• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAHMI ABDUL HAMID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAHMI ABDUL HAMID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN POTENSI ATLIT ANAK KELUARGA WANITA PEMETIK TEH DI KEBUN MALABAR DAN PURBASARI

PTPN VIII BANDUNG

FAHMI ABDUL HAMID

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis” Hubungan antara Status Gizi dan Aktivitas Bermain Dengan Potensi Atlit Anak Keluarga Wanita Pemetik Teh di Kebun Malabar dan Purbasari PTPN VIII Bandung ” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 2008

Fahmi Abdul Hamid NIM : I051060061

(3)

of Malabar and Purbasari, PTPN VIII Bandung. Under the Supervision of FAISAL ANWAR, and EUIS SUNARTI.

The human body obtains nutrients for an optimum level of physical growth, brain development, working capacity and health. The objective of the study was to examine the effect of food consumption, health status, haemoglobin (Hb) status in the blood, nutritional status (BW/BH), and playing activities on the athletic potency among the children of 48-72 months old in the Tea Plantation of Malabar and Purbasari PTPN VIII.

The design of the study is of a cross-sectional type. The sampling was carried out through a census method. The data used in the study was the part of the data collected by the NHF Project entitled ‘Profile or Description of Women Tea Pickers, Socio-economics, Family Security, Food Consumption, Growth and Development of Children.’ The data processing and analysis was through the computer programs; namely, Office Exel 2003, SPSS version 13 and Nutrisurvey WHO 2005. The food consumption was measured with the method of 24-hour recall for two days. The health status was determined by examining the frequency of diarrheas and upper respiratory infections (ISPA). The blood haemoglobin (Hb) was measured by the sahli method. The measurement of nutritional status (BW/BH) used a microtoise with the accuracy level of 0.1 cm and the digital weighing scale of Camry EB 710 Tanita with the accuracy level of 0.1 kg. The athletic potency tested involved cardiovascular endurance, speed, muscle endurance and strength after being modified. The results of analysis showed that there was a significant correlation between energy consumption and athletic potency (p<0.05), but no significant relationship between protein consumption and athletic potency. There was a significant correlation between health status and athletic potency (p<0.01), but no significant correlation between the nutritional status (BW/BH) and athletic potency (p<0.05). There was a significant correlation of the status of blood haemoglobin (Hb) and playing activities to the athletic potency (p<0.05).

Keywords: nutrition, hemoglobin (HB), playing activities, athletics

(4)

VIII Bandung. Dibimbing oleh: FAISAL ANWAR, dan EUIS SUNARTI.

Mencapai prestasi olahraga merupakan hal yang bersifat multikausal, oleh karena banyak faktor mempengaruhinya. Secara umum potensi atlit dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi fisik, mental dan bakat. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan alam dan peralatan. Faktor internal bergantung potensi bawaan dan fisik sejak kecil yang berhubungan langsung dengan gizi. Hal tersebut terjadi jika tubuh memeperoleh cukup zat gizi untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan yang optimal.

Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan antara konsumsi pangan, status kesehatan, status haemoglobin (Hb), status gizi (BB/TB), aktivitas bermain dengan potensi atlit usia 48-72 bulan di kebun teh Malabar dan Purbasari PTPN VIII. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Cara pengambilan contoh dengan metode sensus. Jenis data dalam penelitian adalah data primer dan sekunder. Data primer meliputi potensi atlit, konsumsi pangan, status kesehatan, status gizi, status haemoglobin (Hb) dan aktivitas bermain. Data sekunder meliputi profil desa, karakteristik keluarga dan contoh diperoleh dari data proyek NHF 2008, dengan judul penelitian” Keragaan Pemetik Teh Wanita, Sosial Ekonomi, Ketahanan Keluarga, Konsumsi Pangan, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak”(Sunarti 2008).

Pengukuran konsumsi pangan (energi, protein, vitamin A dan Besi) dengan metode recall 24 jam selama 2 hari yang dikonversikan ke dalam nilai gizi dengan DKBM.

Pengukuran status kesehatan (frekuensi sakit diare dan ISPA) dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Pengukuran status haemoglobin (Hb) dengan metode sahli.

Pengukuran status gizi (BB/TB) menggunakan microtoise tingkat ketelitian 0,1 cm dan timbangan digital Camry EB 710 merek Tanita tingkat ketelitian 0,1 kg. Pengukuran potensi atlit dengan pengujian kecepatan, ketahanan otot tanggan, kekuatan otot dan ketahanan kardiovaskuler. Pengolahan dan analisis data dari hasil pengukuran menggunakan komputer program office excel 2003, SPSS versi 13 dan nutrisurvey WHO 2005.

Karakteristik keluarga contoh menunjukan prosentase terbesar ibu (37.25%) berusia antara 29 sampai 37 tahun dan prosentase terbesar bapak (47.05%) berusia antara 38 sampai 64 tahun; prosentase terbesar ibu (56.9%) dan prosentase terbesar bapak (62.74%) berpendidikan antara 6 sampai 8 tahun; dan sebagian besar suami (82%) bekerja sebagai buruh tani 82.35%. Prosentase terbesar keluarga (50.98%) berukuran sedang (anggota keluarga 5-7 jiwa), sisanya (49.1%) memiliki keluarga ukuran kecil (≤ 4 jiwa).

Prosentase terbesar contoh (54.90%) berpendapatan total/bulan berkisar antara Rp.200.000 sampai Rp.699.999.

Hasil pengukuran potensi atlit menunjukkan jumlah yang setara antara contoh yang memiliki potensi atlit dengan kategori sedang dan kategori kurang (masing-masing 41.17% dan 49.01%). Prosentase terbesar contoh (45%) memiliki aktivitas bermain dengan kategori baik. Masih terdapat 25.5 % contoh yang sering mengalami sakit diare dan 45.09% mengalami frekuensi sakit ISPA 1 sampai 2 kali per bulan. Tingkat

(5)

(BB/TB) normal, namun terdapat 62.74% contoh mengalami anemia. Hasil analisis menunjukan terdapat hubungan nyata (p<0,05%) antara konsumsi energi, antara status haemoglobin (Hb), dan antara aktivitas bermain dengan potensi atlit; serta hubungan sangat nyata (p<0.01) antara status kesehatan dengan potensi atlit.

Kata kunci : gizi, haemoglobin (Hb), aktivitas bermain, atlit.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(7)

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN AKTIVITAS BERMAIN DENGAN POTENSI ATLIT ANAK KELUARGA WANITA PEMETIK TEH DI MALABAR DAN PURBASARI

PTPN VIII BANDUNG

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S.

(9)
(10)

Puji syukur penulis sampaikan Kehadirat Allah Subhanahu Wata’alah, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Judul penelitian ini adalah Hubungan antara Status Gizi dan Aktivitas Bermain dengan Potensi Atlit Anak Keluarga Wanita Pemetik Teh di Kebun Malabar dan Purbasari PTPN VIII Bandung.

Dasar pengambilan judul penelitian adalah prestasi olahranga menunjukan penurunan yang sangat signifikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Penelitian ini sebagai satu strategi pencarian calon atlit perpotensi di daerah memiliki letak geografis yang kondusif melahirkan calon atlit seperti Malabar dan Purbasari PTPN VIII, Kabupaten Bandung Jawa Barat.

Selama mempersiapkan dan melakukan penelitian sampai akhirnya dapat menyelesaikan tesis ini, saya mendapat banyak bimbingan dari pembimbing saya, Bapak Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, M.S. (ketua komisi) dan Ibu Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S. (anggota). Kebijaksanaan, kesabaran dan ketelatenan bapak/ibu pembimbing sangat berguna serta dapat memberikan pelajaran yang berharga. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S.

selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan, saran dan koreksi demi penyempurnaan penulisan tesis ini.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung dan tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini diantaranya yaitu:

1. H. Abas Ismail, Hamid Tjaba, Nur Maksut, Ati H. Rivai adalah bapak dan ibu saya yang penuh perhatian dan kasih sayang serta doa-doanya yang tulus.

Kasih sayangmu tidak mampu dibalas akan selalu tertanam di dalam hati sampai kapan pun.

2. Sri Sultan Ternate Bapak Drs. H. Mudaffar Sjah, SmHk, yang telah memberikan dorongan kepada saya dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia di Moloku Kie Raha.

3. Bapak Drs. H. Sidik D. Sikona, M.Pd, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kie Raha Ternate beserta

(11)

dapat menyelesaikan pendidikan ini.

