporan keuangan dengan cara menganalisis laporan keuangan. Harahap (2014:25) mengatakan bahwa kegiatan analisis laporan keuangan merupakan salah satu media untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak, lebih baik, akurat, dan dijadikan sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan.

PT Indofarma (Persero) Tbk merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bergerak dibidang usaha industri farmasi yang berperan penting dalam memproduksi obat-obat esensial untuk kesehatan masyarakat serta menyediakan barang atau jasa dibidang farmasi, diagnostic, dan alat Kesehatan, perusahaan membagi kegiatan usaha dalam tiga (3) segmen yakni obat, pharmaceutical Engineering, dan alat kesehatan dan produk lainnya (https://indofarma.id).

(3)

9 PT Indofarma (Persero) Tbk perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat kesehatan.

Berdasarkan keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-100/MBU/2002 yang dihitung melalui aspek keuangan atau finansial. Dilihat dari laporan tahunan keuangan perusahaan yang dipublikasikan PT Indofarma (Persero) Tbk tahun 2010-2019 di bursa efek Indonesia mengalami penurunan dan kenaikkan. Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan tersebut, penulis melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan tersebut.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan masalahnya sebagai berikut: 1) Bagaimana kinerja keuangan PT Indorfarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari rasio likuiditas? 2) Bagaimana kinerja keuangan PT Indorfarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari rasio solvabilitas? 3) Bagaimana kinerja keuangan PT Indorfarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari rasio profitabilitas? 4) Bagimana kinerja keuangan PT Indorfarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari rasio aktivitas?

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kinerja Keuangan

Sebelum menentukan definisi analisa kinerja keuangan perusahaan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1) Kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan kinerja perusahaan. 2) Hasil penelitian kinerja perusahaan digunakan untuk meningkatkan tingkat kesehatan perusahaan. 3) Kinerja perusahaan adalah penilaian tingkat efisiensi dan prodiktivitas yang dilakukan secara berkala atas dasar laporan keuangan yang merupakan pencerminan prestasi yang dicapai perusahaan (Home dan Jr 2007:131).

Menurut Muchlis (2000: 44) kinerja keuangan adalah prestasi keuangan yang tergambar dalam laporan keuangan perusahaan yaitu neraca, rugi-laba, dan kinerja keuangan menggambarkan usaha perusahaan (operation income). Profitability suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan asset yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan.

Pengertian Rasio Laporan Keuangan

Menurut Harahap (2013: 297) rasio laporan keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos laiinya yang mempunyai hubungan yang relavan dan signifikan.

Menurut Syamsudin (2011: 37) “analisis rasio laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan penghitungan rasio - rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya di masa depan”. Maka analisis rasio laporan keuangan merupakan penelaahan dari unsur-unsur laporan keuangan yang akan diubah menjadi unit informasi yang lebih kecil sehingga dapat diketahui kondisi keuangan, prospek dari usaha serta efektifitas manajemennya. Informasi tersebut sangat berguna bagi pihak manajemen untuk mengambil keputusan yang tepat bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Jenis - Jenis Analisis Rasio Keuangan

Rasio keuangan merupakan alat yang ikut berperan penting bagi pihak ekstern yang menilai suatu perusahaan dari laporan-laporan keuangan yang umum. Rasio – rasio keuangan mungkin dihitung berdasarkan atas angka – angka yang ada dalam neraca maupun laporan laba rugi dan juga rasio dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Penilaian yang harus dilakukan

(4)

10 terhadap laporan keuangan itu antara lain rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, dan rasio solvabilitas. Berikut macam – macam rasio menurut Kasmir (2016: 110):

1. Rasio Likuiditas

Pengertian rasio likuiditas menurut Kasmir (2016:128) adalah rasio yang menujukkan kemampuan perusahaan dalam membayar utang – utang jangka pendeknya yang jatuh tempo atau rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membiayai dan memenuhi kewajiban pada saat ditagih. Tujuan dari rasio likuiditas adakah untuk melihat kemampuan perusahaan untuk memenuhi jangka pendek. Semakin tinggi angka tersebut, maka akan semakin baik. Jenis-jenis rasio likuiditas sebagai berikut:

a. Rasio Lancar (Current Ratio)

Menurut Kasmir (2016:134) “Rasio lancar atau current ratio merupakan rasio untuk mengkur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan”. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total hutang lancar. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

Current Ratio = Aktiva Lancar

Hutang Lancar x 1 kali

Dalam rata–rata industri standar rasio ini adalah 200% (2:1), yang artinya 2:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Terkadang sudah dianggap ukuran yang cukup baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan. Jadi, apabila rasio rendah dari kriteria standar dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang.

b. Rasio Kas (Cash Ratio)

Menurut Kasmir (2016:138) rasio kas merupakan “rasio yang digunakan sebagai alat untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar hutang”. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

Cash Ratio = x 100%

Dalam rata – rata industri standar rasio ini adalah sebesar 50% maka keadaan perusahaan lebih baik dari perusahaan lain. Namun, kondisi rasio kas yang terlalu tinggi juga kurang baik karena ada dana yang menganggur atau yang tidak atau belum digunakan secara optimal. Sebaliknya apabila kondisi rasio kas dibawah rata – rata industri, kondisi kurang baik ditinjau dari rasio kas karena untuk membayar kewajiban masih memerlukan waktu untuk menjual sebagian dari aktiva lancar lainnya.

c. Rasio Cepat (Quick Ratio)

Menurut Kasmir (2016:136) merupakan “rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory). Rumus rasio ini sebagai berikut:

Quick Ratio = Aktiva Lancar - Persediaan

Hutang Lancar x 100%

Dalam rata-rata industri standar rasio ini adalah 1,5 kali, maka keadaan perusahaan lebih baik dari perusahaan lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak harus menjual sediaan bila hendak melunasi utang lancar, tetapi dapat menjual suart berharga atau penagihan piutang.

