• Tidak ada hasil yang ditemukan

Structure, Conduct dan Performance Industri Makanan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Structure, Conduct dan Performance Industri Makanan di Indonesia"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

STRUCTURE-CONDUCT-PERFORMANCE INDUSTRI MAKANAN

DI INDONESIA

OLEH

DIAN NOVA YOLANDA A 110501115

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja industri makanan serta pengaruh rasio konsentrasi (CR4), efisiensi

(XEF), dan pertumbuhan output (growth) terhadap Price Cost Margin (PCM) industri makanan di Indonesia berupa data sekunder. Data time series periode tahunan yaitu tahun 2007 sampai tahun 2013 (7 tahun). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai output, nilai input, nilai tambah, dan upah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Metode yang digunakan adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri makanan. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri makanan dan analisis kuantitatif untuk mengetahui struktur dan kinerja dari industri makanan di Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel2007.

Hasil analisis SCP ditemukan bahwa struktur industri pada industri makanan di Indonesia adalah struktur oligopoli longgar, dengan nilai rata-rata CR4

sebesar 7,4 persen. Analisis perilaku dalam industri makanan dapat dilihat dari strategi produk, harga, dan promosi. Strategi produk dilakukan melalui strategi diferensiasi dan inovasi produk, dan penetapan harga berdasarkan harga dari perusahaan pesaing. Sedangkan strategi promosi dilakukan melalui media cetak dan elektronik, serta display product. Dari segi kinerja industri TPT dapat dilihat dari PCM, efisiensi (XEF), dan pertumbuhan output (growth).

(3)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze structure, conduct, and performance food industry and also effect of concentration ratio (CR4), efficiency (XEF),

growth output, to Price Cost Margin (PCM) in food industry in Indonesia. The type data at research is secondary. Time series data with an annual from 2007 until 2013. The data used in this research is output value, input value, value added, and wages earned from Badan Pusat Statistik (BPS) and literature related to this study.

The method used SCP analysis for analyze structure, conduct, and performance of food industry. The descriptive analysis is used to analyze conduct of food industry and quantitative analysis is used to analize structure and performance of food industry in Indonesia. The data process by using software Microsoft Office Excel 7.

The result of SCP analysis found that the industrial structure of food industry in Indonesia is a loose oligopoly structure, with an average value of CR4

of 7,4 percent. Analysis of conduct of food industry seen strategy of product, price, and promotion. Strategy of product is done by differentiation and innovation of products and pricing based on the price of . While strategy of promotion is done by print media, electronic, and a fashion show. In terms of performance can be seen from PCM, efficiency (XEF), and growth.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Structure, Conduct dan Performance Industri Makanan di Indonesia” ini.

Skripsi ini penulis persembahkan khusus buat orangtua tercinta Ayahanda Alm. Mansyur Rasid Aritonang dan Ibunda Hasridawati Tambunan, dan kedua adik tersayang, Sindi Lioni A, dan Rio Ilhamda A, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan, semangat, perhatian, dan bantuan materil yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis SE, Msoc, Sc, PhD dan Bapak Paidi Hidayat, SE,

(5)

4. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan petunjuk, saran dan kritik yang membangun pada penulis.

6. Seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah mendidik dan membimbing penulis dengan baik.

7. Segenap sahabat-sahabat tercinta Adrian Astaman Harahap, Desy Monica Ginting, SE, Shara Cynthia Sitanggang, Chintya Iman Sari, Helmina Lestari, Yera Ryzki Ananda, Aqmarina dan Hayu Diningtyas yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis selama masa pengerjaan skripsi ini.

8. Teman terbaik, M. Rizky Maulana Alfad yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam setiap proses penyusunan skripsi.

9. Seluruh teman-teman di Ekonomi Pembangunan angkatan 2011 dan pihak-pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangannya. Oleh karena itu saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini sangat diharapkan penulis. Akhirnya semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2015 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Ekonomi Industri 9

2.2 Structure-Conduct-Performance (SCP) 10

2.2.1 Pendekatan SCP 10

2.2.2 Structure 12

2.2.3 Conduct 18

2.2.4 Performance 21

2.3 Hubungan antara Structure – Conduct -

Performance 22

2.3.1 Structure-Conduct 22

2.3.2 Conduct-Performance 23

2.3.3 Structure-Performance 23

2.4 Penelitian Terdahulu 24

2.5 Kerangka Pemikiran 26

2.6 Hipotesis Penelitian 27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data 28

4.1 Gambaran Umum Industri Makanan di Indonesia 32

(8)

4.1.2 Perkembangan Industri Makanan

di Indonesia 34

4.1.3 Kondisi Industri Makanan Ringan Saat Ini 38

4.2 Hasil Analisis 42

4.2.1 Analisis Struktur Industri Makanan

Ringan 42

4.2.1.1 Analisis Pangsa Pasar 43 4.2.1.2 Analisis Konsentrasi Industri

Makanan di Indonesia 44

4.2.2 Analisis Perilaku Industri Makanan

Di Indonesia 45

4.2.2.1 Strategi Produk 46

4.2.2.2 Strategi Harga 48

4.2.2.3 Strategi Promosi 49

4.2.3 Analisis Kinerja Industri Makanan

Di Indonesia 51

4.3 Pembahasan 52

4.3.1 Struktur Industri Makanan diIndonesia 52 4.3.2 Perilaku Industri Makanan di Indonesia 53 4.3.3 Kinerja Industri Makanan di Indonesia 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 58

5.2 Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 60

(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 PDB Industri Pengolahan di Indonesia

dari Tahun 2007-2013 (Milyar Rupiah) 3 1.2 Persentase Pengeluaran Untuk Konsumsi

Makanan di Indonesia 5

2.1 Tipe-tipe Struktur Pasar 11

2.2 Tipe-tipe Pasar 14

4.1 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman 34 4.2 Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Hubungan Stucture-Conduct-Performance (SCP) 12

2.2 Kerangka Konseptual 27

4.1 Grafik Pangsa Pasar 5 Perusahaan Terbesar

Industri Makanan di Indonesia 44

4.2 Grafik Tingkat CR5 industri makanan di Indonesia 45

(11)

DAFTAR SINGKATAN BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal BPS : Badan Pusat Statistik

CR5 : Concentration Ratio 5 Perusahaan Terbesar

FB : Facebook

GAPMMI : Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia GMP : Good Manufacturing Practice

HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point KPPU : Komisi Pengawasan Persaingan Usaha PCM : Price Cost Margin

PDB : Produk Domestik Bruto PMA : Penanaman Modal Asing

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Jumlah Output dan Jumlah Perusahaan dalam

Industri Makanan di Indonesia 63

2 Nilai CR5 Industri Makanan di Indonesia 63

3 Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Makanan

Terbesar di Indonesia (2007-2013) 64 4 Nilai Efisiensi-X Industri Makanan di Indonesia 65 5 Nilai Pertumbuhan Output (Growth) Industri

Makanan di Indonesia 65

6 Nilai Price Cost Margin (PCM) Industri

Makanan di Indonesia 66

7 Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut

Kelompok Barang 66

(13)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja industri makanan serta pengaruh rasio konsentrasi (CR4), efisiensi

(XEF), dan pertumbuhan output (growth) terhadap Price Cost Margin (PCM) industri makanan di Indonesia berupa data sekunder. Data time series periode tahunan yaitu tahun 2007 sampai tahun 2013 (7 tahun). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai output, nilai input, nilai tambah, dan upah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Metode yang digunakan adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri makanan. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri makanan dan analisis kuantitatif untuk mengetahui struktur dan kinerja dari industri makanan di Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel2007.

Hasil analisis SCP ditemukan bahwa struktur industri pada industri makanan di Indonesia adalah struktur oligopoli longgar, dengan nilai rata-rata CR4

sebesar 7,4 persen. Analisis perilaku dalam industri makanan dapat dilihat dari strategi produk, harga, dan promosi. Strategi produk dilakukan melalui strategi diferensiasi dan inovasi produk, dan penetapan harga berdasarkan harga dari perusahaan pesaing. Sedangkan strategi promosi dilakukan melalui media cetak dan elektronik, serta display product. Dari segi kinerja industri TPT dapat dilihat dari PCM, efisiensi (XEF), dan pertumbuhan output (growth).