4. Kepala administrasi kebun teh Malabar dan Purbasari yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan penelitian, penyediaan fasilitias dan pelayanan sejak kami berada di lokasi penelitian.

5. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua, Pengajar, dan Pegawai Administrasi Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB, yang telah memberi perhatian, mengajar, dan memberikan pelayanan administrasi dan akademik kepada saya selama kuliah di IPB.

6. Bapak H. Rivai Ismail, Ade Bangkola, Udin H. Rivai, SH, Husen H. Rivai, Arif H. Rivai, Hamid Maksut, Amir Maksut, Ridwan Muhammad, Ibu Halima Maksut, Wudyningsih Abaiyo, SKM, beserta sumai dan istrinya yang telah membantu meringankan beban biaya pendidikan saya.

7. Kepada kakak dan adik-adik ku tercinta, Fadli Abas beserta istrinya, Liza Ramadani dan Fahri Kurnia Hamid, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan.

8. Teman-teman di Wisma Edelweis: Bapak Mardin SP, Laode Samsul, SE, Ahmad Mansur, SP, Sanihu, SP, yang telah memberikan masukan lewat diskusi sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

9. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara, yang telah memberikan dorongan dan masukan.

10. Teman-teman di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga:

Ibu Nur Rahmi Amma, S.KM, Cica Yulia, S.Pd, Ibu Sri Darningsih, S.Pd, Merynda Indriyani Syafutri, S.TP, Febrina Sulistyawati, S.TP, Rusman Efendi, S.KM, Guspri Devi Artanti, S.Pd, Sri Catur lestari, SP, Nunung Cipta Dainy, S.P, Nur Riska Tadjoedin, S.Pd, Mba Wiwik Widyawati, Nita Yulianis, S.P, Arfiati, S.P, dan teman-teman lain yang tidak bisa sebutkan satu persatu.

(12)

hidup saya.

Mudah-mudahan karya tulis ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2008

Fahmi Abdul Hamid I051060061

(13)

Penulis dilahirkan di Ternate pada tanggal 20 Pebruari 1983, dari pasangan Bapak Hi. Abas Ismain dan ibu Nur Maksut. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri Loto Tahun 1989 dan lulus pada Tahun 1995. Penulis melanjutkan studi di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Ternate dan lulus pada Tahun 1998.

Penulis melanjutkan studi di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Kota Ternate dan lulus pada Tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat (STIK) Tamalatea Makassar, Jurusan Adminstrasi Kebijakan Kesehatan dan lulus pada Tahun 2005, dengan gelar Sarjana Kesehatan masyarakat (SKM).

Penulis melanjutkan studi Program Magister Sains (S2) pada Tahun 2006 di Program Studi Pengelolaan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Hipotesis Penelitian... 4

Tujuan ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Potensi atlit... 6

Konsumsi Pangan... 12

Diare... 13

Infeksi ISPA ... 15

Status Gizi ... 16

Status Anemia ... 19

Aktivitas Bermain ... 21

Karakteristik keluarga ... 22

KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

METODE PENELITIAN Desain Penelitan... 26

Tempat dan Waktu ... 26

Populasi dan Contoh ... 26

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 27

Pengolahan dan Analisis Data... 28

Definisi Operasional ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadan Umum Lokasi Penelitian ... 33

Fasilitas Sosial dan Kesehatan ... 34

Karakteristik Keluarga Contoh ... 36

Potensi Atlit Contoh... 42

Aktivitas Bermain Contoh... 51

Status Kesehatan Contoh ... 54

Konsumsi Pangan contoh... 56

Status Haemoglobin (Hb) Contoh... 59

Status Gizi Contoh ... 60

Hubungan Konsumsi Pangan dengan Potensi Atlit ... 64

Hubungan Status Kesehatan dengan Potensi Atlit Contoh. ... 66

Hubungan Status Gizi (BB/TB) dengan Potensi Atlit Contoh... 69

Hubungan Status Haemoglobin (Hb) dengan Potensi Atlit Contoh... 70

xi

(15)

Hubungan Aktivitas Bermain dengan Potensi Atlit contoh ... 72

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 75

Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN... 82

xii

(16)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Standar pengukuran ketahan kadiovaskuler... 9

2 Standar pengukuran kecepatan gerakan tubuh... 9

3 Standar pengukuran ketahan otot lengan dan bahu... 9

4 Standar pengukuran ketahan dan kekuatan otot perut... 10

5 Standar pengukuran tenaga eksplosif ... 10

6 Kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrit untuk batas anemia pada populasi... 20

7 Jenis, cara dan alat pengumpulan data ... 28

8 Satus kesehatan anak satu bulan terakhir . ... 29

9 Status gizi contoh berdasarkan BB/TB. ... 29

10 Aktivitas bermain contoh ... 30

11 Ukuran standar dan modifikasi dalam pengukuran potensi atlit contoh ... 31

12 Standar penilaian potensi atlit ... 31

13 Sebaran fasilitas pendidikan di Desa Banjarsari dan Wanasuka... 34

14 Sebaran fasilitas kesehatan di Desa Banjarsari dan Wanasuka... 35

15 Sebaran tempat penitipan anak (TPA) dan pengasuh. ... 36

16 Sebaran ibu dan bapak berdasarkan umur... 37

17 Ibu dan bapak berdasarkan tingka pendidikan ... 37

18 Sebaran ibu dan bapak berdasarkan lama mengikuti pendidikan formal. ... 38

19 Sebaran bapak berdasarkan jenis pekerjaan... 38

20 Sebaran anggota keluarga berdasarkan jumlah ... 39

21 Sebaran keluarga contoh berdasarkan besar pendapatan total keluarg/bulan ... 40

xiii

(17)

22 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan total /kapita/bulan ... 40

23 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategorik miskin dan tidak miskin... 41

24 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin ... 42

25 Sebaran contoh berdasarkan pengujian lari cepat 100 meter ... 42

26 Sebaran contoh berdasarkan pengujian gantung siku tekuk ... 44

27 Sebaran contoh berdasarkan pengujian sit-up ... 45

28 Sebaran contoh berdasarkan pengujian lompat tegak ... 46

29 Sebaran contoh berdasarkan tes lari 300 meter... 47

30 Sebaran contoh berdasarkan lima ukuran dan potensi atlit... 49

31 Sebaran contoh berdasarkan potensi atlit dan jenis kelamin... 51

32 Sebaran contoh berdasarkan jenis permainan tradisional ... 52

33 Sebaran contoh berdasarkan akitivitas bermain ... 54

34 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas bermain dan jenis kelamin... 54

35 sebaran contoh berdasarkan frekuensi diare dan ISPA ... 55

36 Sebaran tempat pengobatan bila sakit ... 56

37 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi zat gizi rata-rata dan rasio kecukupan... 56

38 Sebaran contoh berdasarkan status haemoglobin(Hb) ... 59

39 Sebaran contoh berdasarkan hemoglobin (Hb) dan jenis kelamin... 60

40 sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/U ... 61

41 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (BB/U) dan jenis kelamin. ... 61

42 sebaran contoh berdasarkan status gizi TB/U ... 62

43 Sebaran contoh berdasarkan status gizi TB/U dan jenis kelamin ... 62

44 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/TB ... 63

xiv

(18)

45 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/TB dan jenis kelamin... 63 46 Hubungan konsumsi pangan dengan potensi atlit contoh 48-72 ... 64 47 Hubungan status kesehatan, status gizi, aktivitas bermain dengan

potensi atlit contoh 48-72 di kebun teh Malabar dan Purbasari... 66

xv

(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Gambar kerangka kosep penelitian ... 25 2 Gambar kerangka tehnik pengambilan contoh... 27

xvi

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Hasil pengukuran potensi atlit contoh... 82

2 Konsumsi rata-rata zat gizi dan rasio kecukupan contoh ... 83

3 Status biokimia (HB) dan status gizi (BB/TB) ... 84

4 Hasil analisis hubungan korelasi (bivariate)... 85

5 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dengan lima pengujian potensi atlit mengunakan analisis cross-tab ... 86

6 Hasil analisis antara frekuensi diare dan ispa, status gizi, status biokimia, aktivitas bermain dan potensi atlit anak 48-72 bulan menggunakan cross-tab. ... 87

7 Sebaran hasil pengukuran gabungan potensi atlit kategori baik ... 88

xvii

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tertinggalnya prestasi olahraga nasional dengan negara-negara Asia lainnya merupakan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Percepatan (acceleration) prestasi olahraga kita lebih lambat, dibandingkan Cina, Jepang, Korea, Thailand bahkan Vietnam. Catatan prestasi Indonesia secara mengesankan hanya terjadi pada Asian Games ke-IV Tahun 1962 di Jakarta. Ketika itu, Indonesia berada di peringkat raner up, satu peringkat dibawa Jepang dengan perolehan 11 medali emas. Setelah itu perlahan peringkat kian menurun sampai saat ini. Prestasi Indonesia di kejuaraan SEA Games Filipina Tahun 2005, Indonesia berada di peringkat 5 dari 11 negara dan SEA Games 2007 di Thailand, Indonesia berada di peringkat 4 dari 12 negara. Gambaran ini menunjukan prestasi semakin menurun di seluruh cabang olahraga. Untuk mengembalikan prestasi yang hilang tersebut, dilakukan secara menyeluruh, oleh karena faktor yang berpengaruh terhadap prestasi olahraga bersifat multikausal sala satunya adalah faktor gizi.