(5)

11 2. Rasio Solvabilitas

Menurut Kasmir (2016:151) bahwa “rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang”. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibanding dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jenis-jenis rasio solvabilitas sebagai berikut:

a. Debt to Equity Ratio

Menurut Kasmir (2016:157) “merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas”. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

Debt to Equity Ratio =

x

100%

Dalam rata–rata standar industri standar rasio ini adalah sebesar 80%. Jika hasil rasio di atas standar industri maka keadaan perusahaan kurang baik karena keuangan perusahaan dibiayai oleh utang. Bagi bank (kreditor), semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar resiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru semakin besar rasio akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga memberikan petunjukn umum tentang kelayakkan dan resiko keuangan perusahaan.

b. Debt to Assets Ratio

Menurut Kasmir (2016:156) merupakan “rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Rumus rasio ini sebagai berikut:

Debt to Assets Ratio = x 100%

Dalam rata-rata industri standar rasio ini adalah 35%. Apabila hasil perhitungan rasio ini tinggi, artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utang dengan aktiva yang dimilikinya.

c. Fixed Charge Coverage (FCC)

Menurut Kasmir (2016:162) merupakan “rasio yang memperoleh utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contract). Biaya tetap merupakan biaya bunga ditambah kewajiban sewa tahunan atau jangka panjang. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

FCC =

Dalam rata-rata industri standar rasio ini adalah 10 kali. Apabila hasil perhitungan rasio ini dibawah rata-rata industri maka akan menyulitkan perusahaan untuk memperoleh pinjaman. Apabila hasil perhitungan baik tentu mempermudah perusahaan memperoleh pinjaman.

(6)

12 3. Rasio Profitabilitas

Menurut Kasmir (2016:196) bahwa “rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan”. Rasio ini dapat juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Inti dari rasio ini adalah untuk menunjukkan efisiensi perusahaan. Jenis-jenis rasio profitabilitas sebagai berikut:

a. Return on Assets

Menurut Kasmir (2016:201) ROA digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total assets yang dimilki. ROA merupakan rasio terpenting diantara rasio profitabilitas yang ada. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

Return on Assets = !

x 100%

Dalam rata rata standar industri standar rasio ini adalah 30%. Semakin kecil (rendah) rasio ini semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Rendahnya rasio ini dapat terjadi disebabkan rendahnya margin laba karena rendahnya perputaran aktiva.

b. Profit Margin on Sales

Menurut Kasmir (2016:199) merupakan “salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

Profit Margin on Sales = "

Dalam rata-rata industri standar rasio ini adalah 30%. Jika hasil perhitungan rasio ini diatas standar maka laba perusahaan dalam keadaan baik begitu pula sebalikanya.

c. Return on Equity (ROE)

Menurut Kasmir (2016:204) merupakan “rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri.

Semakin tinggi rasio ini semakain baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

Return on Equity Assets = !

# $

x 100%

Dalam rata-rata industri standar rasio ini adalah 40%. Apabila hasil perhitungn diatas rata- rata industri maka kondisi perusahaan cukup baik begitu pula sebaliknya.

4. Rasio Aktivitas

Menurut Kasmir (2016:114) bahwa “rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan (penjualan, persediaan, penagihan piutang, dan lainnya) atau rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari”. Penggunaan rasio aktivitas adalah dengan cara membandingkan tingkat penjualan dengan investasi dalam aktiva untuk satu periode. Artinya, diharapkan adanya kesimbangan seperti yang diinginkan antara penjualan dengan aktiva tetap lainnya. Kemampuan manajemen untuk mengoptimalkan aktiva yang dimiliki merupakan tujuan utama rasio ini. Jenis-jenis rasio aktivitas sebagai berikut:

a. Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)

Menurut Kasmir (2016:182) bahwa “perputaran modal kerja atau working capital turnover merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu. Artinya, seberapa banyak modal kerja berputar dalam satu periode”. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

(7)

13 Working Capital Turnover =

# $ x 1 kali

Dalam rata–rata standar industri standar rasio ini adalah 6 kali. Artinya setiap Rp 1,00 modal kerja dapat menghasilkan RP 6,00 penjualan. Maka apabila perputaran modal kerja yang rendah, dapat diartikan perusahaan sedang kelebihan modal kerja. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya perputaran persediaan atau piutang atau saldo kas yang terlalu besar. Sebaliknya jika perputaran modal kerja tinggi, mungkin disebabkan tingginmya perputaran piutang atau saldo kas yang terlalu kecil.

b. Total Perputaran Aset (Total Assets Turnover)

Menurut Kasmir (2016:184) bahwa total assets turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimilki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva”. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

Total assets turnover = x 1 kali

Dalam rata–rata standar industri standar rasio ini adalah 2 kali. Apabila hasil rasio dibawah kriteria standar bearti perusahaan belum mampu memaksimalkan aktiva yang dimiliki.

Perusahaan diharapkan meningkatkan lagi penjulannya atau mengurangi sebagian aktiva yang kurang produktif.

c. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turn Over)

Menurut Kasmir (2016:184) merupakan “rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau dalam kata lain , untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut:

Fixed Assets Turn Over = x 1kali

Dalam rata-rata industri standar rasio ini adalah 5 kali. Apabila hasil perhitungan rasio ini rendah maka bearti perusahaan belum mampu memaksimalkan kapasitas aktiva tetap yang dimiliki jika dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis yang diatas rata-rata industri.

Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang analisis kinerja keuangan yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti.

Tabel dibawah ini merupakan ringkasan dari penelitian terdahulu antara lain.

