• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Karakteristik Foto Toraks Tuberkulosis dengan dan tanpa Infeksi HIV pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Karakteristik Foto Toraks Tuberkulosis dengan dan tanpa Infeksi HIV pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2014"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

MUHAMMAD YAMIN 120100024

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

MUHAMMAD YAMIN 120100024

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) di dunia menambah permasalahan TB. Ko-infeksi TBHIV akan meningkatkan risiko kejadian TB aktif secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan karakteristik foto toraks tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV pada anak di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2014.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif-analitik dengan desain penelitian studi potong lintang (cross sectional study). Sampel penelitian berjumlah 93 orang yang diambil dengan menggunakan metode total sampling. Pemilihan sampel berdasarkan data rekam medis yang lengkap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik foto toraks (x-ray) yang lebih sering dijumpai pada pasien tuberkulosis dengan status HIV positif daripada kelompok status HIV negatif adalah infiltrat (83,3%), limfadenopati (63,9%), atelektasis (52,8%), efusi pleura (27,8%), dan kavitasi (27,8%). Sedangkan pada pasien status HIV negatif lebih sering dijumpai gambaran konsolidasi (38,6%). Terdapat perbedaan yang bermakna antara tuberkulosis non-HIV dan tuberkulosis-HIV pada gambaran limfadenopati (p=0,017), atelektasis (p=0,001), infiltrat (p=0,007), dan efusi pleura (p=0,032).

(5)

ABSTRACT

Pulmonary Tuberculosis (PTB) defined as lung infection caused by Mycobacterium tuberculosis. The epidemic of Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) in the world has been increased the problems of TB. TB-HIV co-infection will increase the risk of activated TB significantly. The aim of this study was to determine and compare the radiological appearance of Pulmonary Tuberculosis in groups of pediatric patients with and without Human Immunodeficiency Virus (HIV) at Haji Adam Malik General Hospital Medan in 2012-2014.

This is a descriptive-analytic study with cross-sectional design. The amount of subject in this research was 93 and collected by total sampling method. Sample were chosen from complete medical records.

The results of this study shows that the more common radiological appearance (chest x-ray) of pulmonary tuberculosis in HIV positive patient rather than HIV negative group were infiltrate (83,3), lymphadenopathy (63,9%), atelectasis (52,8%), pleural effusion (27,8%), and cavitation (27,8%). Whereas consolidation (38,6%) was more common in HIV negative group. There was a significant difference between the TB/HIV co-infection group and the HIV negative group at lymphadenopathy (p=0,017), atelectasis (p=0,001), infiltrate (p=0,007), and pleural effusion (p=0,032).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul “Perbandingan Karakteristik Foto Toraks Tuberkulosis dengan dan tanpa Infeksi HIV pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2014”. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang dokter umum, proposal penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Rini Savitri Daulay, M.Ked(Ped), Sp.A selaku Dosen Pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan penulisan sampai dengan selesainya laporan hasil penelitian ini.

3. Dosen penguji yakni dr. Dian Dwi Wahyuni, Sp.MK dan dr.Alya Amila Fitrie, M.Kes, Sp.PA yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf Medical Education Unit (MEU).

(7)

6. Abangda tersayang Haris Lubis, Juanda Lubis S.Pd, dan Abdul Hadi Lubis yang telah memberikan dukungan dan mendoakan penulis selama mengerjakan karya tulis ilmiah ini.

7. SCORE PEMA FK USU, PEMA FK USU, dan BKM Ar-Rahmah FK USU yang telah memberikan pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan berorganisasi yang sangat berharga kepada penulis selama ini.

8. Teman-teman sejawat seperjuangan stambuk 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas solidaritas, bantuan, dan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

8. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan, khususnya bagi pembaca karya tulis ilmiah ini

Medan, Desember 2015 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

Daftar Singkatan ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1. Bagi RSUP H. Adam Malik Medan ... 5

1.4.2. Bagi Masyarakat ... 6

1.4.3. Bagi Peneliti ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Definisi Tuberkulosis ... 7

2.2. Etiologi ... 7

2.3. Penularan dan Penyebaran ... 8

2.4. Patogenesis ... 8

2.5. Diagnosis Tuberkulosis Anak ... 12

(9)

2.5.2. Pemeriksaan Fisik ... 13

2.5.3. Pemeriksaan Bakteriologi ... 13

2.5.4. Uji Tuberkulin ... 14

2.5.5. Pemeriksaan Radiologis ... 14

2.6. Pengertian Tuberkulosis dengan HIV ... 19

2.7. Imunopatogenesis Infeksi HIV ... 20

2.8 Riwayat Alamiah Infeksi HIV ... 21

2.8.1. Infeksi HIV Akut ... 21

2.8.2. Infeksi HIV Asimtomatis ... 22

2.8.3. Perjalanan Infeksi HIV Sampai Timbul Penyakit ... 22

2.8.4. Imunosupresi Lanjutan ... 22

2.9. TB-HIV pada Anak ... 23

2.9.1. Manifestasi Penyakit ... 23

2.9.2. Diagnosis ... 24

2.10. Perbandingan Karakteristik Foto Toraks TB-HIV dan TB non-HIV ... 27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 28

3.1. Kerangka Konsep ... 28

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 29

3.2.1. Variabel ... 29

3.2.2. Definisi Operasional ... 29

3.3. Hipotesis ... 30

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 31

4.1. Jenis Penelitian ... 31

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

4.3. Populasi dan Sampel ... 31

4.3.1 Populasi ... 31

4.3.2 Sampel ... 31

(10)

4.3.4 Kriteria Eksklusi ... 32

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 32

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34

5.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 34

5.3. Perbandingan Proporsi Karakteristik Foto Toraks Berdasarkan Kelompok Umur ... 36

5.4. Perbandingan Proporsi Karakteristik Foto Toraks Berdasarkan Status HIV Anak Penderita Tuberkulosis ... 38

5.5. Pembahasan ... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

6.1. Kesimpulan ... 45

6.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Definisi Operasional Penelitian ... 29

5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 34

5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur ... 35

5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Status HIV ... 35

5.4. Distribusi Frekuensi Gambaran Foto Toraks Terhadap Kelompok Umur ... 36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Patogenesis TB ... 11

Gambar 2.2. Limfadenopati Hilus ... 16

Gambar 2.3. Infiltrat dan Limfadenopati hilus ... 17

Gambar 2.4. Infiltrat, kavitas, & atelektasis pada anak 6 tahun ... 17

Gambar 2.5. TB post primer: kavitas apeks paru kiri ... 18

Gambar 2.6. Pelebaran Mediastinum pada penderita TB-HIV ... 26

Gambar 2.7. Konsolidasi lobus kanan atas, bagian kiri tengah dan adenopati pada penderita TB-HIV ... 26

Gambar 2.9. Gambaran fibrosis dan bronkiektasis pada lobus kiri atas, mediastinum tergeser ke kiri, menggambarkan perubahan TB post primer pada anak yang lebih tua ... 26

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Data Induk

Lampiran 3 Data Output

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Surat Persetujuan Etik Penelitian

(14)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome ARC : AIDS-related complex

BTA : Bakteri Tahan Asam

CCR5 : C-C Chemokine Receptor type five DNA : Deoxyribonucleid Acid

DOTS : Directly Observed Treatment, Short-Course ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay HIV : Human Immunodeficiency Virus KGB : Kelenjar Getah Bening