(14)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze structure, conduct, and performance food industry and also effect of concentration ratio (CR4), efficiency (XEF),

growth output, to Price Cost Margin (PCM) in food industry in Indonesia. The type data at research is secondary. Time series data with an annual from 2007 until 2013. The data used in this research is output value, input value, value added, and wages earned from Badan Pusat Statistik (BPS) and literature related to this study.

The method used SCP analysis for analyze structure, conduct, and performance of food industry. The descriptive analysis is used to analyze conduct of food industry and quantitative analysis is used to analize structure and performance of food industry in Indonesia. The data process by using software Microsoft Office Excel 7.

The result of SCP analysis found that the industrial structure of food industry in Indonesia is a loose oligopoly structure, with an average value of CR4

of 7,4 percent. Analysis of conduct of food industry seen strategy of product, price, and promotion. Strategy of product is done by differentiation and innovation of products and pricing based on the price of . While strategy of promotion is done by print media, electronic, and a fashion show. In terms of performance can be seen from PCM, efficiency (XEF), and growth.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi ini, negara-negara di berbagai belahan dunia berlomba-lomba untuk memajukan seluruh sektor yang terdapat di dalam negara untuk memajukan nama negara tersebut. Tidak terkecuali dalam sektor industri. Saat ini sektor perindustrian di seluruh dunia sangat berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan teknologi dalam bidang perindustrian yang semakin lama semakin canggih. Akan tetapi meskipun banyak sekali kelebihan-kelebihan yang dirasakan dalam sektor industri ini, ternyata ada dampak negatif yang dimiliki oleh sektor perindustrian.

(16)

bersangkutan baik secara perlahan atau cepat dari sektor pertanian ke sektor industri (Arsyad, 2004).

Kondisi perekonomian dari sebuah negara dilihat dari nilai pendapatan nasional yang dipengaruhi oleh berbagai sektor industri yang ada di dalamnya. Salah satu indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi suatu sektor usaha terhadap pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB).

Industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan cukup besar pada PDB Indonesia. Industri pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu industri pengolah migas serta industri pengolahan non migas. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau merupakan salah satu subsektor dari industri pengolahan non migas yang memiliki peranan sangat penting dalam menopang perekonomian di Indonesia.

(17)

Industri ini juga merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Kontribusi industri pengolahan (migas dan non migas) terhadap PDB nasional pada triwulan III tahun 2014 sebesar 23,3% atau Rp. 612,4 triliun, dan industri non migas berkontribusi sebesar 88% terhadap industri pengolahan itu sendiri.

Pertumbuhan industri non migas sebagian besar ditopang oleh pertumbuhan industri makanan, minuman dan tembakau, yang pada triwulan I 2014 mencapai sebesar 9,42% atau mengalami kenaikan cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun 2013 sebesar 4,13%. (BPS, 2014)

Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa sektor industri makanan, minuman dan tembakau mempunyai peran yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk perkembangan pertumbuhan Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1 PDB Industri Pengolahan di Indonesia dari Tahun 2007-2014 (dalam Milyar Rp)

(18)

Berdasarkan data dari BPS, subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau merupakan penyumbang terbesar untuk PDB di Indonesia. Subsektor ini terus mengalam peningkatan dari tahun ke tahun (2009-2013). Pada tahun 2009, subsektor makanan, minuman dan tembakau memberikan kontribusi sebesar 420.363,3 (dalam milyar) terhadap PDB Indonesia.

Peluang bisnis makanan ringan tidak pernah ada matinya selama masyarakat masih suka makan makanan ringan. Menurut Surat Keputusan kepala Bagian Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK 00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk keripik, kerupuk, jipang. Volume kebutuhan makanan dan minuman di indonesia akan terus meningkat setiap tahunnya. Kecenderungan kenaikan ini disebabkan oleh faktor demografi dan perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dan pertumbuhannya pun cukup signifikan. Kebutuhan masyarakat akan makanan dan minuman pun turut meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk sehingga industri ini masih dapat terus dikembangkan.

(19)

Produk-produk yang bersifat siap saji mulai diminati di pasar, salah satunya adalah makanan ringan.

Tabel 1.2

Persentase Pengeluaran Untuk Konsumsi Makanan di Indonesia (2007-2013)

Tahun Pengeluaran (%)

2007 49.24

2008 50.17

2009 50.62

2010 51.43

2011 48.96

2012 49.89

2013 48.92

Rata-rata 49.89

Sumber : BPS, diolah (2007-2013)

Berbagai jenis dan merk makan ringan mulai bermunculan dan bersaing ketat sebagai dampak dari terus meningkatnya konsumsi makanan itu sendiri. Industri makanan pun semakin banyak diminati oleh para pengembang usaha yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar sehingga persaingan antar industri makanan, baik produsen lokal maupun perusahaan multinasional semakn meningkat.

(20)

Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing produk adalah untuk penggunaan bahan-bahan faktor produksi secara efisien dan efektif untuk menemukan serta menghasilkan kualitas makanan yang baik, selera dan produk yang terjangkau.

Saat ini, Indonesia masih menghadapai kendala teknologi dalam industri pengolahan makanan, terutama dalam hal distribusi. Banyak produk makanan Indonesia rusak di tengah perjalanan karena teknologi penyimpanan dan infrastruktur yang tidak memadai. Infrastruktur yang baik adalah salah satu solusi dalam mengatasi masalah distribusi makanan, guna mendapatkan produk yang masih terjaga kualitasnya hingga ke tangan pembeli.

Di Indonesia, ada sebuah asosiasi yang menaungi para pengusaha makanan dan minuman (mamin). Asosiasi tersebut bernama GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia). GAPMMI didirikan pada tanggal 15 April 1976 dan ada lebih dari 400 perusahaan yang menjadi anggotanya. Selain itu, ada sebanyak 61 perusahaan berada di bawah binaan Direktorat Industri Makanan Hasil Laut dan Perikanan dan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau.

1.2 Perumusan Masalah

(21)

1. Bagaimana kinerja industri makanan di Indonesia ? 2. Bagaimana struktur pasar industri makanan di Indonesia ?

3. Bagaimana perilaku perusahaan yang ada dalam industri makanan di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi yang terjadi pada Industri Makanan di Indonesia. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan spesifik dari skripsi ini adalah :

1. Mengetahui Kinerja Indusrti Makanan di Indonesia

2. Menganalisis Struktur Pasar dalam Industri Makanan di Indonesia 3. Menganalisis Perilaku Perusahaan Industri Makanan di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pelaku Ekonomi

Khususnya bagi pelaku industri makanan untuk melakukan persaingan yang sehat yang berbasis pada ketentuan-ketentuan dasar persaingan.

(22)

Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya mahasiswa/i jurusan ekonomi pembangunan.

3. Bagi Penulis

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Ekonomi Industri

Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Secara makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah (Hasibuan, 1994).

Ekonomi Industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ekonomi Industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankna pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku pasar dan kinerja pasar. Dalam ekonomi industri terdapat dua sisi yang menarik, di satu sisi ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan analisa mengenai persaingan dan monopolo dwngan berbagia macam pasar yang berada di antara keduanya. Di sisi lain, ekonomi industri juga berkaitan dengan pasar riil yyang sangat diramaikan oleh adanya persaingan antar perusahaan (Jaya, 2001).

(24)

kekayaan yang melemahkan usaha-usaha pemerataan, baik dilihat dari pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, maupun kesempatan berusaha. Keempat, kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi membawa lebih jauh intervensi pemerintah. Kelima, kajian-kajian tentang struktur-perilaku dan kinerja industri tidak terlepas dari masalah-masalah produksi dan distribusi (Hasibuan, 1994).