Tabel 1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

NO Peneliti

(tahun) Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian

1 Tine dkk, 2018 Analisis komparasi kinerja keuangan berdasarkan ukuran perusahaan pada industry farmasi di BEI 2012-2016

Uji Independent Sample t-Test

Hasil analisis menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan yang signifikan antara perusahaan besar dan kecil jika dilihat dari Current Ratio, Quick Ratio, Debt to Equity Ratio, Inventory Turnover, Earning Per Share dan Book Value. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat perbedaan kinerja keuangan yang signifikan antara perusahaan besar dan kecil jika dilihat dari Debt to Asset Ratio, Total Asset Turnover, Return On Asset dan Net Profit Margin.

(8)

14

2 Anisa, 2016 Analisis kinerja keuangan ditinjau dari rasio profitabilitas dan aktivitas pada pt kimia farma tbk.

trading dan distribution cabang samarinda.

Output dan outcome

Hasil dari analisis yang penulis lakukan terlihat bahwa tingkat profitabilitas perusahaan pada tahun 2011-2013 dari segi gross profit margin dalam kondisi baik, dari segi net profit margin dalam kondisi kurang baik, dari segi ROA dalam kondisi kurang baik, dan dari segi ROE dalam kondisi kurang baik. Sedangkan tingkat rasio aktivitas pada tahun 2011-2013 diukur dari segi receivable turnover dari segi inventory turnover dalam kondisi baik, dari rsegi 29 fixed turnover dalam kondisi kurang baik.

3 Agustin, 2016 Analisis rasio keuangan untuk penilaian kinerja keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk 2012-2014 (Berdasarkan BUMN Nomor: KEP-100/MBU/

2002)

deskriptif kuantitatif.

Hasil penilaian tingkat kesehatan keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk selama tahun 2012-2014 berdasarkan Surat Keputusan

Menteri BUMN Nomor: KEP-

100/MBU/2002 memperoleh predikat Sehat dengan kategori A pada tahun 2012 serta memperoleh predikat Kurang Sehat dengan kategori BBB pada tahun 2013 dan 2014.Adapun rasio keuangan yang perlu ditingkatkan antara lain Return On Equity (ROE), Return On Investment (ROI), Total Asset Turn Over (TATO) dan Rasio Total Modal Sendiri terhadap Total Aset.

4 Nur dan Euis, 2016

Analisis laporan keuangan sebagai dasar dalam penilaian kinerja keuangan industri semen yang terdaftar di BEI (studi kasus PT Indocement Tunggal Perkasa TBK) 2010-2014.

Metode Deskriftif.

Hasil penilaian kinerja keuanga perusahaan tahun 2010-2014 berdasarkan 4 rasio yang digunakan likuiditas, solvabilitas, profitbalitas dan aktitivitas perusahaan sudah keadaan baik dalam menghasilkan laba mauoun melunasi utang-utangnya tetapi dalam mengelola modal dan asetnya belum secara efisien.

5 Riswan, 2014 Analisis laporan keuangan sebagai dasar dalam penilaian kinerja keuangan PT Budi Satria Wahana Motor 2009-2011.

Metode Deskriftif.

Hasil penilaian kinerja keuanga perusahaan tahun 2009-2011 menggunakan 4 rasio likiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan aktivitas belum baik dan belum mencapai standar rata-rata industri.

Sumber: data diolah oleh penulis 2021

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian adalah mengenai keseluruhan proses yang diperlukan dalam perencanaan atau pelaksanaan penelitian (Silaen,2018:23). Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian hanya mengenai pengumpulan dan data analisis saja.

Jenis penelitian menurut Sukmadinata (2006: 13) sebagai berikut: (1). Penelitian Kuantitatif mengambil jarak antara penelitian dengan objek yang diteliti. Penelitian kuantitatif menggunakan instrument formal, standard data bersifat mengukur jenis penelitian yang akan digunakan. (2). Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemeikiran orang secara individual maupun kelompok.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan objek penelitian atau hasil penelitian. Adapun pengertian deskriptif menurut Sugiyono (2011:21) adalah metode yang berfungsi untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

(9)

15 Operasional Variabel

Operasional Variabel batasan-batasan yang lebih menjelaskan cici-ciri spesifik yang lebih substansi dari suatu konsep. Tujuannya agar peneliti dapat mencapai suatu alat ukur yang sesuai dengan variable hakikat yang sudah didefinisikan konsepnya, maka peneliti harus memasukkan proses atau operasionalnya alat ukur yang akan digunakan untuk kuantifikasi gejala atau variabel yang ditelitinya.

Tabel 2

Variabel dan Definisi Operasinal

Variabel Indikator Rumus Kriteria

Kinerja Keuangan

Rasio Likuiditas - Current Ratio

= Aktiva Lancar

Hutang Lancar x 1 kali

- Cash Ratio

= x 100%

Dalam rata–rata industri standar rasio ini adalah 200% (2:1), yang artinya 2:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar.

Jika rasio diatas standar perusahaan dikatakan baik.

Dalam rata–rata industri standar rasio ini adalah sebesar 50% maka keadaan perusahaan lebih baik dari perusahaan lain.

Rasio Solvabilitas Debt to Equity Ratio = x 100%

Dalam rata–rata standar industri standar rasio ini adalah sebesar 80%. Jika hasil rasio di atas standar industri maka keadaan perusahaan kurang baik karena keuangan perusahaan dibiayai oleh utang.

Rasio Profitabilitas Return on Assets

= ! x

100%

Dalam rata rata standar industri standar rasio ini adalah 30% dapat dikatakan baik.