LIP : Lymphocytic interstitial pneumonitis

ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS

PPD 5 TU : Purified Protein Derivative 5 Tuberculin Unit RNA : Ribonucleic Acid

SLE : Systemic Lupus Erytematosus

SPSS : Statistical Product and Service Solutions

TB : Tuberkulosis

(15)

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) di dunia menambah permasalahan TB. Ko-infeksi TBHIV akan meningkatkan risiko kejadian TB aktif secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan karakteristik foto toraks tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV pada anak di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2014.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif-analitik dengan desain penelitian studi potong lintang (cross sectional study). Sampel penelitian berjumlah 93 orang yang diambil dengan menggunakan metode total sampling. Pemilihan sampel berdasarkan data rekam medis yang lengkap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik foto toraks (x-ray) yang lebih sering dijumpai pada pasien tuberkulosis dengan status HIV positif daripada kelompok status HIV negatif adalah infiltrat (83,3%), limfadenopati (63,9%), atelektasis (52,8%), efusi pleura (27,8%), dan kavitasi (27,8%). Sedangkan pada pasien status HIV negatif lebih sering dijumpai gambaran konsolidasi (38,6%). Terdapat perbedaan yang bermakna antara tuberkulosis non-HIV dan tuberkulosis-HIV pada gambaran limfadenopati (p=0,017), atelektasis (p=0,001), infiltrat (p=0,007), dan efusi pleura (p=0,032).

(16)

ABSTRACT

Pulmonary Tuberculosis (PTB) defined as lung infection caused by Mycobacterium tuberculosis. The epidemic of Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) in the world has been increased the problems of TB. TB-HIV co-infection will increase the risk of activated TB significantly. The aim of this study was to determine and compare the radiological appearance of Pulmonary Tuberculosis in groups of pediatric patients with and without Human Immunodeficiency Virus (HIV) at Haji Adam Malik General Hospital Medan in 2012-2014.

This is a descriptive-analytic study with cross-sectional design. The amount of subject in this research was 93 and collected by total sampling method. Sample were chosen from complete medical records.

The results of this study shows that the more common radiological appearance (chest x-ray) of pulmonary tuberculosis in HIV positive patient rather than HIV negative group were infiltrate (83,3), lymphadenopathy (63,9%), atelectasis (52,8%), pleural effusion (27,8%), and cavitation (27,8%). Whereas consolidation (38,6%) was more common in HIV negative group. There was a significant difference between the TB/HIV co-infection group and the HIV negative group at lymphadenopathy (p=0,017), atelectasis (p=0,001), infiltrate (p=0,007), and pleural effusion (p=0,032).

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) di dunia menambah permasalahan TB, dimana ko-infeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB aktif secara signifikan. TB juga menjadi penyebab paling umum kematian pada penderita AIDS (Pawlowski, 2012).

Pada tahun 2013 diperkirakan 9 juta orang terjangkit TB, dan 1,5 juta orang meninggal karena TB (1,1 juta orang diantaranya HIV negatif dan 360.000 orang HIV positif.) TB merupakan tantangan bagi pengendalian AIDS karena merupakan penyakit yang sering terjadi pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) (31,8%). World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah pasien TB dengan status HIV positif di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 7,5%, terjadi peningkatan jika dibandingkan tahun 2012 yang hanya 3,3% (WHO, 2014).

Secara umum beban TB di Indonesia juga masih sangat besar, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi TB berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosis kasus TB oleh tenaga kesehatan. Hasil Riskesdas 2013 tersebut tidak berbeda dengan Riskesdas 2007 yang menghasilkan angka prevalensi TB paru 0,4%.

(18)

persentase kasus baru AIDS tahun 2013 pada kelompok laki-laki 1,9 kali lebih besar dibandingkan pada kelompok perempuan. Penderita AIDS pada laki-laki sebesar 55,1% dan pada perempuan sebesar 29,7%. Sebesar 15,2% penderita AIDS tidak diketahui jenis kelaminnya.

Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada anak terinfeksi HIV dan menyebabkan peningkatan angka kesakitan dan kematian pada kelompok tersebut. Besarnya angka kejadian TB pada anak terinfeksi HIV sampai saat ini sulit diperoleh secara akurat. Meningkatnya jumlah kasus TB pada anak terinfeksi HIV disebabkan tingginya transmisi Mycobacterium tuberculosis dan kerentanan anak (CD 4 kurang dari 15%, umur di bawah 5 tahun). Peningkatan kasus HIV pada dewasa mengakibatkan peningkatan jumlah anak yang terinfeksi HIV pada umur yang rentan sehingga anak tersebut sangat mudah terkena TB terutama TB berat (TB milier dan TB meningitis). (KEMENKES, 2013)

Tuberkulosis pada anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40−50% dari jumlah seluruh populasi. Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun, 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB. Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi (KEMENKES, 2013).

(19)

Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak. Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-Course). Kondisi ini akan memberikan peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak (KEMENKES, 2013).

Dalam usaha pemberantasan penyakit TB paru, pencarian kasus merupakan unsur yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan program pengobatan. Hal ini ditunjang oleh sarana diagnostik yang tepat. Diagnosis kerja TB anak dibuat berdasarkan adanya kontak terutama dengan pasien TB dewasa aktif/baru, kumpulan gejala dan tanda klinis, uji tuberkulin, dan gambaran sugestif pada foto toraks. Meskipun demikian, sumber penularan tidak selalu dapat teridentifikasi, sehingga analisis yang seksama terhadap semua data klinis sangat diperlukan (Rahajoe dan Setyanto, 2010)

Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan. Hanya saja, diagnosis pasti pada anak sulit didapatkan karena jumlah kuman yang sedikit pada TB anak (paucibacillary), dan lokasi kuman di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga hanya 10-15 % pasien TB anak yang hasil pemeriksaan mikrobiologiknya positif/ditemukan kuman TB (Rahajoe dan Setyanto, 2010; KEMENKES, 2013).

(20)

Tuberkulosis pada anak sering disebut sebagai TB primer dan biasanya memiliki karakteristik foto toraks yang tidak khas. Namun demikian pemeriksaan foto toraks tetap dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam penegakan diagnosis TB anak. TB primer disebut memiliki karakteristik berupa adanya lesi di lobus bawah, lobus tengah, dan lingula serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks yang dominan adalah berupa limfadenopati hilus dan mediastinum (Icksan dan Luhur S, 2008)

Pada anak dengan Tuberkulosis-HIV, gambaran radiologis yang dapat dijumpai antara lain berupa pembesaran Kelenjar Getah Bening (KGB) hilus, efusi pleura, milier, gambaran pneumonia, atelektasis, kavitas dan bronkiektasis. Pada anak terinfeksi HIV, gambaran radiologi LIP (Lymphocytic interstitial pneumonitis) menyerupai TB milier. Di antara berbagai gambaran radiologi tersebut, pembesaran KGB hilus merupakan gambaran yang paling sering ditemukan. (KEMENKES, 2012).

Studi yang dilakukan oleh Badie et al. (2012) menyebutkan bahwa gambaran foto toraks yang tersering didapatkan pada penderita TB-HIV adalah gambaran atipikal. Salah satunya adalah gambaran infiltrat milier yang lebih banyak dijumpai pada TB-HIV dibanding TB non-HIV. Sementara itu dari hasil penelitian Mahomed (2013) didapatkan perbedaan yang signifikan secara statistik pada hasil pemeriksaan foto toraks anak dengan TB pada kondisi imunokompromais karena infeksi HIV dengan yang non-imunokompromais. Dimana gambaran limfadenopati lebih banyak dijumpai pada kelompok non-imunokompromais dibanding kelompok non-imunokompromais (p =0.041).