2.2 Structure – Conduct – Perfomance (SCP)

2.2.1 Pendekatan SCP

Mason dan Bain dalam Lipczynski (2005) menjelaskan struktur pasar mempengaruhi perilaku perusahaan, dari perilaku ini akan menimbulkan strategi untuk mencapai kinerja perusahaan yang lebih baik. Dengan melihat struktur, perusahaan akan mengetahui kekuatan dari sautu perusahaan. Perusahaan akan menetapkan strategi-strategi yang sesuai dengan kekuatan perusahaan pesaing. Strategi-strategi ini yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Sederhananya, pendekatan SCP ini digunkan untuk mengetahui kondisi struktur dan persaingan usaha dalam suatu industri dilihat dari struktur industri, perilaku perusahaan, dan kinerja perusahaan.

(25)

menjalankan perusahaan sesuai dengan kondisi pasar. Hubungan variabel ini adalah linier yaitu struktur mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi kinerja. Pada perkembangannya, hubungan ini bisa dibalik dan saling mempengaruhi.

Beberapa aspek yang dipelajari dalam kaitannya dengan struktur-perilaku-kinerja industri.

1. Aspek kebebasan memilih dan berusaha walaupun masih ada intervensi pemerintah yang pada akhirnya akan berubah menjadi suatu bentuk persaingan,

2. Aspek peluang yang sama, baik dalam pengertian sebagai pembeli dan penjual, maupun dalam kesempatan, dan pemerataan pendapatan,

3. Aspek keadilan dan kewajaran terhadap praktek-praktek bisnis yaitu melalui pelarangan praktek-praktek bisnis yang tidak wajar dan adanya kepastian hukum,

4. Aspek kesejahteraan masyarakat, yaitu efisiensi alokasi sumber-sumber ekonomi, kesempatan kerja, kestabilan harga, kesehatan, dan lingkungan yang bersih,

(26)

Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara Structure – Conduct – Perfomance seperti yang dikutip dari Talattov (2010) :

Gambar 2.1

Hubungan Structure – Conduct – Perfomance (SCP)

Sumber : Talattov, 2010

2.2.2 Struktur (Structure)

Defenisi pasar adalah sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang mmpertukarkan barang yang dapat disubstitusikan. Kemampuan substitusi barang merupakan kunci pokok sehingga ekonomi muncul sebagai daya tarik bagi pasar-pasar individu. Tiap pasar dibatasi oleh dua dimensi yaitu jenis produk dan daerah geografis (Jaya, 2010). Struktur pasar merupakan suatu variabel yang digunakan untuk menentukan perilaku perusahaan dan interaksi antara perilaku dan struktur pasar menentukan kinerja. Selanjutnya kinerja mempunyai pengaruh terhadap pembentukan struktur. Dalam struktur pasar selain memperhatikan jumlah perusahaan juga harus memperhatikan ukuran atau besaran distribusi dari perusahaan tersebut.

Secara teoritis struktur pasar dapat dibedakan menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Pasar persaingan tidak sempurna dibedakan menjadi tiga yaitu pasar persaingan monopoli, oligopoli dan monopolistik. Struktur pasar dapat dilihat dari tiga

CONDUCT PERFORMANCE

(27)

hal yaitu jumlah perusahaan, tipe produksi dan hambatan masuk (Hasibuan, 1994). Ringkasan tipe-tipe struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 2.1

Dalam struktur pasar terdapat beberapa elemen-elemen yang termasuk didalamnya yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar dan hambatan-hambatan untuk masuk. Ketiga elemen tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

a. Pangsa Pasar (Market Share)

(28)

pangsa pasar diukur dengan menggunakan unit atau volume penjualan sedangkan pada pasar yang produknya heterogen, pangsa pasar dihitung terhadap total penjualan.

Pangsa pasar merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan oleh suatu perusahaan karena secara umum terdapat korelasi yang postif antara pangsa pasar dengan profitabilitas atau keuntungan (Yunianti, 2001). Perusahaan dengan pangsa pasar lebih baik akan mendapatkan keuntungan dari penjuakan produk atau kenaikan harga sahamnya sehingga dapat dikatakan bahwa pangsa pasar merupakan tujuan atau motivasi suatu perusahaan.

Tabel 2.2 Tipe-tipe Pasar

Tipe Pasar Kondisi Utama Contoh

Monopoli murni Suatu perusahaan yang memiliki 100 persen dari pangsa pasar

PLN, TELKOM, PAM

Perusahaan yang dominan

(Dominant firm)

Suatu perusahaan yang memiliki 50-100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat

Surat kabar lokal atau nasional, film kodak, batu baterai.

Oligopoli ketat Penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Kesepakata diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah

Bank-bank lokal, siaran tv, bola lampu, sabun, toko buku, rokok, kretek dan semen

Oligopoli loggar Penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 40-60 persen. Kesepakata diantara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin.

Banyak pesaing yang efektif, tidak satupun yang memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar.

Pedagang eceran, penjual pakaian

Persaingan murni Lebih dari 50 persen pesaing yang mana tidak satupun yang memiliki pangsa pasar yang berarti

Sapi dan unggas

(29)

Semakin besar pangsa pasar maka semakin besar pula hak monopoli bagi perusahaan yang bersangkutan. Derajat kekuatan pasar pada umunya akan muncul ketika pangsa pasar mencapai 15 persen, pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu 25-30 persen derajat monopoli akan menjadi signifikan, dan pada tingkat 50-60 persen biasanya perusahaan mempunyai kekuatan pasar yang sangat besar. Kesukesan perusahaan biasanya selain digambarkan oleh profit tetapi juga oleh besarnya pangsa pasar.

b. Konsentrasi Pasar (Concentrate)

Konsentrasi (pemusatan) merupakan tingkat oligopoli dimana kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopoli tersebut membentuk suatu tingkatan pemusatan dalam pasar. Penerimaan rata-rata industri yang telah terkonsentrasi akan lebih tinggi daripada penghasilan dari jenis industri yang kurang terkonsentrasi.

(30)

dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tesebut relatif terhadap pasar total, maka dapat dikatakan bahwa industri tersebut mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi.

c. Hambatan Untuk Masuk (Barrier To Entry)

Menurut Asian Development Bank (2001) barrier to entry dapat didefenisikan sebagai setiap bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam defenisi ini, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry.

Menurut Bain (1956) penentu utama kondisi entry adalah skala ekonomi yang besar, diferensiasi produk dan keuntungan biaya absolut anatara perusahaan yang ada dengan yang baru. Kondisi entry sangat menentukan degree of competition (tingkat kompetisi)baik yang aktual maupun yang potensial sehingga dapat diduga mempengaruhi kinerja dan struktur. Pesaing potemsial adalah perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya (Jaya, 2001).

Menurut Geroski dalam Satriawan dan Wigati, (2002) entry dapat didefenisikan sebagai :

(31)

(2) Entry ditandai dengan didirikannya perusahaan baru dalam industri yang serupa oleh perusahaan yang masih beroperasi dalam industri tersebut;

(3) Pengambilalihan (akuisisi) suatu perusahaan oleh perusahaan lain satu lingkup industri;

(4) Penggabungan beberapa macam produk oleh perusahaan yang masih beroperasi dalam industri tersebut sehingga menciptakan pangsa pasar baru;

(5) Masuknya perusahaan yang dimiliki oleh pemodal asing ke industri dalam negeri.

Weiss (1965) mendefenisikan entry mencakup dua hal yaitu nama perusahaan baru dan terdapat bangunan baru dalam suatu industri. Sedangkan Besanko, Dranove, dan Shanley, (1996) menyatakan bahwa entry dapat didefenisikan sebagai masuknya suatu produk baru/jasa baru yang ditawarkan oleh perusahaan yang telah atau baru beroperasi ke dalam suatu pasar atau industri.