Mencapai prestasi olahraga harus dilakukan secara multidimensi, oleh karena prestasi dipengaruhi banyak faktor. Tangkudung (2007) mengemukakan faktor yang mempengaruhi potensi atlit terdiri dari dua faktor. Faktor internal meliputi fisik, mental dan bakat. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan alam dan peralatan. Faktor internal sesungguhnya bersumber dari kualitas calon atlit itu sendiri, dimana calon atlit berkualitas memiliki potensi bawaan dan fisik sejak kecil sesuai tuntutan cabang olahraga yang menunjang mencapai prestasi misalnya bola basket, voli, atletik yang mengutamakan ukuran antropometri.

Dasar mencapai prestasi olahraga yang harus dimiliki seseorang calon atlit berkualitas yaitu ukuran antropometri dan kerja fisik maksimal yang berhubungan dengan kesegaran jasmani. Hasil penelitan Kartini et al (1998) tentang kesegaran jasmani anak SD usia 8-9 tahun di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, memiliki tingkat kesegaran jasmani rendah kategori kurang sampai sangat kurang adalah 34.7% dan gizi kurang 26.10%. Hasil penelitian tersebut dapat

(22)

diasumsikan, sebagian besar anak-anak memiliki potensi kesegaran jasmani dan status gizi indeks BB/TB baik.

Tubuh memperoleh cukup zat gizi digunakan secara efisien untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan yang optimal (Almatsier 2005). Gerakan jasmani manusia juga tergantung tersediaannya zat gizi, oleh karena bentuk kerja fisik yang dilakukan sehari-hari pada dasarnya adalah perubahan (tranformasi) tenaga kimia yang mungkin terjadi, bila faktor pendukung tersedia secara memadai (Depkes 1993).

Almatsier (2005) mengemukakan, makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.

Sebaliknya, bila makan tidak dipilih dengan baik sehingga tidak memadai jumlah dan mutunya, maka tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang berdampak terhadap kesehatan. Pendekatan konsep Unicef Tahun 1998 dikutip dalam (WKNPG VIII 2004), faktor penyebab langsung yang berpengaruh terhadap status gizi disebabkan oleh pengaruh asupan gizi dan penyakit infeksi yang dialami anak. Meskipun anak memperoleh asupan gizi yang baik namun sering mengalami diare dan ISPA, akan mengalami kekurangan gizi.

Penyakit infeksi pada anak, memiliki hubungan postif dengan status gizi, yang berarti jika status gizi baik maka, peluang terkena penyakit infeksi akan semakin rendah (Masithah et al 2005). Kurang gizi yang tinggi, dapat menyebabkan kondisi kehidupan tidak sehat, status kesehatan memburuk akan meningkatkan angka kematian bayi maupun anak prasekolah, terhambatnya pertumbuhan fisik dan penyakit infeksi ( Izzaity 2005).

Bedasarkan data Ditjen PPM&PL 2004, terdapat kasus ISPA pada balita diseluruh Indonesia sebesar 626.611 kasus yang merupakan penyebab utama kematian balita. Sedangkan penyakit diare berada pada urutan ke dua dengan jumlah kasus diare 596.050 tahun 2004. Data tersebut menunjukan kasus diare mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun penurunan tersebut tidak dapat kita sebutkan insiden diare menurun, tetapi cakupan laporan pada tahun 2004 juga menurun (Profil Depkes. RI 2004).

Tuntutan hidup makin berat akibat desakan faktor ekonomi akan mempengaruhi akses bahan pangan dan biaya kesehatan yang berdampak terhadap

(23)

masalah gizi anak. Masalah gizi yang ditimbulkan mengancam generasi penerus bangsa secara fisik, mental maupun spiritual. Ancaman ini akan melahirkan generasi Indonesia yang tidak berkualitas dari segi sumberdaya manusia.

Sedangkan setiap anak memiliki keistimewaan dan potensi yang berbeda-beda pada setiap individu yang menjadi dasar bagi masa depannya. Keistimewaan yang dimiliki secara alamiah sejak lahir dan didukung oleh lingkungan. Terjadi kecenderungan, anak yang berada di daerah ketinggian mempunyai daya tahan tubuh baik dibandingkan anak di dataran rendah. Sistem fisiologis yang menyebabkan tubuh beradaptasi dengan lingkungan dengan kadar oksigen rendah sehingga penggunaan oksigen digunakan secara efektif (Tangkudung 2006).

Daerah Pangalengan memiliki iklim yang mendukung melahirkan calon atlit yang berpotensi, oleh karena letak geografis berada di dataran tinggi yang sangat kondusif. Dengan demikian, anak-anak yang berada di kebun the Malabar dan Purbasari PTPN VIII perlu dilakukan identifikasikan potensi atlit sejak dini, sebagai satu strategi dalam pembinaan atlit usia dini, untuk melahirkan calon atlit berpotensi yang mengembalikan prestasi olahraga Indonesia di masa akan datang.

Atlit Indonesia berprestasi seperti Taufik Hidayat dan Robidarwis merupakan atlit yang lahir dan dibesarkan di daerah ketinggian. Potensi yang dimiliki anak-anak bertempat tinggal di daerah ketinggian tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasikan potensi atlit secara fisik, sehingga dapat menujang keistimewaan yang dimiliki anak-anak tersebut. Potensi atlit secara fisik, memiliki hubungan dengan konsumsi pangan, status kesehatan, status gizi, haemoglobin (Hb) dan aktivitas bermain.

Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran pada latar belakang maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan antara konsumsi pangan dengan potensi atlit ? 2. Apakah terdapat hubungan antara status kesehatan dengan potensi atlit ? 3. Apakah terdapat hubungan status gizi dengan potensi atlit ?

4. Apakah terdapat hubungan haemoglobin (Hb) dengan potensi atlit ? 5. Apakah terdapat hubungan aktivitas bermain dengan potensi atlit ?

(24)

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara konsumsi pangan dengan potensi atlit.

2. Terdapat hubungan antara status kesehatan dengan potensi atlit.

3. Terdapat hubungan antara status gizi dengan potensi atlit.

4. Terdapat hubungan antara status haemoglobin (Hb) dengan potensi atlit.

5. Terdapat hubungan antara aktivitas bermain dengan potensi atlit.

Tujuan

Tujuan umum

Tujuan umum dalam penelitian adalah untuk melihat hubungan antara konsumsi pangan, status kesehatan, status gizi, haemoglobin (Hb), aktivitas bermain dengan potensi atlit usia 48-72 bulan anak pemetik teh di Malabar dan Purbasari PTPN VIII Bandung.

Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi karakterisitik keluarga yaitu besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, konsumsi pangan contoh, status kesehatan, status gizi, haemoglobin (Hb), aktivitas bermain dan potensi atlit.

2. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dengan potensi atlit usia 48-72 bulan.

3. Menganalisis hubungan antara status kesehatan dengan potensi atlit usia 48-72 bulan.

4. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan potensi atlit usia 48-72 bulan.