Berdasarkan berbagai uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut perbandingan karakteristik foto toraks tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV pada anak di RSUP HAM, Medan. Dimana, berdasarkan survey pendahuluan, dari 1 Januari 2012 – 31 Desember 2014 ada 113 pasien anak yang didiagnosis TB dan 41 pasien diantaranya didiagnosis TB-HIV.

(21)

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memerhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik foto toraks tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2014?

2. Apakah terdapat perbedaan karakteristik foto toraks tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2014?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik foto toraks tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik foto toraks tuberkulosis menurut kelompok umur.

2. Mengetahui gambaran spesifik foto toraks pada anak penderita tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV.

3. Melihat apakah terdapat perbedaan karakteristik foto toraks tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV pada anak.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1. Bagi RSUP H. Adam Malik, Medan

1. Sebagai dasar informasi mengenai karakteristik foto toraks pada pasien anak penderita tuberkulosis dengan dan tanpa infeksi HIV.

(22)

sebagai pertimbangan untuk diagnosis tuberkulosis dan tuberkulosis-HIV pada anak.

1.4.2. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi kepada pasien yang diduga menderita tuberkulosis atau tuberkulosis-HIV sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk tindakan berikutnya.

1.4.2. Bagi Peneliti

1. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dalam bentuk penelitian ilmiah secara mandiri.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit ini biasanya terjadi di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasanya terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian. (Daniel, 2014)

2.2. Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, Mikobakterium adalah bakteri berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Meskipun bakteri ini tidak dapat diwarnai dengan mudah. Tetapi apabila telah diwarnai, bakteri ini dapat menahan warnanya walaupun diberikan asam atau alkohol dan oleh sebab itu disebut basil tahan asam. Pada jaringan, basil tuberkulosis adalah bakteri batang tipis berukuran sekitar 0,4 x 3 µm. pada medium artifisial, bentuk kokoid dan filamen terlihat dengan bentuk morfologi yang bervariasi dari satu spesies ke spesies yang lainnya. Mikobakterium tidak dapat di diklasifikasikan menjadi gram-positif atau gram negatif (Caroll dan Brooks, 2014).

(24)

2.3. Penularan dan Penyebaran

Mycobacterium tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melalui jalan pernapasan. Walaupun mungkin terjadi jalur penularan lain dan kadang-kadang terbukti, tidak satupun yang penting. Basilus tuberkel di sekret pernapasan membentuk nuklei droplet cairan yang dikeluarkan selama batuk, bersin, dan berbicara. Droplet keluar dalam jarak dekat dari mulut, dan sesudah itu basilus yang ada tetap berada di udara untuk waktu yang lama. Infeksi pada pejamu yang rentan terjadi bila terhirup sedikit basilus ini. Jumlah basilus yang dikeluarkan oleh kebanyakan orang yang terinfeksi tidak banyak, diperlukan kontak rumah tangga selama beberapa bulan untuk penularannya (Daniel, 2014; Amin dan Bahar, 2014).

Infeksi tuberkulosis berkaitan dengan jumlah kuman pada sputum yang dibatukkan, luasnya penyakit paru, dan frekuensi batuk. Mikobakteirum rentan terhadap penyinaran ultraviolet, dan penularan infeksi di luar rumah jarang terjadi pada siang hari. Ventilasi yang memadai merupakan tindakan yang terpenting untuk mengurangi tingkat infeksi dari lingkungan. Sebagian besar pasien tidak menjadi infeksius dalam dua minggu setelah pemberian kemoterapi yang tepat karena penurunan jumlah kuman yang dikeluarkan dan berkurangnya batuk (Daniel, 2014).

2.4. Patogenesis

(25)

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya (Amin dan Bahar, 2014; Daniel, 2014).

Selama 2-8 minggu setelah infeksi primer, saat basilus terus berkembang biak di lingkungan intraselulernya, timbul hipersensitivitas pada pejamu yang terinfeksi. Limfosit yang cakap secara imunologik memasuki daerah infeksi, di daerah tersebut limfosit menguraikan faktor kemotaktik, interleukin dan limfokin. Sebagai responsnya, monosit masuk ke daerah tersebut dan mengalami perubahan bentuk menjadi makrofag dan selanjutnya menjadi sel histiosit yang khusus, yang tersusun menjadi granuloma. Mikobakterium dapat bertahan dalam makrofag selama bertahun-tahun walaupun terjadi peningkatan pembentukan lisozim dalam sel ini, namun multiplikasi dan penyebaran selanjutnya biasanya terbatas. Kemudian terjadi penyembuhan, seringkali dengan kalsifikasi granuloma yang lambat yang kadang meniggalkan lesi sisa yang tampak pada foto Roentgen paru. Kombinasi lesi paru perifer terkalsifikasi dan kelenjar limfe hilus yang terkalsifikasi dikenal sebagai kompleks Ghon /sarang primer. (Daniel, 2014)

Kompleks Ghon ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis fokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis fokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Amin dan Bahar, 2014)

(26)

minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler (KEMENKES, 2013).

Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer. Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru (Amin dan Bahar, 2014).

(27)

*Catatan:

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadic (occult hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.

2. Komplek primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis regional (3).

3. TB primer adalah proses masukknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,

terbentuknya kompleks primer dan imunitas seluler spesifik, hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.

4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen).

(28)

2.5. Diagnosis Tuberkulosis Anak 2.5.1. Penemuan pasien TB anak

Berdasarkan JUKNIS TB Anak KEMENKES (2013), pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :

1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.

Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa.

2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.

Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut (Rahajoe dan Setyanto, 2010):

1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.

2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.

(29)

4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).

5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan yang khas terutama pada kasus-kasus dini. Demam subfebris terjadi pada sebagian besar kasus. Pemeriksaan antropometri menunjukkan status gizi kurang. Temuan yang lebih spesifik dapat diperoleh jika TB mengenai organ tertentu, seperti gibus, kifosis, paraparesis, pada TB vertebra, dan pembesaran kelenjar getah bening multipel tanpa nyeri tekan pada TB kelenjar. (Calistania dan Indawati, 2014)

2.5.3. Pemeriksaan Bakteriologi

Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin, dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman Mycobacterium tuberculosis (Rahajoe dan Setyanto, 2010).

Pemeriksaan di atas sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya dapat dilakukan beberapa teknik pemeriksaan lain seperti bilas lambung (gastric lavage), apusan laring, isap trakea, dan bronkoskopi. Bilas lambung merupakan metode yang paling sering digunakan. Bilas lambung harus dilakukan 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari, dilakukan dini hari dan pasien berpuasa serta berbaring terlentang (Grossman, 2006; Rahajoe dan Setyanto, 2010).

(30)

yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya dapat diperoleh lebih cepat (1-3 minggu), yaitu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrien radiolabel (sistem radiometrik BACTEC), dan kerentanan obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan (Starke, 2012; Rahajoe dan Setyanto, 2010).

2.5.4. Uji Tuberkulin

Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit (Rahajoe dan Setyanto, 2010).