(32)

persaingan sempurna, hambatan rendah, hambatan sedang, sampai hambatan tingkat tinggi dimana tidak ada lagi jalan untuk masuk pasar, seperti pada pasar dimana terdapat perusahaan yang menjadi monopolis. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Petanan hambatan untuk masuk pasar masih diperdebatkan. Beberapa ahli ekonomi memandangnya sebagai suatu yang penting. Tetapi pandagan utama saat ini menyatakan rintangan-rintangan dan pesaing-pesaing baru merupakan hal kedua yang mungkin memodifikasi pengaruh pangsa pasar dan pemusatan. Hanya dalam kasus tertentu pesaing yang potensial menguasai pasar.

Shepherd dalam Juwita (2004) membagi hambatan utnuk masuk menjadi dua jenis, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen.

2.2.3 Perilaku (Conduct)

(33)

terdapat tiga kriteria untuk melihat peilaku industri yaitu strategi harga, kondisi entry dan tipe produk. Martin dalam Yunianti (2001) menyatakan bahwa perilaku strategis perusahaan hanya ada pasar oligopoli. Perilaku industri dapat dilihat pada strategi perusahaan dalam menentukan jumlah dominasi output, penentuan harga, advertensi, pemilihan teknologi, kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijakan produk. Sedangkan menurut Jaya (2001) pada perusahaan ada beberapa perilaku yang terjadi antara lain penetapan harga, strategi produksi, kolusi dan penawaran vertikal.

Lipczynski (2005), mengemukakan 6 variabel utama perilku pelaku pasar (conduct) yaitu tujuan perusahaan, kebijakan harga, karakteristik produk, pengembangan produk, kolusi, dan merger. Disamping itu, perilaku perusahaan juga dapat diterangkan melalui strategi produk, strategi harga dan strategi promosi.

1. Strategi Produk

(34)

membuat produk lebih dikenal karena memiliki cirri khas, juga agar produk dapat laku di pasaran.

2. Strategi Harga

Dalam pasar persaingan sempurna, harga ditentukan oleh pasar. Perusahaan tidak dapat mempengaruhi harga atau disebut pula price takers. Dalam pasar persaingan tidak sempurna (monopoli, monopsoni, ologopoli, dan oligopsoni) perusahaan dapat menentukan harga. Dalam pasar monopoli dan oligopoli dikenal adanya istilah diskriminasi harga dengan memaksimumkan keuntungan dan menciptakan suatu penghalang bagi perusahaan baru yang akan masuk ke pasar monopsoni maupun oligopsoni.

3. Strategi Promosi

Promosi merupakan salah satu perilaku perusahaan yang memaksimalkan keuntungan. Strategi promosi yang dijalankan perusahaan dalam industrinya adalah melalui promosi dalam bentuk iklan, distribusi produk, diskon atau potongan harga, product display di tempat penjualan, serta kegiatan-kegiatan lainnya.

Promosi dapat dikatakan efektif jika dapat membuat konsumen

mengetahui kelebihan dari suatu produk dibandingkan produk lain

(35)

2.2.4 Kinerja (Performance)

Setiap perusahaan pasti akan mempunyai tujuan untuk menguasai pasar, tujuan itu yang disebut dengan kinerja. Kinerja pasar dapat diartikan sebagai sebuah usaha yang disesuaikan dengan struktur dan perilaku pasar dengan tujuan akhir memperoleh keuntungan. Secara lebih rinci kinerja dapat dilihat dari laba, efisiensi, pertumbuhan (termasuk peluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia, dan juga kebanggaan kelompok. Kinerja tergabung antara kinerja ekonomi dan non ekonomi (Hasibuan, 1994). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu, efisiensi, kemajuan teknologi, dan keseimbangan dalam distribusi (Jaya, 2001).

Menurut Jaya (2001) ada 4 tujuan kinerja, yaitu : 1. Efisiensi dalam pengalokasian sumberdaya 2. Kemajuan teknologi dan penggunaannya 3. Keseimbangan dan distribusi

4. Dimensi lain berupa kebebasan individu dalam memilih, keamanan dari bahaya yang mengancam dan keanekaragaman budaya yang ada

(36)

1. Apakah perusahaan-perusahaan meningkatkan kesejahteraan ekonomi ?

2. Apakah mereka bekerja secara efisien, menghindari pemborosan faktor-faktor produksi yang langka sifatnya ?

3. Apakah alokasi faktor-faktor produksi telah efisien secara ekonomis?

4. Apakah perusahaan-perusahaan secara efektif meningkatkan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi ?

Menurut Jaya (2001) dalam kinerja pasar terdapat konsekuensi dan kekuatan pasar yaitu kemampuan perusahaan-perusahaan untuk mempengaruhi harga produk-produk yang mereka jual kepada konsumen. Pada kenyataannya kekuatan pasar dapat mempengaruhi secara mencolok terhadap harga, keuntungan, inovasi, keadilan dan nilai-nilai lainnya. Dalam kinerja juga memperhatikan pertumbuhan dan kelayakan, hal ini dikarenakan pertumbuhan dan kelayakan membutuhkan usaha yang cermat, menunjukkan bagian-bagiannya dan kemungkinan pengaruh-pengaruh monopoli yang ditimbulkannya.

2.3 Hubungan antara Structure – Conduct - Performance 2.3.1 Structure – Conduct

(37)

akan melakukan kerjasama baik dalam bentuk kartel, kolusi maupun merger. Jika beberapa perusahaan itu melakukan kerjasama maka akan menimbulkan kekuatan gabungan antar perusahaan sehingga membuat perusahaan lain tidak dapat masuk ke dalam pasar.

2.3.2 Conduct – Performance

Hubungan antara perilaku dan kinerja adalah hubungan linier. Perilaku perusahaan seperti kebijakan harga, kerjasama, dan pengembangan produk adalah perilaku perusahaan untuk memenuhi tujuan perusahaan yang biasanya bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan dan efisiensi. Sehingga jika tujuan perusahaan adalah keuntungan maksimum, maka perusahaa akan melakukan kebijakan harga. Jika tujuan perusahaan adalah efisiensi, maka perusahaan akan melakukan strategi kerjasama dan pengembangan produk.

2.3.3 Structure – Performance

(38)

perusahaan yang bersaing, maka keuntungan perusahaan akan semakin meningkat.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang membahas analisis industri dengan pendekatan Structure – Conduct – Performance ataupun yang terkait dengan penelitian ini adalah :

1. Citra. (2006). Analisis Industri Mie Instan Di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis industri mie instan di Indonesia dengan pendekatan Struktur – Perilaku – Kinerja. Metode yang digunakan adalah ordinary least square (OLS) .Variabel bebas yang digunakan adalah rasio konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5), nilai

efisiensi-X, produktivitas, jumlah ekspor, jumlah impor dan pertumbuhan . Variabel terikatnya adalah proksi dari keuntungan industri yaitu (PCM) . Hasil penelitian ini menunjukkan struktur pasar industri mie instan di Indonesia adalah oligopoli ketat. Dari hasil regresi diperoleh bahwa CR5

berdampak negatif dan tidak signifikan terhdap PCM. Sedangkan variabel efisiensi-X signifikan terhadap PCM.

(39)

digunakan adalah rasio konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5) , nilai

efisiensi-X, pertumbuhan output (growth) dan jumlah perusahaan (Usaha). Variabel terikatnya adalah proksi dari keuntungan industri yaitu (PCM) . Hasil penelitian ini menunjukkan struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia adalah oligopoli sedang. Dari hasil regresi diperoleh bahwa CR5 dan Growth tidak berpengaruh signifikan terhdap PCM. Sedangkan

variabel efisiensi-X dan Usaha signifikan terhadap PCM.