5. Menganalisis hubungan antara haemoglobin (Hb) dengan potensi atlit usia 48-72 bulan.

6. Menganalisis hubungan antara aktivitas bermain dengan potensi atlit usia 48-72 bulan.

(25)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Bandung serta perusahan PTPN VIII sebagai bahan pertimbangan pembinaan atlit usia dini, pada anak keluarga wanita pemetik teh dalam rangka pengembangan prestasi bidang olahraga baik tingkat daerah, nasional maupun internasional. Disamping itu sebagai bahan masukan bagi penelitian berikutnya yang mengkaji gizi olahraga.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Atlit

Perkembangan fisiologis berkaitan dengan perkembangan fisik yang mencakup, perkembangan otak dan susunan syaraf pusat. Sejalan dengan itu, susunan syaraf pusat turut pula berkembang sehingga membuat anak mampu mengfungsikan susunan syaraf pusat dalam melakukan berbagai kegiatan perkembangannya. Perkembangan fisiologis menyangkut gerakan fisik yang berkaitan gerakan motorik kasar seperti berdiri, berlari, melompat, mendorong dan sebagainya. Perkembangan fisiologis menyangkut perkembangan kelenturan koordinasi gerakan motorik dan visual, seperti mengkoordinasikan gerakkan mata dan tangan pada waktu membaca atau menulis, melakukan berbagai kegiatan akademik lainnya, serta pertambahan tinggi dan berat badan berkembang berdasarkan siklus pertumbuhan dan perkembangan ( Papalia dan Olds 1995).

Pudjiadi (2005) mengemukakan, faktor herditas dan faktor lingkungan menentukan pertumbuhan anak. Faktor herditas menetapkan berapa panjang tulang akan tumbuh dan bentuk fisiknya. Faktor lingkungan diet dan kesehatan merupakan faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan normal.

Pengembangan potensi atlit sejak dini akan lebih menguntungkan, oleh karena: (1) Organ tubuh anak seperti jantung, paru-paru mengenai kemampuan aerobik dan anaerobiknya sudah berkembang sejak dini; (2) Kelenturan dan kekuatan ototnya lebih mudah dikembangkan sehingga kemampuan otot akan menjadi lebih baik; (3) Indra dan syaraf sudah mulai dilatih dan dipacu sejak dini sehingga lebih peka baik terhadap penglihatan, perasaan, rangsangan maupun gerakan ; (4) Pertumbuhan dan perkembangan akan berjalan secara harmonis (Tangkudung 2006). Kunst dan Florescu (1971) dikutip dalam (Anonim 2007) mengemukakan, identifikasi potensi atlit usia dini secara umum dilakukan dengan mempertimbangkan tiga hal mendasar yaitu: (1) Motor capacity; (2) Psycological capacity dan (3) Biometric qualities.

Pusat pengembangan kualitas jasmani (2000), menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai potensi dasar untuk menjadi calon atlit harus memiliki komponen-komponen yaitu:

(27)

a. Daya tahan kardiovaskuler.

Daya tahan kardiovaskuler adalah kemampuan jantung dan paru-paru untuk menunjang system kerja otot. Kemampuan untuk terus-menerus dengan tetap menjalani kerja fisik mencakup sejumlah besar otot dalam waktu tertentu (Depkes 1987). Kemampuan sistem peredaran darah dan system pernafasan untuk menyesuaikan diri terhadap efek seluruh beban kerja fisik. Daya tahan jantung merupakan faktor utama dalam kesegaran jasmani (Pusegjas 2000).

Peradaran darah dapat mengsuplai oksigen yang cukup pada otot-otot menjalankan fungsinya. Semakin baik ketahanan jantung dan peredaran darah, otot-otot semakin dapat bertahan lebih lama menjalankan fungsinya. Untuk memperbaiki ketahanan jantung dan peredaran darah, diperlukan latihan dan olahraga secara terus-menerus dan teratur paling sedikit 20-30 menit (Mangoenprasodjo 2005).

b. Daya tahan otot.

Ketahanan otot adalah kemampuan otot melakukan suatu pekerjaan yang berulang-ulang atau berkontraksi pada waktu yang lama. Untuk memperbaiki ketahanan otot, diperlukan latihan-latihan beban, dengan beban yang ringan tetapi dilakukan terus-menerus (Mangoenprasodjo 2005).

c. Kekuatan otot.

Kekuatan otot adalah kemampuan otot yang bekerja berulang-ulang dengan

beban submaksimal atau kemampuan untuk melaksanakan kekuatan dan mempertahankannya semaksimal mungkin. Latihan kekuatan akan menghasilkan pembesaran pada otot dan peningkatan kekuatan. Kekuatan ini, dapat diukur dengan melihat beban maksimal yang dapat diangkat dengan gerakan khusus (Depkes 1994).

d. Kelenturan.

Kelenturan adalah kemampuan menggerakan sendi , menekuk, merengang dan memutar dengan kata lain kelenturan adalah keluasaan gerak tubuh pada persendian sangat dipengaruhi oleh elastisitas otot, tendon dan ligament sekitar sendi dan sendi itu sendiri. Untuk memperbaiki kelenturan dan memeliharnya maka diperlukan megerakan persendian pada daerah gerakannya yang maksimal secara teratur (Mangoenprasodjo 2005).

(28)

e. Kecepatan gerak.

Kecepatan gerak adalah kemampuan atau laju gerakan yang dapat berlaku

untuk tubuh secara keseluruhan atau bagian tubuh tertentu (Moeloe (1984) dikutip dalam (syukur 2004).

f. Kelicahan.

Kelincahan adalah kemampuan gabungan secara cepat arah tubuh atau bagian tubuh tanpa gangguan keseimbangan, diperlukan tidak hanya dalam olahraga tetapi jugas dalam kerja dan situasi reaksi. Kelincahan tergantung pada faktor kekuatan, kecepatan, waktu reaksi keseimbangan dan koordinasi faktor-faktor tersebut (Moeloe (1984) dikutip dalam (syukur 2004).

g. Keseimbangan.

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap tubuh yang tepat pada saat melakukan gerakan. Bergantung pada kemampuan intergirtas antara kerja indra penglihatan, pendengaran dan respon pada otot, yang diperlukan tidak hanya pada olahraga tetapi juga pada kehidupan sehari-hari (Moeloe (1984) dikutip dalam (syukur 2004).

h. Kecepatan reaksi.

Kecepatan reaksi adalah waktu tersingkat yang dibutuhkan untuk memberikan reaksi setelah menerima rangsangan. Hal ini berhubungan dengan waktu reflek, waktu gerakan dan waktu respon (Moeloe (1984) dikutip dalam (syukur 2004).

i. Koordinasi.

Koordinasi menyatakan hubungan harmonis sebagai faktor yang terjadi pada suatu gerakan ( Depkes, 1994). Pada gerakan yang tidak terkoordinasi baik, akan mengakibatkan kerugian atau pengeluaran tenaga yang berlebihan, menggangu keseimbangan, bahkan memungkinkan terjadinya cedera, (Moeloe Moeloe (1984) dikutip dalam (syukur 2004).

Pusat pengembangan kualitas jasmani (2005), dalam menilai potensi kesegaran jasmani pada anak terdapat lima tahap pengukuran yang dilakukan memiliki standar baku terdiri dari:

(29)

a. Lari jarak menengah 300 meter merupakan kegiatan yang bertujuan dalam menilai ketahanan kardiovaskuler. Standar yang digunakan dalam penilaian ini disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Standar pengukuran ketahanan kardiovaskuler (menit/detik).

6-9 tahun

Putera Satuan Putri Satuan Skor s.d.-5.5

5.6-6.1 6.2-6.9 7.0-8.6 8.7-dst.

Menit/detik Menit/detik Menit/detik Menit/detik Menit/detik

S.d.-5.8 5.9-6.6 6.7-7.8 7.9-9.2 9.3-dst.

Menit/detik Menit/detik Menit/detik Menit/detik Menit/detik

5 4 3 2 1 Sumber: Pusekjas (2005)

b. Lari cepat 100 meter merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menilai kecepatan gerak tubuh. Standar yang digunakan disajikan pada tabel 2.

Tabel 2 Standar pengukuran kecepatan gerakan tubuh (menit/detik).

6-9 tahun

Putera Satuan Putri Satuan Skor s.d.-2.39

2.40-3.00 3.01-3.45 3.46-4.48 4.49- dst.

Menit/detik Menit/detik Menit/detik Menit/detik Menit/detik

s.d.-2.53 2.54-3.23 3.24-4.08 4.09-5.03 5.04-dst.

Menit/detik Menit/detik Menit/detik Menit/detik Menit/detik

5 4 3 2 1 Sumber: Pusekjas (2005)

c. Menggantung dengan siku tekuk merupakan gerakan untuk menilai kekuatan dan ketahanan otot lengan dan otot bahu. Gantung siku tekuk untuk semua kelompok umur kecuali kelompok umur 13-15 tahun dan 16-19 tahun putera.