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) secara intrakutan di bagian volar lengan dengan arah suntikan memanjang lengan (longitudinal). Reaksi (indurasi transversal) diukur 48-72 jam setelah penyuntikan, apabila tidak ada indurasi ditulis dengan 0 mm. Uji tuberkulosis positif jika indurasi ≥10 mm, meragukan dan perlu diulang dalam jarak waktu minimal 2 minggu jika indurasi 5-9 mm, negatif jika indurasi <5mm. Hasil positif pada anak menunjukkan adanya infeksi TB. Akan tetapi, reaksi tuberkulin tidak digunakan untuk memantau pengobatan karena akan bertahan lama hingga bertahun-tahun, walaupun pasien sudah sembuh (Calistania dan Indawati, 2014).

2.5.5. Pemeriksaan Radiologis

(31)

BTA dan kultur yang sering mendapat hasil negatif, serta asimtomatik (Smith dan John, 2012).

Anak memiliki perbedaan pada ukuran tubuh, struktur anatomi, dan fisiologi tubuh dengan dewasa. Sebagai contoh, interpretasi mediastinum pada foto toraks sering dikaburkan dengan adanya timus. Teknik pemeriksaan Roentgen pada anak juga berbeda dengan dewasa, pada dewasa sering dipakai teknik PA (posteroanterior) sedangkan pada anak AP (anteroposterior) dan lateral kanan (Andronikou, Vanhoenacker, dan De Backer, 2009).

Menurut Icksan dan Luhur (2008), secara radiologis TB paru dibedakan atas :

a. TB Paru Primer

b. TB Paru postprimer (reactivation TB, reinfection TB, secondary TB)

 TB Paru Fokal

Tuberculous lobar pneumonia danBronkopneumonia

 TB Endobronkial

 Tuberkuloma

 TB milier c. Pleuritis TB

Tuberkulosis primer sering disebut sebagai childhood tuberculosis (tuberkulosis pada anak) sedangkan tuberkulosis postprimer disebut adult tuberculosis (tuberkulosis pada dewasa) (Amin dan Bahar, 2014). TB primer memang pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa juga terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV, Diabetes Melitus, Systemic Lupus Erytematosus (SLE) dan sebagainya (Icksan dan Luhur S, 2008).

a. TB primer

(32)

dan mengakibatkan basil TB lebih sering masuk ke daerah tersebut (Franco et al., 2003). Limfadenopati sering terjadi pada hilus ipsilateral, dan dilaporkan terjadi pada 1/3 kasus. Limfadenopati merupakan gambaran tipikal pada anak usia <5 tahun (Smith dan John, 2012).

Gambaran TB primer lebih sering dijumpai pada anak yang lebih muda (sebelum remaja). Menurut WHO definisi remaja dalam hal ini adalah anak dengan usia 10 – 19 tahun. Dari hasil studi oleh Weber, et al. tahun 2000 dilaporkan bahwa hanya terdapat 10% remaja (adolescent) saja yang memiliki gambaran limfadenopati. Gambaran yang lebih sering dijumpai pada anak remaja adalah kavitas yang mirip dengan gambaran TB pada dewasa seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4. (Smith dan John, 2012).

Hasil penelitian Anna et al., tahun 2011 menggambarkan distribusi frekuensi gambaran radiologis pada remaja sebagai berikut : infiltrat (53,3%); kavitasi (32,4%); konsolidasi (27%); pembesaran lymph node pada hilus (3,2%) (gambar 2.3.); atelektasis (1,9%). Hasil ini menunjukkan bahwa bentuk TB primer terjadi pada anak dengan usia lebih muda dan bentuk postprimer pada remaja yang lebih tua.

[image:32.595.113.514.485.653.2]

Gambar 2.2. Limfadenopati Hilus, A (anteroposterior), B (lateral). Sumber: dikutip dari Smith dan John, 2012.

(33)

b. TB post primer

TB paru post primer biasanya terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya. Selama infeksi primer kuman terbawa aliran darah ke daerah apeks dan segmen posterior lobus atas dan ke segmen superior lobus bawah, untuk selanjutnya terjadi reaktivasi infeksi di daerah ini karena tekanan oksigen di lobus atas tinggi (Icksan dan Luhur S, 2008).

Gambaran foto toraks yang dicurigai aktif :

1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikoposterior atas dan superior lobus bawah.

2. Kavitas lebih dari satu dan dikelilingi konsolidasi atau nodul 3. Bercak milier

4. Efusi pleura bilateral

Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tidak aktif : 1. Fibrosis

2. Kalsifikasi 3. Penebalan pleura

Gambar 2.4. Infiltrat, kavitas, & atelektasis

Sumber: dikutip dari Franco et al., 2003.

Gambar 2.3. Infiltrat dan Limfadenopati hilus.

[image:33.595.121.519.111.344.2]
(34)

Klasifikasi TB post primer secara radiologis (Icksan dan Luhur S, 2008): 1. Lesi minimal

Luas lesi yang terlihat tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apek dan iga 2 depan, lesi soliter dapat berada dimana saja, tidak ditemukan adanya kavitas.

2. Lesi lanjut sedang

Luas sarang-sarang yang berupa bercak tidak melebihi luas satu paru, bila ada kavitas ukurannya tidak lebih 4 cm, bila ada konsolidasi tidak lebih dari satu lobus.

3. Lesi sangat lanjut

Luas lesi melebihi lesi minimal dan lesi lanjut sedang, tetapi bila ada kavitas ukuran lebih dari 4 cm.

c. Pleuritis TB

Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi pleura terjadi akibat produksi cairan yang berlebihan karena reaksi hipersensitif dengan protein Mycobacterium tuberculosis serta eliminasi cairan pleura yang berkurang akibat adanya obstruksi limfatik di pleura parietalis (Hwang, 2011). Efusi pleura

Gambar 2.5. TB post primer: kavitas apeks paru kiri

[image:34.595.221.441.370.571.2]
(35)

bisa terdeteksi dengan foto toraks PA dengan memperlihatkan tanda meniscus atau ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bisa dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal dan pada posisi lateral efusi pleura bisa terlihat bila jumlah cairannya 100 cc. Pada posisi supine efusi pleura bisa terdeteksi bila jumlahnya 500 ml. Penebalan pleura di apikal relatif biasa pada TB paru atau bekas TB paru. Efusi pleura sering dijumpai pada pasien TB yang disertai lesi luas di paru, tapi bisa berdiri sendiri tanpa ada lesi di paru (Icksan dan Luhur, 2008).

2.6. Pengertian Tuberkulosis dengan HIV

Berdasarkan JUKNIS TB-HIV KEMENKES (2013), Pasien TB dengan HIV positif dan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan TB disebut sebagai pasien ko-infeksi TB-HIV. Risiko berkembangnya TB meningkat secara tajam seiring dengan semakin memburuknya sistem kekebalan tubuh. Pada pasien yang terinfeksi HIV jumlah dan fungsi limfosit-T CD4+ menurun. Sel-sel ini mempunyai peran yang penting untuk melawan kuman TB. Dengan demikian, sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mampu untuk mencegah perkembangan dan penyebaran lokal kuman ini sehingga TB dapat terjadi kapanpun saat perjalanan infeksi HIV pada tubuh manusia.