3. Sarifah. (2007). Analisis Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis industri air minum dalam kemasan di Indonesia dengan pendekatan Struktur – Perilaku – Kinerja. Metode yang digunakan adalah ordinary least square (OLS) .Variabel bebas yang digunakan adalah rasio konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5) , nilai efisiensi-X dan pertumbuhan output (growth) . Variabel

terikatnya adalah proksi dari keuntungan industri yaitu (PCM) . Hasil penelitian ini menunjukkan struktur pasar industri air minum dalam kemasan di Indonesia adalah oligopoli longgar. Dari hasil analisis hubungan antara struktur dan faktor lainnya yang mempengaruhi kinerja, variabel yang berpengaruh adalah variabel X-Eff, dan variabel CR5,

(40)

2.5 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian mengenai industri makanan ini akan dijelaskan mengenai struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan yang terdapat dalam pasar. Pada model SCP dikatakan bahwa struktur akan mempengaruhi perilaku perusahaan yang ada di dalamnya, kemudian perilaku akan mempengaruhi kinerja dari indutri. Struktur pasar dianalisis menggunakan pangsa pasar, tingkat konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5). Konsentrasi ini akan menunjukkan bentuk pasar

yang dihadapi oleh industri.

Struktur pasar akan berdampak pada perilaku industri. Perilaku dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Perilaku yang terjadi dianalisis dengan melihat strategi produk, strategi harga, strategi promosi,dan kemungkinan terjadinya kolusi oleh perusahaan dalam memasarkan produknya. Perilaku pasar akan berdampak pada kinerja industri.

Kemudian akan dilihat bagaimana kinerja industri yag ditinjau dari PCM, X-Eff, dan growth,. PCM digunakan sebagai proksi yang mencerminkan tingkat keuntungan dari suatu industri.. Pada struktur pasar, variabel yang digunakan adalah CR5 dan variabel lain yang diduga dapat berpengaruh terhadap keuntungan

(41)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : 1. Struktur pasar industri makanan di Indonesia merupakan struktur

persaingan oligopoli.

2. Struktur pasar yang ada menyebabkan adanya perilaku tertentu pada industri makanan seperti penetapan strategi harga, produk, dan promosi.

3. Industri makanan di Indonesia memiliki nilai PCM (keuntungan) yang

cukup tinggi dengan pengaruh positif dari X-Eff dan Growth

.

Industri Makanan di Indonesia

Performance PCM Efisiensi-X

Growth Conduct

Strategi Produk Strategi Harga Strategi Promosi Structure

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya adalah merupakan jenis data sekunder atau jenis data yang telah diolah oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), yakni data nilai output, nilai input, nilai tambah, dan upah, dan beberapa data yang bersumber dari perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu, serta berbagai media elektronik lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Microsoft Office Excel 2007.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada salah satu industri pengolahan yaitu Industri Makanan yang diperoleh dari data statistik industri besar dan sedang yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Waktu penelitian yang diambil adalah selama 7 tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional digunakan untuk menghindari kerancuan dalam membahas dan menganalisis permasalahan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut:

a. Struktur industri makanan diukur dengan menggunakan CR5.

(43)

c. Kinerja industri makanan diukur melalui PCM, Efisiensi-X, dan Growth.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan baik secara deskriptif dengan memberikan gambaran hasil, maupun secara kuantitatif dengan melihat variabel-variabel yang berhubungan. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri makanan di Indonesia. Sementara metode kuantitatif adalah dengan menggunakan pendekatan SCP, untuk menganalisis struktur industri dan kinerja industri.

Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah PCM, CR5, Efisiensi-X, dan Growth.

3.4.1 Analisis Struktur Pasar

Struktur industri yang digunakan untuk menganalisis seberapa jauh konsentrasi perubahan terbesar dalam industri makanan di Indonesia.

3.4.1.1 Pangsa Pasar

Pangsa pasar perusahaan berkisa antara 0 sampai 100 persen dari total penjualan seluruh pasar.

Msi = ������ x 100% (3.1)

Dimana:

Msi = pangsa pasar perusahaan i (persen),

Si = penjuaan perusahaan i (juta rupiah),

(44)

3.4.1.2 Konsentrasi Pasar

Rasio konsentrasi umum yang digunakan adalah CR5, yang

menunjukkan pangsa pasar lima perusahaan terbesar dalam industri. Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) berarti semakin besarkonsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen maka bentuk pasarnya dalah monopoli (Jaya, 2001).

CR5 =

output 5 perusahaan terbesar

total perusahaan (3.2)

3.4.2 Analisis Perilaku Pasar

Perilaku industri makanan di Indonesia dianalisis secara mendalam dan obyektif dengan menggunakan analisis deskriptif yang berdasarkan observasi atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui literatur-literatur yang diperoleh dan penelitian kepustakaan. Elemen-elemen dalam perilaku industri antara lain strategi produk, strategi harga, dan strategi promosi.

3.4.3 Analisis Kinerja Pasar

(45)

PCM = Nilai tambah – upah (1) Nilai barang yang dihasilkan

Pangsa Pasar (CR5) =

output 5 perusahaan terbesar

total perusahaan (2)

Efisiensi-X = Nilai Tambah Industri (3) Nilai Input

Growth = Nilai output thn t – nilai output thn (t-1) (4) Nilai barang dihasilkan tahun t-1

Price Cost Margin (PCM) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja industri makanan. Five Concentration Ratio (CR5) adalah alat untuk mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Industri Makanan di Indonesia 4.1.1.Defenisi Makanan Ringan

Makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi diluar jam makan utama (pagi,siang,malam). Makanan ringan ini dimaksudkan untuk menunda lapar sementara, dan memberi supply energi sementara pada tubuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makanan ringan merupakan makanan yg bukan berupa nasi (spt kue-kue) sbg makanan selingan di antara waktu-waktu makan; kudapan. Ada beberapa makanan ringan yang biasa dijumpai dalam masyarakat seperti kue, cookies atau kue kering, juga makanan ringan siap konsumsi yang diproduksi di pabrik-pabrik yang banyak beredar di took-toko. Bahkan buah-buahan juga dapat termasuk dalam katagori makanan ringan bagi masyarakat yang menjalankan program hidup sehat.

(47)

jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga masuk ke dalam kategori makanan ringan.

Makanan ringan, dewasa ini sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Terutama kalangan remaja dan anak-anak. Snack merupakan makanan ringan yang dikonsumsi dalam waktu antara ketiga makanan utama dalam sehari (Muchtadi, 1998). Selain sebagai penunda lapar, makanan ringan juga berfungsi sebagai pereda stress, serta media berinteraksi. Makanan ringan ini termasuk makanan yang sangat digemari karena praktis untuk dikonsumsi dan bermacam-macam jenisnya.

Makanan ringan di Indonesia mulai populer saat dikenalkan oleh Belanda pada jaman penjajahannya. Makanan ringan di jaman itu dinikmati saat minum teh di sore hari berupa kue-kue basah. Snack saat ini tersedia dalam berbagai jenis, baik kue, cookies atau kue kering, juga makanan ringan siap konsumsi yang diproduksi di pabrik-pabrik yang banyak beredar di toko-toko, dan tidak lagi dikonsumsi di sore hari namun di berbagai waktu baik pagi, siang ataupun malam. Makanan ringan juga bisa dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan baku yang

digunakannya. Kelompok pertama yaitu kelompok makanan ringan yang

menggunakan satu bahan pecita rasa seperti garam, gula, dan bumbu lainnya.

Kelompok kedua yaitu kelompok makanan ringan yang mengguna kan bahan

baku dan bahan tambahan lain yang dicampur untuk memperoleh produk

(48)

tinggi. Campuran dari beberapa sumber pati seperti gandum, jagung dan

beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai dan

lainnya.

Makanan atau minuman yang dijual di tempat umum, terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi, di rumah atau di tempat berjualan sehingga makanan tersebut sudah siap untuk dimakan.