Rasio Aktivitas - Working Capital Turnover =

# $ x 1 kali

-Total assets turnover = x 1 kali

Dalam rata – rata standar industri standar rasio ini adalah 6 kali. Artinya setiap Rp 1,00 modal kerja dapat menghasilkan RP 6,00 penjualan.

Dalam rata–rata standar industri standar rasio ini adalah 2 kali. Apabila hasil rasio dibawah kriteria standar bearti

perusahaan belum mampu

memaksimalkan aktiva yang dimiliki.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017:80). Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2017:81). Sampel dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2019 melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) Pusat yang bisa di akses melalui internet situs resmi BEI yaitu https://www.idx.co.id/.

(10)

16 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah teknik dokumentasi. Teknik ini adalah kumpulan dokumen atau data yang dapat memberikan keterangan atau bukti yang berkaitan dengan proses pengumpulan data. Dimana dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan langsung laporan keuangan berupa laporan Neraca dan laporan Laba rugi yang telah dipublikasikan oleh PT Indofarma (Persero) Tbk periode 2010-2019.

Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Untuk menganalisis data yang ada agar dapat ditarik kesimpulan, maka akan dilakukan analisis rasio keuangan yaitu rasio likuiditas (current ratio dan cash ratio), aktivitas (debt to equity ratio), profitabilitas (return on assets), dan solvabilitas (working capital turnover dan total assets turnover).

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Perusahaan

PT Indofarma (Persero) Tbk merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didirikan berdasarkan Akta No. 1 tanggal 2 januari 1996 dan diubah dengan Akta No.

134 tanggal 26 januari 1996 keduanya dari Notaris Sutjipto, SH. Pada awalnya, Indofarma merupakan sebuah pabrik obat yang didirikan pada tahum 1918 dengan nama pabrik obat Manggarai. Pada tahun 1950, pabrik obat ini diambil ahli oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dikelola oleh Departemen Kesehatan. Pada tahun 1979, nama pabrik obat ini diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 tahun 1981, Pemerintah menetapkan Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan menjadi Perusahaan Umum Indonesia Farma (Perum Indofarma).

Status Perusahaan kembali berubah pada tahun 1996 menjadi PT Indofarma (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 34 tahun 1995 dengan Akta 61 pendirian berdasarkan Akta No. 1 tanggal 2 Januari 1996 yang diubah dengan Akta No. 134 tanggal 26 Januari 1996.

Pada tanggal 17 April 2001 PT Indofarma (Persero) Tbk melakukan penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia dengan kode “INAF”. Saat ini, Indofarma telah memproduksi sebanyak hampir 200 jenis obat yang terdiri dari beberapa kategori produk, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB), Over The Counter (OTC), obat generik bermerek, dan lain-lain. Perusahaan ini berdomisisli di Jakarta dan berlokasi di Plaza Bumi Daya lantai 11, Jalan Imam Bonjol No.

61, dengan lokasi pabrik di Cibitung, Jawa Barat.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kinerja Keuangan pada PT Indofarma (Persero) Tbk

Kinerja Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 diukur dari perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas. profitabilitas, dan aktivitas.

1. Rasio Likuiditas

a. Current Ratio = Aktiva Lancar

Hutang Lancar x 1 kali

(11)

17 Tabel 3

Current Ratio

PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Sumber: Data diolah Laporan keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Berdasarkan tabel diatas, Current ratio pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 periode 2010-2019 mengalami kenaikan dan penurunan. Dalam standar rasio ini menurut Kasmir (2016:134) adalah 200% (2:1), yang artinya 2:1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Jadi, apabila rasio rendah dari kriteria standar dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang.

Berdasarkan selama 10 tahun pengamatan Current Ratio selalu berada dibawah standar rata-rata industri. Hanya pada tahun 2012 yang sesuai dengan standar rata-rata industri. Di tahun 2012 hasil pengukuran rasio ini 2,1 diatas standar rasio yakni 2, yang artinya setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 2,1 rupiah harta lancar. Menandakan perusahaan mampu membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo. Hal ini dapat dikatakan memuaskan karena berada diatas rata-rata industri. Tetapi, untuk tahun-tahun yang lain hasil rasio ini berada dibawah standar rata-rata industri dapat dikatakan kurang memuaskan bahkan terus mengalami penurunan yang menandakan perusahaan kurang modal atau belum mampu untuk membayar utang.

Berdasarkan hasil data Tabel diatas dapat digambarkan grafik sebagai berikut:

Perkembangan Kinerja Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari rasio lancar dapat dilihat pada gambar 1, berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa grafik PT Indofarma (Persero) Tbk bergerak naik turun cenderung turun. Dengan adanya grafik yang terlihat masih berfluktuatif dan sebaiknya perusahaan manajemen PT Indofarma (Persero)

Tahun Aktiva Lancar Hutang Lancar Current Ratio

2010 Rp 582.998.695.305 Rp 375.569.326.405 1,55 2011 Rp 706.558.231.345 Rp 459.403.522.197 1,53 2012 Rp 777.629.145.880 Rp 369.863.736.711 2,10 2013 Rp 848.840.281.014 Rp 670.902.756.535 1,26 2014 Rp 782.887.635.406 Rp 600.565.585.352 1,30 2015 Rp 1.068.157.388.878 Rp 846.731.120.973 1,26 2016 Rp 853.506.463.800 Rp 704.929.715.911 1,21 2017 Rp 930.882.222.120 Rp 893.289.027.427 1,04 2018 Rp 867.493.107.334 Rp 827.237.832.766 1,04 2019 Rp 829.103.602.342 Rp 440.827.007.421 1,88

(12)

18 Tbk menjaga konsistensi dalam mengatur keseimbangan antara hutang lancar dan aktiva lancarnya.

b. Cash Ratio

Cash Ratio =

x 100%

Tabel 4 Cash Ratio

PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Sumber: Data diolah Laporan keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Berdasarkan tabel diatas, Cash ratio pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 periode 2010-2019 mengalami kenaikan dan penurunan. Dalam rata-rata standar industri rasio ini menurut Kasmir (2016:138), standar rasio ini adalah sebesar 50% maka keadaan perusahaan lebih baik dari perusahaan lain. Apabila kondisi rasio kas dibawah rata–rata industri, kondisi kurang baik ditinjau dari rasio kas karena untuk membayar kewajiban masih memerlukan waktu untuk menjual sebagian dari aktiva lancar lainnya.