(36)

2.7. Imunopatogenesis Infeksi HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV) tepatnya HIV-1adalah virus RNA yang termasuk famili retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh pejamu. Untuk mengadakan replikasi (perbanyakan) HIV perlu mengubah Ribonucleic Acid (RNA) menjadi Deoxyribonucleid Acid (DNA) di dalam sel pejamu. Sebenarnya, disamping HIV-1, dikenal pula HIV-2, yang memiliki patogenitas yang lebih rendah, hingga hanya menimbulkan gejala defisiensi imun yang lebih ringan. Oleh karena itu, pada pembicaraan selanjutnya yang dimaksud dengan HIV adalah HIV-1 (Suwendra dan Purniti, 2010).

Patogenesis Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang hanya sebagian saja dapat diatasi oleh respons imun adaptif, dan berlanjut menjadi infeksi kronik progresif dari jaringan limfoid perifer. Virus masuk melalui epitel mukosa (Kresno, 2010). Selanjutnya perjalanan infeksi HIV secara berturut-turut dapat dikelompokkan dalam beberapa fase yaitu :

1. Proses perlekatan virus pada sel sasaran

HIV hanya dapat melekat melalui glikoprotein selubung (terutama gp 120) pada sel sasaran yang memiliki molekul CD4 (cluster of differentiation antigen-4) sebagai reseptor. Di antara sel tubuh, yang banyak memiliki molekul CD4 adalah sel limfosit T, kemudian menyusul monosit-makrofag (Suwendra dan Purniti, 2010).

2. Proses Internalisasi atau infeksi

HIV menginfeksi sel-sel CD4 memori yang mengekspresikan CCR5 (C-C Chemokine Receptor type five) dalam jaringan limfoid mukosa dan mengakibatkan kematian dari banyak sel terinfeksi. Karena jaringan mukosa merupakan cadangan terbesar dari sel T dalam tubuh dan merupakan tempat utama dari sel T memori, kehilangan lokal ini direfleksikan dengan penurunan jumlah sel T CD4. Dalam waktu 2 minggu sebagian besar sel CD4 hancur (Kresno, 2010).

3. Proses Replikasi

(37)

Kemudian terbentuk seutas lagi hingga terjadilah dua utas DNA. DNA ini kemudian mengalami translokasi ke dalam inti sel sasaran dan menyisip ke dalam kromosom sel sasaran dengan bantuan enzim integrase. Setelah integrasi gen virus ke dalam inti sel sasaran, RNA virus dibentuk dan selanjutnya terjadi sintesis dan pengolahan protein virus, termasuk bahan-bahan selubung virus. Proses pembentukan berbagai bahan virus ini terjadi pada selaput inti sel sasaran. Berbagai bahan tang terbentuk kemudian direkayasa menjadi bagian core (virus baru) di dalam sitoplasma sel sasaran, dan bagian selubung di sebelah bawaan maupun didapat. Segera setelah infeksi primer, sebanyak 1 di luar dinding sel sasaran (Suwendra dan Purniti, 2010).

Infeksi HIV pada akhirnya mengakibatkan kegagalan fungsi sistem imun antara 100 sel T CD4 mengandung virus. Respon imun semula dapat menurunkan jumlah virus, tetapi tidak lama virus dapat mengatasi perlawanan sistem imun dan berkembang dengan cepat dan menginfeksi banyak sel T (Kresno, 2010).

2.8. Riwayat Alamiah Infeksi HIV 2.8.1. Infeksi HIV Akut

(38)

2.8.2. Infeksi HIV Asimtomatis

Pada orang dewasa terdapat periode laten yang berlangsung lama dan bervariasi dari terinfeksi HIV hingga onset gejala HIV dan AIDS. Seseorang yang terinfeksi bisa tidak memiliki gejala sampai 10 tahun atau lebih. Sebagian besar anak terinfeksi HIV pada periode perinatal. Periode tanpa gejala pada anak-anak tidak diketahui. Beberapa bayi akan sakit di minggu-minggu pertama setelah lahir. Sebagian besar anak-anak mulai sakit sebelum mencapai usia 2 tahun. Hanya sedikit yang tetap sehat selama beberapa tahun awal kehidupan (KEMENKES, 2013).

2.8.3. Perjalanan Infeksi HIV Sampai Timbul Penyakit

JUKNIS TB Anak KEMENKES (2013) menyebutkan bahwa hampir semua orang yang terinfeksi HIV jika tidak diobati akan mengalami penyakit terkait HIV dan AIDS. Berapa orang mengalami ini lebih cepat dari yang lain. Laju perkembangan menjadi AIDS tergantung pada karakteristik virus maupun orang yang terinfeksi. Karakteristik virus adalah tipe dan subtipe HIV-1 dan beberapa subtipe HIV-1 bisa menyebabkan progresivitas yang lebih cepat. Karakteristik orang yang bisa mempercepat progresi ini antara lain berumur kurang dari 5 tahun, berumur lebih dari 40 tahun, terdapat ko-infeksi dan faktor genetik.

2.8.4. Immunosupresi Lanjutan

(39)

infeksi oportunistik (misalnya meningitis kriptokokus) dan beberapa tumor (misalnya Sarkoma Kaposi). Pada stadium lanjut jika pasien tidak mendapat terapi Antiretroviral maka mereka biasanya meninggal dalam waktu kurang dari 2 tahun. Stadium lanjut ini kadang dikenal sebagai fullblown AIDS (KEMENKES, 2013).

2.9. TB-HIV pada Anak

Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik utama pada penderita HIV. Pada pasien yang terinfeksi pertama kali dengan Mycobacterium tuberculosis kemudian dengan HIV, risiko perkembangan tuberkulosis adalah 5-10 % per tahun. Bila infeksi-infeksi ini didapat dengan urutan sebaliknya, gabungannya bahkan lebih dramatis; tuberkulosis timbul pada sebanyak separuh dari pasien yang terinfeksi HIV setelah infeksi primer Mycobacterium tuberculosis dan biasanya timbul dalam beberapa bulan (Daniel, 2014).

Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada anak dapat terjadi sebelum atau sesudah timbulnya gejala AIDS. Karena Mycobacterium tuberculosis lebih virulen, infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis umumnya terjadi lebih awal dibanding infeksi lain. Disamping itu, walaupun dapat terjadi penularan dari pasien dengan infeksi aktif, infeksi TB pada pasien HIV lebih banyak terjadi sebagai akibat reaktivasi fokus laten yang sudah terdapat beberapa tahun sebelumnya. Sebagai akibatnya, infeksi TB umumnya lebih banyak dijumpai pada anak yang lebih besar atau dewasa (Suwendra dan Purniti, 2010).

2.9.1. Manifestasi Penyakit

(40)

Tuberkulosis milier merupakan hasil penyebaran hematogen dengan jumlah kuman yang besar, yang tersangkut di ujung kapiler paru dan membentuk tuberkel dengan ukuran sama yang menyerupai butir-butir padi (milletsheed). Efusi pleura dapat berbentuk serosa (paling sering) atau empiema TB (jarang) terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman TB pada rongga pleura. Sebagian besar efusi pleura TB bersifat unilateral. Efusi perikardial TB jarang ditemukan pada anak, terjadi akibat invasi kuman secara langsung atau melalui drainase limfatik (KEMENKES, 2013).