4.1.2 Perkembangan Industri Makanan Ringan di Indonesia

Industri makanan ringan mampu bertahan dalam kondisi apapun, termasuk ketika krisis perekonomian. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri makanan dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan yang positif. Walaupun sempat terjadi penurunan pada tahun-tahun tertentu, namun penurunan tersebut tidak begitu besar. Hal ini terbukti dengan angka pertumbuhan industri makanan dalam tabel di bawah ini

Tabel 4.1

Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman Tahun Growth (%)

2007 5.57 2008 3.01 2009 1.34 2010 4.45 2011 5.56 2012 8.75 2013 10.73 Rata-rata 5.63

(49)

Sedangkan untuk jumlah perusahaannya sendiri, sektor industri makanan mengalami penurunan di beberapa tahun tertentu, namun kembali meningkat dalam tahun-tahun selanjutnya, seperti yang terlihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.2

Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Subsektor, 2008-2013

Subsektor 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Makanan 5728 5545 5428 5463 5662 5852

Minuman 327 323 328 335 345 348

Pengolahan Tembakau

1134 1053 981 989 945 949

Tekstil 2450 2366 2333 2251 2246 2232 Pakaian Jadi 2604 2395 2242 2222 2248 2353

Sumber : BPS, diolah

Selain jumlah pelaku bisnis yang mengalami peningkatan, omsetnya juga mengalami pertumbuhan yang cukup positif. Saat ini berbagai macam produk makanan dan minuman mulai diinovasikan menjadi aneka menu baru yang ditawarkan pelaku usaha untuk memanjakan para konsumennya. Bahkan sekarang banyak pengusaha yang berhasil mengembangkan usahanya menjadi menawarkan nilai investasi yang beragam, dari mulai jutaan rupiah hingga ratusan juta rupiah.

(50)

usaha baru bagi para pemula yang tertarik berinvestasi di bidang industri ini.

Pertumbuhan industri makanan dan minuman akan tetap baik bahkan terus mengalami kenaikan pada tahun-tahun mendatang. Industri makanan masih akan tetap menjadi andalan sektor industri pengolahan non migas. Pertumbuhan industri makanan dan minuman tetap tumbuh dan menjadi sektor andalan karena didukung oleh kuatnya permintaan di dalam negeri yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya konsumen kelas menengah di dalam negeri.

Semakin besar dan terbukanya pasar di dalam negeri akan menjadi sebuah daya tarik, namun menimbulkan ancaman masuknya produk sejenis dari negara lain. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius dalam meningkatkan daya saing, dengan mengatasi sejumlah permasalahan seperti infrastruktur, kompetensi dan produktivitas tenaga kerja, iklim investasi dan teknologi serta kondisi kelembagaan birokrasi.

Penurunan daya saing industri di pasar internasional yang disebabkan oleh meningkatnya biaya energi, ekonomi biaya tinggi, penyelundupan serta belum memadainya pelayanan publik, serta terbatasnya infrastruktur juga harus segera diatasi guna membatasi kuota masuknya jenis produk makanan ringan impor ke dalam negeri.

(51)

murah. Permintaan produk makanan yang mengalami peningkatan pada tahun 2012 membuat pangsa pasar makanan khususnya produk impor ikut terkerek naik, akibat meningkatnya permintaan tesebut maka pangsa pasar makanan impor juga naik 8%.

Pasar industri makanan dan minuman juga sempat terganggu akibat isu negatif penggunaan bahan tambahan pangan yang menggangu kesehatan, pencantuman label peringatan kandung kholesterol, gula dan isu-isu cukai minuman berkarbonasi.

Industri makanan dan minuman (mamin) saat ini menduduki posisi strategis dalam penyediaan produk siap saji yang aman, bergizi dan bermutu., dalam rangka memenuhi ketiga aspek utama dan untuk menepis isu negative tentang gangguan kesehatan akibat bahan tambahan pangan dan makanan ringan, maka langkah mendesak yang harus dilakukan antara lain mendorong penerapan SNI, Good Manufacturing Practices (GMP), dan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), Food Hygiene,

Food Safety, Food Sanitation, penerapan Standar Pangan Internasional (CODEX Alimentarius).

(52)

Diperkirakan investasi tahun ini mencapai Rp 55 triliun, meningkat dibandingkan proyeksi tahun lalu Rp 45 triliun. Porsi penanaman modal asing (PMA) akan mendominasi investasi di industri makanan dan minuman pada tahun depan.Komposisinya diperkirakan 60 persen PMA dan 40 persen berasal dari perusahaan dalam negeri (penanaman modal dalam negeri/PMDN).

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi penanaman modal langsung pada selama periode Januari-September 2014 mencapai Rp 342,7 triliun atau tumbuh 16,8 persen dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu Rp 293,3 triliun. Investasi langsung di industri pengolahan makanan berkontribusi 11,9 persen atau sebesar Rp 40,7 triliun. Komposisinya adalah PMDN sebesar Rp 14 triliun, sedangkan PMA US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 25 trilyun.

Perusahaan makanan dan minuman asal Jepang dalam dua tahun terakhir memang gencar melebarkan sayap bisnisnya ke Indonesia. Menurut Ketua GAPMMI, ada 10 perusahaan besar asal Jepang yang masuk ke sektor makanan dan minuman. Antara Iain Suntory, Asahi, Glico, Morinaga, Ito En, UHA, Mitsubishi,Yamazaki, dan Kanematsu.

4.1.3 Kondisi Industri Makanan Ringan Saat Ini

(53)

di pinggir jalan. Sedangkan dalam konetks sesungguhnya, makanan ringan ini tidak melulu mengacu pada jenis makanan tersebut. Berdasarkan Surat Keputusan kepala Bagian Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK 00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk keripik, kerupuk, jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) dan kacang olahan juga masuk ke dalam kategori makanan ringan.

PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk atau lebih sering disebut Indofood adalah salah satu produsen makanan ringan yang terpercaya sejak tahun 1990, dan terus berkembang sampai saat sekarang, produknya akan sering kita temukan di toko-toko, mini market dan super market bahkan beberapa dari produk ternamanya sudah diekspor ke beberapa negara. Indofood didirikan pada tahun 1990 oleh Sudono Salim ini awalnya bernama PT.Panganjaya Inti Kusuma, yang kemudian berganti nama menjadi PT.Indofood Sukses Makmur Tbk pada tahun 1994. Selain PT. Indofood, PT. Mayora Indah dengan produk biscuit kemasannya juga sangat dikenal konsumen makanan ringan.

(54)

9,19%. Target pertumbuhan 8,15% ini adalah berdasarkan rencana strategis.

Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun ini akan didorong oleh peningkatan utilisasi industri. Saat ini utilisasi industri makanan dan minuman belum mencapai 100%. Demi memacu pertumbuhan sebesar itu, imbuh dia, utilisasi produksi setidaknya harus dipacu menjadi sekitar 87% dari tingkat utilisasi saat ini.

Selain peningkatan utilisasi, realisasi investasi yang merupakan hasil konstruksi sejak 1,5-2 tahun lalu menurut dia juga akan mendorong pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun ini.

Industri makanan dan minuman (mamin) saat ini kesulitan mencari alternatif bahan baku yang selama ini diimpor. Pelemahan nilai tukar

(55)

impor. Tapi jika jenis produknya the (minuman), maka impornya sedikit, karena lebih banyak menggunakan air sebagai bahan dasarnya.

Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) baru-baru ini juga semakin membuat pengusaha makanan dan minuman (mamin) dilema menaikkan harga produk. Sebab, kenaikan tersebut akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Merosotnya nilai tukar rupiah sangat berpengaruh terhadap harga pokok produksi. Pengusaha terpaksa menaikkan biaya pokok produksi untuk menghindari kerugian.

(56)

dan kadar air 0,25 persen. Sedangkan yang diproduksi di dalam negeri NHCL hanya 94-95 persen dan kadar airnya mencapai 5-7 persen.

Beberapa industri yang bergabung di GAPMMI sudah mulai mengeluhkan stok garam yang mulai habis, terutama industri yang memproduksi bumbu-bumbu, termasuk di dalamnya produksi bumbu mi instan. Tidak hanya itu, industri yang memproduksi biskuit dan industri makanan lain juga meresahkan stok garam ini. Industri makanan terancam berhenti produksi kalau tidak ada garam.

Hingga triwulan ketiga 2014, pertumbuhan industri makanan di Indonesia hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,3 persen (BPS). Hal ini dikarenakan adanya penurunan pertumbuhan industri ini pada Januari dan Juli 2014.