Gantung angkat tubuh khusus bagi putera kelompok umur 13-15 tahun dan 16-19 tahun pencatatan dilakukan selama 60 detik. Standari yang digunakan disajikan pada tabel 3.

Tabel 3 Standar pengukuran ketahanan otot lengan dan bahu (menit/detik) 6-9 tahun

Putera Satuan Putri Satuan Skor 40>

22-39 9-21

3-8 0-2

Detik Detik Detik Detik Detik

33>

18-32 9-17

3-8 0-2

Detik Detik Detik Detik Detik

5 4 3 2 1 Sumber: Pusekjas (2005)

(30)

d. Baring duduk atau sit-up merupakan gerakan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut. Waktu yang digunakan dalam penilaian ini adalah kelompok umur 6-9 tahun 60 detik seperti tabel 4.

Tabel 4 Standar pengukuran ketahanan dan kekuatan otot perut (60 detik) 6-9 tahun

Putera Satuan Putri Satuan Skor 17>

13-16 7-12

2-6 0-1

Kali Kali Kali Kali Kali

15>

11-14 4-10

2-3 0-1

Kali Kali Kali Kali Kali

5 4 3 2 1 Sumber: Pusekjas (2005)

e. Loncat tegak merupakan gerakan untuk mengukur tenaga eksplosif. Hasil Selisih rahian loncatan tertinggi dikurangi rahian tegak (sikap awal) merupakan cara dalam menilai gerakan ini. Standar yang digunakan disajikan pada tabel 5.

Tabel 5 Standar pengukuran tenaga eksplosif (cm).

6-9 tahun

Putera Satuan Putri Satuan Skor 40>

22-39 9-21

3-8 0-2

cm cm cm cm cm

33>

18-32 9-17

3-8 0-2

Cm cm cm cm Cm

5 4 3 2 1 Sumber: Pusekjas (2005)

Kemampuan yang dihubungkan dengan sikap dan bentuk badan seseorang yang digunakan dalam mengidentifikasi potensi dapat ditempuh dengan beberapa langkah diantaranya: (1) Melakukan analisis lengkap dari fisik dan mental sesuai dengan karakteristik cabang olahraga; (2) Melakukan seleksi pemanduan khusus dengan menggunakan instrumen dari cabang olahraga yang bersangkutan; (3) Melakukan seleksi berdasarkan karakteristik antropometrik dan kemampuan fisik, serta disesuaikan dengan tahapan perkembangan fisik; (4) Mengevaluasi berdasarkan data yang komprehensif dengan memperhatikan setiap anak terhadap olahraga di dalam dan luar sekolah (Anonim, b 2007). Prestasi yang optimal membutuhkan kriteria calon atlit yang optimal pula. Objektivitas dan kehandalan

(31)

kriteria seleksi telah menjadi perhatian beberapa ahli seperti; Radut, (1967), Mazilu Focseneanu (1976) dan Dragan (1979), dikutip dalam (Anonim 2007) Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sehat.

Sehat fisik merupakan hal yang paling penting bagi seorang yang berpartisipasi dalam pelatihan, maka sebelum diterima dalam klub tertentu setiap pemula harus mendapatkan pemeriksaan medis yang seksama. Dokter dan pelatih harus sepakat untuk memilih individu yang paling sehat. Selama pemeriksaan spesialis medis dan pengetesan harus mengetahui apakah anak tersebut mempunyai cacat fisik. Untuk cabang olahraga dinamik (hockey, bolabasket, track and field, swimming, tinju). Seseorang yang memiliki cacat tubuh harus tidak dipilih, tetapi untuk cabang yang statis

seperti menembak, panahan, bowling kriterianya yang digunakan lebih longgar.

b. Kualitas biometrik.

Kapasitas antropometri seseorang merupakan hal penting pada beberapa cabang olahraga, maka dari itu menjadi pertimbangan utama pada kriteria identifikasi potensi atlit. Tinggi dan berat atau panjang dari anggota badan seringkali berperan penting dalam cabang olahraga tertentu dan tahap awal identifikasi bakat pada cabang tertentu dilakukan pada umur 3-6 tahun.

c. Hereditas.

Fenomena biologis yang komplek seringkali memainkan peranan penting dalam latihan. Anak-anak cenderung mewariskan karakteristik biologis dan psikologis orang tuanya meskipun dengan pendidikan, pelatihan dan pengkondisian sosial hal-hal yang diwarisi tersebut dapat sedikit diubah.

Radut (1976) mengemukakan, faktor keturunan mempunyai peran yang penting, namun tidak mutlak dalam latihan. Klissouras et al (1973) mengemukakan, kemampuan fisiologis akan sangat dibatasi oleh potensi genetik calon atlet tersebut. Sistem dan fungsi ditentukan secara genetik, terutama sistem asam laktat sampai 81.4%, heart rate, 85.9% dan VO2max 93.4%. Sedangkan proporsi antara serat otot merah dan putih pada manusia

(32)

sudah dibentuk secara genetik sebab fungsi metabolic dari kedua otot ini berbeda.

d. Kemampuan spesialis.

Kemampuan spesialis atau pengetahuan dari seorang pelatih pada identifikasi bakat serta pengujian, juga menentukan seleksi kandidat. Semakin banyak dan rumit metode ilmiah digunakan untuk identifikasi bakat, semakin tinggi pula kemungkinan menemukan bakat yang superior untuk cabang tertentu.

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, pangan harus tetap tersedia setiap saat dan tepat dengan mutu yang memadai. Pangan dengan nilai gizi yang cukup seimbang, merupakan pilihan terbaik untuk konsumsi guna mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal.

Bagi tubuh, nilai suatu bahan pangan ditentukan oleh isi atau zat gizi apa yang dikandungnya. Zat gizi yang terkandung dalam pangan digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh, untuk tumbuh dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang telah rusak serta mengatur proses dalam tubuh. Maka dari itu, nilai gizi pangan menyangkut ketersediaannya secara biologis atau dapat tidaknya zat gizi tersebut digunakan tubuh. Pangan dengan kandungan gizi yang lengkap, dalam jumlah yang proporsional mempunyai potensi besar untuk menjadi pangan yang bergizi tinggi.

Tinggi rendahnya nilai gizi satu pangan merupakan kriteria yang dapat digunakan untuk menilai mutu pangan tersebut. Selain nilai gizi, mutu pangan juga ditentukan oleh keadaan fisik, mikrobiologis serta penerimaan secara indrawi atau organoleptik (Rimbawan 1999).Konsumsi pangan adalah jumlah pangan tungal atau beragam yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan konsumsi pangan adalah untuk memperoleh zat gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1989).

Kebiasaan dalam mengkonsumsi pangan yang baik, akan menyebabkan status gizi baik dan keadaan ini dapat terlaksana bila tercipta keseimbangan antara

(33)

banyaknya zat gizi dikonsumsi dengan banyak jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh (Suhardjo 1990).

Hardiansyah dan Briawan (1992) mengemukakan, konsumsi pangan pada tingkat individu atau rumah tangga dapat diterjemahkan ke dalam bentuk energi, protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari. Rasio energi dan gizi lainnya terhadap kecukupan yang dianjurkan menggambarkan tingkat individu atau rumah tangga, agar dapat hidup sehat dan sekaligus mempertahankan kesehatan.

Manusia memerlukan zat gizi diperoleh melalui konsumsi pangan yang harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan, pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan serta aktivitas sehari-hari. Untuk mencapai gizi yang optimal pada anak usia diatas >3 tahun, baik kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral diharapakan pola makan anak selalu mengacu pada makan seimbang guna menjamin berlangsungnya tumbuh kembang anak secara optimal (Moehyi 2008).

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok pada waktu tertentu yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan harga serta sosial budaya ( Mudanijah et al 2006).

Supariyasa (2002) mengemukakan, tujuan dalam studi konsumsi pangan adalah untuk mengetahu konsumsi pangan yang dimakan seseorang atau individu yang dapat dipelajari dengan 5 metode yaitu: (1) Metode recall 24 jam; (2) Metode esitiaited food record; (3) Motede penimbangan makan (food wighing);

(4) Metode dietary histori; (5) Metode frekuensi makanan (food frequency).