2.9.2. Diagnosis

Menurut JUKNIS TB-HIV pada anak KEMENKES tahun 2013, Diagnosis TB anak sampai saat ini masih banyak menghadapi tantangan akibat sulitnya mendapatkan spesimen pemeriksaan bakteriologi serta rendahnya konfirmasi bakteriologi yang didapat. Pemeriksaan BTA aspirat lambung pada TB anak menunjukkan hasil positif pada 10-15% pasien saja. Namun demikian pemeriksaan bakteriologi (BTA dan biakan Mycobacterium tuberculosis) tetap harus dilakukan pada setiap pasien. Konfirmasi bakteriologi dapat dilakukan dengan pengambilan spesimen dari beberapa tempat yang memungkinkan sesuai dengan manifestasi klinis penyakit TB-nya, antara lain sputum, aspirasi cairan lambung, cairan pleura, induksi sputum, biopsi jarum halus pada kelenjar getah bening (KGB) yang membesar dan biopsi jaringan lainnya.

Infeksi HIV juga semakin memperberat masalah terkait TB karena dapat menyebabkan imunokompromais pada anak sehingga diagnosis dan tatalaksana TB pada anak menjadi lebih sulit karena beberapa faktor berikut (Basier dan Yani, 2010):

1. Beberapa penyakit yang erat kaitannya dengan HIV, termasuk TB, banyak mempunyai kemiripan gejala.

(41)

3. Anak yang kontak dengan orangtua pengidap HIV dengan BTA sputum positif mempunyai kemungkinan terinfeksi TB maupun HIV. Jika hal ini terjadi, dapat tejadi kesulitan dalam tatalaksana dan mempertahankan keteraturan pengobatan.

Gejala klinis TB pada anak terinfeksi HIV hampir sama dengan yang tidak terinfeksi HIV tetapi pada anak yang terinfeksi HIV lebih sering mengalami TB diseminata. Tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV sering sulit dibedakan dengan kondisi lain akibat infeksi HIV seperti Lymphocytic Interstitial Pneumonitis (LIP), pneumonia bakteri, bronkiektasis dan Sarkoma Kaposi. Gejala klinis umum TB pada anak terinfeksi HIV antara lain batuk persisten lebih dari 3 minggu yang tidak membaik setelah pemberian antibiotik spektrum luas, malnutrisi berat atau gagal tumbuh, demam lebih dari 2 minggu, keringat malam yang menyebabkan anak sampai harus ganti pakaian, gejala umum non-spesifik lainnya dapat berupa fatigue (kurang aktif, tidak bergairah). Indikator yang baik terdapatnya penyakit kronik dan TB anak adalah gagal tumbuh meskipun keadaan ini dapat pula disebabkan kurang nutrisi, diare kronik dan infeksi HIV (KEMENKES, 2013).

Pada gambaran radiologis, dapat dijumpai limfadenopati hilus atau mediastinum, infiltrat pada lobus tengah atau bawah, di luar paru dalam bentuk lesi milier atau tuberkulosis kelenjar. Dapat juga dijumpai efusi pleura, atelektasis, kavitas dan bronkiektasis. Pada anak terinfeksi HIV, gambaran radiologi LIP menyerupai TB milier. Lesi yang dijumpai di luar paru lebih banyak dan prognosisnya lebih jelek (Suwendra dan Purniti, 2010).

Icksan dan Luhur S (2008) melaporkan adanya kasus TB primer progresif pada pasien HIV. Diamana, pada gambaran radiologis tampak ada pelebaran mediastinum yang kemudian setelah 19 hari bertambah luas. Kemudian setelah 30 hari terdapat infiltrat luas di kedua paru.

(42)

adanya Mycobacterium dengan pewarnaan atau kultur. Pada pemeriksaan histologis dapat ditemukan granuloma spesifik atau non spesifik, yaitu tanpa sel raksasa Langhans, sel epiteloid, atau nekrosis perkijuan. Juga tidak jarang, tidak ditemukan kuman tahan asam di dalamnya. Tes lain yang dapat dilakukan adalah tes hibridisasi DNA, tes Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau pemindaian (scanning) dengan pemberian label gallium radioaktif (Suwendra dan Purniti, 2010).

Gambar 2.7. Konsolidasi lobus kanan atas, bagian kiri tengah dan adenopati pada penderita TB-HIV

Sumber: dikutip dari Allen et al., 2010. Gambar 2.6. Pelebaran mediastinum

pada penderita TB-HIV.

[image:42.595.112.514.270.763.2] [image:42.595.114.511.278.466.2]

Sumber: dikutip dari Icksan & Luhur, 2008.

Gambar 2.9. Gambaran Fibrosis dan Bronkiektasis pada lobus kiri atas,

mediastinum tergeser ke kiri,

(43)

2.10. Perbandingan Karakteristik Foto Toraks TB-HIV dan TB non-HIV

Studi yang dilakukan oleh Badie et al. (2012) menyebutkan bahwa gambaran foto toraks yang tersering didapatkan pada penderita TB-HIV adalah gambaran atipikal. Salah satunya adalah gambaran infiltrat milier yang lebih banyak dijumpai pada TB-HIV dibanding TB non-HIV (17% vs 4,7%; p=0,01). Di samping itu juga gambaran konsolidasi difus lebih umum dijumpai pada pasien TB dengan infeksi HIV daripada yang tanpa infeksi HIV (24,3% vs 5,8%; p=0,01). Gambaran ini sering dikaitkan dengan kondisi imunokompromais pada pasien TB dengan infeksi HIV, dimana terdapat perbedaan respon jaringan yang memunculkan gambaran atipikal. Namun pada hasil penelitian Badie et al. (2012) ini beberapa gambaran radiologi seperti efusi pleura dijumpai lebih sedikit pada pasien dengan infeksi HIV, hal tersebut berbeda dengan beberapa studi lain yang menyebutkan bahwa gambaran efusi pleura lebih sering dijumpai pada kelompok dengan infeksi HIV dibanding kelompok non-HIV.

(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1 Kerangka konsep Pemeriksaan Foto

Toraks Anak penderita

Tuberkulosis non-HIV

Kelompok Umur: - < 10 tahun - 10 - 19 tahun

Anak penderita Tuberkulosis-HIV Kelompok Umur:

- < 10 tahun - 10 - 19 tahun

Karakteristik Foto Toraks Tuberkulosis non-HIV

[image:44.595.115.511.252.709.2]

Karakteristik Foto Toraks Tuberkulosis-HIV Gambaran Foto Toraks Tuberkulosis

pada Anak:

1. Limfadenopati Hilus 2. Atelektasis

(45)

3.2 Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel

1. Karakteristik foto toraks tuberkulosis non-HIV pada anak 2. Karakteristik foto toraks tuberkulosis-HIV pada anak 3. Kelompok Umur

3.2.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

[image:45.595.112.530.296.746.2]

Ukur Karakteristik foto toraks tuberkulosis non-HIV pada anak Gambaran foto toraks pada pemeriksaan radiologi tuberkulosis non-HIV pada anak

Observasi Rekam medik Dijumpai satu atau lebih gambaran: 1. Limfade-nopati hilus 2. Atelektas -is 3. Infiltrat 4. Kavitasi 5. Konsolid -asi 6. Efusi pleura Nominal Karakteristik foto toraks tuberkulosis-HIV pada anak Pasien anak yang didiagnosis menderita Tuberkulosis-HIV di RSUP HAM Medan dari tahun 2012-2015

(46)

3.3. Hipotesis

Ho : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara karakteristik foto toraks tuberkulosis non-HIV dan tuberkulosis-HIV pada anak.

Ha : Terdapat perbedaan yang bermakna antara karakteristik foto toraks tuberkulosis non-HIV dan tuberkulosis-HIV pada anak.