(57)

4.2 Hasil Analisis

4.2.1 Analisis Struktur Industri Makanan Ringan

Kondisi struktur persaingan pasar dalam industri ini dapat dianalisis dengan menggunakan pangsa pasar masing-masing perusahaan dalam industri yang bersangkutan, namun karena adanya keterbatasan dalam publikasi data masing-masing perusahaan, maka struktur pasar dalam perusahaan ini dianalisis melalui konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5) dalam industri makanan.

4.2.1.1 Analisis Pangsa Pasar

Pangsa pasar merupakan kecenderungan perusahaan dalam menguasai pasar makanan ringan di Indonesia. Data yang digunakan dalam perhitungan pangsa pasar adalah data output terbesar dari perusahaan-perusahaan makanan tiap tahunnya. Data pangsa pasar tiap perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 3

(58)

Sumber : BEI, diolah

Gambar 4.1

Pangsa Pasar 5 Perusahaan Terbesar Industri Makanan di Indonesia

4.2.1.2Analisis Konsentrasi Industri Makanan di Indonesia

Persaingan dalam industri sangat mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Dalam persaingan yang sempurna, biasanya memaksa perusahaan menjadi follower, termasuk dalam harga produknya. Sedang dalam persaingan yang oligopolis, perusahaan mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi pasar. Tingkat konsentrasi dipandang sebagai indikator untuk menilai sehatnya satu industri. Penelitian ini menggunakan perhitungan konsentrasi rasio (CR5). CR5 diperoleh

dengan mengukur besarnya kontribusi output yang dihasilkan oleh lima perusahaan terbesar terhadap total output industri. Data CR5

dalam industri makanan ringan dapat dilihat pada Lampiran 3. 0

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pangsa Pasar 5 Perusahaan Terbesar

(59)

Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2, rata-rata rasio lima perusahaan terbesar (CR5) dalam industri makanan

selama periode 2007-2013 adalah sebesar 7,4 persen atau berada pada kondisi pasar oligopoli longgar, artinya banyak pesaing yang efektif. Selama tahun 2007 hingga 2013, rata-rata rasio lima perusahaan terbesar (CR5) industri makanan berada di bawah 10%.

Dan CR5 tertinggi terjadi pada tahun 2013, yakni sebesar 10,2%.

Sumber : BPS, diolah

Gambar 4.2

Grafik tingkat CR5 industri makanan di Indonesia

4.2.2 Analisis Perilaku Industri Makanan di Indonesia

Analisis perilaku pasar dalam industri ini dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur pasar yang telah ada. Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar dalam industri makanan di

0 2 4 6 8 10 12

CR5

(60)

Indonesia adalah bersifat oligopoli longgar yang cenderung kepada persaingan monopolistik. Hal ini akan menimbulkan beberapa perilaku yang dilakukan oleh para pelaku industri pada industri Makanan di Indonesia. Perilaku yang dilakukan tersebut antara lain adalah strategi produk, harga, dan promosi.

4.2.2.1 Strategi Produk

Menurut Jaya (2001), strategi produk harus mengikuti perkembangan produk itu sendiri. Kotler dan Armstrong, (2006) menyatakan bahwa suatu produk memiliki daur hidup tersendiri yang terdiri dari 5 fase, yaitu pengembangan, perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Produk yang masih baru masuk ke dalam pasar pada awalnya akan memiliki tingkat penjualan yang rendah karena konsumen belum mengenal produk tersebut sehingga perusahaan akan melakukan upaya-upaya untuk memasarkan produk, guna meningkatkan nilai penjualan hingga pada kondisi penjualan tertinggi perusahaan melalui strategi pemasaran dari perusahaan.

(61)

dengan perusahaan lokal. Karena mereka ini sudah mempunyai brand image yang kuat, maka akan lebih mudah memasuki pasar. Dalam setahun terakhir ini, ada cukup banyak brand baru yang bermunculan, terutama yang brand asing. Kemunculan merek-merek baru ini memang menjadi fenomena tersendiri, dan ini terjadi bukan hanya di (industri) makanan dan minuman saja, namun juga terjadi di industri lainnya.

Tingginya nilai penjualan suatu produk dapat diartikan sebagai tingginya permintaan akan produk tersebut. Kondisi ini akan memancing datangnya perusahaan-perusahaan lain yang memproduksi produk serupa sehingga jumlah pesaing akan bertambah banyak. Jika sebuah perusahaan tidak dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, maka penjualan produk akan terus menurun dan mencapai titik akhir dari siklus produk

(62)

produk saja tapi juga merambah produk lain yang potensial untuk diminati konsumen.

4.2.2.2 Strategi Harga

(63)

Tidak hanya dipengaruhi oleh harga pesaing, Dalam industri makanan dan minuman, brand sangat penting karena saat ini sudah menjadi kewajiban bagi produsen makanan dan minuman untuk mengembangkan brand-nya. Dalam dunia modern, terutama di era konsumeritas seperti sekarang ini brand building itu sangat penting dalam penjualan. Terbukti beberapa produk dengan brand-brand terkenal, bisa menjual produknya (dengan harga) sedikit lebih mahal, itu karena brand-nya cukup baik dan mutunya dijaga. Jadi dapat dikatakan bahwa brand selain mampu meningkatkan penjualan suatu produk, juga mampu mempengaruhi penetapan harga dari produk tersebut.

4.2.2.3 Strategi Promosi

(64)

bentuk iklan, distribusi produk, diskon atau potongan harga, product display di tempat penjualan, serta kegiatan-kegiatan lainnya. Sebuah strategi promosi dapat dikatakan efektif jika dampak dari promosi tersebut dapat membuat konsumen mengetahui

kelebihan dari suatu produk dibandingkan produk lain sehingga dapat

mendorong mereka untuk membeli produk tersebut. Strategi promosi

yang paling banyak digunakan adalah iklan karena dianggap paling berperan dalam menunjang keberhasilan usaha meningkatkan jumlah penjualan. Iklan dilakukan di berbagai media diantaranya televisi, radio, majalah, koran, katalog, poster, dan papan reklame.

Media lain yang digunakan dalam mempromosikan produk

selain media cetak dan elektronik adalah melalui tempat dimana

produk tersebut dijual. Cara ini dinamakan product display, yakni

cara penyajian di tempat penjualan yang harus dibuat semenarik mungkin agar menarik minat beli calon konsumen, misalnya di

supermarket, hypermarket, toko, warung dan lain-lain.

(65)

baru, tapi juga dimanfaatkan juga oleh brand-brand terkenal untuk berpromosi dan menjaga komunikasinya dengan konsumen. Hal ini merupakan salah satu cara promosi agar brand-nya tetap eksis. Karena ada beberapa brand yang terkenal lama lalu mati begitu saja karena biaya promosinya sudah tidak sebanding dengan hasil penjualannya.

4.2.3 Analisis Kinerja Industri Makanan di Indonesia

Penelitian ini menggunakan variabel Price Cost Margin (PCM), efisiensi (X-Eff), dan pertumbuhan output (growth) untuk menganalisis kinerja industri makanan di Indonesia. PCM menggambarkan proksi keuntungan yang diterima oleh suatu industri, X-Eff menunjukkan tingkat efisiensi suatu industri dalam meminimalisasi biaya produksinya, sedangkan growth menggambarkan pertumbuhan industri dari tahun ke tahun.

(66)

32,61 persen pada tahun 2010 dan tingkat keuntungan terendah yang diterima sebesar 24,26 persen pada tahun 2008.

Pengukuran X-Eff diperoleh dari perbandingan nilai tambah dengan nilai input dalam industri makanan. Pada Lampiran 4 dapat dilihat nilai rata-rata X-Eff dari tahun 2007 sampai 2013 sebesar 43,31 persen. Nilai X-Eff rata-rata tertinggi pada industri makanan berada pada tahun 2010 sebesar 54,56 persen sedangkan terendah pada tahun 2008 sebesar 36,34 persen. Sementara itu dilihat dari Lampiran 5, nilai Growth dari tahun 2007 sampai 2013 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Rata-rata tingkat pertumbuhan yang diperoleh adalah sebesar 5,63 persen dengan tingkat pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 sebesar 10,71 persen.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Struktur Industri Makanan di Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian, untuk analisis struktur industri makanan di Indonesia periode 2007-2013 dinyatakan bahwa industri makanan berada pada struktur oligopoli yang longgar dengan nilai rata-rata CR5 sebesar 7,4 persen atau berada pada kondisi pasar oligopoli longgar yang cenderung kepada persaingan monopolistik. Artinya kesepakatan diantara perusahaan dalam suatu industri untuk menetapkan harga sangat sulit dilakukan (Jaya, 2001).