Status Kesehatan

Diare

Diare adalah buang air besar yang tidak normal, atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya atau lebih dari tiga kali pada anak (Anonim c 2007). Penyebab diare terdiri dari: (1) Faktor infeksi. Infeksi saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi tersebut terdiri dari infeksi enteral yaitu infeksi bakter (vibrio, E.ecoli, salmonella, shigella campylo-bacter, yersinia, aeromonas dan sebagainya); Infeksi virus (Enterovirus,

(34)

Adenovirus, Rotavirus, dan sebagainya), dan parasit (cacing: Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, strongylodes; protozoa: Entamoba histolytica, Gradia lambidia, Tria- chomonas hominis; jamur: (Candidaalbincans ); Infeksi parenteral yaitu infeksi yang terjadi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bron-kopenumonia, Ensefalitas dan sebagainya; (2)

Faktor malabsorbsi yang terdiri dari malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intorerasiglukosa,

fruktosa dan galaktosa) terutama pada anak yang intoleransi laktosa serta malabsorbsi lemak dan malabsorbsi protein; (3) Faktor makanan yaitu makanan yang dimakan telah basih, beracun, alergi terhadap makanan; (4) Faktor psikologis yaitu di sebabkan oleh rasa takut atau cemas, tapi jarang terjadi pada anak

Mekanisme patogenesis dasar yang menyebabkan timbulnya diare pada anak disebabkan oleh: (1) Gangguan osmotik yaitu akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap, akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektorit ke dalam rongga usus.

Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga menimbulkan diare; (2) Gangguan sekresi yaitu akibat rangsangan tertentu (misalnya oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus, dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus; (3) Gangguan mortilitas usus yaitu terjadi hiperperstaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan yang timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan dapat menimbulkan diare pula (Anonim 2007).

Jenis-jenis diare terdiri dari (1) Diare akut merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut rotavirus yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama, sebagai penyebab diare akut pada anak; (2) Diare bermasalah merupakan diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi.

(35)

Penularan terjadi secara fecal- oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diare ini umumnya diawali dengan diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah maupun tanpa lendir diikutsertakan sakit perut , panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah; (3) Diare persisten merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten adalah kerusakan mukosa usus. Penyebab diare persisten sama dengan diare akut (Anonim 2007).

Infeksi ISPA

Penyakit pernafasan merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan akut fungsional dan menyebabkan gangguan kronis. Penyakit infeksi sistem pernafasan sering menyerang anak-anak terutama usia dibawa 5 tahun. Penyakit infeksi pernafasan akut berhubungan dengan gejala sistemik seperti anoreksia, kelelahan dan tidak enak badan. Gejala tersebut jika dikombinasi dengan batuk dan sesak napas akan mengakibatkan terganggunya intik makanan (Johnson Chin dan Haponik (1999) dikutip dalam (Ingtyas 2004).

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Berat dan ringannya penyakit ISPA tergantung lamanya sakit dan tanda-tanda yang menyertainya. Penderita ISPA digolongkan ringan jika sakit panas 2-3 hari dan ISPA sedang jika gejalanya ditambah frekuensi pernafasan lebih dari 50 kali per menit atau panas tinggi dengan suhu tubuh >39 0C, sakit telinga dan campak. Sedangkan ISPA berat jika ditambah gejala napas cuping hidung, kejang, dehidrasi dan kesadaran menurun (Handayani 1997).

Kurangnya konsumsi pangan dan peningkatan proses metabolisme, dapat menyebabkan keseimbangan nitrogen, karena proses katabolisme protein serta gangguan fungsi kekebalan tubuh. Seseorang yang menderita ISPA juga akan mengalami keseimbangan energi negatif.

Berbagai penelitian laboratorimum dan klinik menunjukan bahwa dampak utama gizi kurang terhadap sistem pernafasan adalah struktur pernafasan dan daya tahan tubuh (Johnson, Chin&Haponik (1999), dikutib dalam Ingtyas 2004).

Infeksi salauran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang

(36)

penularan melalui udara, sehingga lingkungan rumah yang buruk dan tidak memenuhi syarat akan memudahkan terjadinya penularan penyakit infeksi (Handayani 1997).

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi (Riyadi 1995). Pertumbuhan merupakan perubahan kuantitatif berupa perubahan ukuran dan struktur tubuh secara berurutan yang dinyatakan dalam ukuran satuan tertentu seperti berat badan, tinggi badan dan sebagainya (Hurlock 1995).

Caplin (2002) dikutip dalam (Desmita 2006) mengemukakan, pertumbuhan merupakan suatu kenaikan badan dan ukuran dari bagian-bagian tubuh atau organisme sebagai suatu keseluruhan. Aspek pertumbuhan pada anak biasanya dinyatakan dalam status gizi, yang merupakan keadaan fisik dan kesehatan seseorang diakibatkan oleh konsumsi makan dan zat gizi sebagai unsur penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses pertumbuhan seorang manusia terdapat dua prinsip yaitu prinsip proxmodistal yaitu proses pertumbuhan yang dimulai dari bagian pusat syaraf kebagian-bagian luar tubuh dan prinsip cephallocaudal yaitu proses pertumbuhan dari organ kepala ke bagian tubuh yang lain (Papalia & Feldeman (2004) dikutip dalam (Dariyo 2007).

Pertumbuhan yang terjadi pada seseorang tidak hanya meliputi apa yang terlihat secara fisik, tetapi juga pada perkembangan aspek yang lain. Salah satu faktor berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi, namun kebutuhan zat gizi berbeda untuk tiap orang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas fisik, ukuran tubuh, derajat pertumbuhan serta kebutuhan energi untuk metabolisme dasar. Ukuran yang digunakan dalam penilaian status gizi dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung (Ahmad et al 2007).

Pendekatan yang digunakan dalam penilaian status gizi terdiri dari bermacam-maca metode. Gibson (1990) mengemukakan, untuk menilai status gizi

(37)

terdapat pendekatan yang dapat digunakan yaitu: (1) Konsumsi makanan; (2) Biokimia; (3) Antropometri dan (4) Klinis.

Indikator yang digunakan untuk mengukur kemajuan pertumbuhan yaitu menggunakan berat dan tinggi badan, dilakukan secara priodik, teratur disertai dengan pencatatan pengukuran. Pertumbuhan anak dapat dipantau dengan menggunakan antropometri sebagai suatu pendekatan. Kumaidi (1998) mengemukakan, jenis antropometri tinggi badan dan berat badan merupakan pendekatan antropometri terhandal dan mudah dilakukan. Untuk membandingkan hasil pengukuran, dapat digunakan standar baku yang dianjurkan oleh WHO/NCHS dengan perkiraan maupun membedakan struktur tubuh proposional, dengan mereka yang terlalu kurus atau terlalu gemuk, berdasarkan baku harvard status gizi menurut WHO/NCHS.

Indikator Status Gizi

Indeks BB/U

Masa tubuh adalah ukuran yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak diakibatkan oleh penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau kurang konsumsi pangan. Berat badan merupakan antropometir yang sangat labil, bila kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi kebutuhan zat gizi terjamin, maka pertumbuhan normal berkembang mengikuti usia yang dimiliki.

Berdasarkan karakteristik berat badan yang labil maka, Indeks BB/U digunakan untuk menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariyasa 2002).

Indikator antropometri dengan indeks BB/U memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan antropometri dengan indeks BB/U yaitu: (1) Lebih mudah dan cepat dimengerit oleh masyarakat umum; (2) Baik untuk mengukur status gizi kronis atau akut; (3) Berat badan dapat berflektuasi; (4) Sangat sensitif terhadap perubahan kecil; (5) Dapat mendeteksi kegemukan. Sedangkan kelemahan antropometri indeks BB/U yaitu: (1) Dapat menginterpertasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites; (2) Pada daerah pedesaan umur sering sulit ditaksir karena pencatatan masih belum baik; (3) Memerlukan data umur yang akurat terutama anak usia dibawah 5 tahun; (4) Sering terjadi

(38)

kesalahan dalam pengukuran terutama pakaian dan gerakan anak saat ditimbang;

(6) Secara sosial mengalami hambatan karena masalah sosial budaya (Supariyasa 2002).

Indeks TB/U

Status gizi kurang diukur dengan pendekatan indeks TB/U dikategorikan sebagai stunded, diterjemahkan sebagai ukuran tubuh pendek tidak sesuai umur.