4. Kavitasi 5. Konsolid

-asi 6. Efusi

pleura Kelompok

Umur

Kelompok umur pasien saat dirawat dirumah sakit

Observasi Rekam medik

Kelompok Umur: 1. < 10 tahun 2. 10 - 19 tahun

(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi observasional analitik tentang perbedaan karakteristik foto toraks pada tuberkulosis dan tuberkulosis-HIV pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2014. Sementara desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) dengan data retrospektif yaitu memanfaatkan data sekunder berupa rekam medik. Desain cross-sectional merupakan jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali pada satu saat (Sastroasmoro, 2011).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 dengan mengambil data dari rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan dari tahun 2012 - 2014. Pengambilan data dilakukan setelah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan. Waktu pengambilan data dilakukan selama 2 minggu.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak penderita tuberkulosis non-HIV dan tuberkulosis-HIV yang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada 1 Januari 2012 – 31 Desember 2014.

4.3.2. Sampel

(48)

Medan pada tanggal 1 Januari 2012 – 31 Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.3. Kriteria Inklusi

1. Anak penderita tuberkulosis non-HIV 2. Anak penderita tuberkulosis-HIV 3. Berumur 0 - 19 tahun

4.3.4. Kriteria Eksklusi

Interpretasi pemeriksaan foto toraks pada rekam medik yang tidak lengkap

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bagian intstalasi rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode observasi dengan menggunakan rekam medik.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan, data dilengkapi kembali.

b. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.

c. Entry

(49)

d. Cleaning Data

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer.

e. Saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisis.

(50)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 2233/Menkes/SK/XI/2011. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk Wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Proses pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan September – Oktober 2015 di instalasi rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan. Total sampel yang diambil adalah sebanyak 120 rekam medis, tetapi hanya 93 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Karakteristik yang diamati untuk setiap sampel adalah jenis kelamin, umur, status HIV, dan gambaran foto toraks.

[image:50.595.136.486.656.741.2]

Berikut ini diuraikan distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin: Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 48 51,6

Perempuan 45 48,4

(51)
[image:51.595.136.485.229.316.2]

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa sampel yang didapatkan lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 48 orang (51,6 %) sedangkan perempuan didapatkan sebanyak 45 orang. Berikutnya dristribusi frekuensi sampel berdasarkan usia:

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi (n) Persentase (%)

< 10 tahun 59 63,4

10 – 19 tahun 34 36,6

Total 93 100.0

Tabel 5.2. menunjukkan bahwa dari 93 anak yang menderita TB Paru dengan dan tanpa infeksi HIV pada sampel penelitian ini didapati anak usia < 10 tahun menjadi yang paling banyak yaitu 59 orang (63,4 %) sedangkan usia 10 – 19 tahun sebanyak 34 orang (36,6 %). Berikutnya distribusi frekuensi sampel berdasarkan status HIV:

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Status HIV

Status HIV Frekuensi (n) Persentase (%)

Positif 36 38,7

Negatif 57 61,3

Total 93 100.0

(52)

5.3. Perbandingan Proporsi Karakteristik Foto Toraks Berdasarkan Kelompok Umur

[image:52.595.123.517.193.760.2]

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Gambaran Foto Toraks Terhadap Kelompok Umur

Gambaran Foto Toraks

Kelompok Umur

(Tahun) Total p value

< 10 10 - 19

Limfadenopati

Dijumpai 43

72,9% 2 5.9% 45 48.4% 0.001 Tidak dijumpai 16 27,1% 32 94,1% 48 51.6%

Total 59

100% 34 100% 93 100% Atelektasis

Dijumpai 18

30,5% 7 20,6% 25 26.9% 0.299 Tidak dijumpai 41 69,5% 27 79,4% 68 73.1%

Total 59

100% 34 100% 93 100% Infiltrat

Dijumpai 34

57,6% 28 82,4% 62 66.7% 0.015 Tidak dijumpai 25 42,4% 6 17,6% 31 33.3%

Total 59

100% 34 100% 93 100% Kavitasi

Dijumpai 3

5,1% 17 50,0% 20 21.5% 0.001 Tidak dijumpai 56 94,9% 17 50,0% 73 78.5%

Total 59

100% 34 100% 93 100% Konsolidasi

Dijumpai 9

15,3% 22 64,7% 31 33.3% 0.001 Tidak dijumpai 50 84,7% 12 35,3% 62 66.7%

Total 59

100%

34

100%

93

(53)

Efusi Pleura

Dijumpai 9

15,3%

7

20,6%

16

17.2%

0.512

Tidak

dijumpai

50

84,7%

27

79,4%

77

82.8%

Total 59

100%

34

100%

93

100%

Tabel 5.4. menggambarkan distribusi proporsi gambaran foto toraks Tuberkulosis paru berdasarkan kelompok umur. Dari 93 orang subjek didapatkan 45 orang (48.4%) memiliki gambaran foto toraks limfadenopati hilus. Pada kelompok umur < 10 tahun 43 orang (72,9%) sedangkan pada kelompok 10 – 19 tahun hanya 2 orang (5,9%). Pada data ini dilakukan uji statistik Chi Square dan didapatkan adanya hubungan yang sangat bermakna pada perbandingan proporsi gambaran foto toraks dengan kelompok umur (p = 0,001).

Selanjutnya untuk gambaran atelektasis didapati 18 orang (30,5%) diantaranya berumur < 10 tahun dan 7 orang (20,6) berumur 10-19 tahun. Pada uji Chi Square didapatkan tidak terdapat hubungan bermakna antara gambaran atelektasis dengan kelompok umur (p = 0,299).

Subjek dengan gambaran infiltrat dijumpai 62 orang (66,7%) dan pada kelompok umur < 10 tahun didapati ada 34 orang (57,6 %) dan 28 orang (82,4%) pada kelompok usia 10 – 19 tahun. Hasil uji Chi Square menunjukkan hasil terdapat hubungan yang bermakna pada perbadingan proporsi gambaran Infiltrat berdasarkan kelompok umur (p = 0,015).

Selanjutnya untuk gambaran kavitasi pada kelompok umur 10 – 19 tahun didapati ada 17 orang (50 sedangkan pada kelompok umur < 10 tahun hanya 3 orang (5,1%). Perbedaan proporsi tersebut didukung oleh hasil uji Chi Square yang menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna (p = 0,001) antara gambaran kavitasi pada kelompok umur < 10 tahun dengan kelompok 10 - 19 tahun.

[image:53.595.119.519.113.215.2]
(54)

bermakna antara kelompok umur < 10 tahun dengan kelompok umur 10 – 19 tahun pada gambaran foto toraks konsolidasi (p = 0,001).

Sedangkan untuk gambaran efusi pleura didapati 9 orang (15,3%) diantaranya berumur < 10 tahun dan 7 orang (20,6%) berada pada kelompok umur 10 – 19 tahun. Hasil uji Chi Square menunjukkan hasil tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara proporsi gambaran efusi pada kelompok umur < 10 tahun dengan kelompok umur 10 – 19 tahun (p = 0,512).