Berdasarkan selama 10 tahun pengamatan Cash Ratio selalu berada dibawah standar rata-rata industri 50%. Hanya pada tahun 2012 yang sesuai dengan standar rata-rata industri.

Pada tahun 2012 hasil rasio 53% berada diatas rata-rata standar industri. Hasil tersebut menunjukkan kemampuan sesungguhnya saldo kas benar-benar siap digunakan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya. Tetapi, pada tahun yang lain tertera pada tabel 4 semua tahun hasil cash ratio menunjukkan hasil dibawah standar rata-rata industri.

Menunjukkan bahwa pada tahun-tahun itu kas perusahaan tidak siap atau tidak mencukupi untuk digunakan membayar utang-utang jangka pendeknya

Berdasarkan hasil data Tabel 4 dapat digambarkan grafik sebagai berikut

Tahun Kas + Bank Utang Lancar Cash Ratio

2010 Rp 120.917.910.081 Rp 357.569.326.405 34%

2011 Rp 133.417.373.006 Rp 459.403.522.197 29%

2012 Rp 194.902.805.973 Rp 369.863.736.711 53%

2013 Rp 121.432.026.244 Rp 670.902.756.535 18%

2014 Rp 135.754.602.477 Rp 600.565.585.352 23%

2015 Rp 313.472.666.666 Rp 846.731.120.973 37%

2016 Rp 56.233.906.214 Rp 704.929.715.911 8%

2017 Rp 182.587.624.895 Rp 893.289.027.427 20%

2018 Rp 129.324.891.466 Rp 827.237.832.766 16%

2019 Rp 151.387.943.827 Rp 440.827.007.421 34%

(13)

19 Perkembangan Kinerja Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari rasio kas dapat dilihat pada gambar 2, berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa grafik PT Indofarma (Persero) Tbk cenderung turun. Hal itu disebabkan karena perusahaan belum mampu menjaga konsistensi keseimbangan antara kewajiban lancar dengan posisi kas perusahaan.

2. Rasio Solvabilitas

Debt to Equity Ratio = x 100%

Tabel 5 Debt to Equity Ratio

PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Sumber: Data diolah Laporan keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Berdasarkan tabel diatas, Debt to Equity Ratio pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 periode 2010-2019 mengalami kenaikan. Dalam rata-rata standar industri rasio ini menurut Kasmir (2016:157) adalah maksimal sebesar 80%. Jika hasil rasio di atas standar industri maka keadaan perusahaan tidak baik karena keuangan perusahaan dibiayai oleh utang.

Hasil perhitungan Debt to Equity Ratio pada PT Indofarma (Persero) Tbk, menunjukkan selama 10 tahun pengamatan berada diatas standar industri yang bearti kondisi sangat tidak baik. Hanya pada tahun 2011 dan 2012 diposisi 83% yang tidak terlalu tinggi yang artinya perusahaan dibiayai oleh utang sebanyak 83%. Pada tahun 2017 merupakan perhitungan hasil rasio yang tertinggi 191% yang artinya perusahaan dibiayai oleh utang sebesar 191%.

Berdasarkan hasil data Tabel 5 dapat digambarkan grafik sebagai berikut:

Tahun Total Ke wajiban Total Ekuitas Debt to Equity Ratio

2010 Rp 422.689.679.147 Rp 311.268.183.245 136%

2011 Rp 505.707.835.106 Rp 609.193.834.668 83%

2012 Rp 538.516.613.421 Rp 650.102.176.989 83%

2013 Rp 703.717.301.306 Rp 590.793.367.889 119%

2014 Rp 656.380.082.912 Rp 591.963.192.495 111%

2015 Rp 940.999.667.498 Rp 592.708.896.744 159%

2016 Rp 805.876.240.489 Rp 575.757.080.631 140%

2017 Rp 1.003.464.884.586 Rp 526.409.897.704 191%

2018 Rp 945.703.748.717 Rp 496.646.859.858 190%

2019 Rp 878.999.867.350 Rp 504.935.327.036 174%

(14)

20 Perkembangan Kinerja Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari Debt to Equity Ratio dapat dilihat pada gambar 4.4 berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa grafik PT Indofarma (Persero) Tbk cenderung naik melebihi batas standar rasio.

Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih besar dibandingkan dengan modalnya tiap tahunnya sehingga kemampuan perusahaan untuk memenuhi hutang atau kewajibannya dengan modalnya tidak baik. Dengan kata lain assets perusahaan dibiayai oleh hutang. Hal ini sangat beresiko bagi perusahaan.

3. Rasio Profitabilitas

Return on Assets = ! x 100%

Tabel 6 Return on Assets

PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Sumber: Data diolah Laporan keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Berdasarkan tabel diatas, Return on Assets pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 periode 2010-2019 mengalami kenaikan dan penurunan Dalam rata-rata standar industri rasio ini menurut Kasmir (2016:201) adalah 30%. Semakin kecil (rendah) rasio ini semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Rendahnya rasio ini dapat terjadi disebabkan rendahnya margin laba karena rendahnya perputaran aktiva atau seluruh dana dalam perusahaan.