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan selektal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Perubahan tinggi badan tidak seperti berat badan, lebih relatif dan tidak sensitif terhadap kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian Beaton & Begoa (1973) mengemukakan, indeks TB/U disamping menggambarkan status gizi masa lampau, juga lebih erat dengan faktor status sosial ekonomi (Supariyasa 2002).

Supariasa (2002) mengemukakan, indikator status gizi dengan indeks TB/U memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari indikator menggunakan indeks TB/U yaitu digunakan sebagai indikator dalam mengukur stauts gizi masa lampau, murah dan mudah dibawah. Sedangkan kelemahan dari indikator status gizi dengan indeks TB/U yaitu tinggi badan tidak cepat naik atau turun, pengukuran relatif lebih sulit dilakukan, oleh karena anak harus berdiri tegak sehingga memerlukan dua orang melakukannya dan ketepatan umur sulit didapatkan pada masyarakat di pedesaan.

Indeks BB/TB

Berat badan mempunyai hubungan linier terhadap tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan seara pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe (1966), telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Status gizi dengan indeks BB/TB sangat efektif digunakan untuk mengukur status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari indeks BB/TB yaitu tidak membutuhkan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus). Sedangkan kelemahan dari indeks BB/TB yaitu tidak dapat

(39)

menggambarkan apakah anak itu pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umur, oleh karena faktor umur tidak dipersoalkan.

Pengukuran relatif lebih lama dilakukan, membutukan dua orang untuk melakukannya dan sering terjadi kesalahan dalam membaca hasil pengukuran (Supariyasa 2002).

Status Anemia

Penilaian status gizi secara laboratorium atau biokimia digunakan untuk mendeteksi tahap defisiensi subklinis untuk mengkonfirmasi diaknosa secara klinis pada seseorang. Cari ini merupakan metode yang dinilai secara objektif, oleh karena tidak melibatkan emosi dan faktor subjektif lainnya. Kekurangan zat gizi dalam tubuh tidak terjadi secara langsung tetapi terjadi secara bertahap.

Untuk mengetahui seberapa besar kekurangan zat gizi yang dialami seseorang, maka dilakukan dengan uji biokimia dalam cairan dan jaringan tubuh seseorang.

Metode yang digunakan dalam menilai seseorang mengalami anemia dilakukan dengan pengukuran haemoglobin (Hb) (Gibson 2005).

Haemoglobin (Hb) adalah pigmen merah pembawa oksigen yang terdapat dalam sel darah merah. Haemoglobin (Hb) merupakan suatu protein kaya akan zat besi. Konsentrasi haemoglobin (Hb) normal pada manusia dewasa yaitu 14-16 g/dl darah atau rata-rata 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut ”100 persen” (Ganong 1983). Diduga terdapat kira-kira 750 gram haemoglobin (Hb) d darah alam seluruh darah yang beredar.

Haemoglobin (Hb) sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, oleh karena Haemoglobin (Hb) berfungsi membawa dan mengirim oksigen ke jaringan-jaringan. Sekitar 400 juta molekul haemoglobin (Hb) berada dalam sel darah merah yang meliputi 95% dari berat keringnya. Sedangkan sintesis haemoglobin (Hb) dan proses destruksinya seimbang dalam kondisi fisiologis dan terdapat gangguan dapat menimbulkan gangguan hematologis yang nyata (Tortora dan Anagnostakos 1990).

Haemoglobin (Hb) mengandung senyawa protein berisi globin dan heme.

Setiap gram haemoglobin (Hb) berisi 3.34 mg zat besi dan membawa 1.34 ml

(40)

oksigen. Setiap molekul haemoglobin (Hb) berisi 4 unit heme dan masing-masing bergabung dengan satu rangkaian globin yang mempunyai residu asam amino.

Haemoglobin (Hb) dilepaskan dalam bentuk bebas bila terjadi hemolisis sedangkan batas antara haemoglobin (Hb) dan stroma sel darah merah mengalami kerobekan yang disebabkan oleh agen penyebab hemolisis. Haemoglobin (Hb) yang bebas dalam plasma amat cepat terbuang, dengan oksidasi menjadi bentuk yang tak berguna dan hilang melalui ginja. Haemoglobin (Hb) dilepaskan dari sel darah merah, dimusnahkan oleh ”macrophage”, kemudian dikatabolisme secara bertahap. Sel darah merah hidup sekitar 120 hari. Sel darah merah mengalami kerusakan, maka bagian porfirin haemoglobin (Hb) dipecahkan dan membentuk pigmen empedu billiverdin dan billirubin, yang dibawa ke hati untuk disekresi ke dalam usus melalui empedu (Tortora dan Anagnostakos 1990).

Anak-anak yang berumur 2-4 tahun mempunyai kadar haemoglobin (Hb) rata-rata 12.5 -15.5 g/dl, dengan batas terendah 11.0 g/dl. Sedangkan pada umur 4-8 tahun mempunyai nilai rata-rata haemoglobin (Hb) 13.0 g/dl dengan batas terendah 11.5 g/dl. Nilai-nilai ini merupakan standar normal bagi anak-anak dari keluarga berkulit putih (caucasian family). Nilai haemoglobin (Hb) untuk bangsa Asia dan Negro 0.5 g/dl lebih rendah nilai haemoglobin (Hb) untuk semua umur kecuali pada masa prenatal. Perbedaan ini disebabkan oleh, adanya defisiensi zat besi maupun dan perbedaan status sosial ekonomi (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Kadar haemoglobin (Hb) yang dipergunakan untuk menentukan anemia adalah dibawa batas yang ditetapkan WHO (2001). Batas tersebut adalah 110 g/L untuk wanita hamil dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun 120 g/L, untuk wanita tidak hamil dan 130 g/L untuk pria yang berusia di atas 15 tahun. Batas kadar haemoglobin (Hb) dan hemotokrit disajikan pada tabel tabel 6.

Tabel 6 Kadar haemoglobin (Hb) dan hematokrit untuk batas anemia pada populasia

Haemoglobin (Hb) Haematokrit Kelompok umur dan

Jenis kelamin g/l mmol/l l/l

Anak 6-59 bulan Anak 5-11 tahun Anak 12-14 tahun

110 115 120

6.83 7.13 7.45

0.33 0.34 0.36

a Faktor konversi yang umum dipergunakan: 100 g hemoglobin = 6,2 mmol hemoglobin = 0,30 l/l hematokrit.

Sumber: WHO (2001)

(41)

Aktivitas Bermain

Bermain dan belajar anak merupakan suatu kesatuan dan proses yang terus menerus terjadi dalam kehidupannya. Bermain merupakan tahap awal dari proses belajar anak yang dialami hampir semua orang. Melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, seorang anak berusaha untuk menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang banyak. Baik pengalaman dengan diri sendiri, orang lain maupun dengan lingkungan disekitarnya. Melalui bermain anak dapat mengorganisasikan berbagai pengalaman dan kemampuan motorik maupun kongnitifnya (Sekartini 2006).

Dariyo (2007) mengemukakan, fungsi dan manfaat dalam bermain anak yaitu: (1) Mengembangkan kreativitas anak; (2) Mengembangkan keterampilan sosial anak; (3) mengembangkan psikomotorik anak; (4) Mengembangkan kemampuan berbahasa; (5) Sebagai saran terapi untuk mengatasi masalah psikologis, karena memurut Singmund Freud bermain mengatasi ketegangan- ketegangan emosi anak. Upaya stimulasi yang diberikan pada anak, hendak dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Dengan pendekatan pola bermain anak diajak untuk berkolaborasi, menemukan dan memanfaatkan objek yang dekat dengannya, sehingga kegiatan lebih bermakna (Sumantri 2005). Bermain pada anak bukan sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan, seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak memerlukan variasi bermain untuk kesehatan, pertumbuhan fisik, mental dan perkembangan emosinya. Melalui bermain anak tidak hanya mengstimulasi pertumbuhan otot- ototnya, tetapi lebih dari itu. Anak tidak saja melompat, menendang, melempar atau berlari, tetapi mereka bermain dengan menggunakan seluruh perasaan dan pikirannya (Soetjiningsih 1995). Untuk menjaga kualitas bermain sehingga anak dapat bermain dan memperoleh stimulasi cukup maka diperlukan: (1) Ekstra energi; (2) Waktu bermain ; (3) Alat bermain; (4) Ruang untuk bermain; (5) Pengetahuan cara bermain; (6) Teman bermain. Sedangkan anak yang aktif dalam bermain memiliki keunggulan diperoleh dari permainan tersebut antara lain: (1) Membuang ekstra energi; (2) Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, seperti tulang, otot tubuh dan organ-organ; (3) Aktivitas yang dilakukan

(42)

dapat meningkatkan nafsu makan; (4) Anak belajar mengontrol diri; (5) Berkembangnya keterampilan yang akan berguna sepanjang hidup; (6) Meningkatkan daya kreativitas; (7) Mendapatkan kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada disekitar anak; (8) Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran, iri hati dan kedudukan; (9) Kemampuan belajar bergaul dengan anak yang lain; (10) belajar untuk menjadi pihak yang kalah dan menang dalam permainan; (11) Kesempatan belajar untuk mengikuti aturan-aturan; (12) Dapat mengembang kemampuan intelektualnya (Soetjiningsih 1995).