5.4. Perbandingan Proporsi Karakteristik Foto Toraks Berdasarkan Status HIV Anak Penderita Tuberkulosis

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Gambaran Foto Toraks Terhadap Status HIV

Gambaran Foto Toraks

Status HIV

Total p value

Positif Negatif

Limfadenopati

Dijumpai 23

63,9 22 38,6% 45 48,4% 0.017 Tidak dijumpai 13 36,1% 35 61,4% 48 51,6%

Total 36

100% 57 100% 93 100% Atelektasis

Dijumpai 19

52,8% 6 10,5% 25 26,9% 0.001 Tidak dijumpai 17 47,2% 51 89,5% 68 73,1%

Total 36

100% 57 100% 93 100% Infiltrat

Dijumpai 30

83,3% 32 56,1% 62 66,7% 0.007 Tidak dijumpai 6 16,7% 25 43,9% 31 33,3%

Total 36

100%

57 100%

(55)

Kavitasi

Dijumpai 10

27,8% 10 17,5% 20 21,5% 0.242 Tidak dijumpai 26 72,2% 47 82,5% 73 78,5%

Total 36

100% 57 100% 93 100% Konsolidasi

Dijumpai 9

25,0% 22 38,6% 31 33.3% 0.175 Tidak dijumpai 27 75,0% 35 61,4% 62 66.7%

Total 36

100% 57 100% 93 100,0% Efusi Pleura

Dijumpai 10

27,8% 6 10,5% 16 17.2% 0.032 Tidak dijumpai 26 72,2% 51 89,5% 77 82.8%

Total 36

100%

57 100%

93 100,0%

Tabel 5.5. menerangkan perbandingan proporsi karakteristik foto toraks berdasarkan status HIV subjek. Dari total 36 orang subjek yang memiliki status HIV positif didapati sebanyak 23 orang (63,9%) memiliki gambaran limfadenopati dan pada kelompok dengan status HIV negatif didapati 22 orang (38,6. Uji Chi Square dilakukan untuk menilai apakah perbedaan proporsi ini bermakna secara statistik atau tidak dan didapatkan hasil terdapat perbedaan yang bermakna dengan p value sebesar 0,017.

Selanjutnya berdasarkan total subjek yang memiliki gambaran atelektasis sebanyak 25 orang didapatkan 19 orang (52,8%) memilki status HIV positif dan hanya 6 orang (10,5%) status HIV negatif. Uji Chi Square pada kelompok ini menunjukkan hasil berupa terdapat perbedaan yang sangat bermakna dengan nilai p = 0,001.

[image:55.595.120.517.112.428.2]
(56)

dengan status HIV negatif didapatkan 32 orang (56,1%). Uji Chi Square pada kelompok ini menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p = 0,007.

Selanjutnya pada kelompok HIV positif dijumpai sebanyak 10 orang (27,8%) dengan gambaran kavitasi dan pada kelompok dengan status HIV negatif dijumpai 10 orang (17,5%). Uji Chi Square menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,242.

Dari 36 orang dengan gambaran konsolidasi 22 orang (38,6%) diantaranya memiliki status HIV negatif sedangkan yang memiliki status HIV Positif hanya 9 orang (25%). Uji Chi Square pada kelompok ini menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan secara statistik (p = 0,175).

Pada kelompok dengan gambaran efusi pleura dijumpai 10 orang (27,8%) dengan status HIV positif dan 6 orang (10,5%) status HIV negatif. Uji Chi Square menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p = 0,032).

5.5. Pembahasan

Pada penelitian ini, jumlah seluruh subjek adalah 93 orang dan terdiri dari 48 orang (51,6%) laki-laki, lebih banyak dibanding perempuan dengan jumlah 45 orang (48,4 %). Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi tuberkulosis paru pada laki-laki sebesar 0,4 % sedangkan perempuan sebesar 0,3%. Penelitian oleh Maipa (2007) dengan jumlah sampel 100 orang anak penderita tuberkulosis paru menunjukkan proporsi yang lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 58 anak (58%). Penelitian mengenai faktor risiko untuk terjadinya infeksi TB di Gambia menyatakan bahwa prevalensi uji tuberkulin positif pada anak laki-laki dan perempuan tidak berbeda sampai remaja, setelah itu lebih tinggi pada anak laki-laki. Hal ini diduga akibat dari peran sosial dan aktivitas sehingga lebih terpajan pada lingkungan, atau karena secara bawaan lebih rentan, atau adanya faktor predisposisi terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat (Kartasasmita, 2009).

(57)

proporsi 81,4% untuk kelompok usia <5 tahun. Di negara berkembang,TB pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB. Anak berusia < 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selularnya belum berkembang dengan sempurna. Risiko sakit TB akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan usia. Pada bayi yang terinfeksi TB, 43% diantaranya akan menjadi sakit TB, pada usia 1-5 tahun menjadi sakit 24%, usia remaja 15%, dan dewasa 5-10%. (Kartasasmita, 2009).

Tabel 5.3. menunjukkan jumlah subjek TB paru dengan status HIV positif sebesar 36 orang (38,7%) dari total 93 subjek. HIV meningkatkan epidemi TB dengan beberapa cara.. Telah diketahui bahwa HIV merupakan faktor risiko yang paling potensial untuk terjadinya TB aktif baik pada orang yang baru terinfeksi maupun mereka dengan infeksi TB laten. Risiko terjadinya TB pada orang dengan ko-infeksi HIV/TB berkisar antara 5 – 10% per tahun (Daniel, 2014). Pada anak dengan HIV Infeksi Mycobacterium tuberculosis dapat terjadi sebelum atau sesudah timbulnya gejala AIDS karena Mycobacterium tuberculosis lebih virulen sehingga infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis umumnya terjadi lebih awal dibanding infeksi lain (Suwendra dan Purniti, 2010).

Selanjutnya berdasarkan tabel 5.4. yang menyajikan perbandingan proporsi karakteristik foto toraks pasien anak dengan TB paru didapatkan bahwa gambaran limfadenopati lebih sering dijumpai pada usia < 10 tahun yaitu sebanyak 43 orang (72,9%),. Hasil tersebut diperkuat lagi dengan uji beda proporsi yang menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan ( p = 0,001). Hal ini sesuai dengan hasil studi Weber, et.al (2000) yang menyebutkan bahwa gambaran TB primer seperti limfadenopati lebih sering dijumpai pada anak yang lebih muda. Dilaporkan juga bahwa hanya terdapat 10% remaja (usia 10 – 19 tahun) yang memiliki gambaran limfadenopati.

Gambar

Gambar 2.1.    Patogenesis TB  .........................................................................
Gambar 2.1. Patogenesis TB.
Gambar 2.2. Limfadenopati Hilus, A (anteroposterior), B (lateral).
Gambar 2.4. Infiltrat, kavitas, &
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Cipta Kutyu Dan Tata F-uang Pror.insi Jawa Tengah mengumumkan Pemenang Hasil Peieiangan Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi tersebut di atas adalah

Karena tidak bisa dilihat oleh

Berilah tanda silang pada huruf A, B, C, atau D di depan jawaban yang paling

Pihak-pihak yang menjadi sumber data diantaranya yaitu, siswa yang diwakilkan menjadi Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ, dalam hal ini yang menjadi pembahasan utama

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

[r]

Aplikasi ini menggunakan elemen-elemen multimedia yaitu gambar, teks, suara, dan animasi kedalam suatu bentuk aplikasi yang diharapkan mudah digunakan oleh siapa saja dan

Fasilitas untuk user yang disediakan web site ini adalah dapat mencari data sesuai dengan keinginan user, struktur dari Penulisan Ilmiah, download contoh penulisan dan beberapa