Hasil perhitungan rasio Return on Assets pada PT Indofarma (Persero) Tbk menunjukkan selama 10 tahun pengamatan semua tahun berada dibawah rata-rata standar industri dan perusahaan mengalami kerugian selama 3 tahun berturut-turut yang menyebabkan hasil rasio negatif. Dari hasil ini menandakan bahwa kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba sangat tidak baik dan tidak optimal. Hal ini disebabkan kemampuan modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu menghasilkan laba. Meskipun ditahun 2010, 2011, 2012 mengalami peningkatan 1%, tetap saja perusahaan masih dibawah standar.

Dari hasil rasio yang rendah ini akan menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan, perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat pertumbuhan perusahaan tersebut dalam waktu mendatang.

Pada tahun 2014 hingga 2015 terlihat hasil rasio 0% yang menunjukkan dampak negatif dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 hingga 2018 selama 3 tahun berturut-turut perusahaan mengalami kerugian. Pada tahun 2019, barulah perusahaan mampu menghasilkan laba kembali meski hanya 1%.

Berdasarkan hasil data Tabel 6 dapat digambarkan grafik sebagai berikut:

Tahun Laba Bersih Setelah Pajak Total Aset Return on Assets

2010 Rp 12.546.667.360 Rp 733.957.862.392 2%

2011 Rp 36.919.316.551 Rp 1.114.901.669.744 3%

2012 Rp 42.385.114.982 Rp 1.188.618.790.410 4%

2013 -Rp 54.222.595.302 Rp 1.294.510.669.195 -4%

2014 Rp 1.164.824.606 Rp 1.248.343.275.406 0%

2015 Rp 6.565.707.419 Rp 1.533.708.564.241 0%

2016 -Rp 17.367.399.212 Rp 1.381.633.321.120 -1%

2017 -Rp 46.284.759.301 Rp 1.592.874.782.290 -3%

2018 -Rp 32.736.482.313 Rp 1.442.350.608.575 -2%

2019 Rp 7.961.966.026 Rp 1.383.935.194.386 1%

(15)

21 Gambar 4

Grafik Return on Assets

PT Indofarama (Persero) Tbk 2010-2019

Sumber: Data diolah,2021.

Perkembangan Kinerja Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari Return on Assets dapat dilihat pada gambar 4. Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa grafik PT Indofarma (Persero) Tbk cenderung turun. Dari total asset yang digunakan perusahaan belum mampu menghasilkan laba yang diatas standar. Penurunan nilai ROA ini menunjukkan perusahaan aktivitas penjualan perusahaan yang belum optimal. Kinerja keuangan perusahaan ini sangat tidak baik.

4. Rasio Aktivitas

a. Working Capial Turnover =

# $ x 1 kali

Tabel 7

Working Capial Turnover PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Sumber: Data diolah Laporan keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Tahun Penjualan Bersih Modal Kerja Working Capital Turnover

2010 Rp 1.047.918.156.470 Rp 582.998.695.305 1,80 2011 Rp 1.203.466.970.652 Rp 706.558.231.345 1,70 2012 Rp 1.156.050.256.720 Rp 777.629.145.880 1,49 2013 Rp 1.337.498.191.710 Rp 848.840.281.014 1,58 2014 Rp 1.381.436.578.115 Rp 782.887.635.406 1,76 2015 Rp 1.621.898.667.657 Rp 1.068.157.388.878 1,52 2016 Rp 1.674.702.722.328 Rp 853.506.463.800 1,96 2017 Rp 1.631.317.499.096 Rp 930.982.222.120 1,75 2018 Rp 1.592.979.941.258 Rp 867.493.107.334 1,84 2019 Rp 1.359.175.249.655 Rp 829.103.602.342 1,64

(16)

22 Berdasarkan tabel diatas, Working Capial Turnover (perputaran modal kerja) pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 periode 2010-2019 mengalami kenaikan dan penurunan Dalam rata-rata standar industri rasio ini menurut Kasmir (2016:182) adalah 6x. Artinya setiap Rp 1,00 modal kerja dapat menghasilkan Rp 6,00 penjualan. Jika hasil rasio dibawah standar perusahaan dapat dikatakan perusahaan dalam keadaan kurang baik.

Hasil perhitungan rasio perputaran modal kerja pada PT Indofarma (Persero) Tbk menunjukkan selama 10 tahun semua tahun berada dibawah rata-rata standar industri.

Kenaikkan perputaran modal kerja dapat terlihat pada tahun 2014, 2016, 2017, dan 2018.

Namun, tetap saja hasil pengukuran rasio ini berada dibawah standar rata-rata industri.

Menurunnya tingkat perputaran modal kerja ini disebabkan karena meningkatnya modal kerja rata-rata yang tidak disertai dengan meningkatnya jumlah penjualan. Menurunnya tingkat perputaran modal kerja berarti bahwa untuk dapat menghasilkan penjualan dalam jumlah tertentu dibutuhkan jumlah modal kerja yang semakin besar/banyak.

Berdasarkan hasil data Tabel 7 dapat digambarkan grafik sebagai berikut:

Perkembangan Kinerja Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari Working Capial Turnover dapat dilihat pada gambar 5. Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa grafik PT Indofarma (Persero) Tbk cenderung turun. Penggunaan modal kerja dari tahun 2010-2019 menunjukkan keadaan yang semakin tidak efisien dan kurang baik. Keadaan perusahaan yang seperti ini perusahaan harus bekerja lebih keras untuk meningkatkan rasio perputaran modal kerja hingga minimal mencapai atau sama dengan rasio rata-rata industri.

b. Total Assets Turn Over

Total Assets Turn Over = x 1 kali

(17)

23 Tabel 8

Total Assets Turn Over

PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Sumber: Data diolah Laporan keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Berdasarkan tabel diatas, Total Asset Turn Over pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 periode 2010-2019 mengalami kenaikan dan penurunan Dalam rata-rata standar industri rasio ini menurut Kasmir (2016:185) adalah 2 kali. Apabila hasil rasio dibawah kriteria standar berarti perusahaan belum mampu memaksimalkan aktiva yang dimiliki.