Aktivitas bermain anak harus seimbang antar bermain aktif dan pasif yang biasanya disebut sebagai hiburan. Permainan yang masuk dalam kategori aktif yaitu bermain pengamatan atau penyelidikan, bermain konsentrasi, bermain drama dan bermain bola atau bermain tali. Sedangkan bermain yang pasif yaitu permainan dilakukan dengan melihat gambar-gambar dibuku, mendengar cerita atau musik, menonton televisi dan sebagainya.

Karakteristik Keluarga

Pendidikan Orang Tua

Munandar (1992) mengemukakan, sikap orang tua dalam mendidik anak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi orang tuanya. Bila tingkat pendidikan dan status ekonominya rendah terjadi kecenderungan ke sikap menuruti; (2) Hubungan suami istri, jika hubungan hangat dan baik maka sikap anak lebih menunjukan sikap lebih perhatian dan toleran; (3) Jumlah anak dalam keluarga kecil cenderung lebih memanjakan dan menuntut lebih banyak karena, anak merupakan tumpuan harapan orang tua; (4) Kepribadian orang tua, sering orang tua bersikap otoriter, demokrasi atau terlalu menuruti kemauan anak; (6) Pengalaman orang tua, pengaruh sikap orang tua terhadap anaknya karena pengalaman hidupnya.

Pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga dapat dinilai dengan melihat status ekonomi suatu keluarga. Gerungan (1998) mengemukakan, keadaan ekonomi mempunyai peran

(43)

yang sangat besar dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang memberikan kesejahteraan kepada anggota keluarga. Keadaan perekonomian yang cukup pada suatu keluarga, maka lingkungan material anak akan lebih luas serta memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat dikembangkan bila tidak ada fasilitas dan dukungan yang dibutuhkan.

Gunasra & Gunarsa (2001) mengemukakan, kondisi ekonomi yang kurang akan berpengaruh terhadap kondisi mental dan pisikis individu yang hidup dalam keluarga, dan menentukan corak serta kualitas hubungan antara pribadi dalam keluarga.

Besar keluarga

Keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan terutama pada keluarga tidak mampu. Suharjo (1989) mengemukakan, ada hubungan yang sangat nyata dalam keluarga dengan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar, tanpa dibebani dengan peningkatan pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan semakin tidak merata pada setiap anggota keluarga. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar, mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Jumlah anak menederita kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar daripada keluarga beranggota keluarga sedikit (Berg 1986).

Dalam keluarga kecil seorang anak tidak perlu memperjuangkan kasih sayang dari orang tua, tetapi anak-anak dari keluarga besar harus berjuang untuk mendapatkan kasih sayang. Apabila jumlah anak dalam keluarga bertambah maka perhatian dan kehangatan pada anak-anak berkurang. Dengan kata lain bahwa dengan semakin banyak anak maka curahan waktu , perhatian , tingkat keeratan diberi orang tua pada anaknya akan terbagi pada sejumlah anak yang berhak untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang sama sesama anak (Gunasa 1997).

(44)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pembinaan dan pengembangan atlit sejak dini merupakan salah satu strategi dalam pencarian bibit-bibit atlit berprestasi. Untuk memperoleh dan mencapai hal tersebut merupakan satu langka yang tidak mudah dilakukan dan penuh dengan tantangan baik itu eksternal maupun internal. Faktor utama berhubungan terhadap pertumbuhan fisik atau potensi atlit pada anak usia 48-72 bulan adalah konsumsi makan kurang memenuhi syarat gizi atau kebutuhan anak usia 48-72 bulan, yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan konsumsi pangan itu sendiri dipengaruhi oleh status sosial ekonomi keluarga seperti jumlah anggota keluarga, pekerjaan keluarga dan pendapatan keluarga. Konsumsi pangan yang tidak beragam ditemukan pada masyarakat berpendapatan rendah, disebabkan oleh ketidakmampuan daya beli bahan pangan, dalam memenuhi kebutuhan keluarga terutama pemenuhan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi dapat berdampak pada rendahnya kadar haemoglobin (Hb) pada anak dan akan menyebabkan terjadinya kurang gizi dan gangguan kesehatan pada anak usia 48-72 bulan. Status gizi yang buruk pada anak usia 48-72 bulan, berhubungan erat dengan terjadinya penyakit infeksi terutama diare dan ISPA. Bila anak mengalami gizi kurang dan sering sakit akan menyebabkan berkurangnya aktivitas bermain anak, berfungsi untuk merangsang pertumbuhan fisik.

Keluarga yang status ekonomi rendah, orang tua selalu berkonsentrasi pada pekerjaan untuk perbaikan ekonomi keluarga. Sedikit sekali waktu diberikan kepada anak dalam bermain bersama dan bimbingan. Aktivitas bermain anak bukan saja memberikan kesenangan dan kebahagiaan kepada anak tetapi juga merangsang pertumbuhan fisik terutama gerakan otot, kecepatan, keseimbangan dan terjadinya koordinasi antara indra dan gerakan fisik. Kombinasi dari aktivitas bermain ini, akan melahirkan potensi atlit yang dimiliki oleh anak-anak usia 48-72 bulan terutama struktur tubuh yang ideal sebagai dasar menuju kedewasaan.

Melahirkan calon atlit yang berprestasi merupakan hal yang sangat diharapkan dalam dunia olahraga, namun mencapai hal tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam penelitian ini akan menguraikan faktor yang berhubungan

(45)

dengan potensi atlit. Berdasarkan pada dasar pemikiran ini maka kerangka konsep yang disusun berdasarkan pada gambar 1.

Konsumsi pangan Energ, Protein Vit. A dan Besi (Fe)

Status gizi

• BB/U

• TB/U

• BB/TB

Status kesehatan

• Diare

• ISPA

Potensi atlit

• Kecepatan gerak fisik

• Daya tahan otot

• Kekuatan otot

• Daya tahan

• kardiovaskuler Kadar

Haemoglobin

Aktivitas bermain anak Karakteristik keluarga

• Pendidikan orang tua

• Pendapatan keluarga

• Pekerjaan orang tua

• Besar keluarga

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Tabel 3 Standar pengukuran ketahanan otot lengan dan bahu (menit/detik)  6-9 tahun
Tabel 4 Standar pengukuran ketahanan dan kekuatan otot perut (60 detik)  6-9 tahun
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2 Kerangkah pengambilan contoh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi suhu ( lihat Gambar 9) dan kelembaban ( lihat Gambar 8) di dalam ruang inkubasi relatif stabil pada nilai set poin (suhu 25 °C dan kelembaban 75 %) meski suhu

Budaya amanat untuk hidup sederhana dan damai (selaras dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam) telah membentuk masyarakat yang mandiri (pangan)

Pada sampul luar ditulis nama paket pekerjaan, nama dan alamat peserta, serta ditujukan kepada Tim Pengadaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Direksi, Komisaris,

Bagi negara yang mengandalkan sektor pajak sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan akan menghadapi masalah besar jika para wajib pajak (WP) nya masih sering

Ada pun usaha- usaha yang telah dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan di antaranya melakukan sosialisasi kepada UKM dan IKM yang ada di Kota Pekalongan tentang pentingnya

Menuurut Sakarnadi pada tahun 2014, terdapat tahapan kemampuan berjalan pada bayi, yaitu merambat (dimana bayi akan memegang perabot rumah dan mengangkat badannya hingga

Hal-hal yang dapat dilakukan oleh pasien dalam meningkatkan. keberhasilan terapi DM

Diskusi kelas adalah sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran kelompok di mana setiap kelompok mendapat tanggung jawab untuk mendiskusikan sesuai dengan tema/masalah/judul