(67)

membuat pesaing baru mudah masuk ke dalam industri makanan karena struktur pasar yang terbentuk juga cenderung kepada struktur persaingan monopolistik. Terlebih lagi, industri makanan adalah salah satu industri yang cukup menggiurkan bagi para produsen baru, meskipun memiliki pangsa pasar yang tidak besar, industri makanan merupakan industri strategis dalam sektor perindustrian.. Ini juga menjadi slah satu penyebab tingginya tingkat persaingan dalam industri ini.

4.3.2 Perilaku Industri Makanan di Indonesia

(68)

dalam industri makanan akan dipengaruhi oleh penetapan harga oleh pesaingnya. Jika salah satu perusahaan pesaing menurunkan harga produknya, maka bisa dipastikan bahwa perusahaan lain akan ikut menurunkan harga agar produknya tetap laku di pasaran. Mengingat industri makanan berada pada struktur persaingan oligopoli sedang bahkan cenderung bersifat longgar, maka perilaku konsumen masih diperhitungkan dalam menentukan harga. Adanya penetapan harga tersebut membuat produsen harus bersaing secara sehat, sehingga perusahaan-perusahaan dalam industri makanan kurang potensial untuk melakukan kolusi.

Sedang untuk strategi promosi yang diterapkan dalam industri ini adalah melalui media untuk diperkenalkan kepada masyarakat, baik media cetak maupun elektronik. Dari cara menyajikan atau display product juga bisa dijadikan strategi untuk mempromosikan produk makanan ringan.

(69)

4.3.3 Kinerja Industri Makanan di Indonesia

(70)

Sumber : BPS, diolah (2007-2013)

Gambar 4.3

Fluktuasi PCM, X-Eff, dan Growth

Berdasarkan kinerja tahun lalu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada kuartal I/2014 menunjukkan adanya per tumbuhan produksi pada industri makanan sebesar 9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, sedangkan kinerja industri makanan pada 2014 bertumbuh 10,56%

Kalangan produsen makanan dan minuman khawatir bencana banjir memperburuk capaian kinerja kuartal I/2015 yang diproyeksikan tidak mengalami per tumbuhan dari periode yang sama tahun sebelumnya.Gangguan yang paling terasa adalah keterlambatan distribusi produk, namun sejauh ini belum ada laporan mengenai gangguan aktivitas produk.

(71)
(72)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan pada industri makanan di Indonesia, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Bentuk struktur pasar yang dimiliki oleh industri makanan di Indonesia adalah struktur pasar oligopoli longgar. Struktur pasar ini menandakan bahwa tingkat konsentrasi dalam industri ini tidak terlalu tinggi, dan jenis produk yang ada di pasaran adalah heterogen.

2. Penetapan harga oleh suatu perusahaan dalam industri makanan akan dipengaruhi oleh penetapan harga oleh pesaingnya. Mengingat industri makanan berada pada struktur persaingan oligopoli sedang bahkan cenderung bersifat longgar, maka perilaku konsumen masih diperhitungkan dalam menentukan harga.

3. Srategi produk yang dilakukan industri makanan adalah dengan melakukan diferensiasi dan inovasi produk yang berkualitas dan bermutu tinggi.

4. Strategi promosi yang dilakukan pada setiap perusahaan makanan di Indonesia adalah melalui, iklan (media cetak dan media elektronik), discount, dan display product.

(73)

maka kinerja dari suatu industri dikatakan semakin baik. Sementara nilai pertumbuhan output (growth) yang juga indikator kinerja mengalami fluktuasi setiap tahunnya.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang diuraikan, maka saran yang dapat dituliskan untuk peningkatan kinerja industri makanan di Indonesia yaitu:

1. Terbentuknya struktur pasar oligopoli dalam industri makanan di Indonesia, merupakan bentuk persaingan yang tidak sempurna. Hal ini memerlukan pengawasan yang ketat dari pemerintah melalui pengawasan dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) agar tidak muncul perilaku-perilaku yang tidak sehat, yang dapat merugikan sebagian perusahaan yang ada dalam industri makanan di Indonesia.

2. Para produsen makanan ringan harus meningkatkan kinerja perusahaannya

melalui peningkatan efisiensi alokatif dengan penggunaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi yang efisien dan efektif, dan peningkatan sumber

daya manusia, pemerataan distribusi makanan ringan di seluruh wilayah

Indonesia, penggunaan kemajuan teknologi dalam menghasilkan output,

kualitas produk yang bermutu tinggi, perluasan kesempatan kerja serta

(74)

DAFTAR PUSTAKA

Abra P.G. Tallatov & F.X. Sugiyanto. 2011. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Perbankan di Indonesia tahun 2003-2008 [tesis]. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Ahira, A. 2015a.Makanan Ringan.

Asian Development Bank dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Analisis Ekonomi Terhadap Persaingan Usaha. Laporan. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2000-2013. Statistik Industri Besar dan Sedang. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bain, J. S. 1956. Barriers to New Competition. Harvard University Press, Cambridge.

Besanko, D., Dranove, D., dan Shanley, M. 1996. The Economics of Strategy. John Wileys dan Sons, Inc. New York.

Daryanto, A. 2004. Ekonomi Industri [Bahan Kuliah] Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Geroski, P. A. 1991. Domestic and Foreign Entry in The United Kingdom: 1983-1984, in Geroski, P. A., and Schwalbach, J., Entry and Market Contestability: An International Comparison, Basil Blackwell, Oxford.

Greer, D.F. 1992. Industrial Organization and Public Policy. Third Edition. Macmillan Publishing Company. Singapore.

Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Sumarno, S dan Zain, P. (Penerjemah), Erlangga, Jakarta.

Hasibuan, N. 1994. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES, Jakarta.

Jaya, W. K. 2001. Ekonomi Industri. PT.BPFE Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1.1 PDB Industri Pengolahan di Indonesia dari Tahun 2007-2014 (dalam Milyar Rp)
Tabel 1.2 Persentase Pengeluaran Untuk Konsumsi Makanan di
Tabel 2.1 Tipe-Tipe Struktur Pasar
Tabel 2.2  Tipe-tipe Pasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar industri migas Indonesia bersifat oligopoli ketat dengan rata rata konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) sebesar

Dalam menganalisis perilaku dari industri gula Indonesia digunakan analisis nilai tambah di salah satu perusahaan BUMN yaitu PTPN VII di pabrik gula Bunga Mayang. Pabrik

pertumbuhan penjualan yang lambat produk baru diperkenalkan dan masuk ke pasar, pada tahap ini belum menghasilkan laba karena besarnya biaya untuk memperkenalkan produk.

1. Kesadaran Produsen pangan akan produk makanan berlabel halal ternyata masih cukup rendah. Buktinya, masih banyak produk lokal dan pengusaha kecil yang belum mencantumkan

Struktur pasar ( structure ) yang dihadapi industri mebel skala kecil dan menengah adalah pasar persaingan monopolistik dengan karakteristik banyak penjual; banyak pembeli;

Struktur pasar yang oligopoli cenderung menciptakan perilaku kolusif diantara perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang besar. Konsumsi terbesar komoditi kelapa sawit, khususnya

Dalam pemikiran ini hubungan konsentrasi dengan profitabilitas merupakan hubungan yang semu, karena tingkat konsentrasi hanya merupakan agregat pangsa pasar yang

Penelitian ini juga menganalisis pengaruh bank size (BSZ), market size (MSZ) dan cost intensity (COST) terhadap variabel endogen yang menjadi proksi struktur yaitu pangsa pasar