Hasil perhitungan Total Asset Turn Over pada PT Indofarma (Persero) Tbk menunjukkan selama 10 tahun pengamatan semua tahun berada dibawah rata-rata standar industri. Dari hasil perhitungan rasio hasil tertinggi pada tahun 2010 sebesar 1,43 kali dan terendah pada tahun 2012 sebesar 0,97 kali Kondisi perusahaan sangat tidak menggembirakan karena selama 10 tahun hasil rasio perusahaan ini tidak sama sekali menyentuh atau seimbang dengan standar rata-rata industri atau perusahaan belum mampu memaksimalkan aktiva yang dimiliki.

Berdasarkan hasil data Tabel 8 dapat digambarkan grafik sebagai berikut:

Tahun Penjualan Bersih Total Aktiva Total Assets Turnover

2010 Rp 1.047.918.156.470 Rp 733.957.862.392 1,43 2011 Rp 1.203.466.970.652 Rp 1.114.901.669.744 1,08 2012 Rp 1.156.050.256.720 Rp 1.188.618.790.410 0,97 2013 Rp 1.337.498.191.710 Rp 1.294.510.669.195 1,03 2014 Rp 1.381.436.578.115 Rp 1.248.343.275.406 1,11 2015 Rp 1.621.898.667.657 Rp 1.533.708.564.241 1,06 2016 Rp 1.674.702.722.328 Rp 1.381.633.321.120 1,21 2017 Rp 1.631.317.499.096 Rp 1.592.874.782.290 1,02 2018 Rp 1.592.979.941.258 Rp 1.442.350.608.575 1,10 2019 Rp 1.359.175.249.655 Rp 1.383.935.194.386 0,98

(18)

24 Perkembangan Kinerja Keuangan PT Indofarma (Persero) Tbk periode 2010-2019 ditinjau dari Total Assets Turn Over dapat dilihat pada gambar 6. Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa grafik PT Indofarma (Persero) Tbk menunjukkan kenaikan dan penurunan.

Bahwa terlihat pada grafik Total Assets Turn Over cenderung turun dari tahun ke tahun menjauh dari kata standar. Kinerja keuangan perusahaan dalam mengoktimalkan aktivitas aktiva yang dimiliki kurang baik. Perusahaan diharapkan meningkatkan lagi penjualannya atau mengurangi sebagian aktiva yang kurang produktif.

Ikhitisar Rasio Keuangan

Berikut ini adalah hasil perhitungan rasio PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 tahun periode 2010-2019.

Tabel 9

Ikhtisar Rasio Keuangan

PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

Sumber: Data diolah,2021.

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui hasil perhitungan rasio PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 tahun periode 2010-2019. Dari hasil yang didapat menerangkan bahwa: a) Current Ratio pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 tahun berdasarkan perhitungan rasio ini kinerja keuangan kurang baik karena aktiva lancar tidak mencukupi untuk membayar hutang lancar. b) Cash Ratio pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama10 tahun berdasarkan perhitungan kinerja keuangan pada rasio ini kurang baik karena dana kas atau setara kas tidak siap atau tidak cukup untuk membayar utang atau kewajiban perusahaan. c) Debt to Equity Ratio pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 tahun berdasarkan perhitungan kinerja keuangan pada rasio ini tidak baik karena perusahaan memiliki hutang yang lebih besar dibandingkan dengan modal yang dimiliki. d) Return on Assets pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 tahun berdasarkan perhitungan kinerja keuangan pada rasio ini tidak baik karena kemampuan modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu menghasilkan laba.

e) Working Capital Turnover pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 tahun berdasarkan perhitungan kinerja keuangan pada rasio ini kurang baik karena meningkatnya modal kerja rata-rata yang tidak disertai dengan jumlah penjualan. f) Total Assets Turn Over pada PT

Tahun

Current Ratio Cash Ratio Debt to Equity Ratio Return on Assets Working Capital Turnover Total Assets Turn Over

2010 1,55 kali 34% 136% 2% 1,80 kali 1,43 kali

2011 1,53 kali 29% 83% 3% 1,70 kali 1,08 kali

2012 2,10 kali 53% 83% 4% 1,49 kali 0,97 kali

2013 1,26 kali 18% 119% -4% 1,58 kali 1,03 kali

2014 1,30 kali 23% 111% 0% 1,76 kali 1,11 kali

2015 1,26 kali 37% 159% 0% 1,52 kali 1,06 kali

2016 1,21 kali 8% 140% -1% 1,96 kali 1,21 kali

2017 1,04 kali 20% 191% -3% 1,75 kali 1,02 kali

2018 1,04 kali 16% 190% -2% 1,84 kali 1,10 kali

2019 1,88 kali 34% 174% 1% 1,64 kali 0,98 kali

Keterangan Kurang Baik Kurang Baik Tidak Baik Tidak Baik Kurang Baik Kurang Baik Hasil Perhitungan Rasio PT Indofarma (Persero) Tbk 2010-2019

(19)

25 Indofarma (Persero) Tbk selama 10 tahun berdasarkan perhitungan kinerja keuangan pada rasio ini kurang baik karena perputaran semua aktiva kurang efektif dan rendahnya hasil penjualan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian untuk penilaian kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan analisis laporan keuangan yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas dan rasio aktivitas pada PT Indofarma (Persero) Tbk selama 10 tahun, maka kesimpulan dalam penelitian adalah sebagai berikut: (1) Rasio Likuiditas (Current ratio dan Cash ratio) PT Indofarma (Persero) Tbk, pada Current ratio/rasio lancar perusahaan menunjukkan kondisi aktiva lancar kurang untuk membayar utang. Pada cash ratio/rasio kas tersebut menunjukkan kondisi yang kurang baik karena kas dan setara kas perusahaan lebih kecil dibandingkan utang lancarnya. (2) Rasio Solvabilitas (Debt to Equity Ratio) PT Indofarma (Persero) Tbk kurang baik karena sebagian besar keuangan perusahaan dibiayai oleh utang atau semua aktivitas perusahaan dibiayai oleh hutang. (3) Rasio Profitabilitas (Return on Assets) PT Indofarma (Persero) Tbk belum memenuhi standar rata-rata industri, hal ini dikarenakan perusahaan selama beberapa tahun mengalami kerugian yang disebabkan kemampuan modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu menghasilkan laba secara maksimal. (4) Rasio Aktivitas (Working Capital Turnover dan Total Asset Turn Over) PT Indofarma (Persero) Tbk hasil perhitungan Working Capital Turnover berada dibawah standar rata-rata industri ini menunjukkan kondisi kurang baik. Hal ini disebabkan karena meningkatnya modal kerja rata-rata yang tidak disertai dengan meningkatnya jumlah penjualan. Pada Total Assets Turn Over juga dikatakan kurang baik karena tidak mencapai standar rasio hal ini disebabkan perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan kurang efektif dan rendahnya hasil penjualan.

Saran

Dari kesimpulan yang dikemukakan, maka terdapat beberapa saran yang perlu diperhatikan sebagai masukkan, sebagai berikut: (1) Lebih meningkatkan nilai likuiditas perusahaan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. (2) Perusahaan harus memperbesar aktiva dan modal perusahaan dari kewajiban agar perusahaan mampu membiayai kewajiban. (3) Perusahaan harus mampu mengelola modal yang diinvestasikan dalam aktiva dan meningkatkan pendapatan bersih untuk memperoleh laba bersih yang lebih baik. (4) Perusahaan diharapkan mampu meningkatkan hasil penjualan dan menggunakan modal yang seoptimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Erni. 2016. Analisis Rasio Keuangan Untuk Penilaian Kinerja Keuangan Pada PT Indofarma Tbk (Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-100/ MBU/

2002). Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis, Vol. 1, No. 4.

Anisa, 2016. Analisis Kinerja Keuangan Ditinjau Dari Rasio Profitabilitas dan Aktivitas pada PT Kimia Farma Tbk. Trading & Distribution Cabang Samarinda. Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis,4 (1): 88 – 102.

(20)

26 Harahap, Sofyan Syafri. 2014. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi 1. PT Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

Harahap, Sofyan Syafri. 2013. Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Home, James Van dan John Wachowicz. 2007. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Edisi 12. Salemba Empat. Jakarta.

Https://indofarma.id. Tentang Kami. Diakses pada 1 Maret 2021.

Https://www.idx.co.id/ Laporan Keuangan. Diakses pada 26 maret 2021.

Kasmir, 2016. Analisis Laporan Keuangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Muslich, Muhammad. 2000. Manajemen Keuangan Modern. Bumi Aksara. Jakarta.

Nur, Rahma Mutiara. dan Euis, Komariah. 2016. Analisis Laporan Keuangan Dalam Menilai Kinerja Keuangan Industri Semen yang terdaftar di BEI (studi kasus PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk). Vol 1 No. 1.

Riswan, Kesuma, Yolanda Fatrecia. 2014. Analisis Laporan Keuangan Sebagai Dasar dalam Penilaian Kinerja Keuangan PT Budi Sastria Wahana Motor 2009-2011. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 5 No.1.

Rudiyanto. 2013. Akuntansi Manajemen. Erlangga. Jakarta.

Silaen, Sofar. 2018. Metodologi Penelitian Sosial Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis.

Bandung: In Media.

Syamsudin, Lukman. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Baru. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Sukmadinata, 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Graha Aksara. Bandung.

Supranto. 2007. Analisa Laporan Keuangan. BPFE. Yogyakarta.

Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-100/MBU/2002 Tentang Kesahatan BUMN, Jakarta.

Tine, Falirat. Rate, Van Paulina. Dan Joubert, Maramis. 2018. Analisis Komparasi Kinerja Keuangan Berdasarkan Ukuran Perusahaan Pada Industri Farmasi di BEI Periode 2012-2016. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi. Vol 6 No 2.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini seringkali mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom- atom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi individu untuk melakukan refleksi atau tinjauan kembali terhadap perilaku bersosial media yang baik seperti memberikan

Height Equivalent of Theoritical Plate atau sering disebut HETP, banyak terdapat proses pemisahan seperti dalam menara destilasi, proses absorpsi dan proses adsorpsi HETP adalah

Penelitian ini menetapkan dividend payout ratio sebagai proksi kebijakan dividen, didasarkan suatu pertimbangan bahwa DPR lebih banyak digunakan untuk mengukur

Dalam penelitian ini Pinot Noir dari Hatten akan di bandingkan dengan Pinot Noir import dari California dengan merek Bering- er Pounder Estate Pinot Noir karena konsumen

Private Sub Command2_Click() STARTCAM Load Progress Progress.Show Progress.start Unload Progress Command2.Enabled = False Command3.Enabled = True Picture1.AutoRedraw = True

Dalam menganalisis data penulis menggunakan analisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan landasan teori yang ada, yaitu dengan melakukan penelaahan dan pengkajian

Setelah selesei install , (alankan command seperti gambar di bawah ini untuk di bawah ini untuk memastikan phpunit sudah bisa kita gunakan. +pabila keluaran dari command